Anda di halaman 1dari 52

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang memiliki prevalensi

yang cukup tinggi. Data global diabetes melitus (DM) di tahun 2017 sebanyak

8.4% dan diperkirakan meningkat di tahun 2046 menjadi 9.9%. Tingginya

prevalensi diabetes akan berdampak terhadap sosial, keuangan dan

pembangunan terutama di negara berpenghasilan rendah menengah. 1 Riset

Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018 menunjukan prevalensi DM

berdasarkan diagnosa dokter pada usia lebih dari 15 tahun meningkat dari

1.5% menjadi 2 %. Penderita diabetes 10% hingga 25% mengalami ulkus

kaki diabetik, penderita memiliki resiko tinggi terhadap kaki diabetik yang

sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah sebanyak 85%.2,3

Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi diabetes yang sering

terjadi. Ulkus kaki diabetik adalah luka kronik pada daerah dibawah

pergelangan kaki, yang meningkatkan morbiditas, mortalitas dan mengurangi

kualitas hidup pasien yang disebabkan neuropati perifer, penyakit arteri

perifer, atau kombinasi keduanya.4 Faktor seperti infeksi, kedalaman luka,

ukuran luka dan durasi terjadinya luka memberi dampak negatif terhadap

kesembuhan luka dan berisiko terhadap amputasi.5

Respon kesembuhan luka pada ulkus kaki diabetik melibatkan empat fase

yang berbeda namun tumpang tindih yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi


2

dan remodeling. Fase kesembuhan luka ulkus kaki diabetik dapat dinilai

dengan berbagai macam instrumen, salah satu yang dapat digunakan yaitu

Bates-Jensen wound assesment tool (BWAT), penyembuhan luka ulkus kaki

diabetik yang cepat dapat menurunkan kemungkinan kaki di amputasi dan

kematian pasien diabetes melitus.6 Terdapat faktor lokal dan faktor sistemik

yang mempengaruhi kesembuhan luka, asupan gizi energi dan protein

merupakan faktor sistemik yang ikut mempengaruhi kesembuhan luka.7,8

Asupan gizi dibutuhkan untuk menjaga tubuh dan perbaikan jaringan,

Proses terhadap kesembuhan luka tergantung dari adekuasi energi untuk

proliferasi sel, pergerakan sel, dan sintesis protein. Asupan protein yang

adekuat, asam amino, peptida untuk sintesis protein, dibutuhkan setiap tahap

kesembuhan luka. Pada pasien DM asupan dapat menyebabkan kondisi

hiperglikemi yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan luka ulus kaki

diabetik, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.9

Penelitian mengenai kejadian ulkus kaki diabetik telah banyak dilakukan,

ketidakpatuhan terhadap diet, lama menderita diabetes melitus, obesitas, kadar

gula darah tidak terkontrol, latihan fisik (olahraga), berpengaruh terhadap

kejadian ulkus kaki diabetik. Proporsi reamputasi meningkat pada perempuan,

usia lanjut, HbA1c ≥ 7, kadar albumin rendah, eGFR < 60 dan komorbid yang

lebih banyak. Status nutrisi juga berpengaruh terhadap tingkat keparahan luka

kaki diabetik dan malnutrisi menjadi prediktor prognosis yang buruk,

kebutuhan protein pada pasien dengan ulkus kaki diabetik dibutuhkan protein

yang lebih tinggi dibanding kebutuhan protein harian dan diperlukan


3

konseling gizi agar kebutuhan protein dapat terpenuhi untuk proses

kesembuhan luka, karena protein diperlukan untuk pertumbuhan, perawatan

otot dan jaringan tubuh.10,11,12,13

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis mengajukan

usulan penelitian asupan energi dan protein pengaruhnya terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Masalah Umum

Bagaimana pengaruh asupan energi dan protein terhadap kesembuhan luka

ulkus kaki diabetik?

1.2.2 Masalah Khusus

1. Bagaiman pengaruh asupan energi dari target energi terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik?

2. Bagaimana pengaruh proporsi protein dari total energi terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik ?

3. Bagaimana pengaruh asupan energi dan protein terhadap kadar gula

darah yang mempengaruhi kesembuhan luka ulkus kaki diabetik?


4

4. Bagaimana pengaruh asupan energi dan protein terhadap kesembuhan

luka ulkus kaki diabetik dikontrol dengan infeksi, usia, luas luka,

derajat luka dan IMT?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh asupan energi protein terhadap kesembuhan luka

ulkus kaki diabetik

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis pengaruh asupan energi dari target energi terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

2. Menganalisis pengaruh proporsi asupan protein dari total energi

terhadap kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

3. Menganalisis pengaruh asupan energi dan protein terhadap kadar gula

darah yang mempengaruhi kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

4. Menganalisis pengaruh asupan energi dan protein terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik dikontrol dengan infeksi, luas

luka, derajat luka, usia dan IMT

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Aspek Ilmiah


5

- Menambah pengetahuan mengenai seberapa besar asupan energi

berpengaruh terhadap kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

- Menambah pengetahuan mengenai seberapa besar asupan protein

berpengaruh terhadap kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

- Menambah pengetahuan mengenai asupan energi dan protein terhadap

kadar glukosa darah yang mempengaruhi kesembuhan luka ulkus kaki

diabetik

- Sebagai bahan referensi utuk dasar pengembangan penelitian

selanjutnya

1.4.2 Aspek Klinis

- Kesembuhan luka ulkus kaki diabetik dapat didukung dari energi dan

protein yang diberikan

1.5 KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian mengenai asupan energi dan protein pengaruhnya terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik di RSUP. Dr. Kariadi Semarang belum

pernah di lakukan.

Tabel 1. Penelitian tentang kaki diabetik

Peneliti Tahun Jenis Penelitian Variabel Hasil


6

dan Narasi
Musthafa 2016 Observasional Lama menderita Lama menderita
dkk analitik desain DM, obesitas, DM, obesitas, kadar
Case control kadar gula gula tidak
darah, ketidak terkontrol,
Menganalisa
patuhan diet, ketidakpatuhan diet,
faktor yang
olah raga dan latihan fisik
mempengaruhi
kaki diabetik (olahraga),
ulkus kaki
berpengaruh
diabetik
terhadap kejadian
ulkus kaki diabetik
Sitompul 2012 Observasional Data demografis Proporsi reamputasi
dkk potong lintang dan klinis pada kaki diabetes
di RSCM tahun
Profil pasien
2008 – 2012 sebesar
kaki diabetes
58,7%. Angka
yang menjalani
reamputasi pada
reamputasi
kaki diabetes lebih
tinggi pada
perempuan, usia
lebih lanjut,
pendidikan SMA
kebawah,
menggunakan biaya
umum dan gakin,
kadar HbA1C ≥ 7%,
hipertensi,
neuropati, PAD,
anemia, kadar
albumin rendah,
dengan eGFR<60
7

dan proteinuri dan


komorbid yang lebih
banyak
kurniasari 2007 Deskriptif Senam kaki, Faktor paling
dkk analitik, cross perawatan kaki, berkontribusi yaitu
sectional kepatuhan dalam senam kaki,
pencegahan kepatuhan dalam
Kejadian kaki
luka, kontrol pencegahan dan
diabetik pada
gula pengetahuan.
pasien DM
darah,pengetahu
berdasarkan
an, diet dan kaki
faktor yang
diabetik
berkontribusi

Fitria dkk 2015 Observasional Menilai Karakteristik ulkus


karakteristik diabetikum
Potong lintang
ulkus termasuk kriteria
Karakteristik diabetikum meggit wagner
ulkus grade 1, jumlah
diabetikum pada ulkus hanya pada
penderita DM satu tempat, lokasi
dikaki, eksudat
minimal, ulkus
bertepi seperti
tebing, disekitar
ulkus memiliki
inflamasi minimal
dengan warna merah
muda, ulkus tanpa
nyeri dan tanpa
maserasi.
Eneroth 2004 Prospective RCT Pasien Penelitian ini gagal
8

dkk Nutritional menerima ONS menunjukan ONS


supplementation dan kesembuhan memiliki efek
for diabetic foot luka terhadap
ulcer kesembuhan luka
kaki diabetik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesembuhan Luka Ulkus Kaki Diabetik

2.1.1 Definisi

Kesembuhan luka adalah suatu proses seluler dan biokimia untuk

mengembalikan integritas jaringan setelah cedera.14 Sedangkan Ulkus

kaki diabetik adalah luka kronik pada daerah dibawah pergelangan kaki
9

penderita diabetes melitus (DM). Kesembuhan luka pada ulkus kaki

diabetik dipengaruhi banyak faktor dan dapat berakhir dengan tindakan

amputasi pada kaki.15

Mayoritas 60-80% ulkus kaki diabetik dapat disembuhkan,

kemudian 10-15% dapat menjadi luka yang aktif kembali dan 5-24%

berakhir dengan tindakan amputasi, Sehingga menjadi beban bagi

penderita, keluarga dan pelayanan kesehatan. Hal ini menjadikan perhatian

yang besar terhadap penyebab, penatalaksanaan dan pencegahan yang

tepat pada ulkus kaki diabetik.16

Ulkus kaki Diabetik disebabkan oleh proses neuropati perifer,

penyakit arteri perifer atau kombinasi keduanya.4 Rata-rata 20% terjadi

akibat gangguan aliran arteri, 50% dikarenakan neuropati dan 80%

disebabkan karena keduanya.17

Respon kesembuhan luka pada ulkus kaki diabetik melibatkan

empat fase yang berbeda namun tumpang tindih yaitu hemostasis,

inflamasi, proliferasi dan remodeling. Pada fase ini dilibatkan sel-sel

dalam jumlah besar, komponen ekstraseluler, growth factor dan sitokin.7

Pemberian oral nutritional supplementation (ONS) memberikan

perbaikan pada kesembuhan luka ulkus kaki diabetik pada pasien

malnutrisi.18 Terdapat penelitian yang menunjukan bahwa ketidakpatuhan

diet, lama menderita DM, obesitas, kadar gula darah, dan latihan fisik

berpengaruh terhadap kejadian ulkus kaki diabetik.10 Pada penelitian


10

lainnya menunjukan bahwa kondisi malnutrisi karena kurang asupan dapat

menghambat kesembuhan luka kaki diabetik.19

2.1.2 Fase Kesembuhan

Proses kesembuhan luka pada ulkus kaki diabetik dimulai dengan

fase Hemostasis dan inflamasi, Proliferasi, kemudian fase maturasi atau

remodeling. Setiap fase dikontrol oleh faktor pertumbuhan, faktor

pertumbuhan atau growth factor adalah polipeptida seperti hormon yang

berada dalam jumlah kecil pada tubuh manusia dan berperan dalam

pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme sel. Interaksi faktor

pertumbuhan dengan sel reseptor spesifik pada permukaan yang

mengontrol proses perbaikan jaringan.3

Penyembuhan luka merupakan suatu kaskade terkoordinasi antara

seluler, molekuler, dan biokimia yang dipengaruhi oleh keadaan nutrisi

pasien. Prosesnya meliputi koagulasi, peradangan, pembentukan matriks

ekstraseluler, pembentukan jaringan fibrosa, epitelisasi, kontraksi luka,

dan remodelling. Kolagen adalah elemen utama dari matriks ekstraseluler

dan merupakan protein yang paling melimpah dalam tubuh manusia.

Proses penyembuhan dibagi menjadi 3 fase, yaitu: Inflamasi, proliferasi,

dan remodelling atau pematangan.20,3,21

Fase Inflamasi
11

Fase inflamasi adalah fase pertama penyembuhan luka dan terjadi

segera setelah terjadinya luka, dimana kemudian tromboksan A 2 dan

prostaglandin 2α dilepaskan oleh membran sel. Vasokonstriktor ini

menyebabkan reflek vasokonstriksi sementara sehingga terjadi penurunan

perdarahan. Dalam hitungan detik, kaskade pembekuan dirangsang oleh

endotelium yang rusak dan adanya trombosit yang mengakibatkan

terbentuknya bekuan. Bekuan ini terdiri dari kolagen, trombosit, trombin,

dan fibronektin, dimana zat-zat ini bertanggung jawab untuk pelepasan

sitokin dan faktor pertumbuhan termasuk transformasi faktor pertumbuhan

b (TGF-b), faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (PDGF),

faktor pertumbuhan fibroblast (FGF), dan faktor pertumbuhan endotelial

(EGF). Sitokin dan faktor pertumbuhan menarik neutrofil ke lokasi luka,

yang kemudian memulai respon inflamasi. Neutrofil kemudian dirangsang

oleh produk bakteri untuk bermigrasi menuju luka, interleukin (IL)1,

tumor necrosis factor alfa (TNF alpha), TGF-b, dan faktor trombosit.

Dalam 24 hingga 48 jam setelah luka timbul, terutama neutrofil yang

kemudian membersihkan tempat luka dan debris seluler. 48 hingga 96 jam

setelah cedera, monosit tertarik ke tempat luka, di mana mereka diubah

menjadi makrofag.20

Makrofag memiliki sejumlah fungsi, termasuk mediasi

angiogenesis, mensintesis nitrit oksida, dan membentuk jaringan fibrosa.

Makrofag melepaskan enzim dan sitokin seperti kolagenase, yang

memecah dan membersihkan luka dari serpihan, interleukin dan TNF alfa
12

merangsang fibroblas dan memediasi angiogenesis; dan TGF-b, yang

menstimulasi keratinosit. Faktor pertumbuhan yang berasal dari makrofag

bertanggung jawab untuk merangsang sel ke dasar luka dan pembentukan

matriks jaringan konektif yang terdiri dari fibrin.20

Hemostasis/inflamasi

Jalur koagulasi Jalur proinflamasi

Sinyal sitokin, vasodilatasi, edema,


Pembekuan darah,
peningkatan metabolisme
pembentukan dan
pemecahan bekuan,
pelepasan PDGF Pelepasan makrofag,
TNFα, TIMP, IL-1&2,
Proses proliferasi MMPs

Proliferasi fibroblast, angiogenesis


sintesis kolagen,
formasi matrix,
epitelisasi Remodeling luka

Ikatan kolagen, kontraksi luka, peningkatan


kekuatan jaringan parut

Gambar 1. Fisiologi dasar luka dan Jaringan (The ASPEN 2007)


(Modifikasi dari ASPEN 2007)22

Fase Proliferasi

Fase proliferasi penyembuhan luka biasanya terjadi pada hari

keempat setelah timbulnya luka dan ditandai oleh munculnya fibroblas di

tempat luka. Ada 4 langkah utama dalam fase ini: (1) angiogenesis, (2)

epitelisasi, (3) granulasi, dan (4) pembentukan jaringan dan pengendapan


13

kolagen. Angiogenesis menyediakan jaringan pembuluh darah baru untuk

memasok nutrisi ke matriks yang belum matang dan elemen seluler dari

jaringan granulasi. Bersamaan, fibroblas dan sel-sel endotel menggantikan

matriks yang belum matang dengan matriks ekstraseluler yang diperkaya

kolagen dan membentuk jaringan granulasi baru.20

Fibroblast adalah jenis sel utama yang bertanggung jawab untuk

mengembangkan jaringan granulasi 1 hingga 2 minggu setelah luka;

proses ini tergantung pada faktor pertumbuhan seperti PDGF, TGF-b, dan

FGF. Fibroblas juga dirangsang oleh TGF-b untuk produksi kolagen tipe I.

Selain itu, fibroblas terlibat dalam sekresi sejumlah faktor pertumbuhan

selama penyembuhan luka seperti FGF, TGF-b, PDGF, faktor

pertumbuhan seperti insulin 1, dan faktor pertumbuhan keratinosit (KGF).

Sel-sel endotel mensekresi faktor pertumbuhan endotel vaskular, FGF, dan

PDGF. Keratinosit mensekresikan TGF-a, TGF-b, dan KGF. Bersama-

sama, efek total dari faktor pertumbuhan ini adalah untuk memastikan

angiogenesis, epitelisasi, granulasi, pembentukan jaringan, dan kolagen

terjadi selama proses penyembuhan luka.20,3,21

Fase Maturasi dan Remodeling

Fase remodeling atau pematangan biasanya dimulai seminggu

setelah luka timbul dan dapat berlanjut selama 1 tahun atau lebih.

Fibronektin adalah komponen awal dalam matriks ekstraselular yang

membentuk jaringan serat awal selama fase penyembuhan luka ini.


14

Jaringan ini memiliki 2 fungsi utama: sebagai template untuk pengendapan

kolagen dan sebagai tempat untuk migrasi sel dan pertumbuhan sel.20,21

Kolagen merupakan komponen utama matriks ekstraseluler,

menghasilkan kekakuan dan daya tarik untuk luka. Saat penyembuhan

berlanjut selama kurang lebih 1 tahun, kulit secara bertahap mencapai

maksimum 70% hingga 80% daya tarik. Selama fase ini, sintesis dan

degradasi kolagen diatur oleh kolagenase. Ketika luka terus matang,

penurunan sel dan vaskularisasi terjadi secara bertahap. Diferensiasi

fibroblas menjadi miofibroblast juga merupakan karakteristik dari fase

remodelling.20,21,3

2.1.3 Derajat Luka

Derajat Luka ulkus kaki diabetik berdasarkan kriteria Meggit

Wagner, kriteria ini paling umum dan sering digunakan untuk menentukan

tingkatan dari ulkus kaki diabetik.23

Tabel 2. Klasifikasi Meggit Wagner

Derajat Lesi
0 Tidak ada lesi terbuka
1 Ulkus Superficial
2 Ulkus dalam hingga tendon atau otot
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis atau infeksi sendi
4 Terdapat gangren lokal bagian depan kaki atau tumit
5 Gangren seluruh kaki
15

Klasifikasi tabel 2 Meggit Wagner telah digunakan sejak tahun

1970 untuk digunakan menetukan derajat dari lesi kaki diabetik. Derajat

0,1,2,3 berdasarkan kedalaman luka hanya sebatas jaringan lunak kaki.

Derajat 4 dan 5 tentu sangat berbeda berdasarkan luasnya ganggren dan

hilang nya perfusi di kaki. Derajat 4 luas ganggren hanya sebagian kaki

dan derajat 5 ganggren hampir diseluruh bagian kaki.24

2.1.4 Parameter Kesembuhan Luka

Penilaian Kesembuhan luka pada ulkus kaki diabetik menggunakan

Bates-Jensen Wound Assesment Tool (BWAT). Tool ini pertama kali

dikembangkan oleh Bates Jensen pada tahun 2008 dan merupakan revisi

dari Pressure sore tool (PSST). BWAT terdiri dari ukuran luka, kedalaman

luka, batas luka, luka menggaung, tipe jaringan nekrotik, jumlah jaringan

nekrotik, tipe eksudat, jumlah eksudat, warna kulit sekitar luka, edema

perifer, indurasi jaringan perifer, jaringan granulasi, epitelisasi. Setiap

komponen memiliki nilai 1-5. Total skor 13 – 60, jika skor menurun

menunjukan perbaikan pada jaringan luka. 25, 26

Penelitian yang dilakukan di indonesia tahun 2016 menggunakan

BWAT sebagai Tool kesembuhan luka lebih representatif terhadap populasi

ulkus kaki diabetik dibandingkan diabetic foot ulcer assessment scale

(DFUAS) dan pressure ulcer scale for healing (PUSH). BWAT valid dan

reliable dalam menilai kesembuhan luka ulkus kaki diabetik.25


16

Tabel 3. Bates-Jensen Wound Assesment Tool

No Items Pengkajian Hasil Tanggal Tanggal


tanggal
1 Ukuran 1= PxL < 4cm
Luka 2= PxL4 < 16cm
3= PxL16<36cm
4= PxL36<80cm
5= PxL >80cm
2 Kedalaman 1= eritema, kulit utuh
Luka 2= luka pada epidermis
dan dermis
3= luka hingga subkutan
dan atau terdapat
jaringan granulasi
4= terdapat nekrosis
5= luka dalam dengan
kerusakan luas, jaringan
nekrosis atau luka hingga
ke otot, tulang
3 Tepi Luka 1= Samar tidak jelas
telihat
2= Batas tepi terlihat,
menyatu dengan dasar
luka
3=Jelas, tidak menyatu
dengan dasar luka
4= Jelas, tidak menyatu
dengan dasar luka, tebal
5= Jelas, Fibrotik, parut
tebal/hiperkeratonik
4 Menggaung 1= Tidak ada
/Goa(lubang 2= goa < 2cm di area
pada luka manapun
yang ada 3= goa 2-4 cm<50%
dibawah pinggir luka
jaringan 4= goa 2-4 cm>50%
sehat) pinggir luka
5= goa > 4cm di area
manapun
5 Tipe 1= Tidak ada
Jaringan 2= Putih atau abu-abu
Nekrosis jaringan mati dan atau
slough yang tidak lengket
(mudah dihilangkan)
17

3= Slough mudah
dihilangkan
4= Lengket, ;embut dan
ada jaringan parut palsu
berwarna hitam (black
eschar)
5= Lengket berbatas
tegas, keras dan ada
black eschar
6 Jumlah 1= Tidak Tampak
Jaringan 2= <25% dari dasar luka
Nekrosis 3= 25% hingga 50% dari
dasar luka
4= > 50% hingga < 75%
dari dasar luka
5= 75% hingga 100%
dari dasar luka
7 Tipe 1= Tidak ada
Eksudat 2= Darah
3= Serosanguineous
4= Serous
5= Purulen
8 Jumlah 1= Kering
Eksudat 2= Moist
3= Sedikit
4= Sedang
5= Banyak
9 Warna Kulit 1= Pink atau normal
sekita luka 2= Merah terang jika
ditekan
3= Putih atau pucat atau
hipopigmentasi
4= Merah gelap/ abu-abu
5= Hitam atau
hiperpigmentasi
10 Jaringan 1= Tidak edema
yang edema 2= Non pitting edema <
4mm disekitar luka
3= Non pitting edema >
4mm disekitar luka
4= Pitting edema < 4mm
disekitar luka
5= Krepitasi atau pitting
edema > 4mm
11 Pengerasan 1= Tidak ada
jaringan 2= Pengerasan < 2 cm di
18

tepi sebagian kecil sekitar


luka
3= Pengerasan 2-4 cm
menyebar <50% di tepi
luka
4= Pengerasan 2-4 cm
menyebar ≥50% di tepi
luka
5= Pengerasan > 4 cm di
seluruh tepi luka
12 Jaringan 1= Kulit utuh atau stage1
Granulasi 2= Terang 100% jaringan
granulasi
3= Terang 50% jaringan
granulasi
4= Granulasi 25%
5= Tidak ada jaringan
granulasi
13 Epitelisasi 1= 100% epitelisasi
2= 75-100% epitelisasi
3= 50-75% epitelisasi
4= 25- 50% epitelisasi
5= < 25 % epitelisasi
Skor Total
Paraf
Keterangan: (Modifikasi dari Bates-Jensen Wound Tool)
Skor Total: 1-13 = Jaringan sehat 13-60 = Regenerasi luka
>60 = Degenerasi luka

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kesembuhan

luka baik lokal maupun sistemik. Proses kesembuhan yang terganggu akan

menyebabkan luka sulit sembuh atau luka menjadi kronis. Faktor lokal

adalah faktor yang langsung mempengaruhi jenis luka, sedangkan faktor


19

sistemik adalah faktor yang mempengaruhi kesehatan penderita atau

derajat penyakitnya sehingga berdampak pada kesembuhan luka.16,10,8

Faktor lokal

a) Kadar Oksigen Jaringan

Oksigenasi penting untuk metabolisme sel, khusunya untuk

memproduksi energi yaitu adenosin trifosfat (ATP) dan sangat

dibutuhkan terhadap proses kesembuhan luka. Mencegah luka dari

infeksi, menginduksi angiogenesis, meningkatkan diferensiasi

keratinosit, migrasi dan re-epitelisasi, meningkatkan proliferasi

fibroblast dan sintesis kolagen dan meyebabkan kontraksi luka.

Pada luka saat oksigen tidak tersedia kesembuhan luka akan

terganggu. Hipoksia temporer pada luka memicu proses

penyembuhan tetapi hipoksia kronik menyebabkan luka sulit

sembuh.8

b) Infeksi

Saat terjadi luka mikroorganisme dapat masuk ke dalam

jaringan, keadaan infeksi dan replikasi mikroorganisme

menentukan apakah luka diklasifikasikan terjadi kontaminasi,

kolonisasi, infeksi lokal atau infeksi invasif meluas. Infeksi lokal


20

adalah adanya replikasi mikroorganisme yang di respon oleh

jaringan sekitar. Inflamasi merupakan proses normal untuk

membersihkan kontaminasi mikroorganisme. Jika hal ini tidak

optimal akan terjadi inflamasi yang berkepanjangan. Bakteri dan

endotoksin akan memicu peningkatan sitokin proinflamasi yang

berkepanjangan seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis

factor alpha (TNF-α) sehingga fase inflamasi memanjang. Jika ini

berlanjut luka akan sulit sembuh dan menjadi luka yang kronik.8

Infeksi pada kaki diabetik ditandai dengan tanda inflamasi

seperti kemerahan (eritem atau rubor), hangat (calor), bengkak atau

indurasi (tumor), nyeri (dolor) dan purulen, apabila terdapat lebih

dari 2 tanda klasik tersebut. Infeksi ringan jika terdapat lokal

infeksi terbatas pada kulit dan subkutan ditandai dengan eritema

kurang dari 2 cm disekitar ulkus. Infeksi sedang jika eritema lebih

dari 2 cm, mengenai struktur yang lebih dalam dari subkutan

(abses, osteomielitis) dan tidak disertai respon inflamasi sistemik.

Pada infeksi berat jika terdapat lokal infeksi disertai tanda 2 dari 4

tanda SIRS yaitu suhu > 38º C, denyut jantung lebih dari 90 kali

per menit, laju pernafasan lebih dari 20 kali per menit atau PaCO2

< 32 mmHg dan leukosit lebih dri 12.000 atau kurang dari 4000.27

c) Lama luka, Luas Luka dan Kedalaman Luka


21

Luas luka dan kedalaman luka dapat dinilai setelah

dilakukan debridmen, lama dan kedalaman luka berpengaruh

langsung teradap potensi kesembuhan luka. Luka dalam dan luka

lebih dari 2 bulan 79% lebih kecil kemungkinan untuk sembuh.

Luka kronis yang didefinisikan luka tidak berkurang 50% ukuran

nya dalam 1 bulan, pengkuran luka harus dilakukan tiap 1-2

minggu untuk menilai perubahan ukuran luka. Pada luka kronis

ditemukan sel-sel tua di dasar dan tepi luka yang dapat mencegah

penyembuhan dan perbaikan aktif luka. Jaringan nekrotik dan

fibrotik pada dasar luka akan mengganggu proses kesembuhan.17

d) Derajat Luka ulkus kaki diabetik

Derajat luka ulkus kaki diabetik ikut berpengaruh terhadap

kesembuhan luka. Klasifikasi yang sering digunakan untuk

menentukan derajat luka ulkus kaki diabetik adalah Meggit Wagner

classification. Resiko infeksi, komplikasi, amputasi meningkat

pada wagner 4-5.28

Faktor sistemik

a) Usia

Usia berpengaruh terhadap kesembuhan luka,

meningkatnya usia menjadi faktor utama terganggunya

kesembuhan luka. Hal ini disebabkan terjadi perubahan respon

inflamasi seperti lambat nya infiltrasi sel T ke dalam area luka


22

dengan terjadi perubahan pada produksi kemokin dan menurun

nya kapasitas fagosit. Terdapat perbedaan kesembuhan luka pada

usia muda dan usia tua. Setiap fase penyembuhan mengalami

perubahan terkait usia yang khas, termasuk peningkatan agregasi

trombosit, peningkatan sekresi mediator inflamasi, keterlambatan

infiltrasi makrofag dan limfosit, gangguan fungsi makrofag,

penurunan sekresi faktor pertumbuhan, reepitelisasi tertunda,

keterlambatan angiogeneis dan deposisi kolagen, penurunan

pergantian kolagen dan remodeling dan penurunan kekuatan luka.8

b) Hormon sex pada usia lanjut

Hormon sex ikut berperan terhadap berkurangnya

kesembuhan luka terkait usia. Dibandingkan wanita lanjut usia,

laki-laki lanjut usia lebih terlambat penyembuhan luka akutnya.

Wanita memiliki hormon estrogen (estrone dan 17β-estradiol),

laki-laki memiliki hormon androgen (testosteron dan 5α-

dihidrotestosteron, DHT) dan prekursor steroid

dehydroepiandrosterone (DHEA) terjadi efek signifikan terhadap

proses kesembuhan luka. Estrogen efeknya terhadap kesembuhan

luka dengan mengatur variasi hubungan gen dengan regenerasi,

produksi matrix, penghambatan protease, fungsi epidermal dan

gen utama dihubungkan dengan inflamasi. Penelitian menunjukan

bahwa estrogen dapat memperbaiki gangguan kesembuhan terkait


23

usia pada laki-laki dan perempuan. Dimana androgen berdampak

negatif terhadap kesembuhan luka kutan.8

c) Stres

Stres dapat mengganggu kesembuhan luka dengan

mekanisme axis hipotalamus-pituitari-adrenal dan simpatik-

medula adrenal yang mengatur pelepasan hormon pituitari dan

adrenal. Hormon tersebut termasuk hormon adrenokortitropik,

kortisol, dan prolaktin, katekolamin (epineprin dan norepineprin).

Stres meningkatkan regulasi glukokortikoid (GCs) dan

menurunkan sitokin proinflamasi IL-1β, interleukin (IL-6) dan

TNF-α pada luka. stres juga menurunkan ekspresi dari IL-1α dan

interleukin (IL-8) pada luka yang merupakan kemoatraktan yang

dibutuhkan untuk memulai fase inflamasi. GCs juga

mempengaruhi sel imun dan kortisol sebagai anti inflamasi tentu

akan menggagu proses kesembuhan luka.8

d) Diabetes

Diabetes berperan terhadap gangguan kesembuhan luka

akut dan 15 % luka ulkus kaki diabetik tidak sembuh

berkembang menjadi kronik. Ulkus kaki diabetik adalah

komplikasi serius dan 84% pasien DM mengalami amputasi

tungkai bawah. Terganggu nya kesembuhan luka ulkus kaki

diabetik pada pasien DM melibatkan mekanisme patofisiologi


24

yang komplek. Ulkus kaki diabetik, penyakit vena stasis, tekanan

kronis terkait luka yang tidak sembuh selalu disertai dengan

hipoksia. Situasi hipoksia yang berkepanjangan dimana karena

insufisiensi perfusi dan insufisiensi angiogenesis yang merugikan

terhadap kesembuhan luka. Hipoksia dapat menyebabkan respon

inflamasi lebih dini, dengan demikian cedera lebih lama akibat

oksigen radikal yang meningkat.8

Kondisi hiperglikemi juga dapat menambah stres oksidatif

ketika produksi Reactive oxygen species (ROS) melebihi kapasitas

anti oksidan. Pembentukan produk hasil glikasi atau advanced

glycation end-products (AGEs) saat hiperglikemi dan interaksi

dengan reseptor nya (RAGE) dihubungkan dengan terganggunya

kesembuhan luka pada tikus. Tinggi nya Kadar metalloprotease

khas pada ulkus kaki diabetik dan kadar metaloproteinase matriks

(MMP) pada cairan luka kronis hampir 60 kali lebih tinggi

dibandingkan luka akut. Peningkatan aktifitas protease

mendukung kerusakan jaringan dan menghambat proses normal

perbaikan. Beberapa disregulasi fungsi seluler terjadi pada luka

diabetik, seperti defek pada imunitas sel T, defek pada kemotaksis

leukosit, fagositosis, kapasitas bakterial, disfungsi fibroblast dan

sel epidermis. Defek tersebut bertanggung jawab atas

pembersihan bakteri yang tidak adekuat dan terlambat atau

terganggunya perbaikan pada pasien DM.8


25

Hipoksia berkontribusi terhadap penyembouhan ulkus kaki

diabetik yang terganggu dan angiogenesis yang tidak adekuat pada

luka diabetik. Beberapa penelitian dibalik menurunnya perbaikan

pembuluh darah luka diabetik menyiratkan mobilisasi dan

kembalinya Endothelial Progenitor cells (EPC) yang terganggu.

Kadar vascular endothelial growth factor (VEGF) yaitu faktor

utama pro angiogenesis menurun pada diabetes.8

Neuropati pada pasien DM kemungkinan berkontribusi

terhadap terganggunya kesembuhan luka. neuropeptida seperti

faktor pertumbuhan saraf, substansi P, peptida terkait gen

kalsitonin yang sesuai untuk kesembuhan luka. karena memulai

kemotaksis sel, menginduksi produksi faktor pertumbuhan.dan

menstimulasi proliferasi sel. Penurunan neuropeptida dikaitkan

dengan pembentukan ulkus kaki diabetik. Saraf sensorik

memainkan peran dalam modulasi mekanisme pertahanan

kekebalan tubuh, dengan kulit denervated menunjukkan berkurang

infiltrasi leukosit. Singkatnya, gangguan penyembuhan yang

terjadi pada individu dengan diabetes melibatkan hipoksia,

disfungsi pada fibroblas dan sel epidermis, gangguan angiogenesis

dan neovaskularisasi, tingginya tingkat metalloproteases,

kerusakan dari ROS dan AGEs, penurunan imunitas dan

neuropati.8

e) Obat-obatan
26

Terdapat banyak obat-obatan yang dapat menggangu

pembentukan bekuan atau fungsi dari trombosit, respon inflamasi

dan proliferasi sel yang memiliki kapasitas untuk mempengaruhi

penyembuhan luka seperti steroid glukokortikoid, obat anti

inflamasi non steroid dan obat kemoterapi.8

(1) Steroid glukortikoid

Glukortikoid sistemik sering digunakan sebagai anti

inflamasi, dikenal luas sebagai anti inflamasi dan menekan

respon seluler terhadap luka, termasuk proliferasi

fibroblast dan sintesi kolagen. Steroid sistemik

menyebabkan luka sembuh dengan granulasi jaringan yang

tidak lengkap, sehingga obat ini akan mengganggu

kesembuhan luka.8

(2) Obat anti inflamasi non steroid

Obat anti inflamasi non steroid seperti ibuporfen

pada percobaan hewan menunjukan penggunaan ibuprofen

secara sistemik telah menunjukan efek anti poliferasi pada

penyembuhan luka, menyebabkan prnurunan fibroblast,

menurunnya kontraksi luka, terlambatnya epitelisasi. Dan

terganggunya angiogenesis.8

(3) Obat kemoterapi


27

Sebagian besar obat kemoterapi dirancang untuk

menghambat metabolisme sel, pembelahan sel yang cepat,

dan angiogenesis sehingga menghambat banyak jalur yang

sangat penting untuk perbaikan luka. Obat kemoterapi

menunda migrasi sel ke dalam luka, menurunkan

pembetukan awal matrik luka, produksi kolagen rendah

terganggunya proliferasi fibroblast dan menghambat

kontraksi luka.8

f) Obesitas

Individu obesitas sering menghadapi komplikasi luka,

termasuk infeksi luka kulit, dehisensi, hematoma dan

pembentukan seroma, ulkus presure dan ulkus vena. Kondisi lokal

berperan penting terhadap terganggunya kesembuhan luka pada

pasien obesitas. Obesitas dihubungkan dengan stres yang dapat

mengganggu imunitas. Pada penderita obesitas terdapat jaringan

lemak yang mengandung adiposit, adipotik menghasilkan subtansi

bioaktif yang disebut adipokin. Baik adiposit itu sendiri maupun

makrofag di dalam jaringan adiposa diketahui menghasilkan

molekul bioaktif termasuk sitokin, kemokin, dan faktor-faktor

seperti hormon seperti leptin, adiponektin, dan resistin. Adipokin

memiliki dampak mendalam pada respons imun dan inflamasi.

Pengaruh negatif adipokin pada respons imun sistemik tampaknya

memengaruhi proses penyembuhan. Gangguan fungsi sel


28

mononuklear darah perifer, penurunan proliferasi limfosit, dan

perubahan kadar sitokin perifer telah dilaporkan pada obesitas.8,12

g) Merokok

Dampak merokok terhadap kesembuhan luka telah

diketahui sejak lama. Pasien perokok yang menjalani pasca

operasi akan mengalami luka sulit sembuh, meningkatnya

komplikasi seperti infeksi, rupturnya luka, kebocoran anastomose,

epidermolisis dan menurunya kekuatan luka. Pada penderita DM

dengan kebiasaan merokok akan meningkatkan rekurensi ulkus

kaki dan resiko reamputasi. 8,29

h) Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol telah lama diketahui dapat mengganggu

proses penyembuhan luka dan meningkatkan resiko infeksi karena

alkohol menekan pelepasan pro inflamasi sebagai respon

inflamasi. Gangguan yang sangat terlihat akibat alkohol adalah

angiogenesis yang berkurang hingga 60%. Dapat disimpulkan

bahwa alkohol dapat menyebabkan gangguan penyembuhan luka

dengan merusak respon inflamasi awal, menghambat penutupan

luka, menurunkan angiogenesis dan produksi kolagen, dan

mengubah keseimbangan protease di lokasi luka.8

i) Indeks Masa Tubuh


29

Penurunan indeks masa tubuh (IMT) dapat digunakan

untuk menilai status gizi seseorang. IMT pada pasien DM

dihubungkan dengan komplikasi vaskular, neuropati, nefropati,

penyakit vasular perifer dan indikator gizi seperti (hemoglobin,

albumin, kolesterol total) memburuk secara bertahap, hal tersebut

menggangu kesembuhan luka ulkus.12

Ulkus kaki diabetik sering disertai infeksi pada kondisi

malnutrisi, Mayoritas pasien dengan infeksi luka ringan sedang

pada malnutrisi sedang, sedangkan luka dengan infeksi berat pada

pasien malnutrisi berat. Kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

dapat tercapai pada kondisi status gizi baik, pasien dengan

malnutrisi memiliki kluaran klinis yang buruk, resiko amputasi

dan kematian yang tinggi.12,30,18

Indeks masa tubuh kurang dari 18.5 kg/m2 merupakan

kriteria malnutrisi menurut ESPEN.31 Sedangkan untuk obesitas

jika IMT lebih dari 24.9 kg/2. Klasifikasi IMT menggunakan

kriteria WHO Asia Pasifik.32

Tabel 4. Klasifikasi IMT kriteria WHO Asia Pasifik

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (kg/m2)


Berat badan kurang < 18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Berat badan lebih ≥ 23
Pre-obes 23-24,9
30

Obes 1 25-29,9
Obes 2 ≥30

j) Asupan Gizi

Gizi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap

kesembuhan luka, pada keadaan kurang nya asupan atau

malnutrisi akan berdampak besar terhadap kesembuhan luka pasca

trauma dan operasi. Pasien dengan luka kronik atau tidak sembuh-

sembuh dan mengalami malnutrisi terkadang membutuhkan gizi

khusus. Energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

metabolisme mineral dapat mempengaruhi proses

penyembuhan.8,33,30

(1) Karbohidrat

Bersama dengan lemak, karbohidrat adalah sumber energi

utama dalam proses penyembuhan luka. Glukosa adalah

sumber utama bahan bakar yang digunakan untuk membuat

ATP seluler yang menyediakan energi untuk angiogenesis dan

pembentukan jaringan baru. Penggunaan glukosa sebagai

sumber untuk sintesis ATP sangat penting dalam mencegah

penurunan substrat asam amino dan protein lainnya.8

(2) Protein dan Asam amino


31

Protein merupakan salah satu faktor gizi yang paling

penting yang mempengaruhi penyembuhan luka. Kekurangan

protein dapat mengganggu pembentukan kapiler, proliferasi

fibroblast, sintesis proteoglikan, sintesis kolagen, dan

remodelling luka. Kekurangan protein juga mempengaruhi

sistem kekebalan tubuh, dengan menurunkan fagositosis

leukosit dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Kolagen adalah komponen utama protein jaringan ikat dan

terdiri dari glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Sintesis kolagen

membutuhkan hidroksilasi lisin dan prolin, dan faktor-faktor

lain seperti besi besi dan vitamin C. Gangguan penyembuhan

luka terjadi akibat defisiensi pada salah satu faktor-faktor

tersebut.34

Arginin adalah asam amino semi-esensial yang diperlukan

selama periode pertumbuhan maksimal, stres berat, dan cedera.

Arginin memiliki banyak efek dalam tubuh, termasuk modulasi

fungsi kekebalan tubuh, penyembuhan luka, sekresi hormon,

tonus pembuluh darah, dan fungsi endotel. Arginin juga

merupakan prekursor untuk prolin dengan demikian kadar

arginin yang cukup diperlukan untuk mendukung pembentukan

kolagen, angiogenesis, dan kontraksi luka. Arginin

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan merangsang

penyembuhan luka pada orang yang sehat dan sakit. Dalam


32

situasi stres psikologis, kebutuhan arginin meningkat dan

suplementasinya telah terbukti sebagai terapi adjuvant yang

efektif dalam penyembuhan luka. Glutamin adalah asam amino

paling melimpah dalam plasma dan merupakan sumber utama

metabolisme energi untuk sel-sel yang berkembang pesat

seperti fibroblas, limfosit, sel epitel dan makrofag. Konsentrasi

serum glutamin berkurang setelah bedah mayor, trauma, dan

sepsis. Suplementasi asam amino ini memperbaiki

keseimbangan nitrogen dan mengurangi imunosupresi.

Glutamin memiliki peran penting dalam merangsang respons

imun inflamasi yang terjadi pada awal penyembuhan luka.

Suplementasi glutamin oral telah terbukti meningkatkan

kekuatan perbaikan luka dan meningkatkan kadar kolagen

matang.25

(3) Asam Lemak

Lipid digunakan sebagai gizi pendukung pasien bedah atau

sakit kritis untuk membantu memenuhi kebutuhan energi dan

menyediakan bahan penting untuk penyembuhan luka dan

perbaikan jaringan. Polyunsaturated fatty acid (PUFA), yang

tidak dapat disintesis de novo oleh mamalia, n-6 (omega-6,

ditemukan dalam minyak kedelai) dan n-3 (omega-3,

ditemukan dalam minyak ikan). Minyak ikan telah banyak di

uji untuk manfaat kesehatan dari asam lemak omega-3 seperti


33

asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam docosahexaenoic

(DHA). Efek asam lemak omega-3 pada penyembuhan luka

tidak konklusif. Omega-3 mempengaruhi produksi sitokin pro-

inflamasi, metabolisme sel, ekspresi gen, dan angiogenesis di

lokasi luka. Manfaat sebenarnya dari asam lemak omega-3

kemampuan untuk meningkatkan fungsi kekebalan sistemik

host, sehingga mengurangi komplikasi infeksi dan

meningkatkan kelangsungan hidup.8

(4) Vitamin, Mikronutrien, Mineral

Vitamin C (asam askorbat), A (retinol), dan E (tokoferol)

menunjukkan efek anti oksidan dan anti inflamasi yang kuat.

Kekurangan vitamin C mengakibatkan gangguan penyembuhan

dan telah dikaitkan dengan penurunan sintesis kolagen dan

proliferasi fibroblast, penurunan angiogenesis, gangguan

respon imun, resiko infeksi dan peningkatan kerapuhan kapiler.

Demikian pula, vitamin A termasuk aktivitas anti-oksidan,

peningkatan proliferasi fibroblast, modulasi diferensiasi dan

proliferasi sel, peningkatan sintesis kolagen dan hyaluronate,

dan penurunan degradasi matriks ekstraseluler MMP mediated.

Vit E berperan sebagai anti oksidan menjaga integritas

membran seluler dengan memberikan perlindungan terhadap

oksidan, vit E juga sebagai anti inflamasi mencegah terjadinya

jaringan parut pada luka kornik. Beberapa zat gizi mikro lain
34

seperti magnesium berfungsi sebagai ko faktor untuk banyak

enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan kolagen. Seng

juga diperlukan dalam penyembuhan luka, zat besi di butuhkan

dalam produksi kolagen. Seperti dijelaskan diatas, kebutuhan

akan gizi sangat komplek dan sangat dibutuhkan dalam

kesembuhan luka .8

k) Penyakit Penyerta

Penderita DM lebih dari 6 tahun sering disertai penyakit

penyerta yang dapat memperberat kondisi klinis pasien.

Hipertensi, nefropati, penyakit arteri perifer, neuropati sering

ditemukan pada penderita DM. Semakin komplek penyakit

penyerta, resiko ulkus kaki diabetik dan resiko reamputasi

meningkat.11,29

2.2 Asupan Energi dan Protein Terhadap Kesembuhan Luka

2. 2.1 Asupan Energi terhadap kesembuhan Luka

Makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak menghasilkan

energi. Energi diperlukan untuk metabolisme tubuh, pertumbuhan, aktifitas

fisik, pengaturan suhu dan masih banyak fungsi energi lainnya. Energi

yang adekuat dibutuhkan untuk menjaga tubuh dan perbaikan jaringan

cedera.35,36
35

Proses kesembuhan luka tergantung dari energi, protein, dan

stimulus anabolik yang adekuat. Asupan energi yang adekuat dibutuhkan

untuk proliferasi sel, pergerakan sel dan sintesis protein. Kebutuhan energi

meningkat jika terdapat luka, dibutuhkan energi selama proses

kesembuhan luka seperti untuk sel inflamasi, produksi fibroblast kolagen

dan matriks. Jika asupan energi tidak adekuat, tubuh akan berusaha

menyediakan energi dengan cara glukoneogenesis. Terjadi proses

hipermetabolisme dan katabolisme. Proses yang berlangsung lama dan

tidak diimbangi asupan energi yang adekuat akan memicu terjadinya

malnutrisi sehingga dapat mengganggu proses kesembuhan luka.9

Menurut American Society for Parenteral and Enteral Nutrition

and the Wound Healing Society, adalah sekitar 30 hingga 35 kkal / kgbb /

hari. Suplemem gizi oral dapat digunakan untuk membantu memenuhi

kebutuhan, mencegah penurunan berat badan dan kurang nya asupan serta

membantu penyembuhan luka.20

2. 2.2 Asupan Protein Terhadap Kesembuhan Luka

Protein digunakan setiap tahap proses kesembuhan luka. sintesis

enzim, proliferasi sel dan kolagen serta pembentukan jaringan ikat.

Ketersediaan protein dibutuhkan untuk keseimbangan nitrogen positif.

Dewasa sehat rata-rata membutuhkan protein 0.8 gram protein untuk

menjaga hemostasis. Pada keadaan stres atau cedera kebutuhan akan


36

protein meningkat karena untuk sintesis protein dan terhadap

peningkatan kehilangan asam amino.20

Protein yang direkomendasikan berhubungan dengan

penyembuhan antara 1,25 dan 1,5 g / kg / hari untuk individu dengan

luka kronis. Jika pasien sangat katabolik, dengan lebih dari 1 luka

memerlukan 1,5 hingga 2 g / kg / hari protein. Namun, kadar protein

setinggi 2 g / kg / hari dapat berkontribusi terhadap dehidrasi pada

orang lanjut usia dan individu dengan insufisiensi ginjal harus

dimonitor secara hati-hati. Sehingga, Asupan kalori yang adekuat harus

dipenuhi untuh mencegah protein digunakan sebagai sumber

energi.20,36. Pada penelitian ini protein yang dipakai adalah proporsi

protein terhadap asupan kalori.


37

2.3 Kerangka Teori, Kerangka Konsep Dan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Teori

Infeksi
Derajat Luka
Luas Luka

Kesembuhan Luka
Asupan Energi Kadar Glukosa
dan Asupan Ulkus Kaki Diabetik
Protein

Usia
IMT
Jenis Kelamin
Stres
Penyakit
penyerta

Obat-obatan

Gambar 2: Kerangka Teori


38

Asupan energi dan protein berpengaruh terhadap kadar glukosa yang akan

berdampak pada kesembuhan luka ulkus kaki diabetik. Luas luka, Infeksi, derajat

luka merupakan faktor lokal yang mempengaruhi kesembuhan luka. Usia, imt,

jenis kelamin, stres, penyakit penyerta, obat-obatan merupaka faktor sistemik

yang mempengaruhi kesembuhan luka ulkus kaki diabetik.

Pada penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah kesembuhan luka

ulkus kaki diabetik dan asupan energi dan protein. Selain itu kadar glukosa

sebagai varianel antara, luas luka, derajat luka, usia, infeksi, imt akan diukur

sebagai variabel perancu. Obat-obatan tidak diukur karena pada pasien DM, obat

kortikosteroid yang dapat memicu kondisi hiperglikemi jarang digunakan. Jenis

kelamin, stres tidak diukur, penyakit penyerta tidak diukur karena penelitian di

lakukan di rumah sakit pusat rujukan dimana pasien DM selalu disertai penyakit

penyerta. Variabel bebas dan variabel perancu akan dianalisis yang paling

berkontribusi terhadap variabel tergantung yaitu kesembuhan luka ulkus kaki

diabetik.
39

2.3.2 Kerangka Konsep

Asupan Energi Ka Kesembuhan


dan Asupan dar Glukosa Luka ulkus kaki
Protein Diabetik

infeksi

Usia

Luas Luka

Derajat luka

IMT

Gambar 3. Kerangka Konsep

2.3.3 Hipotesis

2.3.3.1 Hipotesis Mayor

Asupan energi dan protein memiliki pengaruh bermakna terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik.

2.3.3.2 Hipotesis Minor

1. Asupan energi dari target energi memiliki pengaruh terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

2. Asupan proporsi protein dari total energi memiliki pengaruh terhadap

kesembuhan luka ulkus kaki diabetik


40

3. Asupan energi dan protein memiliki pengaruh terhadap kadar glukosa

dengan kesembuhan luka ulkus kaki diabetik.

4. Asupan energi dan protein memiliki pengaruh terhadap kesembuhan

luka ulkus kaki diabetik setelah dikontrol infeksi, luas luka, derajat

luka, usia dan IMT.


41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 J enis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah studi korelasional dengan cross sectional.

3.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah pada bidang Ilmu Gizi Klinis, Ilmu

Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat : Bangsal Rajawali, Gerlandas kelas 3, Parkit kelas 3 di

RSUP dr Kariadi Semarang.

Waktu : Oktober 2019 - September 2020

3.4 Identifikasi Variabel

1) Variabel Bebas

a). Asupan energi

b). Asupan protein

2) Variabel Tergantung

Kesembuhan luka ulkus kaki diabetik

3) Variabel Antara
42

Kadar glukosa

4) Variabel Perancu

a) Infeksi

b) Luas luka

c) Derajat luka

d) Usia

e) IMT

3.5 Populasi dan Subyek

3.5.1 Populasi Penelitian

a) Populasi target : Pasien DM dengan ulkus kaki diabetik

b) Populasi terjangkau: Pasien DM dengan ulkus kaki diabetik yang

dirawat di bangsal Rajawali, bangsal Geriatri kelas 3, dan bangsal

Parkit kelas 3 RSUP dr Kariadi Semarang.

3.5.2 Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini merupakan pasien DM dengan ulkus kaki

diabetik yang dirawat di bangsal Rajawali, bangsal Geriatri kelas 3,

bangsal Parkit kelas 3, RSUP dr Kariadi Semarang yang memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi.

3.5.3 Kriteria Inklusi


43

a) Pasien DM dengan ulkus kaki diabetik

b) Usia 18-60 tahun

c) Bersedia mengikuti penelitian

3.5.4 Kriteria Ekslusi

a) Pasien dengan program amputasi

b) Meninggal sebelum 7 hari perawatan

c) Dirawat kurang dari 7 hari

3.6 Besar Sample

Sesuai dengan rancangan penelitian multivariat, maka besar sample

menggunakan Rule of thumb. Dimana besar sampel adalah 10 kali jumlah

variabel bebas yang diteliti, maka besar sampel adalah (8 x 10)= 80

subyek.37

Metode Sampling

Subyek penelitian dipilih secara consecutive sampling, yaitu semua sampel

yang dirawat di bangsal Rajawali, bangsal Geriatri kelas 3, dan bangsal

Parkit kelas 3 RSUP dr Kariadi Semarang dan memenuhi kriteri pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan

terpenuhi.38

3.7 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


44

Tabel 4. Variabel penelitian dan definisi operasional


No Variabel Definisi Operasional Instrumen Skala
1. Asupan energi Rerata asupan energi 24 hours food Rasio
per hari dari target energi perhari, recall, Data
dihitung dari jumlah rekam medis
asupan energi total dalam
1 minggu dibagi 7 (kkal)
2. Asupan Protein Rerata asupan proporsi 24 hours food Rasio
per hari protein terhadap total recall, Data
energi perhari, dalam 1 rekam medis
minggu dibagi 7 (persen)
3. Kadar Glukosa Rerata kadar gula darah Rekam medis Rasio
pagi yang tertulis
direkam medis dalam 1
minggu dibagi 7 (mg/dl)
4. Kesembuhan Perkembangan luka BWAT Rasio
luka ulkus kaki ulkus kaki diabetik, (Bates-Jenses
diabetik dinilai saat hari ke 1 Wound
penelitian dan hari ke 7 Assesment
Tool)
5. Infeksi Terdapat adanya eritema Pemeriksaan Rasio
< 2cm atau >2cm dan fisik
peningkatan leukosit >
12000 atau < 4000 μL
6. Usia Usia Subyek saat Rekam medis Rasio
dilakukan penelitian
dihitung dari tanggal
lahir (satuan dalam
tahun)
7. Luas Luka Luas luka dinilai Penggaris Rasio
berdasarkan panjang kali
lebar dari luka
8. Derajat Luka Tingkatan Luka ulkus Rekam Interval
kaki menurut klasifikasi medis dan
Meggit Wagner 0-5 yang pemeriksaan
ditulis di rekam medis fisik

9. IMT Nilai berat badan dibagi Meteran Rasio


tinggi badan dalam
kuadrat. Berat badan
45

diperkirakan dengan
rumus lingkar lengan
atas. Tinggi badan
diperkirakan dengan
rumus tinggi lutut
2
(Kg/m ) Menurut kriteria
WHO Asia Pasific

3.8 Alur Penelitian


46

Pengajuan proposal penelitian

Ethical clearance

Melengkapi data identitas

Kriteria inklusi dan informed consent

Kriteria eksklusi

Menilai derajat ulkus kaki diabetik dan


BWAT score awal

Menilai BWAT score akhir

Analisis data

Pembuatan laporan penelitian

Penyajian hasil penelitian

Gambar 4. Alur Penelitian

3.9 Tahapan Penelitian

Cara pengumpulan subyek :


47

Subyek adalah pasien DM dengan ulkus kaki diabetik

Cara pengambilan data:

1. Tim peneliti terdiri atas penulis, perawat dan ahli gizi


2. Data usia, jenis kelamin diambil dari rekam medis
3. Data TB diukur menggunakan metode pengukuran TL dengan pita

shakir. Nilai TB didapatkan dengan perhitugan rumus TL menurut

Gibson39.
4. Data BB diukur oleh peneliti menggunakan metode LILA degan pita

shakir. Nilai BB didapatkan dengan perhitungan menurut Gibson39.


5. Subyek penelitan berusia 18-60 tahun setuju mengikuti penelitian,

keluarga subyek mengisi formulis informed consent.


6. Derajat luka dengan menggunakan Wagner, menilai kesembuhan luka

ulkus kaki diabetik dengan BWAT (Bates-Jensen Wound Assesment

Tool) pada hari ke-1 asessment.


7. Data asupan energi dan protein didapatkan dengan menghitung jumlah

asupan pasien setiap hari selama 7 hari. Subyek yang mendapatkan

terapi gizi enteral akan dihitung kalori dan proteinnya serta

dikonversikan dalam presentase oleh tim peneliti. Subyek yang

mendapatkan terapi gizi per oral akan dihitung perkiraan kandungan

energi dan proteinya berdasarkan nutrisurvey.


8. Kesembuhan luka ulkus kaki diabetik dinilai dengan BWAT score pada

hari ke-1 penelitian dan kemudian dibandingkan hasilnya degan BWAT

score pada hari ke-7 penelitian.

3.10 Analisis Data

Data yang terkumpul dilakukan entry ke dalam komputer. Analisis

data dan uji hipotesis, Analisis dilakukan dengan program pengolah data.38
48

Analisis data secara spesifik dijabarkan sebagai berikut:


1. Analisis univariat dilakukan uji deskriptif terhadap berbagai data

karakteristik seperti usia, luas luka, derajat luka, IMT, kadar gula darah,

asupan energi, asupan protein baik jumlah (n), persentase (%). Jika data

terdistribusi normal untuk ukuran pemusatan menggunakan mean dan

ukuran penyebaran digunakan standar devasi, jika data tidak terdistribusi

normal dilakukan uji normalitas dengan kolmorgorov smirnov. Apabila

data masih tidak normal ukuran pemusatan menggunakan median dan

ukuran penyebaran menggunakan minimun maksimum.


2.Analisis bivariat
Karena data variabel-variabel yang diteliti adalah data numerik, maka uji

hipotesis yang digunakan adalah korelasi-regresi. Bila p < 0.25 maka

berpeluang dilakukan analisis multivariat.


3.Analisi multivariat
Analisis multivariat dilakukan dengan analisis regresi multiple dengan

persamaan regresi yang dihitung dengan program komputer, yang

dinyatakan sebagai berikut: y=a + bx1 + bx2+ .....+bx


Y = kesembuhan luka ulkus kaki diabetic
X = variabel bebas
a = konstanta
b = koefisein regresi

3.11 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta ijin ethical

learance dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran Universitas

Diponegoro/RSDK. Penentuan subyek penelitian dimintakan persetujuan

wali/keluarga (informed consent) terlebih dahulu setelah mendapat

penjelasan tentang penelitian ini. Pasien yang telah memenuhi syarat

tersebut diikutkan dalam penelitian. Penelitian mengutamakan


49

kepentingan subyek dan masing-masing subyek tidak dibebani biaya

tambahan untuk pengambilan data yang dibutuhkan peneliti. Pengelolaan

pasien sesuai dengan prosedur tetap.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cho NH, Shaw JE, Karuranga S, Huang Y, da Rocha Fernandes JD,


Ohlrogge AW, et al. IDF Diabetes Atlas: Global estimates of diabetes
prevalence for 2017 and projections for 2045. Diabetes Res Clin Pract
[Internet]. 2018;138:271–81. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.023
2. Kementrian kesehatan RI. Hasil utama riskesdas 2018. 2018;61.
3. Conway KP, Harding KG. Wound Healing in the Diabetic Foot. Levin
O’Neal’s Diabet Foot. 2008;(1):319–27.
4. Soelistijo SA, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P, Suastika K, Manaf A,
et al. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2015. 2015. 27-34 p.
5. Armstrong DG, Hanft JR, Driver VR, Smith APS, Furst GJ, Vayser DJ, et
al. research: Treatment Effect of oral nutritional supplementation on wound
healing in diabetic foot ulcers: a prospective randomized controlled trial.
2014;
6. Langi YA. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. J
50

Biomedik. 2010;3(2):95–101.
7. Baltzis D, Eleftheriadou I, Veves A. Pathogenesis and Treatment of
Impaired Wound Healing in Diabetes Mellitus: New Insights. Adv Ther.
2014;31(8):817–36.
8. Guo S, DiPietro LA. Critical review in oral biology & medicine: Factors
affecting wound healing. J Dent Res. 2010;89(3):219–29.
9. Litchford mary d. nutritional i ssues in the p atient with d iabetes and f oot
u lcers. in: the fundation of diabetic foot management. 2002. p. 199.
10. Mustafa IAH, Purnomo W, W CU. Determinan Epidemiologi Kejadian
Ulkus Kaki Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus Di RSUD Dr.
Chasan Boesoirie Dan Diabetes Center Ternate. J Wiyata. 2016;3(1):54–60.
11. Sitompul Y, Budiman B, Soebardi S, Abdullah M. Profil Pasien Kaki
Diabetes yang Menjalani Reamputasi di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Tahun 2008 -2012. J Penyakit Dalam Indones [Internet].
2014;2(1):9–14. Available from:
http://www.jurnalpenyakitdalam.com/index.php/jpdi/article/view/75
12. Zhang SS, Tang ZY, Fang P, Qian HJ, Xu L, Ning G. Nutritional status
deteriorates as the severity of diabetic foot ulcers increases and
independently associates with prognosis. Exp Ther Med. 2013;5(1):215–22.
13. Sajid N, Miyan Z, Zaidi SIH, Jaffri SSA, Abdeali M. Protein requirement
and its intake in subjects with diabetic foot ulcers at a tertiary care hospital.
Pakistan J Med Sci. 2018;34(4):886–90.
14. Park JE, Barbul A. Understanding the role of immune regulation in wound
healing. Am J Surg. 2004;187(5 SUPPL. 1):S11–6.
15. Dinh T, Elder S, Veves A. Delayed wound healing in diabetes: considering
future treatments. Diabetes Manag [Internet]. 2011;1(5):509–19. Available
from: http://www.futuremedicine.com/doi/abs/10.2217/dmt.11.44
16. Alexiadou K, Doupis J. Management of Diabetic Foot Ulcers. 2012;
17. Ahmad J. The diabetic foot. Diabetes Metab Syndr Clin Res Rev [Internet].
2016;10(1):48–60. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.dsx.2015.04.002
18. Eneroth M, Larsson J, Oscarsson C, Apelqvist J. Nutritional
supplementation for diabetic foot ulcers: the first RCT. J Wound Care.
2014;13(6):230–4.
19. Edo A, Edo G, Ezeani I. Risk factors, ulcer grade and management
outcome of diabetic foot ulcers in a Tropical Tertiary Care Hospital. Niger
Med J. 2013;54(1):59.
20. Stechmiller JK. Nutrition in Clinical Practice. 2010;
51

21. Reinke JM, Sorg H. Wound repair and regeneration. Eur Surg Res.
2012;49(1):35–43.
22. Gottschlich MM, Delegge MH, Mattox T. the a . s . p . e . n . nutrition
support core curriculum : a case-based approach — the adult patient section
editors associate Professor of Medicine Director , Section of Nutrition. In.
23. Fitria E, Nur A, Marissa N, Nur Ramadhan.karakteristik ulkus diabetikum
pada penderita diabetes mellitus di rsud dr. zainal abidin dan rsud meuraxa
banda aceh. 2017;153–60. Available from:
https://media.neliti.com/media/publications/197276-ID-karakteristik-ulkus-
diabetikum-pada-pend.pdf
24. Jain AKC. A new classification of diabetic foot complications: a simple and
effective teaching tool. J Diabet Foot Complicat. 2012;4(1):1–5.
25. Yusuf S, Tahir T. Study Literatur : Pengkajian Luka Kaki Diabetes. J Luka
Indones. 2018;4(2):123–37.
26. Karahan A, Kilicarslan E, Aysun T, Aysel C, Agah A. Reliability and
Validity of a Turkish Language Version of the Bates-Jensen Wound
Assessment Tool. 2014;41(August):340–4.
27. Netten JJ Van, Bakker K, Apelqvist J, Lipsky BA, Schaper NC. The 2015
guidance of the International Working Group on the Diabetic Foot. EWMA
J. 2016;16(1):116. Available from:
http://ewma.org/fileadmin/user_upload/EWMA.org/EWMA_journal_archiv
e/EWMA_Journal_020516_small.pdf
28. Mehraj DM. A review of Wagner classification and current concepts in
management of diabetic foot. Int J Orthop Sci. 2018;4(1n):933–5.
29. Mariam T, Alemayehu A, Tesfaye E, Yetwale F, Limenih M. Prevalance of
diabetic foot ulcer and assosiated favtors among adult diabetic patients who
attend the diabetic follow up clinic at the university of gondar refferal
hospital, north west ethiopia. Hindawi J diabetes Res. 2017;2017.
30. Gau BR, Chen HY, Hung SY, Yang HM, Yeh JT, Huang CH, et al. The
impact of nutritional status on treatment outcomes of patients with limb-
threatening diabetic foot ulcers. J Diabetes Complications. 2016;30(1):138–
42. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jdiacomp.2015.09.011
31. Cederholm T, Bosaeus I, Barazzoni R, Bauer J, Van Gossum A, Klek S, et
al. Diagnostic criteria for malnutrition - An ESPEN Consensus Statement.
Clin Nutr. 2015;34(3):335–40. Available
from:http://dx.doi.org/10.1016/j.clnu.2015.03.001
32. Corazon Barba, Jeffery Cutter, Paul Deurenberg, Tim Gill PJ. Appropriate
body-mass index for Asian populations and its implications for policy and
intervention strategies. In: the Lancet [Internet]. 2004. p. 157–63. Available
from: www.thelancet.com
52

33. Tatti P, Barber A. Nutritional Treatment of Diabetic Foot Ulcers - A Key to


Success. In.
34. Guo YB, Lin RS, Xia NH. Dendrocalamus menglongensis sp. nov.
(Poaceae-Bambusoideae) from Yunnan, China. Nord J Bot.
2010;28(4):506–8.
35. Hardinsyah, Hadi Riyadi. Kecukupan Energi , Protein , Lemak Dan
Karbohidrat. 2013;(May 2016).
36. Demling RH. Nutrition, anabolism, and the wound healing process: an
overview. Eplasty [Internet]. 2009;9:e9. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19274069%0Ahttp://www.pubmedce
ntral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC2642618
37. M sopiyudin dahlan. besar sampel dan cara pengambilan sampel. jakarta:
salemba medika; 2013. 107 p.
38. Sastroasmoro. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto;
2014.
39. Gibson RS. Anthropometric Assesment. Principles of Nutritional
Assesment. London: Oxford University Press; 2005.

Anda mungkin juga menyukai