Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

P2A0 PP SptBK H2+ HPP ec Hipotoni + Syok


Hipovolemik + Anemia + R/GEA

Oleh
Sabila Rosyida
I4A013069

Pembimbing
dr. Samuel L. Tobing, Sp.OG(K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK ULM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Februari, 2018

0
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS ................................................................... 2

BAB III DISKUSI ................................................................................... 26

BAB IV PENUTUP ................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 31

LAMPIRAN ............................................................................................. 32

0
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pascapersalinan (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan darah >

500 ml setelah persalinan per vaginam dan > 1000 ml setelah operasi caesar.

Hilangnya jumlah ini dalam waktu 24 jam setelah persalinan dikelompokkan

menjadi early atau primer PPH, sedangkan yang disebut late PPH atau PPH

sekunder jika kehilangan darah terjadi 24 jam atau lebih setelah melahirkan.(1)

Menurut perkiraan WHO, PPH menjadi penyebab kematian dan morbiditas ibu

paling banyak di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir seperempat

(25%) kematian maternal(2)

Di seluruh dunia, HPP bertanggung jawab atas 127.000 kematian setiap

tahunnya. Setengah dari total kematian ibu terjadi di Afrika dan Asia, di mana

PPH adalah salah satu penyebab utama kematian ibu melahirkan. Menurut angka

WHO terbaru, 10,5% dari semua kelahiran hidup dipersulit dengan PPH, dan

sekitar 13.795.000 wanita menderita PPH dengan 13.200 kematian ibu di tahun

2000(2). Karena tingginya angka kejadian HPP dan tingginya mortalitas dari

penyakit tersebut, sangat penting untuk mengetahui mengenai HPP, faktor risiko,

pencegahan dan tatalaksananya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus

mengenai pasien dengan perdarahan post parum. Kasus yang akan dibahas yaitu

pasien wanita,28 tahun, dengan diagnosis P2A0 PP SptBK H2+ HPP ec Hipotoni

+ Syok Hipovolemik + Anemia + R/GEA

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Perdarahan pascapersalinan (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan darah >

500 ml setelah persalinan per vaginam dan > 1000 ml setelah operasi caesar.1

B. Klasifikasi

Menurut waktunya, PPP dapat dibagi menjadi 2 kelompok1

1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini

(Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer,

atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan

primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca

persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,

robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH

Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH atau Perdarahan

pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan

pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri) atau sisa plasenta yang

tertinggal.

C. Insidensi

Menurut perkiraan WHO, PPH menjadi penyebab kematian dan morbiditas

ibu paling banyak di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir

seperempat (25%) kematian maternal(2). Di seluruh dunia, HPP bertanggung

2
jawab atas 127.000 kematian setiap tahunnya. Setengah dari total kematian ibu

terjadi di Afrika dan Asia, di mana PPH adalah salah satu penyebab utama

kematian ibu melahirkan. Menurut angka WHO terbaru, 10,5% dari semua

kelahiran hidup dipersulit dengan PPH, dan sekitar 13.795.000 wanita menderita

PPH dengan 13.200 kematian ibu di tahun 2000.2

Carroli dkk. juga melaporkan prevalensi PPH ≥500 ml global sebanyak

6,09% dan PPH ≥1000 ml sebanyak 1,86%. Prevalensi PPH ≥500 ml berkisar

antara 2,55% di Asia sampai 10,45% di Afrika. Juga prevalensi PPH primer dan

sekunder masing-masing sekitar 6% dan 1,86% dari semua persalinan.3

Meskipun prevalensi keseluruhan PPH rendah di negara maju dibandingkan

dengan negara-negara berkembang, namun beberapa penelitian telah melaporkan

kenaikan tingkat PPH di negara maju. Di Amerika Serikat, prevalensi meningkat

dari 2,3% pada tahun 1994 menjadi 2,9% di tahun 2006. Statistik nasional AS

juga menunjukkan bahwa sekitar 8% dari total kematian ibu disebabkan oleh

PPH. Dari semua penyebab PPH, disebutkan bahwa atonia uteri merupakan

penyebab terbanyak, dari semua penyebab PPH.2

3
D. Etiologi dan faktor risiko

PPH bisa diakibatkan berbagai penyebab yang secara luas dibagi menjadi :

atonia, trauma maupun campuran. Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4

faktor yaitu kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas

insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum, vagina, sampai uterus

(trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi uterus yang

adekuat (tissue), dan gangguan faktor pembekuan darah (thrombin). Etiologi

tersebut biasa dissingkat 4 T

 Tone : atonia uteri

 Trauma : laserasi uterus, servix atau vagina

 Tissue : retensi plasenta, adanya sisa plasenta atau bekuan

 Thrombin : gangguan faktor pembekuan darah

E. Faktor risiko

Faktor risiko PPS dapat muncul saat antepartum maupun intrapartum dan

saat faktor risiko tersebut terdeteksi hal ini dapat menentukan mengenai pemilihan

tempat dan carav persalinan. Penelitian terbaru di US menemukan bahwa berat

bayi saat lahir, induksi persalinan, korioamnitis, penggunaan magnesium sulfat

dan adanya PPH sebelumnya dapat meningkatkan risiko PPH.2

1. Faktor risiko antenatal :

Perdarahan antepartum saat kehamilan ini; plasenta previa (meningkatkan

risiko 12 kali); solusio plasenta baik yang masih berupa kecurigaan maupun yang

sudah terbukti; multiple pregnancy (meningkatkan risiko 5x), overdistended

uterus (polyhidramnion atau makrosomia); Preeklampsi atau hipertensi terinduksi

4
kehamilan (risiko 4x lipat), riwayat PPH sebelumnya atau reiwayat retensio

plasenta, grand multipara (kehamilan 4 kali atau lebih), Asian ethnic (risiko 2x

lipat), adanya abnormalitas uterus, usia ibu > 40 th) dan anemia pada ibu.2,4

2. Faktor risiko intrapartum

Induksi persalinan, kelahiran > 12 jam ( risiko 2x lipat), SC emergency

(risiko 4x lipat), retensi plasenta (risiko 5x lipat), episiotomy (risiko 5x lipat),

berat bayi > 4kg (riisko 2x lipat), demam pada ibu saat melahirkan (2x lipat).2,4

3. Gangguan faktor koagulan darah pada ibu

4. Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya hubungan PPH dengan obesitas.

Risiko PPH akan meningkat pada wanita dengan BMI > 40.

F. Patofisiologi

Pada saat kehamilan, rahim dan plasenta menerima 500-800 mL darah per

menit melalui sistem pembuluh darah uterin dengan resistansi rendah. Aliran

tinggi ini merupakan predisposisi terjadinya perdarahan yang signifikan bagi

uterus jika tidak dikendalikan secara fisiologis atau medis. Pada trimester ketiga,

volume darah ibu meningkat sebesar 50%, yang meningkatkan toleransi tubuh

akan kehilangan darah saat melahirkan.5

5
Setelah melahirkan janin, rahim mampu berkontraksi sehingga dapat

mengurangi volume darah . Hal ini memungkinkan plasenta untuk memisahkan

diri dari permukaan uterus dan memperlihatkan pembuluh darah ibu yang

terhubung dengan permukaan plasenta. Setelah pemisahan dan kelahiran plasenta,

uterus memulai proses kontraksi dan retraksi dengan memperpendek seratnya dan

mengurangi suplai ke pembuluh darah, seperti jahitan fisiologis atau "living

ligatur".5

Jika rahim gagal berkontraksi, atau plasenta gagal berpisah atau lahir, maka

perdarahan yang signifikan akan terjadi. Atonia uterus, atau kontraktilitas

miometrium yang kurang, menyumbang 80% dari perdarahan pascapersalinan.

Penyebab utama lainnya meliputi keterikatan plasenta yang abnormal atau retensi

plasenta, laserasi jaringan atau pembuluh darah di panggul dan saluran genital,

dan koagulopati maternal. Penyebab tambahan, meskipun jarang, adalah inversio

uteri selama persalinan plasenta.5

6
G. Diagnosis

Idealnya, penentuan diagnosis PPH dilakukan dengan mengukur jumlah

darah yang hilang setelah persalinan. Namun pada praktek klinisnya, perkiraan

kehilangan darah sulit dinilai jika hanya dilihat dari banyaknya darah yang keluar.

Terkadang penilaian dan penanganan terlambat dilakukan karena kesalahan

perkiraan jumlah darah yang hilang. Oleh karena itu, penilaian jumlah darah yang

hilang perlu diimbangi dengan pemeriksaan gejala dan tanda vital, karena gejala

dan tanda vital yang muncul berbanding lurus dengan jumlah darah yang keluar.1,6

Untuk tujuan klinis, setiap kehilangan darah yang berpotensi menghasilkan

ketidakstabilan hemodinamik harus dipertimbangkan sebagai PPH. Jumlah

kehilangan darah yang dibutuhkan untuk menyebabkan ketidakstabilan

hemodinamik akan tergantung pada kondisi wanita yang sudah ada sebelumnya.

Kompromi hemodinamik lebih mungkin terjadi pada kondisi seperti anemia (mis.,

Defisiensi besi, talasemia) atau status yang dikontrak dengan volume (mis.,

Dehidrasi, hipertensi gestasional dengan proteinuria). 1,6

Tabel 3.1. Manifestasi Klinis Perdarahan Pasca-Salin (PPNK)1

7
H. Tatalaksana

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,


yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan
post partum.6

Menejemen Inisiasi
Ask For Help Penilaian Etiologi
Resusitasi
- Pastikan ABC aman 1. Uterus lunak, tidak keras - Terapi Langsung
- Brikan masker O2 -> Atony uterus
2. Plasenta tidak terpisah
- Pasang IV 2 jalur
atau hanya sebagian terpisah 1. Atonia Uteri Terapi Lanjut
- Berikan ciran koloid atau (dengan atau tanpa • Masase uterus
kristaloid segera perdrahan) --> Retensio/sisa • Uterotonik 1. Atonia Uteri
- Observasi ketat TD, HR, plasenta 2. Retensio/sisa Plasenta
RR • nonsurgical uteri
3. Perdarahan banyak, atau • Semua plasenta di uterus : compression
- Kosongkan kandung kemih shock segera setelah
• uterotonika, controlled • kompresi uteri bimanual
dan monitor pengeluaran urin melahirkan namun kontraksi
uterus baik --> Trauma di cord traction, injeksi di • kompresi aorta eksternal
- Periksa laboratorium jalan lahir atau ruptur uteri vena intraumbilical • temponade balon (condom)
Darah lengkap • Sebagian plasenta di uterus • Jika masih perdarahan -->
4. Fundus uteri tidak teraba
Faktor koagulan • Aspirasi vacum manual kompresi sutura
atau terlihat benolan di mulut
vagina --> inversia uteri • Eksplorasi manual • B-Lynch
Crossmatch darah
• Kuretase • kompresi vertkal
5. Gangguan faktor
pembekuan datah 3. Trauma • cho square
• Trauma jalan lahir --> • embolisasi artei uterus
repair dan jahit bagian yang • jika masih perdarahan -->
terkena laserasi • Ligasi arteri uterine,
• Ruptur uteri --> hipogastric
Laparotomy : primar repair, • Histerectomi (subtital,
histerektomi total)
4. Inversi uteri 2. Retensi Plasenta
Betulkan letak inversi dalam • Plasenta masih ada -->
general anastesi plasenta akreta
5. Gangguan pembekuan • Removal Manual
darah : terapi sesuai • Jika masih berdarah -->
gangguan darah yang terjadi Laparotomy untuk
mengangkat plasenta
• Histerektomi
4. Inversio uteri
• Jika perbaikan uterus gagal,
pastikan uterus tetap
berkontraksi dengan
pemberian infus oksitosin.
• Langkah berikutnya :
perbaikan lewat laparotomy,
histerektomy

8
1. Ask for Help

Segera meminta pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit bila persalinan di

bidan/PKM. Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi, dan hematologis menjadi

sangat penting. Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan

pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang

penting untuk penentuan tahap tindakan berikutnya1,7

2. Acces and resusitation

Penting sekali segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin

dan menentukan derajat perubahan hemodinamik. Nilai tingkat kesadaran, nadi,

tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen harus

dimonitor.1,7

Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G, harus segera diambil

spesimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit,

9
penentuan golongan darah, serta crossmatch (RIMOT = Resusitasi, Infus 2 jalur,

Monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan darah, Oksigen, dan Team

approach). Diberikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil menunggu

hasil crossmatch.1,7

3. Establish Etiology 1,7


Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
-Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek. Bekuan darah pada serviks
Perdarahan segera setelah anak atau posisi telentang akan
lahir menghambat aliran darah
keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir Lemah
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
menit berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat tarikan
Uterus berkontraksi dan keras Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Retensi sisa
tidak lengkap tinggi fundus tidak berkurang plasenta
Perdarahan segera
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau
Nyeri tekan perut bawah dan pada Demam sisa fragmen
uterus plasenta (terinfeksi
Perdarahan sekunder atau tidak)

10
4. Masase Uterus

Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera ditangani

dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila uterus tetap

lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan

tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong ke atas dan

telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus belakang sehingga

uterus terkompresi

Gambar masase uterus. a. masase uterus eksternal. b. masase uterus internal

Gambar 2. Teknik pijat bimanual untuk atonia rahim. Pijat kompresi rahim bimanual
dilakukan dengan menempatkan satu tangan di vagina dan mendorong tubuh dari rahim
sementara tangan lainnya memampatkan fundus dari atas melalui dinding perut. Aspek
posterior rahim dipijat dengan tangan perut dan aspek anterior dengan tangan vagina.

11
5. Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/ intramyometrial

Dapat dilakukan pemberian oksitosin 40 unit dalam 500 cc normal salin

dengan kecepatan 125 cc/jam (peringkat bukti IA, rekomendasi A). Hindari

kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak

yang pada akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini

timbul karena efek antidiuretic hormone (ADH) - like effect dan oksitosin;

sehingga monitoring ketat masukan dan keluaran cairan sangat esensial dalam

pemberian oksitosin dalam jumlah besar.1,3

Pemberian ergometrin sebagai lini kedua dari oksitosin dapat diberikan

secara intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan), dosis

lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian dapat diulang

setiap 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis

per hari. Kontraindikasi pada pemberian ergometrin yaitu preeklampsia,

vitiumcordis, dan hipertensi (peringkat bukti IA, rekomendasi A).1,3

Bila PPS masih tidak berhasil diatasi, dapat diberikan misoprostol per

rektal 800-1000ug. Pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan

juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan faktor

pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP (15

mL/kg) setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu

diberikan transfuse trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC

yang ditandai dengan kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L).1,3

12
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya1,8
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 IM atau IV (lambat): Oral atau rektal 400
pemberian awal L larutan garam 0,2 mg mg
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal
fisiologis dengan 40 Bila masih
tetes/menit diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4 jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
per hari larutan fisiologis dosis
Kontraindikasi Pemberian IV secara Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi
atau hati-hati cepat atau bolus kordis, hipertensi Asma

6. Shift to theatre – exclude retained products and trauma/ bimanual compression

(konservatif; non-pembedahan)

Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang

operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau

selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.

Kompresi bimanual dapat dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi1

7. Tamponade balloon/ uterine packing (konservatif; non-pembedahan)

(peringkat bukti II, rekomendasi B)

Bila perdarahan masih berlangsung, pikirkan kemungkinan adanya

koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat

membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan

13
koreksi faktor pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan

Tube Sengstaken yang mempunyai nilai prediksi positif 87%.1

8. Apply compression sutures – B-Lynch/ modified (pembedahan konservatif)15

Dalam menentukan keputusan, harus selalu dipertimbangkan antara

mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum

mencoba setiap prosedur bedah konservatif, harus dinilai ulang keadaan pasien

berdasarkan perkiraan jumlah darah yang keluar, perdarahan yang masih

berlangsung, keadaan hemodinamik, dan paritasnya.1,2

Keputusan untuk melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan

informed consent terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di

ruang operasi. Penting sekali kerja sama yang baik dengan ahli anestesi untuk

menilai kemampuan pasien bertahan lebih lanjut pada keadaan perdarahan setelah

upaya konservatif gagal. Apabila tindakan B-Lynch tidak berhasil,

dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi.1

9. Systematic pelvic devascularization – uterine/ ovarian/ quadruple/ internal

iliac (pembedahan konservatif) (peringkat bukti II, rekomendasi B)1

10. Interventional radiologis, if appropriate, uterine artery embolization

(pembedahan (peringkat bukti II, rekomendasi B)1

11. Subtotal/ total abdominal hysterectomy (non-konservatif) (peringkat bukti II,

rekomendasi B)1

I. Pencegahan

PPH adalah salah satu komplikasi tahap ketiga yang dihadapi setiap dokter

kandungan satu kali dalam hidupnya dan sangat menantang sebagian besar waktu.

14
Meskipun ada perbaikan dalam manajemen, PPH awal masih menjadi penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu di negara berkembang yang signifikan [47,48].

Salah satu cara untuk mencegah PPH adalah pengelolaan aktif tahap ketiga kerja

(AMTSL). Hal ini dianggap sebagai "standar emas" untuk mengurangi kejadian

PPH. Ini menggabungkan intervensi nondrug dengan pemberian obat uterotonik.2

Ini adalah kombinasi dari:

a. Sebuah. Pemberian Uterotonik (sebaiknya Oksitosin) segera setelah

melahirkan bayi,

b. Klem kabel awal dan pemotongan, dan

c. Traksi tali pusat dengan traksi counter uterus saat rahim berkontraksi dengan

baik (manuver Brandt-Andrews).

15
Gambar 1. Kunci intervensi pencegahan Perdarahan pascapersalinan

16
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Pasien

Nama : Ny. F

Umur : 28 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

MRS tanggal : 24 Januari 2018 (Pukul 19.00 WITA)

Suami

Nama : Tn. I

Umur : 29 th

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jln. Handil Behalang, Banjarmasin

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis tanggal 26 Januari 2018 (Pukul

15.00 WITA)

17
1. Keluhan utama : Perdarahan setelah melahirkan

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSUD Ulin pada tanggal 24 Januari 2018 pukul

19.00 dalam keadaan lemah, penurunan kesadaran dan perdarahan aktif.

Pasien rujukan BPM Ema dengan diagnosis P2A0 post partum 2 jam + HPP +

GEA. Pasien dirujuk karena perdarahan yang tak berhenti setelah melahirkan.

Pasien melahirkan bayi laki-laki, dengan berat 3300 gr dan apgar score 7-8-9

di bidan jam 16.50 (2 jam SMKB). Pasien melahirkan placenta lengkap,

dilakukan episiotomi dan perineorafi. Pasien mengalami perdarahan + 500 cc

(1 underpad penuh) dan tidak berhenti. TD saat post partum 100/70. Pasien

dalam keadaan sangat lemah. Oleh bidan pasien segera dirujuk ke RS Ulin.

Dari bidan didapatkan keterangan pasien datang pkl 09.00 tadi pagi

dengan pembukaan 1, dikatakan lengkap jam 16.30, dan mulai dipimpin

mengejan. Saat datang pasien sudah dalam keadaan lemas karena berak cair >

10x, banyak dan tanpa ampas, serta muntah sejak 1 hari sebelum melahirkan

dan juga penurunan nafsu makan dan minum karena mual muntah sejak 3 hari

sebelum melahirkan. Bidan mengecek HB pasien sebelum melahirkan. Hb

pasien 9.

Menurut keterangan bidan, selama ANC pasien rutin diberikan tablet

besi, namun menurut keterangan keluarga tablet besi jarang diminum

karena pasien menjadi mual dan muntah. Pasien sering mual, muntah dan

lemas selama kehamilan. Makan dan minum pasien juga terganggu jika mual

dan muntah.

18
3. Riwayat Penyakit Dahulu

HT (-), DM (-), Asma (-), riwayat perdarahan sulit berhenti (-), riwayat

kelainan darah (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita

keluhan yang sama, serta juga tidak ada riwayat tekanan darah tinggi,

kencing manis, maupun asma.

5. Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Lama : 7 hari

Siklus : 28 hari

HPHT : 14 April 2017

6. Riwayat Perkawinan:

1 kali, selama 10 tahun.

Usia pertama kali menikah : 19 tahun

7. Riwayat Kontrasepsi:

KB pil stop 8 bulan yang lalu

8. Riwayat Obstetri:

1. 2009/Laki-laki/3100gr/spontan/bidan/hidup

2. 2018/Laki-laki/3300gr/spontan/bidan/hidup

C. Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 26 Januari 2018

1. Keadaan umum : tampak sakit sedang

19
2. Kesadaran : compos mentis

3. Tanda Vital

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 36,5 oC

4. Kepala dan leher

Kepala : Bentuk normal

Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera tidak ikterik, palpebra

tidak edem, pupil isokor, refleks cahaya +/+

Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,

tidak ada gangguan pendengaran.

Hidung : Bentuk normal, tidak tampak defiasi septum, tidak ada

sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping

hidung.

Mulut : Bibir dan mukosa normal, perdarahan gusi tidak ada, tidak

ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil,

lidah tidak ada kelainan, tidak ada gigi palsu.

Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid, tidak ada pembesaran JVP.

5. Thoraks

Paru

Inspeksi : bentuk normal, gerakan simetris dan ICS tidak melebar.

20
Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk.

Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronkhi atau wheezing.

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak.

Palpasi : tidak teraba thrill.

Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS

kanan.

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada.

6. Abdomen : tampak datar, lihat Status Obstetri.

7. Ekstremitas atas dan bawah :

Atas : Akral dingin (-/-), edema (-/-), gerak normal (-/-).

Bawah : Akral dingin (-/-), edema (-/-), gerak normal (-/-)

8. Status Obstetri
TFU : 3 jbpst
Kontrasi uterus : (+)
V/V : fluxus (+)

Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 24 Januari 2018 (saat datang)

Kondisi di IGD (19.15)

1. Keadaan umum : tampak sakit berat

2. Kesadaran : Somnolen

3. Tanda Vital

Tensi : 80/palpasi mmHg

Nadi : 130 x/menit

21
Pernapasan : 40 x/menit

Suhu : 35 oC

4. Mata : Konjungtiva pucat (+/+), Ikterik (-)

5. Thoraks

Pulmo : Vas (+/+), Rh (-), Wh (-)

Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-)

6. Abdomen : tampak datar, lihat Status Obstetri.

7. Ekstremitas atas dan bawah :

Atas : Akral dingin (+/+), edema (-/-), gerak tidak aktif (+/+).

Bawah : Akral dingin (+/+), edema (-/-), gerak tidak aktif (+/+)

8. Status Obstetri

Inspeksi : Fluxus (+), Fluor (-), Periniorafi (+)


Palpasi :
- Tinggi Fundus: 3 jari di bawah pusat
- Kontraksi Uterus hilang timbul
- Massa (-)

A) P2A0 PP SptBK 2 jam + HPP ec Hipotoni + Syok Hipovolemik +


Anemia (Hb 7,5) + R/GEA

P) Penatalaksanaan awal di IGD ( 24 januari 2018 : 19.15)

- Pasang IV line 2 jalur, pasang DC  pantau ketat cairan

- IVFD RL loading 1500 cc lanjut RL + 2 amp oksitosin 20 tpm

- Masase uterus

- Inj. Metergin 1 amp IV

- Inj. Asam tranexamat 3x500 mg IV

- Misoprostol 4 tab/rektal

22
- Cek darah lengkap

- Transfusi WB s/d Hb > 8 gr/dl

- Pro eksplorasi jalan lahir di VK pasca resusitasi

19.20 Lapor DPJP dr. Hardyan Sauqi, Sp.OG(K), terapi disetujui

Pasien dipindahkan ke VK (19.30)


Didapatkan hasil eksplorasi

Status Ginekologi

Inspeksi : Fluxus (+), Flour (-), Perineorafi (+)


Inspekulo :
- Fluxus (+), Flour (-)
- Robekan portio jam 5 + 2 cm
- Dinding vagina laserasi (-)
VT :
- V/V : Fluksus (+), Fluor (-)
-P : portio post partum (+), licin
- CU : AF ~ membesar post partum 2 jari
- AP D/S : Massa (-), nyeri (-)
- CD : t.a.k
RT : TSA (+), fistula (-)
Pemeriksaan Penunjang 19.53

Darah Lengkap

Hb 7,5

WBC 21.600

PLT 223.000

Hct 22,5

MCV 89.8

MCH 29.8

23
MCHC 33.3
Kimia Darah

GDA 146

BUN/SK 37/1,34

SGOT/SGPT 82/42

Tatalaksana di VK Bersalin (19.35)

- IVFD RL + 2 amp oksitosin 20 tpm

- Transfusi WB s/d Hb > 8 gr/dl

- Pro konservatif  pasang tampon evaluasi 2 jam

- Bila fluxus aktif, r/ penjahitan laserasi portio

- Bila 1x24 jam, fluxus (-)  r/ aff tampon

- Asam Tranexamat 3 x 500 mg IV

- Cefadroxil 2 x 500 mg po

- Observasi ketat TV/Flx/KU/Kel/Kes/UO

Evaluasi Kamar Bersalin (19.45)


S : kesadaran membaik, lemas (+)
O :
Status Umum
KU : Tampak sakit berat
Kes : Somolen GCS : 4/5/6
TD : 90/60 RR : 40
N : 110x/menit T :35 oC
A(+) I(-) C(-) D(-)
Cor : S1/S2 tunggal
Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/-
Extremitas : akral hangat (+/+)

24
Status Obstetri
TFU : 3 jbpst
Kontrasi uterus : (+)
V/V : fluxus (+)
Urine : 100 cc pekat

Hasil observasi di Kamar Bersalin (24-25 Januari 2017) (lampiran)

Follow Up

Tgl/Jam S O A P

Follow up Keluhan (-) TD = 100/70 P2A0 pp SPT BK H1 dg Inf RL 500 cc + Oxitosin


25/01/2018 BAB cair 1x, mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri 2 amp 20 tpm
06.00 Terpasang RR = 20 kali/menit + anemia dalam koreksi + Inj Ceftriaxone 2 x 1 g
tampon vagina N = 80 kali/menit r/GEA Inj. Ranitidin 2x1 amp
(+) T = 36,5oC DC (+), Monitor (+)
Status Obstetri Tranfusi s/d Hb ≥ 8 g/dL
TFU : 3 jbpst Pro aff tampon vagina
Kontrasi : (+) baik jam 20.00
V/v : fluxus (-) Pukul 22.00 di aff
Urin Output : tampon vagina : Flx (-)
CM : 2100 cc
CK : 1400 cc + urin
700 cc

Follow up Keluhan (-) TD = 110/70 P2A0 pp SPT BK H1 dg IVFD RL 20 tpm


26/01/2018 Perdarahan (-) mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri Inj Ceftriaxone 2x1 g
06.00 Pusing (-) RR = 20 kali/menit + anemia dalam koreksi + Inj Ranitidin 2x1 amp
N = 85 kali/menit r/GEA Cek DR post trf
o
T = 36,5 C Pindah ruangan
Status Obstetrik Hasil DR
TFU: 3 jbpst
Darah Rutin
Kontraksi : (+) baik
V/v : Fluxus (-)

25
Cairan
Hb 7,8
CM : 2500 cc/24 j
CK : 2200 cc/24 j WBC 18.000

PLT 227.000

Hct 18,2

MCV 86.7

MCH 29,0

MCHC 33.5

Kimia Darah

OT/PT 56/26

Na/K/Cl 134/4,1/103

Follow Up Keluhan (-) TD = 110/70 P2A0 pp SPT BK H1 dg IVFD RL 20 tpm


27/01/2018 Perdarahan (-) mmHg r/ HPP e.c Hipotonia uteri Inj Ceftriaxone 2x1 g
06.00 Pusing (-) RR = 20 kali/menit + anemia dalam koreksi + Inj Ranitidin 2x1 amp
Pasien ingin N = 68 kali/menit r/GEA KIE keluarga
APS T = 36,3oC
Status Obstetri
TFU : 3 jbpst
Kontrasi : (+) baik
V/v : fluxus (-)

27/01/2018 Os pulang atas permintaan sendiri


13.00

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang wanita berusia 28 tahun dirujuk oleh bidan praktek

mandiri karena perdarahan. Diagnosis saat dirujuk adalah P2A0 pp SPT BK 2 jam

dengan perdarahan pasca persalinan dengan riwayat GEA. Pasien mengalami

perdarahan yang tidak kunjung berhenti setelah melahirkan hingga 1 underpads

penuh. Dua jam SMKB, pasien melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3300 gram

dan langsung menangis saat lahir. Menurut keterangan bidan, plasnta dilahirkan

dalam keadaan lengkap, dan saat proses melahirkan, dilakukan episiotomy dan

periniorafi pada pasien. Bidan juga mengatakan sebelum melahirkan, pasien

dalam keadaan lemah karena 1 hari sebelumnya pasien berak cair dan muntah >

10x dan sulit untuk makan dan minum.

Saat datang, keadaan pasien sangat lemah dan terjadi penurunan

kesadaran. Kedua akral pasien dingin, kulit pasien pucat, juga terjadi penurunan

tensi, peningkatan denyut nadi dan pernafasan pada pasien. Secara umum terlihat

pasien tampak sakit berat dan terjadi gangguan hemodinamik. Pada pemeriksaan

obstetrik didapatkan fluksus aktif, dan kontraksi uterus yang hilang timbul.

Diagnosis Hemoragic post partum ditegakkan dari jumlah darah yang

hilang dan juga tanda vital. Menurut perkiraan, jumlah darah yang keluar > 500

ml. Keadaan pasien yang sangat berat mungkin juga disebabkan oleh kekurangan

cairan yang ada sebelumnya karena diare cair dan muntah > 10x serta kurangnya

intake makanan dan minuman.

27
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien didiagnosis

dengan P2A0 post partum 2 jam + HPP ec hipotoni uteri + anemia (Hb 7.5) +

GEA.

Pada banyak kasus HPP, etiologi paling sering dikarenakan atonia uteri.

Hampir 70% kasus HPP dikarenakan atonia uteri. Faktor risiko dapat terjadinya

atonia uteri dapat bermacam-macam, seperti anemia, grande multipara,

overdistended abdomen pada bayi besar, gmelli, atau polihidramnion, riwayat

perdarahan pasca persalinan pada persalinan sebelumnya dan masih banyak lagi.

Namun pada pasien ini belum ditemukan faktor risiko tersebut. Dari keterangan

bidan pada anamnesis, ditemukan bahwa pasien datang karena lemas akibat BAB

cair > 10x dan muntah. Dari kasus ini, didapatkan beberapa kemungkinan, yaitu

pasien datang dengan keadaan kelelahan dan kekurangan tenaga karena diare,

muntah dan intake sulit. hal tersebut dapat berpengaruh ke kontraksi uterus

apabila terjadi gangguan balance elektrolit atau kekurangan ATP. Kemungkinan

lain yang dapat terjadi, sebelum datang ke bidan, pasien mengalami anemia, yaitu

Hb 9 diperiksa dengan Hb sahli. Anemia pada ibu hamil saat ini menjadi salah

satu kasus yang sering terjadi. Hampir 20% ibu datang ke rumah sakit dalam

keadaan anemia sedang, dan tanpa gejala sebelumnya.

Saat awal masuk, pasien kemudian ditangani pada saat awal masuk dengan

pemberian:

- Pasang IV line 2 jalur, pasang DC  pantau ketat cairan

- IVFD RL loading 1500 cc lanjut RL + 2 amp oksitosin 20 tpm

- Masase uterus

- Inj. Metergin 1 amp IV

28
- Inj. Asam tranexamat 3x500 mg IV

- Misoprostol 4 tab/rektal

- Cek darah lengkap

- Transfusi WB s/d Hb > 8 gr/dl

- Pro eksplorasi jalan lahir di VK pasca resusitasi

Penanganan awal pada pasien ini adalah segera dilakukan resusitasi. Saat

resusitasi pasien diberikan oksigen dan dipasang infus 2 jalur, rehidrasi dengan

RL 1500 mL. Hal tersebut sesuai dengan teori langkah penanganan awal untuk

resusitasi cairan dengan mengganti cairan sebanyak 3x jumlah cairan yang hilang.

karena diperkirakan kehilangan cairan 500 ml, maka pegantian cairan yang

diperlukan adalah 1500ml.

Drip oksitosin digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus dimana pada

pasien ini terjadi hipotoni uterus. Kontraksi uterus memegang peranan penting

dalam penghentian perdarahan. Sehingga lini pertama dalam penghentian

perdarahan pascapersalinan adalah dengan pemberian uterotonica, yaitu oksitosin,

ergometrin dan misoprostol (PG2). Pada pasien ini diberikan oksitosin 2 ampul /

10 IU drip IV, kemudian metargin 2 mg, dan misoprostol tablet perectal untuk

memperbaiki kontraksi uterus. Menurut guideline terbaru, pemberian asam

tranexamat dapat digunakan untuk penanganan PPH lebih lanjut. Asam

tranexamat dapat diberikan hingga 1g.

Setelah keadaan pasien stabil, pasien lakukan ekplorasi jalan lahir untuk

mengetahui apakah ada penyebab perdarahan lain selain atonia uteri. Penyebab

lain yang dapat terjadi adalah Tissue, atau adanya sisa plasenta diuterus yang juga

29
dapat menganggu kontraksi, dan membuat perdarahan tidak berhenti. Selain itu

perlu dilihat juga apakah ada laserasi atau luka dijalan lahir.

Hasil eksplorasi diruang VK ditemukan fluxux aktif (+), dengan perineorafi

(+), juga robekan diportio arah jam 5 kurang lebih 2 cm. Dari hasil pemeriksaan,

diputuskan untuk dilakukan pemasangan tampon untuk evaluasi perdarahan. Jika

fluxsus aktif direncanakan penjahitan laserasi portio.

Setelah evaluasi 2 jam pemasangan tampon, ditemukan keadaan umum

pasien membaik, kontraksi uterus membaik, fluxus (-). Dari hasil pemeriksaan dan

penganan tersebut ditemukan bahwa etiologi Perdarahan pasca persalinan pada

pasien ini adalah hipotonia uteri, yang membaik dengan pemberian uterotonika.

30
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang wanita, Ny F berusia 28 tahun dengan

diagnosis P2A0 post partum 2 jam + HPP ec hipotoni uteri + anemia (Hb 7.5) + r/

GEA. Pasien ini telah dirawat oleh Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan

RSUD Ulin Banjarmasin selama 3 hari dari tanggal 24 sampai tanggal 27 Januari

2018. Prinsip penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan resusitasi dan

penanganan perdarahan obstetri serta syok hipovolemik dan identifikasi dan

penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum. Resusitasi dilakukan

dengan guyur RL 1500 cc dan pemantauan urin output. Penanganan penyebab

terjadinya perdarahan dengan pemberian uterotonika yaitu dengan drip oksitosin

inj metergin pemberian misoprostol 4 tab/rektal, inj. asam tranexamat 3x500 mg

dan masase uterus. Kondisi pasien telah mengalami perbaikan dan pasien

meminta pulang APS.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran


Feto Maternal. Perdarahan Pasca-Salin. 2016;

2. Kumar N. Postpartum Hemorrhage; a Major Killer of Woman: Review of


Current Scenario. Obstet Gynecol Int J [Internet]. 2016;4(4).

3. Carroli G, Cuesta C, Abalos E, Gulmezoglu AM. Epidemiology of


postpartum haemorrhage: a systematic review. Best Pract Res Clin Obstet
Gynaecol [Internet]. 2008;22(6):999–1012.

4. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga


cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999

5. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman


F.Grant

6. MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,


Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional
(April 27,2001)

7. Leduc D, Senikas V, Lalonde AB, Ballerman C, Biringer A, Delaney M, et


al. Active Management of the Third Stage of Labour: Prevention and
Treatment of Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Canada [Internet].
2009;31(10):980–93.

8. Sentilhes L, Vayssière C, Deneux-Tharaux C, Aya AG, Bayoumeu F,


Bonnet MP, et al. Postpartum hemorrhage: Guidelines for clinical practice
from the French College of Gynaecologists and Obstetricians (CNGOF): In
collaboration with the French Society of Anesthesiology and Intensive Care
(SFAR). Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2016;198:12–21.

32
LAMPIRAN

Hasil Observasi tgl 24-25 Januari 2018


vital sign
Jan 24th
Urine
/hour
TD HR RR T

20.00 108/68 121 34 36,5 100 cc

21.00 80/60 142 35 36,6 200 cc

21.15 90/60 139 36 36,5 200 cc

21.30 100/60 142 26 37,6 200 cc

21.45 100/70 126 31 36,7 200 cc

22.00 100/70 122 30 36,6 200 cc

22.15 110/70 115 25 36,6 200 cc

22.30 110/70 123 38 36,6 200 cc

22.45 108/68 121 34 36,5 200 cc

23.00 114/72 107 34 36,4 200 cc

23.15 118/65 112 26 36,5 200 cc

23.30 109/69 105 26 36,6 200 cc

23.45 108/73 97 22 36,7 200 cc

00.00 108/68 102 26 36,6 220 cc

00.15 109/66 108 19 36,6 220 cc

00.30 110/69 105 23 36,6 220 cc

00.45 110/69 105 25 36,6 220 cc

01.00 106/70 100 19 36,6 220 cc

01.15 100/73 104 21 36,6 220 cc

33
01.30 109/73 96 22 36,6 220 cc

01.45 111/72 103 23 36,6 220 cc

02.00 111/72 100 24 36,6 220 cc

02.15 111/73 103 24 36,6 220 cc

02.30 112/74 102 25 36,6 220 cc

02.45 118/72 100 24 36,5 220 cc

03.00 114/73 90 25 36,5 230 cc

03.15 114/71 96 25 36,7 230 cc

03.30 114/72 91 23 36,6 230 cc

03.45 112/69 87 21 36,3 230 cc

04.00 112/69 86 20 36,7 230 cc

04.15 111/72 85 21 36,6 230 cc

04.30 110/72 87 22 36,6 230 cc

04.45 110/72 86 22 36,6 230 cc

05.00 109/71 83 23 36,6 230 cc

05.15 107/71 81 24 36,7 230 cc

05.30 113/80 83 25 36,7 230 cc

05.45 113/78 75 26 36,7 230 cc

06.00 115/83 82 24 36,6 230 cc

06.00 115/83 82 24 36,6 230 cc

06.15 114/84 86 21 36,6 230 cc

06.30 118/77 87 24 36,6 230 cc

06.45 118/77 87 21 36,6 230 cc

07.45 108/75 86 29 36,6 240 cc

08.00 108/75 89 27 36,8 250 cc

08.30 104/75 79 32 36,5 270 cc

34
10.30 102/70 87 25 36,7 300 cc

12.30 116/76 94 18 36,8 400 cc

13.30 100/71 102 22 36,7 400 cc

14.30 99/69 87 18 36,8 460 cc

35

Anda mungkin juga menyukai