Lapsus HPP
Lapsus HPP
Oleh
Sabila Rosyida
I4A013069
Pembimbing
dr. Samuel L. Tobing, Sp.OG(K)
0
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN ............................................................................................. 32
0
BAB I
PENDAHULUAN
500 ml setelah persalinan per vaginam dan > 1000 ml setelah operasi caesar.
menjadi early atau primer PPH, sedangkan yang disebut late PPH atau PPH
sekunder jika kehilangan darah terjadi 24 jam atau lebih setelah melahirkan.(1)
Menurut perkiraan WHO, PPH menjadi penyebab kematian dan morbiditas ibu
paling banyak di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir seperempat
tahunnya. Setengah dari total kematian ibu terjadi di Afrika dan Asia, di mana
PPH adalah salah satu penyebab utama kematian ibu melahirkan. Menurut angka
WHO terbaru, 10,5% dari semua kelahiran hidup dipersulit dengan PPH, dan
sekitar 13.795.000 wanita menderita PPH dengan 13.200 kematian ibu di tahun
2000(2). Karena tingginya angka kejadian HPP dan tingginya mortalitas dari
penyakit tersebut, sangat penting untuk mengetahui mengenai HPP, faktor risiko,
mengenai pasien dengan perdarahan post parum. Kasus yang akan dibahas yaitu
pasien wanita,28 tahun, dengan diagnosis P2A0 PP SptBK H2+ HPP ec Hipotoni
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
500 ml setelah persalinan per vaginam dan > 1000 ml setelah operasi caesar.1
B. Klasifikasi
robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
rahim yang tidak baik (subinvolusio uteri) atau sisa plasenta yang
tertinggal.
C. Insidensi
ibu paling banyak di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas hampir
2
jawab atas 127.000 kematian setiap tahunnya. Setengah dari total kematian ibu
terjadi di Afrika dan Asia, di mana PPH adalah salah satu penyebab utama
kematian ibu melahirkan. Menurut angka WHO terbaru, 10,5% dari semua
kelahiran hidup dipersulit dengan PPH, dan sekitar 13.795.000 wanita menderita
6,09% dan PPH ≥1000 ml sebanyak 1,86%. Prevalensi PPH ≥500 ml berkisar
antara 2,55% di Asia sampai 10,45% di Afrika. Juga prevalensi PPH primer dan
dari 2,3% pada tahun 1994 menjadi 2,9% di tahun 2006. Statistik nasional AS
juga menunjukkan bahwa sekitar 8% dari total kematian ibu disebabkan oleh
PPH. Dari semua penyebab PPH, disebutkan bahwa atonia uteri merupakan
3
D. Etiologi dan faktor risiko
PPH bisa diakibatkan berbagai penyebab yang secara luas dibagi menjadi :
faktor yaitu kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas
insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum, vagina, sampai uterus
(trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi uterus yang
E. Faktor risiko
Faktor risiko PPS dapat muncul saat antepartum maupun intrapartum dan
saat faktor risiko tersebut terdeteksi hal ini dapat menentukan mengenai pemilihan
risiko 12 kali); solusio plasenta baik yang masih berupa kecurigaan maupun yang
4
kehamilan (risiko 4x lipat), riwayat PPH sebelumnya atau reiwayat retensio
plasenta, grand multipara (kehamilan 4 kali atau lebih), Asian ethnic (risiko 2x
lipat), adanya abnormalitas uterus, usia ibu > 40 th) dan anemia pada ibu.2,4
berat bayi > 4kg (riisko 2x lipat), demam pada ibu saat melahirkan (2x lipat).2,4
Risiko PPH akan meningkat pada wanita dengan BMI > 40.
F. Patofisiologi
Pada saat kehamilan, rahim dan plasenta menerima 500-800 mL darah per
menit melalui sistem pembuluh darah uterin dengan resistansi rendah. Aliran
uterus jika tidak dikendalikan secara fisiologis atau medis. Pada trimester ketiga,
volume darah ibu meningkat sebesar 50%, yang meningkatkan toleransi tubuh
5
Setelah melahirkan janin, rahim mampu berkontraksi sehingga dapat
diri dari permukaan uterus dan memperlihatkan pembuluh darah ibu yang
uterus memulai proses kontraksi dan retraksi dengan memperpendek seratnya dan
ligatur".5
Jika rahim gagal berkontraksi, atau plasenta gagal berpisah atau lahir, maka
Penyebab utama lainnya meliputi keterikatan plasenta yang abnormal atau retensi
plasenta, laserasi jaringan atau pembuluh darah di panggul dan saluran genital,
6
G. Diagnosis
darah yang hilang setelah persalinan. Namun pada praktek klinisnya, perkiraan
kehilangan darah sulit dinilai jika hanya dilihat dari banyaknya darah yang keluar.
perkiraan jumlah darah yang hilang. Oleh karena itu, penilaian jumlah darah yang
hilang perlu diimbangi dengan pemeriksaan gejala dan tanda vital, karena gejala
dan tanda vital yang muncul berbanding lurus dengan jumlah darah yang keluar.1,6
hemodinamik akan tergantung pada kondisi wanita yang sudah ada sebelumnya.
Kompromi hemodinamik lebih mungkin terjadi pada kondisi seperti anemia (mis.,
Defisiensi besi, talasemia) atau status yang dikontrak dengan volume (mis.,
7
H. Tatalaksana
Menejemen Inisiasi
Ask For Help Penilaian Etiologi
Resusitasi
- Pastikan ABC aman 1. Uterus lunak, tidak keras - Terapi Langsung
- Brikan masker O2 -> Atony uterus
2. Plasenta tidak terpisah
- Pasang IV 2 jalur
atau hanya sebagian terpisah 1. Atonia Uteri Terapi Lanjut
- Berikan ciran koloid atau (dengan atau tanpa • Masase uterus
kristaloid segera perdrahan) --> Retensio/sisa • Uterotonik 1. Atonia Uteri
- Observasi ketat TD, HR, plasenta 2. Retensio/sisa Plasenta
RR • nonsurgical uteri
3. Perdarahan banyak, atau • Semua plasenta di uterus : compression
- Kosongkan kandung kemih shock segera setelah
• uterotonika, controlled • kompresi uteri bimanual
dan monitor pengeluaran urin melahirkan namun kontraksi
uterus baik --> Trauma di cord traction, injeksi di • kompresi aorta eksternal
- Periksa laboratorium jalan lahir atau ruptur uteri vena intraumbilical • temponade balon (condom)
Darah lengkap • Sebagian plasenta di uterus • Jika masih perdarahan -->
4. Fundus uteri tidak teraba
Faktor koagulan • Aspirasi vacum manual kompresi sutura
atau terlihat benolan di mulut
vagina --> inversia uteri • Eksplorasi manual • B-Lynch
Crossmatch darah
• Kuretase • kompresi vertkal
5. Gangguan faktor
pembekuan datah 3. Trauma • cho square
• Trauma jalan lahir --> • embolisasi artei uterus
repair dan jahit bagian yang • jika masih perdarahan -->
terkena laserasi • Ligasi arteri uterine,
• Ruptur uteri --> hipogastric
Laparotomy : primar repair, • Histerectomi (subtital,
histerektomi total)
4. Inversi uteri 2. Retensi Plasenta
Betulkan letak inversi dalam • Plasenta masih ada -->
general anastesi plasenta akreta
5. Gangguan pembekuan • Removal Manual
darah : terapi sesuai • Jika masih berdarah -->
gangguan darah yang terjadi Laparotomy untuk
mengangkat plasenta
• Histerektomi
4. Inversio uteri
• Jika perbaikan uterus gagal,
pastikan uterus tetap
berkontraksi dengan
pemberian infus oksitosin.
• Langkah berikutnya :
perbaikan lewat laparotomy,
histerektomy
8
1. Ask for Help
bidan/PKM. Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi, dan hematologis menjadi
pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang
Penting sekali segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin
dimonitor.1,7
Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G-16G, harus segera diambil
9
penentuan golongan darah, serta crossmatch (RIMOT = Resusitasi, Infus 2 jalur,
Monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan darah, Oksigen, dan Team
approach). Diberikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil menunggu
hasil crossmatch.1,7
10
4. Masase Uterus
Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera ditangani
dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila uterus tetap
tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong ke atas dan
uterus terkompresi
Gambar 2. Teknik pijat bimanual untuk atonia rahim. Pijat kompresi rahim bimanual
dilakukan dengan menempatkan satu tangan di vagina dan mendorong tubuh dari rahim
sementara tangan lainnya memampatkan fundus dari atas melalui dinding perut. Aspek
posterior rahim dipijat dengan tangan perut dan aspek anterior dengan tangan vagina.
11
5. Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/ intramyometrial
dengan kecepatan 125 cc/jam (peringkat bukti IA, rekomendasi A). Hindari
kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak
yang pada akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini
timbul karena efek antidiuretic hormone (ADH) - like effect dan oksitosin;
sehingga monitoring ketat masukan dan keluaran cairan sangat esensial dalam
secara intramuskuler atau intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan), dosis
lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian dapat diulang
setiap 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis
Bila PPS masih tidak berhasil diatasi, dapat diberikan misoprostol per
rektal 800-1000ug. Pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan
juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan faktor
mL/kg) setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu
12
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya1,8
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 IM atau IV (lambat): Oral atau rektal 400
pemberian awal L larutan garam 0,2 mg mg
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal
fisiologis dengan 40 Bila masih
tetes/menit diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4 jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3
per hari larutan fisiologis dosis
Kontraindikasi Pemberian IV secara Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi
atau hati-hati cepat atau bolus kordis, hipertensi Asma
(konservatif; non-pembedahan)
Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang
selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase.
13
koreksi faktor pembekuan. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan
mencoba setiap prosedur bedah konservatif, harus dinilai ulang keadaan pasien
ruang operasi. Penting sekali kerja sama yang baik dengan ahli anestesi untuk
menilai kemampuan pasien bertahan lebih lanjut pada keadaan perdarahan setelah
rekomendasi B)1
I. Pencegahan
PPH adalah salah satu komplikasi tahap ketiga yang dihadapi setiap dokter
kandungan satu kali dalam hidupnya dan sangat menantang sebagian besar waktu.
14
Meskipun ada perbaikan dalam manajemen, PPH awal masih menjadi penyebab
Salah satu cara untuk mencegah PPH adalah pengelolaan aktif tahap ketiga kerja
(AMTSL). Hal ini dianggap sebagai "standar emas" untuk mengurangi kejadian
melahirkan bayi,
c. Traksi tali pusat dengan traksi counter uterus saat rahim berkontraksi dengan
15
Gambar 1. Kunci intervensi pencegahan Perdarahan pascapersalinan
16
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Pasien
Nama : Ny. F
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Suami
Nama : Tn. I
Umur : 29 th
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pekerjaan : Swasta
B. Anamnesis
15.00 WITA)
17
1. Keluhan utama : Perdarahan setelah melahirkan
Pasien rujukan BPM Ema dengan diagnosis P2A0 post partum 2 jam + HPP +
GEA. Pasien dirujuk karena perdarahan yang tak berhenti setelah melahirkan.
Pasien melahirkan bayi laki-laki, dengan berat 3300 gr dan apgar score 7-8-9
(1 underpad penuh) dan tidak berhenti. TD saat post partum 100/70. Pasien
dalam keadaan sangat lemah. Oleh bidan pasien segera dirujuk ke RS Ulin.
Dari bidan didapatkan keterangan pasien datang pkl 09.00 tadi pagi
mengejan. Saat datang pasien sudah dalam keadaan lemas karena berak cair >
10x, banyak dan tanpa ampas, serta muntah sejak 1 hari sebelum melahirkan
dan juga penurunan nafsu makan dan minum karena mual muntah sejak 3 hari
pasien 9.
karena pasien menjadi mual dan muntah. Pasien sering mual, muntah dan
lemas selama kehamilan. Makan dan minum pasien juga terganggu jika mual
dan muntah.
18
3. Riwayat Penyakit Dahulu
HT (-), DM (-), Asma (-), riwayat perdarahan sulit berhenti (-), riwayat
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita
keluhan yang sama, serta juga tidak ada riwayat tekanan darah tinggi,
5. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari
6. Riwayat Perkawinan:
7. Riwayat Kontrasepsi:
8. Riwayat Obstetri:
1. 2009/Laki-laki/3100gr/spontan/bidan/hidup
2. 2018/Laki-laki/3300gr/spontan/bidan/hidup
C. Pemeriksaan
19
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda Vital
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,
hidung.
Mulut : Bibir dan mukosa normal, perdarahan gusi tidak ada, tidak
5. Thoraks
Paru
20
Palpasi : fremitus raba +/+ simetris, tidak ada nyeri tekan.
Jantung
Perkusi : batas jantung normal, ICS V LMK kiri dan ICS II LPS
kanan.
8. Status Obstetri
TFU : 3 jbpst
Kontrasi uterus : (+)
V/V : fluxus (+)
2. Kesadaran : Somnolen
3. Tanda Vital
21
Pernapasan : 40 x/menit
Suhu : 35 oC
5. Thoraks
Atas : Akral dingin (+/+), edema (-/-), gerak tidak aktif (+/+).
Bawah : Akral dingin (+/+), edema (-/-), gerak tidak aktif (+/+)
8. Status Obstetri
- Masase uterus
- Misoprostol 4 tab/rektal
22
- Cek darah lengkap
Status Ginekologi
Darah Lengkap
Hb 7,5
WBC 21.600
PLT 223.000
Hct 22,5
MCV 89.8
MCH 29.8
23
MCHC 33.3
Kimia Darah
GDA 146
BUN/SK 37/1,34
SGOT/SGPT 82/42
- Cefadroxil 2 x 500 mg po
24
Status Obstetri
TFU : 3 jbpst
Kontrasi uterus : (+)
V/V : fluxus (+)
Urine : 100 cc pekat
Follow Up
Tgl/Jam S O A P
25
Cairan
Hb 7,8
CM : 2500 cc/24 j
CK : 2200 cc/24 j WBC 18.000
PLT 227.000
Hct 18,2
MCV 86.7
MCH 29,0
MCHC 33.5
Kimia Darah
OT/PT 56/26
Na/K/Cl 134/4,1/103
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini seorang wanita berusia 28 tahun dirujuk oleh bidan praktek
mandiri karena perdarahan. Diagnosis saat dirujuk adalah P2A0 pp SPT BK 2 jam
penuh. Dua jam SMKB, pasien melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3300 gram
dan langsung menangis saat lahir. Menurut keterangan bidan, plasnta dilahirkan
dalam keadaan lengkap, dan saat proses melahirkan, dilakukan episiotomy dan
dalam keadaan lemah karena 1 hari sebelumnya pasien berak cair dan muntah >
kesadaran. Kedua akral pasien dingin, kulit pasien pucat, juga terjadi penurunan
tensi, peningkatan denyut nadi dan pernafasan pada pasien. Secara umum terlihat
pasien tampak sakit berat dan terjadi gangguan hemodinamik. Pada pemeriksaan
obstetrik didapatkan fluksus aktif, dan kontraksi uterus yang hilang timbul.
hilang dan juga tanda vital. Menurut perkiraan, jumlah darah yang keluar > 500
ml. Keadaan pasien yang sangat berat mungkin juga disebabkan oleh kekurangan
cairan yang ada sebelumnya karena diare cair dan muntah > 10x serta kurangnya
27
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien didiagnosis
dengan P2A0 post partum 2 jam + HPP ec hipotoni uteri + anemia (Hb 7.5) +
GEA.
Pada banyak kasus HPP, etiologi paling sering dikarenakan atonia uteri.
Hampir 70% kasus HPP dikarenakan atonia uteri. Faktor risiko dapat terjadinya
perdarahan pasca persalinan pada persalinan sebelumnya dan masih banyak lagi.
Namun pada pasien ini belum ditemukan faktor risiko tersebut. Dari keterangan
bidan pada anamnesis, ditemukan bahwa pasien datang karena lemas akibat BAB
cair > 10x dan muntah. Dari kasus ini, didapatkan beberapa kemungkinan, yaitu
pasien datang dengan keadaan kelelahan dan kekurangan tenaga karena diare,
muntah dan intake sulit. hal tersebut dapat berpengaruh ke kontraksi uterus
lain yang dapat terjadi, sebelum datang ke bidan, pasien mengalami anemia, yaitu
Hb 9 diperiksa dengan Hb sahli. Anemia pada ibu hamil saat ini menjadi salah
satu kasus yang sering terjadi. Hampir 20% ibu datang ke rumah sakit dalam
Saat awal masuk, pasien kemudian ditangani pada saat awal masuk dengan
pemberian:
- Masase uterus
28
- Inj. Asam tranexamat 3x500 mg IV
- Misoprostol 4 tab/rektal
Penanganan awal pada pasien ini adalah segera dilakukan resusitasi. Saat
resusitasi pasien diberikan oksigen dan dipasang infus 2 jalur, rehidrasi dengan
RL 1500 mL. Hal tersebut sesuai dengan teori langkah penanganan awal untuk
resusitasi cairan dengan mengganti cairan sebanyak 3x jumlah cairan yang hilang.
karena diperkirakan kehilangan cairan 500 ml, maka pegantian cairan yang
pasien ini terjadi hipotoni uterus. Kontraksi uterus memegang peranan penting
ergometrin dan misoprostol (PG2). Pada pasien ini diberikan oksitosin 2 ampul /
10 IU drip IV, kemudian metargin 2 mg, dan misoprostol tablet perectal untuk
Setelah keadaan pasien stabil, pasien lakukan ekplorasi jalan lahir untuk
mengetahui apakah ada penyebab perdarahan lain selain atonia uteri. Penyebab
lain yang dapat terjadi adalah Tissue, atau adanya sisa plasenta diuterus yang juga
29
dapat menganggu kontraksi, dan membuat perdarahan tidak berhenti. Selain itu
perlu dilihat juga apakah ada laserasi atau luka dijalan lahir.
(+), juga robekan diportio arah jam 5 kurang lebih 2 cm. Dari hasil pemeriksaan,
pasien membaik, kontraksi uterus membaik, fluxus (-). Dari hasil pemeriksaan dan
pasien ini adalah hipotonia uteri, yang membaik dengan pemberian uterotonika.
30
BAB V
PENUTUP
diagnosis P2A0 post partum 2 jam + HPP ec hipotoni uteri + anemia (Hb 7.5) + r/
GEA. Pasien ini telah dirawat oleh Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSUD Ulin Banjarmasin selama 3 hari dari tanggal 24 sampai tanggal 27 Januari
dan masase uterus. Kondisi pasien telah mengalami perbaikan dan pasien
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
33
01.30 109/73 96 22 36,6 220 cc
34
10.30 102/70 87 25 36,7 300 cc
35