Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOHEMATOLOGI

Nama Kelompok : 1. Diana Jesika (1713453053)

2. Marsita Maula Pratiwi (1713453055)

3. Nessy Novalia (1713453059)

4. Ega Maya Azeva (1713453061)

5. Rahmi Putri Amalia (1713453070)

6. Shafira Chika Maharani (1713453079)

7. Ragil Ayu Wandira (1713453080)

8. Indri Ghina Novitha (1713453082)

9. Alifa Agustina (1713453086)

10. Fadhil Nadrian Hanif (1713453088)

11. Gallang Ary Saputra (1713453094)

12. Novi Anggraini (1713453094)

Tingkat / Kelas : Tingkat 3 Reguler 2

Hari / tanggal : Senin, 28 Oktober 2019

Materi : Pemeriksaan crossmatching tes

Tujuan : Untuk mengetahui


Dasar Teori

Darah adalah unit fungsional seluler pada tubuh yang berperan untuk membantu proses
fisiologi. Darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah
yang ada pada darah sekitar 55% dari jumlah darah dalam tubuh manusia, sedangkan sel-sel
darah ada pada darah sekitar 45%. Sel-sel darah dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu
eritrosit, leukosit, dan trombosit yang berperan dalam pembekuan darah. Membran eritrosit
mengandung dua antigen, yaitu tipe-a dan tipe-b. Antigen ini disebut aglutinogen. Sebaliknya,
antibodi yang terdapat dalam plasma akan bereaksi spesifik terhadap antigen tipe-a atau tipe-b
yang dapat menyebabkan aglutinasi (penggumpalan) eritrosit. Antibodi plasma yang
menyebabkan penggumpalan aglutinogen disebut aglutinin. Ada dua macam aglutinin, yaitu
aglutinin-a (zat anti-a) dan aglutinin-b(zat anti B). Aglutinogen-A memiliki enzim glikosil
transferase yang mengandung asetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. Sedangkan
aglutinogen-b mengandung enzim galaktosa pada rangka glikoproteinnya. Ahli imunologi (ilmu
kekebalan tubuh) kebangsaan Austria bernama Karl Landsteiner ( ) mengelompokkan golongan
darah manusia. Golongan Antigen dalam eritrosit Zat anti dalam plasma A Antigen A Anti-B B
Antigen B Anti-A AB Antigen A & B - O - Anti A & Anti B 3.

Berdasarkan ada atau tidaknya aglutinogen, golongan darah dikelompokan menjadi :


Golongan darah A, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-a dan aglutinin-b dalam plasma
darah. Golongan darah B, yaitu jika eritrosit mengandung aglutinogen-b dan aglutinin-a dalam
plasma darah. Golongan darah AB, yaitu jika eritrosit mengandung glutinogen-a dan B, dan
plasma darah tidak memiliki aglutinin. Golongan darah O, yaitu jika eritrosit tidak memiliki
aglutinogen-a dan B, dan plasma darah memiliki aglutinin-a dan b. Trombosit adalah bagian sel
darah yang berperan dalam pembekuan darah. Jika jaringan tubuh terluka, trombosit pada
permukaan akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase. Enzim trombokinase akan
mengubah protobin menjadi thrombin dengan bantuan ion Ca 2+. Thrombin adalah sebuah
enzim yang mengkatalis perubahan fibrinogen (protein plasma yang dapat larut dalam plasma
darah) menjadi fibrin (protein yang tidak dapat larut dalam plasma darah). Pembentukkan
benang-benang fibrin menyebabkan luka akan tertutup. Eritrosit normal berbentuk cakram
bikonkaf dan tidak memiliki nuklues. Bentuk eritrosit sebenarnya dapat berubah-ubah, seperti
ketika sel-sel tersebut beredar melewati kapiler-kapiler. Jumlah sel darah merha ini bervariasi
pada kedua jenis kelamin dan perbedaan umur. Pembentukan eritrosit disebut juga eritropoiesis.
Eritropoiesis terjadi di sumsung tulang. Pembentukannya diatur oleh hormone glikoprotein yang
disebut dengan eritropoitein. Jangka hidup eritrosit kira-kira 120 hari. Eritrosit yang telah tua
akan ditelan oleh sel-sel fagosit yang terdapat dalam hati dan limpa. Untuk menghitung jumlah
eritrosit pada tubuh seseorang maka dapat dengan cara menghitung 8% dari berat badan orang
itu.

Jenis dan Metode Cross Match


Ada dua jenis cross match yang biasa dilakukan, yaitu mayor cross match dan
minor cross match. Menurut Dhurba Giri (2015), mayor cross match adalah pengujian antara
serum pasien dengan sel-sel donor untuk mengetahui apakah pasien memiliki antibodi yang
dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolisis atau penurunan ketahanan sel-sel donor.
Sementara, minor cross match adalah pengujian antara sel-sel pasien dengan plasma donor untuk
mengetahui apakah terdapat antibodi di dalam plasma donor yang berfungsi melawan antigen
yang terdapat di dalam sel pasien. Sementara, menurut Syarifah (nd), mayor cross match adalah
serum penerima dicampur dengan sel donor dan minor cross match adalah serum donor
dicampur dengan sel penerima. Selain mayor cross match dan minor cross match, sebagaimana
yang tertera pada Standard Operating Procedure For Blood Transfusion dari WHO dan
BANBCT (2013), jenis cross match juga terdiri dari saline cross match dan antiglobulin cross
match. Keduanya sama-sama digunakan untuk mendeteksi ketidakcocokan antara darah donor
dan darah pasien. Namun, antiglobulin cross match digunakan untuk mendeteksi ketidakcocokan
yang diakibatkan oleh antibodi yang aktif pada suhu 37⁰C sehingga memiliki tahapan yang
dilakukan pada suhu tersebut, sementara saline cross match dilakukan sesuai suhu ruangan.
Pemeriksaan cross match dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari dua jenis
metode, yaitu antara metode gel atau metode tabung. Namun, saat ini metode pemeriksaan cross
match yang digunakan oleh UTD dan BDRS adalah metode gel dalam cup kecil. Sebab, metode
gel lebih mudah dan praktis untuk digunakan. Meskipun sebenarnya metode tabung saat ini
menggunakan teknik yang lebih ketat, yaitu dengan menggunakan beberapa fase dan medium
pemeriksaan seperti bovine lbumin, serum coombs, dan inkubasi pada suhu 37⁰C, yang dapat
menambah sensitivitas pemeriksaan cross match.
Prinsip : cross match dilakukan untuk mendeteksi ketidakcocokan antara darah donor dan darah
resipien yang tidak dapat ditemukan pada proses penggolongan darah sebelumnya.
Alat : 1. Mkropipet + tip
2. Inkubator
3. Centrifuge
4. liss/Coombs Card

Bahan : 1. Serum donor


2. serum pasien
3. sel darah donor
4. sel darah pasien

Cara Kerja Cross Matcha


Prosedur/Cara Kerja cross match dengan metode Diamed Gel Tet yang selama ini digunakan
oleh UTD/BDRS dan digunakan oleh RS PKU Muhammadiyah Gombong terdiri dari:
1. Buat suspensi sel pasien dan donor 0,8-1%, dengan cara:
1. Masukkan 0,5 ml Dil 2 dengan dispenser ke dalam tabung
2. Ambil 5 µl (mikroliter) PRC atau 10 µl WB, masukkan tabung
3. Campur dan homogenkan suspense 0,8%-1%

2. Ambil liss/Coombs Card, tandai dengan identitas Pasien/Donor, buka penutup alumunium
dengan bantuan mikropipet, kemudian masukkan:

1. Mayor : 50 µl Suspensi Sel Donor + 25 µl Serum Pasien


2. Minor : 50 µl Suspensi sel pasien + 25 µl Serum Donor
3. AC (Autocontrol) : 50 µl Sel Os + 25 µl Serum Pasien
1. Masukkan kartu ke inkubator. Inkubasi 37⁰C, 15 menit (tekan tombol timer 1/2/3)
2. Pindahkan kartu ke centrifuge. Tekan tombol start (centrifuge selama 10 menit)
3. Baca reaksi makroskopis.
3. Kemudian untuk Direct Coombs Test (DCT) cara kerjanya terdiri dari:
1. Buat suspensi sel pasien 0,8%-1%
2. Ambil Liss/Coombs Card, tandai dengan identitas pasien
3. Masukkan 50 µl suspense sel pasien
4. Putar di centrifuge (tekan tombol start)
5. Baca reaksi

Interpretasi Hasil Cross Match

No Mayor Minor AC/DCT Kesimpulan

1 – – – Darah keluar

2 + – – Ganti darah donor

3 – + – Ganti darah donor

Darah keluar bila minor lebih kecil atau


4 – + + sama dengan AC/DCT → inform consent

5 + + + Lihat keterangan no. 5


Keterangan:
1. Cross Macth Mayor, Minor, dan AC = negatif
Darah pasien kompatibel dengan darah donor. Darah boleh dikeluarkan.
1. Cross Macth Mayor = positif, Minor = negatif, dan AC = negatif
Periksa sekali lagi golongan darah pasien apakah sudah sama dengan donor, apabila sudah sama
artinya terdapat Irregular Antibody pada serum pasien. Ganti darah donor, lakukan cross
match lagi sampai mendapatkan hasil cross negatif pada mayor dan minor. Apabila tidak
ditemukan hasil cross match yang kompatibel meskipun darah donor telah diganti, maka harus
dilakukan screening dan identifikasi antibodi pada serum pasien, dalam hal ini sampel darah
dikirim ke UTD Pembina terdekat.
1. Cross Macth Mayor = negatif, Minor = positif, dan AC = negatif
Ada Irregular Antibody pada serum/plasma donor. Ganti dengan darah donor lain, lakukan cross
match lagi.
1. Cross Macth Mayor = negatif, Minor = positif, dan AC = positif
Lakukan Direct Coombs Test pada pasien. Apabila DCT = positif, hasil positif pada cross
match minor berasal dari autoantibodi. Apabila derajat postif pada minor sama atau lebih kecil
dari derajat positif pada AC/DCT, darah boleh dikeluarkan. Namun apabila derajat positif pada
minor lebih besar dibandingkan derajat positif AC/DCT, maka darah tidak boleh dikeluarkan,
ganti darah donor, lakukan cross match lagi sampai ditemukan positif pada minor sama atau
lebih kecil disbanding AC/DCT.
1. Cross Macth Mayor, Minor, dan AC = positif
Periksa ulang golongan darah pasien maupun donor, baik dengan cell grouping maupun back
typing, pastikan tidak ada kesalahan golongan darah. Lakukan DCT pada pasien, apabila positif
bandingkan derajat positif DCT dengan Minor, apabila derajat positif minor sama atau lebih
rendah dari DCT, maka derajat positif pada minor diabaikan, artinya positif tersebut berasal dari
autoantibodi. Sedangkan, apabila derajat positif terdapat pada mayor, maka positif tersebut
disebabkan adanya Irregular Antibody pada serum pasien. Ganti dengan darah donor baru hingga
ditemukan hasil mayor negatif.
Oleh : Rr. Putri Annisya A. P. (Roro)

Referensi:
 Wahyuningsih, Witri Palupi Retno. 2016. Cara Kerja Cross Match dengan Diamed Gel
Tes. RS PKU Muhammadiyah Gombong
 Wahyuningsih, Witri Palupi Retno. 2016. Interpretasi Hasil Cross Match. RS PKU
Muhammadiyah Gombong
 Giri, D. 2015. Cross-Matching : Types, Purpose, Principle, Procedure and
Interpretation [Online]. Tersedia: http://laboratoryinfo.com/cross-matching/.
 WHO dan BANBCT 2013. Standard Operating Procedure For Blood
Transfusion, Bangladesh, OPEC Foundation for International Development.
Syarifah. nd. Crossmatch (Reaksi Silang Serasi) II [Online]. Laboratorium Klinik RSKD.
Tersedia: https://labku1rskd.wordpress.com/tag/crossmatch-reaksi-silang-serasi/.

Anda mungkin juga menyukai