“GLIKOSIDA STEROID”
Dosen :
Desy Muliana Wenas,S.Si.,MSi
Disusun oleh :
Vicky Yulianto Prabowo 14330006
Henriko Suryo Windiarto 14330101
Amalia Eka Saputri 15330013
Melinda Dwi Listiyani 15330019
Rahmadyaning A.A 15330037
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan
dan ketabahan bagi hamba-Nya. Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak agar kita
tidak merasa kesulitan. Salawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-Nya yang setia
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi
maupun bahasanya, diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
menyempurnakan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi tntang
glikosida steroid/ jantung, mekanisme kerja, senyawa yang terkandung, dan metode apa yang
digunakan untuk tanaman andong dan lidah ular.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glikosida Steroid
Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid
disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap otot
jantung. Glikosida yang termasuk didalam golongan ini mempunyai sifat khas, yaitu
mempunyai aksi khas kuat terhadap oto-otot, jantung, memperkuat tonus jantung
menggiatkan dan menambah kontraksi jantung. Aglikonnya, yang juga sering disebut “genin
jantung ” mempunyai struktur steroid yang kardioaktif.
Penggunaan glikosida jantung dalam terapi yaitu dapat meningkatkan kekuatan
kontraksi sistolik. Glikosida jantung biasanya digunakan pada pasien gagal jantung kongestif.
Glikosida jantung bekerja dengan cara menghambat Na+, K+, ATP-ase.
2.4 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Metode ekstraksi ada beberapa
cara, yaitu:
1. Maserasi
Maserasi adalah suatu cara penyarian simplisia dengan cara merendam simplisia
tersebut dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar. Maserasi dilakukan dengan melakukan perendaman bagian tanaman
secara utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut dalam bejana tertutup pada
suhu kamar selama sekurang-kurangnya 3 hari dengan pengadukan berkali-kali sampai
semua bagian tanaman yang dapat larut melarut dalam cairan pelarut. Pelarut yang
digunakan adalah alkohol atau kadang-kadang juga air. Campuran ini kemudian disaring
dan ampas yang diperoleh dipress untuk memperoleh bagian cairnya saja. Cairan yang
diperoleh kemudian dijernihkan dengan penyaringan atau dekantasi setelah dibiarkan
selama waktu tertentu. Keuntungan proses maserasi diantaranya adalah bahwa bagian
tanaman yang akan diekstraksi tidak harus dalam wujud serbuk yang halus, tidak
diperlukan keahlian khusus dan lebih sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut seperti
pada proses perkolasi atau sokhletasi. Sedangkan kerugian proses maserasi adalah
perlunya dilakukan penggojogan/pengadukan, pengepresan dan penyaringan, terjadinya
residu pelarut di dalam ampas, serta mutu produk akhir yang tidak konsisten.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah suatu cara penyarian simplisia menggunakan perkolator dimana
simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru dan umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak) terus-menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat).
Perkolasi merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan
aktif dari bagian tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak cair. Sebuah perkolator,
biasanya berupa silinder yang sempit dan panjang dengan kedua ujungnya berbentuk
kerucut yang terbuka. Bagian tanaman yang akan diekstrak dibasahi dengan sejumlah
pelarut yang sesuai dan dibiarkan selama kurang lebih 4 jam dalam tangki tertutup.
Selanjutnya, bagian tanaman ini dimasukkan ke dalam perkolator dan bagian atas
perkolator ditutup. Sejumlah pelarut biasanya ditambahkan hingga membentuk lapisan
tipis di bagian tanaman yang akan dieskstrak. Bagian tanaman ini dibiarkan mengalami
maserasi selama 24 jam dalam perkolator tertutup. Setelah itu, cairan hasil perkolasi
dibiarkan keluar dari perkolator dengan membuka bagian pengeluaran (tutup bawah)
perkolator. Sejumlah pelarut ditambahkan lagi (seperti membilas) sesuai dengan
kebutuhan hingga cairan ekstrak yang diperoleh menjadi kurang lebih tiga per empat dari
volume yang diinginkan dalam produk akhir. Ampas ditekan/dipress, dan cairan yang
diperoleh ditambahkan ke dalam caira ekstrak. Selanjutnya, sejumlah pelarut
ditambahkan lagi ke dalam cairan ekstrak untuk memeperoleh ekstrak dengan volume
yang diinginkan. Campuran ekstrak yang diperoleh dijernihkan dengan penyaringan atau
sedimentasi dengan dilanjutkan dengan dekantasi.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya dalam jangka
waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel dan
mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan
ketika mencapai bagian atas tabung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.
Pada teknik ekstraksi ini, bagian tanaman yang sudah digiling halus dimasukkan ke
dalam kantong berpori (thimble) yang terbuat dari kertas saring yang kuat dan
dimasukkan ke dalam alat sokhlet untuk dilakukan ekstraksi. Pelarut yang ada dalam labu
akan dipanaskan dan uapnya akan mengembun pada kondenser. Embunan pelarut ini
akan merayap turun menuju kantong berpori yang berisi bagian tanaman yang akan
diekstrak. Kontak antara embunan pelarut dan bagian tanaman ini menyebabkan bahan
aktif terekstraksi. Ketika ketinggian cairan dalam tempat ekstraksi meningkat hingga
mencaapai puncak kapiler maka cairan dalam tempat ekstraksi akan tersedot mengalir ke
labu selanjutnya.
Proses ini berlangsung secara terus-menerus (kontinyu) dan dijalankan sampai tetesan
pelarut dari pipa kapiler tidak lagi meninggalkan residu ketika diuapkan. Keuntungan dari
proses ini jika dibandingkan dengan proses-proses yang telah dijelaskan sebelumnya
adalah dapat mengekstrak bahan aktif dengan lebih banyak walaupun menggunakan
pelarut yang lebih sedikit. Hal ini sangat menguntungkan jika ditinjau dari segi
kebutuhan energi, waktu dan ekonomi. Pada skala kecil, proses ini hanya dijalankan
secara batch. Namun, proses ini akan lebih ekonomis jika dioperasikan secara kontinyu
dengan skala menengah atau besar.
Beberapa keuntungan ekstraksi sokhletasi adalah sampel bagian tanaman
terusmenerus berkontak dengan embunan pelarut segar yang turun dari kondenser
sehingga selalu mengubah kesetimbangan dan memepercepat perpindahan massa bahan
aktif, suhu ekstraksi cenderung tinggi karena panas yang diberikan pada labu destilasi
akan mencapai sebagian ruang ekstraksi, tidak memerlukan penyaringan setelah tahap
leaching, kapasitas alat ekstraksi dapat ditingkatkan dengan melakukan ekstraksi secara
kontinyu atau paralel karena harga peralatannya cukup murah, dan bahkan mampu
mengekstraksi sampel yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan teknik ekstraksi
yang baru, peralatan dan pengoperasian alatnya sederhana sehingga hanya memerlukan
sedikit latihan untuk mengoperasikan alat ekstraksi dengan baik, ekstraksi sohlet tidak
bergantung pada bagian tanaman yang akan diekstrak. Kelemahan ekstraksi dengan
sokhlet ini adalah jika dibandingkan dengan teknik ekstraksi yang lain maka teknik
ekstraksi ini memerlukan ekstraksi yang panjang dan pelarut yang banyak. Hal ini
menyebabkan timbulnya biaya tambahan utnuk membuang/mengolah sisa pelarut dan
kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Karena sampel diekstraksi pada titik
didih pelarut dalam jangka waktu yang cukup lama, maka bahan aktif yang tidak tahan
panas dapat mengalami dekomposisi. Alat ekstraksi sokhlet tidak mempunyai pengaduk
untuk mempercepat proses ekstraksi. Penguapan/pemekatan ekstrak perlu dilakukan
karena ekstraksi dengan sokhlet menggunakan pelarut dalam jumlah besar. Teknik
ekstraksi ini juga dibatasi oleh selektivitas pelarut dan susah dioperasikan secara
otomatis.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya dilakukan padasuhu 40-60oC.
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15menit. Infus
dibuat dengan maserasi bagian tanaman dengan air dingin atau air mendidih dalam
jangka waktu yang pendek. Pemilihan suhu infus tergantung pada ketahanan senyawa
bahan aktif yang selanjutnya segera digunakan sebagai obat cair. Hasil infus tidak bisa
digunakan dalam jangka waktu yang lama karena tidak menggunakan bahan pengawet.
Namun pada beberapa kasus, hasil infusi (larutan infus) dipekatkan lagi dengan
pendidihan untk mengurangi kadar airnya dan ditambah sedikit alkohol sebagai
pengawet.
7. Dekoksi
Dekoksi adalah ekstraksi pada suhu 90oC menggunakan pelarut air selama 30 menit.
Pada proses dekoksi, bagian tanaman yang berupa batang, kulit kayu, cabang, ranting,
rimpang atau akar direbus dalam air mendidih dengan volume dan selama waktu tertentu
kemudian didinginkan dan ditekan atau disaring untuk memisahkan cairan ekstrak dari
ampasnya. Proses ini sesuai untuk mengekstrak bahan bioaktif yang dapat larut dalam air
dan tahan terhadap panas. Ekstrak Ayurveda yang disebut quath atau kawath diperoleh
melalui proses dekoksi. Rasio antara massa bagian tanaman dengan volume air
biasanypea 1:4 atau 1:16. Selama proses perebusan terjadi penguapan air perebus secara
terusmenerus, sehingga volume cairan ekstrak yang diperoleh biasanya hanya seperempat
dari volume semula. Ekstrak yang pekat ini selanjutnya disaring dan segera digunakan
atau diproses lebih lanjut.
2.6 Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth) & Daun Lidah Ular (
Tumbuhan andong (Cordyline terminalis Kunth) adalah tumbuhan yang termasuk
dalam golongan monokotil dan sering di manfaatkan sebagai tanaman hias. Tanaman andong
atau nama lainnya hanjuang merupakan salah satu tumbuhan perdu familia Liliaceae. Selain
difungsikan sebagai tanaman hias, tanaman andong ternyata mempunyai khasiat yang bisa
menyembuhkan berbagai penyakit disentri, diare, memar, radang gusi, dan asma.
Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa ekstrak andong mengandung
senyawa-senyawa golongan fenolik, flavonoid, steroid dan saponin. Menurut Putra, dkk.,
(2015) ekstrak daun tanaman andong mempunyai aktivitas antibakteri dan antioksidan.
Dyary, dkk., (2014) menemukan bahwa daun tanaman andong bersifat sitotoksik terhadap sel
vero dengan nilai IC50 sebesar 48,1 µg/mL. Isolasi dan identifikasi senyawa dari fraksi aktif
sitotoksik daun andong terhadap larva udang (Artemia salina Leach) juga telah dilakukan dan
menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh adalah senyawa saponin steroid spirostan
(Bogoriani, dkk., 2007).
1) Klasifikasi Tanaman Andong (Cordyline terminalis Kunth)
Klasifikasi tanaman andong adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Viridliplantae
Infra Kingdom : Streptophyta
Super Divisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Sub Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Super Orde : Lilianae
Ordo : Asparagales
Famili : Asparagaceae
Genus : Cordilyne Comm. Ex R. Br.
Spesies : Cordilyne Fructiosa (L). A. Chev
PEMBAHASAN
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Fraksi n-heksana, Fraksi Diklorometana, Fraksi Etil
Asetat dan Fraksi Metanol
No. Uji Fraksi
Metanol n-heksana Diklorometana Etil asetat
1. Flavonoid + - + +
2. Steroid/ Terpenoid + - + +
3. Saponin + - + +
4. Alkaloid - - + +
5. Tanin + + + +
Pemisahan dan Pemurnian
Hasil maserasi 3 kg daun andong diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak
315 gram dan berwarna hitam kecoklatan. Pemisahan dan pemurnian dari fraksi
diklorometana dilakukan menggunakan metode KVC dan KKG. Pada proses KVC
sampel yang digunakan sebanyak 15 gram dan dihasilkan 33 fraksi eluat dengan
kepolaran yang berbeda. Semua eluat diuji dengan KLT untuk mengetahui pola
distribusi senyawa sehingga dapat digabungkan senyawa dengan nilai Rf yang
sama. Fraksi digabungkan menjadi 7 fraksi berdasarkan kemiripan pola distribusi
pada plat KLT seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Jumlah Setiap Fraksi Gabungan Hasil KVC
No Botol Kode fraksi gabungan Jumlah(g) Rendemen(%)
1. 1-2 A 0,60 4
2. 3-10 B 2,36 15,74
3. 11-15 C 1,47 9,8
4. 16-21 D 1,76 11,73
5. 22-25 E 1,81 7,87
6. 26-30 F 1,50 10
7. 31-33 G 0,09 6
Fraksi dengan massa terbanyak yaitu fraksi B (2,36 gram) diteruskan untuk
pemisahan lebih lanjut menggunakan metode KKG. Proses KKG dilakukan
menggunakan eluen bergradien dengan pelarut berturut-turut yaitu
diklorometana:etil asetat (1:9), etil asetat 100% dan metanol 100%.
Berdasarkan hasil KLT vial dengan nomor 3-5 memiliki pola pemisahan yang
sama. Vial-vial ini kemudian digabungkan dan diberi kode fraksi B1 dan pelarutnya
diuapkan. Massa yang diperoleh sebanyak 10,97 mg. Isolat B1 kemudian diuji
kemurniannya menggunakan beberapavariasi eluen dengan KLT satu dan dua
dimensi untuk menentukan noda yang terbentuk. Berdasarkan hasil KLT isolat B1
dengan berbagai eluen pada satu dan dua dimensi menunjukkan bahwa isolat
memiliki noda tunggal. Hal ini berarti bahwa isolat B1 sudah relatif murni.
Selanjutnya isolat ini dikarakterisasi menggunakan spektroskopi ultra violet-visible
(UV-Vis) dan spektroskopi inframerah.
Isolat B1 279,56
Karakterisasi Senyawa
Serapan pada daerah bilangan gelombang 1272 cm-1 dengan bentuk pita
tajam dan intensitas sedang menunjukkan serapan alkohol sekunder (-CH-OH).
Pada bilangan gelombang 1203-1172 cm-1 dengan bentuk pita tajam dan intensitas
kuat menunjukkan adanya ikatan C-O-C eter dari struktur. Dari data ini dapat
disimpulkan bahwa senyawa isolat B1 mengandung gugus hidroksil (OH), alkil
(CH3 dan CH2), alkohol sekunder (-CH-OH) dan ikatan C rangkap dua (C=C).
Spektrum IR dari isolat B1 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar.1 Spektrum UV-Vis Isolat B1
c. Pembahasan
Tabel Hasil Uji Fitokim Tanaman Lidah ular
Uji Fitokimia Pereaksi Hasil
Alkaloid Meyer (-)
Wagner (-)
Dragendorff (+)
Flavonoid Mg+HCl pekat +amil alcohol (+)
Saponin (-)
Steroid & triterpenoid Kloroform+ asetat anhidrat (+)
Glikosida Jantung Asam asetat glasial+FeCl3+H2SO4 pekat (+)
Tanin FeCl3 0,1 % (+)
1) Identifikasi Alkaloid
Identifikasi alkaloid ini menggunakan metode penyaringan. Dengan cara ini
komponen dari zat uji disaring dengan pelarut yang spesifik. Cairan penyaring
akan masuk ke dalam sel-sel dari sampel dan zat yang terlarut dapat larut dalam
larutan penyaring. Larutan yang mengandung zat tersaring dari bahan yang
telah disaring. Penambahan kloroform pada sampel yang telah dihaluskan
menghasilkan larutan yang mempunyai perbedaan warnalarutan. Penambahan
ammonia yang disertai pemanasan pengocokkan dan penyaringan menyebabkan
perubahan warna larutan dari warna asalnya. Fungsi penambahan ammonia ini
yaitu sebagai senyawa aktif yang berada pada sampel yang terekstraksi dalam
kloroform dalam suasana basa (daun yang diujikan menjadi basa bebas).
Penambahan ammoniak ini juga membantu dalam melarutkan sampel.
Adanya alkaloid pada ekstrak nisbi kasar diuji dengan menggunakan
pereaksi
Meyer, pereaksi Wagner dan pereaksi Dragendorf. Pereaksi Meyer mengandung
kalium iodida dan merkuri klorida. Sementara pereaksi Wagner mengandung
kalium iodida dan iod. Metabolisme reaksi wagner ini terjadi jika ada asam,
reaksi dapat terjadi karena adisi ion hidrogen pada ikatan rangkap dua lalu
membentuk karbokation. Dimana elektron dari bagian lain molekul tertarik ke
atom karbon yang bermuatan positif, dan terbentuk ikatan kimia baru dengan
penyingkiran ion hidrogen atau adisi ion negatif. Sedangkan pereaksi
Dragendorf mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit
berair. Pereaksi-pereaksi ini digunakan berdasarkan kesanggupan alkaloid untuk
bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri,
bismut,
tungsten, atau iod.
Dari hasil penelitian, pada tanaman Lidah ular uji alkaloid menunjukkan
hasil positif baik menggunakan pereaksi Meyer, Wagner, maupun Dragendorf.
Jadi pada tanaman alang-alang dan lidah ular mengandung alkaloid, dimana
seperti kita ketahui alkaloid merupakan senyawa metabolit yang terdapat dalam
sejumlah besar tumbuhan dan mempunyai peranan penting dalam dunia
kesehatan.
2) Identifikasi Flavonoid
Pada uji ini menggunakan pereaksi Magnesium. Magnesium digunakan sebagai
pereduksi dimana reduksi tersebut dilakukan dalam suasana asam dengan
penambahan HCl. Reduksi dengan magnesium dan asam klorida pekat
menghasilkan warna coklat tua kemerahan pada tanaman lidah ular. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tanaman lidah ular positif mengandung flavonoid.
3) Identifikasi Saponin
Pembentukkan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi sampel daun
merupakan bukti bahwa dalam sampel tersebut mengandung saponin.
Identifikasi saponin pada percobaan ini merupakan suatu uji yang sederhana,
dimana ampas alkaloid ditambahkan dengan akuadeskemudian dilakukan
pengocokkan, lalu diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada
permukaan cairan. Digunakan sisa identifikasi alkaloid karena dalam
identifikasi alkaloid digunakan pengekstrakan dengan menggunakan kloroform.
Apabila diambil dari sisa identifikasi flavonoid, saponin yang terdapat dalam
sampel sulit untuk memekatkan ekstrak alkohol-air dengan baik. Dari hasil
penelitian baik sampel tanaman lidah ular memberikan hasil yang negatif.
Dengan demikian pada tanaman lidah ular tersebut tidak mengandung saponin.
4) Identifikasi Steroid dan Triterpenoid
Identifikasi steroid dan triterpenoid menggunakan uji Lieberman-Burchard
(anhidrida asetat – H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakkan triterpena dan
sterol memberikan warna hijau – biru. Tidak ada uji tunggal yang dapat
membedakan triterpenoid dan steroid sebagai golongan dari kandungan
tumbuhan yang lain. Pada penelitian yang dilakukan, sampel diekstrak dengan
kloroform, kemudian ke dalam filtrat ditambahkan asetat anhidrat. Larutan
kemudian dipekatkan dan diasamkan dengan asam sulfat pekat. Pada sampel
lidah ular menunjukkan hasil positif mengandung steroid dan triterpenoid.
5) Identifikasi Tanin
Identifikasi tanin dilakukan dengan pereaksi FeCl3 0,1% dimana lidah ular
terlebih dahulu dididihkan dalam tabung reaksi yang berisi air. Uji tanin dalam
sampel positif apabila hasil menunjukkan warna hijau kecoklatan atau biru
kehitaman. Dari hasil penelitian diperoleh larutan berwarna kecoklatan yang
menunjukkan tanaman tersebut positif mengandung tanin.
6) Identifikasi glikosida
Ekstrak lidah ular dicampur dengan asam asetat glasial yang berisi satu tetes
larutan FeCl3. Hasil dari uji glikosida jantung ditentukan dengan penambahan 1
ml H2SO4 pekat ke dalam campuran. Dari hasil penelitian, pada tanaman lidah
ular terbentuk suatu cincin berwarna coklat yang ada pada permukaan yang
menandakan adanya kardenolida (glikosida jantung).
BAB IV
KESIMPULAN
1. Glikosida jantung atau steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid.
Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan
spesifik terhadap otot jantung. Glikosida yang termasuk didalam golongan ini
mempunyai sifat khas, yaitu mempunyai aksi khas kuat terhadap oto-otot, jantung,
memperkuat tonus jantung menggiatkan dan menambah kontraksi jantung.
2. Penggunaan glikosida jantung dalam terapi yaitu dapat meningkatkan kekuatan
kontraksi sistolik. Glikosida jantung biasanya digunakan pada pasien gagal jantung
kongestif. Glikosida jantung bekerja dengan cara menghambat Na+, K+, ATP-ase.
3. Glikosida jantung mempunyai mekanisme kerja penghambatan Na+/K+ ATPase yang
merupakan inhibitor transport aktif Na+ dan K+ yang kuat dan sangat selektif untuk
melintasi membran sel, dengan cara berikatan pada suatu tempat khusus pada sisi
ekstrasitoplasma di sub unit α pada Na+/K+-ATPase, sejenis enzim “pompa Na” dalam
sel. Pengikatan glikosida jantung dengan Na+/K+-ATPase dan penghambatan pompa
ion dalam sel ini bersifat reversible dan dihantarkan secara entropik.
4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tanaman lidah ular mengandung
senyawa aktif alkaloid, flavanoid, steroid, terpenoid, dan tannin dan juga senyawa
glikosida. Sedangkan senyawa saponin tidak terdapat pada tanaman lidah ular.
5. Berdasarkan spektrum UV-Vis dan spektrum IR menunjukkan pada tanaman andong
adanya senyawa steroid pada fraksi B1. Aktivitas sitotoksik yang ditimbulkan oleh
isolat B1 termasuk sitotoksik moderat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardji, Ari Widiyantoro, Lia Destiarti. 2018. Krateristik Senyawa Steroid Dari Fraksi
Diklorometan Batang Tanaman Andong (Cordyline fruticosa) Dan Aktivitas
Sitotoksinya Terhadap Sel HeLa. JKK, Tahun 2018, Vol 7(1), halaman 48-52.
2. Seniwaty, Raihanah, Ika Kusuma Nugraheni, Dewi Umaningrum. 2009. Skrining
Fitokimia Dari Alang-Alang (Imperata Cylindrica L.Beauv) Dan Lidah Ular
(Hedyotis Corymbosa L.Lamk). Sains dan Terapan Kimia, Vol. 3 No. 2 (Juli 2009),
124 – 13
3. Bogoriani, N.W., Santi, S.R., & Asih, Sarsiti, I.A.R. 2007. Isolasi Senyawa Sitotoksik
dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth). J. Kim. 1(1): 2-4.
4. Anonynous, 2006. Tanaman Obat Indonesia. Lidah ular
http://www.iptek.net.id/indp_tanobat/ view.php?d=237
5. Harborne, J B. 1996. Metode Fitokimia. ITB. Bandung.
6. Wijayakusuma, H. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 2. Pustaka
Kartini. Jakarta.