Anda di halaman 1dari 16

REVISI

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

Topik : SEMEN SENG FOSFAT


Kelompok : B10
Tgl. Praktikum : 12 November 2014
Pembimbing : Titien Hary Agustantina, drg., M.Kes

No. Nama NIM


1 ZULFA F PRANADWISTA 021311133105
2 DEA AISYAH 021311133107
3 MEIDIANA ADININGSIH 021311133108
4 DINDA KHAIRUNNISA R 021311133109
5 JERRY SAIFUDIN 021311133110

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

0
1. TUJUAN
1.1. Dapat memanipulasi semen seng fosfat yang digunakan untuk basis dan
luting dengan cara yang tepat.
1.2. Dapat mengamati perbedaan konsistensi antara semen seng fosfat sebagai
basis dan luting.
1.3. Dapat mengamati perbedaan setting time antara semen seng fosfat sebagai
basis dan luting.

2. CARA KERJA
2.1. Bahan

a. Bubuk dan cairan semen seng fosfat


b. Vaselin

a b

Gambar 2.1. Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum. a. semen seng fosfat
b.vaselin

2.2 Alat :

a. Glass slab (kaca tebal)


b. Kaca tipis
c. Spatula semen
d. Stopwatch
e. Cetakan sampel
f. Celluloid strip
g. Plastik filling instrument
h. Kuas kecil
i. Timbangan digital

1
j. Jarum Gillmore
k. Pisau malam

j
e h
c

i
a
g
b d

Gambar 2.2. Alat – alat yang digunakan untuk praktikum. a. jarum Gillmore, b. kaca
tebal, c. timbangan digital, d. kaca tipis, e. cetakan, f. stopwatch, g.
kuas, h. plastic filling instrument¸i. pisau malam, j. spatula semen.

2.3 Cara kerja:

a. Alat dan bahan disiapkan.


b. Cetakan disiapkan dengan sisi dalam cetakan diolesi dengan vaselin
menggunakan kuas, dialasi dengan celluloid strip dan diletakkan di atas
kaca tipis.
c. Bubuk semen seng fosfat diambil dan ditimbang di atas timbangan digital,
dicatat sebagai berat awal bubuk. Bubuk semen diambil 1 sendok takar,
berat diukur kembali sebagai berat akhir bubuk. Berat akhir dan berat awal
bubuk diambil selisihnya sebagai berat bubuk yang digunakan.
d. Semen yang sudah ditakar, diletakkan di atas glass lab dan dibagi menjadi
3 bagian.
e. Botol cairan diambil dan di timbang di atas timbangan digital, dicatat
sebagai berat awal cairan. Cairan ditetesken secara vertikal di atas glass
slab tanpa tekanan. Botol cairan ditimbang kembali untuk mendapatkan
berat akhir cairan. Berat akhir dan berat awal cairan diambil selisihnya
sebagai berat cairan yang digunakan.
f. Jumlah cairan yang digunakan untuk semen seng fosfat sebagai luting
adalah sebanyak 3 tetes, sedangkan sbagai basis sebanyak 2 tetes.
g. Bubuk bagian pertama dicampur dengan cairan menggunakan spatula
selama 10 detik, waktu mulai pengadukan bubuk dan cairan dicatat.
Semen diaduk dengan dengan gerakan memutar dan menekan spatula pada

2
glass lab sambil dilakukan spreading. Bubuk bagian kedua ditambahkan
dan diaduk dengan cara yang sama, demikian seterusnya pada bagian
ketiga dilakukan pengadukan selama kurang lebih 40 detik hingga
homogen (bubuk dan cairan telah tercampur dengan sempurna).
h. Campuran bubuk dan cairan yang telah homogen dilakukan spreading
yang lebih pada glass lab.
i. Campuran antara bubuk dan cairan yang dikumpulkan menjadi satu.
j. Konsistensi semen seng fosfat yang telah diaduk dilakukan pengujian.
 Konsistensi semen seng fosfat sebagai luting dapat diketahui dengan
spatula diletakkan miring 45o terhadap glass slab dan adonan semen
ditarik keatas dengan ketinggian kurang lebih 2 cm, ketika semen ikut
terangkat tanpa terputus maka konsistensi untuk luting sudah
didapatkan.
 Konsistensi semen seng fosfat sebagai basis tercapai apabila adonan
dapat dibentuk menjadi bola / bulatan dan tidak melekat pada glass
lab.
k. Adonan semen dimasukkan ke dalam cetakan sampel yang telah disiapkan
dengan bantuan plastic filling instrument hingga penuh.
l. Permukaan adonan semen seng fosfat dilapisi dengan celluloid strip dan
kaca tipis.
m. Cetakan sampel yang telah dilapisi oleh celluloid strip dan kaca tipis
ditekan dengan telunjuk.
n. Kaca tipis dilepaskan dari permukaan dan ditunggu hingga celluloid strip
sudah dapat dilepas.
o. Jika celluloid strip sudah dapat dilepas, jarum Gillmore ditekan pada
permukaan adonan semen seng fosfat dengan interval 5 detik ketika
mendekati setting time (ketika dilakukan penekanan awal bekas tekanan
sudah hampir hilang). Bekas tekanan jarum Gillmore tidak boleh ditempat
yang sama.
p. Uji setting time dilakukan hingga tidak ada bekas cekungan dari jarum
Gillmore.

3
3. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 3.1. Setting time semen seng fosfat yang dimanipulasi sebagai basis.

BUBUK CAIRAN
Berat Berat Berat Berat
setting time
awal akhir Selisih awal akhir Selisih
(gram) (gram) (gram) (gram)
8 menit
58,76 5847 0,29 24,22 24,07 0,15
45 detik
BASIS

10 menit
58,03 57,75 0,28 23,96 23,85 0,11
35 detik
9 menit
57,41 57,12 0,29 23,66 23,53 0,13
55 detik
9 menit
RATA-RATA 0,287 0,13
45 detik

Tabel 3.2. Setting time semen seng fosfat yang dimanipulasi sebagai luting.
BUBUK CAIRAN
Berat Berat Berat Berat setting time
Selisih Selisih
awal akhir awal akhir (menit:detik)
(gram) (gram)
(gram) (gram) (gram) (gram)
LUTING

18 menit
59,03 58,76 0,27 24,41 24,22 0,19
25 detik
18 menit
57,75 57,41 0,34 23,85 23,66 0,19
50 detik
18 menit
RATA-RATA 0,305 0,19
37 detik

4. PEMBAHASAN
Semen Seng fosfat merupakan semen yang memiliki sejarah paling
panjang, sehingga material ini memiliki aplikasi yang paling luas. Mulai dari
semen sebagai luting, cavitas liner dan basis untuk melindungi pulpa dari stimulus
mekanik, termal, maupun elektrik suatu restorasi (O’Brien 2002, p 136).

4
Semen seng fosfat terdiri dari bubuk putih yang dicampurkan dengan
cairan. Bubuk semen ini paling banyak mengandung zinc oksida dengan 10%
magnesium oksida, dan cairannya merupakan asam phosporic encer dengan
konsentrasi 45-64% ( Van Nort 2002, p. 260)
Magnesium oksida yang terdapat didalam bubuk semen seng fosfat
membantu mempertahankan warna putih dari semen. Keuntungan lainnya adalah
membuat proses pulverisation zinc oksida menjadi lebih mudah, dan juga
meningkatkan compressive strenght dari semen. Oksida lain seperti sillika dan
aluminium ditambahkan dengan jumlah yang lebih kecil sekitar 5% untuk
meningkatkan sifat mekanik dari material, dan memberikan berbagai tingkat
warna. Terkadang ada juga beberapa pabrik yang memberikan flouride yang
memiliki berbagai keuntungan (Van Nort 2002, p. 260).
Cairan dari semen seng fosfat memiliki sifat buffer dengan kombinasi dari
oksida yang terkandung di dalam bubuk dengan magnesium hidroksida yang
berperan untuk membentuk phosphate pada cairan. (Van Nort 2002, p. 260).
Saat bubuk dan cairan semen seng fosfat dicampur, asam fosfat
melarutkan partikel zinc oxide pada area superfisial. Zinc oxide yang bercampur
degnan asam fosfat menghasilkan suatu reaksi asam basa sehingga terbentuk asam
seng fosfat [Zn(H2PO4)2].
ZnO + 2 H3PO4 → Zn(H2PO4)2 + H2O

Kemudian diikuti oleh reaksi yang kedua, yaitu reaksi antara partikel zinc
oxide dengan produk reaksi yang pertama, yaitu asam seng fosfat sehingga
menghasilkan senyawa seng fosfat yang terhidrasi. Reaksi ini merupakan reaksi
eksotermis.

ZnO + Zn(H2PO4)2 + 2H2O → Zn3(PO4)2.4H2O (Hopeit)

Senyawa ini hampir tidak larut dan terkristalisasi untuk membentuk


matriks fosfat yang mengikat partikel zinc oxide yang tidak bereaksi. Adanya
aluminium dalam material diperkirakan dapat mencegah terjadinya proses
kristalisasi, sehingga menghasilkan matriks yang seperti kaca, yaitu berupa gel

5
aluminofosfat. Keberadaan magnesium juga dapat menunda berlangsungnya
proses kristalisasi. (Van Noort 2013, p. 217)
Dalam literatur lain (Anusavice 2013, p. 316) menyebutkan bahwa partikel
zinc oxide yang tersisa atau tidak larut dalam asam fosfat bereaksi dengan
aluminium fosfat sehingga membentuk gel seng aluminofosfat. Semen yang telah
setting mengandung partikel zinc oxide yang tidak bereaksi terbungkus di dalam
matriks seng aluminofosfat.
Reaksi eksotermik yang timbul setelah bubuk dan cairan semen seng fosfat
dicampur memberikan kerugian berupa working time yang singkat. Untuk
mengatasi kerugian tersebut, dapat disiasati dengan cara sebagai berikut: (Craig
2002, pp. 596-7).
1. Menggunakan glass slab yang dingin atau tebal
Pada glass slab yang tebal atau dingin, memungkinkan untuk menyerap
panas lebih banyak dari pada glass lab yang tipis. Penggunaan glass slab
dingin dapat memperpanjang working time dan memperpendek setting time.
2. Menggunakan teknik spreading
Teknik spreading pada saat pengadukan juga dapat mengurangi reaksi
eksotermis, karena dengan cara tersebut bidang pengadukan akan lebih luas,
sehingga panas yang dapat diserap oleh glass slab akan lebih banyak.
3. Membagi bubuk menjadi beberapa bagian
Pembagian bubuk menjadi beberapa bagian menyebabkan reaksi eksotermik
yang dihasilkan akan bertahap dan sedikit demi sedikit, sehingga panas yang
dihasilkan tidak terlalu banyak. Keuntungan lain dari membagi bubuk
menjadi bagian-bagian kecil adalah mendapatkan konsistensi yang
diinginkan.
Pada manipulasi semen seng fosfat rasio bubuk dan cairan tergantung pada
aplikasinya. Jika digunakan untuk basis membutuhkan konsistensi putty like
dengan rasio bubuk dan cairan yang digunakan adalah 3,5:1. Sedangkan untuk
lutting ditambahkan cairan. Rasio bubuk dan cairan yang lebih rendah bermanfaat
untuk mendapatkan sifat flow yang lebih baik sehingga terjadi seating yang benar.
(McCabe 2008, p. 273).

6
Working time seng fosfat umumnya 60-90 detik, dalam rentang waktu
tersebut cukup untuk menghasilkan campuran seng fosfat yang baik (Craig 2002,
p. 597).
Pada manipulasi semen seng fosfat sebagai luting, didapatkan setting time
selama 18 menit 25 detik dengan bubuk 0,27 gram dan cairan 0,19 gram pada
percobaan pertama dan 18 menit 50 detik dengan bubuk 0,34 gram dan cairan
0,19 gram pada percobaan kedua. Konsistensi yang dihasilkan cukup encer.
Sedangkan pada manipulasi semen seng fosfat sebagai basis didapatkan setting
time selama 8 menit 45 detik dengan bubuk 0,29 gram dan cairan 0,15 gram pada
percobaan pertama, 10 menit 35 detik dengan bubuk 0,28 gram dan cairan 0,11
gram pada percobaan kedua, dan 9 menit 55 detik dengan bubuk 0,29 gram dan
cairan 0,13 gram pada percobaan kedua. Konsistensi yang dihasilkan cukup padat
sehingga dapat dibentuk menjadi bola. Setting time yang didapatkan pada
percobaan yang telah dilakukan sangat menunjukkan bahwa setting time semen
seng fosfat sebagai luting lebih lama dari pada sebagai basis. Perbedaan setting
time ini disebabkan karena terdapat perbedaan pada rasio bubuk dan cairan yang
dugunakan. Rasio bubuk dan cairan yang digunakan pada manipulasi semen seng
fosfat sebagai luting lebih kecil dari pada sebagai basis. Atau dalam arti jumlah
cairan yang digunakan pada manipulasi sebagai luting lebih banyak dari pada
basis. Pada manipulasi seng fosfat sebagai luting diperlukan hasil campuran yang
tipis, sehingga diperlukan rasio bubuk dan cairan yang lebih kecil untuk
menghasilkan konsistensi yang lebih encer. Rasio bubuk dan cairan yang lebih
kecil dapat memperpanjang setting dan working time. (Anusavice 2013, p. 317)
Hal ini disebabkan karena partikel zinc oxide yang digunakan dalam reaksi
menjadi lebih banyak, sehingga pembentukan matrik yang menyelubungi partikel
sisa zinc oxide semakin cepat. (Cirns 2004, p: 195)

7
5. SIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan yang telah dilakukan,
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

Semen seng fosfat yang diaplikasikan sebagai basis memiliki konsistensi yang
lebih kental dari pada sebagai luting. Semen seng fosfat yang diaplikasikan
sebagai basis memiliki etting time yang lebih cepat dari pada sebagai luting.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice K. J. 2013. Philip’s Science of Dental Materials. 12th ed. St Louis :


Elsevier Saunders. pp: 316-317.
Cairns D. 2004. Intisari Kimia Farmasi. 2nd ed. EGC. p: 195.
Craig, Robert and John M. Power. 2002. Restorative Dental Material. Ed. 11th.
Missouri: Mosby Inc. pp. 596-597.
McCabe, JF dan Walls, Angus WG. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed.
Victoria : Blackwell Science publ, Inc. p. 273.
O’Brien W.J. 2002. Dental Material and Their Selection. 3rd ed. Michigan.
Quintessence Publishing Co Inc. p. 136.
Van Noort R. 2013. Introduction to Dental Materials. 4th ed. Elsevier. p: 217.
Van Noort. 2002. Introduction to Dental Materials. 2nd ed. Mosby Elsevier. p.260.

9
LAMPIRAN

O’Brien W.J. 2002. Dental Material and Their Selection. 3rd ed. Michigan.
Quintessence Publishing Co Inc. pp. 232.

McCabe, JF dan Walls, Angus WG. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed.
Victoria : Blackwell Science publ, Inc. p. 273.

10
Cairns D. 2004. Intisari Kimia Farmasi. 2nd ed. EGC. p: 195.

11
Van Noort R. 2013. Introduction to Dental Materials. 4th ed. Elsevier. p: 217.

12
Van Noort. 2002. Introduction to Dental Materials. 2nd ed. Mosby Elsevier. p.260.

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai