Anda di halaman 1dari 13

Sindrom Patau pada Neonatus Cukup Bulan

Rahmah Munawwarah Binti Mohamad Safir


102015224
Alamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jl. Arjuna Utara No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jakarta, Indonesia.
Email: munamursyid96@gmail.com

Abstrak
Sindrom Patau (Trisomi 13) merupakan kelainan genetik dengan jumlah kromosom 13 sebanyak
3 buah. Sindrom malformasi multikompleks yang berhubungan dengan trisomi 13 pertama kali
dijelaskan oleh Dr.Klaus Patau pada tahun 1960. Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-
disjunction (kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk berpisah) saat pembelahan
miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal
(85%), dapat pula terjadi akibat translokasi genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe
klasik, translokasi, dan mosaik. Karakteristik trisomi 13 adalah anomali multipel yang berat
termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah, defek jantung, anomali ginjal, dan anomali
ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa mikrosefal, cyclops (mata tunggal), struktur nasal
abnormal, cleft bibir dan palatum, low set ears, dan polidaktili.
Kata kunci: Sindrom Patau, trisomi 13, non-disjunction miosis

Abstract
Patau Syndrome (Trisomy 13) is a genetic disorder with three 13 chromosomes. The multicomplex
malformation syndrome associated with trisomy 13 was first described by Dr. Klaus Patau in
1960. The cause of trisomy 13 can occur as a result of non-disjunction (failure of 1 pair or more
homologous chromosomes to separate) during division of meiosis I or meiosis II. Trisomy 13 is
usually associated with maternal non-disjunction meiosis (85%), can also occur due to genetic
translocation. There are 3 types of trisomy 13 which are classic type, translocation, and mosaic.
Characteristics of trisomy 13 are severe multiple anomalies including central nervous system
anomalies, facial anomalies, heart defects, renal anomalies, and limb anomalies. Clinical
manifestations can be microcephaly, cyclops (single eye), abnormal nasal structures, cleft lips and
palate, low sets of ears, and polydactyly.
Keywords: Patau Syndrome, trisomy 13, non-disjunction meiosis

1
Pendahuluan

Sindrom Patau (trisomi 13) merupakan kelainan genetik dengan jumlah kromosom 13
sebanyak 3 buah yang terjadi karena kesalahan dalam pemisahan kromosom homolog atau non-
disjunction selama proses miosis. Insiden Sindrom Patau terjadi pada 1:8.000-12.000 kelahiran
hidup, insidensi akan meningkat dengan meningkatnya usia ibu. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13
diantaranya adalah trisomi 13 klasik, trisomi 13 translokasi, dan trisomi 13 mosaik.1

Penyebab trisomi 13 dapat terjadi akibat non-disjunction (kegagalan 1 pasang atau lebih
kromosom homolog untuk berpisah) saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya
berhubungan dengan non-disjunction miosis maternal (85%), dapat pula terjadi akibat translokasi
genetik. Terdapat 3 tipe pada trisomi 13 yaitu tipe klasik, translokasi, dan mosaik. Karakteristik
trisomi 13 adalah anomali multipel yang berat termasuk anomali sistem saraf pusat, anomali wajah,
defek jantung, anomali ginjal, dan anomali ekstremitas. Manifestasi klinisnya dapat berupa
mikrosefal, cyclops (mata tunggal), struktur nasal abnormal, cleft bibir dan palatum, low set ears,
dan polidaktili.1

Trisomi 13 dapat didiagnosis sebelum kelahiran (prenatal). Diagnosis prenatal dilakukan


bila kehamilan yang terjadi memiliki risiko mengalami kelainan kongenital pada janinnya,
terutama bila terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan kongenital. Tidak ada terapi spesifik
atau pengobatan untuk trisomi 13. Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisomi 13 memiliki
masalah fisik yang berat. Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir
mati (still birth). Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Rata-rata usia bayi
dengan trisomi 13 adalah 2,5 hari hanya 1 dari 20 bayi yang akan bertahan lebih dari 6 bulan.1

2
Anamnesis

Berdasarkan skenario yang diberikan, pasien merupakan seorang neonatus cukup bulan, 39
minggu, lahir spontan, dengan kelainan bawaan ganda (multiple congenital anomalies). Berat lahir
2200 gram, panjang badan 45 cm. Didapatkan wajah yang dismorfik dengan bentuk kepala
holoprosencephaly, aplasia cutis, hypotelorism (jarak mata yang dekat), hidung yang hypoplastic,
bilateral cleft and palate, bentuk telinga yang abnormal dan low-set. Didapatkan tangan yang
clenched (menggenggam tidak sempurna), polydactily dan kaki yang mempunyai tumit yang
menonjol (rocker-bottom feet). Pada pemeriksaan auskultasi terdapat bising jantung. Pada
konsultasi dengan spesialis jantung anak, didapatkan AVSD besar. Untuk menegakkan diagnosis
pada pasien tersebut, maka saya harus melanjutkan anamnesis dengan lebih mendalam.

Pertama yang perlu ditanyakan adalah identitas ibu seperti nama ibu, usia ibu, tempat
tinggal, dan perkerjaan. Seterusnya ditanyakan riwayat kehamilan ibu seperti sudah berapa kali
hamil, berapa kali melahirkan, dan berapa kali keguguran, riwayat komplikasi saat kehamilan, dan
riwayat ante-natal care. Seterusnya ditanyakan riwayat persalinan ibu seperti persalinan ditolong
oleh siapa, persalinan dilakukan dimana, persalinan secara spontan atau Sectio Caesar, dan
bagaimana keadaan bayi setelah dilahirkan. Seterusnya ditanyakan riwayat penyakit keluarga
seperti riwayat penyakit kronis misalnya diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit jantung, dan
penyakit pada anggota keluarga yang berhubungan dengan penyakit herediter (kelainan seperti
neonatus pada kasus). Seterusnya ditanyakan riwayat gizi serta riwayat imunisasi ibu.

Selesai melakukan anamnesis, kecurigaan saya adalah terdapatnya kelainan kromosom.


Namun untuk menegakkan diagnosis, saya lanjutkan ke pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan melihat keadaan umum dan kesadaran pasien.
Kemudian, dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu suhu, frekuensi nadi per menit, dan
frekuensi nafas per menit.

3
Inspeksi dilakukan secara head-to-toe. Pada inspeksi kepala dan wajah, didapatkan wajah
yang dismorfik dengan bentuk kepala holoprosencephaly, aplasia cutis, hypotelorism (jarak mata
yang dekat), hidung yang hypoplastic, bilateral cleft and palate, bentuk telinga yang abnormal dan
low-set. Pada inspeksi ekstremitas superior dan inferior, didapatkan tangan yang clenched
(menggenggam tidak sempurna), polydactily dan kaki yang mempunyai tumit yang menonjol
(rocker-bottom feet).

Auskultasi dilakukan pada daerah toraks. Pada auskultasi toraks, didapatkan bunyi bising
jantung.

Gambar 1. Gambaran Wajah Dismorfik2

Gambar 2. Gambaran Bentuk Kepala Holoprosencephaly3

4
Gambar 3. Aplasia Cutis pada Kulit Kepala4

Gambar 4. Gambaran Clenched pada Tangan5

5
Gambar 5. Rocker-bottom Feet6

Seterusnya, untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan analisa kromosom dengan menggunakan


limfosit yang diperoleh dari darah perifer.

Gambar 6. Kariotipe Trisomi 132

6
Diagnosis Kerja

Berdasarkan kondisi klinik yang ditunjukkan oleh pasien yaitu wajah dismorfik dengan
bentuk kepala holoprosencephaly, aplasia cutis, hypotelorism, hidung hypoplastic, bilateral cleft
and palate, bentuk telinga yang abnormal dan low-set. Clenched pada tangan, polydactily dan
rocker-bottom feet, serta terdapat bising jantung karena AVSD, maka pasien diduga menderita
kelainan kromosom autosomal aneuploidi Trisomi 13 atau juga dikenal sebagai Sindrom Patau.

Oleh karena itu perlunya dilakukan analisa kromosom untuk mendiagnosis pasti Sindrom
Patau pada neonatus ini.

Diagnosis Banding

Namun berdasarkan kondisi klinik dan hasil pemeriksaan fisik, Sindrom Patau boleh
dibandingkan dengan dua kelainan trisomi lainnya yaitu trisomi 21 (Sindrom Down) dan trisomi
18 (Sindrom Edward) (lihat tabel 1).1,7,8

Karakteristik/ Jenis Kelainan Kelainan Klinik


Kelainan Kromosom
Sindrom Autosomal Mikrosefal, mikroftalmia/ anoftalmia, cyclops (mata
Patau aneuploidi tunggal), sinoftalmia (2 mata bergabung menjadi 1),
trisomi 13 hypotelorism (jarak mata yang dekat), absen atau
abnormal struktur nasal atau proboscis (bulbous nose),
cleft bibir dan palatum (bilateral), low set ears, polidaktili
(post aksial), hernia (umbilikal, inguinal), undescended
testis, abnormalitas skeletal ekstremitas, defek pada scalp
(cutis aplasia).1
Sindrom Autosomal Mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk
Down aneuploidi lipatan (epicanthal folds), hypertelorism, mulut yang
trisomi 21 mengecil dengan lidah besar sehingga tampak menonjol
keluar (macroglossia), microchephaly, simian crease,
hipotonia, jembatan hidung datar (depressed nasal
bridge), bertubuh pendek, gangguan pendengaran,
micrognatia, dan microdontia.7

7
Sindrom Autosomal Gagalan tumbuh, sulit makan, hipotonia, keterlambatan
Edward aneuploidi perkembangan, cacat intelektual, dolichocephaly,
trisomi 18 microcephaly, microoftalmia, micrognatia, flat face,
fisura palpebra pendek, anomali eksternal telinga, dan
kulit berlebih pada bagian belakang leher, kuku kecil,
jempol kecil, sternum pendek, dan club feet, kelopak
mata yang sempit, undescended testis, radial hypoplasia,
and clenched fist with overriding fingers
(camptodactily).8

Jadi, diagnosis banding trisomi 21 (Sindrom Down) dan trisomi 18 (Sindrom Edward)
boleh disingkirkan.

Etiologi

Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trisomi 13 adalah peningkatan usia ibu.
Semakin tua usia ibu, dapat meningkatkan kejadian trisomi 13 akibat non-disjunction. Jenis
kelamin fetus dapat mempengaruhi risiko kejadian trisomi 13. Laki-laki lebih banyak mengalami
aneuploidi daripada perempuan. Trisomi 13 juga berasosiasi dengan berat bayi lahir rendah
(BBLR), prematuritas, dan intra uterine growth retardation (IUGR).1

Non-disjunction dapat disebabkan oleh adanya infeksi, radiasi, dan penuaan sel telur.
Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik
dan pada saat terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan mengalami kesalahan dalam
pembelahan.7

Epidemiologi

Sindrom Patau merupakan kelainan autosomal ketiga tersering yang terjadi pada bayi lahir
yang hidup setelah Sindrom Down (trisomi 21) dan Sindrom Edwards (trisomi 18). Insiden
Sindrom Patau terjadi pada 1:8.000-12.000 kelahiran hidup. Insidensi akan meningkat dengan
meningkatnya usia ibu.1

8
Patofisiologi

Terdapat 2 jenis kelainan kromosom yaitu kelainan jumlah dan kelainan struktur. Trisomi
13 termasuk dalam kelainan jumlah kromosom (aneuploidi). Aneuploidi dapat terjadi akibat non-
disjunction. Non-disjunction merupakan kegagalan 1 pasang atau lebih kromosom homolog untuk
berpisah saat pembelahan miosis I atau miosis II. Trisomi 13 biasanya berhubungan dengan non-
disjunction miosis maternal (85%) dan sisanya terjadi saat miosis paternal. Trisomi non-
disjunction lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia > 35 tahun. Ketika reduksi tidak terjadi,
akan terdapat tambahan kromosom pada seluruh sel yang menghasilkan trisomi.1

Gambar 7. Gambaran Non-disjunction Miosis9

Non-disjunction pada fase mitosis (post fertilisasi), tegantung pada fasenya yaitu pada sel
pertama zigot atau setelah terjadi mitosis zigot. Hasilnya dapat terjadi trisomi dan monosomi bila
terjadi pada sel pertama atau sel dengan kromosom normal, sel dengan trisomi dan monosomi bila
terjadi setelah mitosis normal terjadi beberapa tahap. Gabungan sel ini dinamakan mosaik sel.
Trisomi 13 tipe mosaik terjadi sekitar 5% kasus.1

9
Translokasi kromosom dapat terjadi pada mutasi baru sporadik. Translokasi adalah
berpindahnya materi genetik salah satu 1 kromosom ke kromosom yang lain. Kurang dari 20%
kasus trisomi 13 terjadi akibat translokasi kromosom. Selama translokasi, kromosom misalign dan
bergabung dengan bagian sentromernya yang berjenis akrosentris (jenis kromosom yang lengan
pendeknya atau p sangat pendek dan tidak mengandung gen). Hal ini disebut translokasi
Robertsonian. Translokasi Robertsonian terjadi terbatas pada kromosom akrosentris 13, 14, 15,
21, dan 22 karena memiliki lengan pendek yang tidak mengandung gen. Translokasi Robertsonian
pada kromosom 13:14 terjadi sekitar 33% dari seluruh translokasi Robertsonian.1

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Trisomi 13 dapat didiagnosis
sebelum kelahiran (prenatal). Diagnosis prenatal dilakukan bila kehamilan yang terjadi memiliki
risiko mengalami kelainan kongenital pada janinnya, terutama bila terdapat riwayat memiliki anak
dengan kelainan kongenital.1

Untuk itu, dilakukan skrining prenatal yang berupa Ultrasonografi (USG) yang merupakan
pemeriksaan non-invasif yang paling banyak dilakukan dan dapat dilakukan pada setiap tahap dan
usia kehamilan. Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dilakukan pada usia 11-13 minggu untuk
memeriksa nuchal fold translucency (NT). Pemeriksaan pada TM I dapat mengidentifikasikan
adanya kelainan seperti Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi 13 hingga 90%. Hasil pemeriksaan
USG pada trisomi 13 dapat ditemukan peningkatan penebalan nuchal, polihidramnion atau
oligohidramnion, bukti IUGR, hidrops fetalis, usus echogenik, dan corda tendinea echogenik.
Selain USG, dilakukan pula pemeriksaan serum maternal.1
Selain itu juga dilakukan skrining marker serum maternal merupakan tes darah yang
dilakukan pada ibu hamil pada kehamilan TM I dan/atau TM II untuk mengetahui adanya kelainan
kromosom atau tidak. Skrining ini terbagi menjadi 2 berdasarkan trimester kehamilan yaitu TM I
(11-13 minggu) dan TM II (15-18 minggu).1
Pada TM I, marker yang diperiksa adalah serum β-human chorionic gonadotropin bebas
(free β-hCG) dan pregnancy associated plasma protein (PAPP-A). Pada trisomi 13, ditemukan
penurunan nilai kedua marker tersebut.1

10
Pada TM II marker yang diperiksa adalah kadar protein yang dihasilkan janin selama
kehamilan dan beredar di peredaran darah ibu. Pemeriksaan ini dikenal sebagai triple screening
(α- fetoprotein, unconjugated estriol, dan human chorionic gonadotropin) atau quad screening
(ditambah pemeriksaan inhibin A). Nilai normal pemeriksaan marker ini bergantung pada usia
kehamilan, jumlah janin, berat badan, ras, dan riwayat diabetes pada ibunya.1
Cara diagnosis prenatal dari Sindrom Patau diantaranya adalah dengan amniosintesis dan
biopsi vili korialis.1
Amniosentesis merupakan prosedur diagnostik prenatal yang paling banyak dipakai dan
bertujuan untuk mendapatkan sampel pemeriksaan kromosom. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan adanya kelainan kromosom pada janin yang ditemukan pada pemeriksaan prenatal
sebelumnya (USG dan serum marker). Pemeriksaan ini dilakukan pada TM II, sekitar usia 15-20
minggu. Pemeriksaan ini menggunakan jarum spinal yang dimasukkan ke dalam kantong amnion
dengan tuntunan USG lalu mengambil sekitar 15-30 cc cairan amnion. Sel janin yang terdapat
pada cairan tersebut lalu dikultur dan diperiksa untuk mengetahui adakah kelainan kromosom.1
Biopsi vili korialis dilakukan pada akhir TM I, antara 10-13 minggu yang dilakukan dengan
tuntunan USG. Jaringan yang diambil pada pemeriksaan ini adalah jaringan korion dari plasenta
yang sedang tumbuh. Prosedur ini memiliki risiko abortus lebih tinggi daripada amniosentesis
yaitu sebesar 1-2%.1
Cara diagnosis prenatal dari Sindrom Patau lainnya adalah dengan kordosintesis.
Kordosintesis adalah mengambilan sampel darah janin melalui tali pusat.10
Komplikasi
Kebanyakan bayi yang lahir dengan trisomi 13 memiliki masalah fisik yang berat. Bayi
dengan trisomi 13 mayoritasnya merupakan bayi lahir mati (still birth). Beberapa bayi dapat
berhasil lahir namun hidup tidak lama. Rata-rata usia bayi dengan trisomi 13 adalah 2,5 hari. Hanya
1 dari 20 bayi yang akan bertahan lebih dari 6 bulan.1

11
Pencegahan

Tindakan pencegahan yang dapat diambil untuk mengelak terjadinya kelahiran neonatus
dengan Sindrom Patau ini adalah dengan mengelakkan kehamilan pada ibu usia lanjut (> 35 tahun).
Selain itu, perempuan yang akan mengandung harus menghindari paparan bahan radiasi dan
infeksi khususnya infeksi virus terutama saat hamil. Selain itu, dapat juga dilakukan deteksi dini
yaitu skrining prenatal seperti USG dan serum marker.

Prognosis

Prognosis bayi dengan trisomi 13 sangat buruk dan mayoritas bayi lahir mati (still birth).
Beberapa bayi dapat berhasil lahir namun hidup tidak lama. Rata-rata usia bayi dengan trisomi 13
adalah 2,5 hari. Hanya 1 dari 20 bayi yang akan bertahan lebih dari 6 bulan. Lebih dari 80% anak
dengan trisomi 13 meninggal pada tahun pertama.1

Kesimpulan

Pasien menderita kelainan kromosom autosomal aneuploidi trisomi 13 atau Sindrom Patau.
Tidak ada terapi spesifik atau pengobatan untuk trisomi 13. Prognosis bayi dengan trisomi 13
sangat buruk dan pasien dapat berhasil dilahirkan namun berkemungkinan besar untuk hidup tidak
lama.

12
Daftar Pustaka

1. Susmitha OD, Perdani RRW, Bustomi EC. 2018. Sindrom Patau (trisomi kromosom 13).
Majority 7(2): 288 – 94.
2. Gambar 1. Gambaran wajah dismorfik. Diunduh dari, https://ghr.nlm.nih.gov, 22
September 2018.
3. Gambar 2. Gambaran bentuk kepala holoprosencephaly. Diunduh dari,
https://www.khanacademy.org, 22 September 2018.
4. Gambar 3. Aplasia cutis pada kulit kepala. Diunduh dari,
https://emedicine.medscape.com, 22 September 2018.
5. Gambar 5. Gambaran clenched pada tangan. Diunduh dari,
http://www.pathologyoutlines.com, 22 September 2018.
6. Gambar 6. Rocker-bottom feet. Diunduh dari, https://cheap-library.com, 22 September
2018.
7. Belinda I, Faradz SMH, Putra Fe. 2015. Distribusi penderita Sindrom Down berdasarkan
analisis sitogenik di laboratorium Cebior. MMM 4(4): 996 – 1003.
8. Cereda A, Carey JC. 2012. The trisomy 18 syndrome. Orphanet J Rare Dis 7(1): 1 – 14.
9. Gambar 7. Gambaran non-disjunction miosis. Diunduh dari, http://keywordsuggest.org, 22
September 2018.
10. AHD, Kurniati ID, Ratnaningrum K, editors. Buku ajar ilmu obstetri dan ginekologi.
Semarang: Unimus Press; 2015: 19.

13

Anda mungkin juga menyukai