Anda di halaman 1dari 11

2.

10 Teori Medan Ligan

Teori yang berkaitan dengan senyawa kompleks adalah Teori Medan Ligan. Teori medan
kristal ini hampir selama 20 tahun semenjak ditemukan hanya digunakan dalam bidang fisika zat
padat. Teori medan kristal digunakan pada pakar fisika zat padat untuk menjelaskan warna dan
sifat magnetik garam-garam logam transisi terhidrat,khususnya yang memiliki atom pusat ion
logam transisi dengan orbital d yang belum sepenuhnya terisi elektro seperti CuSO 4.5H2O. Baru
pada tahun 1950an. Pada awal tahun 1950an barulah pakar kimia koordinasi menerapkan teori
medan kristal. Teori medan kristal ini digunakan untuk menjelaskan energi kompleks
koordinasi. Hal ini didasarkan pada deskripsi ionik pada ikatan logam ligan. Teori medan kristal
yang dikemukakan Bethe dilandasi oleh tiga asumsi yaitu :
1. Ligan-ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan.
2. Interaksi anatara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenunya sebagai interaksi
elektrostatik(ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral seperti NH3, dan H2O, maka
dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan
terhadap ion logam.
3. Tidak terjadi interaksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan
H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negative dari dipol dalam molekul-molekul netral
diarahkan terhadap ion logam.
(Effendy,2007)

Menurut teori medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antar atom pusat dan
ligand dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya
elektrostatik dari percobaan-percobaan yang diperoleh bahwa ada ligan-ligan yang menghasilkan
medan listrik yang kuat dan yang disebut strong ligan field, ada ligan yang sebaliknya dan
disebut weak ligan field.
Menurut medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan
dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion
kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang
mempunyai momen dipol permanen.
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligand-ligand sekelilingnya, sedang
medan gabungan dari ligand-ligand akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat.
Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari logam-
logam transisi. Pengaruh ligand tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik
dan kedudukan geometri ligand-ligand dalam kompleks.
Didalam ion bebas kelima orbitald bersifatdegen erate artinya mempunyai energi yang
sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori
medan kristal terutama membicarakan pengaruh ligand yang tersusun secara berbeda-beda
disekitar ion pusat terhadap energi dari orbitald. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu
orbital eg ataudj dan orbital t2g atau de mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan
terhadap orbital-orbital tersebut.
Dengan adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini
terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami
splitting.
Bila kelima orbital d sama dengan dan medan ligand mempengaruhi kelimanya dengan
cara yang sama maka kelima orbital d ini akan tetap degenerate pada energy level yang lebih
tinggi. Kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg dan t2g. Disamping itu
medan ligand tergantung dari letaknya disekitar ion pusat, artinya apakah strukturnya oktahedral,
tetrahedral, atau planar segi empat.
Uraian atau splitting dari orbital d oleh ligan, tegantung dari strukturnya dan berbeda
untuk struktur oktahedral dan tetrahedral.
(Effendy,2007)
1. Splitting Pada Kompleks Oktahedral
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedang medan
gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai
elektron d dari ion pusat seperti kita ketahui ion kompleks dari logam-logam transisi. Pengaruh
ligand tergantung dari jenisnya, trutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri
ligand-ligand dalam kompleks.

Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate artinya mempunyai energi yang
sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal.
Pembagian orbital d menjadi 2 golongan yaitu orbital eg dan orbital t2g atau de mempunyai arti
penting dalam hal pengaruh ligand terhadap orbital-orbital tersebut.

Dengan adanya ligand disekitar ion pusat orbital d tidak lagi degenerate, orbital d ini
terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami
spliting.

Pada kompleks oktahedral atom pusat berikatan dengan 6 atom donor. Kompleks oktahedral
memiliki tingkat simetri tertinggi apabila ligan-ligan yang terikat pada atom pusat merupakan
ligan monodentat monoatom yang sama, seperti: F-, Cl-, Br-, dan I-. Pada pembentukan
kompleks octahedral dianggap ada 6 ligan monodentat yang mendekati atom pusat sampai pada
jarak tertentu saat ikatan-ikatan antara atom pusat dan ligan-ligan terbentuk.

Pada gambar di atas nampak bahwa orbital dx2-y2 dan dz2 tedapat pada sumbu-sumbu x, y
dan z sedangkan orbital dxy, dxz dan dyz terdapat antara sumbu-sumbu. Karena ligan-ligan
terdapat pada sumbu x, y dan z maka pengaruh ligan pada orbital eg lebih besar daripada untuk
orbital t2g. Setelah terjadi uraian atau spliting orbiltal eg mempunyai energi lebih tinggi daripada
orbital t2g. Pada pengisian elektron, orbital t2g akan mengisi lebih dahulu daripada orbital eg.
Perbedaan antara orbital eg dan obital t2g biasanya dinyatakan dengan o atau 10 Dq. Karena
pada splitting tidak terjadi kehilangan energi, maka energi orbital eg menjadi 0,6 o lebih tinggi
sedangkan obital t2g menjadi 0,4 o lebih rendah dari pada enegi kompleks hipotesis. Besarnya
o untuk bermacam-macam kompleks berkisar antara 30-60kcal/mol. Ao artinya  oktahedral,
untuk membedakan dengan t (tetrahedral) yang akan dibahas selanjutnya.
Elektron akan mengisi orbital d yang energinya rendah, jadi pada orbital t 2g. Teori
elektrostatik sederhana tidak mengenal adanya orbital d yang mempunyai energi berbeda di
dalam kompleks. Karena itu, teori ini menyatakan bahwa elektron d terhadap orbital d
merupakan hipotesis yang degenerate. Kenyataannya elektron d tadi menempati orbital t2g yang
mempunyai energi 0,4 o lebih rendah dari orbital hipotesis yang degenerate. Jadi, kompleks
akan 0,4 o lebih stabil dari pada senyawa elektrostatik yang sederhana. Dengan kata lain
elektron d dan juga kompleks sebagai keseluruhan, mempunyai energi lebih rendah sebagai hasil
penempatan elektron pada orbital t2g, suatu orbital yang relatif jauh dari ligand. Energi sebesar
0,4o disebut crystal field stabilization energi (CFSE) dari kompleks. Pengisian elekton pada
orbital d, dipengaruhi oleh kekuatan medan dari ligand. Untuk ligand yang kekuatan medannya
besar atau strong ligand field, splitting yang terjadi menghasilkan perbedaan energi yang besar,
akibatnya elektron akan mengisi penuh energi yang rendah sebelum mengisi orbital yang
energinya tinggi (Effendy,2004).
2. Splitting Pada Kompleks Tetrahedral

Dari gambar di atas terlihat bahwa obital t2g lebih dekat kepada ligan-ligan daripada orbital eg.
Garis yang menghubungkan letak ligan dan titik pusat kubus dengan arah orbital eg membentuk
sudut sebesar 54044˚ sedangkan garis tersebut dengan arah orbital t2g membentuk sudut 36016˚.
Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemisahan
orbital d pada ion pusat. Karena hal ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t 2g mendapat
pengaruh yang lebih besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g naik dan orbital eg turun.
Perbedaan energi ini biasanya disebut t, artinya  yang harganya lebih kecil dari pada o. Hal
ini disebabkan karena, pada medan tetrahedral hanya ada 4 ligan. Sedanbg pada medan
oktahedral ada 6 ligan, ditambah lagi tidaka adanya ligan yang langsung searah dengan orbital d
pada medan tetrahedral. Bila jarak ligan dai pusat sama dan bila ikatan dianggap elektrostatik
murni, maka diperoleh bahwa :  tetrahedral ~ 4/9  octahedral (Efendy,2004).

Harga 10 dq dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :


1. Muatan ion logam
Makin banyak muatan ion,makin besar pula harga 10 Dq nya,kar ena makinbanyak
muatan ion logam maka makin besar pula untuk menarik ligan lebih
dekat.Akibatnya pengaruh ligan makin kuat sehingga pembelahan orbital makin besar.
2. Jenis Ion pusat
Logam logam yang terletak pada satu periode, harga 10 dqnya tidak terlalu berbeda.
Untuk satu golongan, Semakin kebawah, harganya akan semakin besar.
3. Ligan
Semakin kuat ligannya, maka 10 dq juga akan semakin besar. Jika 10 dq kecil,
makaligannya adalah ligan lemah. Ligan yang kuat dapat menggantikan ligan yang
lebihlemah.Harga 10 dq dapat memberikan beberapa informasi mengenai warna
kompleks, serta sifat kemagnetan kompleks. Untuk mengeksitasi elektron dari tingkat dasar
ke tingkat yang lebih atas, diperlukan energi. Energi yang diserap memiliki panjang
gelombang tertentu. Sedangkan, warna kompleks yang tampak adalah warnakomplementer
yang panjang gelombangnya diserap untuk eksitasi electron.
4. Perhitungan CFSE
Crystal field st Hans Bethe abilizationenergy berubah – ubah sesuai dengan struktur dan
jenis ion kompleks. Perbedaan energi orbital t2g dan eg Hans Bethe untuk kompleks tetrahedral -
4/9 kali untuk kompleks octahedral orbital t2g mempunyai energi 0,27 ∆ lebih rendah dari pada
kompleks hipotesis, bila ∆ adalah ∆ , untuk kompleks tetrahedral : CFSE = (0,27y – 0,18x) ∆. y
merupakan jumlah elektron di orbital e dan x merupakan jumlah elektron di orbital t2g.

Pada gambar splitting oktahedral terlihat bahwa orbital t2g mempunyai energi 0,4 Io dan
energi pada orbital eg adalah 0,6 Io sehingga untuk menghitung CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io.
Dimana x = jumlah elektron di orbital t2g dan y = jumlah elektron di orbital eg. Contoh jumlah
elektron d = 7, t2g = 5 dan eg = 2.

CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io


= (0,4 . 5 – 0,6 . 2 ) Io
= (2 – 1,2 ) Io
= 0,8 Io

Jadi dengan kata lain CFSE dapat dihitung dengan rumus umum, yaitu :

CFSE =energi pada t2g.x –(energi dari eg .y)


Berikut ini dicantumkan tabel nilai umum CFSE pada kompleks oktahedral, tetrahedral dan
planar segiempat (Sokardjo,1992).

2.11 APLIKASI SENYAWA KOMPLEKS

Aplikasi senyawa kompleks sangat beragam dan banyak sekali karena penelitian tentang
senyawa kompleks terus berkembang dan perkembangannya sangat pesat sekali sejalan dengan
perkembangan IPTEK.

Kobalt merupakan salah satu logam unsur transisi dengan konfigurasi elektron 3d7 yang
dapat membentuk kompleks. Kobalt yang relatif stabil berada sebagai Co(II) ataupun Co(III).
Namun dalam senyawa sederhana Co, Co(II) lebih stabil dari Co(III). Ion – ion Co2+ dan ion
terhidrasi [Co(H2O)6]2+ stabil di air. Kompleks kobalt dimungkinkan dapat terbentuk dengan
berbagai macam ligan, diantaranya sulfadiazin dan sulfamerazin. Sulfadiazin dan sulfamerazin
merupakan ligan yang sering digunakan untuk obat antibakteri. Keduanya merupakan turunan
dari sulfonamid yang penggunaannya secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Gram-positif dan Gram negatif tertentu, beberapa jamur, dan protozoa (Siswandono dan
Soekardjo : 1995 ).

Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui efek
trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks oktahedral dan segi empat. Ligan –
ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya trans terhadapnya bersifat labil, dikatakan
mempunyai efek trans yang kuat.

Untuk mengetahui kemampuan senyawa kompleks dengan ligan- ligan feroin berinteraksi
dengan gas NO2, maka perlu dilakukan penelitian meliputi sintesis dan karakterisasi senyawa
kompleks Co(II) menggunakan ligan bipiridin dan sianida serta mempelajari interaksinya dengan
gas NO2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman reaksi subtitusi
kompleks melalui efek trans dan hasilnya digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan senyawa
kompleks sebagai absorben gas NOx, sehingga dapat mengurangi dampak negatif pencemaran
lingkungan seperti polusi udara.

Berbagai senyawa kompleks yang mempunyai struktur planar N4, telah terbukti
mempunyai kemampuan untuk mereduksi oksigen dengan 4-elektron transfer proses. Proses
logam yang berkarat karena oksidasi pada permukaan logam adalah proses yang sangat familier.
Proses respirasi biologis pada makhluk hidup dimana terjadi perubahan oksigen menjadi air pada
hemoglobin adalah proses yang penting. Proses reduksi oksigen yang langsung menjadi air tanpa
hasil samping adalah proses sempurna 4-elektron transfer (O2 + H+ + 4e- → H2O) pada
hemoglobin. (Eniya Listiani Dewi)

Proses reduksi oksigen melalui senyawa kompleks Cytochrome-c Oxidase (Cyt-c)


merupakan contoh proses seperti pada elektroda positif fuel cell (katoda). Pada proses biologis,
transfer 4-elektron berjalan tanpa hasil sampingan peroksida (H2O2). Sedangkan pada katoda
fuel cell, dimana saat ini state-of-the-art katalis adalah platina (Pt) yang mereduksi oksigen
dengan 2-elektron transfer (O2 + 2H+ + 2e- → H2O2) menghasilkan peroksida dan selanjutnya
tereduksi lagi menjadi air (H2O2 + 2H+ + 2e- → 2H2O). Sehingga terdapat 2 tahapan reaksi
yang berlangsung pada katoda. Untuk itu dengan senyawa kompleks yang menyerupai struktur
Cyt-c, dimana model planar katalis lebih memungkinkan untuk mereduksi oksigen dengan
mudah, maka pada makalah akan dikenalkan katalis yang mampu mereduksi oksigen dengan
bentuk planar berlogam center Fe, Co, dan Cu dengan ligan yang berbeda. (Eniya Listiani Dewi)

Dengan adanya aplikasi senyawa kompleks ini, diharapkan problem drop potensial yang
disebabkan oleh peroksida pada katoda dimana menjadi penyebab utama turunnya potensial fuel
cell, menjadi berkurang atau tidak ada, karena reaksi yang terjadi adalah 4-elektron transfer
proses. (Eniya Listiani Dewi)

Senyawa kompleks renium-186 fosfonat, 186Re-HEDP (HEDP=hydroxyethyli


dienediphosphonate) dan 186Re-EDTMP (EDTMP =ethylenediaminetetra methylphosphonate),
dewasa ini telah luas digunakan sebagai penghilang rasa nyeri tulang yang disebabkan oleh
metastasis kanker prostat, payudara, paru-paru dan ginjal ke tulang.

Penggunaan radiofarmaka tersebut merupakan pengganti penggunaan analgesik, hormon,


kemoterapi, dan narkotik yang diketahui memberikanefek samping yang tidak diinginkan.
Metode preparasi dan uji kualitas senyawa kompleks 186Re-HEDP dan 186Re-EDTMP telah
dikembangkan untuk tujuan produksi komersial.Penentuan kemurnian radiokimia dengan
kromatografi kertas dalam berbagai kepolaran pelarut menunjukkan kemurnian radiokimia diatas
90% sampai hari ketiga setelah proses penandaan dilakukan. ( Adang H.G , dkk)

Disamping itu hasil pengujian menunjukkan pula bahwa larutan senyawa kompleks bebas
pirogen dan steril. Hasil uji pada binatang percobaan tikus putih menunjukkan kandungan
senyawa kompleks di dalam darah mencapai puncaknya pada 5 menit setelah penyuntikan.
Sedangkan ekskresi radiofarmaka kedua kompleks di dalam urin menunjukkan adanya
keradioaktifan sekitar 41% dan 38,5 % dalam bentuk perenat, 186ReO4 -, setelah 20 jam
penyuntikan. Hasil biodistribusi dan pencitraan (imaging) menggunakan kamera gamma
terhadap mencit dan tukus putih normal menunjukkan bahwa senyawa kompleks 186Re-HEDP
dan 186Re-EDTMP terakumulasi cukup nyata di tulang.( Adang H.G , dkk)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK dalam bidang kedokteran nuklir sangat
didukung oleh perkembangan iptek di bidang radiofarmaka. Dengan perkembangan iptek radio
farmaka telah berhasil dilakukan diagnosa dini dan terapi terhadap penyakit kangker
menggunakan radio nuklida yang sesuai. Penyakit kangker telah menghantui masyarakat dunia
karena banyak menyebabkan kematian. Kedokteran nukilr telah menerapkan deteksi ini, berbagai
macam kanker dan cara terapi yang efektif dengan memanfaatkan radiasi dari radio isotop yang
diberikan kadalam tubuh atau sel kanker tang bersangkutan. .(Sulaiman, dkk ; 2007)
Radio isatop yang dapat digunakan untuk terapi kanker diantaranya adalah Ytrium-90 (90Y) yang
merupakan radio isotop pemancar sinar  dengan energi 2,28 Mev dan waktu paro (T1/2) 64,1
jam. Itrium-90 yang digunakan untuk terapi dapat diperoleh dari hasil peluruhan stronsium-90
(90Sr) dapat dipisahkan dari induknya 90
Sr (campuran 90
Sr - 90
Y ) yang merupakan radio nuklir
dan hasil belah 235U. Metode pemisahan yang telah dikembangkan saat ini adalah metode
ekstraksi pelarut dan kromatografi kolm dengan menggunakan penukar ion.(Sulaiman, dkk ;
2007)

Pemupukan dalam kegiatan budidaya tebu memegang peranan yang teramat penting,
selain dapat meningkatkan produksi biomassanya, pupuk juga dapat meningkatkan keragaman
dan kualitas hasil yang diperoleh. Masalah utama penggunaan pupuk N pada lahan pertanian
adalah efisiensinya yang rendah karena kelarutannya yang tinggi dan kemungkinan
kehilangannya melalui penguapan, pelindian dan immobilisasi. Untuk itu telah dilakukan
penelitian peningkatan efisiensi pemupukan N dengan rekayasa kelat urea-humat pada jenis
tanah yang mempunyai tekstur kasar (Entisol) dengan menggunakan tanaman tebu varietas PS
851 sebagai tanaman indikator. (Sri Nuryani H.U, dkk ; 2007 )

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapisan urea dengan asam humat yang berasal
dari Gambut Kalimantan sebesar 1% menghasilkan pupuk urea yang lebih tidak mudah larut
daripada yang dilapisi asam humat dari Rawa Pening. Dengan pelepasan N yang lebih lambat
diharapkan keberadaan N di dalam tanah lebih awet dan pemupukan menjadi lebih efisien.
Pupuk urea-humat telah diaplikasikan ke tanah Psamment (Entisol) yang kandungan pasirnya
tinggi (tekstur kasar) untuk mewakili jenis-jenis tanah yang biasa ditanami tebu dengan tekstur
yang paling kasar. Respons tanaman tebu varietas PS 851 menunjukkan kinerja pertumbuhan
yang lebih baik di tanah Vertisol. (Sri Nuryani H.U, dkk ; 2007 )

Rekayasa kelat urea-humat secara fisik dan kimia terbukti meningkatkan efisiensi
pemupukan N pada tanaman tebu. Penelitian ini memperlihatkan bahwa memang efisiensi
pemupukan N pada tanah Entisol dan Vertisol rendah, bahkan di Entisol lebih rendah (hanya
sekitar 25 %). Aplikasi pupuk urea-humat pada tanah Vertisol dan Entisol terbukti meningkatkan
efisiensi pemupukan N hingga 50 %. Di tanah Entisol bahkan efisiensi pemupukan yang lebih
tinggi dicapai pada dosis pupuk yang lebih rendah. (Sri Nuryani H.U, dkk ; 2007 )
Rhodamin B Nama Kimia : N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3-
ethyethanaminium chlorida. Sinonim: tetra ethylrhodamine; D & C Red No. 19; Rhodamine B
Chloride; C. l. Basic Violet 10; C. l. 45170. dan metanil yellow Nama kimia : 3-[[4-
(phenylamino) phenyl] azo]; C.I. Acid yellow 36; merupakan zat warna sintetik yang umum
digunakan sebagai pewarna tekstil (Djalil, dkk, 2005).

Walaupun memiliki toksisitas yang rendah, namun pengkonsumsian rhodamin B dalam


jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran
pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan
gangguan hati/liver (Trestiati, 2003). Rhodamin B memiliki LD50 sebesar 89,5 mg/kg jika
diinjeksikan pada tikus secara intravena (Merck Index, 2006). Sedangkan untuk metanil yellow
dapat menyebabkan iritasi pada mata jika dikonsumsi dalam jangka panjang (Anonima, 2007).
Kuning metanil juga dapat bertindak sebagai tumor promoting agent dan menyebabkan
kerusakan hati (Djalil, dkk, 2005). Metanil yellow memiliki acute oral toxicity (LD50) sebesar
5000mg/kg pada tikus percobaan (Anonima, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy Setyo Mudjajanto dari Institut Pertanian
Bogor (IPB), menemukan banyak penggunaan zat pewarna rhodamin B dan metanil yellow pada
produk makanan industri rumah tangga. Rhodamin B dan metanil yellow sering dipakai untuk
mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng,
minuman ringan, cendol,manisan, gipang, dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini
biasanya berwarna lebih terang (Mudjajanto, 2007)

3.1 Kesimpulan

Dari ulasan materi tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan
satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion
logam pusat.
2. Tatanama senyawa kompleks terbagai menjadi dua jenis yakni tatanama sistematik dan
tatanama umum.
3. Tatanama Senyawa Kompleks Netral memiliki aturan tersendiri.
4. Senyawa kompleks ionik kation sebagai ion kompleks memiliki aturan tertentu dalam
penamaannya.
5. Logam alkali, alkali tanah dan logam utama lainnya dapat digunakan sebagai atom pusat
untuk mensintesis senyawa komplek atau senyawa koordinasi.
6. Ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau lebih yang
dapat disumbangkan.
7. Berdasarkan jumlah atom donor yang dimilikinya, ligan dapat dikelompokkan menjadi
ligan monodentat, bidentat dan polidentat.
8. Tatanama ligan ada dua yaitu tatanama ligan netral dan tatanaman ligan bermuatan
negatif.
9. Bilangan koordinasi adalah jumlah ligan yang terikat pada kation logam transisi.
10. Aplikasi senyawa kompleks sangat beragam dan banyak sekali karena penelitian tentang
senyawa kompleks terus berkembang dan perkembangannya sangat pesat sekali sejalan
dengan perkembangan IPTEK.

Anda mungkin juga menyukai