Anda di halaman 1dari 28

ZOOPLANKTON

Disusun Oleh:
Kelompok 9
Muhammad Royhand A 230210180009
Gina Anifah 230210180021
Kemaal Sayyid Z 230210180033
Muhammad Haiman A 230210180064
Khairul Muhammad 230210180072

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang di dalamnya terdapat interaksi yang kuat
antara faktor biotik dan abiotik. Interaksi yang terjadi bersifat dinamis dan saling
mempengaruhi. Lingkungan menyediakan tempat hidup bagi organisme-organisme yang
menempatinya sebaliknya makluk hidup dapat mengembalikan energi yang
dimanfaatkkannya ke dalam lingkungan. Suatu daur energi memberikan contoh nyata
akan keberadaan interaksi tersebut. Di laut terjadi transfer energi antar organisme pada
tingkatan tropis yang berbedadengan demikian terjadi proses produksi. Organisme di
dalam air sangat beragam dan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kehidupannya
atau kebiasaan hidupnya yaitu: bentos, Periphyton, Plankton, Nekton dan Neuston.
Plankton adalah organisme melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan
geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas, sehingga organisme tersebut selalu terbawa oleh
arus (Kaswadji, 2001). Zooplankton merupakan konsumen pertama dalam tingkatan
trofik di ekosistem perairan. Keberadaan plankton menjadi sangat penting dalam
ekosistem perairan karena plankton menjadi rantai utama jaring – jaring makanan yang
selanjutnya akan diteruskan oleh nekton dan bentos. Menurut Nybakken (1988)
mengatakan zooplankton yang hidup sangat beraneka ragam, yang terdiri atas berbagai
bentuk larva dan bentuk dewasa yang dimiliki hamper seluruh filum hewan. Zooplankton
menempati posisi penting dalam rantai makanan dan jarring-jaring kehidupan di
perairan. Kemelimpahan zooplankton akan menentukan kesuburan suatu perairan oleh
karena itu, dengan mengetahui keadaan plankton (zooplankton termasuk di dalamnya) di
suatu daerah perairan, maka akan diketahui kualitas perairan tersebut.
.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Zooplankton?
1.2.2 Bagaimana Morfologi Zooplankton?
1.2.3 Bagaimana Fisiologi dari Zooplankton?
1.2.4 Dimana dan kapan distribusi Zooplankton?
1.3 Tujuan
Maksud dan tujuan diadakannya pembelajaran tentang zooplankton diharapkan
mahasiswa Ilmu Kelautan mampu :
Mempelajari, mengamati, dan mengindentifikasi morfologi, fisiologi, distribusi, dan
pengklasifikasian zooplankton mulai dari kelas sampai tingkatan family dan genus.
1.4 Manfaat
Setelah mengetahui tujuan dari pembelajaran diharapkan mahasiswa mengetahui
Manfaat yang diperoleh dari pembelajaran zooplankton adalah sebagai berikut:
1 Dapat mengetahui tentang bentuk-bentuk dari zooplankton
2 Dapat mengelompokkan zooplankton berdasarkan ciri-cirinya
3 Dapat menggambar morfologi dari zooplankton.
4 Dapat mengetahui taksonomi dari zooplankton.
5. dapat mengetahui fisiologi zooplankton
6. dapat mengetahui pola distribusi zooplankton
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Pengenalan Zooplankton

Zooplankton atau plankton hewani merupakan suatu organisme yang berukuran kecil
yang hidupnya terombang-ambing oleh arus di lautan bebas yang hidupnya sebagai
hewan. Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat
mengadakan migrasi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan
berenang mereka adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya gerakan arus itu
sendiri (Hutabarat dan Evans, 1986).

Berdasarkan siklus hidupnya zooplankton dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
sebagai meroplankton dan holoplankton banyak jenis hewan yang menghabiskan
sebagian hidupnya sebagai plankton, khususnya pada tingkat larva. Plankton kelompok
ini disebut meroplankton atau plankton sementara. Sedangkan holoplankton atau
plankton tetap, yaitu biota yang sepanjang hidupnya sebagai plankton (Raymont, 1983;
Omori dan Ikeda, 1984; Arinardi dkk,1994).

Meroplankton terdiri atas larva dari Filum Annelida, Moluska, Byrozoa, Echinodermata,
Coelenterata atau planula Cnidaria, berbagai macam Nauplius dan zoea sebagai
Artrhopoda yang hidup di dasar, juga telur dan tahap larva kebanyakan ikan. Kemudian
yang termasuk holoplankton antara lain: Filum Arthopoda terutama Subkelas Copepoda,
Chaetognata, Chordata kelas Appendiculata, Ctenophora, Protozoa, Annelida Ordo
Tomopteridae dan sebagian Moluska (Newell dan Newell, 1977; Raymont, 1983; Omori
dan Ikeda, 1984).

2.2 Klasifikasi Zooplankton


Secara taksonomi zooplankton laut meliputi beberapa filum hewan yaitu :
Tabel 2.
1. Filum Protozoa Kelas Mastigophora (Flagellata)
Subkelas Zoomastigophorea
Diaphanoeca, Monosiga,Stephanoeca

Kelas Sarcodinea
Subkelas Rhizopoda
Ordo Foraminifera
:Globigerina, Globorotalia.

Kelas Sarcodinea
Subkelas Actinopoda
Ordo Radiolaria
:Acanthometron, Aulosphaera

Kelas Cilliata
Ordo Holotricha : Mesodinium
Ordo Spirotrica : Condonella, Favella,
Parafavella, Tintinnus

2. Filum Cnidaria Kelas Scypozoa


Ordo Stauromedusae : Halyclists
Ordo Cubomedusae : Carybdea, Tamoya
Ordo Coronatae : Atolla, Atrella
Ordo Semaeostomeae : Aurellia,
Dactylometra
Ordo Lobata : Bolinopsis, leucothea,
Mneiopsis
Ordo Cestida : Cestum
Kelas Atentaculata
Ordo Beroida : Beroe

3. Filum Molusca Kelas Gastrophoda


Subkelas Prosobranchia
Ordo Mesograstropoda :Atlanta,
Carinaria,Hydrobia, Janthina.
Subkelas Ophistobranchia
Ordo Thecosomata :Cavolina, Clio, Creseis,
Spiratella (limacina)
Ordo Gymnosomata : Clione, Pneumoderma
Ordo Nudibranchia : Glaucus

4. Filum Arthropoda Kelas Crutacea


Subkelas Branchiopoda
Ordo Cladocera : Evadne, Penilia, Podon
Subkelas Ostracoda
Ordo Myodocopida : Archiconchoecia,
Conchoecia, Gygantocypris.
Subkelas Copepoda
Ordo Calanoida : Acartia, calanus, Candacia,
Centropages, Eucalanus, Euchaeta,
Eurythemora, Haloptilus, Metridia,
Paracalanus, Pseudocalanus, Scolecithric,
Sinocalanus, Temora, Undinula.
Ordo Cyclopoida : Corycaeus, Oithona,
Oncaea, Sapphirina
Ordo Harpaticoida : Diosuccus, Euterpina,
Harpacticus, Microsetella, Tigriopus, Tisbe.
Ordo Monstrilloida :Monstrilla
Subkelas Malacostraca
Ordo Mysidacea : Archiomysis,
Holmesiella, Lophogaster, Mysis,
Neomysis, Siriella
Ordo Cumacea : Dimophostylis
Ordo Amphiphoda : Cyphocaris, Hyperia,
Parathemisto, Phronima, Themisto, Vibili
Ordo Euphausiacea : Euphausia,
Meganyctiphanes Nematocelis,
Thysanopoda
Ordo Decapoda :Bentheogenema, Gennadas,
Acetes, Lucifer, Sergestes, sergia,
Achanthephyra, Hymenodora

5. Filum Chaetognata Kelas Sagittoidea : Eukhronia, Krohnitta,


Pterosagitta, Sagitta

6. Filum Chordata Kelas Appendiculata


Ordo Appendicularia : Fritillaria, Oikopleura
Kelas Thaliacea
Ordo Pyrosomata : Pyrosoma
Ordo Cyclomyaria : Doliolum
Ordo Desmomyaria : Salpa, Thalia, Thetys

Menurut Arinardi dkk, (1994), zooplankton dapat dikelompokkan berdasarkan


ukurannya menjadi lima (Tabel 1).

Tabel 2. Pengelompokkan Zooplankton Berdasarkan Ukurannya

No Kelompok Ukuran Organisme Utama

1 Mikroplankton 20-200 µm Ciliata, Foraminifera, Nauplius,


Rotifera, Copepoda
2 Mesoplankton 200 µm-2 mm Cladocera, Copepoda, Larvacea
3 Makroplankton 2-20 mm Pteropoda, Copepoda, Euphasid,
Chaetohnatha
4 Mikronekton 20-200 mm Chepalopoda, Euphasid,
Sargestid, Myctophid
5 Megaplankton >20 mm Scyphozoa, Thaliacea
Sumber: Arinardi dkk, (1994)

Jenis zooplankton tersebut belum seluruhnya dibudidayakan karena masih belum


diketahui manfaatnya bagi pertumbuhan ikan yang mempunyai nilai ekonomis.Salah
satu jenis zooplankton yang saat ini banyak dibudidayakan adalah Diaphanosoma sp.
yang merupakan zooplankton dari ordo Cladocera (Arinardi dkk, 1994).
Berdasarkan daur hidupnya zooplankton dibagi menjadi 3 kelompok menurut (Nontji,
2008) yaitu:

1. Holoplankton, Plankton yang seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton, mulai
dari telur, larva, hingga dewasa. Contohnya Kopepoda, Amfipoda.
2. Meroplankton, Plankton dari golongan ini menjalani kehidupannya sebagai plankton
hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap sebagai telur
dan larva saja, beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton. Contohnya kerang
dan karang.
3. Tikoplankton, Tikoplankton sebenarnya bukanlah plankton yang sejati karena biota
ini dalam keadaan normalnya hidup di dasar laut sebagai bentos. Namun karena
gerakan air ia bisa terangkat lepas dari dasar dan terbawa arus mengembara
sementara sebagai plankton. Contohnya Kumasea (Nontji, 2008).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Zooplankton

1. Salinitas
Salinitas adalah komposisi ion-ion dalam perairan (Wetzel, 1983). Ion-ion yang
terdapat dalam perairan laut terdiri dari enam elemen, yaitu klorin, sodium,
magnesium, sulfur, kalsium dan potassium. Menurut Andrews dkk, (2003)
salinitas atau kadar garam merupakan jumlah total material terlarut dalam air.
Salinitas dapat berfluktuasi karena pengaruh penguapan dan hujan. Salinitas
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan zooplankton, pada
kisaran salinitas yang tidak sesuai berpengaruh terhadpa tingkat kelangsungan
hidupnya dan pada tingkat pertumbuhannya. Salinitas yang ekstrim dapat
menghambat pertumbuhan dan meningkatkan kematian pada zooplankton
(Odum, 1993). Menurut Sachlan (1982), pada salinitas 0-10 ppt hidup plankton
air tawar, pada salinitas 10-20 ppt hidup plankton air payau, sedangkan pada
salinitas yang lebih besar dari 20 ppt hidup plankton air laut.

2. Suhu
Secara fisiologis perbedaan suhu perairan sangat berpengaruh terhadap
fekunditas, lama hidup, dan ukuran dewasa zooplankton. Secara ekologis
perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kemelimpahan
zooplankton. Suhu mempengaruhi daur hidup organisme dan merupakan faktor
pembatas penyebaran suatu jenis dalam hal ini mempertahankan kelangsungan
hidup, reproduksi, perkembangan dan kompetisi (Krebs, 1985). Sedangkan
menurut Dawes (1981) suhu yang baik bagi biota laut untuk hidup normal adalah
20-35ºC dengan fluktuasi tidak lebih dari 5ºC. Menurut Dawson (1979) suhu
yang baik untuk kemelimpahan zooplankton di daerah tropika secara umum
berkisar antara 24-30 ˚C.
3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan
organisme perairan, sehingga sering dipakai untuk menyatakan baik buruknya
suatu perairan. Menurut Raymont (1983), pH dapat mempengaruhi plankton
dalam proses perubahan dalam reaksi fisiologis dari berbagai jaringan maupun
pada reaksi enzim. Tait (1981) menyatakan bahwa kisaran pH optimum bagi
pertumbuhan plankton adalah 5,6-9,4.

4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah gas untuk respirasi yang sering menjadi faktor pembatas
dalam lingkungan perairan. Ditinjau dari segi ekosistem, kadar oksigen terlarut
menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi serta sangat penting bagi
kelangsungan dan pertumbuhan organisme air. Kandungan oksigen terlarut akan
berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas (Sachlan, 1982; Nybakken, 1992).
Menurut Raymont (1983), konsentrasi dari oksigen terlarut paling rendah yang
dibutuhkan oleh organisme perairan adalah 1 ppm.

5. Amonia dan Nitrit


Amonia (NH3) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu hasil
dari proses penguraian bahan organik. Amonia ini berada dalam dua bentuk yaitu
amonia tak berion (NH3 dan amonia berion (NH4).
Amonia tak berion bersifat racun sedangkan amonia berion tidak beracun.
Tingkat peracunan amonia tak berion berbeda untuk setiap species, tetapi pada
kadar 0,6 ppm dapat menyebahayakan organisme tersebut (Boyd, 1982) .
Amonia biasanya timbul akibat kotoran organisme dan aktifitas jasad renik dalm
proses dekomposisi bahan organik yang kaya akan nitrogen. Tingginya kadar
amonia biasanya diikuti naiknya kadar nitrit. Tingginya kadar nitrit terjadi akibat
lambatnya perubahan dari nitrit ke nitrat oleh bakteri nitrobakter (Murtidjo,
1992).

2.4 Morfologi Zooplankton


Menurut Nybakken,1992:
1.Protozoa
Kingdom Protista terdiri dari protozoa, berukuran kecil, dari fauna bersel tunggal sampai
dengan beberapa filum, beberapa jenis terkenal sebagai bentuk yang dijumpai di lautan
adalah foraminifera, radiolaria, zooflagellata dan ciliata. Protozoa dibagi dalam empat
kelas yaitu: rhizopoda, ciliata, flagelata, dan sporozoa

2.Arthropoda
Filum arthropoda adalah bagian terbesar zooplankton dan hampir semuanya termasuk
kelas Crustacea. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai shell terdiri dari
chitine atau kapur, yang sukar dicernakan. Salah satu subklasnya yang penting bagi
perairan adalah Copepoda yang merupakan Crustacea holoplanktonik berukuran kecil
yang mendominasi zooplankton di semua laut dan samudera

3.Moluska
Dalam dunia hewan, filum moluska adalah nomor dua terbesar (Nybakken, 1992).
Moluska bertubuh lunak, tidak beruas-ruas dan tubuhnya ditutupi oleh cangkang yang
terbuat dari kalsium karbonat. Cangkang tersebut berguna untuk melindungi organ dalam
dan isi rongga perut, tetapi ada pula moluska yang tidak bercangkang. Antara tubuh dan
cangkang terdapat bungkus yang disebut mantel. Reproduksi terjadi secara seksual
dengan fertilisasi internal..

4.Coelenterata
Coelenterata atau Cnidaria adalah invertebrata laut hewan diploblastic dengan simetri
radial, tanpa sistem organ dan anus dan memiliki satu Gastrovaskuler tubular dan dengan
tentakel dan nematocysts. pada taraf dewasa sering dijumpai. Biota-biota dalam filum ini
meliputi hydra, ubur-ubur, anemon laut dan koral (Nybakken, 1992). Coelenterata
mempunai siklus hidup yang menarik. Proses reproduksi aseksual maupun seksual
menunjukkan suatu siklus hidup yang terkait dengan periode planktonik

5.Chordata
Anggota filum Chordata yaitu Memiliki notokord, yaitu kerangka berbentuk batangan
keras tetapi lentur. Notokord terletak di antara saluran pencernaan dan tali saraf,
memanjang sepanjang tubuh membentuk sumbu kerangka. Memiliki tali saraf tunggal,
berlubang terletak dorsal terhadap notokord, dan memiliki ujung anterior yang
membesar berupa otak.Memiliki ekor yang memanjang ke arah posterior terhadap
anus.Memiliki celah faring. Chordata yang planktonik termasuk dalam kelas Thaliacea
dan Larvacea, memiliki tubuh agar-agar dan makan dengan cara menaring makanan
dari air laut. Larvaceae membangun cangkang di sekelilingnya dan memompa air agar
melalui suatu alat penyaring di dalam cangkang ini terus menerus dibangun dan
ditanggalkan.

6.Chaetognatha
Chaetognatha adalah invertebrata laut dengan jumlah spesies relatif sedikit tetapi sangat
berperan terhadap jaring-jaring makanan di laut. Biota ini memiliki ciri-ciri antara lain
bentuk tubuh memanjang seperti torpedo, transparan, organ berpasangan pada masing-
masing sisi, memiliki bagian caudal yang memanjang sirip dan kepala dengan sepasang
mata dan sejumlah duri melengkung di sekeliling mulut

2.5 Fisiologi Zooplankton


2.5.1 Reproduksi dan Siklus Hidup Zooplankton
Reproduksi antara zooplankton pada umumnya unisexual melibatkan baik hewan jantan
maupun betina, Reproduksi antara zooplankton pada umumnya unisexual melibatkan
baik hewan jantan maupun betina Siklus hidup copepoda Calanus dari telur hingga
dewasa melewati 6 fase naupli dan 6 fase copepodit. Perubahan bentuk pada beberapa
fase naupli pertama terjadi kira-kira beberapa hari dan mungkin tidak makan. Enam pase
kopepodit dapat diselesaikan kurang dari 30 hari (bergantung suplai makan dan
temperatur) dan beberapa generasi dari spesies yang sama mungkin terjadi dalam tahun
yang sama (yang disebut siklus hidup ephemeral) (Parsons, 1984).

Nybakken (1992) menyatakan pada estuaria, sekitar 50-60 % persen produksi bersih
fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Pada dasarnya hampir semua fauna akuatik
muda yang terdapat pada ekosistem mangrove, dikategorikan sebagai zooplankton. Usia
muda dari fauna akuatik (larva) sebagian besar berada di ekosistem mangrove. Dan larva
dikategorikan sebagai zooplankton, karena termasuk fauna yang pergerakannya masih
dipengaruhi oleh pergerakan air, sebagaimana pengertian dari plankton itu sendiri. Oleh
karena itu juga Tait (1981) mengkategorikan Gastropoda, Bivalva, telur ikan, dan larva
ikan kedalam zooplankton.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa zooplankton dari filum Protozoa,
memakan bakteri dan fungi yang terdapat pada ekosistem mangrove. Selain itu taksa
zooplankton yang sering dan banyak terdapat pada ekosistem mangrove adalah
Copepoda. Ikan-ikan pelagis seperti teri, kembung, lemuru, tembang dan bahkan
cakalang berprefensi sebagai pemangsa Copepoda dan larva Decapoda. Oleh karena itu,
terdapat ikan penetap sementara pada ekosistem mangrove, yang cenderung hidup
bergerombol dikarenakan kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan pada
ekosistem itu sendiri (Nybakken, 1992).

2.6 Distribusi Zooplankton


2.6.1 Distribusi Spasial (Tempat)
1. Ditribusi Horizontal
Distribusi fitoplankton secara horizontal lebih banyak dipengaruhi factor fisik berupa
pergerakan masa air. Oleh karena itu pengelompokan (pathciness) plankton lebih banyak
terjadi pada daerah neritik terutama yang dipengaruhi estuaria dibandingkan dengan oseanik.
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan distribusi fitoplankton yang tidak merata antara lain
arus pasang surut, morfogeografi setempat, dan proses fisik dari lepas pantai berupa arus
yang membawa masa air kepantai akibat adanya hembusan angin. Selain itu ketersediaan
nutrien pada setiap perairan yang berbeda menyebabkan perbedaan kelimpahan fitoplankton
pada daerah-daerah tersebut. Pada daerah dimana terjadi up welling atau turbulensi,
kelimpahan plankton juga lebih besar dibanding daerah lain yang tidak ada.
2. Distribusi Vertikal
Distribusi vertikal plankton sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitasnya, selain kemampuan pergerakan atau faktor lingkungan yang mendukung
plankton mampu bermigrasi secara vertikal. Menurut Seele dan Yentch (1960) dalam
Parsons dkk (1984), distribusi fitoplankton di laut secara umum menunjukkan densitas
maksimum dekat lapisan permukaan (lapisan fotik) dan pada waktu lain berada dibawahnya.
Hal ini menunjukan bahwa distribusi vertikal sangat berhubungan dengan dimensi waktu
(temporal). Selain faktor cahaya, suhu juga sangat mendukung pergerakannya secara
vertikal. Hal ini sangat berhubungan dengan densitas air laut yang mampu menahan
plankton untuk tidak tenggelam. Perpindahan secara vertikal ini juga dipengaruhi oleh
kemampuannya bergerak atau lebih tepat mengadakan adaptasi fisiologis sehingga terus
melayang pada kolom air. Perpaduan kondisi fisika air dan mekanisme mengapung
menyebabkan plankton mampu bermigrasi secara vertikal sehingga distribusinya berbeda
secara vertikal dari waktu ke waktu. Menurut Nybakken (1988) ada beberapa mekanisme
mengapung yang dilakukan plankton untuk dapat mempertahankan diri tetap melayang
dalam kolom air yaitu antara lain:
 Mengubah komposisi cairan-cairan tubuh sehingga densitasnya menjadi lebih kecil
dibandingkan densitas air laut. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh Noctiluca
dengan memasukkan amonium klorida (NH4Cl) kedalam cairan tubuhnya.
 Membentuk pelampung berisi gas, sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dari
densitas air. Contoh untuk jenis ini adalah ubur ubur
 Menghasilkan cairan yang densitasnya lebih rendah dari air laut. Cairan tersebut
biasanya berupa minyak dan lemak. Mekanisme ini banyak dilakukan oleh diatom
maupun zoolankton dari jenis copepoda
 Memperbesar hambatan permukaan. Mekanisme ini dilakukan dengan mengubah
bentuk tubuh atau membentu semacam tonjolan/duri pada permukaan tubuhnya.
2.6.2 Distribusi Temporal (Distribusi harian dan musiman )
Distribusi plankton dari waktu ke waktu lebih banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan.
Distribusi temporal banyak dipengaruhi oleh pergerakan matahari atau dengan kata lain
cahaya sangat mendominasi pola distribusinya. Distribusi harian plankton, terutama pada
daerah tropis, mengikuti perubahan intensitas cahaya sebagai akibat pergerakan semu
matahari. Pada pagi hari dimana intensitas cahaya masih rendah dan suhu permukaan air
masih relatif dingin plankton berada tidak jauh dengan permukan. Pada siang hari plankton
berada cukup jauh dari pemukaan karena ’menghindari’ cahaya yang telalu kuat. Pada sore
hingga malam hari plankton begerak mendekati bahkan berada pada daerah permukaan
(Gross,1990) (Gambar 1. ).
Gambar 1. Pola pergerakan harian plankton
Seperti dijelaskan tentang migrasi vertikal, setidaknya ada dua teori yang dapat menjelaskan
mengapa plankton dapat bergerak secara vertikal. Pertama plankton terangkat oleh
mekanisme pergerakan air yang disebabkan oleh perbedaan densitas. Pada siang hari dimana
air pada lapisan yang lebih dalam memiliki suhu yang relatif dingin dibandingkan pada
daerah lebih atas. Dalam kondisi demikian maka plankton akan terapung diatas lapisan
tersebut. Pada malam hari lapisan bagian atas mulai mendingin sehingga plankton terangkat
pada lapisan tersebut karena densitas plankton yang lebih rendah dari densitas air. Alasan
kedua adalah karena adanya mekanisme pergerakan yang dilakukan oleh plankton. Dengan
pola migrasi tersebut maka plankton baik fitoplankton maupun zooplankton akan
terdistribusi secara tidak merata di perairan. Pola distribusi fitoplankton dan zooplankton
baik siang maupun malam di daerah tropis Samudera Pasifik digambarkan oleh Longhurst
dan Pauly (1987)(Gambar 2. ).
Gambar 2. Pola distribusi organisme laut di Samudera Pasifik pada siang dan malam hari
Distribusi secara musiman pada beberapa daerah tropis pada bujur yang berbeda
menunjukkan bahwa produksi fitoplankton berlansung periodik dari waktu ke waktu
(Gambar 3.).

Gambar 10. Produktivitas fitoplankton musiman pada daerah tropis.


2.7 Contoh Zooplankton
CRUSTACEA

A. Ciri- Ciri Crustacea

Dalam bahasa Latin, crusta berarti cangkang. Crustacea disebut juga hewan
bercangkang. Telah dikenal kurang lebih 26.000 jenis Crustacea yang paling
umum adalah udang dan kepiting. Habitat Crustacea sebagian besar di air tawar
dan air laut, hanya sedikit yang hidup di darat. Tubuh Crustacea bersegmen
(beruas) dan terdiri atas sefalotoraks (kepala dan dada menjadi satu) serta
abdomen (perut). Bagian anterior (ujung depan) tubuh besar dan lebih lebar,
sedangkan posterior (ujung belakang)nya sempit. Pada bagian kepala terdapat
beberapa alat mulut, yaitu: 2 pasang antenna, 1 pasang mandibula, untuk
menggigit mangsanya, 1 pasang maksilla, 1 pasang maksilliped. Maksilla dan
maksiliped berfungsi untuk menyaring makanan dan menghantarkan makanan ke
mulut. Alat gerak berupa kaki (satu pasang setiap ruas pada abdomen) dan
berfungsi untuk berenang, merangkak atau menempel di dasar perairan.

Sistem Organ

Sistem Organ Keterangan


Makanannya berupa bangkai atau tumbuhan dan hewan lain.
Namun ada juga yang bersifat parasit pada organisme lain. Alat
pencernaannya terdiri atas tiga bagian, yaitu :

a. Tembolok

b. Lambung otot
Sistem
c. Lambung kelenjar
pencernaan
makanan
Di dalam perut Crustacea terdapat gigi-gigi kalsium yang
teratur berderet secara longitudinal. Selain gigi kalsium ini
terdapat pula batu-batu kalsium gastrolik yang berfungsi
mengeraskan eksoskeleton (rangka luar) setelah terjadi eksdisis
(penegelupasan kulit). Urutan pencernaan makanannya dimulai
dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung (ventrikulus),
usus dan anus. Hati (hepar) terletak di dekat lambung. Sisa-sisa
metabolisme tubuh diekskresikan lewat kelenjar hijau.
Sistem peredaran darah Crustacea disebut peredaran darah
Sistem peredaran terbuka karena beredar tanpa melelui pembuluh darah. Darah
darah tidak mengandung hemoglobin (Hb) melainkan hemosianin
yang daya ikatnya terhadap oksigen rendah.
Crustacea bernapas umumnya dengan insang, kecuali yang
Sistem respirasi /
bertubuh sangat kecil dengan seluruh permukaan tubuhnya dan
pernapasan
memiliki sebuah jantung untuk memompa darah.
Alat indera berupa sepasang mata majemuk (faset) bertangkai
yang berkembang dengan baik. Alat pencium dan peraba
Alat indera dan berupa dua pasang antena. Sistem syarafnya berupa tangga tali.
sistem syaraf Pada sistem syarafnya terjadi pengumpulan dan penyatuan
ganglion dan dari pasangan-pasangan ganglion keluar syaraf
yang menuju ke tepi.
Sistem reproduksinya bersifat diesis (berkelamin satu).
Sistem
Pembuahan terjadi secara eksternal. Telur menetas menjadi
reproduksi
larva yang sangat kecil, berkaki tiga pasang dan bersilia.

B. Klasifikasi Crustacea

Berdasarkan ukuran tubuhnya Crustacea dikelompokkan sebagai berikut

1.Entomostraca (udang tingkat rendah). Hewan ini dikelompokkan menjadi


empat ordo, yaitu: Branchiopoda , Ostracoda , Copecoda , Cirripedia

2.Malakostraca (udang tingkat tinggi). Hewan ini dikelompokkan


dalam tiga ordo, yaitu: Isopoda , Stomatopoda , Decapoda

C. Kelas Branchiopoda

Merupakan berbagai kelompok crustacean kecil yang umumnya berukuran


beberapa milliliter, terkecil 250 mikron dan terbesar 10 cm. Mudah dikenal dari
bentuk apendik badan yang lebar dan pipih berfungsi seperti insang sehingga
dinamakan brandchiopoda, disamping itu juga untuk menyaring makanan atau
sebagai alat renang.
Kelas Branchiopoda dibagi menjadi 4 ordo yaitu Anostraca, Notostraca,
Conchostraca dan Cladocera atas dasar bentuk tubuh, karapas, mata majemuk,
ruas-ruas tubuh dengan apendiknya. Branchiopoda berbeda dengan crustacean lain
karena tidak mempunyai cephalothorax, artinya tidak ada ruas badan yang tumbuh
menyatu dengan kepala.
1. Morfologi
Ruas badan (trunk) yang pertama adalah ruas yang mempunyai sepasang
kaki pertama. Secara morfologis semua ruas badan bentuknya sama. Batas antara
thorax dan abdomen tidak jelas, adakalanya letak gonopore digunakan sebagai
batas. Ruas-ruas di anterior gonopore adalah “thorax” dan yang di posteriornya
adalah “abdomen”.
Hampir semua branchiopoda hidup diperairan tawar, dan hanya beberapa
spesies dari Cladocera terdapat di laut. Dari keempat ordo tersebut hanya
Cladocera yang penyebarannya luas, terdapat di sungai, kolam besar, dan danau.
Sedangkan anostraca dan notostraca merupakan organisme yang khas di
lingkungan perairan yang tidak lazim seperti kolam kecil, genangan air sementara
pada musim hujan dan danau garam. Hal ini disebabkan oleh kemampuan
organisme tersebut untuk menghasilkan telur dorman (resting eggs) yang
memerlukan waktu istirahat dan dapat bertahan pada suhu tinggi dan kekeringan
bahkan ada yang dapat bertahan sampai 10 tahun.
Ordo Anostraca, Notostraca dan Conchostraca acapkali dikelompokkan
sebagai divisi Eubranchiopoda atau Phyllopoda karena bentuk apendiknya yang
lebar dan lembut. Semua anggotanya mempunyai ruas-ruas tubuh yang jelas
dengan jumlah apendik antara 10 sampai 71 pasang. Di ujung posterior terdapat
sepasang cercopoda (caudal rami, furca). Dalam lingkungan yang sesuai
populasinya kebanyakan betina, jantan sedikit atau jarang.
Anostraca disebut juga huhurangan atau fairy shrimps mempunyai mata
bertangkai; biasanya terdapat 20 ruas badan atau lebih dengan 11 sampai 19
pasang kaki renang; tidak mempunyai karapas; antena pertama kecil, uniramus
dan tidak beruas-ruas; antena kedua pada jantan besar dan berfungsi untuk
memegang betina pada waktu kopulasi.
Notostraca mempunyai karapas lebar seperti tameng yang menutup hampir
seluruh tubuh, sehingga dari dorsal tampak seperti berudu katak sedangkan dari
ventral seperti udang, sehingga dinamakan tadpole shrimps. Notostraca
mempunyai 35 sampai 71 pasang kaki; mata majemuk sessile; jumlah ruas badan
dan jumlah kaki dalam satu spesies tidak tetap; antena kedua kecil sekali atau
tidak ada; pada satu atau dua pasang kaki pertama terdapat beberapa helai rami
seperti benang diduga sebagai alat peraba; kaki ke sebelas pada betina mengalami
modifikasi menjadi semacam kantung untuk mengerami telur.
Conchostraca mempunyai tubuh yang pipih secara leteral dan tertutupdua
keping cangkang yang terbuka dibagian ventral mirip kerang atau remis kecil
sehingga disebut clam shrimp; terdapat sepasang mata majumuk bertangkai; kaki
10 sampai 32 pasang; antenna; antena kedua panjang, biramus dengan banyak
setae; satu atau dua pasang kaki pertama pada jantan berfungsi seperti tangan dan
berkait; betina mengerami telur dibagian dorsal antara tubuh dan karapas.
2. Fisiologi
Anostraca dan Notostraca berenang dengan lemah gemulai dan anggun,
lambat dan cepat, atau beristirahat di dasar perairan.Kaki yang banyak dan
langsing atau beristirahat di dasar perairan.Kaki yang banyak dan langsing
merupakan alat renang. Anostraca mempunyai kebiasaan berenang terbalik.
Notostraca acapkali merayap atau meliang pada permukaan subtract yang lembut.
Pada Conchostraca, antenna kedua merupakan alat renang utama, sedang kaki-
kaki kurang berperan. Conchostraca acapkali meliang atau merayap dengan kikuk
di permukaan substrat.
a. Makanan dan Cara Makan
Makanan Eubranchiopoda terdiri atas ganggang, bakteri, protozoa, rotifera dan
serpihan detritus. Makanan disaring dengan apendik tanpa diseleksi, dikumpulkan
dan digumpalkan dalam alur tengah ventral samping sepanjang badan, kemudian
dialirkan ke anterior terutama mengunakan gnthobase, yaitu bagian dari pangkal
kaki.
b. Reproduksi
Reproduksi aseksual tidak ada. Umumnya berkembang biak secara
parthenogenesis. Namun bagi spesies tertentu pada saat bersamaan terjadi baik
reproduksi secara parthenogenesis maupun singamik terjadi kopulasi dan
pembuahan di dalam. Telur yang telah dibuahi dan telur parthenogenesis dierami
oleh betina selama beberapa hari. Beberapa jenis phyllopoda menghasilkan dua
macam telur, bercangkang tipis yang secara meretas dan telur dorman
bercangkang tebal yang tahan panas, dingin maupun kekeringan. Kedua macam
telur tersebut dapat terjadi baik ada jantan maupun tanpa jantan dalam populasi.
Perkembangan embrio dalam telur mulai terjadi selama waktu pengeraman,
kemudian dilepas ke air kelompok demi kelompok dengan selang waktu 2 sampai
6 hari. Telur menetas menjadi larva nauplius atau metanauplius tergantung
spesiesnya.
3. Nilai Ekonomis
Musuh utama phyllopoda adalah amfibi dan beberapa jenis larva serangga
air dan karnivora. Di California pernah terjadi kerusakan tanaman padi oleh Apus
(ordo Notostraca), yang memakan daun padi muda dan terus menerus mengaduk
Lumpur sehingga air mengeruh dan menghalangi fotosintesa. Telur artemia dapat
diperdagangkan karena napliusnya merupakan makanan awal yang baik bagi anak
ikan atau udang dalam usaha pembenihan.
Ordo Cladocera dinamakan juga water flea merupakan satu-satunya ordo
dalam divisi Oligobranchipoda. Artinya kaki yang juga berfungsi seperti insang
jumlahnya sedikit, hanya 5 sampai 6 pasang. Kebanyakan cladocera berukuran 0,2
sampai 3 mm; ruas-ruas tubuh tidak jelas; biasanya thorax dan abdomen tertutup
kerapas yang tampak seperti 2 keping. Sebenarnya kerapas tersebut bukan dua
keeping tetapi hanya satu helai yang melipat dan terbuka dibagian ventral; bagian
ventral kepala tertutup rapat. Bentuk cangkang dari lateral bervariasi dari bundar,
oval, memanjang atau persegi. Permukaan cangkang acapkali berukir seperti
garis-garis, kotak-kotak atau bentuk lain.
Bentuk tubuh cladocera bervariasi selain dari bentuk cangkang atau
karapas yang berbeda, juga oleh perbedaan bentuk antenul, fornix dan ada
tidaknya rostrum. Pada kepala terdapat sebuah mata majemuk dan adakalanya
sebuah ocellus, keduanya berfungsi untuk menentukan arah terhadap sumber
cahaya dan intensitas cahaya. Antenna pertama (antenul) kecil tidak beruas-ruas
dan terletak dibagian ventral kepala, mengandung setae olfaktori (pencium).
Antenna kedua besar, sepasang, masing-masing terdiri atas sebuah pangkal ruas
yang kuat dan bercabang dua menjadi sebuah ramus dorsal (ramus superior) dan
sebuah ramus ventral (ramus inferior). Pada setiap ramus terdapat setae berbulu.
Formula setaepada Daphnia ialah 0 – 0 – 1 – 3 / 1 – 1 – 3. artinya ramus dorsal
terdiri atas 4 ruas, dimana berturut-turut dari ruas pertama sampai keempat
terdapat 0, 0, 1 dan 3 helai setae. Ramus ventral ada 3 ruas, pada ruas pertama,
kedua dan ketiga masing-masing terdapat 1, 1, dan 3 helai setae.
Antena kedua berfungsi sebagai alat renang, dan cara berenang cladocera
sangat khas yaitu tersendat-sendat (intermittently), tidak mulus dan gemulai
seperti branchipoda yang lain. Beberapa spesies tidak dapat berenang, tetapi
merayap karena mereka telah beradaptasi untuk hidup dan serasah daun yang
basah di naungan hutan tropis.
Semua kaki cladocera lebar dan pipih serta dilengkapi banyak rambut dan
setae. Biasanya pasangan kaki pertama dan kedua berfungsi seperti tangan, serta
dapat digunakan untuk berpegang pada substrat. Bentuk abdomen tidak jelas
namun dibagian posterior terdapat post-abdomen yang besar dan dilengkapi 2
helai setae abdominal. Di ujung post-abdomen terdapat sepasang kuku (claw).
Pada tepi kuku biasanya terdapat sederetan gerigi, digunakan untuk identifikasi
spesies. Post-abdomen berfungsi untuk membersihkan sampah dan kotoran yang
menempel pada kaki serta membantu pergerakan.
Spesies daerah limnetik biasanya tidak berwarna atau merah muda,
sedangkan yang didaerah litoral, kolam dangkal dan dasar perairan berwarna lebih
gelap bervariasi dari coklat kekuningan sampai coklat kemerahan, kelabu bahkan
hampir hitam. Pigmentasi terdapat baik pada karapas maupun jaringan tubuh.
Mulut cladocera terletak pada batas antara kepla dan badan. Makanannya
antara lain protozoa, ganggang, detritus organik dan bakteri. Yang penting adalah
ukuran partikel makanan. Makanan disaring dengan setae pada kaki dan dialirkan
ke mulut. Makanan yang ditolak atau ukurannya terlalu besar disingkarkan dengan
duri-duri pada pangkal kaki pertama, kemudian dibuang menggunakan post-
abdomen. Beberapa genera seperti Polyphemus dan Leptodora termasuk predator,
kaki-kakinya termodifikasi untuk menagkap mangsa. Polyphemus biasanya
terdapat di danau, kolam dan rawa-rawa, sedangkan Leptodora di daerah limnetik.
Cladocera memegang peran penting dalam mata rantai makanan di perairan
tawar sebagai penghubung antara produsen primer dengan anak ikan dan hewan
air lain yang karnivor. Daphnia dan Moina banyak dibudidayakan dan
diperdagangkan sebahai pakan alami hidup untuk ikan hias dan anak ikan dalam
pembenihan. Selain nilai gizinya bagus, cladocera mudah ditangkap anak ikan
karena berenangnya lambat.
4. Sistem Peredaran Darah
Jantung terletak dibelakang kepala, pada bagian dorsal. Darah keluar dari
jantung melalui bukaan di bagian anterior menuju hemocoel, dan kembali ke
jantung melalui 2 buah ostia lateral. Jadi termasuk sistem peredaran darah terbuka.
Plasma darah biasanya tidak berwarna atau sedikit kekuning-kuningan dan berisi
butir-butir darah tidak berwarna. Beberapa spesies cladocera kadang-kadang
berwarna kemerahan karena adanya hemoglobin terlarut dalam plasma darah yang
terbentuk apabila kandungan oksigen terlarut dalam air rendah. Pertukaran gas
terjadi secara difusi melalui permukaan tubuh, terutama pada bagian ventral di
antara karapas dan pada permukaan kaki yang lebar dan pipih.
Kelenjar cangkang yang terletak di anterior karapas diduga juga berfungsi
sebagai alat ekskresi. Sistem saraf terdiri atas sepasang benang saraf ventral
dengan sedikit ganglia dan sebuah otak yang terletak tepat di anterior (dorsal)
esofagus. Indera penciuman terdapat pada setae di tepi cangkang, antenul dan
daerah sekitar mulut. Indera peraba terutama pada setae abdominal dan bulu-bulu
pada pangkal ruas antena kedua. Mata dan ocellus berfungsi sebagai fotoreseptor,
bukan alat penglihatan.
5. Reproduksi
Reproduksi aseksual tidak ada. Cladocera dioecious, dalam lingkungan
yang baik sepanjang tahun berkembang biak secara partenogenesis, telur dierami
dalam kantung pengeraman, anak yang dihasilkan selalu betina. Tidak ada stadia
larva. Sekali bertelur antara 2 sampai 40 butir, tetapi umumnya antara 10 sampai
20 butir. Biasanya sekelompok telur masuk ke kantung pengeraman terjadi setiap
usai pergantian kulit.
Telur dierami sekitar 2 hari. Dengan mengerak-gerakkan post-abdomen ke
belakang, induk betina melepaskan anak-anaknya keluar sudah dalam stadia
juvenil pertama. Pertumbuhan paling cepat terjadi pada stadium juvernil ini,
dimana setiap kali setelah molting, ukuran tubuh menjadi hampir 2 kali lipat.
Selama juvernil terdapat sekitar 2 sampai 5 instar, dan dewas 10 sampai 25 instar
tergantung jenisnya.
Umur cladocera sejak telur masuk ke kantung pengeraman, menetas,
juvernil, dewasa sampai mati bervariasi tergantung spesies dan lingkungan.
Panjang umur Daphnia longispina antara 28 sampai 33 hari.
Menjelang dan setelah molting pada cladocera terjadi 4 peristiwa yang
berurutan dan berlangsung dengan cepat, antara beberapa menit sampai beberapa
jam, yaitu (1) melepaskan anak-anaknya dari kantung pengeraman, (2) molting,
(3) pertumbuhan ukuran panjang, dan (4) mengeluarkan kelompok telur baru dari
ovari ke kantung pengeraman.
Bila lingkungan memburuk, maka dalam populasi terdapat jantan antara
5% sampai 50%. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya jantan antara lain
(1) populasi betina yang terlalu padat, (2) kekurangan makanan, (3) perubahan
suhu, terlalu rendah atau tinggi. Diduga faktor tersebut meningkatkan
metabolisme yang berpengaruh terhadap mekanisme kromosom sedemikian rupa
sehingga menghasilkan telur partenogenesis jantan dan bukan telur betina seperti
biasanya. Bentuk jantan hampir sama dengan yang betina, hanya berukuran lebih
kecil, antenul lebih besar, post-abdomen mengalami modifikasi dan kaki pertama
dilengkapi kait yang tebal untuk memegang betina.
Lingkungan memburuk juga memicu timbulnya betina yang mampu
menghasilkan telur seksual. Artinya telur haploid yang dapat dibuahi jantan,
jumlahnya hanya satu atau dua butir. Telur tersebut juga berada dalam kantung
pengeraman dan dibungkus kapsul tebal dan gelap yang disebut ephippium.
Ephippia tahan terhadap kekeringan, panas dan beku, mudah diterbangkan angin.
Bila lingkungan sesuai, maka ephippium akan menetas menjadi betina
partenogenesis.
Pada cladocera terutama betina dari spesies limnetik, cyclomorfosa
merupakan peristiwa biasa, misalnya pada Daphnia pulex. Cyclomorfosa ialah
perubahan bentuk tubuh dalam suatu populasi disebabkan oleh perubahan musim
di daerah bermusim empat. D. carinata di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat juga
mengalami perubahan bentuk kepala pada waktu stadia juvenil, juvenil pertama
mancung dan mulai membulat tiap kali molting.

D. Decapoda

1. Makan dan Cara Makan


Kebanyakan decapoda adalah karnivora, namun beberapa jenis hidup
sebagai omnivor, herbivor atau pemakan sampah. Jenis herbivor termasuk yang di
air tawar dan darat juga memakan bangkai.
Mangsa atau makanan ditangkap atau dipegang dengan cheliped,
kemudian dipindahkan ke maksiliped yang menyalurkan ke mulut. Mulut terletak
agak ke ventral dan dilengkapi (dilindungi, ditutupi) beberapa pasang apendik
yang letaknya tumpang tindih. Maksiliped ke-3 merupakan bagian terluar dan
adakalanya menutup apendik-apendik yang lain.
Kepiting porselen, Petrolisthes eriomerus, beberapa jenis kelomang dan
beberapa jenis decapoda lainnya merupakan pemakan detritus-scavenger. Spesies
penghuni lubang, Callianassa penyaring plankton dan detritus dengan chaliped
yang berbulu lebat. Ada pula yang jenis filter feeder.
2. Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan terdiri atas mulut, esofagus, lambung kardiak yang
besar, lambung pilorik yang kecil, usus yang panjang dan anus dibagian ventral
telson.
3. Sistem Pernapasan dan Peredaran Darah
Decapoda bernapas dengan insang yang terletak ditiap sisi ruas thorax.
Pada semua decapoda, air keluar melalui tepi karapas di anterior kepala, namun
air masuk sedikit bervariasi. Pada natantia, air masuk melalui berbagai sisi ventral
dan posterior tepi karapas. Pada udang karang, jenis Macrura, air masuk dari tepi
posterior tepi karapas dan sekitar pangkal kaki jalan karena tepi karapas dibagian
ventral melekat lebih rapat daripada tepi karapas natantia. Pada jenis kepiting air
masuk terbatas dari sekitar pangkal karapas cheliped.
Dalam tiap sumbu insang terdapat saluran darah masuk dan saluran darah
keluar. Darah dari saluran darah masuk mengalir ketiap filamen atau lamela
insang, dan kembali ke saluran darah keluar. Pada jenis kepiting, darah dalam
lamela mengalir melalui sinus darah yang lembut.
Darah decapoda mengandung pigmen pernapasan hemocyanin yang larut
dalam plasma darah. Pertukaran O 2 dan CO2 terjadi saat air mengalir melalui
filamen atau lamela insang. Jantung berbentuk persegi terletak dibagian dorsal
thorax dan mempunyai 3 pasang ostia. Darah keluar dari jantung melalui 5 buah
arteri anterior dan sebuah arteri abdomen di posterior. Disamping itu terdapat
sebuah arteri sternum yang keluar dari posterior jantung atau dari pangkal arteri
abdomen. Arteri sternum turun ke ventral melalui salah satu sisi saluran
pencernaan dan diantara benang saraf ventral, kemudian terbagi 2 menjadi arteri
subneuron anterior dan arteri subneuron posterior. Masing-masing arteri tersebut
memasok darah ke sinus darah dalam berbagai organ tubuh. Selanjutnya darah
dari sinus-sinus tersebut dikumpulkan dalam sebuah sinus sternum yang besar
dibagian ventral thorax, kemudian darah mengalir ke insang melalui saluran darah
masuk – larnea insang – saluran darah keluar, kembali ke jantung melalui sinus
perikardium dan ostia.
4. Sistem Saraf dan Alat Indera
Sistem saraf ganglia, terdiri atas supraesofagus (otak) di kepala yang
berhubungan dengan saraf ke mata, antena dan sepasang saraf mengelilingi
esofagus, dan selanjutnya berhubungan dengan benang saraf ventral. Indera pada
decapoda lebih sempurna dari pada crustacea lainnya, sehingga memungkinkan
decapoda untuk menjajaki keadaan lingkungannya secara berkesinambungan,
misalnya untuk menentukan tempat berlindung, mencari makan atau pasangan,
menghindar dari predator atau lingkungan yang tidak nyaman.
Alat peraba yang peka antara lain capit, bagian-bagian mulut, bagian
ventral abdomen dan tepi telson. Pada tempat tersebut terdapat bulu-bulu peraba
yang halus yang berhubungan dengan saraf indera di bawah kutikula. Indera
perasa dan penciuman terdapat pada bulu-bulu halus di antena pertama, ujunga
antena ke-2, bagian-bagian mulut dan ujung capit (chelae).
Mata majemuk terdiri atas 2.500 facet mikroskopit, terdapat pada 2 sampai
3 ruas tungkai mata. Segala objek yang diterima mata, tampak seperti gambar
mozaik. Beberapa jenis decapoda buta terutama spesies laut dalam dan spesies
yang tinggal dalam gua bawah tanah.
Luminescence terdapat pada beberapa spesies dari 17 genera udang, antara
lain Sergestes challengeri. Beberapa jenis udang laut dalam mengeluarkan sekresi
seperti kabut cahaya dalam air.
5. Reproduksi dan Perkembangan
Decapoda dioecious, terjadi kopulasi, beberapa jenis membentuk
spermatofora dan betina mempunyai seminal receptacle. Sepasang testis atau
ovari terletak dalam thorax, dan memanjang sampai bagian anterior abdomen.
Banyak decapoda memperlihatkan perbedaan jenis jantan dan betina, misalnya
hewan jantan lebih kecil daripada yang betina, atau salah satu capit pada jantan
besar sekali sedangkan pada betina capitnya kecil, atau jantan mempunyai warna
lebih indah.
Pada beberapa jenis penaeid yang tidak mengerami telur dan udang.
Sergestes, telur menetas menjadi larva nauplius, metanauplius atau protozoea.
Namun pada kebanyakan decapoda laut, telur menetas menjadi protozoea atau
zoea. Tergantung habitatnya, reproduksi dan daur hidup decapoda sangat beraneka
ragam. Berikut ini disajikan reproduksi daur hidup beberapa jenis decapoda yang
banyak dikenal.
Jenis udang dari famili Penaeidae dalam daur hidupnya melakukan
migrasi. Udang dewasa bertelur di laut. Telur dilepas ke air dan menjadi larva
nauplius yang hidup sebagai plankton dan akan menuju tepi pantai. Dalam
perjalanannya menuju tepi pantai, nauplius mengalami metamorfosa menjadi
protozoea, zoea, mysis dan post larva.
Pada musim tertentu, udang stadia mysis atau post larva dalam jumlah
sangat banyak bersama air pasang memasuki muara sungai, hutan bakau dan
tambak ikan atau tambak udang melalui pintu tambak. Daerah tersebutmerupakan
nursery ground bagi anak udang sampai stadia juvenil. Pada akhir stadia juvenil
atau menjelang dewasa, udang akan kembali ke laut untuk bertelur.
Udang galah, Macrobrachium rosenbergii dewasa mengerami telur pada
pleopod. Sebelum telur menetas, udang betina akan pergi ke muara sungai, tepi
pantai dan perairan payau. Telur menetas menjadi larva stadium mysis di air tawar
atau air payau. Bila dalam waktu 4-5 hari mysis tidak mencapai air payau, akan
mati. Muara sungai, tepi pantai dan perairan payau merupakan daerah pembesaran
(nursey ground) bagi mysis yang planktonik sampai mencapai stadium juvenil
yang bersifat benthik. Stadium juvenil akan melakukan migrasike hulu sungai, ke
air tawar dan tinggal di perairan tawar sampai dewasa. Udang galah disebut juga
giant river prawn. Jantan mencapai panjang 25 cm dan betina 15 cm. Banyak
terdapat di daerah tropis dan subtropis di wilayah Indo Pasifik.
Bentuk zoea kepiting mudah dikenal karena mempunyai duri rostrum yang
sangat panjang dan adakalanya terdapat sepasang duri lateral pada tepi posterior
karapas. Larva zoea sebanyak 4 instar kemudian menjadi larva megapola yang
mempunyai karapas lebar dan 5 pasang apendik thorax tetapi tidak
mempunyai duri panjang. Stadia zoea menjadi megapola berenang
bebas sebagai plankton, kemudian megapola akan turun ke dasar
perairan dan berganti kulit menjadi kepiting muda dengan bentuk
karapas lebih besar dan abdomen melipat kebawah thorax, dan menjadi
benthos sperti yang dewasa.
6. Nilai Ekonomis
Berbagai jenis decapoda seperti udang, kepiting dan udang
karang mempunyai nilai niaga yang tinggi. Bahkan sejak tahun 1980
udang windu, Penaus monodon merupakan komoditi ekspor Indonesia
dan dibudidayakan dalam tambak. Udang ronggeng dan kepiting kelapa
juga digemari banyak orang dan sudah masuk rumah makan. Udang
rebon, ordo Mysidacea, merupakan bahan baku pembuatan terasi, dan
juga diperdagangkan sebagai rebon kering asin. Semua ini memberi
mata pencaharian bagi nelayan, penangkap, pedagang pengumpul,
pengangkutan dan rumah makan.
Crustacea kecil seperti Artemia dan Daphnia dijual baik dalam
keadaan hidup, maupun dalam bentuk telur oleh pedagang ikan hias.
Disamping yang menguntungkan ada pula yang merugikan manusia
seperti copepoda seperti inang perantara berbagai macam penyakit,
isopoda pengebor kayu atau parasit pada ikan dan udang, serta tritip yang
mengotori lunas kapal. Kepiting air tawar dari famili Potamonidae
adapkali merusak benih padi di sawah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Zooplankton merupakan konsumen pertama dalam tingkatan trofik di
ekosistem perairan. Keberadaan plankton menjadi sangat penting dalam
ekosistem perairan karena plankton menjadi rantai utama jaring – jaring
makanan yang selanjutnya akan diteruskan oleh nekton dan bentos.
Kemelimpahan zooplankton akan menentukan kesuburan suatu perairan
Berdasarkan iklus hidup zooplankton dibedakan menjadi 2 yaitu meroplankton
dan holoPlankton. Kelompok meroplankton disebut plankton sementara
sedangkan holoplankton tetap yaitu biota yang sepanjang hidupnya tetap
menjadi plankton.

Besar dari zooplankton sendiri berkisar dari mikroplankton yang paling kecil
dengan ukuran 200 µm sampai yang paling besar megaplankton dengan ukuran
20mm.

Reproduksi antara zooplankton pada umumnya unisexual melibatkan baik


hewan jantan maupun betina Reproduksi antara zooplankton pada umumnya
unisexual melibatkan baik hewan jantan maupun betina. Siklus hidup copepoda
Calanus dari telur hingga dewasa melewati 6 fase naupli dan 6 fase copepodit.
Enam pase kopepodit dapat diselesaikan kurang dari 30 hari (bergantung suplai
makan dan temperatur)

Ada 2 jenis pendistribusian zooplankton, yang pertama distribusi spasial yang


terbagi menjadi dua, yaitu distribusi Horizontal yang disebabkan oleh factor
fisik berupa pergerakan massa air. Sedangkan distribusi Vertikal yang
dipengaruhi oleh faktor produksivitas, selain kemampuan bergerak adapun
faktor lingkungan. Cahaya matahari dan densitas air adalah contoh faktor yang
mempengaruhi.
Pendistribusian yang kedua adalah distribusi temporal atau juga bisa dibilang
harian atau musiman. Ditentukan pengaruh lingkungan , pergerakan matahari
berpengaruh besar terhadap pola distribusinya. Pada suhu yang dingin atau
dengan kata lain tidak/sedikit cahaya yang ada membuat plankton sendiri
dekat/ada di permukaan, menandakan mereka menghindari cahaya yang terlalu
kuat , jadi saat siang hari mereka menyelam lebih dalam.

6
DAFTAR PUSTAKA

Andrews, C., E. Adrian. & C. Neville. (2003). Manual of Fish Health. A Firefly
Publisher. Canada. Fisrt Printing. hlm. 207.
Anugrah, Nontji. (2008). Plankton Lautan. Jakarta: LIPI Press.
Arinardi, O.H., S.H. Trimaningsih., E. Riyono, E. Asnaryanti. (1994). Pengantar
Tentang Plankton Serta kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan di
sekitar Pulau Jawa dan Bali. LP3O- LIPI. Jakarta : 113 hlm.
Boyd, C. E. (1982). Water Quality Management for Pond Fish Culture
Development in Aquaculture and Fish Science, Vol. 9. Elsevier Scintific
Pub. Comp.
Dawes, C. J. (1981). Marine Botany. John Wiley and John, Inc. New York. 628 pp.
Dawson, J.K. (1979). Pollution Ecology of Estuarine Environment. Academic
Press. London.
Hutabarat, S & Evans, S. M. (1986). Kunci Identifikasi Zooplankton. Jakarta: UI
Press.
Kaswadji, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir. Sebagian
bahan
Krebs C.J. (1985). Ecological Methodology. Harper Collins Publishers. New York.
Murtidjo, B. A. (1992). Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Newell, G.E. and R.C. Newell. (1977). Marine Plankton : A Practical Guide.
Hutchison.
Nyabakken, J. W (1992). Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekolog. Penerjemah:
Ediman, dkk. Jakarta: Gramedia.
Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT.
Gramedia.
Odum. (1993). Fundamental of Ecology. W.B. Souders Company. Toronto. 577 pp.
Omori. M dan T. Ikeda. (1984). Methods in Marine Zooplankton Ecology. John
Willey and Sons. A Willey Intercine. New York. 332 Hal.
Parsons et al. (1984). Biological Oceanography Process. Third Edition. Pergamon
Press, New York : 61-117 hlm.
Raymont, J. E. E. (1983). Plankton and Productivity in the Ocean. 2nd edition.
Pergamon Press, Oxford. 770 pp.
Sachlan, M. (1982). Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Tait,R.V. (1981). Element of Marine Ecology. An Introduction. Cambridge
University Press. New York. 356 pp.
Wetzel, R.G. (1983). Limnology. 2nd Edition. Toronto: Saunders College
Publishing.

Patmawati, R., Endrawati, H., & Santoso, A. (2018). Struktur Komunitas


Zooplankton di Perairan Pulau Panjang dan Teluk Awur, Kabupaten Jepara.
Buletin Oseanografi Marina, 7(1), 37.
https://doi.org/10.14710/buloma.v7i1.19041

Agustini, N. T., Ta’alidin, Z., & Purnama, D. (2016). Struktur Komunitas


Mangrove Di Desa Kahyapu Pulau Enggano. Jurnal Enggano, 1(1), 19–31.
https://doi.org/10.31186/jenggano.1.1.19-31

7
Ahmad, F. (2014). Komposisi Jenis dan Kelimpahan Zooplankton di Perairan
Teluk Buli , Halmahera Timur.

Anda mungkin juga menyukai