SADIKIN
SYAMINA
PERANG KHAIBAR
A. Sadikin
Laporan
Edisi 15 / Oktober 2017
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah
lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala
bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak
media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk
menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada
metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4
PERANG KHAIBAR; Sejarah Pengkhianatan Yahudi Terhadap Rasulullah — 6
Lokasi Khaibar — 6
Perjanjian Rasulullah dengan yahudi madinah — 7
Pengkhianatan-pengkhianatan Bangsa Yahudi Sebelum Perang Khaibar — 10
Sebab Perang Khaibar — 16
Kekuatan Pasukan Islam Saat Perang Khaibar — 16
Rute Menuju Khaibar — 18
Penyerangan Khaibar — 19
Kekuatan dan Kondisi Khaibar — 20
Penaklukan Benteng-benteng Khaibar — 20
Yahudi Khaibar Menyerah — 24
Ghanimah Perang Khaibar — 24
Penutup — 25
3
Edisi 15 / Oktober 2017 SYAMINA
EXECUTIVE SUMMARY
P
engkhianatan dan pembelotan selalu dianggap tercela dalam narasi banyak
budaya. Dalam sejarah Islam, pengkhianatan dan pembelotan yang paling
sering dilakukan dan berbahaya adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang
Yahudi terhadap Rasulullah SAW. Dan perang Khaibar merupakan babak akhir dari
pengkhianatan mereka yang panjang semasa hidup Rasulullah. Perang ini terjadi
pada tahun 7 H atau 628 M.
Pengkhianatan pertama orang-orang Yahudi adalah apa yang dilakukan oleh
Bani Qainuqa. Bani Qainuqa termasuk bangsa Yahudi yang perkampungannya paling
dekat dengan tempat tinggal bangsa Arab Yatsrib (Madinah). Bahkan pasar mereka
merupakan di antara pasar yang banyak dikunjungi oleh bangsa Arab Madinah.
Pengkhianatan mereka berawal dari beberapa di antara mereka yang
mengganggu seorang perempuan Muslimah yang berakibat terjadi perkelahian
antara seorang Muslim dan beberapa orang dari Bani Qainuqa. Dalam perkelahian
itu, seorang Muslim terbunuh dan seorang Yahudi yang mengganggu Muslimah tadi
juga terbunuh. Karena Bani Qainuqa tidak beriktikad baik bahkan memusuhi Islam
Rasulullah pun lalu menyerang mereka dan berhasil mengalahkannya. Bani Qainuqa
akhirnya terusir dari Madinah.
Tidak lama berselang, Bani Nadhir mengikuti jejak Bani Qainuqa dalam
mengkhianati Rasulullah. Mereka bahkan hendak membunuh Rasulullah dengan
4
menjatuhkan batu besar ke kepala beliau. Namun usaha itu gagal. Oleh itu, Rasulullah
SYAMINA Edisi 15 / Oktober 2017
5
Edisi 15 / Oktober 2017 SYAMINA
PERANG KHAIBAR
SEJARAH PENGKHIANATAN YAHUDI TERHADAP RASULULLAH
P
engkhianatan dan pembelotan adalah motif umum dalam narasi banyak
budaya. Dalam pandangan Islam, Perang Khaibar (7 H/629 M) adalah sebuah
kisah pengkhianatan dan konsekuensi mengerikan akibat merencanakan
suatu perlawanan terhadap Allah dan Nabi-Nya.1 Meski bisa jadi tidak semua Yahudi
Khaibar memusuhi Islam, namun dengan dominannya tokoh-tokoh dan orang-orang
yang mendukung permusuhan kepada Islam, maka peran pengkhianat diasumsikan
oleh keseluruhan kelompok Khaibar, dan bukan pada satu atau beberapa individu
saja.
Dengan demikian, pengutukan terhadap suatu kelompok sebagai pengkhianat
bukan berarti menafikan sama sekali adanya orang-orang baik dari mereka. Namun
karena kelompok tersebut didominasi oleh para pengkhianat, sehingga semuanya
dihukumi berdasarkan kelompok yang dominan. Kecuali mereka yang secara terang-
terangan memisahkan diri dari kelompok tersebut.
LOKASI KHAIBAR
Perang Khaibar adalah pertempuran yang terjadi antara umat Islam yang
dipimpin Rasulullah Muhammad saw dengan orang-orang Yahudi yang hidup di
oasis Khaibar, yang terletak sekitar delapan barid (sekitar 96 mil/ 154 km) sebelah
utara Madinah, Arab Saudi.2 Jarak tersebut pada umumnya ditempuh selama tiga
hari perjalanan dari Madinah. Saat itu, Khaibar terkenal dengan kesuburan lahan
pertanian dan hasil kurmanya. Selain sebagai perkampungan tempat tinggal, Khaibar
1 Jeffry R. Halverson dkk, Master Narratives of Islamist Extremism, Palgrave Macmillan, USA, 2011, hal. 76.
6 2 Lihat Ibnu Saad, Ath-Thabaqah Al-Kubra, vol. II, hal. 81, dan Russ Rodgers, The Generalship of Muhammad,
hal. 196.
SYAMINA Edisi 15 / Oktober 2017
juga didesain sebagai benteng pertahanan. Untuk itu, di Khaibar banyak didirikan
benteng-benteng untuk menahan laju serangan lawan. Tercatat, sejak didirikan
tampaknya belum ada kekuatan manapun yang berhasil menaklukkannya. Hingga
akhirnya berhasil dijinakkan oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Rasulullah SAW.
3 Para ahli sejarah berbeda pendapat terkait validitas piagam perjanjian tersebut. Menurut Akram Al-Umari,
keberadaan piagam tersebut benar adanya, dengan beberapa alasan, di antaranya: meski tidak memiliki sanad
shahih namun inti piagam tersebut banyak didukung oleh potongan hadits-hadits yang shahih; penggunaan 7
kata dan diksi dalam piagam tersebut sangat dikenal dan kental di zaman Rasulullah; dan dalam piagam
Edisi 15 / Oktober 2017 SYAMINA
Untuk perjanjian internal umat Islam, Ibnu Hisyam mencatat bahwa isi-isi
perjanjian yang dibuat Rasulullah lalu disepakati oleh umat Islam, yaitu:
2. Muhajirin dari Quraisy dengan adat kebiasaan yang berlaku di antara mereka
harus saling kerja sama dalam menerima atau membayar suatu tebusan. Sesama
Mukmin harus saling menebus orang yang ditawan dengan cara yang makruf dan
adil. Setiap kabilah dari Anshar dengan adat kebiasaan yang berlaku di kalangan
mereka harus menebus tawanan mereka sendiri, dan setiap golongan di antara
orang-orang Mukmin harus menebus tawanan dengan cara makruf dan adil.
4. Orang-orang Mukmin yang bertakwa harus melawan orang yang berbuat zalim,
berbuat jahat dan kerusakan di antara mereka sendiri.
7. Seorang Mukmin tidak boleh membela orang kafir dengan mengabaikan Mukmin
lainnya.
8. Jaminan Allah adalah satu. Orang yang lemah di antara mereka pun berhak
mendapat perlindungan.
9. Jika ada di antara Yahudi yang mengikuti kita, maka mereka berhak mendapat
pertolongan dan persamaan hak, tidak boleh dizalimi dan ditelantarkan.
10. Perdamaian yang dibuat oleh orang-orang Mukmin harus satu. Seorang Mukmin
tidak boleh mengadakan perdamaian sendiri dengan selain Mukmin dalam suatu
peperangan di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil.
11. Sebagian Mukmin (yang mampu) harus menampung mukmin lainnya, sehingga
darah mereka terlindungi di jalan Allah.
12. Orang-orang musyrik tidak boleh melindungi harta orang Quraisy dan tidak
boleh merintangi orang Mukmin.
13. Siapa pun yang membunuh seorang Mukmin yang tidak bersalah, maka ia
harus mendapat hukuman yang setimpal (diqisas), kecuali jika wali korban yang
dibunuh merelakannya.
14. Semua orang Mukmin harus bangkit untuk membela (agama dan negeri mereka)
dan tidak boleh diam saja.
8 tersebut tidak ada pujian atau celaan terhadap individu atau kelompok tertentu sehingga dugaan bahwa itu
adalah dusta bisa diabaikan. Lihat As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, vol. I, hal. 275-278.
SYAMINA Edisi 15 / Oktober 2017
15. Orang Mukmin tidak boleh membantu dan menampung orang jahat. Siapa yang
melakukannya maka berhak mendapat laknat Allah dan kemurkaan-Nya pada
Hari Kiamat dan tidak ada tebusan yang bisa diterima.
16. Perkara apa pun yang diperselisihkan di antara mereka, harus dikembalikan
kepada Allah dan Muhammad saw.4
Tidak lama setelah mengukuhkan perjanjian di kalangan internal umat Islam,
Rasulullah SAW pun kemudian melakukan perjanjian dengan bangsa Yahudi.
Adapun di antara isi perjanjian tersebut yaitu,
1. Bangsa Yahudi dari Bani Auf adalah satu umat (bangsa) bersama orang-orang
mukmin. Mereka bebas dengan agama mereka sendiri, dan orang-orang Islam
juga bebas dengan agama mereka. Begitu juga orang-orang yang bersekutu
dengan mereka, termasuk diri mereka sendiri. Perkara ini juga berlaku kepada
selain Yahudi Bani Auf.
5. Siapa pun tidak boleh dianggap bersalah kerana kesalahan yang dilakukan oleh
sekutunya.
8. Kota Yatsrib harus terpelihara sepenuhnya; tidak boleh dicerobohi oleh pihak
mana pun yang menandatangani piagam ini.
9. Perselisihan atau persengketaan apa pun di antara sesama peserta piagam ini
yang dikhawatirkan akan membawa kepada bencana maka hendaklah dirujuk
kepada hukum Allah dan kepada penyelesaian oleh Muhammad Rasulullah SAW.
10. Tidak boleh di beri perlindungan kepada Quraisy (musuh) begitu juga tidak boleh
di beri perlindungan kepada orang-orang yang membantunya.
4 Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyyah, vol. I, hal. 501-502. Lihat juga Shafiyyurman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq 9
Al-Makhtum, hal. 168-169.
Edisi 15 / Oktober 2017 SYAMINA
12. Piagam ini tidak boleh di pakai untuk melindungi orang-orang zalim dan
yang bersalah.5
Dari perjanjian tersebut jelaslah bahwa antara umat Islam yang dipimpin
oleh Rasulullah SAW dan bangsa Yahudi terjalin sebuah kesepakatan untuk saling
berdamai, saling berusaha mempertahankan kota Madinah, serta tidak melakukan
pengkhianatan dengan menyerang salah satu pihak.
Dengan mengerahkan 400 orang tanpa baju besi dan 300 orang dengan baju
besi, mereka pernah menghalangi untuk berperang dengan berbagai kabilah. Tetapi
apakah Engkau justru akan membunuh mereka hanya dalam sekejap? Demi Allah!
Saya khawatir akan timbul bencana di kemudian hari.”
Akhirnya, Rasulullah SAW pun bermurah hati kepada mereka. Beliau
memerintahkan Yahudi Bani Qainuqa pergi sejauh-jauhnya dari Madinah dengan
meninggalkan harta benda mereka.9
Tidak ada pilihan lain bagi Bani Nadhir kecuali hengkang meninggalkan Madinah.
Mereka pun sudah menyiapkan segala-galanya untuk keluar dari Madinah. Namun
Abdullah bin Ubai bin Salul, pemimpin orang-orang munafik, mengirim utusan
kepada mereka untuk mengatakan, “Kuatkanlah hati kalian. Bertahanlah dan jangan
tinggalkan rumah kalian. Aku memiliki 2000 orang yang siap bergabung bersama
kalian di benteng kalian. Mereka siap mati demi membela kalian. Jika kalian diusir,
kami juga akan pergi bersama kalian. Sekali-kali kami tidak akan patuh kepada
seorang pun12 yang akan menyusahkan kalian. Jika kalian diperangi, kami akan
membantu kalian. Yahudi Bani Quraizhah dan sekutu kalian dari Ghathafan tentu
juga akan mengulurkan bantuan kepada kalian.”13
Mendengar itu, kepercayaan diri Yahudi Bani Nadhir pun bangkit kembali.
Mereka sepakat untuk melakukan perlawanan. Pemimpin mereka Huyai bin Akhtab
sangat bersemangat saat merespon utusan Abdullah bin Ubai bin Salul. Dia pun
lantas mengirim utusan kepada Rasulullah untuk menyatakan, “Kami tidak akan
keluar dari tempat tinggal kami. Berbuatlah menurut kehendakmu.”
Setelah Rasulullah SAW mengetahui reaksi Huyai bin Akhtab, maka beliau
bertakbir bersama para sahabat. Beliau lalu bangkit untuk menyerang orang-orang
Yahudi Bani Nadhir dan mengepung mereka.
Penduduk Bani Nadhir lalu semuanya masuk ke dalam benteng mereka. Dari sana
mereka melancarkan serangan dengan panah dan batu kepada pasukan Rasulullah.
Kebun kurma dan ladang yang berada dalam benteng cukup membantu pertahanan
mereka. Untuk itulah Rasulullah memerintahkan untuk memotong pohon-pohon
kurma tersebut dan membakarnya.
Pengepungan itu berlangsung tidak terlalu lama, yaitu hanya enam hari. Bani
Nadhir akhirnya menyatakan menyerah, setelah bantuan yang dijanjikan oleh orang-
orang munafik tidak kunjung terwujud. Mereka mengirim utusan kepada Rasulullah
yang mengatakan, “Kami siap keluar dari Madinah.”
Rasulullah SAW pun memberi kesempatan buat mereka untuk meninggalkan
Madinah dengan membawa seluruh keluarga, juga harta benda mereka sebanyak
yang bisa dibawa seekor onta. Sedangkan untuk persenjataan mereka tidak boleh
dibawa. Dendam akibat pengusiran inilah yang nantinya menyebabkan terjadinya
perang Khaibar. Bahkan Al-Quran menyinggung perang Bani Nadhir dalam satu
surat utuh.14
pun berhasil meredam keinginan pihak musuh, baik yang berasal dari luar Madinah
maupun dari dalam Madinah. Pasukan Ahzab akhirnya gagal ingin menguaisai
Madinah setelah diserang oleh angin yang dahsyat pada malam harinya.15
Setelah berakhirnya perang Ahzab yang menyebabkan porak-porandanya
pasukan Ahzab, pada salah satu Sabtu di bulan Syawal 5 H, Rasulullah SAW kemudian
kembali ke Madinah pada pagi harinya. Kemudian pada siang hari setelah shalat
Zhuhur, beliau kembali menginstruksikan kepada pasukan Islam yang baru saja
pulang perang dan belum sempat beristirahat penuh untuk segera bergerak menju
perkampungan Bani Quraizhah.
Instruksi itu sangat jelas, “Barang siapa yang taat dan tunduk (pada Allah dan
Rasul-Nya) maka janganlah sekali-kali kalian menunaikan shalat Ashar kecuali di
Bani Quraizhah.” Setelah tiba di sana, pasukan Islam pun melakukan pengepungan
dengan ketat terhadap Bani Quraizhah.16
Setelah mengetahui tekad bulat pasukan Islam untuk melakukan pengepungan
terhadap Bani Quraizhah, Kaab bin Asad lalu menawarkan tiga opsi untuk
menyelesaikan persoalan tersebut. Tiga opsi itu yaitu:
mereka yang boleh ikut serta berjihad dalam perang Khaibar adalah hanya mereka
yang ikut perjanjian Hudaibiyah.19 Pada saat itu, Rasulullah menunjuk Saba’ bin
Urthufah sebagai pengganti beliau di Madinah, kerena beliau sendiri yang akan
memimpin langsung perang tersebut.20
Sementara itu, di dalam kota Madinah, orang-orang munafik pun mulai
membocorkan rencana penyerangan Khaibar. Abdullah bin Ubai, pemimpin orang-
orang munafik lalu mengirim utusan kepada Yahudi Khaibar untuk menyampaikan
pesan akan kedatangan pasukan Rasulullah kepada mereka.
Ia meminta Yahudi Khaibar untuk siap siaga dan menghibur mereka untuk tidak
takut menghadapi hal itu karena jumlah pasukan Islam lebih sedikit dari jumlah
kekuatan mereka. Selain juga persenjataan mereka yang lebih minim dibanding
persenjantaan yang dimiliki Yahudi Khaibar.
Meski telah memiliki pasukan sekitar 10. 000 personil, tetapi setelah menerima
kabar dari orang-orang munafik tersebut, Yahudi Khaibar juga mengutus utusan21
kepada Bani Ghathafan untuk meminta bantuan mereka dalam menghadapi pasukan
Rasulullah. Bani Ghathafan merupakan sekutu orang-orang Yahudi dan pernah
bersepakat bersama mereka untuk memerangi Rasulullah. Bani Ghathafan pun
menyanggupinya dengan meminta imbalan berupa setengah hasil kurma Khaibar
jika mereka berhasil mengalahkan pasukan Islam. Jumlah pasukan yang dimiliki
Ghathafan saat itu yaitu sekitar 4.000 personil.
Untuk itu, mereka pun melakukan berbagai persiapan dan segera menuju
Khaibar untuk membantu orang-orang Yahudi. Tak beberapa jauh setelah melakukan
perjalanan, mereka mendengar suara gaduh dan hiruk pikuk dari arah belakang
mereka.
Mereka pun menduga bahwa suara tersebut berasal dari perkampungan mereka,
yaitu suara pertempuran antara kabilah mereka dengan pasukan Islam. Akhirnya
mereka pun memutuskan untuk pulang dan membatalkan janji mereka untuk
membantu orang-orang Yahudi Khaibar.22
PENYERANGAN KHAIBAR
Rasulullah SAW bersama pasukannya akhirnya tiba di suatu tempat yang tidak
jauh dari Khaibar pada waktu malam, lalu mendirikan kemah di sana. Saat itu
kedatangan Rasulullah dan pasukannya tidak ketahui oleh penduduk Khaibar. Pada
paginya, penduduk Khaibar pun beraktifitas seperti hari-hari biasa dengan pergi ke
kebun-kebun mereka yang berada di luar benteng Khaibar.
Oleh itu, tatkala mereka menemukan pasukan Islam beserta tenda-tenda
yang berjumlah banyak yang berada di luar benteng, mereka pun segera pulang
berhamburan untuk menuju benteng kembali seraya berteriak, “Itu adalah
Muhammad. Demi Allah itu adalah Muhammad dan pasukannya.”
Hubab bin Mundzir, salah seorang sahabat yang ahli strategi, datang menemui
Rasulullah SAW untuk menanyai apakah posisi pasukan saat itu merupakan
keputusan yang bersadarkan wahyu, atau hanya sekedar strategi perang. Rasulullah
pun menjawab bahwa itu hanya strategi perang.
Lalu Hubab pun menjelaskan bahwa posisi saat itu tidak menguntungkan di lihat
dari pandangan strategi militer. Perkemahan pasukan Islam terlalu dekat dengan
salah benteng Khaibar, sehingga musuh bisa memantau pergerakan pasukan Islam
sementara pasukan Islam tidak bisa memantau pergerakan musuh. Selain itu, akibat
posisi yang dekat dengan musuh, anak panah musuh pun akan dengan mudah
mengenai pasukan Islam akibat posisi mereka yang lebih tinggi.
Sebaliknya, anak panah yang diluncurkan pasukan Islam tidak akan mengenai
mereka yang berlindung di balik benteng mereka. Daerah tempat berkemah saat itu
banyak terdapat pohon kurma yang tanahnya rendah dan kurang baik sebagai maskas
serangan. Akhirnya Hubab bun Mundzir pun mengusulkan untuk memindahkan
lokasi kemah sekaligus pusat komando perang di tempat yang lebih strategis dari
sebelumnya.
Rasulullah SAW setuju atas usul tersebut. Beliau pun menginstruksikan
pasukannya untuk bergeser menjauhi benteng musuh untuk mencari lokasi yang
lebih strategis. Setelah sampai di suatu daerah yang tidak begitu jauh dari tempat
semula, tiba-tiba beliau memerintahkan untuk berhenti.
Rasulullah lalu memerintahkan untuk mendirikan tenda di sana. Di tempat
inilah kemudian beliau berdoa, “Ya Allah! Rabb tujuh langit beserta apa yang berada
di bawah naungannya. Rabb tujuh bumi beserta apa yang dikandungnya. Dan Rabb
setan-setan serta apa yang disesatkannya. Sungguh kami memohon kepada-Mu
kebaikan desa ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya.
Kami juga berlindung kepada-Mu dari keburukan desa ini, keburukan penduduknya,
dan keburukan apa yang ada di dalamnya.”25
Rasulullah SAW tiba di lokasi baru markasnya saat hari masih siang dan beliau
menghabiskan malamnya juga di sana. Pada malam itulah beliau bersabda kepada
para pasukannya bahwa besok Shubuh beliau akan menunjuk panglima perang serta
Syasy, Hathib, dan Marhab. Rasulullah tidak memilih jalan selain Marhab karena memiliki makna yang buruk,
seperti Huzn yang berarti sedih, Syasy yang berarti kacau, dan Hathib yang berarti sial. 19
25 Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, hal. 336.
Edisi 15 / Oktober 2017 SYAMINA
menyerahkannya bendera perang kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya
dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.
Pagi harinya setelah menunaikan shalat Shubuh, Rasulullah SAW pun menunjuk
Ali bin Abi Thalib sebagai panglima perang. Tetapi saat itu Ali bin Abi Thalib tidak
menghadiri shalat berjamaah lantaran sedang menderita sakit mata.
Beliau pun memerintahkan beberapa sahabat untuk menjemputnya. Setelah
Ali bin Abi Thalib menghadap, Rasulullah meludahi mata Ali bin Abi Thalib dan
berdoa untuknya. Atas kehendak Allah, saat itu juga mata Ali bin Abi Thalib sembuh.
Kemudian Rasulullah pun menyerahkan bendera pasukan kepadanya.
Setelah itu, Rasulullah SAW berpesan kepada Ali bin Abi Thalib, “Jangan terburu-
buru. Berhentilah di dekat halaman benteng mereka, kemudian ajaklah mereka untuk
memeluk Islam. (Jika mereka menerimanya) maka beritahukanlah kepada mereka
apa yang harus mereka melakukan terhadap hak-hak Allah. Demi Allah! Jika Allah
memberi hidayah kepada salah satu dari mereka melalui perantaraanmu, maka hal
itu lebih baik bagimu dibanding engkau memiliki unta merah (yang mahal).”
20
26 Ibid, hal. 337-338.
SYAMINA Edisi 15 / Oktober 2017
Benteng Naim
Benteng Naim merupakan benteng pertahanan pertama dari benteng-benteng
pertahanan bagian luar Khaibar. Selain itu, benteng Naim juga terletak pada posisi
yang strategis. Oleh itu, benteng ini ditempati oleh para tokoh terkemuda Yahudi dan
para pasukan pemberani mereka. Jumlah pasukan yang mempertahankan benteng
Naim sekitar seribu orang.
Sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah, Ali bin Abi Thalib pun
memulainya dengan memberi penawaran kepada mereka untuk memeluk Islam
terlebih dahulu. Tetapi mereka menolak mentah-mentah seruan tersebut. Bahkan
salah satu tokoh pemberani mereka, Marhab bahkan dengan lantang menantang
adu tanding satu-persatu.
Marhab merupakan Yahudi yang bertubuh kekar dan tinggi, sehingga dari
melihat penampilan fisiknya saja terkadang sudah cukup untuk menciutkan nyali
lawannya.
Tak menghiraukan bentuk fisik tersebut, seruan itu dijawab oleh salah seorang
tentara Islam yang bernama Amir. Namun dalam adu tanding tersebut Amir gugur
sebagai syahid di tangan Marhab. Dengan harapan semakin menghancurkan mental
pasukan Islam, Marhab pun kembali menantang adu tanding. Tidak ingin mental
pasukannya kembali menurun, Ali bin Abi Thalib, sang panglima perang pun turun
menghadapi langsung tantangan Marhab.
Pada adu tanding kali ini, Ali bin Abi Thalib pun dengan mudah bisa menewaskan
Marhab. Setelah Marhab tewas, saudaranya yang juga berpostur tubuh mirip Marhab,
Yasir, pun turun untuk kembali adu tanding. Perang tanding ini tetap dimenangkan
Ali bin Abi Thalib.
Setelah perang tanding, pasukan Islam pun menyerang benteng Naim sehingga
terjadilah perang yang sengit di dalamnya. Pasukan Islam menghadapi kenyataan
bahwa benteng tersebut memang cukup kuat. Meski demikian, mereka tetap sabar
untuk menaklukkannya dan akhirnya berhasil.
Oleh itu, untuk merebut benteng Naim, pasukan Islam memerlukan waktu
beberapa hari. Dalam benteng ini, banyak pasukan Yahudi yang terbunuh termasuk
para tokoh-tokoh mereka. Mereka yang berhasil kabur akhirnya mundur ke benteng
berikutnya, benteng Sha’ab bin Muadz.27
Pada hari ketiga itulah, Rasulullah lantas berdoa, “Ya Allah! Engkau lebih
mengetahui keadaan mereka (pasukan Islam), yang tidak memiliki kekuatan.
Sementara di tanganku tidak ada sesuatu pun yang dapat kuberikan kepada mereka.
Untuk itu, karuniakankah kemenangan buat mereka dengan menaklukkan benteng
mereka yang paling banyak hartanya, dan paling banyak makanan dan paling gemuk
ternak-ternaknya.”
Setelah Rasulullah SAW memanjatkan doa tersebut, beliau pun menginstruksikan
pasukan Islam untuk menyerang. Maka terjadilah pertempuran sengit di benteng
Sha’ab. Akhirnya, pada hari itu juga, sebelum matahari tenggelam, pasukan Islam
sudah berhasil menaklukkan benteng. Di benteng inilah, ditemukan manjaniq dan
dabbabah. Kedua merupakan alat pelontar batu untuk menjebol benteng pertahanan
musuh.
Benteng Zubair
Setelah Naim dan Sha’ab berhasil ditaklukkan, benteng yang tersisa di daerah
Nathat tinggal benteng Zubair. Penduduk benteng Naim dan Sha’ab pun pindah
dan bertahan di benteng Zubair. Benteng Zubair juga terletak di daerah strategis. Ia
berada di puncak bukit yang tidak bisa dijangkau oleh kuda bahkan oleh pajalan kaki
karena medan untuk menuju sana yang cukup sulit. Di samping memang benteng
itu sendiri yang memang kokoh. Hal lain yang menyebabkan kokohnya benteng
tersebut adalah adanya sumber mata air bersih yang sangat memadai buat mereka.
Oleh itu, pasukan Islam terpaksa kembali melakukan pengepungan sambil
berikhtiar mencari strategi paling tepat untuk segera menaklukkannya. Mereka
yakin, sekokoh apa pun sebuah pertahanan pasti memiliki celah kelemahan. Dan
celah kelemahan benteng itu ternyata terletak pada salah satu kelebihannya, yaitu
sumber mata air.
Kelemahan benteng ini diketahui tatkala salah seorang Yahudi menemui
Rasulullah. Ia memberi tahu beliau bahwa sekalipun dikepung selama sebulan,
mereka tidak akan merasa khawatir sebab mereka mempunyai sumber mata air. Oleh
itu, ia pun menyarankan bahwa cara tersepat untuk menaklukkan benteng tersebut
adalah dengan memutus sumber air buat mereka.
Akhirnya, Rasulullah pun memerintahkan untuk memutus mata air tersebut.
Benar. Orang Yahudi pun keluar dari benteng mereka untuk mempertahankan mati-
matian mata air itu. Dari pertempuran tersebut, benteng terakhir di wilayah Nathat
itu pun akhirnya kembali berhasil ditaklukkan.28
Benteng Ubai
Benteng berikutnya yang menjadi terget pasukan Islam adalah benteng Ubai.
Pada benteng ini beberapa pasukan Yahudi yang pemberani kembali menantang duel
satu lawan satu pasukan Islam. Dalam perang perang tanding itu, semua perwakilan
Yahudi takluk di tangan perwakilan pasukan Islam. Setelah berhasil memasuki
22
28 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, vol. IV, hal. 198.
SYAMINA Edisi 15 / Oktober 2017
benteng, terjadilah pertempuran yang sengit antara pasukan Islam dan Yahudi. Dan
kembali benteng Ubai akhirnya berhasil ditaklukkan oleh pasukan Islam.29
Benteng Nizar
Sisa-sisa pasukan Yahudi dari benteng-benteng sebelumnya terus berpindah
dan bertahan di benteng berikutnya dan benteng terakhir dari benteng-benteng
pertahanan bagian luar sekaligus paling kokoh, yaitu bentang Nizar. Benteng
Nizar juga berada di atas bukit sehingga tidak ada jalan yang bisa digunakan untuk
membuka benteng kecuali menggunakan jalan utama. Orang-orang Yahudi sangat
yakin bahwa benteng Nizar ini tidak akan bisa ditembus oleh pasukan Islam, meski
dengan menggunakan strategi dan cara apa pun.
Dengan posisi yang lebih menguntungkan, orang-orang Yahudi terus menerus
menghujani pasukan Islam dengan anak panah dan lontaran batu besar. Sementara
serangan pasukan Islam selalu bisa digagalkan oleh mereka. Melihat kondisi yang
tidak menguntungkan itu, Rasulullah SAW akhirnya menginstruksikan untuk
menggunakan manjaniq.
Dengan menggunakan manjaniq, akhirnya tembok-tembok benteng Nizar
berhasil dijebol yang mengakibatkan pasukan Islam dapat leluasa merengsek
masuk ke dalamnya. Sehingga terjadilah peperangan jarak dekat yang sengit antara
keduanya. Dalam perang ini, pasukan Islam kembali meraih kemenangan. Bahkan
berhasil mengalahkan musuk dengan telak.
23
29 Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, hal. 340.
Edisi 15 / Oktober 2017 SYAMINA
dalam perang ini yaitu salah seorang puteri tokoh terkemuka Yahudi, yaitu Shafiyyah
binti Huyai bin Akhtab, yang nantinya dinikahi oleh Rasulullah.
Meski diputuskan meninggalkan Khaibar, tetapi orang-orang Yahudi memohon
kepada Rasulullah agar dizinkan tetap menetap di Khaibar untuk mengolah dan
menangani tanah Khaibar. Karena merekalah yang lebih ahli dan lebih berpengalaman
dalam mengolah dan menanganinya dibanding umat Islam. Selain itu, umat Islam
juga tidak memiliki cukup waktu untuk menggarapnya. Oleh itu, Rasulullah pun
menyerahkan tanah Khaibar untuk diolah oleh orang-orang Yahudi. Sementara
terkait persentase bagi hasilnya semuanya terserah pada keputusan Rasulullah.
Rasulullah SAW membagi tanah Khaibar menjadi 36 bagian. Setiap bagian
tersebut dibagi lagi menjadi seratus bagian. Sehingga, total bagian tersebut menjadi
3600. Rasulullah beserta pasukan Islam mendapat setengah dari bagian tersebut,
yaitu 1800 bagian. Rasulullah sendiri mendapat satu bagian seperti bagian satu orang
Islam lainnya. Sementara setengah lainnya yang berjumlah 1800 bagian dikhususkan
untuk wakil-wakil beliau yang mengurus urusan umat Islam.32
Termasuk yang mendapat dari bagian ini adalah orang-orang Islam yang
tidak ikut perang Khaibar namun ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah. Karena
ghanimah Khaibar merupakan anugerah yang Allah SWT berikan kepada mereka
yang terlibat dalam perjanjian Hudaibiyah.
Lantaran banyaknya ghanimah pada saat perang Khaibar, salah seorang sahabat
bahkan menuturkan, “Sebelumnya, kami tidak pernah merasa kenyang hingga kami
bisa menaklukkan Khaibar.” Karena ghaminah ini juga, orang-orang Muhajirin yang
sebelumnya pernah diberi oleh orang-orang Anshar beberapa pohon kurma beserta
buahnya akhirnya mengembalikan pohon kurma pada saudaranya orang-orang
Anshar. Sebab mereka telah memiliki pohon kurma sendiri di Khaibar.33
PENUTUP
Dengan penaklukan Khaibar tersebut, kekuatan Islam yang berpusat di Madinah
dapat dikatakan telah menjadi kekuatan utama di jazirah Arab. Ketenangan masyarakat
semakin terwujud. Dengan demikian, Rasulullah SAW dapat lebih berkonsentrasi
dalam dakwah membangun moralitas masyarakat. Setelah pertempuran ini, orang-
orang Yahudi masih tetap tinggal di Khaibar. Hingga akhirnya mereka diusir oleh
khalifah Umar bin Khattab.
Dan karena kemenangan umat Islam dalam pertempuran ini, kata “Khaibar”
sering disebutkan dalam slogan, lagu, atau senjata-senjata buatan orang-orang
Islam. Khaibar, Khaibar, Kaibar ya Yahuud! Jaisyu Muhaamad Saufa Ya’uud. Ingatlah
Khaibar, Khaibar, dan Khaibar Wahai Yahudi! Pasukan Muhammad akan kembali.
A. Sadikin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya.
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurman. tt. Ar-Rahiq Al-Makhtum. Beirut: Darul Fikr.
Al-Umari, Akram Dhiya. 1994. As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah. Madinah:
Maktabah Al-Ulum wal Hikam.
Ath-Thabaru. 1387 H. Tarikh Ar-Rusul wa Al-Muluk. Beirut: Darut Turats.
Ibnu Hisyam. 1375 M/1955 H. As-Sirah An-Nabawiyyah. Mesir: Mushthafa Al-Halabi.
Ibnu Katsir. 1986. Al-Bidayah wa Al-Nihayah. Beirut: Darul Fikr.
Ibnu Saad. 1990. Ath-Thabaqah Al-Kubra. Beirut: Darul Kutub Ilmiyyah.
Jeffry R. Halverson, H. L. Goodall, Jr, dan Steven R. Corman. 2011. Master Narratives
of Islamist Extremism. USA: Palgrave Macmillan.
Rodgers, Russ. 2012. The Generalship of Muhammad. Florida: Universiy Press of
Florida.
26