Anda di halaman 1dari 24

A.

Sadikin
Edisi 20 / Desember 2017
SYAMINA

72 Bidadari

A. Sadikin

Laporan
Edisi 20 / Desember 2017

ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah
lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala
bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak
media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk
menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada
metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,


kirimkan e-mail ke:
lk.syamina@gmail.com
Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3
EXECUTIVE SUMMARY — 4

Pendahuluan — 7
Iman Kepada Allah: Inti Sumber Keyakinan Islam — 8
Iman Kepada Hari Akhir: Konsekuensi Iman Kepada Allah — 10
Gambaran Surga — 13
Gambaran Tentang Bidadari — 15
72 Bidadari — 19
Penutup — 22
Daftar Pustaka — 23

3
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

EXECUTIVE SUMMARY

S
alah satu metode agama dalam mendorong pengikutnya atau anggotanya untuk
menaati norma-norma aturannya di antaranya yaitu dengan penghargaan
(reward) dan hukuman (punishment). Islam sebagai satu-satunya agama yang
berasal dari Allah juga menerapkan hal yang sama terhadap pengikutnya. Oleh itu,
dalam kitab suci umat Islam, Al Qur`an, akan banyak didapati penghargaan berupa
Surga bagi mereka yang beriman dan taat, selain juga hukuman berupa Neraka bagi
mereka yang ingkar dan durhaka.
Dalam Islam, besar suatu penghargaan atau hukuman tersebut berbanding lurus
dengan besar pengorbanan atau kejahatan yang dilakukan seseorang. Atas dasar ini,
Allah pun menjanjikan beberapa penghargaan bagi seorang Muslim yang berjuang
di jalan-Nya dengan mengorbankan nyawanya, untuk menikahkannya dengan tujuh
puluh dua bidadari.
Inti dari teologi Islam adalah iman kepada Allah, yaitu“Satu-satunya Tuhan.”
Ajaran ini disampaikan oleh seorang Nabi berkebangsaan Arab, Nabi Muhammad
melalui perantaran Firman Allah, yaitu Al Qur`an.
Konsep Allah yang diajarkan Al Qur`an ini jelas memiliki konsekuensi.
Kepercayaan kepada Allah, Tuhan Satu-satunya, menuntut perubahan kesadaran
yang menyakitkan. Kaum Muslim generasi pertama dituduh sebagai penganut
"ateisme" yang membahayakan masyarakat. Kaum Quraisy tampaknya merasa

4
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

keterputusan dengan dewa-dewa leluhur mereka sebagai ancaman besar, dan tak
lama kemudian nyawa Muhammad sendiri pun terancam.
Konsekuensi terpenting dari keimanan kepada Allah dan pengakuan bahwa
Nabi Muhammad merupakan nabi dan rasul yang diutus Allah yaitu seorang Muslim
harus mempercayai apa pun yang dikabarkan melalui Al Qur`an dan berita yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad. Terkhusus kabar dan berita tentang hari akhir;
mencakup di dalamnya hari pembalasan.
Setiap Muslim dituntut untuk mengimani hari akhir dan hari pembelasan meski
nalar dan akal mereka belum bisa, bahkan meski tidak mampu, untuk mencernanya.
Al Qur`an memang menganjurkan Muslim untuk menggunakan akalnya dalam
usaha memahami Al Qur`an dan agama Islam. Namun dalam Islam, akal memiliki
keterbatasan.
Al Qur`an menggambarkan kehidupan di dunia sebagai kesempatan yang singkat
tapi berharga, kesempatan yang memberikan pilihan sekali-untuk-selamanya.
Kehidupan sempurna dan hakiki tersebut hanya kehidupan di akhirat.
Di sana, hanya ada dua tempat kembali bagi seluruh manusia, yaitu Surga atau
Negara. Surga bagi manusia yang mengimani dan menaati Allah dan Neraka bagi
mereka yang kufur dan mendurhakai Allah.
Dalam bahasa Arab, surga disebut dengan jannah. Jannah sendiri secara
etimologis berarti kebun atau taman yang penuh dengan tumbuhan dan pepohonan.
Surga merupakan di antara anugerah paling besar yang Allah berikan kepada para
hamba-Nya yang selalu taat dan tunduk kepada-Nya.
Meski suatu yang masih abstrak, gambaran Surga dapat dikatakan demikian
detail disebutkan baik dalam Al Qur`an maupun Hadits, serta dideskripsikan dengan
sangat indah dan menawan. Meski demikian detiil gambarannya, dalam bahasa
singkat, Nabi Muhammad tetap menyebutkan bahwa semua kenikmatan yang ada
dalam surga tidak pernah dilihat, didengar, dan dibayangkan serta terlintas dalam
hati manusia.
Dari sekian banyak pesona Surga, salah satu daya paling mempesona di sana
yaitu bidadari. Dalam bahasa Arab, bidadari diartikan dengan al-huur al-'Iin. Al-
Huur merupakan bentuk plural dari hauraa`, yang berarti wanita berusia muda yang
cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam.
Al Quran menyebutkan beberapa sifat dan karakter bidadari. Di antaranya
yaitu: menundukkan pandangan dengan hanya memandang suaminya; penuh cinta
kepada suaminya; berakhlak baik dan suci, yaitu suci dari perkataan keji, suci dari
mengumbar pandangan, dan suci pakaian serta tubuhnya dari kotoran; dan dipingit
di kemah-kemah. Selain itu, Al Quran juga menggambarkan bidadari sebagai wanita
yang sangat cantik menawan; berumur sebaya yang tidak mengalami penuaan;
belum pernah pernah tersentuh manusia dan jin; dan senantiasa perawan.
Di Surga kelak, setiap lelaki penghuni Surga akan mendapatkan paling tidak dua
istri (bidadari). Lebih dari itu, tidak terdapat hadits shahih yang menyebutkan secara
definitif berapa jumlah bidadari yang dimiliki seorang laki-laki penghuni Surga. 5
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

Adapun tambahannya, hal itu sesuai dengan tingkatan dan amalan laki-laki tersebut
selama di dunia.
Hadits shahih yang menjanjikan pelakunya mendapat tujuh puluh bidadari di
akhirat kelak adalah bagi para syuhada. Sebagaimana yang terdapat dalam sabda
Rasulullah, “Seorang yang mati syahid akan mendapatkan enam anugerah dari
Allah: dosanya diampuni pada tetesan pertama dari darahnya; tempat untuknya
diperlihatkan dalam surga; diselamatkan dari azab kubur; diselamatkan dari bencana
dahsyat; mahkota keagungan dipakaikan di atas kepalanya, yaitu yang terbuat dari
Yaqut yang lebih baik daripada dunia beserta segala isinya; ia juga dinikahkan
dengan tujuh puluh dua bidadari surga; dan dia juga memberikan syafaat kepada
tujuh puluh orang dari kerabat-kerabatnya.”
Janji Allah berupa Surga beserta seluruh kenikmatannya, termasuk di dalamnya
tujuh puluh dua bidadari, bagi seorang Muslim yang rela berjuang di jalan-
Nya dengan mengorbankan nyawanya, pada hakikatnya bukan pada persoalan
penghargaan tersebut. Melainkan berkaitan dengan diri seorang Muslim yang
berhasil menjalankan perintah-perintah Allah dengan baik dan menjaga diri dari
bujukan hawa nafsunya.
Menahan diri untuk mendapatkan suatu kesenangan demi untuk mendapatkan
kesenangan yang lebih, barangkali inilah doktrin yang diajarkan Islam kepada
pengikutnya. Oleh itu, bagi seorang Muslim, dunia ibarat penjara bagi mereka.
Sebaliknya, dunia bagi orang kafir laksana taman-taman Surga. Karenanya,
kebebasan dan kesenangan sejati setiap Muslim adalah di akhirat kelak.
Selain itu, dalam Islam, mengharapkan tujuh puluh dua bidadari dengan
mengorbankan diri di jalan Allah bukan lah persoalan keputusasaan terhadap dunia.
Melainkan dorongan keimanan dan keyakinan yang kuat terhadap janji Allah yang
sampaikan melalui lisan Rasul-Nya, Nabi Muhammad. [A. Sadikin]

6
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

72 BIDADARI

PENDAHULUAN
Agama, bahkan institusi apa pun, memiliki metode tersendiri dalam mendorong
pengikutnya atau anggotanya untuk menaati norma-norma yang dijunjungnya.
Salah satu metode tersebut di antaranya yaitu dengan penghargaan (reward) dan
hukuman (punishment). Islam sebagai satu-satunya agama yang berasal dari Allah
juga menerapkan hal yang sama terhadap pengikutnya. Oleh itu, dalam kitab suci
umat Islam, Al Qur`an, akan banyak didapati penghargaan berupa Surga bagi mereka
yang beriman dan taat, selain juga hukuman berupa Neraka bagi mereka yang ingkar
dan durhaka.
Besar suatu penghargaan atau hukuman tersebut berbanding lurus dengan besar
pengorbanan atau kejahatan yang dilakukan seseorang. Karenanya, dalam Islam,
Surga memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana Neraka juga memiliki tingkatan-
tingkatan. Penghargaan atau pahala yang Allah janjikan kepada seorang Muslim
yang mendermakan hartanya, berbeda dengan janji-Nya kepada seorang Muslim
yang taat dalam menjalankan shalat sunnah atau pun puasa sunnah. Hal ini juga
berlaku dengan janji-Nya bagi seorang Muslim yang berjuang di jalan-Nya dengan
mengorbankan tenaganya, hartanya, dan nyawanya. Semakin besar pengorbanan
yang dipersembahkan seorang Muslim, semakin tinggi juga Allah memberikan
penghargaan kepadanya.
Dari sini, tidaklah mengherankan manakala Allah menjanjikan beberapa
penghargaan bagi seorang Muslim yang berjuang di jalan-Nya dengan mengorbankan
harta yang paling berharga yang ia miliki, yaitu nyawanya. Suatu penghargaan yang
tidak Dia janjikan untuk orang selainnya. Salah satu penghargaan istimewa tersebut
yaitu berupa janji untuk menikahkannya dengan tujuh puluh dua bidadari.
7
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

IMAN KEPADA ALLAH: INTI SUMBER KEYAKINAN ISLAM


Inti dari teologi Islam adalah iman kepada Allah. Al Qur`an menggunakan kata
Allah untuk merujuk kepada Tuhan umat Islam, yang secara harfiah bermakna “Satu-
satunya Tuhan.” Bukan satu Tuhan, karena Tuhan itu memang satu. Untuk itulah
Allah diartikan dengan Satu-satunya Tuhan1.
Oleh karena itu, yang jadi persoalan bukanlah pengakuan atas keberadaan
Tuhan. Di dalam Al-Quran, “orang yang ingkar” (kufr bi ni’matillah) bukanlah orang
ateis dalam pengertian yang lazim dipahami atas kata tersebut, yakni orang yang
tidak percaya kepada Tuhan, melainkan orang yang tidak bersyukur kepadanya, yang
mampu melihat dengan jelas apa yang telah dilimpahkan Allah kepadanya, tetapi
menolak untuk mengagungkannya dengan semangat pembangkangan yang tak
berterima kasih.2
Meski bangsa Arab juga mengakui bahwa Tuhan mereka juga Allah, namun
Islam memaknai kata ‘Allah’ dengan makna yang berbeda. Melalui perantaraan Nabi
Muhammad, Allah mengenalkan sendiri nama dan jati dirinya. Oleh itu, umat Islam
tidak akan pernah berselisih terkait nama Tuhan mereka, yaitu Allah.
Sekitar tahun 610 M, Muhammad untuk pertama kalinya pendapat tugas sebagai
nabi sekaligus rasul dari Allah. Sejak saat itulah gelar nabi dan rasul melekat pada
diri beliau. Saat itu bertepatan dengan malam Lailatul Qadr, ‘Malam Kemuliaan’,
Al Qur`an dibukakan kepada satu jiwa yang memang sudah dipersiapkan, Nabi
Muhammad.3 Tatkala sedang terbaring di atas lantai gua Hira, tempat beliau
bertahannuts ‘mengasingkan diri’, beliau dihampiri seorang Malaikat yang muncul
dalam sosok seorang pria. Pria itu kemudian berkata kepadanya, “Bacalah.” Nabi
Muhammad menjawab bahwa beliau tidak bisa membaca. Malaikat tadi bersikeras
dengan tetap mengulangi permintaannya, sementara Nabi Muhammad pun tetap
dengan jawabannya. Akhirnya malaikat tadi pun membacakan firman Allah, “Bacalah
dengan menyebut Rabb (Tuhan)mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Rabbmu lah yang Paling Pemurah. Dia
mengajar dengan perantaraan qalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.4”
Dalam pandangan Islam, malaikat penyampai firman Allah tersebut bernama
Jibril. Jibril sering diidentifikasikan sebaga Ruh Suci pembawa wahyu, perantara
yang melaluinya Allah berkomunikasi dengan manusia. Dia bukanlah malaikat
naturalistik, namun hadir di mana-mana sehingga mustahil bisa melarikan diri
darinya.
Setelah menerima wahyu pertama itu, dengan berjalan tertatih sambil gemetaran
hebat, Nabi Muhammad pun pulang ke rumahnya di tengah-tengah kota Mekah,
kota yang disucikan oleh bangsa Arab sekaligus pusat spiritual mereka. Beliau
1 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Serambi, 2015), h. 253.
2 Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, (Bandung: Mizan, 2002), h. 198.
3 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, h. 258.
4 QS. Al-‘Alaq: 1-5.

8
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

menjatuhkan diri ke pangkuan istrinya, Khadijah binti Khuwailid, “Selimuti aku,


selimuti aku!” serunya, memohon istrinya untuk melindungi dirinya.
Tatkala rasa takut mulai menghilang, Nabi Muhammad bertanya kepada
Khadijah apakah dirinya betul-betul telah menjadi majnun. Khadijah bersegera
memberi ketegasan, “Engkau adalah orang yang baik dan penuh perhatian kepada
sanak saudaramu. Engkau menolong fakir miskin dan orang yang kesulitan, dan ikut
memikul beban mereka. Engkau berupaya mengembalikan akhlak mulia yang nyaris
hilang dari kaummu. Engkau menghormati tamu dan membantu orang-orang yang
susah. Tak mungkin engkau (majnun). “Tuhan tidak bertindak dengan sewenang-
wenang.
Khadijah menganjurkan agar mereka berkonsultasi dengan sepupunya,
Waraqah, yang saat itu penganut Kristen dan mempelajari kitab suci. Waraqah sama
sekali tidak sangsi: Nabi Muhammad telah menerima wahyu dari Tuhan Musa dan
nabi-nabi lain, dan telah menjadi utusan ilahi bagi bangsa Arab.5 Akhirnya, setelah
melalui periode beberapa tahun, Nabi Muhammad menjadi yakin bahwa memang
demikianlah halnya dan mulai mendakwahi kaum Quraisy, menghadirkan bagi
mereka sebuah kitab suci dalam bahasa mereka sendiri.6
Melalui penjelasan Al Qur`an dan Hadits, kumpulan sabda Nabi Muhammad
yang dikisahkan secara paralel oleh para sahabat yang menemani beliau hingga
pada periode kodifikasinya, dalam pandangan Islam, Allah memiliki kekuatan yang
tidak terbatas. Allah lah satu-satunya pencipta, pengatur, penguasa seluruh jagat
raya, pemberi rezeki, menghadirkan suatu mudarat, memberi suatu kebaikan, dan
sebagainya. Hal ini sangat mudah bagi-Nya. Untuk melakukan itu semua, Dia hanya
cukup mengatakan, “Jadilah”, maka jadilah sesuatu itu. Oleh itu, Allah adalah Tuhan
Satu-satunya yang berhak disembah, diagungkan, dan ditaati segala perintah dan
larangan-Nya. Selain itu, Allah juga memiliki beberapa nama-nama agung yang
menunjukkan kebesaran dan kekuatan-Nya, yang dikenal dengan Al-Asma` Al-
Husna.
Al Qur`an secara konsisten juga mengkritik keyakinan keliru bangsa Arab
terhadap ‘Allah’ mereka. Dengan tegas Al Qur`an menyatakan bahwa Allah
Mahatunggal, tidak beranak dan tidak juga diperanakkan serta tidak memiliki istri.
Hal ini merupakan sanggahan frontal Al Qur`an terhadap kepercayan Arab yang
meyakini bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Selain itu, Al
Qur`an juga mengingkari keyakinan bangsa Arab bahwa untuk berhubungan dengan-
Nya, manusia memerlukan perantara. Sebaliknya, Al Qur`an menegaskan, dengan
kemahakuasaan Allah, manusia bisa berhubungan langsung dengan-Nya, kapan dan
di mana pun mereka melakukannya. Manusia tidak memerlukan perjanjian terlebih
dahulu dengan-Nya terkait waktu dan tempatnya.
Konsep Allah yang diajarkan Al Qur`an ini jelas memiliki konsekuensi.
Kepercayaan kepada Allah, Tuhan Satu-satunya, menuntut perubahan kesadaran
yang menyakitkan. Kaum Muslim generasi pertama dituduh sebagai penganut

5 Kisah ini dikisahkan oleh Al-Bukhari dalam Kitab Shahih-nya, no hadits. 3. 9


6 Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, h. 194.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

‘ateisme’ yang membahayakan masyarakat. Di Mekah, di mana peradaban kota masih


baru dan tentunya tampak sebagai keberhasilan yang rentan bagi kaum Quraisy
yang amat bangga akan kecukupan dirinya, banyak yang merasakan ketakutan dan
kegelisahan. Kaum Quraisy tampaknya merasa keterputusan dengan dewa-dewa
leluhur mereka sebagai ancaman besar, dan tak lama kemudian nyawa Muhammad
sendiri pun terancam.
Al-Quran menjelaskan bahwa keyakinan bangsa Arab khususnya Quraisy
terhadap Tuhan mereka hanyalah proyeksi dan isapan jempol imajinasi.
Dalam Al Qur`an disebutkan, “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang
musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling
terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (pantas) untuk kamu yang
laki-laki dan untuk-Nya perempuan? Demikian itu tentulah suatu pembagian yang
tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu
mengadakannya; Allah tidak menurunkan satu keterangan pun untuk (menyembah)
nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang
diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada
mereka dari Tuhan mereka.”7
Ini adalah ayat-ayat yang paling radikal di antara semua ayat Al-Quran yang
mencela dewa-dewa pagan leluhur bangsa Arab. Dari sana, Al-Quran pada hakikatnya
mengajarkan monoteis yang keras, dan syirik (secara harfiah berarti menyekutukan
Allah dengan sesuatu yang lain) menjadi dosa paling besar dalam pandangan Islam.8
Persepsi tentang keunikan Tuhan (tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya)
merupakan basis moralitas Al-Quran. Menyembah benda-benda material atau
meletakkan kepercayaan pada wujud yang lebih rendah adalah syirik. Al-Quran
menumpahkan celaan terhadap dewa-dewa pagan: dewa-dewa itu sama sekali tak
bisa berbuat apa-apa. Dewa-dewa itu tak mampu memberikan makanan atau rezeki;
tidak ada gunanya meletakkan mereka sebagai pusat dalam kehidupan seseorang
karena mereka tidaklah berdaya. Sebaliknya, seorang Muslim juga harus yakin bahwa
Allah adalah Realitas Tertinggi dan tidak ada satu pun yang menyerupai-Nya9.

IMAN KEPADA HARI AKHIR: KONSEKUENSI IMAN KEPADA ALLAH


Konsekuensi terpenting dari keimanan kepada Allah dan pengakuan bahwa
Nabi Muhammad merupakan nabi dan rasul yang diutus Allah yaitu seorang Muslim
harus mempercayai apa pun yang dikabarkan melalui Al-Quran dan berita yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad. Terkhusus kabar dan berita tentang hari akhir;
mencakup di dalamnya hari pembalasan. Al-Quran dalam susunan yang kita baca
hari ini, bahkan menyinggung hal tersebut di bagian awal-awalnya, “Kitab (Al-Quran)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian

7 QS. An-Najm: 19-23.


10 8 Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, h. 205-206.
9 Ibid, h. 207.
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”10 Beriman kepada Hari Akhir merupakan
salah satu dari enam rukun Islam.
Setiap Muslim dituntut untuk mengimani hari akhir dan hari pembelasan meski
nalar dan akal mereka belum bisa, bahkan meski tidak mampu, untuk mencernanya.
Al-Quran memang menganjurkan Muslim untuk menggunakan akalnya dalam
usaha memahami Al-Quran dan agama Islam, namun dalam Islam, akal memiliki
keterbatasan. Di sana ada persoalan fisika dan natural yang memang mampu
dipahami oleh akal, tetapi untuk persoalan metafisika dan supranatural umumnya
sulit dinalar oleh akal, meski hal itu tidak berarti akal tidak bisa memahaminya sama
sekali.
Al-Quran menggambarkan kehidupan di dunia sebagai kesempatan yang singkat
tapi berharga, kesempatan yang memberikan pilihan sekali-untuk-selamanya. Maka
itu, perhatian khusus pada kehidupan terlihat secara utuh dan keseluruhan di dalam
Al-Quran.
Tergantung seberapa baik manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia,
ketika menghadapi Hari Perhitungan dan Pembalasan, manusia akan dimasukkan ke
dalam Surga atau Neraka, yang dalam Al-Quran digambarkan dalam citraan-citraan
yang nyata, konkrit dan gamblang. Gambaran citraan-citraan itu dimungkinkan
untuk dipahami secara harfiah atau alegoris (majasi/kiasan).
Setiap Muslim meyakini bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban
atas tindakannya di muka bumi. Kemudian, masa depannya setelah itu tergantung
pada seberapa baik atau buruknya mereka dalam melaksanakan perintah Allah.
Dalam pandangan Islam, setelah meninggalnyanya, manusia—paling tidak—
akan memasuki dua dimensi alam lainnya, yaitu alam kubur dan alam akhirat. Alam
kubur juga sering dinamakan alam barzakh. Secara etimologis, barzakh berarti sekat
atau pemisah antara dua benda, yang secara terminologis dapat dimaknai sebagai
alam yang memisahkan antara alam dunia dan alam akhirat. Alam kubur merupakan
alam penantian roh manusia yang sudah meninggal hingga dibangkitkan kembali
oleh Allah.11 Secara tersurat Al-Quran menyebutkan hal ini, “(Demikianlah keadaan
orang -orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanl ah aku (ke dunia), agar aku berbuat
amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya
itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
sampai hari mereka dibangkitkan”12
Selain itu, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa tatkala meninggal dunia,
seseorang hanya akan membawa ‘spiritual’ kebaikan yang telah ia kerjakan di
dunia. Sementara seluruh harta dan kedudukan yang dimilikinya di dunia akan ia
tinggalkan, yang kemudian akan dibagikan untuk ahli warisnya.13
Meski merupakan masa penantian, Muslim meyakini bahwa di alam kubur
manusia sudah bisa menikmati sebagian balasan terhadap kebaikan atau keburukan
10 QS. Al-Baqarah: 2-3.
11 Ali Muhammad Ash-Shalabi, Iman Kepada Hari Akhir, (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 88-89.
12 Q.S. Al-Mu’minuun: 99-100. 11
13 HR. Al-Bukhari, no. 6514.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

yang mereka kerjakan selama hidup di dunia. Bagi Muslim yang taat selama di
dunia, kuburnya akan diluaskan 70 x 70 hasta, diterangi cahaya di dalamnya, dan
diperintahkan untuk tidur seperti tidurnya pengantin yang tidak akan dibangunkan
kecuali oleh istri yang paling dicintainya, serta akan diperlihatkan tempatnya kelak di
surga. Sementara bagi mereka yang kafir, pecundang, dan pendosa, kuburnya akan
dihimpitkan sampai tulang rusuknya menjadi bengkok dan ia akan dipukul dengan
palu besi yang pukulan yang sangat keras, sehingga ia pun menjerit kesakitan. Selain
itu, mereka juga akan terus disiksa hingga hari kebangkitan dari kubur kelak.14
Untuk itu, salah satu sepenggal doa yang diajarkan Nabi Muhammad kepada
umat Islam adalah sebuah doa yang berisi perlindungan dari siksian kubur. “Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, azab neraka, fitnah Dajjal, serta
fitnah pada saat hidup dan pada saat mati”15 demikian tutur beliau.
Dalam Islam, setelah berakhirnya kehidupan dunia (kiamat), selanjutnya diikuti
dengan Hari Kebangkitan (Al-Ba’tsu), Hari Dikumpulkannya manusia di Padang
Mahsyar (Al-Hasyr), serta hari Perhitungan (Al-Hisab), dan Hari Penimbangan Amal
(Al-Mizan), manusia pun akan mendapatkan balasan atas setiap berbuatan mereka
di dunia. Hanya ada dua tempat kembali bagi seluruh manusia, yaitu Surga atau
Negara. Surga bagi manusia yang mengimani dan menaati Allah dan Neraka bagi
mereka yang kufur dan mendurhakai Allah.
Sebagai balasan bagi manusia yang mengimani dan menaati Allah, deskripsi
singkat bagi mereka adalah mereka akan mendapatkan segala sesuatu yang mereka
inginkan di akhirat kelak. Al-Quran menegaskan, “Sedangkan Surga didekatkan
kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tidak jauh (dari mereka).
(Kepada mereka dikatakan), ‘Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, (yaitu)
kepada setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan memelihara
(semua peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada kepada Allah Yang Maha
Pengasih sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertobat, masuklah ke dalamnya (Surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang
abadi. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki, dan pada Kami
ada tambahannya.’”16. Atau dalam teks yang semisalnya, “Bagi mereka segala apa
yang mereka kehendaki ada di dalamnya (Surga), mereka kekal (di dalamnya). Itulah
janji Rabbmu yang pantas dimohonkan”17
Sementara bagi penduduk Neraka, Hari Pembalasan Amal merupakan hari yang
penuh dengan penyesalan tak berkesudahan. Kesempatan untuk kembali pada
kehidupan dunia meski hanya sesaat guna memanfaatkan kesempatan itu untuk
mengerjakan kebaikan merupakan ‘sesuatu’ bagi para pecundang dan pendosa.
Saat berhadapan dengan Hari Perhitungan dan Pembalasan, mereka akan sangat
menghargai kesempatan itu melampaui keinginan tertinggi apa pun yang mereka
punya kala masih hidup.

14 HR. At-Tirmidzi, no. 1071. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani. Lihat juga HR. Al-Bukhari, no. 1374.
15 HR. Al-Bukhari, no. 823.
16 QS. Qaf: 31-35.
12 17 QS. Az-Zumar: 34. Ayat yang semisal lainnya di antaranya tercantum dalam QS. Al-Furqan: 16 dan Asy-Syura:
22.
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

Al-Quran menggambarkan bahwa pada hari tersebut, mereka yang masuk


Neraka berusaha menebus dirinya dari siksa dengan apa pun yang dimilikinya. Di
antara mereka ada yang dengan mengorbankan anak-anaknya, istrinya, saudaranya,
dan keluarga yang melindunginya18; atau dengan emas sebesar gunung19 dan seluruh
dunia beserta isinya jika sekiranya mereka bisa memilikinya.20

GAMBARAN SURGA
Dalam bahasa Arab, surga disebut dengan jannah. Jannah sendiri secara
etimologis berarti kebun atau taman yang penuh dengan tumbuhan dan pepohonan.
Surga merupakan di antara anugerah paling besar yang Allah berikan kepada para
hamba-Nya yang selalu taat dan tunduk kepada-Nya. Meski suatu yang masih
abstrak, gambaran Surga dapat dikatakan demikian detail disebutkan baik dalam
Al-Quran maupun Hadits, serta dideskripsikan dengan sangat indah dan menawan.
Oleh itu, sehebat apa pun seorang sastrawan atau pujangga, niscaya mereka tidak
mampu menjelaskan sifat dan hakekat Surga sebaik dan sepiawai Allah dan Nabi-
Nya. Luar biasanya, meski demikian detail gambarannya, dalam bahasa singkat, Nabi
Muhammad tetap menyebutkan bahwa semua kenikmatan yang ada dalam surga
tidak pernah dilihat, didengar, dan dibayangkan serta terlintas dalam hati manusia.21
Berikut ini hanyalah gambaran sebagian kenikmatan di surga:
1. Istana dan Tenda-Tenda Surga
Dalam beberapa ayat Al-Quran, Allah menamai tempat tinggal penghuni Surga
dengan Al-Ghurufat, yaitu istana-istana yang di dalamnya terdapat kamar-kamar
yang dibangun dengan sangat sempurna, sangat megah, dan sangat tinggi. Di Surga
juga terdapat tenda-tenda menakjubkan yang terbuat dari mutiara yang cekung.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Tenda Surga itu adalah mutiara cekung, tinggi ke
langit sepanjang tiga puluh mil. Setiap sudutnya dihuni oleh seorang Mukmin yang
satu sama lain tidak bisa saling melihat (karena jauhnya jarak antara mereka).”22
2. Pepohonan dan Buah-Buahan Surga
Sebagaimana arti bahasanya, Surga digambarkan seperti kebun yang dipenuhi
berbagai pepohonan. Kebun itu dipadati oleh pohon anggur, kurma, dan delima
yang semuanya berbuah sangat lebat, sehingga terlihat sangat indah. Selain lebat,
buah dari pepohonan itu pun keluar dari tangkai-tangkai yang sangat rendah,
sehingga memudahkan orang untuk memetiknya. Disebutkan dalam Al-Quran, “Di
dalam keduanya (ada berbagai macam) buah-buahan dan kurma serta delima.23”
Pepohonan Surga ini selalu berbuah, bahkan kapan pun pohon itu selalu rindang,
“Dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang
mengambilnya.24”

18 Baca QS. Al-Ma’arij: 11-13.


19 Baca QS. Ali Imran: 91.
20 Baca QS. Al-Maidah: 36.
21 HR. Al-Bukhari, 3244, 4779, 4780, 7498, dan Muslim, no. 2824 dan 2825.
22 HR. Al-Bukhari, no. 3243.
23 QS. Ar-Rahman: 68. 13
24 QS. Al-Waqi’ah: 32-33.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

Bahkan di Surga terdapat pohon yang hanya dapat ditempuh dengan


perjalanan seratus tahun untuk mengelilinginya. Dalam sebuah hadits disebutkan,
“Sesungguhnya di dalam Surga terdapat sebatang pohon di mana seorang pengendara
yang berjalan di bawah bayangannya hanya dapat menempuhnya selama seratus
tahun tanpa henti.25”
3. Makanan dan Minuman di Surga
Di Surga terdapat banyak makanan dan minuman dengan beraneka ragam rasa
dan kelezatan. Dalam suatu hadits disebutkan, “Sesungguhnya penghuni Surga yang
paling rendah adalah orang yang memiliki tujuh tingkatan dan tiga ratus pelayan
yang mendatanginya setiap pagi dan sore dengan membawa tiga ratus piring yang
terbuat dari emas dengan berisi makanan. Bagian awal dan akhirnya sama lezatnya.
Mereka membawa pula tiga ratus bejana yang memiliki warna yang berbeda-beda.
Bagian awal dan akhirnya sama lezatnya.26”
Sementara untuk minuman penghuni Surga, Al-Quran menggambarkan,
“Perumpamaan taman Surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa
yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar
yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring;
dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan
dari Rabb mereka.27”
4. Pakaian dan Perhiasan di Surga
Hal lain yang tak kalah megah yang diberikan kepada penduduk Surga adalah
pakaian dan perhiasan yang mereka kenakan. Mereka akan mengenakan pakaian
sutra dan memakai perhiasan gelang emas. Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka
yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah
(orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya;
dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian
hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas
dipan-dipan yang indah.28”
Nabi Muhammad bersabda, “Seandainya secuil kuku saja dari keindahan yang
ada di Surga muncul, niscaya akan menghiasi ruang yang ada antara langit dan bumi.
Seandainya seorang lelaki dari ahli Surga muncul kemudian tampak gelangnya,
niscaya cahayanya akan menghapus cahaya matahari sebagaimana cahaya matahari
menghapus cahaya bintang.29”
5. Pelayan-Pelayan di Surga
Penduduk Surga akan mempunyai pelayan-pelayan yang membawakan
minuman dan makanan buat mereka. Al-Quran menuturkan, “Mereka dikelilingi
anak-anak muda yang tetap muda. Dengan membawa gelas, sere, sloki (piala) berisi
25 HR. Muslim, no. 2836.
26 HR. Ahmad, no. 10511.
27 Qs. Muhammad: 15.
14 28 QS. Al-Kahfi: 30-31.
29 HR. Ahmad, no. 1371.
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

minuman dari air yang mengalir.30”. Disebutkan dalam satu hadits, “Aku adalah
orang pertama yang keluar ketika manusia dibangkitkan. Ada seribu pelayan laksana
mutiara yang terpendam berjalan mengelilingiku.31”
6. Istri-Istri Penghuni Surga
Penghuni Surga dari kalangan laki-laki akan diberikan oleh Allah istri-istri yang
suci, sangat cantik dan menawan. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang
yang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) di dalam taman-taman dan
mata-air-mata-air; mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk)
berhadap-hadapan, demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari. Di
dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala
kekhawatiran).32”
7. Tingkatan-Tingkatan Surga
Surga terdiri dari berbagai tingkatan dengan keutamaan yang berbeda-beda.
Mereka yang menjadi penghuni Surga akan menempati tingkatan-tingkatan tersebut
sesuai dengan kadar keimanan dan ketakwaan masing-masing. Semakin seseorang
menempati tingkatan Surga yang lebih tinggi, maka ia pun akan mendapatkan
kenikmatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berada pada
tingkatan di bawahnya.
Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya di Surga itu ada seratus tingkatan
yang Allah sediakan bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Jarak antara
dua tingkatannya itu seperti jarak antara langit dan bumi.33” Dalam kesempatan
yang berbeda, beliau juga bersabda, “Sesungguhnya para penghuni Surga selalu
memandangi penghuni Surga lain yang berada di tempat yang lebih tinggi dari
mereka, sebagaimana kalian memandangi bintang lewat bercahaya seperti mutiara
yang melintas dari ufuk timur ke barat, karena perbedaan keutamaan di antara
mereka.34”

GAMBARAN TENTANG BIDADARI


Dalam bahasa Arab, bidadari diartikan dengan al-huur al-’Iin. Al-Huur
merupakan bentuk plural dari hauraa`, yang berarti wanita berusia muda yang
cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji matanya sangat hitam. Pendapat lain
menyebutkan bahwa hauraa` berarti wanita yang matanya amat putih bersih dan
indah; wanita yang matanya halus sehalus kulit dan putih seputih warna; wanita
yang matanya amat putih dan biji matanya amat hitam.35
Kata al-huur diambil dari akar kata yang bermakna tampak sedikit keputihan
pada mata di sela kehitamannya (dalam arti, yang putih pada mata sangat putih, dan
yang hitam pun sangat hitam), atau bisa juga kata tersebut diartikan bulat. Ada juga
yang mengartikannya sipit. Sedangkan kata al-‘Iin adalah bentuk jamak dari kata

30 QS. Al-Waqi'ah: 17-18.


31 HR. Ad-Daruquthni, no. 49.
32 QS. Ad-Dukhan: 51-55.
33 HR. Al-Bukhari, no. 6987.
34 HR. Al-Bukhari, no. 3083. 15
35 Ibnul Qayyim, Hadil Arwah ila Biladil Afrah, (Kairo: Mathba'ah Al-Madani, tt),h. 218.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

‘aina, yakni yang menunjukkan feminin dan ‘ain yang menunjuk maskulin. Kedua
kata itu berarti bermata besar dan indah. Jadi kata al-huur al-‘Iin adalah kata netral,
yang tidak menunjukkan pada feminim atau maskulin. Namun kata tersebut dapat
dipahami dalam arti hakiki misalnya seseorang (baik laki-laki maupun perempuan)
yang memiliki mata lebar dan sipit. Dialah yang menjadi pasangan di surga, atau
dalam arti majazi, yakni seseorang itu adalah yang sipit matanya dalam arti kecil,
sehingga tidak akan melihat kecuali kepada pasangannya. Dapat juga dalam arti yang
lebar matanya, sehingga selalu terbuka dan memandang dengan penuh perhatian
kepada pasangannya36.
1. Bidadari dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an ada sejumlah ayat yang diterjemahkan dengan bidadari,
penggambaran bidadari, sifat-sifat ataupun ciri-cirinya. Dari sejumlah ayat-ayat itu
ada tujuh yang menggunakan kata al-huur, al-‘iin, al-huur al-‘iin”, dan qashiraat
ath-tharf yang diterjemahkan sebagai “bidadari” di surga. Di antaranya ada kata
‘al-huur’ yang disebut empat kali dalam Al-Qur’an, yang ketiganya menggunakan
‘al-huur al-‘iin’37 dan ada satu kali menggunakan ‘al-‘iin’38. Kemudian ada satu ayat
yang menggunakan kata ‘al-‘iin’ dengan susunan kata ‘qashiraat ath-tharf ‘iin’39. Dan
dua ayat lainnya tanpa menggunakan kata ‘al-‘iin’ yaitu dengan susunan ‘qashiraat
ath-tharf’40. Bidadari juga diungkapkan dengan ‘azwaj muthahharah’41 yang berarti
pasangan suci, namun yang dimaksudkan adalah ungkapan untuk bidadari. Selain
ayat-ayat yang menggunakan redaksi ungkapan bidadari itu, ada beberapa ayat yang
tanpa menggunakan istilah bidadari, yaitu sebanyak 942 ayat.43
2. Kecantikan Bidadari Surga
Allah menyerupakan bidadari Surga dengan tiga hal, yaitu al-baidh al-maknun44
(telur burung unta yang tersimpan dengan baik), al-lu`lu` al-maknun45 (mutiara
yang tersimpan dengan baik), dan permata Yakut dan Marjan46. Menurut bangsa
Arab, telur burung unta itu merupakan warta putih yang paling indah. Ini untuk
mengambarkan warna kulit bidadari Surga tampak cantik dengan warna putih
sebagaimana putihnya telur burung unta.
Sementara mutiara yang tersimpan dengan baik maksudnya adalah mutiara-
mutiara itu tersembunyi dan belum keluar dari dalam kulit kerangnya, sehingga
kejernihan warnanya belum berubah oleh sinar matahari ataupun tangan-tangan jahil.
Ini berarti mutiara itu sangat bagus dan indah, maka Allah menyerupakan bidadari
Surga dengan mutiara karena kecantikannya, keanggunannya, kebersihannya, serta
keelokan rupa dan pakaiannya. Bidadari itu sangat putih, sehingga apabila ia muncul
di bumi niscaya cahayanya akan menyinari seluruh permukaan bumi.
36 Syafa'attus Shilma, Bidadari dalam Al-Qur`an, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta, 2017), h. 28-29.
37 Lihat QS. Ad-Dukhan: 54, Ath-Thur: 20, dan Al-Waqi'ah: 22.
38 Lihat QS. Ar-Rahman: 72.
39 Lihat QS. Ash-Shaffat: 48.
40 Lihat QS. Shad: 52, dan Ar-Rahman: 56.
41 Lihat QS. Al-Baqarah: 25, Ali Imran: 15, dan An-Nisa`: 57.
42 Lihat QS. Al-Waqi'ah: 23, 35, 36, 37, Ash-Shaffat: 49, An-Naba: 33, dan Ar-Rahman: 58, 70, 74.
43 Syafa'attus Shilma, Bidadari dalam Al-Qur`an, h. 30-33.
44 QS. Ash-Shaffat: 48-49.
16 45 QS. Al-Waqi’ah: 22-23.
46 QS. Ar-Rahman: 58.
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

Sedangkan Yakut dan Marjan adalah dua batu mulia yang sangat indah, maka
Allah mengumpamakan bidadari-bidadari Surga itu dengan kejernihan Yakut dan
putihnya Marjan.47
3. Sifat dan Karakter Bidadari
• Menundukkan pandangan
Allah berfirman, “Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan
menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.48”
Maksud hari ayat ini yaitu para bidadari hanya memandang kepada suaminya saja,
tidak pernah ingin memandang orang lain.
• Penuh cinta
Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari)
dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi
sebaya umurnya.49” Ayat ini menunjukkan bahwa bidadari Surga adalah wanita
cantik, penuh cinta dan kasih sayang terhadap suaminya.
• Berakhlak baik dan suci
Allah berfirman, “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang
beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-
surga itu, mereka mengatakan, ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’
Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-
isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.50”
Maksud ayat di atas yaitu hatinya suci dari akhlak yang buruk dan sifat tercela.
Lidahnya suci dari perkataan keji dan kasar. Pandangannya terpelihara dari
menginginkan selain suaminya. Pakaiannya pun suci dari najis dan kotoran.51
• Dipingit di kemah-kemah
Allah befirman, “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam
rumah.52” Maksudnya, bidadari-bidadari tersebut tertahan dan berdiam diri di
kemahnya masing-masing dan tidak keluar dari padanya menuju ghuraf dan taman-
taman Surga.53
4. Sifat Jasmani Bidadari54
Segala yang ada pada bidadari hanyalah kebaikan, Allah memberikan sifat-sifat
terindah kepada mereka dan mempercantiknya dengan perhiasan-perhiasan yang
terbaik. Tidak hanya cantik dalam fisiknya tetapi bidadari juga memiliki akhlak dan
hati yang baik. Bidadari memiliki beberapa sifat-sifat yang baik-baik, di antaranya:
• Cantik wajahnya
47 Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Hari Akhir, h. 469-470.
48 QS. Ar-Rahman: 56.
49 QS. Al-Waqi’ah: 35-37.
50 QS. Al-Baqarah: 25
51 Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Hari Akhir, h. 470-472.
52 Qs. Ar-Rahman: 72.
53 Ibnul Qayyim, Hadil Arwah ila Biladil Afrah, h. 223. 17
54 Ali Muhammad Ash-Shallabi, Iman Kepada Hari Akhir, h. 472-474.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

Allah berfirman, “Di dalam Surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-
baik lagi cantik-cantik.55” Maksudnya, bidadari-bidadari tersebut baik akhlaknya
dan cantik wajahnya.
• Berumur sebaya
Berbeda dengan kehidupan ketika di dunia, di Surga tidak terjadi penuaan, tidak
ditemukan lagi wanita-wanita tua renta sehingga tidak lagi cantik dan keriput. Ketika
di Surga segalanya menjadi baik. Dalam Al-Quran Allah berfirman, “…dan gadis-
gadis remaja yang sebaya.56”
Ayat di atas menjelaskan bahwa para bidadari sebaya umurnya. Maksudnya,
mereka tidak akan menjadi tua sehingga kecantikannya memudar, dan tidak akan
melahirkan sehingga mereka tidak mampu untuk berjimak.
Aisyah pernah meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah mengobrol berdua
dengannya. Tiba-tiba masuklah wanita tua. Beliau bertanya, ‘Siapa wanita tua ini?’
‘Ia adalah salah satu bibiku’ jawab Aisyah. Rasulullah lalu bersabda, ‘Sesungguhnya
tidak ada wanita tua yang masuk Surga.’ Usai bersabda demikian, beliau menemui
wanita tua tadi dan membacakan firman Allah, ‘Sesungguhnya Kami menciptakan
mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung.”57
• Suci dari segala najis
Allah berfirman dalam Al-Quran, “Dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-
isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.58” Maksudnya, mereka suci dari haid,
nifas, air seni, kotoran, ludah, ingus, dahak, mani, madzi, hadats, dan seluruh kotoran
dan penyakit yang terdapat pada wanita dunia.
• Suci Tidak Tersentuh Manusia dan Jin
Bidadari memiliki sifat yang suci, sangat terjaga kesuciannya, yang tidak pernah
disentuh oleh manusia maupun jin. Firman Allah dalam Al-Quran, “Mereka tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang
menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.59”60
• Perawan
Bidadari itu, sebagaimana yang disebutkan Allah, “Sesungguhnya Kami
menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan
mereka gadis-gadis perawan.61” Gadis perawan itu lebih baik dari pada janda,
sebagaimana tanah yang belum digunakan untuk mengembala lebih baik daripada
tanah yang sudah digunakan untuk mengembala. Keperawanan ini akan kembali
setelah suaminya selesai menggaulinya. Nabi Muhammad bersabda saat ditanya
tentang hubungan biologis di Surga, “Ya. Demi Zat yang diriku berada dalam

55 QS. Ar-Rahman: 70.


56 QS. An-Naba`: 33.
57 HR. Al-Baihaqi dalam Al-Ba'tsu wan Nusyur, no. 343.
58 QS. Al-Baqarah: 25
59 QS. Ar-Raḥman: 74.
18 60 Syafa'attus Shilma, Bidadari dalam Al-Qur`an, h. 38.
61 QS. Al-Waqi’ah: 35-36.
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

genggaman-Nya, berulang kali, dan setelah dia selesai melakukan hubungan badan,
maka bidadari itu akan kembali suci dan perawan lagi.62”
5. Kecemburuan Bidadari
Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia,
kecuali istrinya dari golongan bidadari Surga akan berkata kepada wanita itu,
‘Janganlah engkau menyakitinya, karena Allah akan memerangimu. Sesungguhnya
dia datang kepadamu, dan dikhawatirkannya dia akan menceraikanmu untuk
kami.63”

72 BIDADARI
1. Setiap Lelaki Penghuni Surga Minimal Mendapatkan Dua Bidadari
Dalam satu hadits, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa setiap lelaki penghuni
Surga akan mendapatkan dua istri (bidadari). Rasulullah bersabda, “Setiap orang
dari mereka (penghuni Surga) akan memiliki dua istri.64”
Namun ulama berbeda pendapat, apakah dua istri tersebut adalah istrinya dari
keturunan Adam, atau istrinya dari kalangan bidadari. Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir
dan Ibnu Hajar berpendapat bahwa dua istri tersebut merupakan istrinya dari anak
keturunan Adam.65 Sementara Ibnu Rajab, Ibnu Qayyim dan Ibnu Baz menyebutkan
bahwa dua istri tersebut dari kalangan bidadari.66
Adapun untuk lebih dari itu, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama
menyatakan bahwa setiap penghuni surga minimal akan mendapatkan dua istri dari
wanita-wanita dunia, selain itu juga akan mendapatkan bidadari yang jumlahnya
tidak ditentukan. Ini merupakan pendapat Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Ibnu
Katsir, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar dan Ibnu Baz.
Ibnu Taimiyyah berkata, “Dalam hadits shahih ditegaskan bahwa (laki-laki
penghuni Surga) akan memiliki dua istri dari kalangan manusia, selain juga memiliki
istri dari kalangan bidadari.”67 Sementara Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya yaitu dua
istri tersebut berasal dari wanita anak keturunan Adam. Ia juga memiliki istri lainnya
dari kalangan bidadari sebanyak yang dikehendaki Allah.”68
Saat menjelaskan hadits, “Setiap orang dari mereka (penghuni Surga) akan
memiliki dua istri” Ibnu Hajar berkata, “Maksudnya yaitu dari wanita penduduk
dunia. Imam Ahmad telah meriwayatkan redaksi hadits lainnya dari Abu Hurairah
secara marfuu’ tentang sifat penghuni Surga yang paling rendah kedudukannya

62 Ibnu Hibban, no. 7402. Sanadnya dihasankan oleh Al-Arnauth.


63 HR. Ahmad, no. 22101, Ibnu Majah, no. 2014, dan At-Tirmidzi, no. 1174, dinyatakan shahih oleh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ush Shaghir, no. 7192.
64 HR. Al-Bukhari, no. 3245, dan Muslim, no. 2834.
65 Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa, vol. VI, h. 432, Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, vo. XX, h. 341, dan
Ibnu Hajar, Fathul Bari, vol. VI, h. 325.
66 Ibnu Rajab, At-Takhwif minan Nar, h. 268, dan Ibnu Qayyim, Hadil Arwah, h. 125. Baca juga https://
islamqa.info/ar/257509
67 Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa, vol. VI, h. 432. 19
68 Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, vo. XX, h. 341.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

‘Sesungguhnya ia memiliki 72 bidadari selain istri-istrinya yang dari dunia.’ Namun


dalam sanadnya terdapat Syahr bin Hausyab yang diperdebatkan (dianggap dhaif).”
Ibnu Hajar lalu memaparkan beberapa hadits yang menunjukkan bahwa laki-
laki penduduk Surga akan mendapatkan tujuh puluh dua bidadari yang diriwayatkan
dari Abu Ya’la dan At-Tirmidzi. Tampaknya Ibnu Hajar pun meragukan keshahihan
hadits-hadits tersebut. Ibnu Hajar juga memaparkan hadits Ibnu Majah dan Ad-
Darimi yang menyebutkan bahwa laki-laki penghuni Surga akan mendapatkan tujuh
puluh dua bidadari dan tujuh puluh dua wanita dunia, namun ia pun menilai hadits
itu sangat lemah sekali. Ibnu Hajar sepertinya hanya mengakui bahwa hadits yang
dapat dijadikan hujjah untuk mendapatkan tujuh puluh dua bidadari adalah untuk
para syuhada.
Bahkan Ibnu Hajar juga menukil bilangan yang lebih dari itu. Yaitu hadits dari
Abu Syaikh dan Al-Baihaqi yang menyebutkan bahwa laki-laki penghuni Surga akan
memiliki lima ratus bidadari. Namun lagi-lagi ia mengkritik keabsahannya. Pada
akhirnya Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa paling tidak setiap laki-laki penghuni
Surga akan memiliki dua istri.69
Ketika menjelaskan lemahnya hadits Syahr bin Hausyab diatas, Ibnul Qayyim,
berkata, “Hadits (Syahr bin Hausyab) ini munkar menyelisihi hadits-hadits yang
shahih, karena tinggi 60 hasta tidaklah mungkin bisa menjadikan tempat duduk
penghuni surga seukuran satu mil dunia. Yang terdapat di shahih Al-Bukhari
dan shahih Muslim bahwasanya rombongan pertama yang masuk dalam surga
masing-masing dari mereka mendapatkan dua istri dari kalangan bidadari, maka
bagaimana bisa bagi orang yang paling rendah kedudukannya di surga memperoleh
72 bidadari?70”
Sementara itu, Ibnu Rajab berkata, “Dua istri tersebut dari kalangan bidadari.
Seorang laki-laki penghuni Surga pasti memiliki keduanya. Adapun tambahannya,
hal itu sesuai dengan tingkatan dan amalan seseorang. Tidak ada satu pun hadits
shahih yang membatasi tambahan dari dua istri tersebut.”71
Adapun pendapat kedua, laki-laki penghuni Surga minimal akan memiliki dua
istri dari wanita dunia, dan tujuh puluh dari kalangan bidadari, dan tambahannya
tidak memiliki batas maksimal. Ini adalah pendapat Al-‘Iraqi. Beliau berkata, “Telah
jelas dengan riwayat-riwayat hadits yang lain bahwasanya minimal bagi penghuni
surga dua orang istri dari wanita dunia dan 70 istri dari bidadari.72”
Intinya, tidak terdapat hadits shahih yang menyebutkan secara definitif berapa
jumlah bidadari yang dimiliki seorang laki-laki penghuni Surga. Meski begitu, ulama
sepakat bahwa minimal ia akan memiliki dua istri, walau mereka berselisih apakah
dua istri itu dari wanita keturunan Adam atau dari kalangan bidadari.73

69 Ibnu Hajar, Fathul Bari, vol. VI, h. 325.


70 Ibnu Qayyim, Hadil Arwah, h. 156-157.
71 Ibnu Rajab, At-Takhwif minan Nar, h. 268.
20 72 Al-‘Iraqi, Tharhut Tatsriib fi Syarhit Taqrib, vol. VIII, h. 270.
73 https://islamqa.info/ar/257509
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

2. 72 Bidadari Bagi Para Syuhada


Hadits shahih yang menjanjikan pelakunya mendapat tujuh puluh bidadari di
akhirat kelak adalah bagi para syuhada. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang
yang mati syahid akan mendapatkan enam perkara dari Allah: dosanya diampuni
pada tetesan pertama dari darahnya; tempat untuknya diperlihatkan dalam
surga; dia dihiasai dengan perhiasan iman; dinikahkan dengan seorang bidadari;
diselamatkan dari azab kubur; diselamatkan dari bencana dahsyat; mahkota
keagungan dipakaikan di kepalanya, mahkota itu terbuat dari Yaqut yang lebih baik
daripada dunia beserta segala isinya; ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh dua
bidadari Surga; dan dia juga memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari
kerabat-kerabatnya.74”
Dengan redaksi yang hampir sama, At-Tirmidzi meriwayatkan, “Seorang yang
mati syahid akan mendapatkan enam perkara dari Allah: dosanya diampuni pada
tetesan pertama dari darahnya; tempat untuknya diperlihatkan dalam surga;
diselamatkan dari azab kubur; diselamatkan dari bencana dahsyat; mahkota
keagungan dipakaikan di kepalanya, yaitu yang terbuat dari Yaqut yang lebih baik
daripada dunia beserta segala isinya; ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh dua
bidadari surga; dan dia juga memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari
kerabat-kerabatnya.75”
Menerangkan hadits di atas, Al-Mubarakfuri menyebutkan enam keutamaan
yang diberikan Allah kepada para syuhada tersebut tidak diberikan kepada
selainnya. Keutamaan tersebut yaitu dosanya akan diampuni dan dihapus tatkala
tetesan pertama darahnya seraya diperlihatkan tempatnya di Surga; dijaga dan
dilindungi dari siksa kubur; diamankan dari goncangan yang besar yaitu dari siksa
Neraka, beratnya pada saat pemaparan amal (al-'arhd), perasaan khawatir tatkala
penghuni Neraka diperintahkan masuk ke dalamnya, saat orang kafir berputus asa
ketika kematian disembelih, tatkala Neraka di tutup setelah orang kafir masuk ke
dalamnya, dan pada saat ditiupnya tiupan terakhir. Selain itu, orang yang syahid juga
akan dipakaikan sebuah mahkota di atas kepalanya yang menunjukkan kemuliaan
dan keagungannya; dinikahkan dengan paling tidak tujuh puluh dua bidadari
yang sangat cantik dan menawan; serta pemberian syafaatnya kepada tujuh puluh
kerabatnya akan dikabulkan Allah.76
Terkait tujuh puluh dua bidadari yang didapatkan oleh orang yang syahid, ulama
berbeda pendapat. Menurut Al-Mala Ali Al-Qari, jumlah tersebut menunjukkan
pembatasan (jumlah 72); bukan menunjukkan banyaknya (bidadari yang
didapatkannya). Namun juga bisa berarti bahwa tujuh puluh tersebut adalah jumlah
minimal, dan mungkin saja bisa bertambah77. Ulama yang berpendapat bahwa
tujuh puluh dua itu menunjukkan angka definitif di antaranya yaitu Ath-Thahir Ibnu

74 HR. Ahmad, no. 17182, dan Ath-Thabrani dalam Musnad Asy-Syamiyyin, no. 1163. Sanad haditsnya dinyatakan
Shahih oleh Al-Albani dalam Silsilalatul Ahadits Ash-Shahihah, no. 3213.
75 At-Tirmidzi, no. 1663. Menurutnya, hadits ini shahih gharib.
76 Abul Ala` Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, vol. V, h. 247-248. 21
77 Ali Al-Mala Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarhu Mishbahul Mashabih, vol. XI, h. 481.
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

Asyur78, sementara yang berpendapat bahwa itu menunjukkan banyaknya jumlah;


bukan angka definitif di antaranya yaitu Al-Munawi79.

PENUTUP
Janji Allah berupa Surga beserta seluruh kenikmatannya termasuk di dalamnya
tujuh puluh dua bidadari bagi seorang Muslim yang rela berjuang di jalan-Nya dengan
mengorbankan nyawanya, pada hakikatnya bukan pada persoalan penghargaan
tersebut. Melainkan berkaitan dengan diri seorang Muslim yang berhasil
menjalankan perintah-perintah Allah dengan baik dan menjaga diri dari bujukan
hawa nafsunya. Ia mampu meninggalkan sesuatu yang sebenarnya diinginkannya
dan bisa dilakukannya hanya karena Allah melarang hal tersebut di dunia. Selain juga
mampu mendorong dirinya untuk menjalankan suatu yang pada dasarnya ia benci
hanya karena Allah yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut. Seorang
Muslim meninggalkan minuman khamar dan zina, suatu yang disukai hawa nafsu,
karena tunduk pada larangan Allah. Sebagaimana seorang Muslim yang berjuang di
jalan-Nya dengan mengorbankan nyawanya, padahal hal itu pada dasarnya suatu
yang tidak ia sukai.
Menahan diri untuk mendapatkan suatu kesenangan demi untuk mendapatkan
kesenangan yang lebih, barangkali inilah doktrin yang diajarkan Islam kepada
pengikutnya. Islam tidak melarang pemeluknya untuk mencari kesenangan, namun
membatasi kesenangan tersebut dan menetapkan norma-normanya. Oleh itu, bagi
seorang Muslim, dunia ibarat penjara bagi mereka. Sebaliknya, dunia bagi orang kafir
laksana taman-taman Surga. Setiap Muslim dibatasi keinginannya di dunia sesuai
dengan aturan-aturan Allah. Sementara orang kafir bebas melakukan apa pun yang
mereka inginkan tanpa terikat oleh apa pun. Oleh itu, kebebasan dan kesenangan
sejati setiap Muslim adalah di akhirat. Adapun bagi orang kafir, akhirat betul-betul
penjara yang menyeramkan buat mereka. Jika mereka yang ingkar dan durhaka
bebas menikmati kesenangannya terhadap wanita di dunia, lantas mengapa mereka
menganggap suatu yang aneh manakala Muslim yang taat memilih menunda
kesenangan tersebut di akhirat.
Selain itu, dalam Islam, mengharapkan tujuh puluh dua bidadari dengan
mengorbankan diri di jalan Allah bukan lah persoalan keputusasaan terhadap dunia.
Melainkan dorongan keimanan dan keyakinan yang kuat terhadap janji Allah yang
sampaikan melalui lisan Rasul-Nya, Nabi Muhammad. [A. Sadikin]

22 78 Ath-Thahir bin Asyur, Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, vol. VI, h. 348.
79 Al-Munawi, Faidhul Qadir, vol. VI, h. 598.
SYAMINA Edisi 20 / Desember 2017

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Terjemahannya


Ad-Daruquthni, Ali bin Umar. 2004. Sunan Ad-Daruquhtni. Libanon: Muassasah Ar-
Risalah.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. tt. Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir. Maktab Islami.
Al-Baihaqi, Ahmad bin Al-Husain, 1986. Al-Ba'tsu wan Nusyur. Beirut: Markaz Al-
Khadamat wal Abhats Ats-Tsaqafiyah.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. 1422 H. Shahih Al-Bukhari. Dar Thauqun Najah.
Al-Iraqi, Abdurrahman bin Al-Husain. tt. Tharhut Tatsriib fi Syarhit Taqrib. Darul
Fikr Al-'Arabi.
Al-Mubarakfuri, Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim. tt. Tuhfatul Ahwadzi.
Beirut: Darul Kutub Ilmiyyah.
Al-Munawi, Muhammad bin Ali. 1356 H. Faidhul Qadir. Mesir: Maktabah Tijari
Kubra.
An-Naisaburi, Muslim bin Al-Hajjaj. tt. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya At-Turats
Al-'Arabi.
Al-Qari, Ali Al-Mala. 2002. Mirqatul Mafatih Syarhu Mishbahul Mashabih. Beirut:
Darul Fikr.
Armstrong, Karen. 2002. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad. 2014. Iman Kepada Hari Akhir. Jakarta: Ummul Qura.
At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa. 1975. Sunan At-Tirmidzi. Mesir: Musthafa Al-Babi
Al-Halabi.
Hanbal, Ahmad bin Muhammad. 1995. Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Kairo:
Darul Hadits.
Ibnu Asyur, Ath-Thahir. 1984. At-Tahrir wat Tanwir. Tunisia: Dar Tunisiyyah.
Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali. 1379 H. Fathul Bari. Beirut: Darul Ma'rifah.
Ibnu Hibban, Muhammad. 1993. Shahih Ibni Hibban. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.
Ibnu Katsir, Ismail bin Umar. 1997. Al-Bidayah wan Nihayah. Darul Hijr.
Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abu Bakr. tt. Hadil Arwah ila Biladil Afrah. Kairo:
Mathba'ah Al-Madani.
23
Edisi 20 / Desember 2017 SYAMINA

Ibnu Rajab, Abdurrahman bin Ahmad. 1988. At-Takhwif minan Nar. Damaskus:
Maktabah Muayyad.
Ibnu Taimiyyah, Ahmad bin Abdul Halim. 1995. Majmu'ul Fatawa. Madinah
Munawwarah: Majma' Al-Fahd.
Smith, Huston. 2015. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Serambi.
Shilma, Syafa'attus. 2017. Bidadari dalam Al-Qur`an. Jakarta: Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah.

24

Anda mungkin juga menyukai