Anda di halaman 1dari 27

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

KEPERAWATAN KRITIS I (KK I)

Disusun untuk Memenuhi Tugas UAS


Mata Kuliah Keperawatan Kritis I

Oleh:

T. Abdur Rasyid (220120180039)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
Magister Keperawatan – UNPAD
Keperawatan Kriris 1

TOPIK / CODE : HI -1

Nama : T. Abdur Rasyid Tanggal: 1 Juli 2019

Sistem Respirasi & Head Injury (10 soal)


Pertanyaan:
1. Berapakah nilai GCS pasien tersebut ?
 Eye: mata membuka karena nyeri: skor 2
 Motoric: melokalisir nyeri yang diberikan: skor 5
 Verbal: mengucapkan kata kata tapi tidak jelas: skor 3
Total skor GCS= 10
2. Jelaskan mekanisme terjadinya perdarahan pada telinga pasien
Perdarahan pada telinga pasien dengan traumatic barain injury (TBI) menandakan
adanya drainase (kebocoran) cairan serebrospinal (CSF) akibat cedera pada lapisan
meningen (duramater). Drainase dari telinga (otorrhea) biasanya menandakan fraktur di
fossa bagian tengah pada dasar tengkorak (fraktur basis cranii). Drainase CSF tersebut
bisa bercampur dengan darah akibat robeknya pembuluh darah meningen. Percampuran
CSF dengan darah membentuk cincin ‘Halo’ pada bagian luar dan darah pada bagian
dalam (Morton & Fountai, 2013).
3. Mengapa pasein gelisah (agitasi) ?
Agitasi adalah keadaan kebingungan dan gangguan kesadaran yang mengikuti cedera
awal atau disebut juga amnesia pasca-trauma. Agitasi ditandai oleh perilaku berlebihan
seperti emosional, impulsif, dan agresi. Agitasi pada pasien post traumatic injury (TBI)
dapat disebabkan oleh rangsangan lingkungan (cahaya dan kebisingan), nyeri, gangguan
pola tidur, dan kerusakan lobus frontal. Faktor pemicu dapat menyebabkan
ketidakseimbangan neurotransmitter (yaitu, asam gamma-aminobutyric (GABA),
dopamin, asetilkolin, serotonin) serta ketidakseimbangan dalam sistem saraf otonom
yang dapat menyebabkan hiperaktivitas simpatis paroksismal (PSH) yang mmpengaruhi
aktivitas motorik (postural) mencetuskan agitasi (Williamson et al, 2016).
4. Mengapa pasien dipasang NRM 10 lpm ?
Pasien dengan post traumatic injury (TBI) maupun pasien post craniotomy sangat
membutuhkan oksigen untuk menjaga keseimbangan tekanan intra cranial (ICP).
Pemberian oksigen pada pasien berujuan untuk mencegah hiperkapnia (peningkatan
pCO2) dan mencegah hipoksia cerebral. Hiperkapnia dan hipoksia pada pasien cedera
kepala maupun post craniotomy dapat meningkatkan kerja pernafasan (stimulasi medula
oblongata) dan juga dapat menyebabkan vasodilatasi berlebihan pada vaskuler cerebral
sehingga memperberat edema otak (Motron & Fountain, 2013). Pemberian fraksi
oksigen (FiO2) 60 – 100% merupakan praktik yang dapat diterima pada pasien dengan
cedera kepala (Martini, 2013). Non Rebreather Mask (NRM) merupakan alat yang dapat
menghantarkan oksigen >40% sehingga penggunaan NRM 10 lpm (FiO2 60 %) dapat
digunakan untuk pasien post craniotomy untuk mencegah hiposia dan hiperkapnia.
5. Jelaskan status oksigenasi berdasarkan nilai AGD
 pH : 7.34 (turun) (nilai normal 7.35 – 7.45)
 pCO2: 35.3 mmHg (normal) (nilai normal 35 – 45 mmHg)
 pO2: 91.7 mmHg (normal) (nilai normal: 80 – 100 mmHg)
 HCO3: 19.4 mmol/L (turun) (nilai normal 22 – 26 mmol/L)
 BE: -5 mmol/L (turun) (nilai normal (-2) – (+2) mmol/L)
 SatO2: 96,3% (Normal)(95 – 100%)
Interpetasi: Asidosis metabolik murni
Berdasarkan interpretasi AGDA pasien tidak memiliki gangguan pernafasan
kemungkinan pasien telah memperoleh oksigenasi yang sesuai menggunakan NRM 10
liter namun laju pernafasan pasien mulai meningkat namun masih masih dalam batas
normal (20 kali/menit). Gangguan asam basa kemungkinan besar disebabkan gangguan
fungsi metabolik yang tidak disebutkan didalam kasus; kemungkinan disebababkan
gangguan keseimangan air dan elektrolit, glukosa dan gangguan pada sirkulasi renal

6. Sebutkan 3 masalah keperawatan (diagnosa keperawatan) utama pada pasien tersebut


Data Etiologi Masalah keperawatan
Subjektif: Benturan kepala Gangguan Perfusi Serebral
Keluarga mengatakan kepala ↓
terbentur aspal, keluar Kerusakan fossa basis cranii
perdarahan dari telinga dan saat ↓
ini telah menjalani operasi. Trauma serebral (termasuk
craniotomy)
Objektif: ↓
 Penurunan kesadaran dgn Respons inflamasi (sitokin:
GCS 10 TNF-α, IL-1β, and IL-6)
 Pasien tampak gelisah ↓
 MAP: 90 mmHg Edema serebral
 RR: 20 kali/menit ↓
 HR: 70 kali/menit Peningkatan TIK
 CT scan: IVH ↓
Penekanan pusat kesadaran
(pe↓ LOC)

Subjektif: Cedera kepala Resiko Cidera


Keluarga mengatakan pasien ↓
gelisah. Kerusakan fossa basis cranii
dan lobus frontal
Objektif: ↓
 Penurunan kesadaran dgn Inisiasi stimlus lingkungan dan
GCS 10 nyeri
 Pasien tampak gelisah ↓
 MAP: 90 mmHg Ketidak seimbangan GABA,
 RR: 20 kali/menit dopamin, asetilkolin, serotonin
 HR: 70 kali/menit ↓
 CT scan: IVH pe↗ respons simpatis

Hiperaktivitas simpatis
paroksismal motorik (agitasi)
Subjektif: Cedera kepala Resiko Gangguan Pertukaran
Keluarga mengatakan kesadara ↓ Gas
pasien belum membaik dan Kerusakan struktur regulasi
cenderung gelisah pernafasan (hemisfer
serebrum, sereblum atau
Objektif: medula oblongata)
 Penurunan kesadaran dgn ↓
GCS 10 Peningkatan RR (respon
 Pasien tampak gelisah kompensasi)
 MAP: 90 mmHg ↓
 RR: 20 kali/menit dengan Gangguan insikator asam basa
NRM 10 lpm
 AGD:
 pH : 7.34 (↓)
 pCO2: 35.3 mmHg
(normal)
 pO2: 91.7 mmHg
(normal)
 HCO3: 19.4 mmol/L (↓)
 BE: 19.4 mmol/L (nilai
normal (-2) – (+2)
mmol/L)
 SatO2: 96,3%
 Interpetasi: Asidosis
metabolik murni

Diagnosa keperawatan:
a. Gangguan perfusi serebral b.d gangguan aliran vaskuker serebral, edema serebrak
dan kerusakan struktur serebral
b. Resiko cidera b.d gangguan fungsi regulasi biokimia (neurotrasmiter)
c. Resiko gangguan pertukaran gas b.d depresi sistem saraf pusat (SSP)/ trauma
cerebral
7. Sebutkan 3 rencana tindakan untuk diagnosa keperawatan diatas

No Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention


1 Gangguan perfusi Tissue Perfusion: Circulatory Care
serebral b.d Cerebral Observasi
gangguan aliran  ICP < 20 mmHg  Monnitor ICP dan sirkulasi serebral
vaskuker serebral, (dibuktikan serta tanda – tanda v ital setiap jam
edema serebrak dan peningkatan status
 Lakukan pemeriksaan neurologis (GCS,
kerusakan struktur kesadaran)
ukuran pupil, tonus otot) setiap 1 jam
serebral  CPP > 60 mmHg
 Peningakatan kulitas Nursing
dan kunatitas  Elevasi kepala 3o derajat
kesadaran  Jaga posisi tubuh yang sesuai, jaga
kepala pada posisi netral dan hindari
elevasi paha
 Jaga suhu tubuh tetap normal
 Pertahankan lingkungan yang tenang,
pembatasan aktifitas perawatan saat
istirahat dan meningkatan tidur pasien
 Mempertahankan tetesan infus sesuai
order
Edukasi
 Ajarkan keluarga untuk memberikan
stimulus kognitif yangs esuai (tetap
berbicara dengan pasien dan atau
memebrikan terapi musik)
Kolaborasi
 Pemberian cairan infus kristaloid
 Pemberian cairan diuretik osmotik
(mannitol) sesuai order
 Pemberian neuroprotektor (citicoline)
sesuai order
 Pemberian sedasi sesuai order
2 Resiko cidera b.d Safety Status: Physical Pencegahan jatuh dan kejang
gangguan fungsi Injury Observasi
regulasi biokimia  Peingkatan level  Pantau tingkat kesadaran, orientasi,
(neurotrasmiter) kesadaran dan pemrosesan pikiran
kewaspadaan pasien  Pantau status agitasi menggunakan
 Terhindar dari cidera RASS
fisik (jatuh dan  Observasi resiko cidera pasien
kejang) (kegelisahan, lingkungan yang
 Pasien tenang (skor berbahaya dll)
RASS -2 s.d 0) Nursing
 Ambil tindakan pencegahan untuk
mencegah jatuh (merendahkan bed dan
memasang side rails) dn menata
peralatan perawatan dengan aman.
 Lakukan latihan ROM pasif.
Edukasi
 Ajarkan keluarga dalam memantau
potensial cidera pada pasien
Kolaborasi
 Pemberian sedatif dan aticonvulfif
(restrain kimiawi) sesuai indikasi
 Konsultasikan dengan terapi fisik
3 Resiko gangguan Status Pernafasan Pemantauan Respirasi & Terapi Oksigen
pertukaran gas b.d  AGDA dalam batas Observasi
depresi sistem saraf normal.  Pantau SpO2 dan nilai-nilai AGDA, RR
pusat (SSP)/ trauma  Pasien tidak memiliki dan pola pernapasan, dan kemampuan
cerebral bukti edema paru atau batuk
atelektasis. Nursing
 Suara nafas vesikuler  Bantu pasien untuk berubah posisi,
bilateral. suction jika diindikasikan.
 Berikan perkusi dada dengan drainase
postural jika diindikasikan.
 Posisikan kepala tempat tidur 30o
untuk meningkatkan gerakan diafragma
Edukasi
 Ajaran keluarga cara penggunaan
masker oksigen dan libatkan dalam
pemantauan masker oksigen
Kolaborasi
 Berikan O2 sesuai order (NRM 10
LPM) dan kolaborasi dalam intubasi
dan ventilasi mekanis jika diperlukan

8. Sebutkan rencana kolaboratif untuk pasien tersebut


No Diagnosa Nursing Outcome Nursing Intervention
1 Gangguan perfusi Tissue Perfusion: Cerebral Circulatory Care
serebral b.d  ICP < 20 mmHg Kolaborasi
gangguan aliran (dibuktikan peningkatan  Pemberian cairan kristaloid
vaskuker serebral, status kesadaran)
 Pemberian cairan diuretik osmotik
edema serebrak dan  CPP > 60 mmHg (mannitol) sesuai order
kerusakan struktur  Peningakatan kulitas dan  Pemberian neuroprotektor
serebral kunatitas kesadaran (citicoline) sesuai order
 Pemberian sedasi sesuai order
2 Resiko cidera b.d Safety Status: Physical Pencegahan jatuh dan kejang
gangguan fungsi Injury Observasi
regulasi biokimia  Peingkatan level Kolaborasi
(neurotrasmiter) kesadaran dan  Pemberian sedatif dan aticonvulfif
kewaspadaan pasien (restrain kimiawi) sesuai indikasi
 Terhindar dari cidera  Konsultasikan dengan terapi fisik
fisik (jatuh dan kejang)
 Pasien tenang (skor
RASS -2 s.d 0)

3 Resiko gangguan Status Pernafasan Pemantauan Respirasi & Terapi


pertukaran gas b.d  AGDA dalam batas Oksigen
depresi sistem saraf normal. Kolaborasi
pusat (SSP)/ trauma  Pasien tidak memiliki  Berikan O2 sesuai order (NRM 10
cerebral bukti edema paru atau LPM) dan kolaborasi dalam intubasi
atelektasis. dan ventilasi mekanis jika
 Suara nafas vesikuler diperlukan
bilateral.
9. Sebutkan test laboratorium lain yang mungkin perlu dilakukan untuk pasin tersebut
 Pemeriksaan eletrolit (Natrium, kalium, clorida termasuk kalisum dan
magnesium) bertujuan untukmeng evaluasi fungsi metabolik dan fungsi ginjal
pasien
 Pemeriksaan faal ginjal dengan pemeriksaan ureum dan kretainin serum
termasuk urin lengkap bertujuan untuk menegavaluasi status sirkulasi renal
 Gula darah sewaktu (GDS/ random blood glucose) bertujun untuk m evaluasi
fungsi metabolik dan respon insulin oleh pankreas. Pada beberapa pasien
menunjukkan stress fisiologis dengan penurunan kemampuan insulin dalam
proses metabolisme glukosa. Pada keadaan stress fisiologis juga terjadi
peningakatan hormon stress seperti kortisol yang bekerja meningkatkan
glikogenolisis dan menurunakan sensitifitas insulin terhadap glukosa.
 Fungsi hepatobiler: SGOT, SGPT, total protein dan albumin. Tes ini bertujuan
untuk mengeavlaluasi sirkulasi hepatobiler. Terutama albumin dapat digunakan
dalam evaluasi cairan tubuh. Hipoalbumin dapat memperberat edema serebral
 Profil pembekuan darah: platelet, PT (protorombin time) APTT (activated partial
thromboplastin time), INR (international normalised ratio) untuk mengevaluasi
fungsi pembekuan darah terutama untuk membantu penyembuhan luka operasi
craniotomy dan pemantauan status permeabilitas membran (sirkulasi) mencegah
peningkatan edema serebral

10. Hal-hal yang perlu (penting) dilakukan oleh perawat GICU untuk pasien tersebut
 Pemantauan (observasi) : Status neurologi (terutama indikator yang
berhubungan dengan ICP dan Cerebral Blood Flow: kulitas kesadaran, GCS dan
agitasi serta indikator neurologis lainnya) dan status pernafasan, status
kardiovaskuler yang diperiksa seriap 1 jam. Perawat juga perlu mengidentifikasi
kemunginan cidera fisik seperti jatuh dan kemungkinan kejang.
 Tindakan mandiri keparawatan: tindakan – tindakan yang menurunkan ICP
dan mempertahankan sirkulasi serebral dengan mempertahankan elevasi kepala,
menghindari valsava manufer, meningkatkan ekspansi paru dengan posisi
semifowler, pemantauan semua keadekuatan peralatan yang terpasang dengan
pasien seperti infus, masker oksigen, electroda monitor dan peralan lainnya serta
restrain mekanis pada pasien kejang jika diperlukan.
 Edukasi: mengajarkan dan melibatkan keluarga dalam perawatan pasien misal
mengajarkan keluarga untuk memberikan stimulasi kognitif dengan pasien.
 Kolaborasi: berkolaborasi dalam pemberian obat – obatan neuroprotektor,
cardiovaskuler dan sedatif termasuk pemeriksaan laboratorium yang diperlukan.
Magister Keperawatan – UNPAD
Keperawatan Kriris 1

TOPIK / CODE : Kasus sepsis: S -2

Nama : T. Abdur Rasyid Tanggal: 1 Juli 2019

Kasus sepsis
Pertanyaan:
1. Apakah pengkajian /pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan pada pasien di atas?
Jelaskan alasannya
a. Pengkajian fisik tambahan
 Sistem neurologi: tingkat kesadaran pasien dan GCS untuk mengevaluasi
perfusi serebral pasien dimana pada pasien terjadi penurunan status
hemodinamik (MAP: 60 mmHg) seharusnya pada kondisi normal > 70 mmHg
 Sistem respirasi: inspeksi (kesimetrisan pergerakan dinding dada & retraksi),
palpasi (kesimetrisan dan hantaran suara pada struktur paru atau taktil fremitus),
perkusi (seharusnya resonan/sonor menandakan bebas dari kongesti paru)
karena pada pasien sepsis dapat mengalami kongesti paru akibat peningkatan
permeablitas kapiler paru akibat vasodilatasi, auskultasi (vesikuler pada seluruh
lapangan paru kecuali terjadi kongesti paru dapat berubah menjadi rales dan
atau wheezing).
 Kardiovaskuler: pemeriksaan CRT, asuhu akral, mukosa oral dan turgor kulit
dan bunyi jantung. Pada pasien sepsis terjadi perpindahan cairan ke spasium ke
tiga sehingga perlu pengkajian indikator cardiovaskuler lainnya.
 Gastrointestinal: perdarhan lambung tidak terjadi karena pasien memperoleh
nutrisi enteral, perlu dilakukan pemeriksaan rektal touch (DRE) atau warna
feses untuk mengkaji melena karena pada sepsis terjadi penurunan fungsi
pembekuan darah (perdarahan). Kaji adanya asites (perpindahan cairan ke
spasium ke-3), termasuk laju peristaltik dimana pada pasien dengan penurunan
kadar kalium seum dapat menyebabkan hipoperistaltik.
 Sistem perkemihan: perlu mengkaji warna urin untuk menilai status dehidrasi
 Muskuloskeltal dan kulit: perlu mengkaji tonus otot (kekuatan otot) karena
berhubungan dengan cairan dan elektrolit serta perlu mengkaji adanya eritema
atau puprura pada kulit menandakan perdarahan.
b. Pemeriksaan penunjang tambahan
 Pemeriksaan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) Score untuk
memrediksi motalitas di ICU berdasarkan temua klinis dan lobarotorium
 Pemeriksaan mirosirkulasi status:
o Pemeriksaan laktat serum (normal <2 mmol/L). Peningkatan laktat
diakibatkan oleh perfusi O2 ke jaringan yang buruk sehingga terjadi
metabolisme anaerob dengan hasil metabolisme laktat serum.
o Delivery oxygen (DO2): cardiac ouput (CO) x Content artery O2 (CaO2)
o Komponen CaO2: Hb (ada dalam kasus 9.2 g/dL), Saturasi O2 (SatO2) dan
tekanan partial O2 (PaO2) melalui pemeriksaan analisa gas darah arteri
(AGDA).
RumusCaO2 = (Hb x 1.39 x SaO2) + (PaO2 x 0.003)
o Pemeriksaan saturasi mix-venous (SVO2) yang ukur dengan saturasi vena
sentral (SCVO2) menggunakan sampel darah vena dari central venous
cateter (CVC) normalnya > 70%. Penurunan SCVO2 menandakan pasien
syok septik.
o Pemeriksaan base exces (BE) dan base defisit (BD) melalui analisa gas
darah. Penurunan nilai basa (BD) menunjukkan asidosis laktat.

(140−𝑢𝑠𝑖𝑎)𝑥 𝐵𝐵 𝑥 0.85( 𝑤𝑎𝑛𝑖𝑡𝑎) (140−51)𝑥 65 𝑘𝑔 𝑥 0.85


 Pemeriksaan GFR: = = 37.9
(72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝐶𝑟) (72 𝑥 1.8 𝑚𝑔/𝑑𝐿)

(Gagal ginjal derajat 3) karena penurunan sirkulasi ke ginjal.


 Pemeriksaan EKG untuk evaluasi kontraktilitas jantung atau terjadinya iskemia
miokard
 Pemeriksaan laboratorium lainnya:
o Fungsi hepatobiler: SGOT, SGPT, bilirubin (direc and indirect), total
protein dan albumin. Pada pasien sepsis dapat berkembang Acute Liver
Failure (ALF) sehingga perlu emmeriksaan indikator hepatobilier.,
Terutama albumin yang diproduksi oleh hati dapat digunakan dalam
evaluasi cairan tubuh. Hipoalbumin dapat menurunkan tekanan osmoitik
yang memperberat syock distributif.
o Profil pembekuan darah: platelet, PT (protorombin time) APTT (activated
partial thromboplastin time), INR (international normalised ratio) untuk
mengevaluasi fungsi pembekuan darah dimana purunan jumlah platelet dan
peningkatan nilai PT, APTT dan INR meningkatan resiko perdarahan
internal (mencetuskan syock distributif).
o Analisa gas darah: mengkaji fungsi pernfasan dan metabolik pasien.

2. Dilihat dari fungsi faal ginjal bagaimana kondisi pasien tersebut dapat terjadi? Mengapa
hal itu bisa terjadi jelaskan patofisiologinya?
Pada sepsis, terjadi pelepasan mediator inflamasi sitokin TNF dan IL 1 menyebabkan
penurunan ikatan tight jungtion antara lapisan sel endotel vaskuler. Hal ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi perpindahan sejumlah besar plasma
ke interstitial. Selain itu mediator inflamasi juga mengganggu proses pembekuan darah
sehingga menyebabkan perdarahan. Penurunan volume vaskuler menyebabkan
penurunan preload sehingga untuk memenuhi stroke volume maka terjadi peningkatan
denyut jantung dan vasokontriksi perifer (akral dingin). Vasokonstriksi vaskuler
menyebabkan penurunan sirkulasi ke ginjal dan menurunkan laju filtrasi ginjal. Selian itu
endotel ginjal juga mengalami kerusakan akibat radikal bebas yang dimediasi oleh
mediator inflamasi sehinggaa terjadi kebocoran albumin dari ginjal. Penurunan albumin
serum berakibat pada penurunan tekanan onkotik vaskuler yang menyebabkan
peningkatan kehilangan plasma ke insterstial yang memperberat status hemodinamik dan
menurunkan laju filtrasi ginjal. Akibatnya sampah metabolisme seperti ureum dan
creatinin meningkat dalam plasma.

3. Berdasarkan data-data diatas buat analisa data dan tentukan masalah keperawatannya

Data Etiologi Masalah keperawatan


Subjektif: Respons inflamasi (sitokin: Penurunan cardiac output
Keluarga mengatakan pasien TNF-α, IL-1β, and IL-6)
cenderung lemah dan mengantuk. ↓
Kerusakan tight jungtion
Objektif: endotel vaskuler
 Penurunan kesadaran dgn ↓
GCS 13 Pe↗ permabilitas vaskuler
 MAP: 60 mmHg ↓
 RR: 32 kali/menit Kebocoran plasma dan
 HR: 110 kali/menit albumin ke interstitial
 S: 39 oC dengan ↓
parasetamol Penurunan preload
 Akral dingin
Subjektif: Penurunan sirkulasi Gangguan Pertukaran gas
Keluarga mengatakan pasien ↓
sesak. Metabolisme anaerob

Objektif: Peningkatan laktat
 RR: 32 kali/menit dgn ↓
NRM 10 lpm Asidosis laktat
 Sat O2 90 % ↓
 Hasil analisa gas darah: Kompensasi dengan
asidosis metabolik hipervensilasi
 Laktat serum > 2 mmol/L ↓
 Suara nafas wheezing (+/+) Sesak nafas
Subjektif: Respons inflamasi (sitokin: Resiko perdarahan
Keluarga mengatakan kulit TNF-α, IL-1β, and IL-6)
pasien tampak biru pada tagan ↓
dan paha. Gangguan koagulasi dan
fungsi platelet
Objektif: ↓
 Hb 9.2 g/dL Kerusakan jenjang pembekuan
 PLT: 189.000/mm3 darah
 Tampak ekimosis pada ↓
tangan dan kaki perdarahan
 Hematemesis & melena (-)
 Peningkatan PT, APTT dan
INR
Diagnosa keperawatan:
a. Penururan curah jantung bd penurunan preload dan gangguan afterload
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan suplay oksigen jaringan
c. Resiko perdarahan b.d perubahan fungsi koagulasi

4. Susun nursing care plan sesuai dengan masalah keperawatan pada kasus di atas
berdasarkan guidelines sepsis terbaru.
Diagnosa Kriteri hasil (outcome) Intervensi
Penururan curah Status sirkulasi Pemantauan dan Manajemen Cairan
jantung bd  Pasien  Pantau tanda-tanda vital (TD, MAP, N, S
penurunan mencapai/mempertahankan RR) dan O2 (SpO2 dan PaO2) dan AGD
preload dan TD dan DO2 yang stabil. serial jika diindikasikan serta kontraktilitas
gangguan  Serum laktat dalam batas jantung (EKG)
afterload normal.  Catat intake output dan BB harian
 Akral hangat  Kaji adanya tanda-tanda perdarahan
 Turgor kulit dan mukosa (misalnya perdarahan GI, feses, atau urin);
baik amati adanya petechiae, memar
 Atur tetesan infus kristaloid sesuai order
(RL/8 jam) dan pertimbangkan pemb.
Kolaborasi dlm pemantauan laktat serial
hingga batas normal dan profil perdarahan
 Kolaborasi pemberian vasopresor
(Norepineprin start target MAP ≥ 65 mmHg)
 Kolaborasi dlm pemberian koloid dan produk
darah jika diindikasikan
Gangguan Status Pernafasan Pemantauan Respirasi & Terapi Oksigen
pertukaran gas b.d  AGDA dalam batas normal.  Pantau SpO2 dan nilai-nilai AGDA, RR dan
edema pulmonal  Pasien tidak memiliki bukti pola pernapasan, dan kemampuan batuk,
dan asites edema paru atau atelektasis.  Bantu pasien untuk berubah posisi, suction
 Suara nafas vesikuler jika diindikasikan.
bilateral.  Berikan perkusi dada dengan drainase
postural jika diindikasikan..
 Pantau efek asites pada upaya pernapasan.
 Head up kepala tempat tidur 30o untuk
meningkatkan gerakan diafragma
 Berikan O2 sesuai order (NRM 10 LPM) dan
kolaborasi dalam intubasi dan ventilasi
mekanis jika diperlukan
Resiko Keparahan cidera fisik Pencegahan Perdarahan
perdarahan b.d  Tidak ada tanda perdarahan  Pantau tanda – tanda perdarahan (ekimosis
perubahan fungsi pada kulit maupun organ pada kulit, hematemesis dan melena pada GI)
koagulasi internal (hematemesis &  Pantau PLT dan profil pembekuan darah
melena) lainnya
 PLT dn profil pembekuan  Berikan perawatan mulit dengan lembut,
darah dalam batas normal. hindari benda – benda yang dapat mengiritasi
mukosa mulut
 Lakukan perawatan kulit dan cegah
kekeringan kulit serta cegahkerusakan, iritasi
dan trauma pada kulit
 Kolaborasi dalam pemnerian plasma dan
produk darah lainnya
 Kolaborasi pemberian obat – obatan PPI
(cegah GI bleeding) dgn Omperazole 2x40
mg
 Kolaborasi dalam pemberian anti koagulan
(Heparin 2 x 500 iu,)

Magister Keperawatan – UNPAD


Keperawatan Kriris 1

TOPIK / CODE : Luka bakar : L-3

Nama : T. Abdur Rasyid Tanggal: 1 Juli 2019

Luka Bakar

1. Jelaskan resusitasi cairan pada fase akut yang harus diberikan pada klien beserta pilihan
jenis cairannya!
Rumus Baxter (Parklan)

 24 jam pertama: pemberian Ringer Lactat (RL) (4mL/kgBB/%TBSA). Setengah


volume diberikan selama 8 jam pertama dan dan sianya dalam 16 jam berikutnya
(Motron & Fountain, 2013). Menurut American College of Surgeons (2018) dalam
ATLS edisi 10 menyebutkan cairan resusitasi pada luka bakar diberikan pada luka
bakar parsial hingga full thicknes (ketebalan penuh) yang lebih besar dari 20%
TBSA, dan harus berhati-hati agar tidak diberikan resusitasi berlebihan.

 Penghitungan pada pasien (luka bakar dengan derajat ≥ 2: kepala 6.5%, leher 4.5%
dan 2% pada kedua telapak kaki). Total TBSA luka bakar: 13%, BB pasien: misal
80 kg (tidak terdapat di dalam kasus)
 Resusitasi cairan: 4 ml x 80 kg x 13% = 4.160 ml
o Pada pukul 14.00 wib s.d 22.00 wib di RSHS (8 jam pertama): 2.080 mL (4
kolf)
o Pukul 22.00 wib s.d 06.00 wib hari berikutnya/hari ke-2 (8 jam kedua): 1.040
mL (2 kolf)
o Pukul 06.00 wib s.d 14.00 wib hari kedua (8 jam ketiga): 1.040 mL (2 kolf)
 Cairan 24 jam berikutnya: Dextrose 5%, ditambah Kalium dan cairan koloid dengan
rumus total cairan (0.3 – 0.5 mL/KgBB/% TBSA) (Motron & Fountain, 2013).

2. Tentukan diagnosa keperawatan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis data dari kasus
diatas!

Data Etiologi Masalah keperawatan


Subjektif: Kerusakan kulit Kurang volume cairan
Keluarga mengatakan pasien ↓
tersengat listrik oukul 11.00 Wib. Respons inflamasi (sitokin:
TNF-α, IL-1β, and IL-6)
Objektif: ↓
 Kesadaran soporokoma Pe↗ permabilitas vaskuler
(dpo) ↓
 Luka bakar garde I di Kebocoran plasma dan
kepala: 4.5% dan grade III- albumin ke interstitial
IV kepala, leher dan telapak ↓
kaki masing – masing Evaporasi cairan ke
kepala 6.5%, leher 4.5% lingkungan
dan 2% pada kedua telapak
kaki
 Urin output: 0,4 ml/jam
(urin kuning kecoklatan)
 Tanda-tanda vital :
o TD:131/ 87 mmHg
(MAP 110 mmHg)
o RR = 17 x/menit
o Suhu = 36.5o C
o HR lemah dengan
frekuensi 130 x/mnt
irregular

Subjektif: Kerusakan kulit Kurang volume cairan


Keluarga mengatakan pasien ↓
tersengat listrik oukul 11.00 Wib. Kerusakan nosisepsi

Objektif: Transduksi, transmisi,
 CPOT score: 6, pasien modulasi dan interprestasi
dibawah pengaruh obat nyeri melalui serat saraf A dlta
 Luka bakar garde I di dan C
kepala: 4.5% dan grade III- ↓
IV kepala, leher dan telapak Persepsi nyeri dilobus parietal
kaki masing – masing
kepala 6.5%, leher 4.5%
dan 2% pada kedua telapak
kaki
 Tanda-tanda vital :
o TD:131/ 87 mmHg
(MAP 110 mmHg)
o RR = 17 x/menit
o Suhu = 36.5o C
o HR lemah dengan
frekuensi 130 x/mnt
irregular
Subjektif: Sengatan listril Kerusakan itegritas kulit
Keluarga mengatakan pasien ↓
tersengat listrik oukul 11.00 Wib. Kematian (apoptosis sel kulit)

Objektif: Kerusakan langsung lapisan
 Luka bakar garde I di kulit (nekrosis)
kepala: 4.5% dan grade III-
IV kepala, leher dan telapak
kaki masing – masing
kepala 6.5%, leher 4.5%
dan 2% pada kedua telapak
kaki
Diagnosa keperawatan:
a. Defisit volume cairan bd penurunan preload dan gangguan afterload
b. Nyeri akut b.d agen bilogi, kima dan mekanis
c. Kerusakan integritas kulit b.d paparan panas ektrim

3. Tentukan diagnosa keperawatan prioritas pada kasus tersebut dan jelaskan alasannya!
Diagnosa keperawatan prioritas: Defisit volume cairan bd penurunan preload dan
gangguan afterload.
Alasan: masalah cairan merupakan masalah utama pada pasien ditandai dengan
penurunan perfusi serebral yang menyebabkan penurunan kesaran, penurunan urin ouput
karena evaporasi cairan melalui kulit yang rusak. Sementara untuk nyeri telah ditangani
dengan analgesik (dimana disebutkan pada kasus, pasien saat ini di bawah pengaruh obat
analgetik).
4. Susunlah rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas sesuai
dengan jawaban soal sebelumnya!

Diagnosa Kriteri hasil (outcome) Intervensi


Defisit volume Status sirkulasi Pemantauan dan Manajemen Cairan
cairan bd  Pasien  Pantau tanda-tanda vital (TD, MAP, N, S
penurunan mencapai/mempertahankan RR) dan O2 (SpO2 dan PaO2) dan AGD
preload dan TD yang stabil. serial jika diindikasikan serta kontraktilitas
gangguan  Serum laktat dalam batas jantung (EKG)
afterload normal.  Timbang berart bada harian dan cata intake
 Akral hangat dan output pasien.
 Turgor kulit dan mukosa  Elevasi kepala 15 - 30 derjat untuk menjaga
baik perfusi serebral dan pertahankan kepala
dalam posisi netral
 Pertahankan resusitasi cairan 24 jam pertama
(4.160 ml, 2.080 pd 8 jam pertama
dan 1.040 untuk masing 8 jam
pertama dan kedua).
 Kolaborasi dalam pemberian koloid,
elektrolit dan d5W pada 24 jam berikutnya
Magister Keperawatan – UNPAD
Keperawatan Kriris 1

TOPIK / CODE : U-4

Nama : T. Abdur Rasyid Tanggal: 1 Juli 2019

Sistem Urinary
Pasien didiagnosis AKI ketika dari hasil pemeriksaan darah terjadi peningkatan

(1) Kreatinin serum 0.3 mg/dL atau lebih dari nilai baseline atau peningkatan 1/5 – 2 kali
dari nilai base line (AKI level 1)(Morton & Fountain, 2013)

Ditemukan pula hasil laboratorium nilai Kalium 5,6 mEq, maka perawat perlu untuk
melakukan kolaborasi pemberian

(2a) Pemeriksaan EKG, pemberian diuretik dan pemberian potasium binding resin seperti
Sodium polystirene sulfat oral atau enema (dosis oral 15 – 30 g dalam 60 – 120 mL cairan
sorbitol 20% yang diberikan setiap 4 -6 jam sesuai indikasi atau rektal 50 g dlm 50 mL
sorbitol 70% dan ditambah 150 mL air keran dan dipertahankan didalam kolon selama 30 –
60 menit)

(2b)Pemberian Calcium Gluconate intravena terutama pada pasien dengan perubahan EKG
dan,

(2c) Pemberian zat yang apat memobilisasi kalium ke intraseluler (misal; pemberian insulin
intravena, pemberian dextrose intravena, pemberian bikarbonat dan obat –obatan beta 2
Adrenergik (namun kurang umum digunakan)

bila tidak efektif pemberian therapy maka perlu kolaborasi(4) terapi dyalisis (Morton &
Fontain, 2013)
Magister Keperawatan – UNPAD
Keperawatan Kriris 1

TOPIK / CODE : Luka bakar : DM-5

Nama : T. Abdur Rasyid Tanggal: 1 Juli 2019

Diabetes mellitus

Pertanyaan?
a. Kondisi apa yang sedang terjadi pada klien? Jelaskan penyebabnya.
Saat ini pasien mengalami Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS) yang ditandai
dengan onset keluhan bertahap biasanya >5 hari (tidak mendadak) dan pada kasus
disebutkan onset berkembang dalam beberapa hari, HHS biasanya terjadi pada pasien >
60 th (pasien kasus berusia 65 tahun) dan biasa terjadi pada DM tipe 2(sesuai dengan
kasus), menurt teori, pasien HHS mengalami dehidrasi (ditandai lemah pada pasien
karena kehilangan cairan mual dan muntah); Tidak ada respirasi Kussmaul (RR pasien
30 kali/menit tidak disebutkan nafas kussmaul dikasus); gula darah sewaktu berdasarkan
teori, 400–4,000 mg/dL (pada kasus 650 mg/dl), dan tidak ditemukan keton dalam urin
(sesuai dengan pasien keton urin negatif) (Morton & Fontaine, 2013). Keluhan pasien
saat ini diperberat dengan infeksi saluran kemih.

b. Pengkajian dan pemeriksaan penunjang apa yang perlu dilakukan kepada klien untuk
membantu menentukan masalah keperawatan pada klien di atas?
Menurut Morton dan Fontain, (2013) anamnesia, pemeriksaan fisik dan penunjang pada
pasien dengan Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS) meliputi:
a. Anamnesa:
Cari tahu penyebab HHS biasanya iatrogenik seperti (penggunaan steroid, diit tinggi
glukosa atau kemungkinan menonak dialisis karena CKD). Cari tahu juga adanya
riwayat infeksi seperti pneumonia atau pankreatitis.
b. Pemeriksaan fisik:
 Sistem neurologis: kaji apakah pasien mengantuk atau banyak tidur dalam
beberapa hari terakhir, pingsan bahkan koma
 Sistem cardiovaskuler: CRT lambat, turgor jelek, mukosa kering, takikardia,
hipotensi, hipotermi, suhu akral dan peningkatan rasa haus
 Sistem respirasi: kaji adanya peningkatan laju pernafasan dan pola serta
kedalaman nafas (misal; kussmaul)
 Sistem perkemihan: kaji adanya poliuri dan peningkatan frekuensi BAK termasuk
urin output harus > 0,5 cc/kgBB/jam.
 Sistem muskuloskeletal: kaji adanya kelemahan dengan memeriksa kekuatan otot
akibat penuruan energi (hiperglikemia) dan gangguan elektrolit misal kalium.
c. Pemeriksaan penunjang:
 Pemeriksaan osmolaritas plasma dengan melakukan periksaan laboratorium
Natrium, GDS (serial)dan BUN. Peningkatan osmolaritas >310 mOsm/L
menunjukkan hiperosmolaritas plasma (dehidrasi)
 Pemeriksaan urinalisis: untuk menilai terjadinya ketosis (terdapat keton dalam
urin) yang dapat berkembang menjadi diabetic ketoasidosis dan juga menilai
adanya peningkatan infeksi saluran perkemihan.
 Pemeriksaan HbA1C: merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk menghitung
rata-rata gula darah dalam 1 bulan yang bertujuan untuk menilai kepatuhan pasien
dalam diit dan pengobatan.
 Pemeriksaan Analisa gas darah bertujuan untuk menilai terjadinya asidosis
teruma asidosis metabolik akibat dari retensi hidrogen yang disebabkan
peningkatan laktat.
 Pemeriksaan laktat. Nilai laktat > 2 mosm/L menandakan terdanya metabolisme
anerob akibat gangguan perfusi oksigen ke jaringan.
 Pemeriksaan enzim pankreas seperti amilase yang berfungsi dalam metabolisme
glukosa.

c. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus di atas secara komprehensif untuk mencegah


perburukan kondisi klien?
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya misal ketidak patuhan diet,
penggunaan obat agen hypoglikemic dan penggunaan obat obatan streoroid
serta infeksi.
2) Pemantauan hemodinamik dan fungsi ginjal (misal urin output) selama rehidrasi
atau resusitasi cairan.
3) Berikan fisioterapi dada, perputaran posisi, batuk efketif, nafas dalam dan
suction jika perlu untuk mencegah penumpukan sputum
4) Pemantauan rekaman jantung terhadap ketidak seimbangan elektrolit misal
hiperkalemia
5) Edukasi pasien tentang prognosis penyakit dan terapi dan perawatan tyang
diperlukan.

b. Penatalaksanaan medis
1) Koreksi hipovolume dengan rehidrasi cairan isotonik (ringer lactat) beberapa
kasus menunjukkan kebutuhan cairan 9 – 12 liter dan mewaspadai tanda – tanda
overhidrasi seperi batuk dan krecles (kongesti paru) atau tanda – tanda dehidrasi
yang muncul.
2) Perlu koreksi kondisi hiperglicemik dengan insulin dosis rendah intravena (0,1
mg / kg / jam) dengan target glukosa mendekati (250 hingga 300 mg / dL)
3) Berikan cairan dektrose intravena untuk mencegah terjadinya penurunan
glukosa secara tiba – tiba (hipoglikemia akibat koreksi glukosa)
4) Pemberian antibiotik pada pasien dengan infeksi misal pankreatitis, pneumonia
atau infeksi saluran kemih
5) Jika terjadi edema serebral akibat asidosis laktat, berikan diuretik osmotik
manitol.
6) Koreksi keseimbangan elektrolit misal hiperkalemia (kalium keluar sel akibat
penurunan insulin) dengan pengguanan calsium glukonas
7) Berikan dukungan pernafasan dengan menggunakan masker non reabreather
jika diperlukan

d. Bagaimana evaluasi penatalaksanaan yang perlu dilakukan pada pasien di atas?


a. Status hemodinamik meliputi asupan cairan, keluaran urin, tekanan darah, MAP,
nadi, suara nafas, dan status neurologis setiap jam
b. Kondisi gula darah dengan melakukan pemeriksaan GDS serial bertujuan untuk
menentukan keefektifan terutama terapi insulin dan terapi lainnya dan pemeriksaan
keton urin untuk menilai serta mencegah terjadi ketosis akibat glukoneogenisis dari
lemak dan protein.
c. Analisa gas darah arteri: menilai keadekuatan fungsi pernafasan dan metabolik
serta pemeriksaan status respirasi mencakup laju nafas, poila dan kedalaman
pernafasan.
d. Pemeriksaan eletrolit serial bentujuan untuk menilai keefektifan koreksi elektrolit
e. Pemntauan serum laktat untuk menilai keadekuatan sikrkulasi (mencegah syock)

e. Bagaimana pendapat Anda terkait kasus di atas dari sudut pandang etik dan patient
safety?
a. Sudut pandang etik
1) Respect for autonomy adalah menghargai kewenangan pasien dan keluarga
dalam membuat pilihan terhadap hidupnya sendiri. Sebelum mengambil
keputusan menolak dipasang kateter karena takut nyeri dan ingin berkemih di
toilet pasien dan keluarga perlu diedukasi tentang kegunaan dan kerugiaan jika
tidak dipasang kateter urin. Salah satu dampak negatif dari tidak menggunakan
kateter urin adalah peningkatan aktivitas ke kamar mandi yang dapat
meningkatkan konsumsi energi dan oksigen dan meeningkatkan produksi
energi melalui metabolisme anaerob (pada kondisi hiperglikemik) dan stress
fisiologis (pengeluaran hormon stress) yang berakibat pada perburukan kondisi
hiperglikemik pada pasien. Jika perlu libatkan tenaga medis profesional
lainnya seperti dokter dalam edukasi penggunaan kateter urin agar pasien mau
menggunakannya. Setelah diedukasi pasien diberi pilihan menggunakan atau
menolak kateter urin.
2) Informed consent: jika memang pasien betul – betul menolak pemasangan
kateter setelah dilakukan penjelasan maka pasien harus menandatangani
informed consent yang menyatakan segala resiko akibat tidak menggunakan
kateter ditanggung oleh diri pasien sendiri. Informed consent membutuhkan
saksi seperti keluarga dan perawat lainnya.
3) Non-maleficence adalah prinsip “do no harm” tidak menambah penderitaan
pasien melalui pemberian perawatan yang dibutuhkan. Seperti yang dijelaskan
diatas penggunaan kateter dapat mencegah terjadinya perburukan kondisi
hiperglikemia.
4) Beneficence “do the best” yaitu prinsip yang etik yang memperhatikan bahwa
setiap pasien harus mendapatkan manfaat dari pengobatan yang diterimanya.
Penggunaan kateter urin sangat bermanfaat dalam penghematan energi pada
pasien.
5) Justice merupakan prinsip keadilan. Perlu mengatakan bahwa semua orang
dengan kondisi yang sama perlu pemasangan kateter urin sehingga pasien
merasa bahwa kondisinya perlu untuk dipasang kateter.

b. Sudut pandang Patient Safety


Salah satu fokus dalam sasaran keselamatan pasien (SKP) dirumah sakit
salahsatunya adalah pencegahan pasien jatuh. Pada kasus, penolakan penggunaan
kateter dimana pasien lebih memilih bolak balik ke kamar mandi untuk BAK
dapat menjadi penyebab potensial terjadinya jatuh pada pasien dengan HHS.
Pasien sebaiknya diedukasi hingga pasien menerima penggunaan kateter urin
agar tidak terjadi kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya dan kejadian jatuh
karena keseimbangan energi pasien menurun akibat hipergikemia. Penjelasanpun
harus menggunakan prinsip komunikasi efektif (SKP poin pertama).
Magister Keperawatan – UNPAD
Keperawatan Kriris 1

TOPIK / CODE : HI-1

Nama : T. Abdur Rasyid Tanggal: 1 Juli 2019

Cardiovascular
Pertanyaan?

1. Jelaskan apa yang anda fahami tentang Sindroma Koroner Akut (SKA) ?
Sindrom Koroner Akut (SKA) menrupakan manifestasi akut dari plak ateroma pada
pembuluh darah koroner yang robek atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan
penipisan lapisan fibrosa yang menutupi plak tersebut. Proses ini diikuti oleh agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga membentuk trombus yang kaya trombosit.
Trombus tersebut dapat menyumbat lubang pembuluh darah koroner baik parsial maupun
total atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh darah koroner yang lebih distal.
Selain itu zat vasoaktif juga dikeluarkan menyebabkan vasokontriksi dan memperberat
gangguan aliran darah koroner. Penuruanan arteri koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Terhentinya suplay oksigen selama 20 menit atau lebih menyebabkan kematian
miokardium (infark miokard). SKA mencakup kepada 3 bentuk berdasarkan anamesia,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG dan biomarker jantung yaitu:
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan indikator kejadian
oklusi total pada koroner yang terkena yang ditandai dengan angina pektoris akut (nyeri
dada dada tipikal atau ekuivalen) dan disertai elevasi segmen ST minimal pada 2
sadapan yang bersebelahan.
b. Infark miokard akut dengan non-elevasi segmen ST (STEMI)
c. Angina pectoris tidak stabil (UAP)

Sementara STEMI dan UAP ditegakkan jika terjadinya angina tanpa disertai elevasi segmen
ST yang menetap pada 2 sadapan bersebelahan. Rekaman EKG dapat ditandai dengan dpresi
segmen ST, T inversi, gelombang T datar bahkan normal. Perbedaan dari keduanya ditandai
dengan peningkatan biomarker jantung yang sensitif (troponin dan CK-MB) pada NSTEMI
dan sebaliknya pada UAP.
2. Pada monitor EKG didapat gambaran spt dibawah ini: Jelaskan gambaran EKG tersebut
?

 HR: 90 kali/menit
 Gelombang P: lebar 0,08 ms tinggi 1 mv (normal pada gelombang sinus)
 Interval PR: 0,20 ms (normal)
 Gelombang QRS: pada gelombang sinus (lebar: 0.06 ms/ normal) namun terdapat
premature venticular contraction (PVC atau VES). VES terbentuk setiap setelah 1
irama sinus (VES Bigemini) dengan bentuk deplesi yang berlawanan (multiformed)
 Segemn ST: depresi segmen ST 0,5 mv (iskemia)
 Irama: sinus
 Interpretasi : VES Bigemini Multifokal

3. Jawablah Pertanyaan dibawah ini dengan mengimplementasikan EWS


a) Berapakah jumlah total score dan apa maknanya/ clinical risk (Royal College
Physcians, 2018)
1) RR= 26 x/menit (Skor 3)
2) SatO2: 95% (Skor 1)
3) Oksigen via nasal kanul 4 LPM (Skor 2)
4) Tekanan Dasah sistol : 140 mmHg (Skore 0)
5) HR: 111 kali/mnt (Skor 2)
6) Pasien terlihat gelisah (Skor 3)
7) Suhu: 38 oC (0)
Total EWS Score: 11 (Emergency response threshold)
b) Bagaimanakah monitoring harus dilakukan : sebutkan 1 criteria
1) Pemeriksaan TTV yang berkelanjutan (sesering mungkin dalam 1 jam)

c) Bagaimanakah clinical respon harus dilakukan: sebutkan 2 criteria


1) Perawat atau registered nurse segera memberi tahu tim medis yang akan
merawat pasien – perawat yang akan memberikan perawatan setidaknya perawat
dengan spesialisi
2) Penilaian kondisi emergensi dilakukan oleh tim dengan kompetensi perawatan
kritis, termasuk praktisi yang memiliki keterampilan dalam manajemen jalan
nafas lanjutan
3) Transfer pasien ke ICU (Perawat terdaftar untuk segera memberi tahu tim medis
yang merawat pasien - ini setidaknya tingkat pendaftar spesialis
4) Penilaian darurat oleh tim dengan kompetensi perawatan kritis, termasuk
praktisi yang memiliki keterampilan manajemen jalan nafas yang canggih
5) Pertimbangkan transfer perawatan ke fasilitas perawatan klinis level 2 atau 3,
yaitu unit dengan ketergantungan lebih tinggi atau ICU(Perawatan klinis di
lingkungan dengan fasilitas pemantauan)

4. Pada pemeriksaan EKG didapaatkan gambaran spt dibawah ini:

Dari informasi gambaran EKG tersebut jawablah pertanyaan dibawah ini:


a. Jelaskan Gambaran EKG Tersebut
Lead I, AVL, V5 dan V6 merupakan sadapan yang menilai fungsi lateral kiri
miokardium. Terdapat 2 lead dan ST elevasi pada regio ini yaitu V5 dan V6 (ST
Elevasi yang ditemukan pada 2 lead yang berdekatan menyakatan positif mikord
infark regio lateral kiri akibat terputusnya aliran darah Circumfex artery/ LCX).
Sadapan V1 s.d V4 memberikan gambaran jantung regi antero septal. Tedapat ST
elevasi pada keseluruhan lead V1 s.d V4 menunjukkan infark pada miokad
arteroseptal akibat terputusnya aliran darah pada left anterior descending arteri
(LAD) (Morton & Fontain, 2013).
Kesimpulan: Infark miokard pada regio antero-lateral.
b. Jelaskan aksis jantung dari EKG Pasien tersebut
 Lead 1: Tinggi gelmbang R (+3) dan dalam gelombang S (0)= (+3) – (0) = +3
 Lead AvF: Tinggi gelmbang R (+15) dan dalam gelombang S (-2)= (+15) – (-2)
= +17

Berdasarkan tabel diatas: lead 1 dan AvF sama – sama positif (kesimpulan:
aksis Normal)

5. Sebutkan masalah keperawatan pada klien tersebut (4 Masalah Keperawatan) NANDA


2018 - 2020:

a. Nyeri akut b.d gen biologi dan kimiawi, peningkatan asam laktat akibat iskemia
jaringan
b. Resiko penurunan cardiac output b.d perubahan pada kontraktilitas jantung
c. Intoleransi aktivutas b.d ketidak seimbangan antara permintaan dan suplay oksigen
miokard
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan dan ancaman kematian.

6. Jelaskan / sebutkan manajemen kolaboratif untuk pasien tersebut secara singkat (minimal
5 point)
a. Pemberian obat – obata Dual anti platelet therapi (PERKI, 2018)
1) Pemberian Aspirin (aspilet) 160 – 320 mg sublingual diberikan segera kepada
semua pasien walaupun toleransinya terhadap aspirin tidak diketahuin (Kelas 1-
A). aspirin tidak bersalut merupakan pilihan yang lebih baik karena cepat
diabsorbsi melalui sublingual (Kelas 1-c)
2) Pemberian Clopidogrel (penghambat reseptor Adenosis triposfat/ ADP) 300 mg
sublingual dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/ hari. Clopidogrel
merupakan terapi yang dianjurkan untuk pasien yang akan menjalani terapi
referfusi fibrinolitik (Kelas 1 -C)
b. Pemberian Nitroglisering (NTG) sublingual pada pasien yang mengeluhkan nyeri
dada yangs edang berlangsung saat datang ke ruang gawat darurat. Isosorbid dinitrat
dapat digunakan sebsagai pengganti NTG jika tidak tersedia. Jika nyeri dada tidak
hilang dalam 1 kali pemberian, maka diulang setiap 5 menit maksimal 3 kali
pemberian. Jika nyeri dada tetap tidak hilang maka diberikan nitrogliserin intravena
(Kelas 1-C)
c. Pemerian Morfin sulfat 1 – 5 mg intravena dan dapat diulang setiap 10 – 30 menit
bagi pasien yang tidak responsif terhadap terapi 3 dosis NTG sublingual (Kelas Iia-
C).
d. Referfusi (Morton & Fontain, 2013).
1) Pemberian terapi fibrinolotik pada pasien tanpa adanya komplikasi perdarahan.
Terapi ini bertujuan merubah plasminogen menjadi plasmin dan degradasi fibrin
dan fibrinogen untuk melisiskan trombus. Diberikan pada pasien STEMI dengan
jenis obat streptokinase dan alteplase. Terapi fibrinolitik diharapkan dapat
diberikan dalam 30 menit saat pasien tiba di IGD dan telah dilakukan
pemeriksaan komprehensif dan memiliki keuntungan maksimal dalam 3 jam
dari onset gejala pertama.
2) Perkutaneous Coronary intervention (PCI). PCI adalah metode dilatasi arteri
koroner menggunakan balon dan dilakukan penempatan stent (cincin) pada area
sumbatan. PCI dilakukan dalam 12 jam dari onset gejala pertama. Antagonis
glikoprotein iiB dan IIIA digunakan selama PCI bertujuan untuk mencegah
agregasi trombosit.
e. Pemberian beta bolker bertujuan menurunkan konsumsi O2 miookardium. Namun
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrioventrikuler yang
signifikan, asma bronkial dan disfungsi akut vetrikel kiri. Beta blker di indikasikan
lebih pada pasien UAP dan NSTEMI terutama terjadi takikardia dan hipertensi
(kelas 1-b). Contoh betabolker: bisoprolol 50 – 200 mg/hari atau propanolol 2 x 80
mg/hari.

Anda mungkin juga menyukai