Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Self Assessment System

2.1.1.1 Pengertian Self Assessment System

Pengertian Self assessment system menurut Siti Resmi (2009)

menjelaskan bahwa :

“Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak untuk

menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan

ketentuan undang – undang perpajakan yang berlaku.”

Sedangkan menurut Mardiasmo (2008) yaitu :

“Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak

untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang”.

2.1.1.2 Ciri – ciri Self Assessment System

Adapun ciri Self Assessment System yaitu :

a. Wajib pajak (dapat dibantu oleh konsultan pajak) melakukan peran aktif

dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

b. Wajib pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas kewajiban

perpajakannya sendiri.

7
8

c. Pemerintah dalam hal ini instansi perpajakan, melakukan pembinaan,

penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi

wajib pajak, melalui pemeriksaan pajak dan penerapan sanksi pelanggaran

dalam bidang pajak sesuai peraturan yang berlaku.

Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa pemberian

kepercayaan sepenuhnya pada wajib pajak (dapat dibantu konsultan pajak) untuk

menentukan penetapan besarnya pajak yang terutang sendiri dan kemudian

melaporkan pembayaran pajak dan penghitungan pajak secara teratur jumlah

pajak terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan

perundang – undangan perpajakan.

2.1.1.3 Syarat Dalam Self Assessment System

Dalam rangka melaksanakan sistem self assessment ini diperlukan

beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menunjang keberhasilan dari

pelaksanaan sistem pemungutan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Suandy

(2012) yaitu :

a. Kesadaran Wajib Pajak

Kesadaran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak mau dengan sendirinya

melakukan kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, menghitung,

membayar, dan melaporkan jumlah pajak terutangnya.

b. Kejujuran Wajib Pajak

Kejujuran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak melakukan kewajibannya dengan

sebenar - benarnya tanpa adanya manipulasi, hal ini dibutuhkan di dalam


9

sistem ini karena fiskus memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk

menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.

c. Kemauan Membayar Pajak

Artinya Wajib Pajak selain memiliki kesadaran akan kewajiban

perpajakannya, namun juga dalam dirinya memiliki hasrat dan keinginan

yang tinggi dalam membayar pajak terutangnya.

d. Kedisiplinan Wajib Pajak

Artinya Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya dilakukan

dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

2.1.1.4 Prinsip Self Assessment System

Sebelum UU No. 6 Tahun 1983, penghitungan pajak dilakukan oleh

fiskus (aparat pajak). Sistem pemungutannya dikenal dengan istilah official

assessment system. Perpindahan dari official assessment ke self assessment inilah

yang kemudian ditandai sebagai reformasi perpajakan.

Prinsip self assessment ini tampak pada Pasal 12 UU KUP. Berikut

kutipannya :

a. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, dengan tidak

menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

b. Jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan

oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang – undangan perpajakan.


10

Pada ayat (1) tampak UU KUP menghendaki Wajib Pajak bersifat aktif

dalam membayar pajak. Aktif di sini berarti menghitung sendiri pajak yang

terutang tanpa menunggu adanya surat ketetapan pajak.

Prinsip self assessment pada UU KUP bahkan mengandung makna bahwa

hasil perhitungan WP, berapa pun itu, untuk sementara dianggap sebagai

perhitungan menurut ketentuan yang berlaku, sebagaimana dinyatakan pada ayat

(2). Pasal 12 kemudian ditutup dengan ayat (3) yang berbunyi,” Apabila Direktur

Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut surat

pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Pajak

menetapkan jumlah pajak yang terutang.”

Ayat (3) ini berfungsi sebagai pengendali. Jadi, apabila kemudian

diketahui bahwa perhitungan yang dilakukan oleh WP keliru, barulah fiskus

membenarkannya. Namun, dengan aturan daluarsa pajak berjangka 5 tahun, perlu

diketahui bahwa perhitungan WP dianggap benar dan sah untuk selamanya

apabila dalam jangka waktu 5 tahun tidak ada pemberitahuan kesalahan

perhitungan. Self assessment system memindahkan beban pembuktian kepada

fiskus. Wajib Pajak dianggap benar sampai fiskus dapat membuktikan adanya

kesalahan tersebut.

2.1.1.5 Pelaksanaan Self Assessment System

Self Assessment System menyebabkan Wajib Pajak mendapat beban berat

karena semua aktivitas pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Wajib

Pajak sendiri. Kewajiban wajib pajak dalam self assessment system menurut Siti

Kurnia Rahayu (2010) menjelaskan bahwa :


11

1. Mendaftarkan Diri ke Kantor Pelayanan Pajak

Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Potensi Perpajakan yang wilayahnya

meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak, dan dapat melalui e-register

(media elektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2. Menghitung Pajak oleh Wajib Pajak

Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang yang

dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak

dengan pengenaan pajaknya. Sedangkan, memperhitungkan adalah mengurangi

pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun

berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak (prepayment).

3. Membayar Pajak Dilakukan Sendiri oleh Wajib Pajak

1) Membayar Pajak

a. Membayar sendiri pajak yang terutang : angsuran PPh pasal 25 tiap

bulan, pelunasan PPh pasal 29 pada akhir tahun.

b. Melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh

Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, 23 dan 26. Pihak lain di sini berupa :

pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain yang ditunjuk atau

ditetapkan oleh pemerintah.

c. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk

pemerintah.

d. Pembayaran pajak - pajak lainnya : PBB, BPHTB, bea materai.


12

2) Pelaksanaan Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank - bank pemerintah maupun swasta dan

kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil

di KPP terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara

elektronik (e-payment).

3) Pemotongan dan Pemungutan

Jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPh final pasal 4

(2), PPh Pasal 15, dan PPN dan PPnBM merupakan pajak. Untuk PPh

dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa

diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme pajak keluar dan pajak

masukan.

4) Pelaporan Dilakukan oleh Wajib Pajak

Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai suatu sarana bagi wajib

pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah

pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, surat pemberitahuan berfungsi untuk

melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan wajib pajak

sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan

oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari

pemotongan atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang

telah dilakukan.
13

2.1.2 Pemeriksaan Pajak

2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak

Salah satu upaya pencegahan tax evasion adalah dengan menggunakan

cara pemeriksaan pajak (tax audit). Tax Audit yang dilakukan secara profesional

oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system merupakan bentuk

penegakan hokum perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan

pelaksanaan sistem self assessment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus

berpegangan teguh pada Undang – undang perpajakan.

Pemeriksaan pajak merupakan salah satu dari pilar – pilar penegakan

hokum pajak. Pemeriksaan pajak adalah salah satu upaya dalam pencegahan tax

evasion dan merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assessment yang

dilakukan oleh Wajib Pajak.

Mardiasmo (2013) menjelaskan tentang Pemeriksaan Pajak yaitu :

“Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan mencari, mengumpulkan,

mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang – undanganperpajakan.”

Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1

ayat (2) yang berbunyi :

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data

keterangan, dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional

berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan


14

kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.”

Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak

adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang –

undangan perpajakan.

2.1.2.2 Tujuan Pemeriksaan Pajak

Dari pengertian Pemeriksaan Pajak yang telah disebutkan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah

untuk mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak.

Tujuan dilaksanakannya pemeriksaan pajak antara lain :

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka

memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak

yang dapat dilakukan apabila :

a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak,

termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan

pajak.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi.

c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada

waktu yang telah ditetapkan.

d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan

oleh Direktorat Jenderal Pajak.


15

e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada poin

c tidak dipenuhi.

2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang –

undangan perpajakan, yang dilakukan dalam hal :

a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.

b. Penghapusan NPWP.

c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Penghasilan Kena Pajak.

d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.

e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan

Netto.

f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.

g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.

i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan

untuk tujuan lain selain huruf a sampai dengan huruf h.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang melakukan pemeriksaan

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan

perpajakan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Petugas pemeriksa harus dilengkapin dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan

harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.


16

2. Wajib pajak yang diperiksa harus :

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen

yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib

Pajak atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

c. Memberi keterangan yang diperlukan.

2.1.2.3 Cakupan Pemeriksaan Pajak

Sasaran pemeriksaan pajak ditentukan dengan terfokus pada tujuan

pemeriksaan dan juga berlandaskan pada misi Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Penentuan wajib pajak yang

diperiksa selain dari SPT yang lebih bayar dan rugi dengan kompensasi,

ditentukan juga berdasarkan suatu kriteria yang diupayakan seefektif mungkin

agar menghasilkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang diharapkan. Dengan

demikian kriteria pemeriksaan pajak dapat berupa :

1. Pemeriksaan Rutin, yang dilakukan antara lain atas :

a. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) maupun Badan

yang menyatakan lebih bayar.

b. SPT Tahunan PPh WPOP maupun Badan yang menyalahi ketentuan

penggunaan norma penghitungan penghasilan netto.

c. SPT Tahunan PPh WP OP maupun Badan yang menyatakan adanya

kerugian atau kompensasi kerugian.


17

d. SPT Tahunan PPh maupun Badan untuk bagian tahun pajak sebagai

akibat adanya perubahan tahun buku yang telah disetujui Dirjen Pajak.

e. Data Prioritas.

f. Adanya penggabungan usaha (marger), pemekaran usaha atau

pengambil alihan usaha (akuisisi), serta pembubaran usaha (likuidasi).

g. Adanya kerja sama operasi (KSO).

h. SPT Tahunan PPh WP OP maupun Badan yang mengajukan

permohonan pindah tempat terdaftarnya Wajib Pajak atau pencabutan

NPWP.

i. SPT Tahunan Wajib Pajak Badan yang menyatakan adanya penilaian

kembali (revaluasi) aktiva tetap yang telah disetujui oleh Dirjen Pajak.

2. Pemeriksaan Keterkaitan

Pemeriksaan yang dilakukan atas Wajib Pajak ini adalah termasuk dalam

pemeriksaan rutin, namun pemeriksaan atas Wajib Pajak yang mempunyai

keterkaitan dengan Wajib Pajak inti adalah termasuk dalam kategori

pemeriksaan khusus. Wajib Pajak yang mempunyai keterkaitan dengan

Wajib Pajak inti antara lain meliputi hubungan usaha, hubungan finansial

atau hubungan kepemilikan.

3. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus dilakukan antara lain atas instruksi Dirjen Pajak atau

oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP, dalam hal ada data atau

pengaduan dari pihak ketiga yang menunjukkan indikasi bahwa wajib pajak
18

tidak melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar. Pemeriksaan

khusus yang dapat dilakukan antara lain atas :

a. SPT Tahunan yang disampaikan unbalance murni.

b. SPT Tahunan terdapat kekeliruan penghitungan kompensasi kerugian.

c. SPT Tahunan tidak disampaikan dua tahun berturut – turut.

d. Terdapat indikasi bahwa wajib pajak melakukan tindakan pidana di

bidang perpajakan.

e. Terdapat pengaduan masyarakat bahwa wajib pajak tertentu melakukan

kesalahan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

f. Sebab – sebab lain berdasarkan instruksi dari Dirjen Pajak.

2.1.2.4 Faktor Dan Kendala Pemeriksaan Pajak

Menurut Rahayu (2013) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan pemeriksaan pajak antara lain :

1. Teknologi Informasi

Kemajuan teknologi yang pesat dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk mengelola

aset yang dimilikinya. Seiring dengan perkembangan tersebut, maka pemeriksa

pajak juga harus memanfaatkan perangkat teknologi informasi untuk mengelola

data Wajib Pajak yang biasa disebut dengan istilah Computer Assisted Audit

Tecnique.

2. Jumlah Sumber Daya Manusia

Jumlah sumber daya manusia yang diperiksa harus sebanding dengan beban kerja

pemeriksa karena jika tidak sebanding maka akan berpengaruh pada keefektifan
19

pelaksanaan pemeriksaan pajak. Maka untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang

terbatas harus dengan meningkatkan kualitas pemeriksa dan melengkapinya

dengan teknologi informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak.

3. Kualitas Sumber Daya Manusia

Kualitas pemeriksa pajak sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang dan

pendidikan sehingga dapat mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak. Solusi

agar kesenjangan kualitas pemeriksa pajak teratasi adalah dengan melalui

pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan dan sistem mutasi yang

terencana serta penerapan reward and punishment sehingga meningkatkan

kualitas pemeriksa pajak.

4. Sarana Prasarana Pemeriksaan Pajak

Sarana dan prasarana pemeriksaan seperti komputer, sangatlah diperlukan untuk

mengelola data yang bertujuan untuk menganalisis penghitungan pajak.

2.1.2.5 Tahapan Persiapan Pemeriksaan Pajak

Suatu pemeriksaan pajak yang baik harus memiliki perencanaan atau

persiapan yang baik. Persiapan dibutuhkan agar proses pemeriksaan pajak

berjalan terarah sesuai dengan yang diharapkan sehingga mendapatkan hasil yang

optimal. Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan

sebagai berikut :
20

1. Mempelajari berkas wajib pajak / berkas data.

2. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak.

3. Mengidentifikasi masalah.

4. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak.

5. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.

6. Menyusun program pemeriksaan.

7. Menentukan buku – buku dan dokumen yang akan dipinjam.

8. Menyediakan sarana pemeriksaan.

2.1.2.6 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

pemeriksa dan meliputi :

1. Memeriksa di tempat Wajib Pajak.

2. Melakukan penilaian atas Sistem Pengendalian Intern.

3. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan.

4. Melakukan pemeriksaan atas buku – buku, catatan – catatan, dan

dokumen – dokumen.

5. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.

6. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

7. Melakukan sidang penutup (Closing Conference).


21

2.1.2.7 Laporan Pemeriksaan Pajak

Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa

pada akhir Laporan Pemeriksaan pelaksanaan merupakan ikhtisar dan penuangan

semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan.

Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak – pihak

lain untuk mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan

dengan pencarian informasi – informasi tertentu, maupun dalam rangka pengujian

kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu

Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif.

Setelah dilakukannya tahapan – tahapan pemeriksaan maka harus dibuat

laporan hasil akhir pemeriksaan yang berisi laporan mengenai proses

pemeriksaan yang perlu dipertanggungjawabkanoleh pemeriksa pajak. Laporan

hasil pemeriksaan merupakan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

(SKP), yang sifatnya terikat hukum yang memiliki pengaruh terhadap wajib pajak

maupun pemeriksa pajak. Dalam penerbitan SKP harus mengikuti persyaratan

legal formalnya, berbagai data dan informasi, perhitungan, teknik dan metode

yang digunakan dalam pemeriksaan, proses pengambilan kesimpulan, hingga

pengikhtisaran dalam suatu Laporan Pemeriksaan Pajak dilakukan dengan teliti,

akurat, logis dan mengacu pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku.

Hal – hal yang diperlukan dalam penyusunan LPP supaya dapat

dimanfaatkan oleh pemeriksa berikutnya antara lain, gambaran kegiatan usaha

wajib pajak, gambaran sistem akuntansi, daftar buku dan dokumen yang

dipinjam, produksi data, dan usulan pemeriksa yang berisi apabila dikemudian
22

hari ditemukan data baru dan atau data lain yang belum terungkap dalam

pemeriksaan ini maka diusulkan untuk diterbitkan sanksi sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

2.1.2.8 Ciri - Ciri Pemeriksaan Pajak

Menurut John Hutagaol (2010) bahwa ciri - ciri pemeriksaan pajak yaitu

1. Pemeriksaan pajak mencakup kegiatan mencari, mengumpulkan dan

mengolah data dan atau keterangan lain yang berasal dari pembukuan

Wajib Pajak maupun dari sumber - sumber lainnya (misalnya

konsultan/akuntan publik, kreditur, nasabah) yang dapat digunakan

untuk menentukan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang sebenarnya.

2. Tujuan pemeriksaan pajak adalah :

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (misalnya

kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak baik secara substansi

maupun formal) dan,

b. Tujuan lainnya (misalnya pemberian NPWP secara jabatan,

pencabutan NPWP, dalam proses keberatan, pencocokan data dan

atau alat keterangan, penentuan daerah terpencil).


23

2.1.2.9 Jenis Pemeriksaan Pajak

Sesuai jenisnya, pemeriksaan pajak diklasifikasi menjadi 5 (lima) yaitu

pemeriksaan rutin, pemeriksaan khusus, pemeriksaan kriteria seleksi,

pemeriksaan untuk tujuan lain, dan pemeriksaan bukti permulaan.

1. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan

terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban

perpajakannya. Kriteria Pemeriksaan Rutin adalah sebagai berikut :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :

1) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar

2) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar

3) SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya

perubahan tahun buku atau metode pembukuan yang telah disetujui

oleh Direktorat Jenderal Pajak

4) SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat wajib pajak melakukan

penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktorat

Jenderal Pajak

5) SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat wajib pajak melakukan

penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi

6) Pemeriksaan dalam rangka likuidasi dilakukan terhadap Wajib

Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran dengan

melampirkan Laporan Keuangan Likudasi atau diketahui dari media

massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi


24

7) SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pelaksanaan

pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin

untuk tahun pajak lainnya

8) SPT Tahunan PPh yang termasuk dalam kelompok Non Efektif

(NE) selama 2 (dua) tahun berturut - turut

9) SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan Lebih Bayar

10) SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak

yang menyatakan Lebih Bayar baik restitusi maupun kompensasi

11) SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta

pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terutama

sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada

badan pemungut PPN

b. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan :

1) SPT Tahunan PPh walaupun telah dikirimkan Surat Teguran dan

tidak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT,

termasuk SPT kembali pos

2) SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut - turut

3) SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut

- turut dari suatu tahun pajak

c. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun

sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut

diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya


25

d. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas atau Wajib Pajak Badan yang mengajukan permohonan

pencabutan NPWP atau perubahan tempat terdaftarnya Wajib Pajak dari

suatu KPP ke lain KPP

1) Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang

menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan

Neto

2) Data Prioritas dan Alat Keterangan

3) Terdapat Kerjasama Operasi (KSO) atau Konsorsium

4) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil

5) Pemusatan tempat terutang PPN

6) Pemeriksaan dalam rangka ekstensifikasi

2. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib

Pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan atau pengaduan yang

berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan

tertentu. Pemeriksaan Khusus mempunyai sifat selektif, dalam artian pemeriksaan

dilakukan bila memenuhi salah satu keadaan di bawah ini :

a. Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

b. Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000

c. Data baru atau data yang semula belum terungkap

d. Permintaan Wajib Pajak


26

e. SPT Lebih Bayar hasil edit

f. Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak

3. Pemeriksaan Tujuan Lain

Pemeriksaan Tujuan Lain adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap

wajib pajak yang tidak bertujuan untuk menguji kepatuhannya tetapi

melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan misalnya pemeriksaan dilakukan

dalam rangka penyelesaian keberatan, penagihan pajak (delinquency audit),

penyusunan norma penghitungan penghasilan neto dan penentuan Wajib Pajak

berlokasi di daerah terpencil. Pemeriksaan Tujuan Lain dilaksanakan melalui

Pemeriksaan Sederhana dan prinsipnya tidak dimaksudkan untuk menerbitkan

Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP).

4. Pemeriksaan Kriteria Seleksi

Pemeriksaan Kriteria Seleksi adalah pemeriksaan yang dilakukan

terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor risiko kepatuhan secara

komputerisasi. Penggunaan sistem ini dimaksudkan untuk mengurangi unsur

subjektivitas dalam pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa karena

mekanisme pemilihan dilakukan berdasarkan variabel - variabel terukur dalam

suatu program aplikasi komputer. Variabel tersebut adalah rasio antara elemen

dalam SPT yang dilaporkan dengan data/informasi yang ada pada Direktorat

Jenderal Pajak.
27

Sehingga dengan diterapkannya sistem ini, Wajib Pajak yang mempunyai

potensi perpajakan yang tinggi dan adanya suatu indikasi yang kuat terhadap

pelanggaran kewajiban perpajakan yang akan diperiksa oleh pemeriksa pajak.

Ketentuan mengenai pemeriksaan kriteria seleksi diatur sebagai berikut :

a. Pemeriksaan kriteria seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak yang

dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala

nasional, regional maupun lokal.

b. Penetapan Wajib Pajak Besar dan Menengah dilaksanakan oleh Kantor

Pusat DJP berdasarkan jumlah peredaran usaha dan jumlah pajak yang

dibayarkan serta elemen - elemen pertimbangan lainnya.

c. Data yang dipergunakan sebagai dasar penetapan adalah data yang

terdapat dalam Sistem Informasi Perpajakan.

d. Pemeriksaan kriteria seleksi harus dilakukan melalui PL (Pemeriksaan

Lengkap) atau PSL (Pemeriksaan Sederhana Lapangan).

5. Pemeriksaan Bukti Permulaan (Preliminary Audit for Investigation)

Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan lengkap yang

dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dengan bahwa

telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Yang dimaksud dengan bukti

permulaan adalah keadaan dan atau bukti - bukti berupa keterangan, tulisan,

perbuatan atau benda - benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa

sedang/telah terjadi suatu tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh Wajib

Pajak. Akibat dari hal - hal tersebut diatas dapat menyebabkan timbulnya

kerugian pada pendapatan negara,


28

2.1.3 Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan

2.1.3.1 Pengertian Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan

1. Optimalisasi atau optimum yaitu yang terbaik, yang paling

menguntungkan.

2. Optimalisasi penerimaan pajak dapat diartikan bahwa penerimaan pajak

yang optimal (yang paling menguntunkan bagi negara).

2.1.3.2 Cara – Cara Untuk Mencapai Optimalisasi Penerimaan Pajak

Penghasilan

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.

Karena fungsi yang tidak memberikan jasa timbal balik (kontraprestasi)

secara langsung kepada Wajib Pajak membuat Wajib Pajak enggan untuk

membayar karena kegunaannya tidak dirasakan langsung oleh Wajib Pajak. Maka

dari itu tugas fiskus adalah memberikan pengertian dan arahan kepada Wajib

Pajak bahwa pajak itu nantinya juga akan berguna bagi mereka dan pembangunan

negaranya. Jika kesadaran untuk membayar pajak sudah ada pada diri Wajib

Pajak maka jumlah obyek akan bertambah kalau Wajib Pajak sudah bertambah

maka secara otomatis akan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak.

2. Penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan wajib pajak.

Bimbingan dan penyuluhan dari aparat pajak diperlukan agar Wajib Pajak

bisa menyelesaikan kewajibannya dengan baik.


29

2.1.3.3 Faktor - Faktor Penerimaan Pajak Penghasilan

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010) menyebutkan faktor - faktor yang

mempengaruhi penerimaan pajak adalah :

1. Kepastian Peraturan Perundang - Undangan dalam Bidang Perpajakan

Undang - Undang haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh

fiskus, maupun oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai

interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada

terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak

akan merasa bahwa sistem pemungutan sangat berbelit - belit dan cenderung

merugikan dirinya sebagai pembayar pajak.

2. Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan undang-undang

perpajakan merupakan suatu cara atau alat pemerintah di bidang perpajakan

yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan

tertentu di bidang sosial dan ekonomi.

3. Sistem administrasi perpajakan yang tepat hendaklah merupakan prioritas

tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara

efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui

pemungutan pajak.

4. Kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah beserta aparat

perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi

penerimaan pajak.
30

5. Kesadaran dan Pemahaman warga Negara rasa nasionalisme tinggi,

kepedulian kepada bangsa dan Negara, serta tingkat pengetahuan perpajakan

masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin mudah bagi

wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan.

6. Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektifitas undang - undang dan

peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang

yang menyangkut kecakapan teknis, efisien, dan efektif dalam hal kecepatan,

tepat dan keputusan yang adil.

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini tabel penelitian terlebih dahulu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti dan Judul


No. Variabel Hasil Penelitian
Penelitian
1. Wenti Frisca (2014) 1. Penerapan Self Penerapan Self
Pengaruh Penerapan Assessment System, Assessment System dan
Self Assessment System Pemeriksaan Pajak PemeriksaanPajak
dan Pemeriksaan 2. Tingkat Kepatuhan terhadap Tingkat
PajakTerhadap Tingkat Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak secara simultan

2. Verawaty Cristina 1. Pemeriksaan Pajak, Pemeriksaan Pajak,


(2011) PelaksanaanSelf Pelaksanaan
PengaruhPemeriksaan Assessment System SelfAssessment System
Pajak dan Pelaksanaan 2. Tingkat Kepatuhan Terhadap Tingkat
Self Assessment System Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak
TerhadapTingkat dapat membantu
Kepatuhan Wajib pemeriksa pajak
Pajak. meningkatkan kepatuhan
wajib pajak pemeriksaan
pajak akan semakin
efektif dan akan lebih
mengoptimalkan
31

2.3 Kerangka Pemikiran

Sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan di Indonesia saat ini adalah

self assessment system. Sistem pemungutan ini diberlakukan untuk memberikan

kepercayaan yang sebesar – besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan

kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya.

Konsekuensinya masyarakat harus benar – benar mengetahui tata cara

perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan

pemenuhan perpajakan. Dengan segala self assessment system diharapkan Wajib

Pajak akan melakukan perpajakannya sendiri, maka diharapkan Wajib Pajak akan

menjadi patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Dengan adanya pemeriksaan pajak yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku, diharapkan

Wajib Pajak bersedia memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat

meningkatkan atau mengoptimalisasi penerimaan pajak.

Guna mendapatkan penerimaan pajak yang optimal, pemerintah harus

menciptakan sistem perpajakan yang berkualitas. Sistem perpajakan yang

menjadi teknis pelaksanaan dalam proses pemungutan pajak di Indonesia diatur

oleh Ditjen pajak. Sistem perpajakan mencakup tiga bagian, yaitu kebijakan

perpajakan, hukum perpajakan dan administrasi perpajakan. Kebijakan

perpajakan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pemerintah dalam

bidang perpajakan.

Hukum perpajakan adalah seperangkat aturan yang mengatur teknis

pelaksanaan pemungutan pajak oleh negara terhadap rakyatnya. Sedangkan

administrasi perpajakan berisikan tata cara pemungutan pajak yang sistematis.


32

Sistem perpajakan harus bekerja secara beriringan dan berkesinambungan agar

bisa menciptakan sistem perpajakan yang efektif.

Hal yang demikian ini disebabkan karena didalam perpajakan yang

menganut pemungutan pajak dengan Self Assessment System maka besar

kemungkinan bahwa Wajib Pajak akan melakukan berbagai hal yang mungkin

dilakukan tanpa sepengetahuan petugas wajib pajak. Hal ini lah yang membuat

pemeriksaan harus di adakan yaitu untuk menguji kejujuran Wajib Pajak itu

sendiri. Pemeriksaan pajak merupakan instrument yang baik untuk meningkatkan

tingkat kepatuhan Wajib Pajak, baik formal maupun material dari peraturan

perpajakan, yang tujuan utamanya untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan

perpajakan seorang Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyetor dan

melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pemeriksaan dan penagihan pajak

adalah upaya intensifikasi penerimaan pajak. Yang dimaksud dengan kepatuhan

wajib pajak adalah wajib pajak baik orang atau badan yang terdaftar di Kantor

Pelayanan Pajak dan telah melakukan kewajiban perpajakannya yaitu dengan

melunasi dan melaporkan SPT Masa dan Tahunannya tepat waktu (John

Hutagaol, 2010).
33

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dituangkan dalam suatu skema

kerangka pemikiran sebagai berikut :

Self Assessment System

Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan


Pemeriksaan Pajak

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Sekaran, hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang

diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang diungkapkan dalam bentuk

pertanyaan secara logis.

Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat

sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang

terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan kerangka pemikiran di

atas, maka penulis menyimpulkan hipotesis yaitu “Self Assessment Sytem dan

Pemeriksaan Pajak terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan baik

secara parsial maupun secara simultan”.

Anda mungkin juga menyukai