Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR DENGAN PHEUMOTHORAX

1.1 Definisi
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara
pleural visceral dan parietal. ( Arief Mansjoer, 2008 : 295 )
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura, dapat terjadi
spontan atau karena trauma. ( British Thoracic Society : 2003.
Phemothorax hanya ada udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura
(price, 2006)
Pheumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam
rongga paru pleura (muntaqqin, 2008)

1.2 Anatomi dan Fisiologi

Pleura merupakan membran tipis pembungkus paru yang terdiri dari 2


lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu
di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama
bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara
histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh
darah kapiler dan pembuluh getah bening. (Syaifuddin, 2009).
Normalnya rongga pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk
mencegah melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis, sehingga gerakan
paru dapat mengembang dan mengecil dengan mulus tanpa terjadinya friksi.
Cair an pleura merupakan filtrate dari plasma yang terus-menerus
direabsorbsi sehingga selalu dalam keadaan yang tetap. Cairan fisiologis ini
disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi kembali oleh pleura viseralis.
Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang dari 5 ml – 15 ml
dan setiap peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini dianggap sebagai efusi
pleura (Syaifuddin, 2009).
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau pasokan oksigen
berkurang akan menimbulkan kacau pikiran, anoksia serebialis.

Pada Rongga Pleura, terdiri atas 2 lapisan :


a. Lapisan Parietalis :
Menempel kuat pada dinding dada
Fungsi : memproduksi cairan pleura
b. Lapisan Viseralis :
Menempel kuat pada jaringan paru
Fungsi : mengabsorbsi cairan pleura
Normalnya cairan pleura terbentuk karena tekanan hidrostatis pada
pleura parietalis lebih besar dari tekanan onkotik, fitrat masuk rongga
pleura.

Pada rongga thoraks ada kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang
rawan, dibatasi oleh :
1. Depan : Sternum dan tulang iga.
2. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
3. Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
4. Bawah : Diafragma
5. Atas : Dasar leher.
Isi :
1. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkus pleuranya.
2. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya
meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta
desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan
frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995)

1.3 Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi
udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan
dengan bronchus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli
kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosisi.
Granulomatous fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empiema.
Berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya:
1. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi
pada orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau
terjadi dalam ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
2. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit paru-
paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan tuberkulosis
(TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru
3. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral penyisipan,
ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus kanan
mainstem
4. Traumatis: Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa
bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada
kecelakaan kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan
komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya
torakosentesis)..(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian


besar paru (> 50% volume paru).

1.4 Manifestasi klinis


Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami
kolaps. Gejala- gejala yang sering muncul
a. Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
b. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien
c. Batuk-batuk, yang didapatkan 25-35% pasien (barmawi dan budiono,
2006)
Gejalanya bisa berupa:
1. Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
2. Denyut jantung meningkat
3. Sesak nafas
4. Dada terasa sempit
5. Mudah lelah
6. Denyut jantung cepat
7. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
8. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur.
9. Gejala lain yang mungkin ditemukan :
10. Hidung tampak kemerahan
11. Cemas, stress, tegang
12. Tekanan darah rendah (hipotensi)
1.5 Patofisiologi
1. pathway

Pecahnya blebs Trauma / cedera Luka tembus IntervensiMed


dada ismedis

Pneumathoraks spontan, traumatic, iatrogenik

Udara masuk ke trauma Pergeseran Mediastinum


dalam kavum pleura terbuka atau tertutup

Penyumbatan aliran vena


Meningkatkan Pemasangan WSD kava superior dan inferior
tekanan intra pleura

Diskontinuitas Merangsang reseptor


Mengurangi Cardiac Preload
Kemampuan dilatasi jaringan nyeri pada periver
alveoli menurun kulit

Menurunkan cardiac
atelektasis Kerusakan Risiko output
intergitas infeksi Nyeri akut
kulit
Sesak
napas
kematian
Pola Napas tidak cedera tumpul atau
efektif menembus. Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas Nyeri akut Mobilitas terbatas


Gangguan pola
Napas tidak efektif
tidur

Gangguan
mobilitas fisik

2. Narasi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan
atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup
dan klien masih mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap
hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali normal.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka
tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada
menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan
kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke
arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran
vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload
dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks
makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit.
Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam
struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara
masuk ke dalam kavum pleura.

1.6 Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru
yang sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian
menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat.
Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu
pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy,
trachea berubah.

1.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
2. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
3. Pemeriksaan EKG
4. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
5. Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
6. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
7. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
8. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

1.8 .Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang
dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit
yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
Tindakan pertama pada phemothorax yaitu:
a) Berikan oksigen dan ventilasi yang adekuat
b) Tutup defek dengan kassa steril, dengan merekatkan di 3 sisi untuk
menghasilkan sefek “flutter-valve”. Kasa yang digunakan adalah kassa
tidak temmbus air dan udara bisa menggunakan plastic wrap atau
petroleum gauze.
c) Jangan merekatkan pada keempat sisi karena dapat menyebabkan tension
pnemothorax.
d) Kemudian konsultasikan pada dokter bedah untuk dilakukan inserasi
chest tube.

1. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan
cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura
akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar
melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan
jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
1) Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen)
pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari
sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial belakang.
Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa
kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah
permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
2) Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura
tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi
tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar
paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parietalis.
3) Tindakan bedah
embukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat
dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu
lubang tersebut dijahit.

1.9 Diagnosis keperawatan


1. Pola Napas tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Risiko infeksi
4. Kerusakan intergitas kulit
5. Intoleransi aktivitas
6. Gangguan pola tidur
7. Gangguan mobilitas fisik
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

1. Anamnesis
1) Airway : Kepatenan jalan nafas, ada tidaknya hambatan jalan nafas
2) Breathing : Keadekuatan ventilasi, adanya perubahan pola pernafasan.
3) Circulation : Pengisian kapiler yang lama, nadi lemah, TD menurun,
kukit dingin, pucat, atau sianosis.
4) Disability : Derajat kesadaran dan bagaimana tingkat nyeri klien

a. Identitas klien
b. Keluhan utama : Sesak napas, nyeri disisi dada yang sakit
c. RPS :
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan
dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.
Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang mengenai
rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll)
d. RPD :
Apakah klien pernah menderita TB paru dimana sering terjadi pada
pneumotoraks spontan.
e. RPK :
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dll.

2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi :
1) Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
2) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
3) Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
Palpasi :
1) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
pada pneumptorak
2) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
3) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
Perkusi :
1) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar pada pneumotorak, sedangkan pada hidrotorak suara
ketok pada sisi yang sakit pekak
2) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
Auskultasi :
1) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
2) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative

b. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status
kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan
darah dan pengisian kapiler/CRT.
c. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari
syok.
e. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara
umum.

3. Diagnosis keperawatan
1. Pola Napas tidak efektif
2. Nyeri akut
3. Gangguan mobilitas fisik
3. Intervnnsi keperawatan

Rencana keperawatan
N Diagnosis
o Tujuan Kriteria hasil Intervensi

1. Pola napas Setelah L.01004 Pola napas I.01011 Manajmen jalan napas
tidak efektif dilakukan 1. Tekanan ekspirasi atau >Observasi
tindakan inspirasi membaik 1. Monitor pola napas
keperawata 2. Frekuensi napas 2. Monitor bunyi napas tambahan
n selama 8 membaik >Terapeutik
jam sekali 3. Kedalaman napas 1. Pertahankan kepatenan jalan
di harapkan membaik napas dengan head tilt dan chin
pasien 4. Penggunan otot bantu lift
membaik napas 2. Posisi kan semi fowler atau fowler
3. Berikan oksigen
>Eduksasi
L.05046 Tingkat keletihan 1. Ajarkan batuk efektif
1. Tenaga meningkat
2. Kemampuan I.01014 Pemantauan respirasi
3. melalukan aktifitas >Observasi
rutin meningkat 1. Monitor frekunsi irama,
4. Lesu menurun kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
L.05045 Tingkat ansietas 3. Monitor adanya sumbatan jalan
1. Verbalisasi akibat napas
kondisi yang dihadapi 4. Palpasi kesimetrisan ekspensi
2. Perilaluku gelisah paru
membaik 5. Auskultasi bunyi napas
3. Perilaku tegang 6. Monitor saturasi oksigen
membaik >Terapeutik
4. Verbalisasi 1. Atur interval pemantauan respirasi
5. kebinggungan sesuai kondisi pasien
membaik 2. Dokumentasikan hasil
prmantauan

I.01002 Dukungan ventilasi


>Observasi
1. Identifikasi efek perubhan otot
bantu napas
2. Monitor status respirasi dan
oksigenasi
>Terapuetik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas
2. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan
3. Gunakan bag-valve mask, jika
perlu
>Edukasi
1. Ajarkan melakukan tehnik
ralaksasi napas dalam
>Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkhodilator

2. Nyeri akut Setelah L.08066 Tingkat nyeri I.08238 Manajemen nyeri


dilakukan 1. Keluhan nyeri menurun >Observasi
tindakan 2. Anoreksia menurun 1. Identifikasi lokasi, krakteristik,
keperawata 3. Meringis menurun durasi, frekunsi, kualitas,
n selama 8 4. Frekunsi nadi membaik intensitas nyeri
jam sekali 2. Identifikasi sklaa nyeri
di harapkan 3. Identifikasi faktor yang
nyeri pasien L.08063 Kontrol nyeri memperberat dan memperingan
berkurang 1. Melaporkan nyeri nyeri
atau hilang terkontrol meningkat >Terapuetik
membaik 2. Kemampuan mengenali 1. Fasilitasi istirahat dan tidur
penyebab nyeri
meningkat >Edukasi
3. Kemampuan 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menggunakan tehnik 2. Jelas penyebab, periode dan
non- farmakologi pemicu nyeri.
4. Keluhan nyeri menurun 3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
L.05045 Pola tidur >Kolaborasi
1. Keluhan sulit tidur 1. Kolaborasi menggunkaan
menurun analgetik, jika perlu
2. Keluhan sering terjaga
menurun I.08242 Pemantauan nyeri
3. Istirahat tidak cukup >Observasi
mebaik 1. Identifikasi faktor pencetus dan
pereda nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
3. Monitor lokasi dan penyebaran
nyeri
4. Monitor intensitas nyeri dan
menggunkan skala
5. Monitor frekunsi nyeri
>Terapeutik
1. Dokumentasi hasil pemantauan

>Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

I.08245 Perawatan kenyamanan


>Observasi
1. Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan
2. Identifikasi pemahaman tentang
kondisi

>Terapeutik
1. Berikan posisi yang nyaman
2. Ciptakaan lingkungan yang
nyaman
3. Berikan kompres dingin dan
hangat
>Edukasi
1. Ajarkan terapi relaksasi

>Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
antipruritus, jika perlu
3. Gangguan Setelah L.05047 Toleransi aktifitas I.06171 Dukungan ambulasi
mobilitas dilakukan 1. Saturasi oksigen >Observasi
fisik tindakan meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau
keperawata 2. Keluhan lelah menurun keluhan fisik lainnya
n selama 8 3. Warna kulit membaik 2. Identifikasi toleransi fisik
jam sekali 4. Dispnea saat aktivitas melakukan ambulasi
di harapkan menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan
pasien 5. Aritmia saat aktivitas tekanan darah
membaik membaik 4. Monitor umum selama melakukan
ambulasi
L.05042 mobilitas fisik >Terapeutik
1. Pergerakan ekstremitas 1. Fasilitasi aktifitas ambulasi
meningkat dengan alat bantu
2. Rentang gerak (ROM) 2. Fasilitasi mobilisasi fisik, jika
meningkat perlu
3. Nyeri menurun >Edukasi
4. Kecemasan menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
5. Gerakan terbatas ambulasi
menurun 2. Anjurkan ambulasi dini
6. Kelemahan fisik
menurun I.01019 pengaturan posisi
>Observasi
1. Monitor status oksigenasi sebelum
dan sesudah mengubah posisi
2. Monitor alat traksi agar selalu
tepat
>Terapeutik
1. Tempatkan matras atau tempat
tidur terapeutik yang tepat
2. Tempatkan posisi yang terapeutik
3. Atur posisi tidur yang disukai,
jika tidak kontraindikasi
4. Atur posisi untuk mengurangi
sesak
5. Motivasi terlibat dalam perubahan
posisi, sesuai kebutuhan
6. Hindari posisi yang menimbulkan
ketegangan pada luka
>Edukasi
1. Informasikan saat akan dilakukan
perubahan posisi.
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan


Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, Sylvia A dan Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses
Muttaqin, Arif. 2008. AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan
system pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
HIPGABI, 2019, PPGD (Penanganan penderita gawat darurat)
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta: PPNI
Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai