Anda di halaman 1dari 23

DASAR-DASAR BAHASA ARAB (ILMU

SHARF)
APRIL 4, 2008 SAIDNAZULFIQAR 2 COMMENTS

DASAR-DASAR BAHASA ARAB (ILMU SHARF)

Ilmu Sharf (‫ ) ﺼﺭْﻑ‬sering juga disebut dengan Tashriif ( ‫)َﺘﺼِﺮﻴﻑ‬, yang diprakarsai oleh
Mu’adz bin Muslim al-Harraa’ al-Kufi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri terpisah
dengan ilmu Nahwu. Maknanya berkisar antara perubahan dan pemindahan. Sedangkan dari
segi istilah adalah perubahan suatu suku kata ke dalam bentuk yang berbeda-beda dan dan
mempunyai arti atau maksud tertentu. Atau dapat disebut juga dengan Ilmu yang mempelajari
bentuk-bentuk kata (timbangan) dalam bahasa Arab serta perubahan-perubahan lafadz yang
terjadi pada suatu kata. Dengan demikian, tujuan mempelajari ilmu Sharf adalah mengetahui
timbangan-timbangan kata dan perubahan yang terjadi pada kata tersebut, beserta maknanya.
Sebagian besar kata-kata yang ada dalam bahasa Arab terdiri dari tiga huruf, sehingga para
ahli bahasa khususnya ulama Sharf mengatakan bahwa asal dari setiap kata adalah terdiri dari
tiga huruf dan menyusunnya dalam suatu timbangan khusus yaitu hurf Fa ( ‫) ﻒ‬, ‘Ain ( ‫ )ﻉ‬dan
Lam (‫ ) ﻝ‬atau Fa’ala (‫) ﻔﻌﻝ‬. Berdasarkan timbangan ini, maka kata ‫ ﺸﻜﺮ‬misalnya, adalah kata
yang bertimbangan (‫)ﻔﻌﻝ‬. Huruf Syin (‫ ) ﺸ‬dinamakan Faaul kalimat (‫)ﻔﺎﺀ ﺍﻠﻜﻠﻤﺔ‬, Kaf (‫)ﻜ‬
adalah ‘Ainul kalimat (‫ ) ﻋﻴﻥ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ‬dan Ra (‫ )ﺮ‬adalah Laamul kalimat (‫) ﻻﻢ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ‬. Jika kata
itu terdiri dari empat atau lima huruf maka huruf keempat atau kelima itu disamakan dengan
huruf Lam yang berulang, misalnya kata ‫ ﺪﺤﺭﺝ‬berdasarkan timbangan ‫ ﻔﻌﻟﻞ‬. Dan jika kata
itu ditambahkan dengan satu huruf atau lebih dari huruf-huruf tambahan yang tergabung
dalam ‫ ﺴﺄ ﻟﺘﻤﻭﻧﻴﻬﺎ‬maka timbangan kata tersebut tetap huruf asli dengan menambahkan huruf
tambahan tersebut sesuai dengan haraktnya. Misalnya kata ‫ ﺃﺤﺴﻦ‬dengan timbangan ‫ ﺃﻔﻌﻝ‬,
kata ‫ ﺸﺎﺮﻚ‬bertimbangan ‫ ﻔﺎﻋﻝ‬, kata ‫ ﺇﺴﺘﻧﻛﺭ‬bertimbangan ‫ ﺇﺴﺘﻔﻌﻝ‬,
kata ‫ ﻜﺎﺘﺏ‬bertimbangan ‫ ﻔﺎﻋﻝ‬, kata ‫ ﻤﺤﺮﻮﻡ‬bertimbangan ‫ ﻤﻔﻌﻭﻝ‬,
kata ‫ ﺇﻧﺘﺨﺎﺐ‬bertimbangan ‫ ﺇﻔﺗﻌﺎﻞ‬. Begitupun jika salah satu dari huruf kata itu dihilangkan,
maka timbangannya pun haruslah disesuaikan, misalanya kata ‫ ﺨﺬ‬bertimbangan ‫ ﻋﻝ‬dan
seterusnya.
Dalam bab ini, akan dibahas sedikit permasalahan ilmu sharf guna membantu dalam
mempelajari bahasa Arab, Jika ingin memperdalaminya, dapat kembali ke Alfiyah Ibnu
malik, baik yang disyarah oleh Ibnu Hisyam, Asymuuni dan Ibnu ‘Aqiil, atau dapat dilihat
pada buku Mulakkhas Al-Lughah al-Arabiyah.

I. ISIM (‫) ﺍﻹﺴﻢ‬


Isim dilihat dari segi jumlahnya terbagi menjadi tiga: Mufrad (‫) ﻤﻔﺮﺩ‬, Mutsanna (‫ )ﻤﺜﻧﻲ‬dan
jamak ( ‫ )ﺠﻤﻊ‬yang dapat dijelaskan sebagai berikut;
a. Mufrad (‫ )ﻤﻔﺮﺩ‬adalah kata yang menunjukkan atas satu atau tunggal, contoh ;
Ali ( ‫)ﻋﻠﻲﱡ‬, anak kecil (‫) ﻏﻼﻢ‬, Meja (‫ ) ﻤﺎﺋﺪﺓ‬dan wanita, gadis (‫) ﻔﺘﺎﺓ‬.
b. Mutsanna (‫ ) ﻤﺛﻧﻰ‬adalah kata yang menunjukkan atas dua dengan
menambahkan alif (‫ ) ﺃﻟﻑ‬dan nun ( ‫ )ﻨﻮﻥ‬ke akhir dari isim mufrad pada saat ia
marfu’, dan menambahkan ya (‫ ) ﻴﺎﺀ‬dan Nun (‫ ) ﻨﻮﻥ‬jika ia manshuub dan
majruur dengan memberikan harakat fatha pada huruf sebelum huruf ya
mutsanna, dan huruf Nun pada akhir kata selalu berbaris kasrah pada setiap
keadaan, Contohnya ‫(ﺤﻀﺮ ﺍﻟﻤﻬﻧﺪ ﺴﺍﻦ‬telah datang dua orang insinyur), ‫ﺰﺮﺖ ﺪ‬
‫(ﻭﻟﺘﻴﻥ‬saya telah menziarahi dua Negara) dan ‫( ﻤﺭﺮﺖ ﺑﺴﻴﺪ ﺗﻴﻥ‬saya lewat
dengan dua orang wanita). Denagn catatan (syarat), isim yang akan dijadikan
mutsanna haruslah mufrad Mu’rab, bukan terdiri dari dua kata (majemuk),
bukan pula jamak, dan bukan pula isim mabni, seperti Syarth, istifhaam dan
semisalnya.
Apabila kata tersebut huruf akhirnya adalah alif maqshuur maka dikembalikan
ke huruf asalnya, misalnya ‫( ﻋﺼﺎ‬tongkat) dan ‫( ﻔﺗﻰ‬pemuda) menjadi
(‫) ﻋﺼﻭﻴﻦ( ) ﻋﺼﻭﺍﻦ‬dan (‫) ﻔﺗﻴﻴﻦ( ) ﻔﺗﻴﺎﻦ‬. Apabila hurufnya adalah Alif
Manquush maka dikembalikannya ke Ya (‫) ﻴﺎﺀ‬, contoh; ‫( ﻤﺤﺎﻤﻰ‬pengacara)
menjadi (‫ ) ﻤﺤﺎﻤﻴﺎﻦ‬dan ( ‫)ﻤﺤﺎﻤﻴﻴﻦ‬. Jika huruf akhirnya Alif Mamduud maka
diubah menjadi Wau (‫ ) ﻭﺍﻭ‬untuk ta’nits (feminism), contoh ‫( ﺤﺿﺮﺍﺀ‬Hijau)
menjadi ( ‫ )ﺤﺿﺮﻭﺍﻦ‬dan ( ‫)ﺤﺿﺮﻭﻴﻦ‬, dan tetap pada posisi hurufnya bila ia
adalah huruf asli, misalnya (‫ ) ﻗﺿﺎﺀ‬menjadi (‫ ) ﻗﺿﺎﺀﺍﻦ‬dan (‫) ﻗﺿﺎﺀﻴﻦ‬. Jika
Mutsanna bersandar ( ‫ )ﺇﺿﺎﻔﺔ‬pada kata yang lain, maka huruf Nunya
dihilangkan, contohnya ‫( ﺤﺿﺮﻤﺪﺮﱢﺴﺎ ﺍﻟﻟﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬telah datang dua orang guru
bahasa Arab), aslinya adalah (‫ ) ﻤﺪﺮﺴﺎﻥ‬dihilangkan huruf Nunnya karena
Mudhaf.
c. Jamak (‫ ) ﺠﻤﻊ‬adalah kata yang menunjukkan kepada banyak atau lebih dari
dua, misalnya ‫( ﺃﻧﻬﺎﺭ‬sungai) jamak dari (‫) ﻧﻬﺭ‬, ‫( ﻤﺪ ﺮﱢﺴﺎﺖ‬Guru perempuan)
jamak dari (‫ ) ﻤﺪ ﺮﱢﺴﺔ‬dan ‫( ﻤﻬﻧﺪ ﺴﻭﻦ‬Insinyuur) jamak dari (‫) ﻤﻬﻧﺪ ﺱ‬. Jamak
terbagi menjadi tiga, yaitu ; Jamak Mudzakkar saalim ( ‫)ﻤﺬ ﻜﺮﺴﺎﻟﻡ‬, jamak
Muannats saalim (‫ ) ﻤﺆﻧﺚ ﺴﺎﻟﻡ‬dan jamak Taksiir (‫) ﺟﻤﻊ ﺗﻜﺴﻴﺭ‬.
Jamak Mudzakkar saalim (‫ )ﻤﺬ ﻜﺮﺴﺎﻟﻡ‬yang menunjukkan kepada laki-laki (‫ )ﻤﺬ ﻜﺮ‬yaitu
dengan menambahkan huruf Wau (‫ ) ﻭﺍﻭ‬dan Nun (‫ ) ﻨﻮﻥ‬pada akhir kata mufrad di saat rafa’
dan menambahkan Ya (‫ ) ﻴﺎﺀ‬dan Nun (‫ )ﻨﻮﻥ‬di saat Nashab dan Jarr. Huruf yang berada
sebelum huruf Ya diberi baris Kasrah. Huruh Nun pada akhir kata selamanya berbaris fatha,
misalnya (‫ )ﻤﻬﻧﺪ ﺴﻭﻦ‬dan ( ‫)ﻤﺩ ﺮﱢﺴﻭﻥ‬. Dihilangkan Huruf Nun yang ada pada akhir jamak
mudzakkar saalim jika ia mudhaaf, contoh, ‫ﺤﺿﺭﻤﺩ ﺮﱢﺴﻭ ﺍﻟﻟﻐﺔ‬.
Jamak Muannats saalim (‫ )ﻤﺆﻧﺚ ﺴﺎﻟﻡ‬yang menunjukkan kepada perempuan (‫ )ﻤﺆﻧﺚ‬yaitu
dengan menambahkan Alif ( ‫ )ﺃﻠﻑ‬dan Ta (‫ ) ﺗﺎﺀ‬pada akhir kata mufrad, ia dirafa’ dengan
dhamma, sedangkan nashab dan jar dengan kasrah, contoh ‫ﺯﻴﻧﺏ ﺯﻴﻧﺑﺎﺖ‬, ‫ﻤﻬﻧﺪ ﺴﺔ ﻤﻬﻧﺪ‬
‫ﺴﺎﺖ‬, ‫ ﺗﻠﻤﻴﺫ ﺓ ﺗﻠﻤﻴﺫ ﺍﺖ‬.
Jamak Taksiir yaitu yang menunjukkan kepada banyak atau lebih dari dua dengan
perubahan bentuk mufradnya baik mudzakkar maupun muannats. Kebanyakan jamak ini
datang atau ada karena didengar dan diucapkan sehingga membutuhkan hafalan, jamak ini
disebut juga dengan jamak yang tidak beraturan. Contohnya ‫( ﺻﻭﺮ‬foto/gambar) jamak dari
(‫ ) ﺻﻭﺮﺓ‬dan ‫( ﻤﻴﺎﺪ ﻴﻦ‬lapangan) jamak dari (‫) ﻤﻴﺪ ﺍﻦ‬.
II. MASHDAR (‫) ﺍﻟﻤﺼﺪ ﺭ‬
Mashdar sering juga disebut dengan Isim Ma’na (‫ ) ﺇﺴﻢ ﺍﻠﻤﻌﻨﻲ‬yaitu apa-apa yang
menunjukkan atas ma’na / arti yang terlepas dari waktu dan masa, dengan kata lain, Mashdar
adalah apa yang menunjukkan atas suatu kejadian. Mashdar adalah asal dari semua Fi’il (kata
kerja) dan Isim. Mengingat Fi’il itu terdiri dari tiga huruf atau empat, lima dan enam huruf,
kiranya perlu untuk mengetahui mashdarnya.
A. Mashdar Fi’il yang terdiri dari tiga huruf (‫) ﻤﺼﺪ ﺭﺍﻟﻔﻌﻞ ﺍﻠﺜﻼﺜﻲ‬
Secara garis besarnya, mashdar Fi’il Tsulaatsi adalah bertimbangan Fi’aalah
( ‫) َِ َِ َِﻔﻌﺎﻟﺔ‬ jika menunjukkan atas keahlian dan profesi,
contohnya ‫= ﺼﻨﺎﻋﺔ‬perindustrian, ‫= ﺯﺮﺍﻋﺔ‬pertanian, ‫= ﺘﺠﺎﺮﺓ‬perdagangan. Atau
bertimbangan Fa’alaan (‫ ) ﻔﻌﻼﻦ‬jika menunjukkan kegoncangan dan kegelisahan,
misalnya ‫= ﻏﻟﻴﺎﻥ‬Mendidih dan ‫= ﺪﻭﺭﺍﻦ‬pusing/mabuk laut dan udara. Juga
bertimbangan Fu’lah ( ‫ )ﻔﻌﻟﺔ‬jika menunjukkan atas warna, misalnya ‫= ﺨﺿﺮﺓ‬hijau
dan ‫= ﺻﻔﺭﺓ‬kuning. Juga bertimbangan Fu’aal (‫ ) ﻔﻌﺎﻝ‬jika menunjukkan atas
penyakit dan suara, misalnya ‫= ﺴﻌﺎﻝ‬batuk, ‫= ﺯﻜﺎﻢ‬demam, ‫= ﺑﻜﺎﺀ‬tangisan
dan ‫= ﻧﺑﺎﺡ‬gonggongan anjing. Jika mashdar itu tidak menunjukkan atas hal-hal di
atas, maka kebanyakan akan bertimbangan Fa’lan (‫ ) ﻔﻌﻼ‬jika fi’ilnya muta’addi
(‫ ) ﻤﺗﻌﺪﱢﻱ‬yaitu fi’il yang mempunyai atau membutuhkan objek,
misalnya ‫= ﻔﺗﺤﺎ‬membuka, ‫= ﺿﺮﺑﺎ‬memukul. Jika fi’ilnya adalah fi’il Laazim
(‫ ) ﻻﺯﻢ‬yaitu yang tidaqk membutuhkan objek, maka mashdarnya bertimbangan
Fu’uul ( ‫)ﻔﻌﻭﻝ‬, misalnya ‫= ﻘﻌﻮﺪ‬duduk, ‫= ﺟﻟﻭﺱ‬duduk, dan ‫= ﻁﻠﻮﻉ‬terbit.
B. Mashdarnya Fi’il yang terdiri dari empat huruf (‫) ﻤﺼﺪ ﺭﺍﻟﻔﻌﻝ ﺍﻟﺮﺑﺎﻋﻲ‬
Timbangan mashdar bagi fi’il yang terdiri dari empat huruf itu berbeda-beda
sesuai dengan bentuk fi’ilnya. Jika fi’ilnya bertimbangan Af’ala (‫ ) ﺃﻔﻌﻝ‬maka
mashdarnya bertimbangan If’aal ( ‫)ﺇﻔﻌﺎﻝ‬, misalnya ‫=ﺇﻧﻜﺎﺭ‬ingkar dan ‫= ﺇﻜﺭﺍﻢ‬mulia.
Jika fi’ilnya bertimbangan Fa’ala ( ‫ )ﻔﻌﱠﻝ‬dengan mentasydiidkan ‘ainnya, maka
mashdarnya bertimbangan Taf’iil (‫) ﺗﻔﻌﻴﻝ‬. Contohnya; ‫= ﺗﺪﺭﻴﺏ‬latihan
dan ‫= ﺗﻌﻟﻴﻢ‬mengajar. Jika fi’ilnya bertimbangan Faa’ala (‫ ) ﻔﺎﻋﻝ‬maka timbangan
mashdarnya adalah Fi’aal (‫) ﻔﻌﺎﻝ‬ atau Mufaa’alah ( ‫)ﻤﻔﺎﻋﻟﺔ‬,
misalnya; ‫ ﻘﺘﺎﻞ‬/ ‫= ﻤﻘﺎﺘﻟﺔ‬memerangi dan ‫ ﺤﺴﺎﺐ‬/ ‫= ﻤﺤﺎﺴﺑﺔ‬menghitung. Jika fi’ilnya
bertimbangan Fa’lala (‫ ) ﻔﻌﻟﻞ‬maka mashdarnya adalah Fa’lalah (‫ ) ﻔﻌﻠﻠﺔ‬atau Fi’laal
(‫) ﻔﻌﻼﻝ‬, contohnya; ‫ ﺯﻟﺯﻟﺔ‬/ ‫= ﺯﻠﺯﺍﻞ‬gempa bumi.
C. Mashdar Fi’il yang terdiri dari lima dan enam huruf ( ‫ﻤﺻﺪ ﺮ ﺍﻟﻔﻌﻝ ﺍﻟﺨﻤﺎﺴﻲ‬
‫) ﻭﺍﻠﺴﺪ ﺍﺴﻲ‬
Jika fi’il itu terdiri dari lima atau enam huruf dan huruf pertamanya adalah
hamzah washal, maka timbangan mashdarnya hampir sama dengan bentuk fi’il
Maadhinya yaitu dengan mengkasrahkan huruf ketiga dan menambahkan huruf
Alif sebelum huruf akhir menjadi Ifti’aal (‫) ﺇﻔﺗﻌﺎﻞ‬,
contohnya; ‫= ﺇﺟﺘﻤﺎﻉ‬berkumpul, ‫= ﺇﺴﺘﻘﺑﺎﻝ‬menjamu/menjemput. Jika Fi’ilnya
didahului oleh huruf Ta tambahan (‫ ) ﺘﺎﺀ ﺯﺍﺋﺪﺓ‬maka timbangan mashdarnya pun
hamper serupa dengan bentuk fi’il maadhinya namun huruf yang berada sebelum
huruf terakhir haruslah di dhammakan, misalanya ‫= ﺗﻗﺩﱡ ﻤﺎ‬maju/berkembang
dan ‫= ﺘﻌﻟﱡﻤﺎ‬belajar.
D. Mashdar Miimi (‫) ﺍﻟﻤﺻﺩ ﺭﺍﻟﻤﻴﻤﻲ‬
Mashdar Miimi adalah Mashdar yang didahului dengan huruf Mim tambahan
dimana maknanya sama dengan mashdar. Adapun bentuk-bentuk mashdar Miimi
dari Fi’il Tsulaatsi adalah dengan bertimbangan Maf’al (‫ ) ﻤﻔﻌﻝ‬kecuali jika
fi’ilnya didahului oleh huruf Illat, maka timbangannya adalah Maf’il (‫) ﻤﻔﻌﻝ‬,
contohnya kata ‫ ﻋﺭﺽ‬mashdarnya adalah ‫ ﻋﺭﺿﺎ‬dan mashdar miiminya
adalah ‫ ﻤﻌﺭﺾ‬. Jika Fi’ilnya bukan fi’il tsulaatsi maka timbangan mashdar
miiminya hamper sama dengan timbangan fi’il mudhaari’nya dengan mengganti
huruf mudhaari’nya menjadi Mim dengan berharakat Dhamma dan
mengkasrahkan huruf sebelum huruf terakhir, misalnya, kata ‫ ﺇﻟﺘﻘﻲ‬mashdranya
adalah ‫ ﺇﻟﺘﻘﺎﺀ‬dan mashdar miiminya adalah Multaqii (‫) ﻤﻟﺘﻘﻲ‬. Pada mashdar miimi
ini boleh menambahkan huruf Ta marbuuthah di akhir kata,
mislanya ‫= ﻤﺤﺒﺔ‬kecintaan, dan ‫= ﻤﻨﻔﻌﺔ‬manfaat.
E. Mashdar Shunaa’iy ( ‫)ﺍﻟﻤﺼﺪ ﺭﺍﻟﺼﻧﺎﻋﻲ‬
Mashdar Shunaa’iy adalah isim yang diikutkan dengan Ya Nasab (lihat pelajaran
Nasab) setelahnya adalah Ta Ta’niits yang menunjukkan atas makna mashdar,
Misalnya kata ‫= ﺇﻨﺴﺎﻥ‬manusia ditambahkan huruf Ya Nasab ‫ ﺇﻨﺴﺎﻨﻲ‬dan Mashdar
Shunaa’iynya adalah Insaaniyyah (‫) ﺇﻧﺴﺎﻧﻴﺔ‬, contoh lain; ‫= ﺤﺮﱢﻴﺔ‬kebebasan
dan ‫= ﻤﺴﺋﻮﻟﻴﺔ‬tanggung jawab.
F. Isim Marrah dan Isim Hay ah (‫) ﺇﺴﻢ ﺍﻟﻤﺭﺓ ﻭﺇﺴﻢ ﺍﻟﻬﻴﺌﺔ‬
Isim Marrah adalah Mashdar yang menunjukkan atas terjadinya suatu kejadian
sekali, dan timbangannya adalah Fa’lah (‫ ) ﻔﻌﻟﺔ‬jika fi’ilnya adalah Tsullatsi, dan
jika bukan fi’il tsulaatsi maka hanya dengan menambahkan huruf Ta pada akhir
kata. Contohnya; ‫= ﺿﺭﺑﺘﻪ ﺿﺮﺑﺔ‬saya memukulnya sekali pukulan, dan ‫ﺃﻜﺭﻤﺘﻪ‬
‫= ﺇﻜﺭﺍﻤﺔ‬saya sekali menghormatinya. Adapun Ismul Hay ah adalah mashdar yang
menunjukkan atas bentuk atau situasi dan kondisi di saat kejadian, timbangannya
adalah Fi’lah (‫ ) ﻔﻌﻟﺔ‬apabila fi’ilnya tsulaatsi, selain fi’il tsulaatsi, maka ia tidak
mempunyai timbangan. Misalnya; ‫= ﺟﻠﺴﺖ ﺟﻟﺴﺔ ﺍﻟﻌﻟﻤﺎﺀ‬saya telah duduk seperti
duduknya para ulama.
III. ISIM MUSYTAQQ ( ‫)ﺍﻹﺴﻢ ﺍﻠﻤﺸﺗﻖ‬
Dari segi bahasa, Isim Musytaqq berarti kata jadian atau kata yang terpecah dan terbentuk
dari suatu bentuk, sedangkan dari istilah yaitu apa yang diambil dari selainnya dan
menunjukkan atas sesuatu yang disifati dengan sifat tertentu dengan memperhatikan
keselarasan dan kecocokkan diantara keduanya baik dari segi makna maupun perubahannya
dalam ucapan. Misalnya kata ‫= ﻜﺘﺏ‬menulis, dari kata ini kemudian diambil dan dibentuk
menjadi ‫= ﻜﺎﺘﺏ‬penulis, ‫= ﻤﻜﺗﻮﺏ‬tertulis, ‫= ﻤﻜﺗﺏ‬tempat menulis, dan seterusnya-(lih
perubahannya di Fi’il)-. Isim Musytaqq ini terbagi menjadi tujuh, yaitu; Isim Faa’il ( ‫ﺇﺴﻢ‬
‫) ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ‬, Isim Maf’uul (‫) ﺇﺴﻢ ﺍﻠﻤﻔﻌﻮﻞ‬, Sifatul Musyabbahah bi ismil Faa’il ( ‫ﺍﻟﺻﻔﺔ ﺍﻟﻤﺸﺑﻬﺔ ﺑﺈﺴﻢ‬
‫) ﺍﻠﻔﺎﻋﻞ‬, Isim Tafdhiil ( ‫)ﺇﺴﻢ ﺍﻠﺗﻔﺿﻴﻝ‬, Isim Zamaan ( ‫)ﺇﺴﻢ ﺍﻟﺯﻤﺎﻥ‬, Isim Makaan (‫) ﺇﺴﻢ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ‬
dan Ismul Aalat ( ‫)ﺇﺴﻢ ﺍﻵﻟﺔ‬. Dibawah ini akan dijelaskan secara singkat bagian-bagian dari
Isim Mustaqq:
A. Isim Faa’il (‫)ﺇﺴﻢ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ‬
Isim Faa’il adalah isim yang dibentuk untuk menunjukkan atas Siapa atau orang yang
melakukan pekerjaan, misalnya ‫= ﺿﺮﺑﺘﻚ‬saya telah memukulmu, menunjukkan bahwa
saya adalah orang yang memukul (subjek) dengan kata lain, saya adalah (‫) ﺿﺎﺮﺏ‬
Dhaarib. Dengan demikian, maka timbangan Isim Faa’il adalah Faa’il (‫) ﻔﺎﻋﻝ‬, jika
fi’ilnya adalah Tsulaatsi, jika ‘Ain Fi’ilnya adalah Alif maka diubah menjadi Hamzah,
contohnya; ‫= ﺼﺎﻡ‬puasa, isim faa’ilnya adalah ‫ ﺼﺎﺌﻢ‬Shaa im, contoh lain, ‫= ﺒﺎﻉ‬menjual,
isim faa’ilnya ‫ ﺒﺎﺌﻊ‬Baa i’. Namun jika Tsulaatsinya Madhmuumul ‘ain (huruf ‘Ainya
berbaris Dhamma) maka timbangannya berbeda-beda, misalnya kata
Dha’ufa ‫= ﺿﻌﻑ‬lemah, maka Faa’ilnya adalah Dha’iif (‫) ﺿﻌﻴﻒ‬, contoh lain, kata
jamula ‫ ﺠﻤﻞ‬Faa’ilnya Jamiil (‫) ﺠﻤﻴﻝ‬, kata Sha’uba ‫= ﺼﻌﺏ‬susah, Faa’ilnya adalah
Sha’bun (‫) ﺼﻌﺏ‬, dan Faa’il semacam ini dinamakan Sifat almusyabbaha bi ismil Faa’il
yang akan dijelaskan pada bagiannya. Jika Fi’ilnya bukan Tsulaatsi maka timbangannya
menyerupai timbangan fi’il mudhaari’nya dengan mengganti huruf mudhaari’nya dengan
Mim berbaris Dhamma dan mengkasrah huruf sebelum terakhir, contohnya; Qaatala
(‫ ) ﻗﺎﺘﻝ‬menjadi Muqaatil (‫) ﻤﻘﺎﺗﻝ‬, Ahsana (‫ ) ﺃﺤﺴﻦ‬menjadi Muhsin (‫) ﻤﺤﺴﻥ‬, dan Istaghfara
(‫ ) ﺇﺴﺘﻐﻔﺮ‬menjadi Mustaghfir (‫ ) ﻤﺴﺗﻐﻔﺭ‬dan seterusnya.
B. Isim Maf’uul (‫) ﺇﺴﻢ ﺍﻠﻤﻔﻌﻮﻞ‬
Isim Maf’uul adalah Isim yang dibentuk dari fi’il mabni majhuul untuk menunjukkan atas
apa yang dikerjakan atau menunjukkan atas objek, misalnya ‫= ﺿﺮﺑﺖﺨﺎﻟﺪﺍ‬saya telah
memukul khalid, kalimat ini menunjukkan bahwa khaalid adalah orang yang dipukul
(objek), maka khaalid itu ‫ ﻤﺿﺮﻭﺏ‬madhruub. Bentuk timbangannya adalah Maf’uul
( ‫ )ﻤﻔﻌﻭﻝ‬jika fi’ilnya tsulaatsi. Jika fi’il tsulaatsi dimana huruf tengahnya adalah Alif yang
huruf aslinya adalah Ya, seperti; ‫ ﺒﺎﻉ‬dan ‫ ﻋﺎﺏ‬, maka bentuk maf’uulnya
adalah ‫ ﻤﺑﻴﻊ‬Mabii’ dan ‫ ﻤﻌﻴﺏ‬Ma’iib. Jika huruf tengahnya adalah Alif dimana huruf
aslinya adalah Wau, seperti ‫ ﻘﺎﻝ‬dan ‫ ﻻﻢ‬, maka bentuk Maf’uulnya adalah ‫ ﻤﻘﻮﻞ‬Maquul
dan ‫ ﻤﺼﻭﻥ‬Mashuun. Jika huruf akhirnya adalah Alif dimana huruf aslinya adalah Ya,
seperti, ‫ ﺑﻧﻰ‬dan ‫ ﺮﻤﻰ‬, maka bentuk Maf’uulnya adalah ‫ ﻤﺒﻧﻰﱡ‬Mabniiyyun
dan ‫ ﻤﺭﻤﻰﱡ‬Marmiiyyun. Jika Huruf akhirnya Alif sedangkan huruf aslinya adalah Wau,
seperti ‫ ﺪﻋﺎ‬dan ‫ ﺭﺟﺎ‬, maka bentuk maf’uulnya adalah ‫ ﻤﺪﻋﻮﱡ‬Mad’uwwun
dan ‫ ﻤﺭﺟﻮﱡ‬Marjuwwun. Adapun jika Fi’ilnya bukan Fi’il Tsulaatsi maka timbangannya
hamper sama dengan bentuk Mudhaari’nya dengan mengganti huruf mudhaari’ menjadi
Mim yang berharakat Dhamma dan memfathakan huruf sebelum terakhir,
contohnya; ‫( ﺃﻏﻟﻕ‬Aghlaqa) menjadi ‫( ﻤﻐﻟﻖ‬mughlaq), ‫( ﻘﺪﱠﺭ‬Qaddara)
menjadi ‫( ﻤﻘﺩﱠﺭ‬muqaddar), dan ‫( ﺇﺴﺘﺨﺭﺝ‬istakhraja) menjadi ‫( ﻤﺴﺗﺨﺭﺝ‬mustakhraj).
C. Sifatul Musyabbahah bi ismil Faa’il (‫) ﺍﻟﺻﻔﺔ ﺍﻟﻤﺸﺑﻬﺔ ﺑﺈﺴﻢ ﺍﻠﻔﺎﻋﻞ‬
Shifat al-Musyabbahah bi Ismil Faa’il adalah isim yang dibentuk dari Fi’il Tsulaatsi
Laazim (yang tidak memiliki objek) yaitu sifat yang menunjukkan atas siapa yang
melakukan pekerjaan. Misalnya ‫= ﻜﺭﻴﻢ‬yang mulia dan ‫= ﺸﺠﺎﻉ‬yang berani. Bentuk
timbangannya adalah Fa’iil (‫) ﻔﻌﻴﻞ‬ jika ‘Ain Fi’ilnya Dhamma,
misalnya ‫ ﻜﺭﻴﻡ‬, ‫ ﺿﻌﻴﻑ‬, ‫ ﻜﺛﻴﺭ‬, ‫ ﻨﻇﻴﻒ‬, ‫ ﻟﻁﻴﻒ‬, ‫ ﺸﺭﻴﻒ‬, atau bertimbangan Fu’aal (‫) ﻔﻌﺎﻞ‬
seperti ‫ ﺸﺠﺎﻉ‬, atau juga bertimbangan Fa’lun (‫) ﻔﻌﻝ‬, seperti ‫ ﺻﻌﺏ‬, ‫ ﺴﻬﻝ‬, ‫ ﺿﺧﻡ‬, atau juga
ber4timbangan Fa’aal (‫ ) ﻔﻌﺎﻝ‬seperti ‫ ﺟﺑﺎﻥ‬, dan masih banyak lagi timbangannya.
D. Isim Tafdhiil ( ‫)ﺇﺴﻢ ﺍﻠﺗﻔﺿﻴﻝ‬
Isim Tafdhiil adalah isim yang dibentuk atas timbangan Af’ala (‫) ﺃﻔﻌﻝ‬untuk menunjukkan
atas dua benda atau dua hal yang sama-sama memiliki sifat yang sama namun salah satu
diantaranya melebihi sifat tersebut dari yang lain, contohnya; ‫ﺍﻟﺸﻤﺲ ﺃﻜﺑﺮ ﻤﻥ‬
‫= ﺍﻷﺭﺾ‬matahari lebih besar dari pada bumi, kata Akbaru adalah isim Tafdhiil. Kata
yang terletak sebelum Isim Tafdhiil dinamakan Mufaddhal (‫ ) ﻤﻔﺿﻼ‬yaitu Matahari pada
contoh di atas dan kata yang terletak setelah isim tafdhiil dinamakan Mufaddhal ‘alaihi
(‫ ) ﻤﻔﺿﻼﻋﻟﻴﻪ‬yaitu bumi pada contoh di atas. Isim tafdhiil dibentuk hanya dari Fi’il
Tsulaatsi Tamm yang dapat menunjukkan kekaguman atau ketakjuban.
E. Isim Zamaan ( ‫ )ﺇﺴﻢ ﺍﻟﺯﻤﺎﻥ‬dan Isim Makaan (‫) ﺇﺴﻢ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ‬
Isim Zamaan adalah isim yang dibentuk untuk menunjukkan atas masa/waktu terjadi dan
berlangsungnya suatu pekerjaan, contohnya; ‫= ﻤﻭﻋﺪ ﺍﻹﻤﺗﺤﺎﻥ ﺃﻮﻝ ﻴﻭﻧﻴﻮ‬waktu ujian pada
awal juni. Isim Makaan adalah isim yang dibentuk untuk menunjukkan atas tempat
terjadinya suatu pekerjaan, misalnya; ‫= ﻤﻟﻌﺏ ﺍﻟﻜﺮﺓ ﻭﺍﺴﻊ‬tempat bermain bola itu luas. Isim
Zaman dan Makaan bertimbangan Maf’al (‫ ) ﻤﻔﻌﻝ‬jika fi’ilnya mu’tal akhir (huruf
terakhirnya adalah huruf illat), contoh ‫ ﻤﻟﻬﻰ‬Malhaa, ‫ ﻤﺟﺮﻯ‬Majraa, ‫ ﻤﻜﺘﺏ‬Maktab
dan ‫ ﻤﺪﺧﻝ‬madkhal. Atau bisa juga bertimbangan Maf’il (‫ ) ﻤﻔﻌﻝ‬apabila akhir fi’ilnya
bukanlah mu’tal (shahih) dan ‘Ain mudhaari’nya berbaris kasrah,
contohnya; ‫ ﻴﻨﺯﻝ‬Yanzilu, menjadi ‫ ﻤﻨﺯﻝ‬Manzil dan ‫ ﻴﺮﺟﻊ‬Yarji’u menjadi ‫ ﻤﺮﺟﻊ‬Marji’.
Adapun timbangannya untuk bukan fi’il tsulaatsi adalah sama dengan timbangan isim
maf’uul yang bukan tsulaatsi,
misalnya; ‫ ﻤﺴﺗﻭﺪﻉ‬mustawda’, ‫ ﻤﺴﺗﻭﺻﻒ‬Mustawshaf dan ‫ ﻤﺴﺘﺷﻔﻰ‬Mustasyfaa.
F. Ismul Aalat ( ‫)ﺇﺴﻢ ﺍﻵﻟﺔ‬
Isim Aalat adalah isim yang dibentuk untuk menunjukkan atas alat yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan. Adapun bentuk timbangan Isim Alat adalah Mif’aal (‫) ﻤﻔﻌﺎﻞ‬
contohnya; ‫= ﻔﺘﺢ‬membuka menjadi ‫= ﻤﻔﺘﺎﺡ‬kunci. Atau dengan timbangan Mif’al (‫) ﻤﻔﻌﻝ‬,
contoh; ‫= ﻤﻨﺠﻞ‬celurit/sabit. Atau dengan timbangan Mif’alah ( ‫)ﻤﻔﻌﻟﺔ‬,
contohnya; ‫= ﻤﻛﻧﺴﺔ‬sapu, ‫= ﻤﻟﻌﻘﺔ‬sendok.Sebagian ahli bahasa membolehkan timbangan
Fa”aalah (‫ ) ﻔﻌﱠﺎﻟﺔ‬untuk menunjukkan atas alat, misalnya; ‫= ﻏﺴﱠﺎﻟﺔ‬mesin cuci, dan ‫ﺜﻼﱠ‬
‫= ﺟﺔ‬kulkas.

DASAR-DASAR KAEDAH NAHWU


APRIL 4, 2008 SAIDNAZULFIQAR 5 COMMENTS

E. FAA’IL (‫) ﻔﺎﻋﻝ‬


Faa’il (pelaku/subjek) adalah isim marfu’yang terletak setelah fi’il mabni lilma’luum ( ‫ﻔﻌﻝ‬
‫ ) ﻤﺒﻨﻲ ﻟﻟﻤﻌﻟﻮﻢ‬yang menunjukkan kepada pelaku fi’il tersebut, contohnya; ُ‫= ﻘﺎﻢ ﺍﻠﺮﺠﻞ‬seorang
laki-laki telah berdiri (kata Rajulu adalah subjek marfu’ tandanya adalah dhamma pada akhir
kata), ‫= ﺤﺿﺮﺍﻠﻂﺎﻠﺒﺎﻦ‬telah datang dua orang siswa (Thaalibaani adalah faa’il, tanda rafa’nya
adalah Alif karena Mutsanna) dan ‫= ﺤﺿﺮﺍﻠﻤﺪ ﺮﱢﺴﻮﻦ‬telah datang banyak guru (mudarrisuuna
adalah faa’il marfu’ dengan Wau karena ia jamak mudzakka saalim).
Faa’il terdiri dari Isim Mu’rab seperti yang ada pada contoh di atas, atau terdiri dari Isim
mabni (Dhamir, baik yang nampak ‫ ﻈﺎﻫﺮ‬maupun yang tersembunyi ‫ ﻤﺴﺗﺘﺭ‬atau isim Isyarah
dan Isim maushul), contohnya ُ‫= ﺟﻠﺴﺖ‬saya telah duduk ( Taa’ –tu- adalah Dhamir mabni
yang menempati posisi rafa’ karena ia faa’il), ‫= ﺍﻠﺭﺟﻞُ ﺤﺿﺮ‬telah datang seorang lelaki (rajulu
adala mubtada marfu’ dengan dhamma – hadhara adalah fi’il maadhi dan faa’ilnya dhamir
yang tersembunyi yaitu ‫( ﻫُﻮ‬dia) jumlah fi’il dan faa’il menempati posisi rafa’ karena khabar
mubtada), ‫= ﻧﺠﺢ ﻫﺫﺍ ﺍﻟﻂﺎﻠﺐ‬telah lulus pelajar ini (kata haadza isim isyarah mabni menempati
posisi marfuu’ karena faa’il), ‫= ﺠﺎﺀ ﺍﻠﺬﻱ ﻜﺘﺏ‬telah datang yang menulis ( kata alladzi isim
maushul mabni pada posisi rafa’ karena ia faa’il).
Faa’il juga terdiri dari Mashdar yang ditakwil dari An dan fi’ilnya (‫ ) ﺃﻦْ ﻮﺍﻠﻔﻌﻝ‬atau dari Anna
dan isim serta khabarnya (‫) ﺃﻦﱠ ﻮﺇﺴﻤﻬﺎ ﻮﺧﺑﺮﻫﺎ‬, contohnya َ‫= ﺃﺭﻴﺪ ﺃﻦْ ﺃﺫﻫﺏ‬saya mau pergi,
ditakwilkan/fi’il tersebut dijadikan Mashdar menjadi (‫) ﺃﺭﻴﺪ ﺫﻫﺎﺒﺎ‬, ‫= ﺴﺭﱠﻧﻲ ﺃﻨﻚ ﻨﺟﺤﺕ‬saya
bergembira bahwa engkau telah lulus, Isim dan khabar Anna dijadikan Mashdar menjadi
(‫) ﺴﺭﱠﻧﻲ ﻨﺟﺎﺤﻚ‬.
Apabila faa’ilnya menunjukkan pada Muannats (feminis) maka ditambahkan atas fi’il, huruf
Ta ta’nits yaitu huruf Ta Sukun pada akhir fi’il Madhi dan Ta Mutaharrikah di depan fi’il
Mudhaari’, contohnya ُ‫= ﺴﺎﻔﺭﺕْ ﻔﺎطﻤﺔ‬Fatimah telah pergi.
Wajib menambahkan Ta Ta’nits atas fi’il jika faa’ilnya adalah isim dhahir yang menunjukkan
pada muannats haqiqi ( ‫ ﻤﺆﻧﺙ ﺤﻘﻴﻘﻲ‬yaitu setiap isim yang menunjukkan pada betina baik
manusia dan binatang yang melahirkan atau bertelur) dan tidak terpisah dengan fi’ilnya.
Contohnya (ُ‫)ﺴﺎﻔﺭﺕْ ﻔﺎطﻤﺔ‬. Atau fi’il itu wajib ditambahkan Ta Ta’nits jika faa’ilnya adalah
Dhamir tersembunyi yang dikembalikan kepada Muannats haqiqi atau Majazi ( ‫ﻤﺆﻧﺙ‬
‫ ﻤﺟﺎﺯﻱ‬yaitu setiap isim yang menunjukkan kepada bukan muannats haqiqi dimana orang
Arab memberlakukannya sebagai muannats, misalnya ‫ ﺷﻤﺱ‬matahari), contoh ‫ﺯﻴﻨﺏ‬
ْ‫= ﺤﺿﺮﺖ‬Zainab telah datang (faa’ilnya dhamir tersembunyi kembali ke muanats haqiqi yaitu
Zainab), ْ‫= ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻂﻠﻌﺖ‬matahari terbit (Faa’ilnya dhamir tersembunyi yang kembali ke
muannats majazi yaitu syams).

Boleh menta’nitskan fi’il atau tidak menta’nitskannya apabila faa’ilnya dipisahkan dari
fi’ilnya oleh suatu kata, contohnya ‫ ﺴﺎﻔﺮﺖْ ﺃﻤﺲ ﻔﺎﻂﻤﺔ‬dan ‫ ﺴﺎﻔﺮﺃﻤﺲ ﻔﺎﻂﻤﺔ‬.

F. NAAIBUL FAA’IL (‫) ﻨﺎﺌﺏﺍﻠﻔﺎﻋﻝ‬

Naaibul faa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni lilmajhuul ( ‫ﻔﻌﻞ ﻤﺑﻧﻲ‬
‫ ) ﻟﻟﻤﺠﻬﻭﻝ‬kemudian menempati posisi faa’il setelah faa’ilnya dihilangkan, baik karena sudah
diketahui faa’ilnya atau tidak/belum diketahui ataupun karena takut menyebutkan subjeknya.
Contohnya ٌ‫= ﺿُڕﺐَ ﻤﺤﻤﺪ‬Muhammad telah dipukul. Dari segi arti kita akan lebih dapat
membedakan antara Fi’l mabni ma’lum dan mabni majhuul yaitu bentuk aktif dan pasif.

Fi’il dinamakan mabni lilma’luum karena faa’ilnya disebutkan dalam klimat sehingga
diketahui dengan jelas subjeknya. Dinamakan mabni majhuul karena faa’ilnya dihapus
sehingga tidak diketahui subjeknya. Pada contoh ini ٌ‫ ﺿُڕﺐَ ﻤﺤﻤﺪ‬Muhammad adalah Naibul
faa’il marfu’ dengan dhamma, asalnya adalah ‫= ﺿﺮﺏ ﺍﻠﻤﺪﺭﱢﺱُ ﻤﺤﻤﺩًﺍ‬guru memukul
Muhammad. Di saat faa’ilnya (mudarris) dihilangkan karena telah diketahui maka jadilah
fi’ilnya mabni majhuul dan maf’ulun bih (objek) berubah menempati tempat faa’il sehingga
dinamakan Naibul faa’il (pengganti faa’il).

Cara merubah bentuk fi’il mabni ma’lum menjadi majhuul yaitu; Apabila fi’il madhi maka
diberi harakat Dhamma pada huruf pertama dan diberi harakat kasrah pada huruf sebelum
huruf terakhir, misalnya ‫=ﺿﺮﺏ‬memukul, menadi َ‫= ﺿُڕﺐ‬dipukul. Apabila fi’ilnya dimulai
dengan huruf Ta maka huruf pertama (Ta) dan huruf kedua diberi harkat dhamma dan kasrah
pada huruf sebelu huruf terakhir, misalnya ‫= ﺗَﺴﻟّﻢ‬menerima,
menjadi ‫=ﺗُﺴُﻟﱢﻢ‬diterima. Apabila huruf sebelum terakhirnya adalah Alif maka huruf alifnya
diubah menjadi Ya dan mengkasrah huruf sebelumnya, misalnya ‫=ﻗﺎﻝ‬berkata, diubah
menjadi ‫=ﻘِﻴْﻝ‬dikatakan. Apabila fi’il mudhaari’ maka diberi harakat dhamma pada huruf
pertama dan memberi harakah fatha pada huruf sebelum huruf terakhir,
misalnya ‫ ﻴﻀﺮﺏ‬menjadi ‫ ﻴُﻀﺮَﺏ‬. Apabila huruf sebelum terakhir adalah Ya atau Wau maka
diubah menjadi Alif, misalnya ‫= ﻴُﺒِﻴْﻊ‬menjual, menjadi ‫ ﻴﺒﺎﻉ‬, dan ‫= ﻴﺼﻮﻡ‬puasa,
menjadi ‫ ﻴُﺼﺎﻡ‬.

Fi’il mabni ma’lum yang akan diubah menjadi mabni majhul adalah fi’il muta’addi ( ‫ﻔﻌﻝ‬
‫=ﻤﺘﻌﺪﱢﻱ‬yaitu fi’il yang membutuhkan objek baik objeknya satu ataupun lebih) atau bisa juga
fi’il Laazim ( ‫= ﻔﻌﻝﻻﺯﻢ‬fi’il yang tidak membutuhkan objek –maf’ulun bih). Jika fi’ilnya
mempunyai satu maf’ulun bih ( ‫ ﻤﻔﻌﻭﻝٌ ﺒﻪ‬/ objek) maka dihilangkan faa’ilnya kemudian
merafa’ maf’ulun bihnya sebagai Naibul faa’il, seperti pada contoh di atas. Jika fi’il itu
mempunyai banyak maf’ul bih maka dihilangkan faa’ilnya dan merafa’ maf’ulun bih
pertama, sedangkan maf’ulun bih lainnya tetap pada posisi semula yaitu Nashab.
Contohnya; ً‫= ﺃﻋﻂﻰ ﺍﻟﻤﺩ ﺭﱢﺲ ُﺍﻟﻨﺎﺟﺢَ ﺠﺎﺋﺯﺓ‬guru memberi hadiah bagi yang lulus (An-Naajiha
adalah Maf’uul pertama dan Jaaizatan adalah maf’uul ke dua), perubahannya menjadi َ‫ﺃُﻋﻂﻲ‬
ً‫= ﻟﻨﺎﺠﺢُ ﺟﺎﺋﺯﺓ‬orang lulus diberikan hadiah (dihilangkan faa’ilnya -mudarris- kemudian
merafa’ maf’ul pertama yaitu an-Naajih sebagai Naibul faa’il dan Maf’ul kedua –Jaaizatan-
tetap pada posisi semula yaiu Nashab dengan fatha). Jika fi’ilnya adalah fi’il laazim,
dihilangkan faa’ilnya dan Naaibul faa’ilnya adalah Mashdar atau Dzharf atau Jarr Majruur.
Contohnya ‫= ﻴُﺘﻨﺯﱠﻩ ﻔﻲ ﺍﻟﺤﺪﺍﺋﻖ‬bertamasya di taman/kebun (Fil hadaaiqi adalah Naaibul faa’il
dari Jarr Majruur asalnya adalah ‫= ﻴَﺘﺘﻨﺯﱠﻩ ﺍﻟﻨﺎﺲُ ﻔﻲ ﺍﻟﺤﺪ ﺍﺌﻕ‬orang-orang bertamasya di taman,
dihilangkan faa’ilnya – an-naas- dan jar majruur menjadi Naibul faa’il).

Naaibul faa’il bisa terdiri dari Isim Mabni (dhamir, baik dzhahir atau mustatir, isim isyarah
dan ism maushul), contohnya ‫= ﻀُﺮﺏ ﻫﺫﺍ ﺍﻟﻮﻟﺪ‬anak in dipukul (Naib faa’ilnya adalah Haadza
–isim isyarah-), ‫= ﺍﻟﻮﻟﺪُ ﻀُﺮﺏ‬anak ini dipukul (Naib faa’lnya adalah dhamir mustatir
taqdirnya adalah Huwa kembali ke al-walad). Bisa juga terdiri dari Mashdar muawwal An
dan Fi’ilnya juga Anna dan isim serta khabarnya, misalnyaٌ‫= ُُ ﻋﺮﻒ ﺃﻨﻚَ ﻤﺠﺘﻬﺪ‬telah diketahui
bahwa kamu itu rajin (menjadi ‫) ﻋُﺮﻒَ ٳﺠﺘﻬﺎﺪُ ﻚ‬. Atau terdiri dari Mashdar ( ‫)ﻤﺼﺪَﺭ‬, Dzharf
(‫) ﻈﺮﻑ‬, dan Jarr majruur ( ‫ )ﺟﺮﻮﻤﺟﺮﻮﺮ‬bagi fi’il yang tidak mempunyai maf’ulun bih (fi’il
Laazim). Contohnya; ٌ‫( ﺃُﻗﺒﻞ ﺇﻘﺒﺎﻞٌ ﺷﺪ ﻴﺪ‬Iqbaal adalah Naibul faa’il dari mashdar).

G. KAANA dan KAWAN-KAWANNYA( ‫) ﻜﺎﻦ ﻮﺃﺧﻮﺍﺘﻬﺎ‬

Kaana dan kawan-kawannya masuk ke dalam Mubtada dan Khabar yang mana akan merubah
I’rab dan kedudukannya, Apabila mubtada dan khabar dimasuki oleh Kaana atau salah satu
kawannya maka mubtada menjadi Isim Kaana yang harus dirafa’ dan khabar menjadi khabar
kaana yang harus dinashab, dengan kata lain, Kaana dan kawan-kawannya merafa’ Isim dan
menashabkan Khabar. Misalanya mubtada khabar ٌ‫= ﻤﺤﻤﺪٌ ﻨﺎﺟﺢ‬Muhammad lulus, pada saat
kalimat tersebut dimasuki oleh kaana atau salah satu kawannya maka berubah menjadi ‫ﻜﺎﻦ‬
ً‫= ﻤﺤﻤﺪٌ ﻨﺎﺟﺤﺎ‬adalah Muhammad orang yang lulus (mubtada dirafa’ karena berubah menjadi
isim kaana dan khabar dinashab karena ia adalah khabar kaana –bukan kabar mubtada).
Adapun kawan-kawannya kaana adalah ‫=ﺃﺼﺒﺢ‬menjadi/pagi-pagi, ‫= ﺃﺿﺤﻰ‬Menjadi/Pagi-
pagi, ‫=ﻆﻞﱠ‬masih, ‫= ﺃﻤﺴﻰ‬menjadi/sore, ‫= ﺒﺎﺖ‬lewat/nginap, ‫=ﺼﺎﺮ‬menjadi, ‫=ﻟﻴﺲ‬bukan/tidak,
‫=ﻤﺎﺒﺮﺡ ﻤﺎﺰﺍﻝ‬masih, ‫= ﻤﺎﺃﻨﻔﻚ‬masih, ‫=ﻤﺎﻔﺘﺊ‬masih, ‫=ﻤﺎﺪﺍﻢ‬selama/selagi. Contohnya; ْ‫ﺃﺼﺒﺤﺕ‬
‫= ﺍﻟﺸﺠﺮﺓُ ﻤﺛﻤﺭًﺓ‬pohon menjadi/telah berbuah, ً‫= ﺃﻤﺴﺕْ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀُ ﻤﻤطﺭﺓ‬langit menjadi
mendung/hujan. ً‫= ﻟﻴﺱﺍﻟﻧﺠﺎﺡُﺴﻬﻼ‬kelulusan itu tidaklah mudah, ‫= ﻤﺎﺰﺍﻞ ﺍﻟطﻔﻞُ ﻨﺎﺋﻤًﺎ‬bayi itu
masih tidur, ‫= ﻻﺘﻌﺒﺭﺍﻟﺷﺎﺮﻉ ﻤﺎﺪﺍﻤﺖ ﺍﻹﺸﺎﺮﺓُ ﺤﻤﺭﺍﺀ‬jangan menyebrangi jalan selagi lampu
merah. Kesemua kawan kaana adalah fi’il yang kadang mempunyai arti yang sempurna
bukan sebagai kata Bantu dan tidak membuuhkan khabar, misalanya ‫ﺴﺄُﺘﺎﺒﻊ ﺃﺧﺒﺎﺭﻩ ﺃﻴﻨﻤﺎ‬
‫= ﻛﺎﻦ‬saya akan mengikuti perkembangan kabarnya dimanapun ia berada, kaana di sini berarti
berada. Begitupula dengan kawan-kawannya yang lain.

Af’aal al-muqaarabah seperti ‫ﻜﺎﺪ‬, ‫ ﻜﺮﺏ‬, ‫= ﺃﻮﺷﻚ‬hampir, dan Af’aal ar-Rajaa,


sepeti ‫ ﻋﺴﻰ‬, ‫ﺤﺮﻱ‬, ‫= ﺃﺨﻠﻮﻟﻖ‬boleh jadi/semoga, termasuk juga ke dalam kategori akhwaat
kaana.

H. INNA dan KAWAN-KAWANNYA ( ‫) ﺇﻦﱠ ﻮﺃﺧﻮﺍﺘﻬﺎ‬

Inna dan kawan-kawannya juga masuk ke dalam Mubtada dan Khabar yang mana akan
merubah I’rab dan kedudukannya. Inna dan kawan-kawannya menashab mubtada dan
dinamakan Isim Inna, sedangkan khabarnya dirafa’ dan dinamakan khabar Inna.
Contohnya; ٌ‫= ﺇﻦﱠ ﺯﻴﺪًﺍ ﻨﺎﺟﺢ‬sesungguhnya Zaid itu lulus (Zaid dinashab dengan fatha karena ia
Isim Inna sedangkan Naajihun dirafa’ karena ia khabar Inna).

Adapun kawan-kawan Inna adalah ‫= ﺃﻦﱠ‬sesungguhnya (untuk mempertegas/memperkuat)


contohnya, ‫= ﻴﺴﻌﺪُﻧﻲ ﺃﻦﱠ ﺍﻟﺼﻨﺎﻋﺔَ ﻤﺘﻘﺪﱢﻤﺔٌ ﻔﻲ ﺒﻠﺪ ِﻧﺎ‬saya gembira bahwasanya produksi di Negara
kita maju, ‫= ﻜﺄﻦﱠ‬bagaikan, contoh, ٌ‫= ﻜﺄﻦﱠ ﻣﺤﻣﺪًﺍ ﺃﺴﺪ‬Muhammad bagaikan singa, ‫= ﻟﻜﻥﱠ‬tetapi
(harus ada kalimat sebelumnya) conoh; ٌ‫= ﺍﻟﻜﺘﺎﺏُ ﺼﻐﻴﺮٌ ﻟﻜﻨﻪُ ﻤﻔﻴﺪ‬buku itu kecil tapi banyak
manfaatnya, ‫= ﻠﻌﻝﱠ‬Moga-moga/mudah-mudahan (mengharapkan sesuatu yang mungkin
terjadi),contohnya; ًُ ‫= ﻟﻌﻞﱠ ﺍﻟﺟﻮﱠ ﻤﻌﺘﺪ ﻝٌ ﻏﺪﺍ‬semoga besok cuacanya baik-baik
saja, ‫= ﻟﻴﺕ‬moga-moga (harapan yang jauh / kemungkinan kecil terjadinya), contohnya; ‫ﻟﻴﺕ‬
ٌ‫= ﺍﻟﻤﺴﺎﻔﺮ ََﻗﺎﺪﻢ‬semoga orang yang pergi itu segera datang, ‫= ﻻ‬Tiada, contoh ٌ‫= ﻻﺴﺭﻮﺭَﺪﺍﺌﻢ‬tiada
kebahagiaan yang kekal.

I. MAF’UULUN BIH (‫) ﻤﻔﻌﻮﻞٌ ﺒﻪ‬

Maf’uulun bihi (objek) adalah Isim manshub yang menunjukkan atas sesuatu atau seseorang
yang dilaksanakan oleh subjek atau Isim yang menunjukkan atas sesuatu objek.
Contohnya ‫= ﺃﻜﻝ ﺯﻴﺪ ﺍﻟﺮﺯﱠ‬Zaid makan Nasi (objeknya adalah nasi). Hukum maf’ulun bihi
selalu mansub dengan fatha, atau manshub dengan Ya jika ia jamak mudzakkar saalim.
Contohnya; ‫= ﺿﺮﺏ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪُ ﻮﻟﺪَ ﻩ‬oang tua itu memukul anaknya (walada manshub dengan
fatha), ‫= ﺗﻜﺮّﻡ ﺍﻟﺠﺎﻤﻌﺔُ ﺍﻟﻨﺎﺟﺤﻴﻥ‬universitas memberika penghargaan bagi yang lulus (naajihiina
manshub dengan Ya karena ia jamak mudzakkar saalim).

Terkadang ada beberapa kata kerja yang membutuhkan atau memiliki objek lebih dari satu,
Misalnya; ‫= ﻈﻦﱠ‬mengira, contoh; ‫= ﻇﻨﻨﺖُ ﻤﺤﻤﺪًﺍ ﻨﺎﺋﻤﺎ‬saya kira Muhammad tidur, Muhammad
adalah maf’uul pertama dan Naaiman adalah maf’uul kedua.

Maf’uulun bih terdiri dari Isim mu’rab sebagaimana pada contoh di atas, bisa juga dari Isim
mabni (Dhamir muttashil dan Munfashil, Isim isyarah, isim maushul dan lain-lain),
contoh; ‫= ﺮﺃﻴﺘﻚ‬saya telah melihatmu (Kaaf dhamir muttashil manshub karena maf’ulun bih).
Atau bisa juga terdiri dari Mashdar yang ditakwilkan dari An dan Fi’ilnya juga Anna dan
isim serta khabarnya.

Wajib mendahulukan maf’uulun bih atas faa’ilnya jika maf’ulnya adalah dhamir munfashil,
contohnya ( ‫) ﺇﻴﺎﻚ ﻨﻌﺒﺪ ﻭﺇﻴﺎﻚ ﻨﺴﺗﻌﻴﻥ‬.

J. MAF’UUL AL-MUTHLAQ (‫) ﺍﻟﻤﻔﻌﻮﻞ ﺍﻟﻤﻂﻠﻖ‬

Maf’uul Muthlaq adalah isim manshub yang berasal dari lafadz fi’il (mashdar) yang
disebutkan bersamanya dengan tujuan untuk memperkuat dan mempertegas ucapan dan
kalimat, atau mejelaskan macam dan jumlahnya. Contohnya; ‫= ﺤﻔﻆﺖُ ﺍﻟﺪﺭﺱَ ﺤﻔﻆﺎ‬saya benar-
benar telah menghafal pelajaran (hifdzan adalah maf’ul muthlaq untuk memperkuat fi’il,
manshuub dengan fatha), ِ‫= ﻴﺪﺍﻔﻊ ﺍﻟﺷﻌﺏُ ﺤﺭﱢﻴﺘﻪ ﺪﻔﺎﻉَ ﺍﻷﺑطﺎﻞ‬warga membela kebebasannya
dengan pembelaan yang patriotis (difaa’a adalah maf’uul muthlaq untuk menjelaskan
macamnya, manshuub dengan fatha), ً‫= ﺿﺮﺑﺘﻪ ﺿﺮﺑﺔً ﻮﺍﺤﺪ ﺓ‬saya memukulnya satu kali
pukulan (dharbatan maf’uulun muthlaq yang menjelaskan jumlah manshub dengan fatha).
Dari conto-contoh di atas jelaslah bahwa hukum maf’uul muthlaq adalah Manshuub.

Kadang maf’uul muthlaq tidak berasal dari fi’ilnya melainkan dari kata yan menunjukkan
padanya seperti ‫= ﻛﻝﱡ‬setiap/semua ُ‫=ﺑﻌﺽ‬sebagian, contohnya; ‫= ﺃﺤﺘﺮﻤﻪ ﻛﻝﱡ ﺍﻹﺤﺘﺮﺍﻢ‬saya
menghormatinya dengan seluruh penghormatan (kulla maf’uulun muthlaq mansub dengan
fatha, al-ihtiraami mudaaf ilayhi majrur dengan kasrah). Atau maf’uul muthlaq berasal dari
mashdar yang sinonim dengan fi’il.

K. MAF’UUL LI AJLIH( ‫) ﺍﻟﻤﻔﻌﻭﻝ ﻷﺟﻟﻪ‬


Maf’uul li ajlihi adalah isim manshub yang disebutkan setelah fi’il untuk menjelaskan
sebabnya. Contohnya ‫= ﺤﺿﺮﻋﻟﻲٌ ﺇﻜﺮﺍﻤﺎً ﻟﻤﺤﻤﺪ‬Ali datang sebagai/untuk penghormatan
terhadap Muhammad (Ikraaman adalah maf’uul li ajlihi manshub dengan fatha).

Hukum asal dari pada Maf’uulli ajlihi adalah manshub, namun boleh di jarrkan dengan huruf
Lam, akan tetapi I’rabna bukanlah maf’uul li ajlihi melainkan Jarr majruur yang berhubungan
dengan kata atau kalimat sebelumnya. Contohnya : ‫= ﺤﺿﺮﻋﻟﻲٌ ﻹﻜﺮﺍﻢِ ﻤﺤﻤﺪ‬Ali datang untuk
menghormati Muhammad. (li ikraam adalah jar majruur, bukan maf’uul li ajlihi).

L. MAF’UUL MA’AH( ‫) ﺍﻟﻤﻔﻌﻭﻝ ﻤﻌﻪ‬

Maf’uul ma’ah yaitu isim manshub yang terletak setelah huruf Wau yang berarti bersama
untk menunjukkan atas kebersamaan. Contoh; ‫= ﺇﺴﺘﻴﻗﻈﺖُ ﻭﺗﻐﺮﻴﺪَ ﺍﻟطﻴﻭﺭ‬saya bangun dari tidur
bersamaan dengan kicauan burung ( huruf Wau di sini adalah Wau al-Ma’iyyah , bukan Wau
‘athf, sedangkan taghriida adalah mafuul ma’ah manshub dengan fatha.

M. MAF’UUL FIIH (‫) ﺍﻟﻤﻔﻌﻭﻝ ﻔﻴﻪ‬

Maf’uul fiih adalah Isim manshub yang disebutkan untuk menjelaskan waktu dan tempat fi’il
atau sebagai jawaban terhadap pertanyaan kapan (‫ ) ﻤﺘﻰ‬dan dimana ( ‫ )ﺃﻴﻥ‬selesainya
pekerjaan. Maf’uulun fiih disebut juga dengan Dharf zaman (keerangan waktu) apabila ia
menunjukkan atas waktu terjadinya fi’il, begitupula disebut Dhrf makaan (keterangan tempat)
apabila menunjukkan atas tempat terjadinya pekerjaan. Contohnya; ُ‫ﺴﺎﻔﺭﺖْ ﺍﻟﻂﺎﺌﺭﺓ‬
ً‫= ﻟﻴﻼ‬semalam pesawat telah berangkat (Lailan adalah dharf zaman manshuub dengan
fatha). ِ‫= ﻮﻗﻑ ﺍﻠﻂﺎﻟﺏ ُﺃﻤﺎﻢَ ﺍﻟﻔﺼﻝ‬siswa itu berdiri di depan kelas (amaama dharf makaan
manshuub dengan fatha).

N. HAAL ( ‫) ﺤﺎﻝ‬

Haal (keadaan) adalah Isim nakirah Manshub yang menjelaskan bagian faa’il dan maf’uul
pada saat terjadinya pekerjaan, atau Hal adalah jawaban atas pertanyaan bagaiman ( ‫) ﻛﻴﻒ‬
terjadinya fi’il. Faa’il atau maf’uulun bih nya disebut dengan Shahibul haal yang harus selalu
Ma’rifat. Contohnya; ‫=ﺷﺮﺒﺖ ُﻘﺎﺌﻤﺎ‬saya minum dalam keadaan berdiri (Qaaiman adalah Haal
manshuub yang menjelaskan keadaan faa’ilnya yaitu saya). ‫= ﺸﺮﺑﺖ ﺍﻟﻤﺎﺀَ ﺼﺎﻔﻴﺎ‬saya meminum
air yang bersih/jernih (Shaafiyan adalah Haal yang mansuub karena ia menjelaskan keadaan
dari Maf’ulun bihnya yaitu air). ً‫=ﻋﺎﺪﺖْ ﺍﻟﻂﺎﺌﺮﺓُ ﺴﺎﻠﻤﺔ‬pesawat itu telah kembal dengan
selamat.
O. MUSTATSNA ( ‫) ﺍﻟﻤﺴﺘﺜﻨﻰ‬

Mustatsna (pengecualian) adalah Isim manshuub yang terletak setelah salah satu dari huruf
Istitsnaa. Contohnya; ‫= ﺤﺿﺮﺍﻟﻂﻼﺏ ﺇﻻﱠ ﺯﻴﺪﺍ‬telah datang semua siswa kecuali Zaid (Zaid
adalah Mustatsna – pengecualian – manshuub dengan fatha). Dan isim yang terletak sebelum
huruf istitsnaa dinamakan Mustatsna minhu (‫) ﻤﺴﺗﺛﻧﻰ ﻤﻨﻪ‬.

Huruf-huruf istitsnaa adalah ‫ﺇﻻﱠ‬, ‫ ﻏﻴﺭ‬, ‫ﺴﻭﻯ‬, ‫ﺧﻼ‬, ‫ ﺤﺎﺸﺎ‬, dan ‫ ﻋﺪﺍ‬. Jika Mustatsna dengan
menggunakan Illa maka Wajib menashab Mustatsnaa jika kalimat itu positif (tidak negatif)
dan disebutkan mustatsna minhunya. Contohnya; ‫=ﺤﻀﺮﺍﻟﺭﺠﺎﻞ ﺇﻻ ﱠﺯﻴﺩﺍ‬telah datang banyak
laki-laki kecuali Zaid (Zaid adalah mustatsnaa dengan Illa manshuub dengan fatha). Jika
kalimatnya negative maka boleh dinashab mustatsnaa ataupun boleh di I’rab mengikuti
mustatsnaa minhu sebagai badal (pengganti). Contohnya; ‫= ﻤﺎ ﻗﺎﻡ ﺃﺤﺪ ﺇﻻﱠ ﺯﻴﺪ ﺍ‬Tidak ada
seorangpun yang berdiri kecuali Zaid. Atau ٌ‫= ﻤﺎ ﻘﺎﻡ ﺃﺤﺩ ﺇﻻﱠ ﺯﻴﺪ‬Tidak ada seorangpun yang
berdiri kecuali zaid (dengan merafa’ Zaid).

Jika Mustatsnaa dengan menggunakan ( ‫ ) ﻏﻴﺭ‬dan ( ‫ ) ﺴﻮﻯ‬maka isim yang berada setelahnya
selalu Majruur karena mudhaaf ilaihi, namun secara lafadz hukumnya sama dengan
Mustatsnaa yang menggunakan Illa dalam I’rab. Contohnya; ٍ‫=ﻗﺎﻢَ ﺍﻟﺮﺟﺎﻞَُ ﻏﻴﺮ ﺯﻴﺪ‬para lelaki
berdiri kecuali zaid (Ghaira mustatsnaa manshuub dengan fatha, Zaidin mudhaf ilaihi majruur
dengan kasrah). ٍ‫= ﻤﺎ ﻗﺎﻢ ﻏﻴﺮُ ﺯﻴﺪ‬Tidak ada yang berdiri kecuali Zaid (Ghairu adalah faa’il
marfuu’ dengan dhamma sedangkan Zaidin adalah mudhaf ilaihi majrur dengan kasrah).

Jika mustatsaa dengan menggunakan ‫ﺧﻼ‬, ‫ ﻋﺪ ﺍ‬, dan ‫ﺤﺎ ﺷﺎ‬, maka Ia Manshuub karena
maf’ulun bih dan ketiganya menunjukkan atas fi’il maadhi. Contoh; ‫ﻋﺎﺪ ﺖ ﺍﻟﻂﺎﺌﺭﺍﺖ ﻋﺪ ﺍ‬
ً‫= ﻂﺎﺌﺮﺓ‬pesawat-pesawat itu telah kembali kecuali satu pesawat (‘Adaa fi’il maadhi mabni
dengan sukun dan faa’ilnya dhamir tersembunyi, sedangkan thaairatan adalah maf’uulun bih
manshub dengan fatha). Atau Ia majrur karena ketiga huruf tersebut pun termasuk huruf jarr.

P. Al-AF’AAL AL-KHAMSAH ( ‫)ﺍﻷﻔﻌﺎﻞ ﺍﻟﺨﻤﺴﺔ‬

Af’aalul khamsah adalah setiap fi’il mudhaari’ yang bersambungan dengan Alif al-itsnain
( ‫ )ﺃﻟﻒ ﺍﻷﺜﻨﻴﻦ‬untuk menunjukkan bentuk mutsanna (dua), atau Wawul Jamaa’ah (‫) ﻮﺍﻮﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ‬
untuk menunjukkan bentuk jamak dan Ya Al-Mukhaathab (‫ ) ﻴﺎﺀﺍﻟﻤﺨﺎﻂﺑﺔ‬yang menunjukkan
pada ( ِ‫ )ﺃَﻨْﺖ‬kamu perempuan. Kelima fi’il mudhaari’ tersebut adalah: Yaf’alaani (‫) ﻴﻔﻌﻼﻥ‬,
Taf’alaani (‫) ﺘﻔﻌﻼﻥ‬, Yaf’aluuna (‫) ﻴﻔﻌﻟﻮﻦ‬, Taf’aluuna (‫ ) ﺗﻔﻌﻟﻭﻦ‬dan Taf’aliina (‫) ﺘﻔﻌﻠﻴﻦ‬. Kelima
fi’il mudhaari’ ini apabila Marfu’ maka dengan menyebutkan huruf Nunnya (‫) ﺒﺛﺑﻮﺖ ﺍﻟﻨﻮﻥ‬
dan apabila Manshub atau Majzuum dengan menghilangkan huruf Nunnya ( ‫)ﺒﺤﺬﻒ ﺍﻟﻨﻭﻥ‬.
Contohnya; (‫= ﻫﻢ ﻴﻜﺘﺑﻭﻦ‬mereka akan menulis) marfu’ dengan menyebutkan huruf Nunnya,
( ‫= ﻴﺮﻴﺪﻭﻦ ﺃﻦ ﻴﻜﺘﺑﻮﺍ‬mereka mau menulis) kata Yaktubuu manshub dengan menghilangkan
huruf Nunnya.

Q. TAMYIIZ ( ‫) ﺍﻟﺘﻤﻴﻳﺯ‬

Tamyiz adalah Isim nakirah manshub yang disebutkan untuk menjelaskan maksud dari kata
sebelumnya yang belum jelas, dengan kata lain, tamyiz adalah setiap isim nakirah yang
mengandung arti ‫( ﻤﻥ‬dari) unuk menjelaskan kata yang ada sebelumnya. Contohnya; ُ‫ﺇﺸﺗﺭﻴﺖ‬
ً‫=ﻗﻨطﺎﺮًﺍ ﻘﻤﺤﺎ‬saya telah membeli sekuintal gandum. Jika hanya menyebutkan saja, maka
orang yang mendengar atau lawan berbicara akan bertanya-tanya dan belum memahami,
apakah itu sekuintal kacang atau kapas dan lainnya, karena kata sekuintal masih belum jelas,
sehingga pada saat menyebutkan Qamh (gandum) berarti telah menjelaskan maksud. Kata
Qinthaar pada contoh di atas dinamakan ‫( ﻤﻤﻴﱢﺯ‬mumayyiz) dan kata Qamh
dinamakan ‫( ﺘﻤﻴﻴﺯ‬tamyiiz).

Mumayyiz itu terbagi menjadi dua, pertama; Mumayyiz Malfuudzh ( ‫ ) ﻤﻤﻴﺯﻤﻟﻔﻮﻇ‬yaitu yang
disebutkan dalam kalimat, seperti Isim Wazan ( ‫= ﻭﺯﻥ‬timbangan), Contohnya; ‫ﺇﺸﺘﺭﻴﺖ ﺪﺮﻫﻤﺎ‬
‫=ﺫﻫﺑﺎ‬saya telah membeli 2,171 gram emas. Isim Kayl ( ‫= ﻜﻴﻝ‬takaran), contoh; ‫ﺑﺎﻉ ﺍﻟﻔﻼﺡ ﺃﺭﺪﺒﺎ‬
‫= ﻘﻤﺤﺎ‬petani itu menjual satu ton gandum). Isim masaahah ( ‫=ﻤﺴﺎﺤﺔ‬ukuran luas),
contoh; ‫ﺸﻌﻴﺮﺓ‬ ‫= ﺯﺮﻋﺖ ﻔﺪﺍﻨﺎ‬saya menanam sehektar gandum. Isim ‘Adad
( ‫= ﻋﺪﺪ‬angka/jumlah), contoh; ‫= ﻴﺘﺭﻜﺏ ﺍﻟﻴﻭﻡ ﻤﻥ ﺃﺮﺑﻊ ﻭﻋﺷﺮﻴﻥ ﺴﺎﻋﺔ‬satu hari terdiri dari 24
jam. Kedua; Mumayyiz Malhuudzh ( ‫ ) ﻤﻤﻴﺯﻤﻟﺤﻮﻇ‬yaitu yang tidak disebutkan mumayyiz
dan tamyiznya terambil dari mubtada atau faa’il dan maf’uuln bih. Contohnya; ‫ﺍﻠﻤﺪﺭﱢﺲُ ﺃﻜﺛﺮﻤﻥ‬
ً‫= ﺍﻟطﺎﻟﺏِ ﺨﺑﺮﺓ‬pengalaman guru lebih banyak dari siswa (khibratan adalah tamyiiz manshuub
dengan fatha), asal kalimat di atas adalah ِ‫( ﺨﺑﺮﺓُ ﺍﻟﻤﺪﺮﱢﺱ ِﺃﻜﺛﺮ ﻤﻥ ﺨﺑﺮﺓِ ﺍﻟﻂﺎﻟﺏ‬tamyiznya
adalah peruahan dari mubtada).

Jika tamyiznya Malhuudzh maka hukum I’rabnya selalu manshuub sebagaimana pada contoh
di atas. Jika tamyiznya Malfuudzh maka ia selalu manshuub jika mumayyiznya adalah Isim
Wazan, Kayl dan Masahah, seperti pada contoh di atas, dan tamyiiz Malfuudzh boleh
dijarrkan sebagai mudhaf ilaihi atau majrur dengan menambahkan huruf ‫( ﻤﻥ‬min).
contohnya; ‫= ﺇﺷﺘﺭﺖُ ﺠﺮﺍﻤﺎً ﺫﻫﺑﺎ‬saya telah membeli satu gram emas, boleh di-idhafkan
menjadi ٍ‫(ﺇﺷﺘﺭﻴﺖُ ﺠﺮﺍﻤﺎ ﺫﻫﺐ‬dzahabin majrur dengan kasrah karena mudhaf ilaihi)
dan ٍ‫(ﺇﺷﺘﺭﻴﺖُ ﺠﺮﺍﻤﺎ ﻤﻥ ﺫﻫﺐ‬majrur leh huruf jar yaitu min).

Jika tamyiznya adalah ‘Adad atau isim nakirah yang terletak setelah angka, maka ia haruslah
jamak dan selalu majrur (dikasrahkan) apabila tamyiznya terletak setelah angka 3 (tiga)
hingga 10 (sepuluh), contohnya; ٍ‫= ﺭﺃﻴﺖ ُﺃﺮﺒﻌﺔَ ﺮﺠﺎﻞ‬saya telah melihat empat orang lelaki
(kata Rijaalin (laki-laki) adalah jamak, ia adalah Tamyiz majruur dengan kasrah). Apabila
tamyiznya terletak setelah angka 11 (sebelas) hingga 99 (sembilan puluh sembilan) maka ia
haruslah Mufrad (tunggal) dan harus Manshuub, contohnya; ً‫= ﻔﻲ ﺍﻠﻔﺼﻞ ِﺜﻼﺜﺔُ ﻮﺜﻼ ﺜﻭﻦ طﺎﻟﺒﺎ‬di
dalam kelas ada 33 siswa (thaaliban adalah mufrad, ia dinashabkan karena tamyiiz). Apabila
Tamyiznya terletak setelah angka 100 (seratus) hingga 1000 (seribu) dan seterusnya, maka
tamyiznya adalah Mufrad (tunggal) dan harus selalu Majruur, contohnya; ‫ﺤﺿﺮﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ‬
ٍ‫= ﺷﺎﺐ‬telah datang 400 pemuda (Syaabin – pemuda – mufrad majruur dengan kasrah karena
ia Tamyiiz).

R. YANG MENGIKUTI HUKUM I’RAB KATA SEBELUMNYA (‫) ﺘﺎﺒﻊ‬

Tabi’ jamknya adalah Tawaabi’ yaitu kata-kata yang mengikuti hukum I’rab kata yang ada
sebelumnya, yang mana bisa saja kata tersebut Marfu’ atau Manshub dan Majruur karena
mengikuti I’rab kata sebelumnya.

Tawaabi’ itu terbagi menjadi empat, yaitu : An-Na’tu ( ‫)ﺍﻟﻨﻌﺖ‬, Al-‘Athfu ( ‫)ﺍﻟﻌﻂﻒ‬, At-
Tawkiid (‫ ) ﺍﻠﺘﻭﻜﻴﺪ‬dan Al-Badal (‫) ﺍﻟﺑﺪ ﻝ‬.

An-Na’t (‫ )ﺍﻟﻨﻌﺖ‬yaitu kata yang menunjukkan atas sifat terhadap kata yang berada
sebelumnya, Contohnya; Telah datang seorang lelaki yang mulia= ُ‫ ﺠﺎﺀَ ﺍﻠﺮﺟﻞُ ﺍﻟﻜﺮﻴﻢ‬, kata
alkariimu adalah na’at (sifat) kepada lelaki (rajul) yang marfuu’ dengan dhamma sehingga
kata al-kariimu dibaca rafa’ karena mengikutinya.

Al-Athf (‫ )ﺍﻟﻌﻂﻒ‬Yaitu kata yang mengikuti kata sebelumnya dan diperantarai oleh salah satu
dari huruf ‘Athf : ‫ ﺍﻟﻮﺍﻮ‬, ‫ ﺍﻟﻔﺎﺀ‬, ‫ ﺛﻢﱠ‬, ‫ ﺃﻭ‬, ‫ ﺃﻢ‬, ‫ ﻻ‬, ‫ ﻟﻜﻥ‬, ‫ﺑﻞ‬, ‫ ﺤﺘﻰ‬. Contohnya; ٌ‫ﺠﺎﺀ ﻤﺤﻤﺪٌ ﻮﺤﺴﻦ‬
‫= ﻭﺨﺎﻠﺩ‬Telah datang Muhammad dan hasan dan khalid. Hasan dan Khalid dibaca rafa’ karena
mengikuti I’rab kata sebelumnya.

At-Tawkiid (‫ ) ﺍﻠﺘﻭﻜﻴﺪ‬yaitu isim yang disebutkan untuk memperkuat dan menegaskan serta
menghilangkan keraguan yang ada pada pendengar terhadap kata yang berada sebelumnya,
contohnya; ‫= ﺟﺎﺀ ﺍﻠﻮﻟﺪُ ﻧﻔﺴُﻪ‬anak itu telah datang sendiri. Kata Nafsuhu adalah tawkiid bahwa
anak itu benar-benar datang sendirian/dia sendiri yang datang, dengan maksud memperkuat
kata yang ada sebelumnya yaitu al-walad dimana ia marfu’ sehingga tawkiid yang mengikuti
pun marfu’. Tawkiid terbagi dua: yaitu Tawkiid Lafdzhi (‫ ) ﻠﻔﻆﻲ‬dan Tawkiid Ma’nawii
( ‫ )ﻤﻌﻧﻭﻱ‬Tawkiid Lafdzhi yaitu dengan mengulangi lafadzh kata yang dipertegas,
contohnya; ‫= ﺠﺎﺀ ﺍﻟﻮﺯﻴﺭﺍﻠﻭﺯﻴﺭ‬Sungguh telah datang Menteri, dengan mengulangi lafadzh
Waziir. Sedangkan Tawkiid Ma’nawii yaitu dengan menggunakan kata-kata sebagai
berikut: ‫ ﻨﻔﺲ‬, ‫ ﻋﻴﻥ‬, ‫ ﺠﻤﻴﻊ‬, ‫ ﻋﺎﻤﺔ‬, ‫ ﻜﻝﱡ‬, ‫ ﻜﻼ‬dan ‫ ﻜﻟﺗﺎ‬untuk Mutsanna. Kata-kata tersebut
senantiasa disandangkan dengan dhamir yang sesuai dengan yang ditawkidka.
Contohnya; ‫= ﺤﻀﺮﺖ ﻔﺎﻂﻤﺔ ﻋﻴﻨﻬﺎ‬-Fatimah telah datang sendiri, ‫= ﺠﺎﺀ ﺍﻠﻂﻼﺐ ﻜﻟﱡﻬﻢ‬Telah
datang semua mahasiswa.

Al-Badal (‫ ) ﺍﻟﺑﺪﻝ‬yaitu kata yang menunjukkan atas kata sebelumnya atau kata yang
menunjukkan atas sebagian dari kata yang ada sebelumnya. Contohnya; ُ‫ﻜﺮﱠﻢَ ﺍﻟﺧﻟﻴﻔﺔُ ﻫﺎﺮﻭﻦ‬
‫= ﺍﻟﺮﺸﻴﺩُ ﺍﻟﻌﻟﻤﺎﺀ‬khalifah Harun ar-rasyiid telah memuliakan para ulama. Kata Harun ar-
rasyiidu adalah pengganti dari kata al-khaliifatu dimana ia marfu’ sehingga badalnya pun
marfu’.

MUBTADA (‫ )المبتدأ‬DAN KHABAR (‫)خبر‬


DECEMBER 15, 2005 SAIDNAZULFIQAR 4 COMMENTS

Mubtada (‫ )المبتدأ‬dan Khabar (‫)خبر‬


Fikar

Sebelum berbicara mengenai Mubtada dan Khabar, sepatutnya untuk diketahui terlebih
dahulu bahwa kalimat (‫ )الجملة‬baik kalimat sempurna maupun tidak, dalam bahasa arab
terbagi menjadi dua, yaitu Jumlah ismiyah (‫ )االسمية الجملة‬adalah kalimat yang didahului
oleh isim dan setiap isim yang berada di awal kalimat tersebut dinamakan mubtada dan
bagian yang melengkapinya dinamakan Khabar yang mana hukumnya dalam I’rab harus
mengikuti kepada mubtada. Dan Jumlah Fi’liyah (‫ )جملة فعليه‬yaitu kalimat yang didahului
oleh fi’il.

Dengan mengetahui pembagian jumlah tersebut akan mempermudah dalam memahami akan
mubtada dan khabar, dan dalam kesempatan kali ini kita akan membahas secara garis besar
tentang mubtada dan khabar yang sekiranya akan semakin membantu dalam mempelajari
bahasa Arab, adapun pembahasan secara terperinci akan dibahas pada kesempatan berikutnya
bila tidak ada halangan ataupun bisa kembali melihat pada buku-buku yang menerangkannya
lebih mendetail, seperti Syarah Alfiya Ibnu Malik baik yang disyarah oleh Ibnu ‘Agil atau
Ibnu Hisyam dan Asymuni.
Mubtada (‫)المبتدأ‬

Mubtada adalah setiap isim yang dimulai pada awal kalimat baik didahului oleh nafyu
maupun istifham, contoh (‫= مبتسم محمد‬Muhammad tersenyum), contoh didahului oleh
nafyu (‫= الضيف قادم ما‬tamu itu tidak datang) dan contoh isim yang didahului oleh kata Tanya
(‫= عليُّ ناجح أ‬apakah yang lulus adalah Ali). Dan hukum isim yang dimulai pada awal
kalimat tersebut (‫ )المبتدأ‬adalah Marfu’ (dibaca akhir katanya dengan harakah dhamma),
kecuali apabila isim tersebut didahului oleh huruf Jarr tambahan atau yang menyerupainya
maka hukumnya secara Lafadznya adalah Majrur namun kedudukannya dalam kalimat
tetaplah Marfu’. Contohnya firman Allah SWT : ‫ هللا إال إله من وما‬kata Ilah pada ayat tersebut
secara lafadznya adalah majrur namun kedudukannya tetaplah Rafa’. Dan Mubtada terbagi
menjadi dua, yaitu Mubtada Sharih (‫ )صريح مبتدأ‬yang mencakup semua isim dhahir seperti
pada contoh di atas, dan juga terdiri dari Dhamir, contohnya (‫= مجتهد هو‬dia bersungguh-
sungguh) atau (‫= مخلص أنت‬kamu ikhlas), yang Kedua adalah Mubtada Muawwal (‫ )مؤول‬dari
An (‫ )أن‬dan fi’ilnya, contohnya firman Allah SWT (‫ )لكم خير تصوموا وأن‬dan (‫أرهب تتحدوا أن‬
‫ )لعدوكم‬mubtada pada contoh ini adalah An dan Fi’ilnya dita’wilkan menjadi isim mashdar
sebagai mubtada, atau dengan kata lain An dan fi’ilnya dijadikan mashdar sebagai mubtada
sehingga An Tashumu menjadi Shiyamukum dan An Tattahidu menjadi itthidadukum karena
mashdar dari kata Shama-Yashumu=berpuasa adalah Shiyam dan Ittahada-yattahidu=bersatu
mashdarnya adalah ittihad,(‫)لكم خير وصيامكم= تصوموا وأن‬, (‫أرهب اتحادكم= تتحدوا أن‬
‫)لعدوكم‬. Mubtada boleh terdiri dari banyak kata sedangkan khabarnya hanyalah satu,
contohnya (‫)ابنه يشفى أن تحقيقها أمنيته والده صديقك‬.

Macam-macam Mubtada

Apabila dilihat dari Khabarnya maka Mubtada terbagi menjadi dua, yaitu Mubtada yang
mempunyai khabar, contohnya (‫ )مبتسم محمد‬dan Mubtada yang tidak memiliki Khabar,
akan tetapi mempunyai isim marfu’yang menempati posisi dari pada khabar, contohnya (‫أنائم‬
‫= الطفل‬apakah bayi telah tidur) Naim adalah mubtada sedangkan Thifl adalah Fa’il yang
menempati posisi khabar, contoh lain (‫= البخل محمود ما‬tidaklah terpuji orang kikir),
mahmud=terpuji adalah mubtada dan bukhli adalah Naib Fa’il yang menempati tempatnya
khabar. Mubtada yang memiliki khabar haruslah terdiri dari isim sharih atau dhahir ataupun
yang telah dita’wilkan menjadi mashdar yang sharih, sedangkan mubtada yang tidak
memiliki khabar tidak boleh menta’wilkannya dan penggunaanya haruslah selalu disertai
dengan Nafyu atau istifham.

Adapun Isim marfu’yang terletak setelah mubtada yang tidak memiliki khabar yang dibarengi
oleh Nafyu atau istifham maka kedudukannya dalam I’rab kalimat adalah sebagai berikut:

1. Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan setelahnya adalah isim yang tunggal
contohnya (‫ )الرجل مسافر أ‬atau (‫ )الكسول محبوب ما‬maka I’rabnya ada dua kemungkinan,
Pertama: sifat yang pertama setelah istifham (musafir) adalah mubtada dan setelahnya adalah
Fa’il karena letaknya setelah Isim Fa’il, atau Naib Fa’il apabila terletak setelah isim maf’ul,
keduanya marfu’menempati kedudukan khabar. Kedua: Sifat yang pertama (musafir) adalah
khabar yang didahulukan (khabar muqaddam) sedangkan kata (rajul) adalah mubtada yang
diakhirkan (mubtada muakkhar).

2. Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal kemudian setelahnya adalah
Mutsanna (yang menunjukkan bentuk dua) atau Jamak, maka sifat yang pertama adalah
mubtada dan isim setelahnya tersebut adalah Fa’il atau naib fa’il yang menempati posisi
khabar, contoh (‫ )الطالبان مهمل ما‬dan (‫ )المقصرون محبوب ما‬kata Muhmil adalah mubtada
sedangkan thalibani adalah Fa’il karena terletak setelah isim Fa’il, dan kata Mahbub adalah
mubtada sedangkan Muqshirun adalah Naíb Fa’il karena terletak setelah Isim Maf’ul.

3. Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau Jamak dan setelahnya adalah
mutsanna atau jamak maka isim yang pertama adalah khabar yang didahulukan (khabar
muqaddam) dan isim yang setelahnya adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar),
contohnya (‫ )الضيفان مسافران أ‬dan (‫)المجتهدون مقصرون ما‬, kata musafirani dan muqshirun
adalah khabar muqaddam sedangkan dhaifani dan mujtahidun adalah Mubtada muakkhar.
Asal dari Mubtada adalah Ma’rifah atau mubtada haruslah isim yang ma’rifah sebagaimana
pada contoh-contoh di atas, kecuali apabila didahului oleh nafyu atau istifham maka boleh
mubtada itu nakirah dengan catatan kenakirahannya tidaklah mengurangi dan mempengaruhi
makna yang dapat diperincikan sebagai berikut:

a. Nakirah tersebut menunjukkan kekhususan baik dengan menyebutkan sifat atau tidak,
ataupun nakirah tersebut secara lafadznya bersandar pada ma’rifat, contohnya (‫)عندنا رجيل‬
dan contoh yang idhaf (‫)العباد على هللا كتبهن صلوات خمس‬.

b. Nakirah yang menunjukkan pada sesuatu yang umum, baik mubtadanya adalah bentuk
yang umum, contohnya (‫)معه أقم يقم من‬, kata man di sini adalah bentuk nakirah yang
umum. Maupun mubtada yang nakirah tersebut terletak dalam kalimat yang didahului oleh
nafyu atau istifham, contohnya (‫ )الدار في رجل ما‬dan (‫)قادم أحد هل‬.

c. Mubtada yang nakirah haruslah didahului oleh kalimat yang terdiri dari jar majrurr atau
dharf, contohnya (‫)زائرون المدرسة في‬, mubtada di sini adalah nakirah karena di dahului oleh
jar majrur, dan (‫)أشجار البئر حول‬, kata asyjar adalah nakirah karena didahului oleh dzharf.
d. Nakirah harus Athaf (mengikuti) pada ma’rifah atau diikutkan pada ma’rifah, contohnya
(‫ )عندنا ورجل محمد‬kata rajul di sini nakirah karena ikut pada Muhammad. dan (‫ويوسف رجل‬
‫ )المنزل في‬kata rajul diikutkan pada yusuf.

e. Mubtada yang nakirah merupakan jawaban atas pertanyaan, contohnya, ada yang bertanya
(‫ )عندك من‬maka jawabannya (‫ )صديق‬dengan menggunakan nakirah, takdirnya adalah
(‫)عندي صديق‬.

f. Terletak setelah Laula (‫)لوال‬, contoh (‫)أخوك لهلك رجل لوال‬.

g. Jika khabarnya adalah sesuatu yang aneh yang keluar dari kebiasaan, contohnya (‫شجرة‬
‫= سجدت‬pohon bersujud).

Apabila kita melihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat perbedaan kedudukan mubtada
yang kadang didahulukan (mubtada muqaddam) dan kadang diakhirkan (mubtada muakkhar),
kesemuanya itu mempunyai aturan yang wajib didahulukan maupun boleh didahulukan.

Wajib mendahulukan Mubtada

Mubtada itu wajib didahulukan apabila:

1. Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di dalam kalimat, seperti isim
syarat, atau istifham atau Ma yang menunjukkan ketakjuban, contohnya (‫ينم الشعر يقرأ من‬
‫= اللغوية ثروته‬barangsiapa yang membaca syair maka akan bertambah kekayaannya dengan
bahasa), kata Man di sini adalah mubtada yang harus di dahulukan karena posisinya dalam
kalimat sebagai pembukaan dan pendahuluan, contoh lain (‫= غدا مسافر من‬siapakah yang
akan bepergian besok), kata man di sini adalah kata Tanya yang harus selalu didahulukan dan
ia adalah mubtada, contoh lain (‫= الربيع أجمل ما‬alangkah indahnya musim semi) Kata Ma
disini adalah Ma takjub yang mana harus dan wajib didahulukan.
2. Mubtada yang menyerupai isim syarat, contohnya (‫= جائزة فله يفوزُّ الذي‬yang menang
maka baginya piala), kata allazi dalam kalimat ini menyerupai isim syarat.

3. Isim tersebut haruslah disandarkan kepada isim yang menempati posisi dan kedudukan
kata pendahuluan, contohnya (‫ )أعجبك من عمل‬kata ‘amal disandarkan pada Man yang
kedudukannya sebagai pendahuluan.

4. Apabila khabarnya adalah jumlah fi’liyah dan fa’ilnya adalah dhamir yang tersembunyi
yang kembali kepada mubtada, contohnya (‫= الكرة يلعب محمد‬Muhammad bermain bola)
kata yal’ab adalah khabar jumlah fi’liyah dan fa’ilnya dhamir tersembunyi kembali ke
Muhammad.

5. Isim tersebut haruslah disertai dengan huruf Lam untuk memulai atau Lam tauwkid,
contoh (‫ )يتقون للذين خير اآلخرة وللدار‬kata addar dimasuki oleh lam ibtida, dan (‫هللا ولذكر‬
‫ )أكبر‬dimasuki lam tawkid.

6. Mubtada dan khabarnya adalah Ma’rifat atau kedua-duanya nakirah dan tidak adanya kata
yang menjelaskannya, contohnya (‫ )محمد أبوك‬jika ingin memberitahukan tentang bapaknya
maka wajib didahulukannya, dan (‫ )أبوك محمد‬jika ingin memberitahukan tentang
Muhammad.

7. Mubtada teringkas khabarnya oleh Illa atau Innama, contohnya (‫ )فضيلة إال الصدق ما‬dan
(‫)مهذب أنت إنما‬.

Selain dari tujuh masalah di atas, maka boleh mendahulukan atau mengakhirkan mubtada.

Wajib menghilangkan Mubtada

Mubtada wajib dihilangkan dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Apabila mubtada ikut kepada Sifat yang marfu’ dengan tujuan memuji atau menghina atau
sebagai rasa iba dan saying, contohnya (‫ )الكريمُّ بزيدُّ مررت‬mubtadanya dihilangkan karena
disifati oleh sifat yang rafa’, asalnya adalah (‫)الكريم هو‬. Contoh lain (‫الخبيث اللئيم عن ابتعد‬
=jauhilah dari orang jahat yang jelek sifatnya), asalnya adalah (‫ )الخبيث هو‬mubtada nya
wajib dihilangkan karena disifati oleh sifat yang marfu”.

2. Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah, contohnya (‫ )الصدق ألقولن ذمتي في‬asalnya
adalah (‫ )عهد ذمتي في‬dengan menghilangkan mubtadanya yaitu ‘ahd.

3. Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fi’ilnya, contohnya (‫ )جميل صبر‬asalnya
adalah (‫ )جمل صبر صبري‬maka wajib menghilangkan mubtadanya.

4. Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah kata Ni’ma (‫ )نعم‬dan Bi’sa
(‫ )بئس‬dan terletak diakhir, contohnya (‫= محمد الطالب نعم‬alangkah baiknya pelajar yaitu
Muhammad) dan (‫= الكسول الطالب بئس‬alangkah buruknya pelajar yang pemalas),
muhammad dan kusul pada contoh di atas adalah khabar dari mubtada yang dihilangkan,
asalny adalah (‫ )محمد هو‬dan (‫)الكسول هو‬.

Selain dari empat masalah ini, mubtada juga kebanyakan dihilangkan jika terletak setelah
kata qaul (berkata), contohnya (‫ )طاعة ويقولون‬mubtadanya dihilangkan, asalnya adalah (‫أمرنا‬
‫)طاعة‬, contoh lain, (‫ )أحالم أضغات قالوا‬dan (‫ )عقيم عجوز وقالت‬asalnya adalah (‫)أضغات هي‬
dan (‫)عجوز أنا‬. Atau mubtadanya terletak setelah Fa sebagai jawban dari syarat, contohnya
(‫ )فإخوانكم يخالطوهم وإن‬asalnya adalah (‫)إخوانكم فهم‬.

Boleh menghilangkan Mubtada

Mubtada boleh dihilangkan dan dihapus sebagai jawaban atas pertanyaan orang yang
bertanya (‫?)محمد كيف‬, dan jawabnya (‫ )بخير‬aslinya adalah (‫)بخير هو‬, atau Mubtada itu boleh
dihilangkan apabila ada kalimat atau kata yang menunjukkan tentangnya, contohnya firman
Allah SWT (‫ )فعليها أساء ومن فلنفسه صالحا عمل من‬kata Falinafsihi kedudukannya rafa’
khabar dan dhamir Ha majrur bil idhafah sedangkan mubtadanya mahzuf (dihilangkan)
begitu juga pada wa man asaa fa’alaiha, asalnya adalah (‫ )لنفسه فعمله صالحا عمل من‬dan
(‫)عليها فإساءته أساء ومن‬.

Dan boleh juga menghilangkan Mubtada dan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan
kepadanya, contohnya (‫ جوائز لهم اإللقاء مسابقة في فازوا الذين‬، ‫ )أيضا ساهموا والذين‬yang
dihapus dari kalimat tersebut adalah mubtada dan khabarnya yaitu (‫ )جوائز لهم‬aslinya
haruslah (‫ )جوائز لهم أيضا ساهموا والذين‬dihapus karena telah dijelaskan pada kalimat
sebelumnya.
Khabar (‫)الخبر‬

Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai Jumlah Ismiah (‫ )االسمية الجملة‬yang terdiri
dari dua bagian yang memberikan petunjuk serta pemahaman kepada pendengar agar
diterima. Para pakar Nahwu menyebut bagian pertama dari jumlah ismiah ini dengan
Mubtada karena ia adalah bagian yang dimulai dalam pembicaraan, sedangkan bagian
keduanya dinamakan Khabar karena ia memberitahukan keadaan yang ada pada mubtada,
dan bisa saja terdiri dari segala bentuk sifat baik ia isim fa’il, atau maf’ul ataupun tafdhil,
contohnya, (‫ )فاضل محمد‬dan (‫)محبوب علي‬.

Hukum Khabar

Para ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah sebagai berikut:

1. Wajib merafa’ (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab khabar itu marfu’adalah
mubtada , contohnya (‫ )كريم أنت‬Karim adalah khabar marfu’disebabkan oleh mubtada.
Contoh lain (‫ )خير والصلح‬Khair khabar mubtada marfu’.

2. Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya (‫ )فاضل محمد‬fadhil adalah nakirah dan
ia khabar mubtada.
3. Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari segi tunggalnya atau tasniyah
(bentuk duanya) ataupun jamak, contoh (‫)متفوق الطالب‬, (‫)متفوقان الطالبان‬, dan (‫الطالب‬
‫)متفوقون‬.

4. Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan kepadanya, dan
masalah ini nanti akan dibahas pada pembahasannya.

5. Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan dibahas nanti pada pembahasannya.

6. Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya hanya satu, contohnya (‫محمد‬
‫ )فطن ذكي‬zakiyun dan fithn adalah khabar mubtada, contoh lain (‫)كاتب خطيب شاعر أحمد‬.

7. Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan pembahasan ini pun akan di
bahas pada pembahasannya.

Macam-macam Khabar

Khabar terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Khabar Mufrad (‫ )المفرد‬yaitu khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang menyerupai
kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada tunggal atau mutsanna
(bentuk dua) ataupun jamak, dan harus disesuaikan dengan Mubtada dalam pentazkiran
(berbentuk muzakkarf=lk) atau ta’nis juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak.
Contoh (‫= منير القمر‬bulan bersinar), (‫= مؤدبة الطالبة‬pelajar pr itu sopan).

2. Khabar Jumlah (‫)جملة‬, yaitu khabar yang berbentuk kalimat baik jumlah ismiah (‫)اسمية‬
maupun fi’liyah (‫)فعليه‬. Contoh khabar jumlah ismiah (‫= خضراء أشجارها الحديقة‬taman itu
pepohonannya berwarna hijau) atau (‫= ناصع لونه الثوب‬pakaian itu warnanya bersih), Atsaub
=adalah mubtada pertama, Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf, dhamir Hu=mudhaf ilaih,
Nashi’=khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya menempati posisi
rafa’ yaitu khabar dari mubtada pertama. Adapaun contoh khabar mubtada dari jumlah
fi’liyah, (‫= الحديقة في يلعبون األطفال‬anak-anak bermain di taman) yal’abun adalah fi’il
mudhari’marfu’karena khabar mubtada yang berbentuk jumlah fi’liyah. Khabar jumlah baik
ismiah maupun fi’liyah haruslah berhubungan dengan mubtada.

3. Khabar syibhu jumlah (‫ )الجملة شبه‬yaitu khabar yang bukan mufrad atau jumlah akan
tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur (‫ )ومجرور جار‬dan dharf =kata
keterangan,(‫)ظرف‬. Contoh khabar dari jar wal majrur (‫= الحقيبة في الكتاب‬buku di dalam
tas), (‫= اإلبريق في الماء‬air di dalam teko). Contoh khabar dari dharf makan (keterangan
tempat), (‫= األمهات أقدام تحت الجنة‬surga dibawah telapak kaki ibu), (‫الشجرة فوق الطائر‬
=burung di atas pohon), contoh dharf zaman (keterangan waktu), (‫الخميس يومُّ الرحلة‬
=bepergian pada hari kamis), (‫= أسبوع بعد السفر‬akan bepergian setelah seminggu).

Wajib mendahulukan Khabar

Khabar wajib di dahulukan dari mubtada dalam keadaan sebagai berikut:


1. Apabila mubtada nya adalah isim nakirah yang semata-mata tidak untuk memberitahukan
dan khabarnya adalah jar wal majrur atau dharf, contohnya (‫= معلمون المدرسة في‬di sekolah
ada para guru), (‫= ضيف عندنا‬ada tamu). Jika mubtadanya nakirah dengan maksud untuk
memberitahukan maka hukumnya boleh didahulukan atau pada tempatnya semula, contohnya
(‫)عندنا قديم صديق‬.

2. Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan pada kata Tanya, contohnya
(‫= حالك كيف‬bagaimana kabarmu), (‫= هذا من ابن‬anak siapa ini) atau (‫= السفر ساعة أي‬jam
berapa perginya).

3. Apabila ada dhamir yang berhubungan atau bergandengan dengan mubtada sedangkan
kembalinya dhamir tersebut kepada khabarnya atau sebagian dari khabarnya, contohnya, (‫في‬
‫= طالبها المدرسة‬di sekolah ada murid-murid-nya), (‫= أطفالها الحديقة في‬di tama nada anak-
anak-nya), dhamir yang ada pada mubtada kembali kepada khabarnya.

4. Meringkas khabar mubtada dengan Illa (‫ )إال‬atau Innama (‫)إنما‬, contohnya, (‫محمد إال فائز ما‬
=tiada yang menang kecuali Muhammad), (‫= محمد فائز إنما‬yang menang adalah
Muhammad), dalam contoh ini kata faiz diringkas atau dipendekkan sebagai sifat dari
Muhammad.

Boleh mendahulukan atau mengakhirkan khabar apabila khabarnya sebagai pengkhususan


setelah kata Ni’ (‫ )نعم‬ma dan Bi’sa (‫)بئس‬, contohnya (‫= محمد الرجل نعم‬alangkah baiknya
lelaki itu muhammad), (‫= الخيانة العمل بئس‬alangkah buruknya perbuatan khianat),
Muhammad di sini bisa saja mubtada muakkhar dan jumlah fi’liyah sebelumnya adalah
khabar muqaddam, dan bisa saja mubtadanya dihilangkan dan Muhammad di sini adalah
khabarnya, karena apabila pengkhususan setelah ni’ ma dan bi’ sa didahulukan atas fi’ilnya
maka ia adalah mubtada dan jumlah fi’liyahnya adalah khabar muakhhar oleh sebab itu boleh
didahulukan atau diakhirkan.

Boleh menghilangkan Khabar

Khabar boleh dihilangkan apabila terletak setelah Iza al fajaiyah (tiba-tiba), contohnya
(‫= األسد فإذا خرجت‬saya keluar tiba tiba ada harimau), (‫= المطر فإذا وصلت‬saya sampai tiba-
tiba hujan), khabarnya dihilangkan, asli dari kalimat tersebut adalah (‫ )حاضر األسد إذا‬dan
(‫)منهمر المطر فإذا‬. Apabila ada dalil yang menjelaskannya maka khabar pun boleh
dihilangkan, yang dapat ditemukan pada jawaban dari pertanyaan, misalanya ada yang
bertanya (‫= غائب من‬siapa yang alpa?), jawabannya (ُّ‫ )علي‬dengan menghapus khabarnya
yaitu (ُّ‫ )غائب علي‬karena telah dijelaskan pada pertanyaannya. Dan apabila jumlah ismiah
mengikuti (athf) pada jumlah ismiah yang tidak dihilangkan khabarnya, maka boleh
menghilangkan khabar pada jumlah ismiah yang ma’thuf, contohnya (‫وأحمد مجتهد محمد‬
=muhammad rajin dan ahmad juga), asal dari kalimat di atas (‫)مجتهد وأحمد‬, dihilangkan
khabar jumlah ismiah yang ma’tuf karena telah dijelaskan pada sebelumnya.

Wajib menghilangkan Khabar

Adapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah sebagai berikut:
1. apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang menunjukkan pada sumpah, contohnya
(‫= الحق ألشهدن لعمرك‬demi hidupmu saya bersaksi dengan kebenaran), khabarnya wajib
dihilangkan, asalnya adalah (‫)قسمي لعمرك‬.

2. Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat tersebut menunjukkan akan
keberadaan dari sesuatu, dan hal itu terdapat pada kata yang bergandengan dengan jar majrur
atau dharf, contohnya (‫= اإلبريق في الماء‬air berada di dalam teko), (‫المكتب فوق الكتاب‬
=buku berada di atas meja), yang menunjukkan khabarnya telah dihilangkan yaitu (‫)موجود‬.
Dan apabila mubtadanya terletak setelah Lau la (‫ )لوال‬maka khabarnya yang berarti
keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya (‫= الطفل السيارة لصدمت هللا لوال‬jika tidak ada
Allah, maka mobil akan menabrak anak itu), khabar yang dihilangkan adalah kata (‫)موجود‬
pada contoh ini.

3. Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang disandarkan pada mashdar dan
setelahnya bukanlah khabar melainkan hal yang menduduki tempatnya khabar, contohnya
(‫= متفوقا الطالب تشجيعي‬saya mendukung pelajar yang berprestasi), (: ‫العبد صالة أفضل‬
‫= خاشعا‬sebaik-baik shalatnya sorang hamba dalam keadaan khusu’) asalnya adalah (‫أفضل‬
‫)خشوعه عند العبد صالة‬.

4. Khabarnya terletak setelah huruf Wau (‫ )واو‬yang berarti dengan/bersama (‫)مع‬, contohnya,
(‫= وزميله طالب كل‬semua pelajar bersama kawanya), wau di sini berarti bersama sehingga
khabarnya dihilangkan, dan khabar yang dihilangkan adalah kata (‫)مقرونان‬.

Kesimpulan dan Perhatian

1. Asal dari pada mubtada adalah ma’rifah sedangkan khabar adalah Nakirah, contohnya
(‫)متفوقون الطالب‬, namun kadang ada mubtada datang dalam bentuk ma’rifat dan khabarnya
pun ma’rifat, contohnya (‫ )ربنا هللا‬dan (‫ )نبينا محمد‬mubtadanya ma’rifah dan khabarnya pun
ma’rifah karena idhafah. Contoh lain (‫ )السابقون والسابقون‬assabiqun yang pertama adalah
mubtada dan yang kedua adalah khabarnya, sama dengan (‫)أنت أنت‬, terdiri dari mubtada dan
khabar, tapi bisa juga assabiqun dan anta yang kedua adalah taukid (menegaskan) pada yang
pertama.

2. Jika mubtadanya adalah mashdar marfu’, maka mubtadanya boleh didahulukan, contohnya
(‫)عليكم سالم‬.

3. Asal dari khabar mubtada adalah satu, namun boleh saja khabar terhadap mubtada menjadi
banyak, contohnya (‫ )قاص كاتب شاعر محمد‬kata penyair, penulis dan penulis kisah
semuanya adalah khabar dari mubtada yang menunjukkan bolehnya ta’addud khabar terhadap
mubtada.

4. Haruslah memperhatikan pnyesuaian antara khabar dan mubtada, sebagaimana yang telah
disebutkan pada hukum-hukum khabar di atas, akan tetapi ada sebagian ayat-ayat Al Quran
yang membingungkan dan menimbulkan kesan bertentangan dengan hukum penyesuaian
tersebut, padahal jika dilihat dengan seksama ternyata semua itu ada kesesuaian antar
keduanya.
5. Khabar yang terdiri dari jarr dan majrur atau dharf pada dasarnya bukanlah khabar,
melainkan ia berhubungan dengan kata yang dihilangkan, dan kata yang dihilangkan
tersebutlah yang marfu’ yang menunjukkan ia adalah khabar, contohnya, (‫)اإلبريق في الماء‬
jarr majrur di sini hanyalah berhubungan dengan kata yang dihilangkan yaitu khabar
mubtada, takdirnya adalah (‫ )كائن‬atau (‫)موجود‬.

6. Khabar mufrad boleh diikutkan (athaf) kepada khabar jarr majrur, contohnya (‫فهي‬
‫ )قسوة اشد أو كالحجارة‬aysaddu qaswah khabar yang diathafkan pada jar majrur yaitu kal
hijarah.

7. Boleh memisahkan antara mubtada dan khabar, contohnya (‫)يوقنون هم باآلخرة وهم‬, kata
hum adalah mubtada, dan yuqinun adalah khabarnya, dipisahkan oleh jar majrur yang
berkaitan dengan khabarnya yaitu yuqinun.

Anda mungkin juga menyukai