SHARF)
APRIL 4, 2008 SAIDNAZULFIQAR 2 COMMENTS
Ilmu Sharf ( ) ﺼﺭْﻑsering juga disebut dengan Tashriif ( )َﺘﺼِﺮﻴﻑ, yang diprakarsai oleh
Mu’adz bin Muslim al-Harraa’ al-Kufi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri terpisah
dengan ilmu Nahwu. Maknanya berkisar antara perubahan dan pemindahan. Sedangkan dari
segi istilah adalah perubahan suatu suku kata ke dalam bentuk yang berbeda-beda dan dan
mempunyai arti atau maksud tertentu. Atau dapat disebut juga dengan Ilmu yang mempelajari
bentuk-bentuk kata (timbangan) dalam bahasa Arab serta perubahan-perubahan lafadz yang
terjadi pada suatu kata. Dengan demikian, tujuan mempelajari ilmu Sharf adalah mengetahui
timbangan-timbangan kata dan perubahan yang terjadi pada kata tersebut, beserta maknanya.
Sebagian besar kata-kata yang ada dalam bahasa Arab terdiri dari tiga huruf, sehingga para
ahli bahasa khususnya ulama Sharf mengatakan bahwa asal dari setiap kata adalah terdiri dari
tiga huruf dan menyusunnya dalam suatu timbangan khusus yaitu hurf Fa ( ) ﻒ, ‘Ain ( )ﻉdan
Lam ( ) ﻝatau Fa’ala () ﻔﻌﻝ. Berdasarkan timbangan ini, maka kata ﺸﻜﺮmisalnya, adalah kata
yang bertimbangan ()ﻔﻌﻝ. Huruf Syin ( ) ﺸdinamakan Faaul kalimat ()ﻔﺎﺀ ﺍﻠﻜﻠﻤﺔ, Kaf ()ﻜ
adalah ‘Ainul kalimat ( ) ﻋﻴﻥ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔdan Ra ( )ﺮadalah Laamul kalimat () ﻻﻢ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ. Jika kata
itu terdiri dari empat atau lima huruf maka huruf keempat atau kelima itu disamakan dengan
huruf Lam yang berulang, misalnya kata ﺪﺤﺭﺝberdasarkan timbangan ﻔﻌﻟﻞ. Dan jika kata
itu ditambahkan dengan satu huruf atau lebih dari huruf-huruf tambahan yang tergabung
dalam ﺴﺄ ﻟﺘﻤﻭﻧﻴﻬﺎmaka timbangan kata tersebut tetap huruf asli dengan menambahkan huruf
tambahan tersebut sesuai dengan haraktnya. Misalnya kata ﺃﺤﺴﻦdengan timbangan ﺃﻔﻌﻝ,
kata ﺸﺎﺮﻚbertimbangan ﻔﺎﻋﻝ, kata ﺇﺴﺘﻧﻛﺭbertimbangan ﺇﺴﺘﻔﻌﻝ,
kata ﻜﺎﺘﺏbertimbangan ﻔﺎﻋﻝ, kata ﻤﺤﺮﻮﻡbertimbangan ﻤﻔﻌﻭﻝ,
kata ﺇﻧﺘﺨﺎﺐbertimbangan ﺇﻔﺗﻌﺎﻞ. Begitupun jika salah satu dari huruf kata itu dihilangkan,
maka timbangannya pun haruslah disesuaikan, misalanya kata ﺨﺬbertimbangan ﻋﻝdan
seterusnya.
Dalam bab ini, akan dibahas sedikit permasalahan ilmu sharf guna membantu dalam
mempelajari bahasa Arab, Jika ingin memperdalaminya, dapat kembali ke Alfiyah Ibnu
malik, baik yang disyarah oleh Ibnu Hisyam, Asymuuni dan Ibnu ‘Aqiil, atau dapat dilihat
pada buku Mulakkhas Al-Lughah al-Arabiyah.
Boleh menta’nitskan fi’il atau tidak menta’nitskannya apabila faa’ilnya dipisahkan dari
fi’ilnya oleh suatu kata, contohnya ﺴﺎﻔﺮﺖْ ﺃﻤﺲ ﻔﺎﻂﻤﺔdan ﺴﺎﻔﺮﺃﻤﺲ ﻔﺎﻂﻤﺔ.
Naaibul faa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni lilmajhuul ( ﻔﻌﻞ ﻤﺑﻧﻲ
) ﻟﻟﻤﺠﻬﻭﻝkemudian menempati posisi faa’il setelah faa’ilnya dihilangkan, baik karena sudah
diketahui faa’ilnya atau tidak/belum diketahui ataupun karena takut menyebutkan subjeknya.
Contohnya ٌ= ﺿُڕﺐَ ﻤﺤﻤﺪMuhammad telah dipukul. Dari segi arti kita akan lebih dapat
membedakan antara Fi’l mabni ma’lum dan mabni majhuul yaitu bentuk aktif dan pasif.
Fi’il dinamakan mabni lilma’luum karena faa’ilnya disebutkan dalam klimat sehingga
diketahui dengan jelas subjeknya. Dinamakan mabni majhuul karena faa’ilnya dihapus
sehingga tidak diketahui subjeknya. Pada contoh ini ٌ ﺿُڕﺐَ ﻤﺤﻤﺪMuhammad adalah Naibul
faa’il marfu’ dengan dhamma, asalnya adalah = ﺿﺮﺏ ﺍﻠﻤﺪﺭﱢﺱُ ﻤﺤﻤﺩًﺍguru memukul
Muhammad. Di saat faa’ilnya (mudarris) dihilangkan karena telah diketahui maka jadilah
fi’ilnya mabni majhuul dan maf’ulun bih (objek) berubah menempati tempat faa’il sehingga
dinamakan Naibul faa’il (pengganti faa’il).
Cara merubah bentuk fi’il mabni ma’lum menjadi majhuul yaitu; Apabila fi’il madhi maka
diberi harakat Dhamma pada huruf pertama dan diberi harakat kasrah pada huruf sebelum
huruf terakhir, misalnya =ﺿﺮﺏmemukul, menadi َ= ﺿُڕﺐdipukul. Apabila fi’ilnya dimulai
dengan huruf Ta maka huruf pertama (Ta) dan huruf kedua diberi harkat dhamma dan kasrah
pada huruf sebelu huruf terakhir, misalnya = ﺗَﺴﻟّﻢmenerima,
menjadi =ﺗُﺴُﻟﱢﻢditerima. Apabila huruf sebelum terakhirnya adalah Alif maka huruf alifnya
diubah menjadi Ya dan mengkasrah huruf sebelumnya, misalnya =ﻗﺎﻝberkata, diubah
menjadi =ﻘِﻴْﻝdikatakan. Apabila fi’il mudhaari’ maka diberi harakat dhamma pada huruf
pertama dan memberi harakah fatha pada huruf sebelum huruf terakhir,
misalnya ﻴﻀﺮﺏmenjadi ﻴُﻀﺮَﺏ. Apabila huruf sebelum terakhir adalah Ya atau Wau maka
diubah menjadi Alif, misalnya = ﻴُﺒِﻴْﻊmenjual, menjadi ﻴﺒﺎﻉ, dan = ﻴﺼﻮﻡpuasa,
menjadi ﻴُﺼﺎﻡ.
Fi’il mabni ma’lum yang akan diubah menjadi mabni majhul adalah fi’il muta’addi ( ﻔﻌﻝ
=ﻤﺘﻌﺪﱢﻱyaitu fi’il yang membutuhkan objek baik objeknya satu ataupun lebih) atau bisa juga
fi’il Laazim ( = ﻔﻌﻝﻻﺯﻢfi’il yang tidak membutuhkan objek –maf’ulun bih). Jika fi’ilnya
mempunyai satu maf’ulun bih ( ﻤﻔﻌﻭﻝٌ ﺒﻪ/ objek) maka dihilangkan faa’ilnya kemudian
merafa’ maf’ulun bihnya sebagai Naibul faa’il, seperti pada contoh di atas. Jika fi’il itu
mempunyai banyak maf’ul bih maka dihilangkan faa’ilnya dan merafa’ maf’ulun bih
pertama, sedangkan maf’ulun bih lainnya tetap pada posisi semula yaitu Nashab.
Contohnya; ً= ﺃﻋﻂﻰ ﺍﻟﻤﺩ ﺭﱢﺲ ُﺍﻟﻨﺎﺟﺢَ ﺠﺎﺋﺯﺓguru memberi hadiah bagi yang lulus (An-Naajiha
adalah Maf’uul pertama dan Jaaizatan adalah maf’uul ke dua), perubahannya menjadi َﺃُﻋﻂﻲ
ً= ﻟﻨﺎﺠﺢُ ﺟﺎﺋﺯﺓorang lulus diberikan hadiah (dihilangkan faa’ilnya -mudarris- kemudian
merafa’ maf’ul pertama yaitu an-Naajih sebagai Naibul faa’il dan Maf’ul kedua –Jaaizatan-
tetap pada posisi semula yaiu Nashab dengan fatha). Jika fi’ilnya adalah fi’il laazim,
dihilangkan faa’ilnya dan Naaibul faa’ilnya adalah Mashdar atau Dzharf atau Jarr Majruur.
Contohnya = ﻴُﺘﻨﺯﱠﻩ ﻔﻲ ﺍﻟﺤﺪﺍﺋﻖbertamasya di taman/kebun (Fil hadaaiqi adalah Naaibul faa’il
dari Jarr Majruur asalnya adalah = ﻴَﺘﺘﻨﺯﱠﻩ ﺍﻟﻨﺎﺲُ ﻔﻲ ﺍﻟﺤﺪ ﺍﺌﻕorang-orang bertamasya di taman,
dihilangkan faa’ilnya – an-naas- dan jar majruur menjadi Naibul faa’il).
Naaibul faa’il bisa terdiri dari Isim Mabni (dhamir, baik dzhahir atau mustatir, isim isyarah
dan ism maushul), contohnya = ﻀُﺮﺏ ﻫﺫﺍ ﺍﻟﻮﻟﺪanak in dipukul (Naib faa’ilnya adalah Haadza
–isim isyarah-), = ﺍﻟﻮﻟﺪُ ﻀُﺮﺏanak ini dipukul (Naib faa’lnya adalah dhamir mustatir
taqdirnya adalah Huwa kembali ke al-walad). Bisa juga terdiri dari Mashdar muawwal An
dan Fi’ilnya juga Anna dan isim serta khabarnya, misalnyaٌ= ُُ ﻋﺮﻒ ﺃﻨﻚَ ﻤﺠﺘﻬﺪtelah diketahui
bahwa kamu itu rajin (menjadi ) ﻋُﺮﻒَ ٳﺠﺘﻬﺎﺪُ ﻚ. Atau terdiri dari Mashdar ( )ﻤﺼﺪَﺭ, Dzharf
() ﻈﺮﻑ, dan Jarr majruur ( )ﺟﺮﻮﻤﺟﺮﻮﺮbagi fi’il yang tidak mempunyai maf’ulun bih (fi’il
Laazim). Contohnya; ٌ( ﺃُﻗﺒﻞ ﺇﻘﺒﺎﻞٌ ﺷﺪ ﻴﺪIqbaal adalah Naibul faa’il dari mashdar).
Kaana dan kawan-kawannya masuk ke dalam Mubtada dan Khabar yang mana akan merubah
I’rab dan kedudukannya, Apabila mubtada dan khabar dimasuki oleh Kaana atau salah satu
kawannya maka mubtada menjadi Isim Kaana yang harus dirafa’ dan khabar menjadi khabar
kaana yang harus dinashab, dengan kata lain, Kaana dan kawan-kawannya merafa’ Isim dan
menashabkan Khabar. Misalanya mubtada khabar ٌ= ﻤﺤﻤﺪٌ ﻨﺎﺟﺢMuhammad lulus, pada saat
kalimat tersebut dimasuki oleh kaana atau salah satu kawannya maka berubah menjadi ﻜﺎﻦ
ً= ﻤﺤﻤﺪٌ ﻨﺎﺟﺤﺎadalah Muhammad orang yang lulus (mubtada dirafa’ karena berubah menjadi
isim kaana dan khabar dinashab karena ia adalah khabar kaana –bukan kabar mubtada).
Adapun kawan-kawannya kaana adalah =ﺃﺼﺒﺢmenjadi/pagi-pagi, = ﺃﺿﺤﻰMenjadi/Pagi-
pagi, =ﻆﻞﱠmasih, = ﺃﻤﺴﻰmenjadi/sore, = ﺒﺎﺖlewat/nginap, =ﺼﺎﺮmenjadi, =ﻟﻴﺲbukan/tidak,
=ﻤﺎﺒﺮﺡ ﻤﺎﺰﺍﻝmasih, = ﻤﺎﺃﻨﻔﻚmasih, =ﻤﺎﻔﺘﺊmasih, =ﻤﺎﺪﺍﻢselama/selagi. Contohnya; ْﺃﺼﺒﺤﺕ
= ﺍﻟﺸﺠﺮﺓُ ﻤﺛﻤﺭًﺓpohon menjadi/telah berbuah, ً= ﺃﻤﺴﺕْ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀُ ﻤﻤطﺭﺓlangit menjadi
mendung/hujan. ً= ﻟﻴﺱﺍﻟﻧﺠﺎﺡُﺴﻬﻼkelulusan itu tidaklah mudah, = ﻤﺎﺰﺍﻞ ﺍﻟطﻔﻞُ ﻨﺎﺋﻤًﺎbayi itu
masih tidur, = ﻻﺘﻌﺒﺭﺍﻟﺷﺎﺮﻉ ﻤﺎﺪﺍﻤﺖ ﺍﻹﺸﺎﺮﺓُ ﺤﻤﺭﺍﺀjangan menyebrangi jalan selagi lampu
merah. Kesemua kawan kaana adalah fi’il yang kadang mempunyai arti yang sempurna
bukan sebagai kata Bantu dan tidak membuuhkan khabar, misalanya ﺴﺄُﺘﺎﺒﻊ ﺃﺧﺒﺎﺭﻩ ﺃﻴﻨﻤﺎ
= ﻛﺎﻦsaya akan mengikuti perkembangan kabarnya dimanapun ia berada, kaana di sini berarti
berada. Begitupula dengan kawan-kawannya yang lain.
Inna dan kawan-kawannya juga masuk ke dalam Mubtada dan Khabar yang mana akan
merubah I’rab dan kedudukannya. Inna dan kawan-kawannya menashab mubtada dan
dinamakan Isim Inna, sedangkan khabarnya dirafa’ dan dinamakan khabar Inna.
Contohnya; ٌ= ﺇﻦﱠ ﺯﻴﺪًﺍ ﻨﺎﺟﺢsesungguhnya Zaid itu lulus (Zaid dinashab dengan fatha karena ia
Isim Inna sedangkan Naajihun dirafa’ karena ia khabar Inna).
Maf’uulun bihi (objek) adalah Isim manshub yang menunjukkan atas sesuatu atau seseorang
yang dilaksanakan oleh subjek atau Isim yang menunjukkan atas sesuatu objek.
Contohnya = ﺃﻜﻝ ﺯﻴﺪ ﺍﻟﺮﺯﱠZaid makan Nasi (objeknya adalah nasi). Hukum maf’ulun bihi
selalu mansub dengan fatha, atau manshub dengan Ya jika ia jamak mudzakkar saalim.
Contohnya; = ﺿﺮﺏ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪُ ﻮﻟﺪَ ﻩoang tua itu memukul anaknya (walada manshub dengan
fatha), = ﺗﻜﺮّﻡ ﺍﻟﺠﺎﻤﻌﺔُ ﺍﻟﻨﺎﺟﺤﻴﻥuniversitas memberika penghargaan bagi yang lulus (naajihiina
manshub dengan Ya karena ia jamak mudzakkar saalim).
Terkadang ada beberapa kata kerja yang membutuhkan atau memiliki objek lebih dari satu,
Misalnya; = ﻈﻦﱠmengira, contoh; = ﻇﻨﻨﺖُ ﻤﺤﻤﺪًﺍ ﻨﺎﺋﻤﺎsaya kira Muhammad tidur, Muhammad
adalah maf’uul pertama dan Naaiman adalah maf’uul kedua.
Maf’uulun bih terdiri dari Isim mu’rab sebagaimana pada contoh di atas, bisa juga dari Isim
mabni (Dhamir muttashil dan Munfashil, Isim isyarah, isim maushul dan lain-lain),
contoh; = ﺮﺃﻴﺘﻚsaya telah melihatmu (Kaaf dhamir muttashil manshub karena maf’ulun bih).
Atau bisa juga terdiri dari Mashdar yang ditakwilkan dari An dan Fi’ilnya juga Anna dan
isim serta khabarnya.
Wajib mendahulukan maf’uulun bih atas faa’ilnya jika maf’ulnya adalah dhamir munfashil,
contohnya ( ) ﺇﻴﺎﻚ ﻨﻌﺒﺪ ﻭﺇﻴﺎﻚ ﻨﺴﺗﻌﻴﻥ.
Maf’uul Muthlaq adalah isim manshub yang berasal dari lafadz fi’il (mashdar) yang
disebutkan bersamanya dengan tujuan untuk memperkuat dan mempertegas ucapan dan
kalimat, atau mejelaskan macam dan jumlahnya. Contohnya; = ﺤﻔﻆﺖُ ﺍﻟﺪﺭﺱَ ﺤﻔﻆﺎsaya benar-
benar telah menghafal pelajaran (hifdzan adalah maf’ul muthlaq untuk memperkuat fi’il,
manshuub dengan fatha), ِ= ﻴﺪﺍﻔﻊ ﺍﻟﺷﻌﺏُ ﺤﺭﱢﻴﺘﻪ ﺪﻔﺎﻉَ ﺍﻷﺑطﺎﻞwarga membela kebebasannya
dengan pembelaan yang patriotis (difaa’a adalah maf’uul muthlaq untuk menjelaskan
macamnya, manshuub dengan fatha), ً= ﺿﺮﺑﺘﻪ ﺿﺮﺑﺔً ﻮﺍﺤﺪ ﺓsaya memukulnya satu kali
pukulan (dharbatan maf’uulun muthlaq yang menjelaskan jumlah manshub dengan fatha).
Dari conto-contoh di atas jelaslah bahwa hukum maf’uul muthlaq adalah Manshuub.
Kadang maf’uul muthlaq tidak berasal dari fi’ilnya melainkan dari kata yan menunjukkan
padanya seperti = ﻛﻝﱡsetiap/semua ُ=ﺑﻌﺽsebagian, contohnya; = ﺃﺤﺘﺮﻤﻪ ﻛﻝﱡ ﺍﻹﺤﺘﺮﺍﻢsaya
menghormatinya dengan seluruh penghormatan (kulla maf’uulun muthlaq mansub dengan
fatha, al-ihtiraami mudaaf ilayhi majrur dengan kasrah). Atau maf’uul muthlaq berasal dari
mashdar yang sinonim dengan fi’il.
Hukum asal dari pada Maf’uulli ajlihi adalah manshub, namun boleh di jarrkan dengan huruf
Lam, akan tetapi I’rabna bukanlah maf’uul li ajlihi melainkan Jarr majruur yang berhubungan
dengan kata atau kalimat sebelumnya. Contohnya : = ﺤﺿﺮﻋﻟﻲٌ ﻹﻜﺮﺍﻢِ ﻤﺤﻤﺪAli datang untuk
menghormati Muhammad. (li ikraam adalah jar majruur, bukan maf’uul li ajlihi).
Maf’uul ma’ah yaitu isim manshub yang terletak setelah huruf Wau yang berarti bersama
untk menunjukkan atas kebersamaan. Contoh; = ﺇﺴﺘﻴﻗﻈﺖُ ﻭﺗﻐﺮﻴﺪَ ﺍﻟطﻴﻭﺭsaya bangun dari tidur
bersamaan dengan kicauan burung ( huruf Wau di sini adalah Wau al-Ma’iyyah , bukan Wau
‘athf, sedangkan taghriida adalah mafuul ma’ah manshub dengan fatha.
Maf’uul fiih adalah Isim manshub yang disebutkan untuk menjelaskan waktu dan tempat fi’il
atau sebagai jawaban terhadap pertanyaan kapan ( ) ﻤﺘﻰdan dimana ( )ﺃﻴﻥselesainya
pekerjaan. Maf’uulun fiih disebut juga dengan Dharf zaman (keerangan waktu) apabila ia
menunjukkan atas waktu terjadinya fi’il, begitupula disebut Dhrf makaan (keterangan tempat)
apabila menunjukkan atas tempat terjadinya pekerjaan. Contohnya; ُﺴﺎﻔﺭﺖْ ﺍﻟﻂﺎﺌﺭﺓ
ً= ﻟﻴﻼsemalam pesawat telah berangkat (Lailan adalah dharf zaman manshuub dengan
fatha). ِ= ﻮﻗﻑ ﺍﻠﻂﺎﻟﺏ ُﺃﻤﺎﻢَ ﺍﻟﻔﺼﻝsiswa itu berdiri di depan kelas (amaama dharf makaan
manshuub dengan fatha).
N. HAAL ( ) ﺤﺎﻝ
Haal (keadaan) adalah Isim nakirah Manshub yang menjelaskan bagian faa’il dan maf’uul
pada saat terjadinya pekerjaan, atau Hal adalah jawaban atas pertanyaan bagaiman ( ) ﻛﻴﻒ
terjadinya fi’il. Faa’il atau maf’uulun bih nya disebut dengan Shahibul haal yang harus selalu
Ma’rifat. Contohnya; =ﺷﺮﺒﺖ ُﻘﺎﺌﻤﺎsaya minum dalam keadaan berdiri (Qaaiman adalah Haal
manshuub yang menjelaskan keadaan faa’ilnya yaitu saya). = ﺸﺮﺑﺖ ﺍﻟﻤﺎﺀَ ﺼﺎﻔﻴﺎsaya meminum
air yang bersih/jernih (Shaafiyan adalah Haal yang mansuub karena ia menjelaskan keadaan
dari Maf’ulun bihnya yaitu air). ً=ﻋﺎﺪﺖْ ﺍﻟﻂﺎﺌﺮﺓُ ﺴﺎﻠﻤﺔpesawat itu telah kembal dengan
selamat.
O. MUSTATSNA ( ) ﺍﻟﻤﺴﺘﺜﻨﻰ
Mustatsna (pengecualian) adalah Isim manshuub yang terletak setelah salah satu dari huruf
Istitsnaa. Contohnya; = ﺤﺿﺮﺍﻟﻂﻼﺏ ﺇﻻﱠ ﺯﻴﺪﺍtelah datang semua siswa kecuali Zaid (Zaid
adalah Mustatsna – pengecualian – manshuub dengan fatha). Dan isim yang terletak sebelum
huruf istitsnaa dinamakan Mustatsna minhu () ﻤﺴﺗﺛﻧﻰ ﻤﻨﻪ.
Huruf-huruf istitsnaa adalah ﺇﻻﱠ, ﻏﻴﺭ, ﺴﻭﻯ, ﺧﻼ, ﺤﺎﺸﺎ, dan ﻋﺪﺍ. Jika Mustatsna dengan
menggunakan Illa maka Wajib menashab Mustatsnaa jika kalimat itu positif (tidak negatif)
dan disebutkan mustatsna minhunya. Contohnya; =ﺤﻀﺮﺍﻟﺭﺠﺎﻞ ﺇﻻ ﱠﺯﻴﺩﺍtelah datang banyak
laki-laki kecuali Zaid (Zaid adalah mustatsnaa dengan Illa manshuub dengan fatha). Jika
kalimatnya negative maka boleh dinashab mustatsnaa ataupun boleh di I’rab mengikuti
mustatsnaa minhu sebagai badal (pengganti). Contohnya; = ﻤﺎ ﻗﺎﻡ ﺃﺤﺪ ﺇﻻﱠ ﺯﻴﺪ ﺍTidak ada
seorangpun yang berdiri kecuali Zaid. Atau ٌ= ﻤﺎ ﻘﺎﻡ ﺃﺤﺩ ﺇﻻﱠ ﺯﻴﺪTidak ada seorangpun yang
berdiri kecuali zaid (dengan merafa’ Zaid).
Jika Mustatsnaa dengan menggunakan ( ) ﻏﻴﺭdan ( ) ﺴﻮﻯmaka isim yang berada setelahnya
selalu Majruur karena mudhaaf ilaihi, namun secara lafadz hukumnya sama dengan
Mustatsnaa yang menggunakan Illa dalam I’rab. Contohnya; ٍ=ﻗﺎﻢَ ﺍﻟﺮﺟﺎﻞَُ ﻏﻴﺮ ﺯﻴﺪpara lelaki
berdiri kecuali zaid (Ghaira mustatsnaa manshuub dengan fatha, Zaidin mudhaf ilaihi majruur
dengan kasrah). ٍ= ﻤﺎ ﻗﺎﻢ ﻏﻴﺮُ ﺯﻴﺪTidak ada yang berdiri kecuali Zaid (Ghairu adalah faa’il
marfuu’ dengan dhamma sedangkan Zaidin adalah mudhaf ilaihi majrur dengan kasrah).
Jika mustatsaa dengan menggunakan ﺧﻼ, ﻋﺪ ﺍ, dan ﺤﺎ ﺷﺎ, maka Ia Manshuub karena
maf’ulun bih dan ketiganya menunjukkan atas fi’il maadhi. Contoh; ﻋﺎﺪ ﺖ ﺍﻟﻂﺎﺌﺭﺍﺖ ﻋﺪ ﺍ
ً= ﻂﺎﺌﺮﺓpesawat-pesawat itu telah kembali kecuali satu pesawat (‘Adaa fi’il maadhi mabni
dengan sukun dan faa’ilnya dhamir tersembunyi, sedangkan thaairatan adalah maf’uulun bih
manshub dengan fatha). Atau Ia majrur karena ketiga huruf tersebut pun termasuk huruf jarr.
Af’aalul khamsah adalah setiap fi’il mudhaari’ yang bersambungan dengan Alif al-itsnain
( )ﺃﻟﻒ ﺍﻷﺜﻨﻴﻦuntuk menunjukkan bentuk mutsanna (dua), atau Wawul Jamaa’ah () ﻮﺍﻮﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ
untuk menunjukkan bentuk jamak dan Ya Al-Mukhaathab ( ) ﻴﺎﺀﺍﻟﻤﺨﺎﻂﺑﺔyang menunjukkan
pada ( ِ )ﺃَﻨْﺖkamu perempuan. Kelima fi’il mudhaari’ tersebut adalah: Yaf’alaani () ﻴﻔﻌﻼﻥ,
Taf’alaani () ﺘﻔﻌﻼﻥ, Yaf’aluuna () ﻴﻔﻌﻟﻮﻦ, Taf’aluuna ( ) ﺗﻔﻌﻟﻭﻦdan Taf’aliina () ﺘﻔﻌﻠﻴﻦ. Kelima
fi’il mudhaari’ ini apabila Marfu’ maka dengan menyebutkan huruf Nunnya () ﺒﺛﺑﻮﺖ ﺍﻟﻨﻮﻥ
dan apabila Manshub atau Majzuum dengan menghilangkan huruf Nunnya ( )ﺒﺤﺬﻒ ﺍﻟﻨﻭﻥ.
Contohnya; (= ﻫﻢ ﻴﻜﺘﺑﻭﻦmereka akan menulis) marfu’ dengan menyebutkan huruf Nunnya,
( = ﻴﺮﻴﺪﻭﻦ ﺃﻦ ﻴﻜﺘﺑﻮﺍmereka mau menulis) kata Yaktubuu manshub dengan menghilangkan
huruf Nunnya.
Q. TAMYIIZ ( ) ﺍﻟﺘﻤﻴﻳﺯ
Tamyiz adalah Isim nakirah manshub yang disebutkan untuk menjelaskan maksud dari kata
sebelumnya yang belum jelas, dengan kata lain, tamyiz adalah setiap isim nakirah yang
mengandung arti ( ﻤﻥdari) unuk menjelaskan kata yang ada sebelumnya. Contohnya; ُﺇﺸﺗﺭﻴﺖ
ً=ﻗﻨطﺎﺮًﺍ ﻘﻤﺤﺎsaya telah membeli sekuintal gandum. Jika hanya menyebutkan saja, maka
orang yang mendengar atau lawan berbicara akan bertanya-tanya dan belum memahami,
apakah itu sekuintal kacang atau kapas dan lainnya, karena kata sekuintal masih belum jelas,
sehingga pada saat menyebutkan Qamh (gandum) berarti telah menjelaskan maksud. Kata
Qinthaar pada contoh di atas dinamakan ( ﻤﻤﻴﱢﺯmumayyiz) dan kata Qamh
dinamakan ( ﺘﻤﻴﻴﺯtamyiiz).
Mumayyiz itu terbagi menjadi dua, pertama; Mumayyiz Malfuudzh ( ) ﻤﻤﻴﺯﻤﻟﻔﻮﻇyaitu yang
disebutkan dalam kalimat, seperti Isim Wazan ( = ﻭﺯﻥtimbangan), Contohnya; ﺇﺸﺘﺭﻴﺖ ﺪﺮﻫﻤﺎ
=ﺫﻫﺑﺎsaya telah membeli 2,171 gram emas. Isim Kayl ( = ﻜﻴﻝtakaran), contoh; ﺑﺎﻉ ﺍﻟﻔﻼﺡ ﺃﺭﺪﺒﺎ
= ﻘﻤﺤﺎpetani itu menjual satu ton gandum). Isim masaahah ( =ﻤﺴﺎﺤﺔukuran luas),
contoh; ﺸﻌﻴﺮﺓ = ﺯﺮﻋﺖ ﻔﺪﺍﻨﺎsaya menanam sehektar gandum. Isim ‘Adad
( = ﻋﺪﺪangka/jumlah), contoh; = ﻴﺘﺭﻜﺏ ﺍﻟﻴﻭﻡ ﻤﻥ ﺃﺮﺑﻊ ﻭﻋﺷﺮﻴﻥ ﺴﺎﻋﺔsatu hari terdiri dari 24
jam. Kedua; Mumayyiz Malhuudzh ( ) ﻤﻤﻴﺯﻤﻟﺤﻮﻇyaitu yang tidak disebutkan mumayyiz
dan tamyiznya terambil dari mubtada atau faa’il dan maf’uuln bih. Contohnya; ﺍﻠﻤﺪﺭﱢﺲُ ﺃﻜﺛﺮﻤﻥ
ً= ﺍﻟطﺎﻟﺏِ ﺨﺑﺮﺓpengalaman guru lebih banyak dari siswa (khibratan adalah tamyiiz manshuub
dengan fatha), asal kalimat di atas adalah ِ( ﺨﺑﺮﺓُ ﺍﻟﻤﺪﺮﱢﺱ ِﺃﻜﺛﺮ ﻤﻥ ﺨﺑﺮﺓِ ﺍﻟﻂﺎﻟﺏtamyiznya
adalah peruahan dari mubtada).
Jika tamyiznya Malhuudzh maka hukum I’rabnya selalu manshuub sebagaimana pada contoh
di atas. Jika tamyiznya Malfuudzh maka ia selalu manshuub jika mumayyiznya adalah Isim
Wazan, Kayl dan Masahah, seperti pada contoh di atas, dan tamyiiz Malfuudzh boleh
dijarrkan sebagai mudhaf ilaihi atau majrur dengan menambahkan huruf ( ﻤﻥmin).
contohnya; = ﺇﺷﺘﺭﺖُ ﺠﺮﺍﻤﺎً ﺫﻫﺑﺎsaya telah membeli satu gram emas, boleh di-idhafkan
menjadi ٍ(ﺇﺷﺘﺭﻴﺖُ ﺠﺮﺍﻤﺎ ﺫﻫﺐdzahabin majrur dengan kasrah karena mudhaf ilaihi)
dan ٍ(ﺇﺷﺘﺭﻴﺖُ ﺠﺮﺍﻤﺎ ﻤﻥ ﺫﻫﺐmajrur leh huruf jar yaitu min).
Jika tamyiznya adalah ‘Adad atau isim nakirah yang terletak setelah angka, maka ia haruslah
jamak dan selalu majrur (dikasrahkan) apabila tamyiznya terletak setelah angka 3 (tiga)
hingga 10 (sepuluh), contohnya; ٍ= ﺭﺃﻴﺖ ُﺃﺮﺒﻌﺔَ ﺮﺠﺎﻞsaya telah melihat empat orang lelaki
(kata Rijaalin (laki-laki) adalah jamak, ia adalah Tamyiz majruur dengan kasrah). Apabila
tamyiznya terletak setelah angka 11 (sebelas) hingga 99 (sembilan puluh sembilan) maka ia
haruslah Mufrad (tunggal) dan harus Manshuub, contohnya; ً= ﻔﻲ ﺍﻠﻔﺼﻞ ِﺜﻼﺜﺔُ ﻮﺜﻼ ﺜﻭﻦ طﺎﻟﺒﺎdi
dalam kelas ada 33 siswa (thaaliban adalah mufrad, ia dinashabkan karena tamyiiz). Apabila
Tamyiznya terletak setelah angka 100 (seratus) hingga 1000 (seribu) dan seterusnya, maka
tamyiznya adalah Mufrad (tunggal) dan harus selalu Majruur, contohnya; ﺤﺿﺮﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ
ٍ= ﺷﺎﺐtelah datang 400 pemuda (Syaabin – pemuda – mufrad majruur dengan kasrah karena
ia Tamyiiz).
Tabi’ jamknya adalah Tawaabi’ yaitu kata-kata yang mengikuti hukum I’rab kata yang ada
sebelumnya, yang mana bisa saja kata tersebut Marfu’ atau Manshub dan Majruur karena
mengikuti I’rab kata sebelumnya.
Tawaabi’ itu terbagi menjadi empat, yaitu : An-Na’tu ( )ﺍﻟﻨﻌﺖ, Al-‘Athfu ( )ﺍﻟﻌﻂﻒ, At-
Tawkiid ( ) ﺍﻠﺘﻭﻜﻴﺪdan Al-Badal () ﺍﻟﺑﺪ ﻝ.
An-Na’t ( )ﺍﻟﻨﻌﺖyaitu kata yang menunjukkan atas sifat terhadap kata yang berada
sebelumnya, Contohnya; Telah datang seorang lelaki yang mulia= ُ ﺠﺎﺀَ ﺍﻠﺮﺟﻞُ ﺍﻟﻜﺮﻴﻢ, kata
alkariimu adalah na’at (sifat) kepada lelaki (rajul) yang marfuu’ dengan dhamma sehingga
kata al-kariimu dibaca rafa’ karena mengikutinya.
Al-Athf ( )ﺍﻟﻌﻂﻒYaitu kata yang mengikuti kata sebelumnya dan diperantarai oleh salah satu
dari huruf ‘Athf : ﺍﻟﻮﺍﻮ, ﺍﻟﻔﺎﺀ, ﺛﻢﱠ, ﺃﻭ, ﺃﻢ, ﻻ, ﻟﻜﻥ, ﺑﻞ, ﺤﺘﻰ. Contohnya; ٌﺠﺎﺀ ﻤﺤﻤﺪٌ ﻮﺤﺴﻦ
= ﻭﺨﺎﻠﺩTelah datang Muhammad dan hasan dan khalid. Hasan dan Khalid dibaca rafa’ karena
mengikuti I’rab kata sebelumnya.
At-Tawkiid ( ) ﺍﻠﺘﻭﻜﻴﺪyaitu isim yang disebutkan untuk memperkuat dan menegaskan serta
menghilangkan keraguan yang ada pada pendengar terhadap kata yang berada sebelumnya,
contohnya; = ﺟﺎﺀ ﺍﻠﻮﻟﺪُ ﻧﻔﺴُﻪanak itu telah datang sendiri. Kata Nafsuhu adalah tawkiid bahwa
anak itu benar-benar datang sendirian/dia sendiri yang datang, dengan maksud memperkuat
kata yang ada sebelumnya yaitu al-walad dimana ia marfu’ sehingga tawkiid yang mengikuti
pun marfu’. Tawkiid terbagi dua: yaitu Tawkiid Lafdzhi ( ) ﻠﻔﻆﻲdan Tawkiid Ma’nawii
( )ﻤﻌﻧﻭﻱTawkiid Lafdzhi yaitu dengan mengulangi lafadzh kata yang dipertegas,
contohnya; = ﺠﺎﺀ ﺍﻟﻮﺯﻴﺭﺍﻠﻭﺯﻴﺭSungguh telah datang Menteri, dengan mengulangi lafadzh
Waziir. Sedangkan Tawkiid Ma’nawii yaitu dengan menggunakan kata-kata sebagai
berikut: ﻨﻔﺲ, ﻋﻴﻥ, ﺠﻤﻴﻊ, ﻋﺎﻤﺔ, ﻜﻝﱡ, ﻜﻼdan ﻜﻟﺗﺎuntuk Mutsanna. Kata-kata tersebut
senantiasa disandangkan dengan dhamir yang sesuai dengan yang ditawkidka.
Contohnya; = ﺤﻀﺮﺖ ﻔﺎﻂﻤﺔ ﻋﻴﻨﻬﺎ-Fatimah telah datang sendiri, = ﺠﺎﺀ ﺍﻠﻂﻼﺐ ﻜﻟﱡﻬﻢTelah
datang semua mahasiswa.
Al-Badal ( ) ﺍﻟﺑﺪﻝyaitu kata yang menunjukkan atas kata sebelumnya atau kata yang
menunjukkan atas sebagian dari kata yang ada sebelumnya. Contohnya; ُﻜﺮﱠﻢَ ﺍﻟﺧﻟﻴﻔﺔُ ﻫﺎﺮﻭﻦ
= ﺍﻟﺮﺸﻴﺩُ ﺍﻟﻌﻟﻤﺎﺀkhalifah Harun ar-rasyiid telah memuliakan para ulama. Kata Harun ar-
rasyiidu adalah pengganti dari kata al-khaliifatu dimana ia marfu’ sehingga badalnya pun
marfu’.
Sebelum berbicara mengenai Mubtada dan Khabar, sepatutnya untuk diketahui terlebih
dahulu bahwa kalimat ( )الجملةbaik kalimat sempurna maupun tidak, dalam bahasa arab
terbagi menjadi dua, yaitu Jumlah ismiyah ( )االسمية الجملةadalah kalimat yang didahului
oleh isim dan setiap isim yang berada di awal kalimat tersebut dinamakan mubtada dan
bagian yang melengkapinya dinamakan Khabar yang mana hukumnya dalam I’rab harus
mengikuti kepada mubtada. Dan Jumlah Fi’liyah ( )جملة فعليهyaitu kalimat yang didahului
oleh fi’il.
Dengan mengetahui pembagian jumlah tersebut akan mempermudah dalam memahami akan
mubtada dan khabar, dan dalam kesempatan kali ini kita akan membahas secara garis besar
tentang mubtada dan khabar yang sekiranya akan semakin membantu dalam mempelajari
bahasa Arab, adapun pembahasan secara terperinci akan dibahas pada kesempatan berikutnya
bila tidak ada halangan ataupun bisa kembali melihat pada buku-buku yang menerangkannya
lebih mendetail, seperti Syarah Alfiya Ibnu Malik baik yang disyarah oleh Ibnu ‘Agil atau
Ibnu Hisyam dan Asymuni.
Mubtada ()المبتدأ
Mubtada adalah setiap isim yang dimulai pada awal kalimat baik didahului oleh nafyu
maupun istifham, contoh (= مبتسم محمدMuhammad tersenyum), contoh didahului oleh
nafyu (= الضيف قادم ماtamu itu tidak datang) dan contoh isim yang didahului oleh kata Tanya
(= عليُّ ناجح أapakah yang lulus adalah Ali). Dan hukum isim yang dimulai pada awal
kalimat tersebut ( )المبتدأadalah Marfu’ (dibaca akhir katanya dengan harakah dhamma),
kecuali apabila isim tersebut didahului oleh huruf Jarr tambahan atau yang menyerupainya
maka hukumnya secara Lafadznya adalah Majrur namun kedudukannya dalam kalimat
tetaplah Marfu’. Contohnya firman Allah SWT : هللا إال إله من وماkata Ilah pada ayat tersebut
secara lafadznya adalah majrur namun kedudukannya tetaplah Rafa’. Dan Mubtada terbagi
menjadi dua, yaitu Mubtada Sharih ( )صريح مبتدأyang mencakup semua isim dhahir seperti
pada contoh di atas, dan juga terdiri dari Dhamir, contohnya (= مجتهد هوdia bersungguh-
sungguh) atau (= مخلص أنتkamu ikhlas), yang Kedua adalah Mubtada Muawwal ( )مؤولdari
An ( )أنdan fi’ilnya, contohnya firman Allah SWT ( )لكم خير تصوموا وأنdan (أرهب تتحدوا أن
)لعدوكمmubtada pada contoh ini adalah An dan Fi’ilnya dita’wilkan menjadi isim mashdar
sebagai mubtada, atau dengan kata lain An dan fi’ilnya dijadikan mashdar sebagai mubtada
sehingga An Tashumu menjadi Shiyamukum dan An Tattahidu menjadi itthidadukum karena
mashdar dari kata Shama-Yashumu=berpuasa adalah Shiyam dan Ittahada-yattahidu=bersatu
mashdarnya adalah ittihad,()لكم خير وصيامكم= تصوموا وأن, (أرهب اتحادكم= تتحدوا أن
)لعدوكم. Mubtada boleh terdiri dari banyak kata sedangkan khabarnya hanyalah satu,
contohnya ()ابنه يشفى أن تحقيقها أمنيته والده صديقك.
Macam-macam Mubtada
Apabila dilihat dari Khabarnya maka Mubtada terbagi menjadi dua, yaitu Mubtada yang
mempunyai khabar, contohnya ( )مبتسم محمدdan Mubtada yang tidak memiliki Khabar,
akan tetapi mempunyai isim marfu’yang menempati posisi dari pada khabar, contohnya (أنائم
= الطفلapakah bayi telah tidur) Naim adalah mubtada sedangkan Thifl adalah Fa’il yang
menempati posisi khabar, contoh lain (= البخل محمود ماtidaklah terpuji orang kikir),
mahmud=terpuji adalah mubtada dan bukhli adalah Naib Fa’il yang menempati tempatnya
khabar. Mubtada yang memiliki khabar haruslah terdiri dari isim sharih atau dhahir ataupun
yang telah dita’wilkan menjadi mashdar yang sharih, sedangkan mubtada yang tidak
memiliki khabar tidak boleh menta’wilkannya dan penggunaanya haruslah selalu disertai
dengan Nafyu atau istifham.
Adapun Isim marfu’yang terletak setelah mubtada yang tidak memiliki khabar yang dibarengi
oleh Nafyu atau istifham maka kedudukannya dalam I’rab kalimat adalah sebagai berikut:
1. Apabila menunjukkan kepada sifat yang tunggal dan setelahnya adalah isim yang tunggal
contohnya ( )الرجل مسافر أatau ( )الكسول محبوب ماmaka I’rabnya ada dua kemungkinan,
Pertama: sifat yang pertama setelah istifham (musafir) adalah mubtada dan setelahnya adalah
Fa’il karena letaknya setelah Isim Fa’il, atau Naib Fa’il apabila terletak setelah isim maf’ul,
keduanya marfu’menempati kedudukan khabar. Kedua: Sifat yang pertama (musafir) adalah
khabar yang didahulukan (khabar muqaddam) sedangkan kata (rajul) adalah mubtada yang
diakhirkan (mubtada muakkhar).
2. Apabila sifat yang pertama menunjukkan pada isim tunggal kemudian setelahnya adalah
Mutsanna (yang menunjukkan bentuk dua) atau Jamak, maka sifat yang pertama adalah
mubtada dan isim setelahnya tersebut adalah Fa’il atau naib fa’il yang menempati posisi
khabar, contoh ( )الطالبان مهمل ماdan ( )المقصرون محبوب ماkata Muhmil adalah mubtada
sedangkan thalibani adalah Fa’il karena terletak setelah isim Fa’il, dan kata Mahbub adalah
mubtada sedangkan Muqshirun adalah Naíb Fa’il karena terletak setelah Isim Maf’ul.
3. Apabila sifat yang pertama berbentu dua (mutsanna) atau Jamak dan setelahnya adalah
mutsanna atau jamak maka isim yang pertama adalah khabar yang didahulukan (khabar
muqaddam) dan isim yang setelahnya adalah mubtada yang diakhirkan (mubtada muakkhar),
contohnya ( )الضيفان مسافران أdan ()المجتهدون مقصرون ما, kata musafirani dan muqshirun
adalah khabar muqaddam sedangkan dhaifani dan mujtahidun adalah Mubtada muakkhar.
Asal dari Mubtada adalah Ma’rifah atau mubtada haruslah isim yang ma’rifah sebagaimana
pada contoh-contoh di atas, kecuali apabila didahului oleh nafyu atau istifham maka boleh
mubtada itu nakirah dengan catatan kenakirahannya tidaklah mengurangi dan mempengaruhi
makna yang dapat diperincikan sebagai berikut:
a. Nakirah tersebut menunjukkan kekhususan baik dengan menyebutkan sifat atau tidak,
ataupun nakirah tersebut secara lafadznya bersandar pada ma’rifat, contohnya ()عندنا رجيل
dan contoh yang idhaf ()العباد على هللا كتبهن صلوات خمس.
b. Nakirah yang menunjukkan pada sesuatu yang umum, baik mubtadanya adalah bentuk
yang umum, contohnya ()معه أقم يقم من, kata man di sini adalah bentuk nakirah yang
umum. Maupun mubtada yang nakirah tersebut terletak dalam kalimat yang didahului oleh
nafyu atau istifham, contohnya ( )الدار في رجل ماdan ()قادم أحد هل.
c. Mubtada yang nakirah haruslah didahului oleh kalimat yang terdiri dari jar majrurr atau
dharf, contohnya ()زائرون المدرسة في, mubtada di sini adalah nakirah karena di dahului oleh
jar majrur, dan ()أشجار البئر حول, kata asyjar adalah nakirah karena didahului oleh dzharf.
d. Nakirah harus Athaf (mengikuti) pada ma’rifah atau diikutkan pada ma’rifah, contohnya
( )عندنا ورجل محمدkata rajul di sini nakirah karena ikut pada Muhammad. dan (ويوسف رجل
)المنزل فيkata rajul diikutkan pada yusuf.
e. Mubtada yang nakirah merupakan jawaban atas pertanyaan, contohnya, ada yang bertanya
( )عندك منmaka jawabannya ( )صديقdengan menggunakan nakirah, takdirnya adalah
()عندي صديق.
g. Jika khabarnya adalah sesuatu yang aneh yang keluar dari kebiasaan, contohnya (شجرة
= سجدتpohon bersujud).
Apabila kita melihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat perbedaan kedudukan mubtada
yang kadang didahulukan (mubtada muqaddam) dan kadang diakhirkan (mubtada muakkhar),
kesemuanya itu mempunyai aturan yang wajib didahulukan maupun boleh didahulukan.
1. Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di dalam kalimat, seperti isim
syarat, atau istifham atau Ma yang menunjukkan ketakjuban, contohnya (ينم الشعر يقرأ من
= اللغوية ثروتهbarangsiapa yang membaca syair maka akan bertambah kekayaannya dengan
bahasa), kata Man di sini adalah mubtada yang harus di dahulukan karena posisinya dalam
kalimat sebagai pembukaan dan pendahuluan, contoh lain (= غدا مسافر منsiapakah yang
akan bepergian besok), kata man di sini adalah kata Tanya yang harus selalu didahulukan dan
ia adalah mubtada, contoh lain (= الربيع أجمل ماalangkah indahnya musim semi) Kata Ma
disini adalah Ma takjub yang mana harus dan wajib didahulukan.
2. Mubtada yang menyerupai isim syarat, contohnya (= جائزة فله يفوزُّ الذيyang menang
maka baginya piala), kata allazi dalam kalimat ini menyerupai isim syarat.
3. Isim tersebut haruslah disandarkan kepada isim yang menempati posisi dan kedudukan
kata pendahuluan, contohnya ( )أعجبك من عملkata ‘amal disandarkan pada Man yang
kedudukannya sebagai pendahuluan.
4. Apabila khabarnya adalah jumlah fi’liyah dan fa’ilnya adalah dhamir yang tersembunyi
yang kembali kepada mubtada, contohnya (= الكرة يلعب محمدMuhammad bermain bola)
kata yal’ab adalah khabar jumlah fi’liyah dan fa’ilnya dhamir tersembunyi kembali ke
Muhammad.
5. Isim tersebut haruslah disertai dengan huruf Lam untuk memulai atau Lam tauwkid,
contoh ( )يتقون للذين خير اآلخرة وللدارkata addar dimasuki oleh lam ibtida, dan (هللا ولذكر
)أكبرdimasuki lam tawkid.
6. Mubtada dan khabarnya adalah Ma’rifat atau kedua-duanya nakirah dan tidak adanya kata
yang menjelaskannya, contohnya ( )محمد أبوكjika ingin memberitahukan tentang bapaknya
maka wajib didahulukannya, dan ( )أبوك محمدjika ingin memberitahukan tentang
Muhammad.
7. Mubtada teringkas khabarnya oleh Illa atau Innama, contohnya ( )فضيلة إال الصدق ماdan
()مهذب أنت إنما.
Selain dari tujuh masalah di atas, maka boleh mendahulukan atau mengakhirkan mubtada.
1. Apabila mubtada ikut kepada Sifat yang marfu’ dengan tujuan memuji atau menghina atau
sebagai rasa iba dan saying, contohnya ( )الكريمُّ بزيدُّ مررتmubtadanya dihilangkan karena
disifati oleh sifat yang rafa’, asalnya adalah ()الكريم هو. Contoh lain (الخبيث اللئيم عن ابتعد
=jauhilah dari orang jahat yang jelek sifatnya), asalnya adalah ( )الخبيث هوmubtada nya
wajib dihilangkan karena disifati oleh sifat yang marfu”.
2. Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah, contohnya ( )الصدق ألقولن ذمتي فيasalnya
adalah ( )عهد ذمتي فيdengan menghilangkan mubtadanya yaitu ‘ahd.
3. Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fi’ilnya, contohnya ( )جميل صبرasalnya
adalah ( )جمل صبر صبريmaka wajib menghilangkan mubtadanya.
4. Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah kata Ni’ma ( )نعمdan Bi’sa
( )بئسdan terletak diakhir, contohnya (= محمد الطالب نعمalangkah baiknya pelajar yaitu
Muhammad) dan (= الكسول الطالب بئسalangkah buruknya pelajar yang pemalas),
muhammad dan kusul pada contoh di atas adalah khabar dari mubtada yang dihilangkan,
asalny adalah ( )محمد هوdan ()الكسول هو.
Selain dari empat masalah ini, mubtada juga kebanyakan dihilangkan jika terletak setelah
kata qaul (berkata), contohnya ( )طاعة ويقولونmubtadanya dihilangkan, asalnya adalah (أمرنا
)طاعة, contoh lain, ( )أحالم أضغات قالواdan ( )عقيم عجوز وقالتasalnya adalah ()أضغات هي
dan ()عجوز أنا. Atau mubtadanya terletak setelah Fa sebagai jawban dari syarat, contohnya
( )فإخوانكم يخالطوهم وإنasalnya adalah ()إخوانكم فهم.
Mubtada boleh dihilangkan dan dihapus sebagai jawaban atas pertanyaan orang yang
bertanya (?)محمد كيف, dan jawabnya ( )بخيرaslinya adalah ()بخير هو, atau Mubtada itu boleh
dihilangkan apabila ada kalimat atau kata yang menunjukkan tentangnya, contohnya firman
Allah SWT ( )فعليها أساء ومن فلنفسه صالحا عمل منkata Falinafsihi kedudukannya rafa’
khabar dan dhamir Ha majrur bil idhafah sedangkan mubtadanya mahzuf (dihilangkan)
begitu juga pada wa man asaa fa’alaiha, asalnya adalah ( )لنفسه فعمله صالحا عمل منdan
()عليها فإساءته أساء ومن.
Dan boleh juga menghilangkan Mubtada dan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan
kepadanya, contohnya ( جوائز لهم اإللقاء مسابقة في فازوا الذين، )أيضا ساهموا والذينyang
dihapus dari kalimat tersebut adalah mubtada dan khabarnya yaitu ( )جوائز لهمaslinya
haruslah ( )جوائز لهم أيضا ساهموا والذينdihapus karena telah dijelaskan pada kalimat
sebelumnya.
Khabar ()الخبر
Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai Jumlah Ismiah ( )االسمية الجملةyang terdiri
dari dua bagian yang memberikan petunjuk serta pemahaman kepada pendengar agar
diterima. Para pakar Nahwu menyebut bagian pertama dari jumlah ismiah ini dengan
Mubtada karena ia adalah bagian yang dimulai dalam pembicaraan, sedangkan bagian
keduanya dinamakan Khabar karena ia memberitahukan keadaan yang ada pada mubtada,
dan bisa saja terdiri dari segala bentuk sifat baik ia isim fa’il, atau maf’ul ataupun tafdhil,
contohnya, ( )فاضل محمدdan ()محبوب علي.
Hukum Khabar
Para ahli nahwu menyebutkan hukum dari pada khabar adalah sebagai berikut:
1. Wajib merafa’ (memberi harakah dhamma) khabar, penyebab khabar itu marfu’adalah
mubtada , contohnya ( )كريم أنتKarim adalah khabar marfu’disebabkan oleh mubtada.
Contoh lain ( )خير والصلحKhair khabar mubtada marfu’.
2. Khabar pada dasarnya haruslah nakirah, contohnya ( )فاضل محمدfadhil adalah nakirah dan
ia khabar mubtada.
3. Khabar haruslah disesuaikan atau ikut kepada mubtada dari segi tunggalnya atau tasniyah
(bentuk duanya) ataupun jamak, contoh ()متفوق الطالب, ()متفوقان الطالبان, dan (الطالب
)متفوقون.
4. Boleh menghilangkan khabarnya apabila ada dalil yang menunjukkan kepadanya, dan
masalah ini nanti akan dibahas pada pembahasannya.
5. Wajib menghilangkan khabarnya, masalh ini pun akan dibahas nanti pada pembahasannya.
6. Khabar boleh banyak dan beragam sedangkan mubtadanya hanya satu, contohnya (محمد
)فطن ذكيzakiyun dan fithn adalah khabar mubtada, contoh lain ()كاتب خطيب شاعر أحمد.
7. Boleh dan wajib didahulukan khabar dari pada mubtada, dan pembahasan ini pun akan di
bahas pada pembahasannya.
Macam-macam Khabar
1. Khabar Mufrad ( )المفردyaitu khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang menyerupai
kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada tunggal atau mutsanna
(bentuk dua) ataupun jamak, dan harus disesuaikan dengan Mubtada dalam pentazkiran
(berbentuk muzakkarf=lk) atau ta’nis juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak.
Contoh (= منير القمرbulan bersinar), (= مؤدبة الطالبةpelajar pr itu sopan).
2. Khabar Jumlah ()جملة, yaitu khabar yang berbentuk kalimat baik jumlah ismiah ()اسمية
maupun fi’liyah ()فعليه. Contoh khabar jumlah ismiah (= خضراء أشجارها الحديقةtaman itu
pepohonannya berwarna hijau) atau (= ناصع لونه الثوبpakaian itu warnanya bersih), Atsaub
=adalah mubtada pertama, Lawn=Mubtada kedua dan mudhaf, dhamir Hu=mudhaf ilaih,
Nashi’=khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya menempati posisi
rafa’ yaitu khabar dari mubtada pertama. Adapaun contoh khabar mubtada dari jumlah
fi’liyah, (= الحديقة في يلعبون األطفالanak-anak bermain di taman) yal’abun adalah fi’il
mudhari’marfu’karena khabar mubtada yang berbentuk jumlah fi’liyah. Khabar jumlah baik
ismiah maupun fi’liyah haruslah berhubungan dengan mubtada.
3. Khabar syibhu jumlah ( )الجملة شبهyaitu khabar yang bukan mufrad atau jumlah akan
tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr wal majrur ( )ومجرور جارdan dharf =kata
keterangan,()ظرف. Contoh khabar dari jar wal majrur (= الحقيبة في الكتابbuku di dalam
tas), (= اإلبريق في الماءair di dalam teko). Contoh khabar dari dharf makan (keterangan
tempat), (= األمهات أقدام تحت الجنةsurga dibawah telapak kaki ibu), (الشجرة فوق الطائر
=burung di atas pohon), contoh dharf zaman (keterangan waktu), (الخميس يومُّ الرحلة
=bepergian pada hari kamis), (= أسبوع بعد السفرakan bepergian setelah seminggu).
2. Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan pada kata Tanya, contohnya
(= حالك كيفbagaimana kabarmu), (= هذا من ابنanak siapa ini) atau (= السفر ساعة أيjam
berapa perginya).
3. Apabila ada dhamir yang berhubungan atau bergandengan dengan mubtada sedangkan
kembalinya dhamir tersebut kepada khabarnya atau sebagian dari khabarnya, contohnya, (في
= طالبها المدرسةdi sekolah ada murid-murid-nya), (= أطفالها الحديقة فيdi tama nada anak-
anak-nya), dhamir yang ada pada mubtada kembali kepada khabarnya.
4. Meringkas khabar mubtada dengan Illa ( )إالatau Innama ()إنما, contohnya, (محمد إال فائز ما
=tiada yang menang kecuali Muhammad), (= محمد فائز إنماyang menang adalah
Muhammad), dalam contoh ini kata faiz diringkas atau dipendekkan sebagai sifat dari
Muhammad.
Khabar boleh dihilangkan apabila terletak setelah Iza al fajaiyah (tiba-tiba), contohnya
(= األسد فإذا خرجتsaya keluar tiba tiba ada harimau), (= المطر فإذا وصلتsaya sampai tiba-
tiba hujan), khabarnya dihilangkan, asli dari kalimat tersebut adalah ( )حاضر األسد إذاdan
()منهمر المطر فإذا. Apabila ada dalil yang menjelaskannya maka khabar pun boleh
dihilangkan, yang dapat ditemukan pada jawaban dari pertanyaan, misalanya ada yang
bertanya (= غائب منsiapa yang alpa?), jawabannya (ُّ )عليdengan menghapus khabarnya
yaitu (ُّ )غائب عليkarena telah dijelaskan pada pertanyaannya. Dan apabila jumlah ismiah
mengikuti (athf) pada jumlah ismiah yang tidak dihilangkan khabarnya, maka boleh
menghilangkan khabar pada jumlah ismiah yang ma’thuf, contohnya (وأحمد مجتهد محمد
=muhammad rajin dan ahmad juga), asal dari kalimat di atas ()مجتهد وأحمد, dihilangkan
khabar jumlah ismiah yang ma’tuf karena telah dijelaskan pada sebelumnya.
Adapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah sebagai berikut:
1. apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang menunjukkan pada sumpah, contohnya
(= الحق ألشهدن لعمركdemi hidupmu saya bersaksi dengan kebenaran), khabarnya wajib
dihilangkan, asalnya adalah ()قسمي لعمرك.
2. Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat tersebut menunjukkan akan
keberadaan dari sesuatu, dan hal itu terdapat pada kata yang bergandengan dengan jar majrur
atau dharf, contohnya (= اإلبريق في الماءair berada di dalam teko), (المكتب فوق الكتاب
=buku berada di atas meja), yang menunjukkan khabarnya telah dihilangkan yaitu ()موجود.
Dan apabila mubtadanya terletak setelah Lau la ( )لوالmaka khabarnya yang berarti
keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya (= الطفل السيارة لصدمت هللا لوالjika tidak ada
Allah, maka mobil akan menabrak anak itu), khabar yang dihilangkan adalah kata ()موجود
pada contoh ini.
3. Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang disandarkan pada mashdar dan
setelahnya bukanlah khabar melainkan hal yang menduduki tempatnya khabar, contohnya
(= متفوقا الطالب تشجيعيsaya mendukung pelajar yang berprestasi), (: العبد صالة أفضل
= خاشعاsebaik-baik shalatnya sorang hamba dalam keadaan khusu’) asalnya adalah (أفضل
)خشوعه عند العبد صالة.
4. Khabarnya terletak setelah huruf Wau ( )واوyang berarti dengan/bersama ()مع, contohnya,
(= وزميله طالب كلsemua pelajar bersama kawanya), wau di sini berarti bersama sehingga
khabarnya dihilangkan, dan khabar yang dihilangkan adalah kata ()مقرونان.
1. Asal dari pada mubtada adalah ma’rifah sedangkan khabar adalah Nakirah, contohnya
()متفوقون الطالب, namun kadang ada mubtada datang dalam bentuk ma’rifat dan khabarnya
pun ma’rifat, contohnya ( )ربنا هللاdan ( )نبينا محمدmubtadanya ma’rifah dan khabarnya pun
ma’rifah karena idhafah. Contoh lain ( )السابقون والسابقونassabiqun yang pertama adalah
mubtada dan yang kedua adalah khabarnya, sama dengan ()أنت أنت, terdiri dari mubtada dan
khabar, tapi bisa juga assabiqun dan anta yang kedua adalah taukid (menegaskan) pada yang
pertama.
2. Jika mubtadanya adalah mashdar marfu’, maka mubtadanya boleh didahulukan, contohnya
()عليكم سالم.
3. Asal dari khabar mubtada adalah satu, namun boleh saja khabar terhadap mubtada menjadi
banyak, contohnya ( )قاص كاتب شاعر محمدkata penyair, penulis dan penulis kisah
semuanya adalah khabar dari mubtada yang menunjukkan bolehnya ta’addud khabar terhadap
mubtada.
4. Haruslah memperhatikan pnyesuaian antara khabar dan mubtada, sebagaimana yang telah
disebutkan pada hukum-hukum khabar di atas, akan tetapi ada sebagian ayat-ayat Al Quran
yang membingungkan dan menimbulkan kesan bertentangan dengan hukum penyesuaian
tersebut, padahal jika dilihat dengan seksama ternyata semua itu ada kesesuaian antar
keduanya.
5. Khabar yang terdiri dari jarr dan majrur atau dharf pada dasarnya bukanlah khabar,
melainkan ia berhubungan dengan kata yang dihilangkan, dan kata yang dihilangkan
tersebutlah yang marfu’ yang menunjukkan ia adalah khabar, contohnya, ()اإلبريق في الماء
jarr majrur di sini hanyalah berhubungan dengan kata yang dihilangkan yaitu khabar
mubtada, takdirnya adalah ( )كائنatau ()موجود.
6. Khabar mufrad boleh diikutkan (athaf) kepada khabar jarr majrur, contohnya (فهي
)قسوة اشد أو كالحجارةaysaddu qaswah khabar yang diathafkan pada jar majrur yaitu kal
hijarah.
7. Boleh memisahkan antara mubtada dan khabar, contohnya ()يوقنون هم باآلخرة وهم, kata
hum adalah mubtada, dan yuqinun adalah khabarnya, dipisahkan oleh jar majrur yang
berkaitan dengan khabarnya yaitu yuqinun.