Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ETIKA PROFESI KONSELING

“KOMPETENSI DAN MAL PRAKTEK”

Diajukan Oleh:

Kelompok 1

1. Herliza Ardani (3022016059)

2. Widia fauza 3022016033

Semester / Unit :7/2

Mata Kuliah : Etika Profesi Konseling

JURUSAN/PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA

TAHUN 2019

0
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat-Nya


sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen
pembimbing. Sholawat serta salam yang selalu tercurah kepada khotimul anbiya’,
manusia yang paling baik akhlaknya yaitu Rosulullah Muhammad SAW, kepada
kelurganya,para sahabat serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Amiin.

Makalah ini berjudul ”Kompetensi dan Mal Praktek” yang nantinya


akan memberikan pemahaman kepada pembaca tentang hal-hal yang berkaitan
dengan hal tersebut. Mungkin penulis tidak bisa membuat makalah ini
sesempurna mungkin dan oleh karena itu,kritik dan saran sangat penulis harapkan
dari para pembaca, khususnya dari Dosen pembimbing yang telah membimbing
penulis dalam mata kuliah ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing


kami yang telah memberikan arahan dan juga kepada orang-orang sekitar kami
yang telah membantu kami dalam mendapatkan sumber-sumber materi yang bisa
kami jadikan pedoman untuk menyelesaikan makalah ini.

Hormat Kami

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
i

DAFTAR ISI ............................................................................................................


ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................


1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Empati.............................................................................................
2

B. Unsur-unsur Empati...........................................................................................
3

C. Latihan Empati Bagi Konselor..........................................................................


4

D. Latihan Empati Bagi Calon Konselor...............................................................


5

E. Aspek Intelektual..............................................................................................
6

F. Konsep Empati Budaya Dalam Keefektifan Konseling....................................


6

ii
G. Stereotip...........................................................................................................
9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................
10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi Bimbingan dan Konseling (BK) bermula dari bumi Amerika


Serikat. Di sana profesi BK mulai dirintis sejak awal abad ke 20 dan memperoleh
momentum yang amat baik untuk berkembang dengan pesat pada akhir tahun
1950-an. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan tenaga konseor itu, usaha
pendidikan konselor pun mendapatkan tempat yang amat baik. Bahkan pada
periode tahun 1965-1968 pendidikan konselor muncul dengan sistem yang lebih
professional. Pada waktu itu perhatian amat meningkat pada isi dan standar
program dan pendidikan konselor, masalah seleksi dan mutu tenaga konselor dan
sokongan dari tenaga penunjang terhadap pekerjaan konseling.

Di Indonesia bimbingan dan konseling secara formal dibicarakan dan


profesi BK mulai menampakkan dirinya pada tahun 1960-an, yaitu dengan
didirikannya jurusan dan penyuluhan (BP) di FKIP-Unpat/IKIP Bandung pada
tahun akademi 1983/1964. Pada tahun 1975 organisasi profesi yang menghimpun
para petugas yang bergerak dalam pelayanan BP itu terbentuk, yaitu Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).

Sampai sekarang ini pelayanan bimbingan dan konseling ditanah air telah
dirintis dan dikembangkan dengan waktu yang cukup lama, termasuk usia yang
cukup dewasa, namun perlu dipertanyakan, sudakah bimbingan dan konseling itu
merupakan suatu profesi ?, sampai dimanakah kadar profesionalitas para
petugasnya ? Walter Johnson (1959) mengaakan petugas professional adalah
seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat
kesulitan yang lebih dari biasa, mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan
yang cukup lama yang menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan dan
pengetahuan yang berkadar tinggi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi

Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan,


keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah,
1982). Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)
untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.

Menurut Finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004: 38) bahwa yang
dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu tugas,
ketrampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 (10),
“Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan”.

1. Kompetensi Pengetahuan Konselor Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Untuk memajukan dunia pendidikan ini, tentunya pemerintah membuat


serangkaian pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Pedoman ini berkaitan
dengan hal ihwal yang berkaitan dalam pendidikan, seperti salah satunya tenaga
kependidikan. Segala peraturan, persyaratan tentaang tenaga pendidikan, disusun
sedemikian rupa agar siswa-siswa di negara ini benar-benar mendapatkan
pendidikan yang baik. Agar berjalannya pendidikan yang diharapkan, pemerintah
melakukan pengawasan dalam proses-prosesnya. Maka dari itu, disusunlah

2
makalah yang berjudul “Peranan Pengawas dalam Organisasi Bimbingan”. Untuk
mengetahui lebih jauh mengenai persyaratan dan fungsi pengawas dalam
organisasi bimbingan/pendidikan.

2. Kompetensi Pribadi Konselor Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan, kecakapan dan


keterampilan yang ditampilkan seseorang. Menurut Mungin Eddy Wibowo
kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan, dan berakhlak mulia”. Dari pendapat
di atas menyatakan bahwa kompetensi kepribadian adalah suatu kemampuan
pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, bisa menjadi teladan dan
berakhlak mulia yang harus dimiliki oleh konselor, sebagai pembimbing atau
pendidik di sekolah.

Konselor mesti memiliki jiwa terbuka dan mampu mengendalikan diri.


Kepribadian konselor tersebut melibatkan hal seperti nilai, semangat bekerja, sifat
atau karakteristik, dan tingkah laku. Sanusi menyatakan bahwa “kemampuan
kepribadian guru meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru

2) Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya


dianut oleh seorang guru

3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan


bagi para siswanya.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa, seorang guru harus menerapkan


kemampuan kepribadian di mana saja berada seperti, selalu berpandangan positif
terhadap semua orang, berlaku adil, dan dapat berpenampilan yang menarik
peserta didik menjadi aman dan nyaman dengan pendidik, karena guru di sekolah
merupakan panutan dan teladan bagi peserta didik. Hal itu sama dengan konselor,
konselor dituntut untuk selalu perpandangan positif terhadap orang lain khususnya
siswa, memiliki pemahaman yang baik serta berpenampilan yang sopan dan rapi

3
kerena konselor akan menjadi contoh, panutan dan teladan bagi peserta didik di
sekolah dan masyarakat pada umumnya.

Secara rinci Dede Sugita menyatakan bahwa “setiap elemen kepribadian tersebut
dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut:

1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil

2) Memiliki kepribadian yang dewasa.

3) Memiliki kepribadian yang arif

4) Memiliki kepribadian yang berwibawa.

5) Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan”.

Senada dengan pendapat di atas, Mungin Eddy Wibowo menyatakan


bahwa “kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi orang lain dan berakhlak
mulia”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi
kepribadian konselor adalah kemampuan, keterampilan yang harus dimiliki oleh
konselor di sekolah dalam bersikap, bertindak dengan pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi orang
lain.

3. Kompetensi Profesional Konselor Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru


dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas
untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran,
untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu
memperbaharui dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri
tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi dari berbagai sumber
seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan tentang materi yang akan disajikan.

Adapun peran guru sebagai proses pembelajarn harus memiliki kemampuan:

1. Merencanakan sistem pembelajaran

4
 Merumuskan tujuan

 Memilih prioritas materi yang akan diajarkan

 Memilih dan menggunakan metode

 Memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada

 Memilih dan menggunakan media pembelajaran

2. Melaksanakan sistem pembelajaran

 Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat

 Menyajikan urutan pembelajaran scara tepat

3. Mengevaluasi sitem pembelajaran

 Memilih dan menyusun jenis evaluasi

 Melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses

 Mengadministrasikan hasil evaluasi

4. Mengembangkan sistem pembejaran

 Mengoptimalisasi potensi peserta didik

 Meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri

 Mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut

Adapun kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran dapat
diamati dari aspek profesional, yaitu:

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang


mendukung mata pelajaran yang dikuasai.

2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran atau


bidang pengembangan yang dikuasai.

3. Mengembangkan materi yang dikuasai secara kreatif.

4. ,Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan


tindakan reflektif.

5
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi
dan mengembangkan diri.

Kompetensi profesional dideskripsikan menjadi beberapa indikator yaitu:

1. Menyelenggarakan administrasi sekolah

2. Menyelenggrakan administrasi sekolah

3. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran

4. Merencanakan sistem pembelajaran

5. Mengevaluasi sistem pembelajaran

6. Mengembangkan sistem pembelajaran

Konselor mesti memiliki jiwa terbuka dan mampu mengendalikan diri.


Profesional dari konselor yang dibutuhkan disini dari seorang guru yaitu:

 Sukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra

 Telah menunjukkn dapat menyesuaikan diri dan sabar

 Memiliki sikap yang yang konstruktif

 Berkemauan untuk melatih pekerjaan

 Memiliki semangat untuk memberikan layanan kepada siswa, sekolah, dan


masyarakat.

Di sini konselor profesional memberikan layanan berupa pendapingan (advokasi)


pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang
dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih kesempatan dan kesuksesan
bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip profesionaitas:

1. Setiap individu memiliki hak untuk dihargai dan mendapatkan kesempatan


untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Konselor
memeberikan pendampingan bagi individu dari berbagai latar belakang
kehidupan yang beragam dalam budaya, etnis, agama dan keyakinan, usia,
status sosial, dan ekonomi, individu dengan kebutuhan khusus, individu
yang mengalami kendala bahasa, dan identitas gender.

6
2. Setiap individu berhak memperoleh informasi yang mendukung
kebutuhannya untuk mengembangkan dirinya.

3. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan
hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa depannya

4. Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai


dengan aturan hukum, kebijakan, dan standar etika layanan.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kompetensi pengetahuan seorang konselor meliputi pengetahuan mengenai Apa


yang dimaksud dengan pengawas konselor, persyaratan bagi seorang pengawas
konselor, tugas pokok seorang pengawas konselor, fungsi pengawas konselor,
serta hak dan kewenangan seorang pengawas konselor.

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan, kecakapan dan keterampilan


yang ditampilkan seseorang. Foker menyatakan bahwa ”kompetensi kepribadian
yang dimiliki oleh konselor adalah berjiwa pendidik, terbuka, mampu
mengembangkan diri dan memiliki integritas kepribadian

Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan


sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran,
kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar. konselor
profesional memberikan layanan berupa pendapingan (advokasi)

7
pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang
dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih kesempatan dan kesuksesan
bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip profesionaitas.

Untuk menjadi seorang konselor profesional tidak cukup hanya memiliki ilmu,
keterampilan, dan kepribadian belaka, akan tetapi harus pula memahami dan
mengaplikasikan kode etik konseling (KEK). Pada saat ini konselor sedunia
menggunakan KEK dari lembaga yang bernama American Counselor Association
(ACA).

Stakeholder awalnya digunakan dalam dunia kerja dan usaha, terdiri dari dua
kata stake dan holder. Stake berarti to give support to, holder berarti pemegang.
Sehingga, Pengertian stakeholder dalam pendidikan dapat diartikan sebagai orang
yang menjadi pemegang dan sekaligus pemberi support terhadap pendidikan atau
lembaga pendidika

DAFTAR PUSTAKA

Willis, Sofyan. (2009). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : CV.
Alfabeta.

McLeod, John. (2003). Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.

Partin, Ronald. (2012). Kiat Nyaman Mengajar di Dalam Kelas. Jakarta : PT.
Indeks.

Sukardi, D. Ketut. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta :


PT. Rineka Cipta.

Winkel, S. W. Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Menengah. Jakarta : PT.


Gramedia.

WordPress. (2012). Stakeholder dan produk jasa organisasi pendidikan. [Online]

Tersedia : http://aplia08.wordpress.com/2012/03/07/stakeholder-dan-produk-jasa-
organisasi-pendidikan/. [14 Maret 2013]

Mardhatillah, Fitrah. (2012). Kepribadian Konselor

8
Tersedia : kepribadiankonselor.blogspot.com/2012/11/kompetensi-kepribadian-
konselor/

BAB III

9
PENUTUP

A. Kesimpulan

Empati adalah mengerti dan dapat merasakan perasaan dan pikiran orang
lain (klien). Empati ini akan lebih lengkap jika diiringi oleh pengertian dan
penerimaan konselor tentang kondisi klien pada umumnya. Kuat-lemahnya empati
itu tergantung pada saling pengertian dan penerimaan terhadap suasana
pembicaraan/ penampilan klien. Suasana empati yang dalam dapat dirasakan baik
oleh klien maupun konselor sendiri.

Latihan berempati melibatkan kemampuan memasuki dunia konseli


melalui ungkapan-ungkapan empati yang sekiranya dapat menyentuh perasaan
dan memperlihatkan pada konseli akan kepedulian kita pada mereka. Kemampuan
melakukan empati akan membuat konseli bersikap terbuka. Dengan demikian,
konseli akan bersedia mengungkapkan dunia dalam dirinya dengan cara yang jauh
lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid 2. Alih Bahasa: Ratna
Djuwita. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth. (1999). Perkembangan Anak. Jilid 2. Alih Bahasa: Med.


Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih. Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.

Sutardi, T. (2007). Antropologi Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT.


Setia Purna Inves.

Taufik. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

11

Anda mungkin juga menyukai