Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR-DASAR AKUSTIK

LAPISAN SOFAR (Sonar, Fixing and Ranging)


LAPISAN C (KECEPATAN SUARA MINIMUM)

OLEH:
Efriadi Muslim SZ ( 08051181823002 )
Bella Utami ( 08051181823024 )
Inda Azhara Nensi ( 08051181823020)
Salsyabilah Ramadani ( 08051281823098)
Sundari ( 08051281823100)
Bella Amalia ( 08051281823090)
Brian Tegar Pratama ( 08051281823046)

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Fauziyah, S.Pi
Fitri Agustriani, M.Sc
Ellis Nurjuliastiningsih, M.Si

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Lapisan SOFAR (Sound, Fixing and Ranging)
Lapisan C (Kesecapatan suara minimum)” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang
sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Dasar-Dasar Kelautan dengan judul “Lapisan SOFAR (Sound, Fixing and Ranging)
Lapisan C (Kesecapatan suara minimum)”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan
makalan ini berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih
banyak terdapat kekurangannya.

Inderalaya, Agustus 2019

Penyusun
I PENDAHULUAN DAN DEFINISI

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu kiranya di kemukakan bahwa


pengertian akustik perikanan mencakup semua perangkat (system) akustik
yang dipergunakan untuk mendeteksi serta menentukan lokasi (dan bilamana
mungkin melakukan identifikasi) terhadap berbagai sasaran (target) di
dalam air. Selebihnya, baik penggunaan sistem ini secara pasif (bioakustik, atau
akustik pasif), yakni sebagai perangkat pendengar untuk mendeteksi berbagai
suara yang dihasilkan oleh berbagai jenis ikan dan krustasea maupun
sebagai biotelemetri, yakni perangkat yang menggunakan pening akustik (acoustic
tag) (Widodo, 1989).
Aplikasi awal dari teknologi akustik telah dikenal pada era Perang Dunia I,
walaupun bukan untuk deteksi kapal selam, melainkan dipergunakan untuk
deteksi kapal pengebom musuh dan zeppelin di udara. Pada awal tahun Perang
Dunia I banyak kemajuan yang dibuat oleh Inggris dan Jerman, yaitu
dengan mengembangkan sistem deteksi dan penentuan lokasi dari pesawat
terbang musuh. Teknologi akustik selanjutnya mengalami banyak perkembangan
hingga ditemukannya sistem Sound and Ranging (SONAR) melalui
pemanfaatan propagasi gelombang akustik, dipergunakan untuk deteksi kapal selam
oleh Inggris dan Amerika (Suharyo et al. 2018).
Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal. Gelombang
bunyi tersebut dapat dijalarkan di dalam benda padat, benda cair, dan gas.
Partikel-partikel bahan yang mentransmisikan sebuah gelombang seperti itu
berosilasi di dalam arah penjalaran gelombang itu sendiri. Ada suatu
jangkauan frekuensi yang besar di dalam mana dapat dihasilkan gelombang mekanis
longitudinal, dan gelombang bunyi adalah dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang
dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran. Jangkauan
ini adalah dari kira-kira 20 siklus/detik (atau 20 Hz) sampai kira-kira
20.000 Hz dan dinamakan jangkauan suara yang dapat didengar (audible
range) (Lubis dan Lizalidiawati, 2005).
Sebuah gelombang mekanis longitudinal yang frekuensinya berada di
bawah jangkauan yang kedengaran tersebut dinamakan sebuah gelombang
infrasonik (infrasonic wave), dan gelombang yang frekuensinya berada di atas
jangkauan yang kedengaran dinamakan gelombang ultrasonik (ultrasonic
wave). Gelombang infrasonik yang menarik untuk dipelajari biasanya adalah gelombang
infrasonik yang dihasilkan oleh sumber-sumber besar, dan gelombang gempa bumi
adalah suatu contohnya (Lubis dan Lizalidiawati, 2005).
Survey batimetri sendiri secara umum merupakan pekerjaan pengukuran
kedalaman air danau atau dasar lautan. Dalam mendapatkan datanya, survey batimetri
menggunakan metode pemeruman yaitu penggunaan gelombang akustik untuk
pengukuran bawah air dengan menggunakan alat echosounder. Alat tersebut
mempunyai prinsip memancarkan bunyi dan kemudian gema dari bunyi tersebut
ditangkap kembali untuk mengetahui keberadaan benda-benda di bawah air. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, echosounder berkembang dari yang
menggunakan singlebeam hingga sekarang menggunakan multibeam dalam akusisinya.
Informasi yang didapat dari MBES dapat membantu mengetahui keadaan bawah laut,
sehingga bentuk permukaan dasar laut dapat diketahui (Saputra et al. 2016).
Pada masa sekarang perkembangan sistem SONAR sangatlah pesat dan
digunakan di banyak bidang seperti hidrografi (peta batimetri dan dasar laut), arkeologi
(penentuan kerangka kapal),geologi (penentuan lapisan sedimen), perikanan (lokasi dan
jumlah ikan) dan tentunya dibidang militer (Angkatan Laut) Penggunaan sistem sonar
aktif dan pasif telah lama dikenal baik untuk sistem deteksi, komunikasi dan sistem
senjata. Melalui pemanfaatan teknologi akustik modern (sistem SONAR aktif), dengan
cara memasang minimal satu pasang tranduser (1 pemancar dan 1 penerima),
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui alat pemancar akan dilepaskan
suatu gelombang akustik bawah air yang diletakkan pada salah satu sisi selat dan
diterima oleh alat penerima yang diletakkan pada sisi selat yang lain (Novianta, 2010)
Pada lautan, ada satu titik dimana laju gelombang minimum. perbedaan
laju gelombang analog dengan perbedaan indeks refraksi. Sehingga bisa dinyatakan
pada tiap kedalaman lautan memiliki medium yang berbeda bagi gelombang.
Pada lapisan medium dimana titik laju gelombang minimum ini, gelombang
akan merambat mengikuti Huygens principle. Oleh karena itu gelombang juga
akan merambat sepanjang lapisan tersebut. lapisan dimana gelombang
merambat dengan laju yang minimum inilah yang disebut 'sound channel'.
Sound channel sering disebut sound fixing and ranging (SOFAR) channel.
Suara akan bergerak dengan sangat efesien dalam sound channel (Suharyo et al. 2018).
II TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari sonar
2. Untuk mengetahui profile singkat mengenai kecepatan suara di laut.
3. Untuk mengetahui pengertian dari lapisan SOFAR
4. Untuk mengetahui cara penggunaan teknologi sonar

2.2 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari sonar
2. Mahasiswa mampu memahami profile singkat mengenai kecepatan suara di laut.
3. Mahasiswa mampu memahami lapisan SOFAR
4. Mahasiswa mampu memahami cara penggunaan teknologi
III TEORI

Kecepatan suara dalam air laut merupakan variabel oseanografik yang


menentukan pola pemancaran suara di dalam medium. Kecepatan suara bervariasi
terhadap kedalaman, musim, posisi geografis dan waktu pada lokasi tertentu. Diperairan
dangkal dekat patai, profil kecepatan suara cendrung tidak teratur dan sulit diprediksi.
Faktor fisik air laut yang paling menentukan dalam mempengauhi kecepatan suara di
dalam air laut adalah suhu, salinitas dan tekanan. Kecepatan rambat suara laut berbed
dengan kecepatan rambat udara ataupun darat. Bunyi merambat di udara dengan
kecepatan 1.224 km/jam. Pada suhu udara 15°C bunyi dapat merambat diudara bebas
pada kecepatan 3430 m/s (Clay dan Medwin, 1977 dalam Saputra et al. 2016)
Sonar (Singkatan dari bahasa Inggris: sound navigation and ranging), merupakan
istilah Amerika yang pertama kali digunakan semasa Perang Dunia, yang berarti
penjarakan dan navigasi suara, adalah sebuah teknik yang menggunakan penjalaran
suara dalam air untuk navigasi atau mendeteksi kendaraan air lainnya. Sonar merupakan
sistem yang menggunakan gelombang suara bawah air yang dipancarkan dan
dipantulkan untuk mendeteksi dan menetapkan lokasi obyek di bawah laut atau untuk
mengukur jarak bawah laut. Sejauh ini sonar telah luas digunakan untuk mendeteksi
kapal selam dan ranjau, mendeteksi kedalaman, penangkapan ikan komersial,
keselamatan penyelaman, dan komunikasi di laut (Lubis dan Wenang, 2017).
Sejarah sonar dimulai dari Leonardo da Vinci, pembuat lukisan Monalisa yang
terkenal itu, pernah membuatcatatan harian yang menyatakan seperti ini : "Dengan
menempatkan ujung pipa yang panjang didalam laut dan ujung lainnya di telinga Anda,
maka Anda dapat mendengarkan kapal-kapal laut di kejauhan". Catatan ini dibuat pada
tahun 1490. Berdasarkan catatan ini dapat dipastikan bahwa pada tahun tersebut sonar
sudar dikenal orang. Penggunaan sonar seperti ini disebut dengan Sonar Pasif (Passive
Sonar). Karena kita hanya menangkap bunyi yang dihasilkan oleh suatu obyek dibawah
permukaan air, bukan merupakan pantulan bunyi yang kita buat seperti pada peralatan
sonar jaman sekarang (Suharyo et al. 2018).
Awalnya Sonar hanya memiliki sistem Sonar pasif, di mana tidak ada sinyal yang
dikirim keluar. Namun seiring kemajuan teknologi dan kebutuhan hadirlah Sonar aktif
yang mana sinyal yang dikirim bisa diterima kembali. Frekuensi yang digunakan oleh
sonar berada pada daerah ultrasonic, yaitu di atas 20.000 hertz. Karena frekuensi
tersebut tidak dapat didengar dan panjang gelombang pada daerah ultrasonic sangat
kecil sehingga difraksi yang terjadi juga semakin kecil, dan gelombang tidak akan
menyebar (Lubis dan Lizalidiawati, 2005).
Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara bawah
permukaan dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Data suara
dipancar ulang ke operator melalui pengeras suara atau ditayangkan pada monitor. Alat
sonar pertama digolongkan sebagai sonar pasif, di mana tidak ada sinyal yang dikirim
keluar (Widodo, 1989).
Gangguan atau gelombang terjadi karena adanya pergeseran dari suatu bagian
medium elastis dari kedudukan normalnya dimana gangguan atau gelombang ini akan
bergerak maju melalui medium tersebut. Tenaga di dalam gelombang adalah tenaga
kinetik dan tenaga potensial dari medium, namun transmisi tenaga terjadi karena
gelombang melalui sepanjang satu bagian medium ke bagian berikutnya. Gelombang
mekanis dicirikan oleh pengangkutan tenaga melalui medium, oleh gerak suatu
gangguan di dalam medium tersebut (Novianta, 2010)
Macam – macam gelombang mekanis berbeda – beda ditinjau dari bagaimana
gerak partikel medium dihubungkan pada arah penjalaran gelombang itu sendiri. Jika
gerak partikel yang mengangkut gelombang tersebut adalah tegak lurus pada arah
penjalaran gelombang itu sendiri, maka kita mempunyai sebuah gelombang transversal
(transversal wave) dan jika gerak partikel yang mengangkut sebuah gelombang mekanis
adalah searah panjang penjalaran, maka disebut gelombang longitudinal (longitudinal
wave) (Suharyo et al. 2018)
Gelombang resultan ini menyatakan sebuah gelombang baru yang mempunyai
frekuensi yang sama tetapi dengan amplitudo 2ym cos Jika Ø sangat kecil
(dibandingkan terhadap 180°), maka amplitudo resultan hampir sama dengan 2ym.
Dimana, bila Ø sangat kecil, cos cos 0° = 1. Bila Ø adalah nol, maka kedua gelombang
mempunyai fase yang sama dimana – mana. Puncak sebuah gelombang akan
bersesuaian dengan puncak gelombang yang lain dan lembah gelombang yang satu akan
bersesuaian dengan lembah gelombang yang lain (Aryanto et al. 2007).
Perbedaan fase Ø diantara gelombang – gelombang yang sampai di sebuah titik
dapat dihitung dengan mencari perbedaan di antara lintasan - lintasan yang ditempuh
oleh gelombang – gelombang tersebut dari sumber ke titik interferensi. Perbedaan
lintasan tersebut adalah Ø/k atau (Ø/2π)λ. Bila perbedaan jalan adalah 0, λ, 2λ, 3λ, dan
seterusnya, sehingga Ø = 0, 2π, 4π dan seterusnya, maka gelombang –
gelombangtersebut dikatakan berinterferensi secara konstruktif. Amplitudo resultan
adalah persis dua kali amplitudo masing – masing gelombang. Sebaliknya, jika Ø
berada di dekat 180°, maka amplitudo resultan akan hampir sama dengan nol. Dimana,
bila Ø 180°, maka cos cos 90° = 0. (Saputra et al. 2016)
Bila Ø adalah persis 180°, maka puncak sebuah gelombang akan persis
bersesuaian dengan lembah gelombang yang lain. Untuk perbedaan – perbedaan jalan
sebesar dan seterusnya, Ø adalah π, 3π, 5π dan seterusnya, maka gelombang –
gelombang tersebut dikatakan berinterferensi secara destruktif. Amplitudo resultan
adalah nol. Interferensi antara gelombang – gelombang yang berjalan di dalam
berlawanan akan meghasilkan gelombang longitudinal berdiri (standing wave) (Lubis
dan Lizalidiawati, 2005).
Superposisi sebuah gelombang masuk dan sebuah gelombang yang direfleksikan
merupakan jumlah dua gelombang yang berjalan di dalam arah – arah yang berlawanan,
akan menimbulkan sebuah gelombang berdiri (standing wave). Dua deret gelombang
yang frekuensi, laju dan amplitudonya sama yang berjalan di dalam arah – arah yang
berlawanan sepanjang sebuah tali. Dua gelombang seperti itu dapat dinyatakan oleh
persamaan (Suharyo et al. 2018).
y1 = ym sin (kx – ωt)
y2 = ym sin (kx + ωt)
dan resultannya menjadi
y = y1 + y2 = ym sin (kx – ωt) + ym sin (kx + ωt)
atau dengan hubungan trigonometrik, persamaan di atas menjadi
y = 2ym sin kx cos ωt ...............................................(2.12)
persamaan di atas adalah persamaan sebuah gelombang berdiri (standing wave).
Ciri sebuah gelombang berdiri adalah kenyataan bahwa amplitudo tidaklah sama
untuk partikel – partikel yang berbeda – beda tapi berubah dengan kedudukan x dari
partikel tersebut. Aplikasi awal dari teknologi akustik telah dikenal pada era Perang
Dunia I, walaupun bukan untuk deteksi kapal selam, melainkan dipergunakan untuk
deteksi kapal pengebom musuh dan zeppelin di udara (Aryanto et al. 2007).
Pada awal-awal tahun Perang Dunia I banyak kemajuan yang dibuat oleh Inggris
dan Jerman, yaitu dengan mengembangkan sistem deteksi dan penentuan lokasi dari
pesawat terbang musuh. Teknologi akustik selanjutnya mengalami banyak
perkembangan hingga ditemukannya system (Sound and Ranging (SONAR) melalui
pemanfaatan propagasi gelombang akustik, yang dipergunakan untuk deteksi kapal
selam oleh Inggris dan Amerika (Suharyo et al. 2018).
Kalibrasi peralatan pemeruman (sounding) berupa bar checking, dilakukan
setiap hari pada saat sebelum dan sesudah survey. Prosedur ini dilakukan terutama
untuk mengetahui kecepatan rambat suara dalam air yang dapat dipengaruhi oleh variasi
harian dari salinitas atau temperature air laut. Cara kalibrasi dilakukan dengan cara
menggantungkan sebuah pelat/bar di bawah transduser echosounder sementara
echosounder dihidupkan. Dengan menurunkan kedalaman pelat untuk interval-interval
kedalaman yang telah diketahui, kalibrasi echosounder dapat dilakukan dengan
mengubah kecepatan putaran perekaman yang mencerminkan kecepatan suara dalam
air (Saputra et al. 2016).
Pada masa sekarang perkembangan sistem SONAR sangatlah pesat dan
digunakan di banyak bidang seperti hidrografi (peta batimetri dan dasar laut), arkeologi
(penentuan kerangka kapal),geologi (penentuan lapisan sedimen), perikanan (lokasi dan
jumlah ikan) dan tentunya dibidang militer (Angkatan Laut). Penggunaan sistem sonar
aktif dan pasif telah lama dikenal baik untuk sistem deteksi, komunikasi dan sistem
senjata. Di Indonesia, di tubuh TNI AL, sistem SONAR telah dikenal sebagai
perlengkapan sistem deteksi objek bawah air (kapal selam), walaupun dengan
kemampuan yang terbatas (Lubis dan Lizalidiawati, 2005).
Pemeruman (sounding) untuk mengukur kedalaman dasar laut daerah penelitian
berikut morfologi dasar lautnya. Kegiatan ini bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa
energi gelombang suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut.
Kemudian gelombang suara yang dikirim ke permukaan dasar laut dipantulkan kembali
dan diterima oleh receiver tranducer. Sinyal-sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada
recorder (Aryanto et al. 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suara di kolom perairan : Suhu,
salinitas, lapisan termokin, kedalaman perairan. Suhu merupakan salah satu karakter
fisik dari air laut yang penting. Di wilayah lintang sedang dan rendah (dekat dengan
wilayah tropis), suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi densitas dan
kecepatan suara di dalam air. Suhu di daerah tropis pada wilayah permukaan laut
berkisar 26-29oC yang dipengaruhi oleh musim. Pada kondisi perairan laut yang
mempunyai suhu berbeda-beda menimbulkan variasi kecepatan suara yang
menyebabkan refraksi atau pembelokan perambatan gelombang suara. Perubahan suhu
yang sangat cepat pada lapisan termoklin menyebabkan pembelokan gelombang suara
yang tajam pantul (Lubis dan Lizalidiawati, 2005).
Bila koefisiensi atenuasi meningkat maka frekuensi akan meningkat pula. Setiap
jaringan mempunyai koefisiensi atenuasi yang berbeda. Koefisiensi ini menyatakan
besarnya atenuasi per satuan panjang, yaitu semakin tinggi frekuensi yang digunakan
maka semakin tinggi koefisiensi atenuasinya. Secara sederhana, jaringan lunak hampir
sama atau di atas rata-rata 1 dB atenuasi per centimeter untuk tiap frekuensi. Oleh
karena itu rerata koefisiensi atenuasi dalam decibels per centimeter untuk jaringan lunak
adalah sebanding dengan frekuensi dalam MHz. Untuk menghitung atenuasi dalam
decibels hanya perlu mengalikan frekuensi dalam megahertz (hasilnya
mendekati/sebanding dengan koefisiensi atenuasi dalam dB/cm) (Saputra et al. 2016).
Lapisan termoklin merupakan lapisan yang berada dalam kolom perairan di laut
yang dimana pada lapisan ini mengalami perubahan suhu yang drastis dengan lapisan
yang berada dan di bawah lapisan termoklin. Di laut, termoklin seperti lapisan yang
membagi antara lapisan pencampuran (mixing layer) dan lapisan dalam (deep
layer). Tergantung musim, garis lintang dan pengadukan oleh angin, lapisan ini bersifat
semi permanen. Faktor yang menentukan ketebalan lapisan ini di dalam suatu perairan
seperti variasi cuaca musiman, lintang, kondisi lingkungan suatu tempat (pasang surut
dan arus).Penurunan suhu berbanding lurus dengan penambahan kedalaman dan
salinitas. Pada daerah dimana terjadi penurunan suhu secara cepat inilah dinamakan
lapisan termoklin (Iskandarasyah, 2011).
Gelombang suara akustik dipancarkan melalui sebuah alat yang menghasilkan
energi akustik (suara) pada kolom perairan. Energi dari pulsa suara yang dipancarkan
melalui medium air akan mencapai kecepatan 1500 m/s. Ketika energi tersebut
mengenai suatu objek, seperti ikan ataupun dasar perairan, beberapa energi akan
memantul kembali ke transduser (alat pemancar dan penerima gelombang suara). Nilai
hamburan balik yang diterima oleh alat dan kemudian akan dikirimkan ke
perangkat output(seperti grafik perekam video atau layar) dan digital echo
processor. Dengan menentukan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dan yang
diterima, transducer dapat memperkirakan jarak dan orientasi dari suatu objek yang
dideteksi. (Jarak = kecepatan suara x waktu /2) (Novianta, 2010).
Kedalaman mempengaruhi cepat rambat suara di dalam air laut. Bertambahnya
kedalaman, maka kecepatan suara akan bertambah karena adanya tekanan hidrostatis
yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Rata-rata terjadi peningkatan
kecepatan suara sebesar 0, 017 m/s setiap kedalaman bertambah 1 meter. Permukaan
laut merupakan pemantul dan penghambur suara yang mempunyai efek yang sangat
besar dalam perambatan suara ketika sumber atau penerima berada di perairan
dangkal. Jika permukaan halus sempurna, maka ia akan menjadi pemantul suara yang
nyaris sempurna. Sebaliknya jika permukaan laut kasar kehilangan akibat pantulan
mendekati nol (Saputra et al. 2016).
Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di dalam air, teutama di wilayah
lintang tinggi (dekat kutub) dimana suhu mendekati titik beku, salinitas merupakan
salah satu paling faktor penting yang mempengaruhi kecepatan gelombang suara di
dalam air. Distribusi vertikal salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis
mengalami nilai yang paling kecil pada kedalaman 600-1000 m (34-35 pratical salinity
unit/psu). Di wilayah tropis nilai salinitas pada permukaan berkisar 36-37
psu. Salinitas maksimun pada wilayah perairan tropis terjadi pada kedalaman 100-200
m dekat dengan lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai lebih dari 37
psu. Di daerah laut dalam, kadar salinitas relatif seragam dengan nilai 34,6-34,9
psu. Salinitas di samudera seperti Atlantik (Widodo, 1989).
Absorbsi dapat diartikan sebagai transmisi yang hilang sejak berada di
echosouder dari transducer. Absorbsi bergantung pada banyak hal, antara lain: suhu,
salinitas, pH, kedalaman dan frekuensi. Proses absorbsi yaitu menjauh dari
tranducer. Target Srength kekuatan pemantulan yang dikembalikan oleh target dan
relatif terhadap intensitas suara yang mengenai target. Target stregth didefinisikan
sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas yang mengenai ikan. Backscattering
strength adalah rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single
target yang dikukur dari target. Scattering Target (SV) adalah rasio antara intensitas
suara yang direfleksikan oleh suatu group single target yang berada pada suatu volume
air tertentu (Lubis dan Lizalidiawati, 2005)
Echo-sounder atau fish finder sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan
ikan merupakan alat pengindraan jarak jauh dengan prinsip kerja menggunakan metode
akustik yaitu sistem sinyal yang berupa gelombang suara. Sinyal yang dipancarkan
kedalam laut secara vertikal setelah mengenai obyek(Novikarany, 2010).
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini, sebagai berikut.


1. Sonar adalah suatu metode yang memanfaatkan perambatan suara didalam air untuk
mengetahui keberadaan obyek yang berada dibawah permukaan kawasan perairann.
2. kegunaan sonar ialah untuk mendeteksi kapal selam dan ranjau, mendeteksi
kedalaman, penangkapan ikan komersial.
3. Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara bawah
permukaan dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Data suara
dipancar ulang ke operator melalui pengeras suara atau ditayangkan pada monitor.
MEKANISME GAMES

NAMA GAMES : CERDAS GAK SIH?


MEKANISME :
1. Pembagian kelompok dibagi menjadi 4 Grup dimana dalam 1 Grup terdiri dari
2-3 kelompok
2. Yang berhak menjawab pertanyaan setiap Grup hanya 3 orang dari perwakilan
masing-masing kelompok, sedangkan yang lain hanya membantu.
3. Sebelum memulai permainan, seluruh Grup wajib membuat jargon (yel-yel)
masing-masing serta bel penanda dengan suara yang unik.
4. Penyelenggara games menyiapkan 12 pertanyaan seputar materi yang baru
dipresentasikan kelompok pemapar materi (7 pertanyaan untuk babak
penyisihan dan 5 pertanyaan untuk babak final).
5. Grup yang dapat menjawab pertanyaan akan mendapatkan poin.
6. Masing-masing Grup bertugas mengumpulkan poin.
7. Grup dengan perolehan poin terbanyak akan lolos ke babak final
8. Kelompok pada grup pemenang babak penyisihan akan bertanding di babak
final dan kembali mengumpulkan poin terbanyak.
9. Kelompok yang mendapatkan point terbanyak akan menjadi pemenang games
dan mendapatkan reward dari penyelenggara games.
TANYA JAWAB

1. Bagaimana Sonar ( navigasi dan jangkauan suara) berkerja?

2. Bagaimana sistem dari sonar aktif dan sonar pasif?

3. Apakah dampak negatif serta positif dari penggunaan sistem sonar terhadap mamalia laut?

4. Pada penyebarannya, perjalanan Bunyi lebih pelan di dalam air bersih dibanding air laut, mengapa
demikian?

5. Kapan sonar aktif digunakan?


DAFTAR PUSTAKA

Aryanto NCD, Noviadi Y, Syaefudin. 2007. Kedalaman batuan keras perairan selat laut
sebagai data awal untuk rencana pembangunan jembatan pulau laut –
Kalimantan. Jurnal Geologi Kelautan Vol. 5(1): 1-9

Lubis AM, Lizalidiwati. Rancang-bangun alat penentuan kecepatan bunyi di udara


berbasis instrumentasi. Jurnal Gradien Vol. 1(1) : 10-11

Iskandarsyah M. 2011. Pemetaan Shadow Zone Akustik dengan Metode Parabolic


Equatio di Wilayah Perairan Selat Lombok. [Skripsi]. Bogor : Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, 9 hal.

Novianta MA. 2010. Alat ukur kecepatan fluida dengan efek doppler menggunakan
mikrokontroller AT89S51. Jurnal Teknologi Vol. 3(1) : 1-2

Novikarany R. 2010. Sistem pengukuran kecepatan gelombang bunyi di udara berbasis


mikrokontroller [skripsi]. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia, 4-8 hal.

Saputra LR, Awaluddin M, Sabri LM. 2016. Identifikasi nilai amplitudo sedimen dasar
laut pada perairan dankal menggunakan multibeam echosounder. Jurnal
Kelautan Nasional Vol. 5(2) : 3-4

Suharyo OS, Adrianto D, Hidayah Z. 2018. Pegaruh pergerakan massa air dan distribusi
parameter temperatur, salinitas dan keceptan suara pada komunikasi kapal
selam. Jurnal Kelautan Vol 11(2) : 105

Widodo J. 1989. Prinsip dasar hidroakustik perikanan. Jurnal Oseana Vol. 14(3) : 81-
82.

Anda mungkin juga menyukai