Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL SEMINAR EVIDENCE BASED NURSING TERAPI MASSAGE

PLEXUS SACRALIS TERHADAP PENURUNAN TINGKAT NYERI PADA IBU


POST PARTUM NORMAL
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa memberi rahmat dan
karunia-Nya. Sholawat serta salam kita sanjungkan keharibaan Nabi Besar Muhammad
SAW. Proposal ini ditulis dengan tujuan dapat memberikan gambaran mengenai kegiatan
mahasiswa yang sedang menjalani Stase Keperawatan Maternitas untuk melaksanakan
kegiatan Seminar Evidence Based Nursing. Kami menyadari bahwa Proposal ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan proposal ini. Maka kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan proposal ini dari awal
sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin

Jakarta, November 2019

Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 3
C. Manfaat ........................................................................................................................... 3
D. Nama Kegiatan................................................................................................................ 4
E. Peserta ............................................................................................................................. 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
ANALISA JURNAL.................................................................................................................. 5
A. Jurnal Utama ................................................................................................................... 5
B. Jurnal Pendukung ............................................................................................................ 5
C. Analisa PICO .................................................................................................................. 6
BAB III ...................................................................................................................................... 9
TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 9
A. Konsep Post Partum (Nifas)............................................................................................ 9
B. Konsep Nyeri ................................................................................................................ 22
C. Konsep Massage ........................................................................................................... 28
D. Konsep Massage Plexus Sacralis .................................................................................. 31
A. Analisa Ruangan ........................................................................................................... 33
B. Analisa SWOT .............................................................................................................. 33
BAB V ..................................................................................................................................... 35
PENUTUP................................................................................................................................ 35
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 35
B. Saran ............................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan merupakan salah satu makhluk yang mendapat anugrah dari Tuhan Yang
Maha Esa untuk dapat mengandung, melahirkan dan menyusui. Kodrat yang diberikan
kepada perempuan ini ditandai oleh perangkat reproduksi yang dimilikinya, yakni rahim
dan semua bagiannya, untuk tempat tumbuh kembang janin selama di dalam kandungan,
dan payudara untuk dapat menyusui anak ketika ia sudah dilahirkan, artinya semua
perempuan berpotensi untuk menyusui anaknya, sama dengan potensinya untuk dapat
mengandung dan melahirkan (Perinasia, 2010, hlm. 76).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu. Persalinan disebut normal apabila prosesnya terjadi pada usia cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri) (Johariah & Ningrum, 2012).

Post partum adalah periode pemulihan dari perubahan anatomis dan fisiologis yang
terjadi selama kehammilan. Post partum/ puerperium atau periode pasca persalinan
umumnya berlangsung selama 6-12 minggu setelah kelahiran anak. Lama post
partum , bisa berbeda –beda pada setiap ibu. Namum, cepat lambatnya darah
berhenti, bukan merupakan indikasi singkat 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan
awam merupakan masa nifas, dan penting sekali untuk terus dipantau .Nifas
merupakan masa pembersihan rahim, sama halnya seperti haid. (Serri dalam
Harianja, 2014).

Ada beberapa perubahan yang dialami ibu post partum yaitu perubahan fisiologis
maupun psikologis, salah satunya perubahan fisiologisnya adalah kontraksi uterus.
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna setelah persalinan, yang
merupakan respon segera untuk mengurangi jumlah volume intra uterus atau biasa
disebut dengan involusi uterus. Kontraksi uterus ini terjadi secara fisiologis dan
menyebabkan nyeri yang dapat mengganggu kenyamanan ibu di masa setelah
melahirkan atau post partum. Rasa sakit (after pain) seperti mulas mulas

1
disebabkan karena kontraksi uterus yang berlangsung 2-4 hari post partum, sehingga
ibu perlu mendapatkan pengertian mengenai nyeri yang dirasakan (Maryunani,
2009).

Nyeri adalah sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan (International Association for Study
of Pain, 1979). Nyeri yang diakibatkan oleh kontraksi uterus memerlukan berbagai
penanganan untuk meminimalkan rasa nyeri yang dirasakan oleh ibu sehingga
kenyamanan ibu dapat kembali. Peran seorang perawat pada kondisi tersebut adalah
membantu meredakan nyeri ibu post partum dengan memberikan intervensi dalam
meredakan nyeri (Andarmoyo, 2013).

Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri post partum berupa
penanganan farmakologi. Pengendalian nyeri secara farmakologi efektif untuk nyeri
sedang dan berat. Namun demikian pemberian farmakologi tidak bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan klien sendiri untuk mengontrol nyerinya (Van Kooten,
1999 dalam Anggorowati dkk., 2007). Sehingga dibutuhkan kombinasi farmakologi
untuk mengontrol nyeri dengan non farmakologi agar sensasi nyeri dapat
berkurang serta masa pemulihan tidak memanjang (Bobak, dalam Swandari, 2014).

Intervensi keperawatan dalam upaya manajemen nyeri post partum yang


merupakan nyeri fisiologis mulai dari nyeri ringan hingga sedang, maka perlu
upaya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman secara nonfarmakologis sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer 1239 tahun 2001 salah
satunya adalah melakukan massage. Massage berasal dari kata arab “mash” yang
berarti “menekan dengan lembut” atau kata yunani “massien” yang berarti “memijat
atau melulut”. Selanjutnya massage disebut pula sebagai ilmu pijat atau ilmu lulut
(Zikri, 2015).

Tindakan terapi massage dalam meredakan nyeri post partum ini berada pada daerah
pinggang dan di fokuskan pada area sacralis untuk merangsang saraf parasimpatis.
Sistem parasimpatis berasal dari nervus sacralis 2, 3, dan 4 sebagai plexus sacralis.
Serabut parasimpatis mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi yang
2
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah (menurunkan ischemia) seiring dengan
peningkatan metabolisme sel sehingga nyeri dapat mereda atau menurun. Sedangkan
pertimbangan peneliti mengapa terapi massage plexus sacralis yang diteliti untuk
menurunkan tingkat nyeri post partum, bahwasanya teknik massage ini memiliki
beberapa kelebihan, yaitu sebagai pengganti terapi farmakologis yang tidak
menimbulkan efek samping yang merugikan, ekonomis, mudah, dan dapat dilakukan
secara mandiri (Prawirohardjo 2008).

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa ,manfaat Massage Plexus Sacralis efektof
dan tanpa biaya sebagai terapi tambahan untuk mengurangi nyeri pada pasien post
partum . maka dari itu, kami ingin mengadakan kegiatan seminar Evidence Based
Nursing tentang perlakuan Massage Plexus Sacralis kepada pasien post partum untuk
mengurangi nyeri.

B. Tujuan

Menambah wawasan perawat tentang pengaruh massage plexus sacralis untuk


mengurangi nyeri post partum

C. Manfaat
1. Bagi Ilmu Keperawatan
diharapkan dapat menggunakan teknik massage plexus sacrlis sebagai salah satu
teknik untuk menurunkan tingkat nyeri pada ibu post partum.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada tenaga kesehatan
atau instansi kesehatan lainnya sebagai salah satu bekal dalam meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan khususnya penurunan tingkat nyeri pada ibu dengan
memberikan massage plexus sacralis pada ibu post partum.
3. Bagi Ibu Post Partum
Diharapkan ibu-ibu yang mengalami nyeri post partum dapat memahami
nyeri yang dirasakan selama proses persalinan dapat berkurang stelah
dilakukan massage plexus sacralis dan pasien mampu melakukan apa yang
sudah diajarkan perawat.

3
D. Nama Kegiatan
Seminar Evidence Based Nursing tentang pengaruh Massage Plexus Sacralis terhadap
Penurunan Nyeri pada pasien post partum di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar
Minggu.

E. Peserta
Kepala ruangan dan para perawat di Ruang Lavender RSUD Pasar Minggu.

4
BAB II

ANALISA JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul Artikel
Pengaruh Terapi Massage Plexus Sacralis Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri
pada Ibu Post Partum Normal Primipara dan Multipara di Puskesmas Wirosari II
Purwodadi.
2. Peneliti
Verra Hadika Silviana Sari, Priharyanti Wulandari, M.Kep, Achmad Solechan
3. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan desain pre experiment designs dengan rancangan
one group pretest-posttest design without control group.
4. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terhadap ibu post partum normal primipara dan
multipara di Puskesmas Wirosari II Purwodadi sebelum diberikan terapi
massage plexus sacralis sebagian besar ibu mengalami nyeri sedang dengan
jumlah 20 orang (83,3%) dengan nilai mean sebesar 4,50

B. Jurnal Pendukung
a. Judul Penelitian
Pengaruh Terapi Massage Plexus Sacralis Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri
Pada Pasien Post Partum Normal Di Ruang Nifas RSD DR. Soebandi Jember.
b. Peneliti
Mahmud Ady Yuwanto
c. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan model desain eksperimen semu (quasi eksperiment)
dengan menggunakan desain wawancara dan observasi validasi data sebelum
perlakuan dan sesudah perlakuan.
d. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian mengenai pengaruh terapi
massage plexus sacralis terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien postpartum
normal di Ruang Nifas RSD. dr. Soebandi Jember, dapat disimpulkan bahwa
5
terdapat pengaruh tingkat nyeri pasien postpartum sebelum dan sesudah diberikan
terapi massage plexus sacralis di Ruang Nifas RSD. dr. Soebandi Jember, hal ini
ditunjukkan hasil uji Wilcoxon dengan p-value sebesar 0,0001.

C. Analisa PICO
1. Problem
Pasien dengan post partum adalah masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah. Post partum
adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu
masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan
yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Pada post partum ibu mengalami adanya perubahan pada tubuh, antara lain
: sistem reproduksi yaitu adanya pengerutan pada dinding rahim, lokea,
perubahan serviks, vulva, vagina dan perineum, adanya pembatasan pada asupan
nutrisi, dan dapatmenyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan eltrolit.
Masalah 13 yang dialami pada pasien post partum atau ibu nifas, seperti sepsis
puerperali. Salah satu masalah pada hal ini adalah nyeri post partum yang dapat
menjadi masalah nyeri kronis dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien.

2. Intervention
Adanya manfaat dalam tindakan Massage Flexus Sacralis dalam mengontrol
nyeri pada pasien post partum dapat dijadikain suatu tindakan komplementer
perawat dalam mengurangi intensitas nyeri yang berada di daerah pinggang dan
di fokuskan pada area sacralis untuk merangsang saraf parasimpatis. Tindakan
terapi massage dalam meredakan nyeri post partum ini berada pada daerah
pinggang dan di fokuskan pada area sacralis untuk merangsang saraf
parasimpatis. Sistem parasimpatis berasal dari nervus sacralis 2, 3, dan 4 sebagai
plexus sacralis. Serabut parasimpatis mencegah kontraksi dan menimbulkan
vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah (menurunkan
ischemia) seiring dengan peningkatan metabolisme sel sehingga nyeri dapat
mereda atau menurun.

6
3. Comparison
No Peneliti/Tahun Desain Partisipan Hasil dan
Kesimpulan
1. Tina Shinta desain Sample Hasil penelitian
Parulian, penelitian ini penelitian dengan Uji T
Junatri menggunakan adalah 20 ibu Dependen diperoleh
Sitompul, dan desain post partum p value = 0,000.
Anne, Nur penelitian normal di Hasil penelitian
Oktafiana/ analitik pra – Rumah Sakit yang diperoleh
2014 eksperimental Sariningsih bahwa sebelum
dengan Bandung dilakukan teknik
pendekatan dengan effleurage massage
one group menggunaka terdapat 20 ibu post
pretest - n purposive partum mengalami
posttest sampling rata-rata nyeri
dengan Nyeri kontraksi uterus
Numeric dengan rentang nyeri
Ratting Scale skala 3-7.
( NRS )
Hasil penelitian
yang diperoleh
bahwa setelah
dilakukan teknik
effleurage massage
terdapat 20 ibu post
partum mengalami
rata-rata nyeri
kontraksi uterus
dengan perubahan
rentang skala nyeri
yaitu pada skala 1-5.

7
4. Outcome
Setelah dilakukan intervensi massage Plexus Sacralis diharapkan skala nyeri
Numeric Ratting Scale ( NRS ) dapat berkurang , diharapkan teknik Plexus
Sacralis ini dapat di aplikasikan di Rumah Sakit maupun dilakukan secara
mandiri oleh klien dan keluarga klien.

8
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Post Partum (Nifas)


1. Definisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010). Masa
nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang
dimulai setelah partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sarwono, 2008).

2. Periode Masa Nifas

a. Periode Immediate Post partum


Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa
ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia
uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran loche, tekanan darah, dan
suhu.

b. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)


Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.

c. Periose Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)


Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB (Saleha, 2009).

9
3. Tanda dan Gejala Bahaya Masa Nifas
a. Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah
banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan
pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam setengah jam).
b. Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk
c. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung
d. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah
penglihatan.
e. Pembengkakan di wajah atau di tangan
f. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau jika merasa tidak enak
badan.
g. Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas dan atau
terasa sakit.
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
i. Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan di kaki.
j. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau
dirinya sendiri.
k. Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah (Saleha, 2009).

4. Adaptasi Fisiologis Masa Nifas


a. Involusio uterus
Secara berangsur–angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan
alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus
uteri 3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak
seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus mengecil dengan
cepat sehingga padahari ke-10 tidak teraba dari luar. Setelah 6 minggu
tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam 10
hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu
tiga minggu.

Menurut Irda (2018) kontraksi uterus terjadi secara fisiologis dan


menyebabkan nyeri yang dapat mengganggu kenyamanan ibu di masa
postpartum. Nyeri susulan yang dirasakan ibu post partum disebut

10
dengan hisroyan. Hisroyan berlangsung pada hari ke 2–3 postpartum
dimana ibu akan merasakan mulas-mulas yang disebabkan karena
kontraksi uterus sehingga ibu perlu mendapatkan penjelasan mengenai
nyeri yang dirasakan. Rasa nyeri meningkat pada ibu post partum yang
telah melahirkan lebih dari satu kali atau multipara karena terjadinya
penurunan otot uterus secara bersamaan yang menyebabkan relaksasi
intermitten (berjeda), sedangkan pada wanita menyusui hisroyan
disebabkan karena isapan bayi yang dapat menstimulasi produksi
oksitosin yang tidak hanya memicu refleks let down (pengeluaran ASI)
tetapi menyebabkan kontraksi uterus.

b. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.

c. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang
dibutuhkan hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil
sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.

d. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung
pada (1) Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II
dilalui (3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat
persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera
setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia
diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi
(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah
di dalam badan) kemukosa (Suherni, 2009).

11
e. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam
proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjar otak bagian
belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Isapan bayi dapatmerangsang produksi ASI dan
sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uteruskembali ke bentuk
normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap
tinggi dan padapermulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang
ditekan.

Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin


menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang
kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah
permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume
darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otothalus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul,perineum dan vulva, serta vagina.

f. Sistem gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
umumnya karenamakan padat dan kurangnya berserat selama
persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangatpenting untuk
gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini
terjadipenurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya
kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya
untuk proses pertumbuhan juga pada ibudalam masa laktasi (Saleha,
2009).

12
g. Sistem muskuloskeletal
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca
partum :

1) Nyeri punggung bawah


Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang
yang sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural
pada sistem muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.

Penanganannya yaitu selama kehamilan, wanita yang mengeluh


nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk
mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi
istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda
nyeri elektro terapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan,
namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman
pada pasien.

2) Sakit kepala dan nyeri leher


Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit
kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi
aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala
dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah
pemberian anestesi umum.

3) Nyeri pelvis posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi


area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung
bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas
sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta
timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat
menyebar ke bokong dan paha posterior. Penanganan: pemakaian
ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk
mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat
istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktivitas dan posisi
yang dapat memacu rasa nyeri.

13
4) Disfungsi simfisis pubis

Istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis


dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi
simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi
ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat
fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan
terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya
berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk
menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.

Penanganan: tirah baring selama mungkin, pemberian pereda nyeri.


perawatan ibu dan bayi yang lengkap, rujuk ke ahli fisioterapi
untuk latihan abdomen yang tepat, latihan meningkatkan sirkulasi,
mobilisasi secara bertahap, pemberian bantuan yang sesuai.

5) Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5
cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat
pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan
mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi
paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan
postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen
yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami
diastasis.

Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar


celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua
jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul;
latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua
posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan
latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.

14
6) Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta
adanya hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat
atau menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur
tubuh yang buruk.

h. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau
lochea cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan
mekonium.

1) Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput


ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan
mekonium.
2) Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.
3) Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-14 pasca persalinan.
4) Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah
berbau busuk.
6) Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya

i. Pembuluh Darah Rahim


Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh
darah yang besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
peredaran darah yang banyak. Bila pembuluh darah yang besar,
tersumbat karena perubahan pada dindingnya dan diganti oleh
pembuluh-pembuluh yang kiri.

15
j. Vagina dan Perineum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama,
tetapi biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang
asthenis menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga
sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum, fascia
tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau
mengejan.

Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan


atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran
bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni,
2009).

k. Sistem Kardiovaskuler
1) Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan menyebabkan
kebanyakan ibu bisa mentoleransi kehilangan darah saat
melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba.

Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan


menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.
Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai
kelima post patum. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang
melindungi wanita :

16
a) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran
pembuluh darah maternal 10%-15%.
b) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan
stimulus vasodilatasi
c) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama
wanita hamil.
2) Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat
selama masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena
darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba
kembali ke sirkulasi umum.

3) Tanda-tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC,
sebagai akibatmeningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan
hormonal jika terjadi peningkatansuhu 38ºC yang menetap 2 hari
setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi
seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi
saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),
pembengkakan payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7
jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-
70 kali per menit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takikardia
kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan
kehilangan darah dan proses persalinan yang lama.

Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami


hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan
adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46
jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap
stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg
dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami
preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi
17
pernapasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).

4) Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi
plasenta. Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm
akibat pelepasan desidua dan selaput janin.

5. Adaptasi Psikologis Masa Nifas


Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3
periode :

a. Periode Taking In

1) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan


2) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga
komunikasi yang baik.
3) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
4) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
5) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
6) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan
tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.
7) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi,
dan kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses
pemulihan

b. Periode Taking Hold


1) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
2) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam
merawat bayi.

18
3) Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh
karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang
terdekat
4) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan
begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
5) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai
belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta
belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya.

c. Periode Letting Go
1) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
2) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
3) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya

4) Keinginan untuk merawat bayi meningkat


5) Ada kalanya ibumengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya, keadaan ini disebut baby blues (Herawati Mansur, 2009).

6. Perawatan Pasca Persalinan


a. Mobilisasi
Jelaskan bahwa latihan tertentu sangat membantu seperti :

1) Dengan tidur terlentang dengan lengan disamping, menarik otot


perut selagi menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu
ke dada : tahan satu hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 kali.
2) Untuk memperkuat tonus otot vagina (latihan kegel).
3) Berdiri dengan tungkai dirapatkan kencangkan otot-otot, pantat dan
pinggul dan tahan sampai 5 hitungan kendurkan dan ulangi latihan
sebanyak 5 kali.

19
4) Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan setiap
minggu naikkan 5 kali. Pada 6 minggu setelah persalinan ibu harus
mengerjakan sebanyak 30 kali.
b. Diet
Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari.
Makanan harus diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup. Pil besi harus diminum minimal 40 hari pasca
melahirkan. Minum sedikitnya 3 liter, minum zat besi, minum kapsul
vitamin A dengan dosis 200.000 unit.

c. Miksi hendaknya dapat dilakukan sendiri mungkin karena kandung


kemih yang penuh dapat menyebabkan perdarahan.
d. Defekasi
Buang air besar harus dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, bila
tidak bisa maka diberi obat peroral atau perektal atau klisma.

e. Perawatan Payudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama puting susu
2) Menggunakan BH yang menyokong payudara
3) Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui
tetap dilakukan dari puting susu yang tidak lecet

4) Apabila lecet berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI


dikeluarkan dan diminum dengan menggunakan sendok
5) Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parasetamol 1 tab
setiap 4-6 jam
6) Apabila payudara bengkok akibat pembendungan ASI, lakukan :
a) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan
hangat selama 5 menit.
b) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau
menggunakan sisir untuk mengurut arah Z pada menuju puting.
c) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga
puting susu menjadi lunak.

20
d) Susukan bayi setiap < 3 jam. Apabila tidak dapat menghisap
seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan.
e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
f. Laktasi
ASI mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna,
memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap
untuk diminum. Tanda ASI cukup :

1) Bayi kencing 6 kali dalam 24 jam.


2) Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan
3) Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur
cukup.
4) Bayi menyusui 10-11 kali dalam 24 jam.
5) Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali menyusui.
6) Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI.
7) Bayi bertambah berat badannya.
ASI tidak cukup :

1) Jarang disusui.
2) Bayi diberi makan lain.
3) Payudara tidak dikosongkan setiap kali habis menyusui
g. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,
stress, atau dehidrasi.

h. Pemberian cairan intravena


Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.

21
i. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum (Sarwono, 2008).

B. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
International for Study of Pain (IASP) 2012, mendefinisikan nyeri sebagai
situasi tidak menyenangkan yang bersumber dari area tertentu, yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan dan yang berkaitan dengan
pengalaman masa lalu dari orang yang bersangkutan.

Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak


menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan
potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian
tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan
rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual (Judha, 2012).

2. Sifat Nyeri
a) Nyeri tajam (sharp pain) : menusuk/mengiris
b) Nyeri tumpul (dull pain) : menjemukan
c) Nyeri tembakan (shooting pain)
d) Nyeri terbakar (burning pain)
e) Nyeri proyeksi (referred pain)

3. Teori- Teori Nyeri


a. Teori Spesivitas ( Specivicity Theory)
Teori Spesivitas ini diperkenalkan oleh Descartes, teori ini
menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari resepror-reseptor nyeri yang
spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu kepusat nyeri diotak
(Andarmoyo, 2013). Teori spesivitas ini tidak menunjukkan
karakteristik multidimensi dari nyeri, teori ini hanya melihat nyeri
22
secara sederhana yakni paparan biologis tanpa melihat variasi dari efek
psikologis individu (Prasetyo, 2010).

b. Teori Pola (Pattern theory)


Teori Pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989, teori ini
menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori
yang di rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini Universitas
Sumatera Utara merupakan akibat dari stimulasi reseprot yang
menghasilkan pola dari implus saraf (Andarmoyo, 2013).

Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom dan neuralgia, teori pola ini
bertujuan untuk menimbulkan rangsangan yang kuat yang
mengakibatkan berkembangnya gaung secara terus menerus pada
spinal cord sehingga saraf trasamisi nyeri bersifat hipersensitif yang
mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat mengahasilkan
trasmisi nyeri (Andarmoyo, 2013).

c. Teori Pengontrol Nyeri (Theory Gate Control)


Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa
implus nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang sistem saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup (Andarmoyo, 2013).

d. Endogenous Opiat Theory


Teori ini di kembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan
bahwa terdapat substansi seperti opiet yang terjadi selama alami
didalam tubuh, substansi ini disebut endorphine (Andarmoyo, 2013).
Endorphine mempengaruhi trasmisi implus yang diinterpretasikan
sebagai nyeri. Endorphine kemugkinan bertindak sebagai
neurotrasmitter maupun neoromodulator yang menghambat trasmisi
dari pesan nyeri (Andarmoyo, 2013).

4. Klasifikasi Nyeri
a. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi
1) Nyeri Akut

23
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsung
untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013). Nyeri akut
berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang
tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali (Prasetyo,
2010).

2) Nyeri kronik
Nyeri kronik sering di definisikan sebagai nyeri yang berlangsung
selama enam bulan atau lebih, meskipun enam bulan merupakan
suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan nyeri akut
dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2009).

b. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal


1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas
atau sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan respetor khusus
yang mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo, 2013). Nyeri
nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain
(Andarmoyo, 2013).

2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang di dapat pada struktur saraf perifer maupun sentral , nyeri ini
lebih sulit diobati (Andarmoyo, 2013).

c. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi


1) Supervicial atau kutaneus
Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi.
Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam (Sulistyo, 2013).
Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau
laserasi.

24
2) Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal (Sulistyo, 2013). Nyeri ini bersifat difusi dan dapat
menyebar kebeberapa arah. Nyeri ini menimbulkan rasa tidak
menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan gejala-gejala
otonom. Contohnya sensasi pukul (crushing) seperti angina
pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.

3) Nyeri Alih (Referred pain)


Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karna
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri
dapat terasa dibagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri
(Sulistyo, 2013). Contohnya nyeri yang terjadi pada infark
miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu
empedu, yang mengalihkan nyeri ke selangkangan.

4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal
cedera ke bagian tubuh yang lain (Sulistyo, 2013). Karakteristik
nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau
sepanjang kebagian tubuh. Contoh nyeri punggung bagian bawah
akibat diskusi interavertebral yang ruptur disertai nyeri yang
meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.

5) Pengukuran Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat
sabjektif dan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda
oleh dua orang yang berbeda (Andarmoyo, 2013). Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri,
namun pengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007 dalam Andarmoyo, 2013).

Beberapa skala intensitas nyeri :


25
a. Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS) merupakan


alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objekti.
Pendeskripsian VDS diranking dari ” tidak nyeri” sampai ”nyeri yang
tidak tertahankan”(Andarmoyo, 2013). Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri
terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah
ketegori untuk mendeskripsikan nyeri (Andarmoyo, 2013).

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik

Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih


digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling
efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi (Andarmoyo, 2013).

c. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

26
Skala analog visual (Visual Analog Scale) merupakan suatu garis lurus,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya (Andarmoyo, 2013).

d. Skala Intensitas Nyeri dari FLACC


Skala FLACC merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat digunakan
pada pasien yang secra non verbal yang tidak dapat melaporkan
nyerinya (Judha, 2012).

6. Manajemen penatalaksanaan nyeri


a. Manajemen Non Farmakologi
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tidakan menurunkan
respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakolgi. Dalam melakukan
intervensi keperawatan/kebidanan, manajemen non farmakologi
merupakan tindakan dalam mengatasi respon nyeri klien (Sulistyo,
2013). Banyak metode dalam kelas persiapan melahirkan, yang
meliputi hypnosis, acupressure, yoga, umpan balik biologis
(biofeedback), sentuhan terapeutik. Teori aroma, seperti penggunaan
teh jamu-jamuan atau uap, dengan memberikan efek yang bermanfaat
bagi beberapa wanita (Valnet, 1990;Tesserand, 1990). Dapat juga
dengan tehnik Vokalisasi atau mendengarkan bunyi-bunyian untuk
menurunkan ketegangan, relaksasi dengan menggunakan imajiner
(imagenery-assisted relakxation), kompres panas, pijatan di perineum,
mandi siram hangat atau mendengarkan musik santai serta cahaya yang
tentram (Bobak, 2005).

27
b. Manajemen Farmakologi
Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang mengunakan
obat-obatan dalam praktik penanganannya. Cara dan metode ini
memerlukan instruksi dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan
pendekatan farmakologis dengan manajemen nyeri persalinan dengan
penggunaan analgesia maupun anastesi. Manajemen nyeri persalianan
dengan penggunaan analgesia merupakan penggunaan atau
penghilangan sensasi nyeri (Anderson, 1994, dalam Mander, 2003),
penghilangan sensasi nyeri ini tanpa disertai dengan hilangnya
perasaan total sehingga seseorang yang mengkonsumsi analgesik tetap
ada dalam keadaan sadar. Manajemen nyeri persalinan dengan
pengunaan anastesia merupakan menghilangkan sensasi normal
(Mander, 2003), yang di capai dengan memberikan obat-obatan
anastesi baik secara regional maupun umum (Sulistyo, 2013).

C. Konsep Massage
1. Pengertian Massage
Kata masase berasal dari bahasa Arab “mash” yang berarti menekan
dengan lembut, atau dari Yunani “massien” yang berarti memijat atau
melulut. Masase merupakan salah satu manipulasi sederhana yang
pertama-tama ditemukan oleh manusia untuk mengelus-elus rasa sakit.
Hampir setiap hari manusia melakukan pemijatan sendiri. Semenjak 3000
tahun sebelum masehi, masase sudah digunakan sebagai terapi.

Di kawasan Timur Tengah masase merupakan salah satu pengobatan tertua


yang diakukan oleh manusia. Menurut Tjipto Soeroso (1983) masase
adalah suatu seni gerak tangan yang bertujuan untuk mendapatkan
kesenangan dan memelihara kesehatan. Gerak tangan secara mekanis ini
akan menimbulkan rasa tenang dan nyamam bagi penerimanya. Ahmad
Rahim (1988) mendefinisikan pemijatan (masase) sebagai suatu perbuatan
melulut tubuh dengan tangan (manipulasi) pada bagian-bagian yang lunak,
dengan prosedur manual atau mekanik yang dilaksanakan secara metodis

28
dengan tujuan menghasilkan efek fisiologis, profilaktif, dan terapeutik
bagi tubuh.

Menurut Susan (2001) masase merupakan bentuk sentuhan terstruktur


dengan menggunakan tangan atau kadang-kadang bagian tubuh yang lain
seperti lengan atas dan siku digunakan untuk menggerus kulit 6 dan
memberikan tekanan pada otot-otot dalam. Menurut Tarumetor (2000)
masase adalah suatu metode refleksologi yang bertujuan untuk
memperlancar kembali aliran darah, dengan penekanan-penekanan atau
pijatan-pijatan kembali aliran darah pada titik-titik sentra refleks. Hal ini
senada dengan yang diutarakan oleh Kardinal (1990) bahwa massage
merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk menyembuhkan suatu
penyakit melalui urat-urat saraf dan memperlancar peredaran darah.

Menurut Toru Namikoshi (2006) masase adalah suatu metode preventif


dalam perawatan kesehatan untuk meningkatkan gairah hidup,
menghilangkan rasa letih, dan merangsang daya penyembuhan tubuh
secara alamiah dengan jalan memijat titik-titik tertentu pada tubuh.

2. Jenis – jenis massage untuk ibu post partum.


a. Massage punggung
masase pada punggung selama 30 menit. Masase pada punggung yang
dimaksud adalah memberikan usapan dengan ringan dan tanpa
tekanan kuat dengan cara menggosokan lembut dengan kedua telapak
tangan dan jari pada punggung ibu bersalin setinggi servikal 7 kearah
luar menuju sisi tulang rusuk selama 30 menit dengan frekuensi 40
kali gosokan/menit, tetapi usahakan ujung jari tidak lepas dari
permukaan kulit.
b. Massage efflurage
Effleurage adalah teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat dan
panjang atau tidak putus-putus. Teknik ini menimbulkan efek
relaksasi. Dalam persalinan, effleurage dilakukan dengan
menggunakan ujung jari yang ditekan lembut dan ringan. Lakukan
usapan dengan ringan dan tanpa tekanan kuat, tetapi usahakan ujung
jari tidak lepas dar permukaan kulit (Maemunah, 2009).

29
c. Massage counterpressure
Counterpressure adalah pijatan tekanan kuat dengan cara meletakkan
tumit tangan atau bagian datar dari tangan, atau juga menggunakan bola
tenis pada daerah lumbal. Tekanan dapat diberikan dalam gerakan lurus
atau lingkaran kecil. Teknik ini efektif menghilangkan sakit punggung
akibat persalinan. Namun perlu disadari bahwa ada ibu yang tidak biasa
dipijat, bahkan disentuh saat mengalami kontraksi, hal ini disebabkan
karena kontraksi sedemikian kuatnya sehingga ibu tidak sanggup lagi
menerima rangsangan apapun pada tubuh. Bidan harus memahami hal
ini dan menghormati keinginan ibu.
Pastuty, 2010).
d. Massage endorpine
merupakan teknik sentuhan serta pemijatan ringan, yang dapat
menormalkan denyut jantung dan tekanan darah, serta meningkatkan
kondisi rileks dalam tubuh ibu hamil dengan memicu perasaan
nyaman melalui permukaan kulit.
e. Massage plexus sacralis
Tindakan terapi massage dalam meredakan nyeri post partum ini
berada pada daerah pinggang dan di fokuskan pada area
sacralis untuk merangsang saraf parasimpatis. Sistem
parasimpatis berasal dari nervus sacralis 2, 3, dan 4 sebagai
plexus sacralis. Serabut parasimpatis mencegah kontraksi dan
menimbulkan vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi darah (menurunkan ischemia) seiring dengan
peningkatan metabolisme sel sehingga nyeri dapat mereda atau
menurun.

f. Tindakan terapi massage dalam meredakan nyeri post partum ini


berada pada daerah pinggang dan di fokuskan pada area
sacralis untuk merangsang saraf parasimpatis. Sistem
parasimpatis berasal dari nervus sacralis 2, 3, dan 4 sebagai
plexus sacralis. Serabut parasimpatis mencegah kontraksi dan
menimbulkan vasodilatasi yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi darah (menurunkan ischemia) seiring dengan
30
peningkatan metabolisme sel sehingga nyeri dapat mereda atau
menurun.

g. Massage foot hand


Massage dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan
dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan tangan
yang mekanis terhadap tubuh manuusia dengan mempergunakan
bermacam-macam bentuk pegangan atau tehnik (Trisnowiyanto ,
2012:hal 4)

Menurut Stillwell S. B Massage disebut juga sebagai refleksologi Foot


and hand massage adalah bentuk massage pada kaki atau tangan yang
didasarkan pada premis bahwa ketidaknyamanan atau nyeri diarea
spesifik kaki atau tangan berhubungan dengan bagian tubuh atau
gangguan (Stillwell, 2002).

D. Konsep Massage Plexus Sacralis


Massage plexus sacralis adalah tindakan memijat pada daerah pinggang dan di
fokuskan pada area sacralis untuk merangsang saraf parasimpatis yang dapat
meredakan nyeri post partum. Sistem saraf parasimpatis berasal dari nervus
sacralis 2, 3, dan 4 sebagai plexus sacralis. Serabut parasimpatis mencegah nyeri
pada saat kontrasi dan menimulkan vasodilatasi yang mengakibatkan
peningkatan sirkulasi darah (menurunkan ischemia) seiring dengan peningkatan
metabolisme sel sehingga nyeri dapat menurun.

Langkah-langkah melakukan massage plexus sacralis sebagai berikut:

1. Memencuci tangan
2. Identifikasi pasien
3. Jaga privasi klien
4. Menjelaskan kepada klien mengenai tujuan tindakan massage
5. Menganjurkan klien untuk mencari posisi yang nyaman seperti posisi
berbaring miring ke kiri ataupun duduk
6. Menekan daerah sacrum secara mantap dengan menggunakan pangkal atau
kepalan salah satu telapak tangan,
7. Lepaskan dan tekan lagi. Lakukan selama 15 – 30 menit
31
8. Mengevaluasi teknik massage plexus sacralis
9. Mencuci tangan
10. Dokumentasikan

32
BAB IV

ANALISA SWOT

A. Analisa Ruangan
1. Nama RS : RSUD Pasar Minggu
2. Nama Ruangan : Ruang Lavender Lantai 6
3. Kapasitas Ruangan : 57 TT
4. Jumlah Perawat : 20 Perawat
5. Jumlah Bidan : 6 bidan

Ruangan sudah cukup baik dari segi pelayanan, pencahayaan, kebersihan dan
kenyamanan untuk pasien, fasilitas pasien. Jumlah perawat terdiri dari 20 orang
dan jumlah bidan 6 orang, dengan 20 orang berpendidikan D3 Keperawatan dan 6
orang berpendidikan S1 Ners. Berdasarkan data di ruangan didapatkan hasil jumlah
persalinan pada bulan September 2019 yaitu sebanyak 53 ibu yang melahirkan
secara normal, dan 80 ibu lainnya melahirkan secara Sectio Caesarea.

B. Analisa SWOT
1. Strength (Kekuatan)
Kekuatan dalam program inovasi ini jika akan dilaksanakan di rumah sakit:

a. Perawat atau bidan RSUD Pasar Minggu minimal berpendidikan D3


b. Teknik massage plexus sacralis terhadap perubahan nyeri pada ibu post
partum memungkinkan diterapkan, karena dapat dilakukan dengan cara
mandiri dirumah.
c. Teknik massage plexus sacralis terhadap perubahan nyeri pada ibu post
partum tidak memerlukan biaya.
d. Teknik massage plexus sacralis mudah diterapkan.
e. Teknik massage plexus sacralis merupakan tindakan keperawatan mandiri.
f. Berdasarkan hasil dari 2 analisa jurnal di dapatkan adanya pengaruh secara
bermakna sesudah diberikan teknik massage plexus sacralis terhadap
perubahan nyeri pada ibu post partum

33
2. Weakness (Kelemahan)
a. Ada sebagian perawat yang belum mengetahui pengaruh teknik
massage plexus sacralis terhadap perubahan nyeri pada ibu post
partum.
b. Belum pernah dilakukannya seminar edukasi mengenai teknik massage
plexus sacralis terhadap perubahan nyeri pada ibu post partum di
RSUD Pasar Minggu.
c. Tidak dapat dilakukan pada ibu post section caesarea

3. Oppurtunities (Kesempatan)
a. Teknik massage plexus sacralis merupakan teknik massage yang aman,
mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan banyak alat, tidak
memerlukan biaya.
b. Teknik massage plexus sacralis hanya membutuhkan waktu singkat
c. Teknik massage plexus sacralis tidak menimbulkan efek samping
d. Teknik massage plexus sacralis dapat dilakukan kapanpun dan dapat
dilakukan dengan bantuan keluarga.

4. Threats (Ancaman)
a. Pengetahuan klien dan keluarga terbatas tentang teknik massage plexus
sacralis terhadap perubahan nyeri pada ibu post partum
b. Klien dan keluarga menolak karena belum mengetahui manfaat dari
teknik massage plexus sacralis terhadap perubahan nyeri pada ibu post
partum.
c. Adanya keterbatasan waktu perawat untuk melakukan penerapan
teknik massage plexus sacralis untuk mengurangi nyeri pada ibu post
partum.

34
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Intervensi ini dapat dijadikan recomendasi di ruang perawatan Lavender RSUD
Pasar Minggu untuk penatalaksanaan menurunkan nyeri pada ibu post partum.
Dapat memberikan edukasi pada klien dan keluarga guna membantu mengurangi
nyeri pada klien post partum. Metode ini sangat efektif dilakukan secara mandiri.

B. Saran

Dilihat dari analisa ruangan dan kebutuhan ruangan, maka diharapkan terapi
message plexus sacralis untun mengurangi nyeri pada ibu post partum dapat
menjadi metode alternative atau terapitambahan non farmakologis di ruangan
Lavender RSUD Pasar Minggu dan dapat di terapkan sebagai tindakan mandiri
perawat dan bidan guna mengurangi nyeri pada ibu post partum.

35
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar-Ruzz,


Yogyakarta.

Bobak, M. Irene. (2004). Perawatan Maternitas dan Gynekologi. Bandung: VIA


PKP

Manuaba, Ida Bagus. (2007). Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, Dan


Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Maryunani, Anik. (2009). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum).
Jakarta: TIM

Saleha, Siti. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika

Sarwono, P. (2008) .Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Suherni. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya.

iii

Anda mungkin juga menyukai