Anda di halaman 1dari 30

TAHAPAN PERKEMBANGAN INDIVIDU

Oleh: Ulfiatu Rohimah

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan perjuangan dan
kewajiban hidup didunia tempat kita berpijak ini, maka anak harus dididik dengan sebaik
mungkin dari sejak dini agar terbentuk karakteristik yang baik dan dapat menjadi
manusia yang bermanfaat untuk kehidupan dimasa kini dan masa mendatang.
Kewajiban kita lah sebagai calon pendidik dan sebagai calon orangtua untuk
memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Khusunya calon pendidik seperti guru
Sekolah Dasar.
Perkembangan anak berbeda-beda, tergantung beberapa faktor yang
mempengaruhinya, seperti keluarga, lingkungan sekitar, atau cara mendidik si pendidik.
Tentunya kita harus mengetahui teori mengenai bagaimana dan seperti apa tahapan
perkembangan anak itu agar kita dapat mendidik anak dengan cara yang tepat sesuai usia
anak. Agar tidak terjadi kesalahan mendidik yang berakibat fatal khususnya untuk anak
tersebut dimasa yang akan datang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam
makalah ini adalah,

 Bagaimana dan seperti apakah tahapan perkembangan anak?


 Jelaskan tugas-tugas perkembangan anak!
 Tergolong kepada tahapan perkembangan mental/kognitif yang manakah para siswa
sekolah dasar?
 Jelaskan implikasi taapan dan tugas perkembangan anak teradap pendidikan di sekolah
dasar!

C. TUJUAN
 Agar kita mengetahui materi tentang tahapan dan tugas perkembangan secara
komprehensif
 Sebagai pedoman untuk kita sebagai calon peserta didik dalam melaksanakan tugasnya
 Agar kita mngetahui tuagas-tugas perkembangan peserta didik

BAB II
MATERI POKOK

A. Tahapan Perkembangan Individu


Proses perkembangan itu berlangsung secara bertahap, dalam arti sebagai berikut.
1. Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat dan atau mendalam/ meluas,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif (prinsip progressif)
2. Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme itu terdapat
interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis (prinsip sitematik).
3. Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan
dan berurutan dan tidak secara kebetulan dan meloncat-loncat (prinsip
berkesinambungan).
Memerhatikan kompleksitas dari sifat perkembangan perilaku dan pribadi individu itu
maka untuk keperluan studi yang saksama, para ahli telah mencoba mengembangkan model
pentahapan (stages) mengenai proses perkembangan tersebut sehingga memungkinkan pilihan
fokus observasi pada aspek atau fase tertentu, baik secara longitudinal maupun cross sectional.
Beberapa contoh model tersebut antara lain dikembangka oleh beberapa ahli sebagai berikut ini.

1. Aristoteles (384-233 SM)


Ia membagi masa perkembangan individu sampai menginjak dewasa dalam tiga tahapan
berdasarkan perubahan ciri fisik tertentu.
No Nama Tahapan Waktu Indikator
1 Masa kanak-kanak 0,0-7,0 Pergantian Gigi
2 Masa anak sekolah 7,0-14,0 Gejala pubertas
Ciri-ciri primer dan
3 Masa remaja 14,0-21,0
sekunder

2. Hurlock (1952)
Ia membagi fase-fase perkembangan inndividu secara lengkap secara berikut ini.

No Nama Tahapan Waktu Indikator


1 Prenatal Conception-280 Days
Perubahan-perubahan
2 Infancy 0-10 to 144 days
psikofisis
3 Babyhood 2 weeks-2 years
4 Childhood 2 years- adolescence
5 Adolescence 13-21 years (girls)
14-21 years (boys)
6 Adulthood 21-25 years
7 Middle age 25-30 years
8 Old Age 30 years-death

3. Piaget (1961)
Dengan mengobservasi aspek perkembangan intelektual, Piaget mengembangkan model
pentahapan perkembangan individu sebagai berikut ini.
No Tahapan Waktu
1 Sensorimotor 0-2 years
2 Preoperational 2-7 years
a. Preconceptual 2-4 years
b. Intutive 4-7 years
3 Concrete operations 7-11 years
4 Formal operations 11-15 years

4. Erikson (1963)
Ia mengamati beberapa segi perkembangan kepribadian dan mengembangkan model
pentahapan perkembangan tanpa menunjukan batas umur yang jelas atau tegas, namun
menunjukan komponen yang menonjo pada setiap fase perkembangan.
No Developmental stages Basic Components
1 Infancy Trust Vs mistrust

2 Early Childhood Autonomy Vs shame doubt

3 Preschool age Initiative Vs guilt

4 Schoolge Industry Vs inferiority

5 Adolescence Identity Vs identity confusion

6 Young adulthood Intimacy Vs isolation


Generavity Vs stagnation
7 Adulthood
Ego integrity Vs despair
8 Senescence

5. Witherington (1952)
Ia mengobservasi penonjolan aspek perkembangan psikofisik yang selaras dengan
jenjang praktik pendidikan, ia membagi tahapan perkembangan yang lamanya masing-
masing tiga tahun sampai menjelang dewasa.

No Tahapan Indikator

1 0,0-3,0 Perkembangan fisik yang pesat

2 3,0-6,0 Perkembangan mental yang pesat

3 6,0-9,0 Perkembangan sosial yang pesat

4 9,0-12,0 Perkembangan sikap individualistis

5 12,0-15,0 Awal penyessuaian sosial

Awal pilihan kecenderungan pola hidup yang akan


6 15,0-18,0
diikuti sampai dewasa

B. Tugas–Tugas Perkembangan Individu


Salah satu prinsip perkembangan bahwa setiap individu akan mengalami fase
perkembangan tertentu, yang merentang sepanjang hidupnya. Pada setiap fase perkembangan
ditandai dengan adanya sejumlah tugas-tugas perkembangan tertentu yang seyogyanya dapat
dituntaskan.
Tugas–tugas perkembangan ini berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang
seyogyanya dikuasai sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Havighurst (Abin
Syamsuddin Makmun, 2009) memberikan pengertian tugas-tugas perkembangan bahwa: “A
developmental task is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual,
succesful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while
failure leads to unhappiness in the individual, disaproval by society, difficulty with later task”.
Maksudnya, tugas perkembangan itu merupakan tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu
periode tertentu dari kehidupan individu, yang jka berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan
membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau
gagal , aka menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas
berikutnya.
Tugas perkembangan individu bersumber pada faktor–faktor:
 kematangan fisik, seperti belajar berjalan;
 berkembang dari adanya tekanan-tekananbudaya dari masyarakat, seperti belajar membaca;
 tumbuh dari nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi individual, seperti memilih dan mempersiapkan
pekerjaan;
Tugas-tugas dalam perkembangan mepunyai tiga macam tujuan yang sangat berguna,
diantaranya:
a. sebagai petunjukk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari
mereka pada usia-usia tertentu,
b. memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari
mereka oleh kelompk social pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka, dan
c. Menunjukan kepada setiap individu tentang apa yang mereka hadapi dan tindakan apa yang
diaharapkan kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya.
Havigruts (Stratemyer, etal., 1956: 56-57) menyusun fase-fase perkembangan kebutuhaan
secara hipotesis yang harus dipenuhi atau dikuasai (mastery) individu agar dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tugas-tugas perkembangan (development taks) itu
tersusun sebagai berikut:
1. Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal (0,0–6.0)
 Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.
 Belajar menagmbil benda-benda padat.
 Belajar berbicara.
 Belajar menguasai benda,
 Mempelajarai perbedaan jenis dan perlakunya,
 Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
 Membentuk konsep-konsep sederhana tentang realitas fisik dan sosial.
 Belajar menciptakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
 Belajar membedakan salah-benar dan pengembangan kata hati.
2. Tugas Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0-12.0)
 Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
 Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
 Belajar bergaul dengan teman sebaya.
 Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
 Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
 Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
 Mengembangkan kata hati, moraalitas, dan suatu skala nilai-nilai.
 Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
 Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi
sosial.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja (12.0-21.0)
 Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
 Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
 Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
 Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
 Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan/jabatan.
 Mempersiapkan diri bagi persiapan pernikahan dan hidup berkeluarga.
 Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai
warga Negara yang kompeten.
 Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
 Mempelajari dan mengembangkan seperagkat system nilai-nilai dan etika sebagai
pegangan untuk bertindak.
4. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal (21-40)
 Memilih pasangan.
 Belajar hidup dengan pasangan.
 Memulai suatu kehidupan berkeluarga.
 Memelihara anak.
 Mengelola rumah tangga.
 Memulai bekerja.
 Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
 Menemukan suatu kelompok yang serasi.
5. Masa Setengah Baya (40-60)
 Mencapai tanggung jawab social dan kewarganegaraan secara lebih dewasa,
 Membantu anak-anak yang berusia belasan tahun (khususnya anak kandungnya sendiri)
agar berkembang menjadi orang-orang dewasa yang bahagia dan bertanggung jawab,
 Mengembangkan aktivitas dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya, bersama orang
dewasa lainnya,
 Menghubungkan diri sedemikian rupa dengan pasangannya sebagai pribadi yang utuh,
 Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan psikologis yang lazim
terjadi pada masa setengh baya,
 Mencapai dan melaksanakan penampilan yang memuskan dalam karier (profesi dan
jabatan),
 Menyesuaikan diri dengan peri kehidupan (khususnya dalam hal cara bersikap dan
bertindak) orang-orang yang berusia lanjut.
6. Masa Usia Tua ( 60 Tahun- Meninggal)
 Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan kesehatan jasmaniahnya,
 Menyesuaikan diri dengan keadaan pension dan berkurangnya penghasilan,
 Menyesuaikan diri dengan kematiian pasangannya,
 Membina hubungan yang lugas dengan para anggta kelompok seusianya,
 Membina pengaturan jasmani sedemikian rupa agar memuaskan dan sesuai dengan
kebutuhannya,
 Menyesuaikn diri terhadap peranan-peranan social dengan cara yang luwes.

C. Beberapa Hukum (Principles) Perkembangan Perilaku Dan Pribadi Serta Implikasinya


Bagi Pendidikan

Prinsip prkembangan itu diantaranya adalah bahwa semua individu itu berbeda. Seperti
yang ditekankan oleh Dobzhansky (Hurlock, 1980: 7) bahwa setiap orang secara biologis dan
genetis benar-benar berbeda satu dari yang lainnya. Bahkan dalam kasus bayi kembar. Terbukti
perbedaan-perbedaan itu semakin bertambah, bukannya mengurang, semenjak anak-anak
beranjak dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan akhirnya ke usia lanjut. Selanjutnya
Neugarten (Hurlock, 1980: 7) menjelaskan bahwa orang dewasa tidak saja jauh lebih kompleks
daripada anak-anak, tetapi mereka juga lebih berbeda antara satu dari yang lainnya, dan
perbedaan saat ini semakin meningkat dengan beralihnya mereka dari usia muda ke usia lanjut.

Prinsip perkembangan selanjutnya adalah bahwa setiap tahapan perkembangan


mempunyai pola perilaku yang khusus. Pola-pola itu ditandai dengan periode equilibrium dan
disequilibrium. Periode equilibrium ditandai apabila individu dengan mudah menyesuiakan diri
dengan tuntutan lingkungan dan akhirnya berhasil mengadakan penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial yang baik. Adapun periode disequilibrium ditandai apabila individu
mengalami kesulitan dalam penyesuaian yang mengakibatkan penyesuaian pribadi dan
penyesuaian social menjadi buruk.

Selanjutnya Abin Syamsuddin (2005) menjelaskan beberapa prinsip atau hukum


perkembangan dan implikasinya dalam pendidikan sebagai berikut ini.

PRINSIP / HUKUM IMPLIKASI


a. perkembangan dipengaruhi oleh factor- a. pengembangan ( penyusunan, pemilihan,
faktor penggunaan) materi, strategi, metodologi,
pembawaan, lingkungan dan kematangan. sumber, evaluasi belajar mengajar hendaknya
P=f(H, E, T atau P=a+b1H+b2E+b3T). memerhatikan ketiga factor tersebut.

b. proes perkembangan itu berlangsung secara b. program (kurikulum) belajar-mengajar


bertahap (progresif, sistematik, disusun secara bertahap dan berjenjang.
berkesinambungan). 1) dari sederhana menuju kompleks;
2) dari mudah menuju sukar;
3) system belajar mengajar diorganisasikan
agar terlaksananya prinsip:
a. mastery learning (belajar tuntas).
b. continuous progress (maju berkelanjutan).
c. bagian-bagian dari fungsi-fungsi organism c. sampai batas tertentu program strategi
mempunyai garis perkembangan dan tingkat belajar mengajar seyogianya daam bentuk;
kematangan masing-masing, meskipun 1) correlated, curriculum, atau
demikian, sebagai kesatuan organis dalam 2) broadfields, atau
prosesnya terdapat korelasi dan bahkan 3) subject matter oriented, (sampai batas
kompensatoris antara yang satu dengan yang tertentu pula).
lainnya.
d. Terdapat variasi dalam tempo dan irama d. program strategi belajar mengajar sampai
perkembangan antar individu dan kelompok batas tertentu seyogianya diorganisasikan agar
tertentu (menurut latar belakang jenis, kemungkinan belajar secara individual
geografis dan cultural). disamping secara kelompok (misalnya dengan
system pengajaran modul atau SPM)
e. proses perkembangan itu paa tahap awalnya e. program dan strategi belajar mengajar
lebih bersifat diferensiasi dan pada akhirnya seyogianya; diorganisasikan agar
lebih bersifat integrasi antabagian dan fungsi memungkinkan proses yang bersifat;
organism. 1) deduktif-induktif
2) analisis-sintetis
3) globalsefisik-global
f. dalam batas-batas masa, perkembangan f. program strategi belajar-mengajar
dapat dipercepat atau diperlambat oleh kondisi seyogianya dikembangkan dan dorganisasikan
lingkungan. agar merangsang, mempercepat, dan
menghindari ekss memperlambat laju
perkembangan anak didik.
g. laju erkembangan anak berlangsung lebih g. lingkungan hidup dan pendidikan kanak-
pesat pada periode kanak-kanak dari periode- kanak (TK) amat penting untuk mempercepat
periode berikutnya. kaya pengalaman dan mempercepat

D. Fakta Penting Tentang Perkembangan


Fakta yang penting tentang perkembangan adalah bahwa dasar-dasar permulaan
perkembangan adalah kritis. Sikap, kebiasaan dan pola perilakau yang dibentuk selama tahun-
tahun pertama, sangat menentukan seberapa jauh individu berhasil menyesuaikan diri dalam
kehidupan mereka selanjutnya.
Bijau (Hurlock, 1980: 5) menjelaskan bahwa banyak ahli anak mengatakan bahwa tahun-
tahun prasekolah, sekitar dua sampai lima tahun adalah salah satu tahapan perkembangan yang
penting. Pada periode ini diletakan dasar struktur perilaku yang kompleks pada diri anak.
White (Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa dasar-dasar yang diletakan selama dua
tahun pertama dari kehidupan merupakan dasar yang paling kritis antara delapan dan delapan
belas bulan. Selanjutnya, diterangkan bahwa pengalaman-pengalaman anak selama rentang
waktu ini lebih menentukan kemampuan dikemudian hari dari pada sebelum atau sesudahnya.
Erikson (Hurlock, 1980: 6) berpendapat bahwa masa bayi merupakan masa individu
belajar sikap-sikap percaya atu tidak percaya, bergantung pada bagaimana orang tua
memuaskana kebutuhan anaknya akan makanan, perhatian, dan kasih sayang. Selanjutnya
eriskon mengungkapkan bahwa sikap-sikap ini kurang lebih mapan selama hidup dan mewarnai
persepsi individu orang lain dan situasinya.
Pola-pola perkembangan pertama cenderung mapan tetapi bukan berarti tidak dapat
berubah. Ada tiga kondisi yang memungkinkan perubahan dapat terjadi.
1. Pertama, perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau bimbingan
untuk membuat perubahan. Misalnya, beberapa orang tua berhasil melatih seorang anak lebih
baik menggunakan tangan kanannya daripada tangan kirinya.
2. Kedua, perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai memperlakukan
individu dengan cara-cara yang baru atau berbeda (kreatif tidak monoton). Anak yang telah
dilatih untuk percaya bahwa mereka sebaiknya “dilihat dan bukan didengar” dapat didorong
untuk lebih bebas mengekspresikan dirinya oleh guru, membuat mereka mempunyai andil untuk
disumbangkan pada kelompoknya.
3. Ketiga, apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk membuat
perubahan. Kalau perilaku mendapatkan imbalan dalam bentukpersetujuan sosial, maka hanya
ada sedikit motivasi untuk membuat perubahan. Dilain pihak, apabila perilaku itu menimbulkan
ketidaksetujuan sosial akan timbul motivasi yang kuat untuk berubah.
Dengan mengetahui bahwa dasar-dasar permulaan perkembangan cenderung menetap,
memungkinkan orang tua untuk meramalkan perkembangan anak dimasa yang akan datang
dengan tepat. Misalnya anak pendiam, introvert, tidak mungkin berkembang menjadi ekstrovert.
Anak yang kurang berminat atau tidak berminat untuk bersekolah atau dalam kegiatan sekolah
tidak mungkin menjadi pelajar atau warga negara yang berpendidikan baik.
Penganut aliran lingkungan (behavioristik) yakin bahwa lingkungan yang optimal
mengakibatkan ekspresi factor-faktor keturunan yang maksimal. Namun demikian sulit untuk
menciptakan lingkungan yang optimal selama usia prasekolah, kalu perkembangan itu terjadi
dengan sangat cepat.

BAB III
ANALISIS DAN IMPLIKASI

A. Tahapan Dan Tugas-Tugas Perkembangan Individu


Dari penjelasan sebelumnya, Havighurst hanya menjelaskan tugas-tugas
perkembangan secara umum yang disesuaikan berdasarkan umur. Dengan bersumber kepada
karya Suterly dan Donnely (1973), Krogman (1972), serta Papalia dan Olds (1975), Yelon
dan Weinstein mengemukakan perkembangan jenis-jenis tingkah laku dalam kebudayaan
pada umur yang bervariasi.
Jenis-jenis perkembangan tingkah laku individu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan Jenis-jenis Tingkah Laku masa anak kecil (toddler).
a) Perkembangan Fisik:
(1) Perkembangan fisik sangat aktif.
(2) Belajar merangkak, berjalan, berlari, mendaki, makan sendiri, membentu dengan
balok-balok, dan menulis cakar ayam.
(3) Belajar kebiasaan membuang kotoran (learns toilet habits).
b) Perkembangan Mental:
(1) Perkembangan bahasa dari menangis kepada pengucapan kalimat lengkap.
(2) Bermain secara konstan.
(3) Belajar konsep-konsep, seperti warna, “satu”, “banyak”, dsb.
(4) Objek dilihatnya sebagai benda-benda yang bergerak (hidup).
c) Perkembangan Sosial:
(1) Menggunakan bahasa untuk menyatakan kontrol dengan menggunakan kata
“tidak”.
(2) Menyukai anak-anak lain, tetapi tidak bermain dengan mereka.
(3) Menyukai berjalan-jalan dekat rumah.
d) Perkembangan Emosional:
(1) Memberikan respon/menanggapi terhadap afeksi dan persetujuan.
(2) Tergantung kepada orang tua.
(3) Berkembang dari mennagis yang tidak beraturan kepada berbagai cara
menunjukan emosi yang berbeda-beda.
2. Perkembanagn Jenis Tingkah Laku Masa Pra Sekolah (Presholler).
a) Fisik:
(1) Perkembangan fisik sangat aktif.

(2) Koordinasi pegangan tangan sangat baik, dapat melempar, menangkap,


meloncat, menggambar bentuk, dan menulis halus/pelahan.
(3) Dapat belajar keterampilan manual.
(4) Perkembangan otot-otot yang mantap.
b) Mental:
(1) Egosentrik; pemahaman terhadap pandangan dan perasaan orang lain kecil.
(2) Bahasa berkembang dengan baik, mengucapkan kalimat, perbendaharaan kata
yang banyak, tertarik kepada ceritera.
(3) Masih sulit berpikir tentang ide-ide abstrak.
c) Sosial:
(1) Menghormati kekuasaan.
(2) Mentaati aturan-aturan.
(3) Pertemanan bersifat sementara.
(4) Bermain dekat rumah, tetapi tidak dengan anak-anak lain.
d) Emosional:
(1) Memberikan respon terhadap afeksi dan persetujuan.
(2) Mulai memusatkan diri kepada tipe-tipe pribadi laki-laki atau perempuan, peranan-
peranan berdasarkan gender, dan kecakapan.
(3) Memberikan tanggapan yang baik terhadap kebiasaan.
(4) Berpusat pada diri sendiri.
(5) Mengekspresikan semua perasaan.
3. Perkembangan Jenis Tingkah laku Masa Kanak-Kanak (Childhood).
a) Fisik:
(1) Keterampilan-keterampilan badan cukup baik, otot-otot kuat, dan
terkoordinasi.
(2) Turut serta dalam permainan-permainan kelompok.
(3) Perkembangan keseimbangan lebih lanjut, kegesitan, daya tahan, kekuatan tenaga
dan keterampilan khusus.
b) Mental:
(1) Egosentris berkurang.
(2) Menggunakan simbol-simbol dan bahasa untuk memecahkan masalah- masalah
dan komunikasi.
(3) Rasa ingin tahu, berhasrat untuk belajar.
(4) tertarik kepada arti kata dan lelucon.
(5) Membaca digunakan sebagai alat dan untuk kesenangan.
c) Sosial
(1) Berorientasi kepada kelompok tetapi kehidupan di rumah masih
berpengaruh.
(2) Ingin bebas
(3) Memuja pahlawan.
(4) Pemisahan dari jenis kelamin lain.
(5) Kelompok mempengaruhi konsep dirinya.
d) Emosional
(1) Banyak menggunakan waktu untuk membebaskan diri dari rumah.
(2) Menyamakan diri dengan teman sebayanya.
(3) Masih tetap menyenangi persetujuan orang dewasa.
(4) Mudah terharu, sedih.
(5) Pemberani dan sangat percaya pada diri sendiri.
4. Perkembangan Jenis Tingkah Laku Masa Remaja Awal (Early Adolescence)
a) Fisik:
(1) Pertumbuhan dan kesadaran akan tubuhnya cepat.
(2) Kematangan seksual.
(3) Pengembangan kekuatan, keperkasaan, kelenturan, kecepatan, dan
ketangkasan.
(4) Pengembangan berbagai keterampilan.
(5) Proporsi tubuh tumbuh dengan kecepatan yang berbeda.
b) Mental:
(1) Telah dapat mulai berpikir abstrak.
(2) Melakukan pengujian-pengujian kebenaran hipotesa dan melakukan
pemikiran hipotesis.
(3) Egosentrik, dalam hal ini mereka berpikir bahwa perhatian setiap orang terfokus
kepada mereka.
c) Sosial:
(1) Menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok, mencari persetujuan
kelompok.
(2) Berteman dekat dengan sebaya dan sejenis.
(3) Membicarakan sek dan percintaan romantic dengan teman karib sejenis.
(4) Menuntut pripacy.
d) Emosional:
(1) Mengusahakan untuk lebih bebas.
(2) Mempertanyakan siapa saya, pribadi macam apakah saya ini.
(3) Terombang-ambing antara kekanak-kanakan dan kedewasaan.
(4) Emosional tidak stabil.
5. Perkembangan Jenis Tingkah Laku Remaja Akhir (Late Adoloscence).
a) Fisik:
(1) Kematangan fisik.
(2) Keterampilan-keterampilan gerak prima.
b) Mental:
(1) Sebagian besar dapat berpikir abstrak.
(2) Egosentrisme hilang.
c) Sosial:
(1) Bebas dari kehidupan rumah.
(2) Menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok.
(3) Berminat kepada lawan jenis kelamin dan mengadakan hubungan antar pribadi.
d) Emosional:
(1) Mapannya identitas diri dalam kedudukannya dalam masyarakat.
(2) Kadang-kadang menolak untuk menyesuaikan diri.
Apabila Yelon dan Weinstein mengemukakan berbagai jenis perilaku pada setiap tahap
individu, Jean Piaget secara khusus mengemukakan tahap-tahap perkembangan
mental/kognitif individu. Piaget mendeskripsikan tahap-tahap perkembangan mental/kognitif
individu menjadi empat tahapan sebagai berikut:
(1) Tahap Sensorimotor (0 – kurang lebih 2 tahun).
Pada tahap ini tingkah laku anak ditentukan oleh perasaan (senses) dan aktivitas
motorik; Kesan (impression) anak tentang dunia dibentuk oleh persepsi mengenai
perasaannya dan oleh manipulasi dari lingkungannya. Pembentukan konsep/ide pada
tahapan ini terbatas kepada objek yang bersifat permanen atau objek yang tampak
dalam batas pengamatan anak. Perkembangan skema verbal dan kognitif masih sangat
sedikit dan tidak terkoordinaikan.
(2) Tahap Operasi Awal/Preoperational (2 – 6 tahun).
Pada tahapan ini anak mulai menggambarkan kejadian-kejadian dan objek- objek
melalui simbol-simbol, termasuk simbol-simbol verbal bahasa. Artinya, mereka sudah
mulai berpikir tentang benda-benda dengan tidak terikat pada kehadiran benda konkrit.
Anak sudah menghubungkan tentang kejadian atau objek yang dihadapinya dengan skema
yang sudah ada dalam ingatannya. Tetapi anak relatif masih belum dapat menerima
perbedaan persepsi dengan orang lain, kemampuan yang berkembang pada saat ini masih
bersifat egosentrik, sehingga cara-cara dan pengetahuan yang ia miliki itulah yang
dianggapnya benar, sepertinya tidak ada alternatif cara dan pengetahuan benar yang
lainnya. Anak- anak pada tahapan ini juga sudah mulai memecahkan jenis-jenis masalah,
tetapi hanya mengenai masalah-masalah mengenai barang-barang yang tampak/kelihatan.
(3) Tahap Operasi Konkrit (7 – 11 tahun).
Pada tahap ini, skema kognitif anak berkembang, terutama berkenaan dengan
keterampilan berpikir dan memecahkan masalah. Perkembangan keterampilan berpikirnya
yaitu berkenaan dengan keterampilan menggolong- golongkan (mengklasifikasi)
berdasarkan ciri dan fungsi sesuatu; mengurutkan sesuatu misalnya dari yang terkecil ke
yang terbesar; membandingkan benda- benda; memahami konsep konservasi, yaitu
kemampuan memahami bahwa sesuatu itu tidak berubah walaupun misalnya sesuatu itu
dipindahkan tempatnya, tali yang dilingkarkan panjangnya tidak berubah walaupun ditarik
menjadi memanjang, dsb.; memahami identitas, yaitu kemampuan mengenal bahwa suatu
objek yang bersifat fisik akan mengambil ruang dan memiliki volume tertentu; dan
kemampuan membandingkan pendapat orang.
(4) Tahap Operasi Formal (12 tahun ke atas).
Pada tahap ini anak memiliki kecakapan berpikir simbolik, tidak
tergantung kepada keberadaan objek secara fisik. Anak pada tahapan operasi formal
mampu berpikir logis, matematis, dan abstrak. Anak bahkan mungkin dapat
memahami hal-hal yang secara teortis mungkin terjadi sekalipun ia belum pernah melihat
kejadiannya secara nyata.

Ahli psikologi lain yang mendeskripsikan tahap perkembangan kognitif individu adalah
Jerome Bruner. Menurut Bruner (Yelon dan Weinstein, 1977) perkembangan kognitif
individu melalui tiga tahapan sebagai berikut:
(1) Tahap Enactive.
Pada tahap ini individu memahami atau menggambarkan realitas melalui apa yang
dikerjakannya, melalui respon-respon motoriknya.
(2) Tahap Imageri atau Iconic.
Pada tahap ini individu mulai mampu berpikir atas dasar gambar, demonstrasi, atau hal
yang konkrit.
(3) Tahap Symbolic
Pada tahap ini individu berpikir dengan menggunakan simbil-simbol; dapat berpikir
tentang benda-benda sekalipun benda-benda tidak ada dihadapannya; dapat menggunakan
bahasa untuk merumuskan hipotesis dan berpikir lebih jauh dari informasi yang telah
diberikan. Pada tahap ini bahasa digunakan sebagai alat untuk berpikir.
Setelah mengkaji tahap-tahap perkembangan mental/kognitif dari Jean Piaget dan
Bruner, selanjutnya mari kita kaji tahapan perkembangan moral individu dari Lawrence
Kohlberg. Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstein (1977), menurut Kohlberg
perkembangan moral individu terdiri atas tiga tingkatan, adapun setiap tingkatan
mempunyai dua tahapan. Dengan demikian, perkembangan moral individu keseluruhannya
akan melalui enam tahapan sebagai berikut:
(1) Tingkat I: Pramoral atau Prakonvensional.
Pada tingkat ini, “jahat/tidak baik” adalah apa yang mengakibatkan hukuman, dan
“baik” adalah apa yang menghasilkan ganjaran atau hadiah.
Tahap 1 : Kepatuhan dan Hukuman.
Pada tahap ini keputusan moral anak didasarkan atas ketakutan kepada orang yang
mempunyai otoritas dan untuk menghindari hukuman.
Tahap 2: Instrumental Relatif.
Pada tahap ini (usia 7-8 tahun), sesuatu dipandang “adil” oleh anak apabila orang
membalas budi kebaikan yang dilakukannya. Misal: saling memberi, saling menolong,
dsb.; aturan permainannya berdasarkan otoritas manusia.
(2) Tingkat II: Konvensional.
Pada tingkat ini anak memiliki sikap loyal terhadap aturan (order) dan harapan
masyarakat, keluarga, kelompok sosial dan negara.
Tahap 3: Orientasi Keselarasan Interpersonal.
Pada tahap ini keputusan moral anak didasarkan atas keinginan memenuhi harapan
orang lain, anak telah menyadari bahwa orang lain mengharapkan kelakuan tertentu
darinya. Ia menyadari adanya kode-kode keluarga dan kebudayaan.
Tahap 4: Otoritas dan Aturan Masyarakat.
Pada tahap ini pertimbangan moral anak tidak lagi didasarkan atas harapan orang
yang dihormati (orang yangmemiliki otoritas), akan tetapi didasarkan atas harapan
masyarakat umum. Ini artinya bahwa anak telah menerima otoritas dan aturan-aturan
masyarakat dan lembaga-lembaganya termasuk agama. Pada tahapan ini aturan dan
hukum dipandang sebagai nilai utama yang dapat mengatur dan memelihara masyarakat.
(Umumnya berkembang pada usia akhir anak sekolah menengah).
(3) Tingkat III: Postkonvensional.
Pada tingkat ini seseorang memandang masalah moral dari pandangan yang
lebih tinggi lebih dari sekedar norma atau aturan. Masalah moral dipandangnya sebagai
sesuatu yang diterimanya secara principal dan individual.
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial dan Legislatis.
Pada tahap ini seseorang memandang masalah moral dari segi hak dan norma
umum yang berlaku bagi individu yang telah diselidikinya secara kritis dan diterima baik
oleh masyarakat. Kewajiban moral dipandang sebagai kontrak sosial. Komitmen
sosial dan legal dipandang sebagai hasil persetujuan bersama yang harus dipatuhi.
Tahap 6: Orientasi Prinsip-prinsip Etis yang Universal.
Pada tahap ini “keadilan” didefinisikan oleh kata hati sesuai dengan prinsip-prinsip
etik yang menjadi pilihannya, yang didasarkan kepada pemikiran logis yang
menyeluruh, konsistensi dan universalitas. Jadi pada tahap ini seseorang bertindak
atas dasar prinsip-prinsip etis yang universal di luar perjanjian antar manusia. Tahapan ini
merupakan tahapan tertinggi dalam perkembangan moral seseorang.

Teori Psikoanalisis menurut Erickson


Erickson memberi jiwa baru ke dalam Teori Psikoanalisis, dengan memberi perhatian
yang lebih besar kepada Ego daripada Id dan Superego. Dia masih menghargai Teori Freud,
namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya dengan tahap perkembangan
dan peran sosial terhadap pembentuk Ego. Ego berkembang melalui respon terhadap kekuatan
dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan kreatif, berjuang aktif (otonomi)
membantu diri menangani dunianya. Erickson masih mengakui adanya kualitas dan inisiatif
sebagai bentuk dasar pada tahap awal, namun hal itu hanya bisa berkembang dan matang
melalui pengalaman sosial dan lingkungan. Dia juga mengakui sifat rentan Ego, defense yang
irasional, efek trauma-anxiety-guilt yang langgeng, dan dampak lingkungan yang membatasi dan
tidak peduli terhadap individu. Namun menurutnya Ego memiliki sifat Adaptif, Kreatif, dan
Otonom (adaptable, creative, dan autonomy). Dia memandang lingkungan bukan semata-mata
menghambat dan menghukum (Freud), tetapi juga mendorong dan membentu individu. Ego
menjadi mampu-terkadang dengan sedikit bantuan dari terapis-menangani masalah secara
efektif.
Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson
1. Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun).
Perkembangan basic trust, essensial. Dalam derajat tertentu diperlukan juga
perkembangan ketidakpercayaan (mistrust) untuk mendeteksi suatu bahaya atau suatu yang tidak
menyenangkan & membedakan orang-orang yang dapat dipercaya / tidak.
2. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun).
Mulai mengembangkan kemandirian. Bisa timbul kegelisahan, ketakutan dan kehilangan
rasa pencaya diri apabila suatu kegagalan terjadi.

3. Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood:3-6th).


Komponen positif adalah berkembangnya inisiatif. Modalitas dasar psikososialnya :
“membuat”, “ campur tangan”, “mengambil inisiatif” , membentuk”, melaksanakan pencapaian
tujuan dan berkompetisi”
4. Industri VS Inferiority ( usia sekolah:6-12 tahun).
Dimulai industrial age. Pengalaman berhasil memberikan rasa produktif, menguasai dan
kompetitif. Kegagalan menimbulkan perasaan tidak adekuat & inferioritas merasa diri tidak
tidak berguna.
5. Identitas dan Penolakan VS difusi Identitas ( masa remaja: 12-20 tahun).
Tahap perkembangan sebelumnya memberi kontribusi yang berarti pada pembentukkan
Identitas dapat terjadi krisis identitas. Fungsi dasar remaja : mengintegrasikan berbagai
identifikasi yang mereka dapat pada masa kanak-kanak untuk melengkapi proses pencarian
identitas.
6. Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th).
Perkembangan identitas mendasari perkembangan keakraban indvidu dengan orang lain.
Kemampuan mengembangkan hubungan dengan sejenis/lawan jenis. Salah satu aspek keintiman
adalah solidaritas. Jika keintiman gagal dicapai, individu cenderung menutup diri.
7. Generativitas VS Stagnasi/ mandeg ( middle adulthood : 35-65 th ).
Generativitas bertitik tolak pada „ pentingnya dan pengarahan generasi berikutnya‟.
Penting menumbuhkan upaya-upaya kreatif dan produktif . Bila generativitas gagal, terjadi
stagnasi.
8. Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th).
Secara ideal telah mencapai integritas Integritas : menerima keterbatasan hidup, merasa
menjadi bagian dari generasi sebelumnya, memiliki rasa kearifan sesuai bertambahnya usia,
merupakan integrasi akhir dari tahap-tahap sebelumnya. Bila integritas gagal : timbul
keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum dilakukannya, ketakutan dalam
menghadapi kematian.
Teori Psikoanalisis menurut Sigmund Freud
Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling
dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut Freud,
psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan
syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang
yang mengalami penyimpangan mental dan saraf.
Lebih lanjut lagi, menurut Fudyartanta psikoanalisis merupakan psikologi ketidak-
sadaran, perhatian-perhatiannya tertuju ke arah bidang-bidang motivasi, emosi, konflik,
simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dikembangkan
oleh Sigmund Freud ketika ia menangani neurosis dan masalah mental lainnya.
Menurut Corey, sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktek
psikoanalitik mencakup:
1. Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia
bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
2. Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
3. Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian di masa dewasa.
4. Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara
yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya
mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.
5. Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran
melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi.
Dalam teori psikoanalisis yang dipakainya, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur
yang terdiri dari tiga unsur dan sistem, yakni Id, Ego, dan Superego. Ketiga sistem kepribadian
ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas dan tingkah laku manusia yang tak
lain merupakan produk interaksi ketiganya. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen
psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.
Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga sistem kepribadian menurut teori
psikoanalisis Sigmund Freud:
1. Id
Id adalah sistem kepribadian yang asli atau sistem kepribadian yang paling dasar, sistem
yang di dalamnya terdapat naluri bawaan. Adapun menurut Palmquist, id ialah bagian bawah
sadar psikis yang berusaha memenuhi dorongan naluriah dasar. Lebih lanjut lagi menurut Corey,
id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut,
mendesak, dan bersifat tidak sadar. Id hanya timbul oleh kesenangan tanpa disadari oleh nilai,
etika, dan akhlak. Dengan beroperasi pada prinsip kesenangan ini, id merupakan sumber semua
energi psikis, yakni libido, dan pada dasarnya bersifat seksual.
Id adalah aspek biologis dan merupakan sistem original dalam kepribadian dan dari
aspek ini kedua aspek lain tumbuh. Id hanya memburu hawa nafsunya saja tanpa menilai hal
tersebut baik atau buruk. Ia merupakan bagian ketidaksadaran yang primitif di dalam pikiran,
yang terlahir bersama individu.
Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai
dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Fungsi satu-satunya id adalah
untuk mengusahakan segera tersalurnya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan yang
dicurahkan dalam jasadnya oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Ia
bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional, yang
dengan kata lain disebut dengan insting atau nafsu. Freud juga menyebutnya dengan kebutuhan.
Penerjemahan dari kebutuhan menjadi keinginan ini disebut dengan proses primer.
2. Ego
Ego berbeda dengan Id. Ego ialah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah
individu kepada objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan. Adapun menurut Ahmadi, ego tampak sebagai pikiran dan pertimbangan. Ego
bertindak sebagai lawan dari Id. Ego timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan organisme
memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan.
Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari
kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego merupakan tempat
berasalnya kesadaran, biarpun tak semua fungsinya bisa dibawa keluar dengan sadar.
Ego merupakan aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan
secara baik dengan dunia kenyataan. Ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam
dunia batin dan sesuatu yang ada di dunia luar. Peran utama ego adalah menjadi jembatan antara
kebutuhan insting dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
Menurut Bertens tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin
penyesuaian dengan alam sekitar. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran dan apa
yang akan dikerjakannya. Ego menghubungkan organisme dengan realitas dunia melalui alam
sadar yang dia tempati, dan dia mencari objek-objek untuk memuaskan keinginan dan nafsu
yang dimunculkan id untuk merepresentasikan apa yang dibutuhkan organisme. Proses
penyelesaian ini disebut dengan proses sekunder.
Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud.
Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang
dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu.
Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang
menguasai ego. Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar.
Sigmund Freud sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan
individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk
menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau
diredakan.
Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai
penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-
mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan
dan derajat kecemasan yang dialaminya.
Lebih lanjut lagi, semua mekanisme pertahanan ego memiliki dua ciri umum, yakni (1)
mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan, dan (2) mereka bekerja secara
tidak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang terjadi.
Menurut Freud, sebenarnya ada bermacam bentuk mekanisme pertahanan ego yang
umum dijumpai, tetapi peneliti hanya mengambil sembilan macam saja, yakni: (1) represi, (2)
sublimasi, (3) proyeksi, (4) displacement, (5) rasionalisasi, (6) pembentukan reaksi atau reaksi
formasi, (7) melakonkan, (8) nomadisme, dan (9) simpatisme.
3. Superego
Superego ialah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang
sifatnya evaluatif. Ia bertindak sebagai pengarah atau hakim bagi egonya. Menurut Kartono
Superego adalah zat yang paling tinggi pada diri manusia, yang memberikan garis-garis
pengarahan ethis dan norma-norma yang harus dianut. Superego lebih merupakan kesempurnaan
daripada kesenangan, karena itu dapat dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Adapun superego menurut Palmquist, adalah bagian dari jiwa manusia yang dihasilkan dalam
menanggapi pengaruh orangtua, guru, dan figur-figur otoritas lainnya pada masa anak-anak.
Inilah gudang psiki bagi semua pandangan tentang yang benar dan yang salah.
Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego merepresentasikan hal
yang ideal, dan mendorongnya bukan kepada kesenangan, melainkan kepada kesempurnaan.
Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya
adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah
perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri.
Lebih lanjut lagi, Menurut Hall dan Gardner Fungsi utama dari superego antara lain (1)
sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut
disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; (2) mengarahkan ego
pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan; dan (3) mendorong
individu kepada kesempurnaan. Superego senantiasa memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat
yang berbeda ke alam bawah sadar. Superego, bersama dengan id, berada di alam bawah sadar.
Jadi superego cenderung untuk menentang, baik ego maupun id, dan membuat dunia menurut
konsepsi yang ideal. Ketiga aspek tersebut meski memiliki karakteristik sendiri dalam
prakteknya, namun ketiganya selalu berinteraksi secara dinamis.
Konsep alam bawah sadar Freud sering didera kritik. Kalangan behavioris, humanis dan
eksistensialis oercaya bahwa:
a. Dorongan-dorongan dan persoalan-persoalan yang dikaitkan dengan alam bawah sadar
ternyata lebih sedikit dari perkiraan Freud,
b. Bahwa alam bawah sadar ternyata tidak serumit dan sekompleks yang dibayangkan
Freud. Sebagian psikolog masa kini mengartikan alam bawah sadar dengan apa pun yang
tidak perlu atau tidak ingin kita lihat. Bahkan ada teoritikus yang tidak menggunakan
konsep alam bawah sadar ini sama sekali.

Fakta-Fakta Penting Tentang Perkembangan


Untuk memahami pola perkembangan, pelbagai fakta tertentu Yng sifatnya fundamental
dapat diramalkan dan dipertimbangkan. Adapun fakta-fakta tersebut meliputi:

a. Dasar-dasar permulaan adalah sikap kritis. Sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang
dibentuk selama tahun-tahun pertama, sangat menentukan seberapa jauh individu berhasil
menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah usia.
b. Kematangan dan belajar memainkan peran yang penting dalam perkembangan.
c. Perkembangan itu mengikuti pola tertentu dan yang dapat diramalkan. Misalnya pola teratur
dari perkembangan fisik, motor, bicara dan perkembanga intelektual yang disebut dalam
hukum cephalocaudal yang menetapkan bahwa perkembangan menyebar ke seluruh tubuh
dari kepala ke kaki dan hukum proximodistal yang menerangkan bahwa perkembangan
menyebar keluar dari titik poros sentral tubuh ke anggota-anggota tubuh. Jika kondisi
lingkungan tidak menghambat, perkembangan akan mengikuti pola yang berlaku umum.
Tidak terdapat kejelasan yang menyatakan bahwa individu-individu memiliki pola
perkembangannya sendiri, walaupun ternyata bahwa laju perkembangan berbeda dari satu
individu dengan individu lain.
d. Semua individu berbeda. Seperti yang ditekankan oleh dobzhansky “setiap orang secara
biologis dan genetik benar berbeda satu sama lainnya, bahkan dalam kasus bayi kembar.
Dan terbukti bahwa perbedaan itu semakin bertambah bukannya berkurang semenjak anank-
anak beranjak dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan akhirnya ke usia lanjut.”.
e. Setiap tahapan perkembangan mempunyai pola perilaku yang karakteristik.
f. Setiap tahapan perkembangan mempunyai resiko.
g. Perkembangan dibantu oleh adanya rangsangan.
h. Perkembangan dipengaruhi perubahan budaya.
i. Terdapat harapan sosial untuk setiap tahap perkembangan.
B. Implikasi Tahap dan Tugas Perkembangan Individu terhadap Pendidikan di Sekolah
Dasar
Setelah selesai mengkaji uraian bagian satu tentang tahap-tahap dan tugas-tugas
perkembangan individu. Berdasarkan kajian tersebut kiranya dapat kita pahami bahwa
keberhasilan individu dalam menyelesaikaan tugas-tugas perkembangannya akan membawa
kebahagiaan dan keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada tahapan
berikutnya. Sebaliknya, apabila individu gagal menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya,
kegagalan tersebut akan mengakibatkan ketidakbahagiaan dan mengakibatkan kesulitan-
kesulitan dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada tahapan berikutnya.
Implikasi dari hal tersebut, maka dalam konteks ini para guru hendaknya menyadari peranannya
untuk membantu atau memfasilitasi para siswanya agar dapat menyelesaikan berbagai tugas
perkembangannya.
Yelon dan Weinstein (1977) mendeskripsikan implikasi perkembangan individu
terhadap perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu
penyelesaian tugas-tugas perkembangannya sebagai berkut:
a. Perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang Diharapkan bagi Perkembangan Peserta Didik pada
Masa Kanak-Kanak Kecil:
1) Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten.
2) Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan.
3) Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik.
4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi.
5) Mengahargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta dididk.
b. Perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang Diharapkan bagi Perkembangan Peserta Didik
pada Masa Prasekolah:
1) Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara
berangsur-angsur dan terus-menerus.
2) Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan
keseimbangan, dsb.
3) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik.
4) Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi.
5) Memberikan kesempatan untuk berinteraksi sosial – dan kerja kelompok kecil.
6) Menggunakan program aktif, seperti: bernyanyi dengan bergerak, dll.
7) Memperbanyak aktifitas berbahasa seperti ceritera, mengklasifikasikan, diskusi
masalah, dan membuat aturan-aturan.
c. Perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang Diharapkan bagi Perkembangan Peserta Didik
pada Masa Kanak-kanak:
1) Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak; dan menambah
tanggung jawab anak.
2) Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan
kelompok.
3) Membangkitkan rasa ingin tahu.
4) Secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami.
5) Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru.
6) Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran.
7) Memberikan contoh model hubungan sosial.
8) Terbuka terhadap kritik.
d. Perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang Diharapkan bagi Perkembangan Peserta Didik
pada Masa Remaja Awal:
1) Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak
mengutamakan tenaga fisik yang besar.
2) Menerima makin dewasanya peserta didik.
3) Memberikan tanggung jawab secara berangsung-angsur.
4) Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
e. Perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang Diharapkan bagi Perkembangan Peserta Didik
pada Masa Remaja Akhir:
1) Menghargai pandangan-pandangan peserta didik.
2) Menerima kematangan peserta didik.
3) Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja
secara cermat.
4) Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir.
5) Mengggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah.
6) Berkreasi bersama dan bersama-sama menegakan berbagai aturan.
Mengingat perkembangan siswa sekolah dasar berada pada masa kanak- kanak
(Childhood), maka perhatian kita sebagai c a l o n guru sekolah dasar hendaknya lebih
fokus lagi kepada jenis-jenis perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi
perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak (Childhood), yaitu pada point c
sebagaimana di uraikan di atas.
Selanjutnya, berdasarkan kajian mengenai tahap dan tugas perkembangan individu,
kita pun dapat memahami bahwa tahap-tahap perkembangan individu menunjukkan
kemampuan dan kesiapan belajarnya. Implikasi dari hal tersebut, maka para guru hendaknya
tidak mengembangkan sesuatu kompetensi pada diri siswa sebelum siswa yang bersangkutan
memiliki kemampuan dan kesiapan belajar untuk mengembangkan kompetensi tersebut. Para
guru hendaknya tidak mengajarkan sesuatu materi ajar sebelum siswa yang bersangkutan
memiliki kesiapan belajar untuk mempelajari materi ajar tersebut. Sebab itu, pengetahuan
tentang perkembangan individu diperlukan oleh guru dalam rangka mengidentifikasi rentang
kompetensi atau materi ajar yang sepadan bagi para siswa yang berada pada tahap
perkembangan tertentu.
Secara khusus, berikut ini akan dikemukakan implikasi dari setiap aspek
perkembangan siswa sekolah dasar terhadap pendidikan, yang mendeskripsikan tentang hal-
hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh guru dalam rangka pendidikan agar sesuai
dengan tahap dan tugas perkembangan siswa:
Perkembangakan Fisik. Mengacu kepada tahap perkembangan yang dikemukakan
oleh Yelon dan Weinstein (1977), tahap perkembangan siswa sekolah dasar tergolong pada
Masa Kanak-Kanak (Childhood). Perkembangan aspek fisik pada masa ini yaitu: a)
Keterampilan-keterampilan badan cukup baik, otot-otot kuat, dan terkoordinasi; b) Turut serta
dalam permainan-permainan kelompok; c) Perkembangan keseimbangan lebih lanjut,
kegesitan, daya tahan, kekuatan tenaga dan keterampilan khusus.
Implikasi dari perkembangan fisik siswa seperti dijelaskan di atas, maka kegiatan
fisik hendaknya betul-betul disadari pentingnya bagi siswa sekolah dasar, terutama di kelas-
kelas rendah. Selain itu perlu diperhatikan, kegiatan fisik siswa akan turut membantu
perkembangan kognitifnya. Ketika anak dihadapkan kepada konsep abstrak, anak perlu perlu
melakukan aktivitas fisik untuk membantu mereka menghayati konsep-konsep yang belum
dikenalnya itu. Sehubungan dengan itu dalam rangka pembelajarannya, siswa sekolah dasar
hendaknya dihadapkan pada kegiatan- kegiatan yang aktif secara fisik.
Perkembangan Mental/Kognitif. Berdasarkan tahap perkembangan mental atau
kognitif menurut Jean Piaget, perkembangan mental/kognitif siswa sekolah dasar berada pada
perkembangan dari tahap operasi awal (the preoperational stage) ke tahap operasi konkrit
(the concrete operations stage). Apabila kita menggunakan tahap perkembangan kognitif
dari Bruner, tahap perkembangan tersebut di atas sebanding dengan tahap perkembangan dari
akhir tahap enactive dan tahap iconic/imagery. Pada saat ini siswa sekolah dasar skema
kognitifnya berkembang, terutama berkenaan dengan keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah. Perkembangan kecakapannya yaitu berkenaan dengan keterampilan
menggolong-golongkan (mengklasifikasi) berdasarkan ciri dan fungsi sesuatu; mengurutkan
sesuatu misalnya dari yang terkecil ke yang terbesar; membandingkan benda-benda;
memahami konsep konservasi; memahami identitas, yaitu kemampuan mengenal bahwa suatu
objek yang bersifat fisik akan mengambil ruang dan memiliki volume tertentu; dan
kemampuan membandingkan pendapat orang.
Implikasi dari hal di atas, maka pembelajaran bagi siswa sekolah dasar hendaknya:
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, menghadapkan siswa pada gagasan-gagasan dan
pandangan-pandangan baru, memungkinkan siswa melakukan eksplorasi, berpikir, dan
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan
sesamanya maupun dengan orang dewasa. Untuk itu, guru hendaknya memfasilitasi siswa
untuk belajar/bekerja dalam kelompok kecil.
Perkembangan Sosial. Menurut tahap-tahap perkembangan seperti dikemukakan
Yelon dan Weinstein (1977), perkembangan sosial siswa sekolah dasar yakni: berorientasi
kepada kelompok tetapi kehidupan rumah masih berpengaruh, ingin bebas, memuja
pahlawan, pemisahan dari jenis kelamin, dan bahwa kelompok akan mempengaruhi konsep
dirinya.
Implikasi dari perkembangan di atas, maka para guru hendaknya:
mendorong pertemanan dengan menggunakan proyek-proyek dan permainan kelompok.
Selain itu, guru hendaknya memberikan contoh model hubungan sosial yang baik.
Perkembangan Emosional. Perkembangan emosional siswa sekolah dasar antara
lain: banyak menggunakan waktu untuk membebaskan diri dari rumah, menyamakan diri
dengan teman sebayanya namun masih menerima persetujuan dari orang dewasa, mudah
terharu, tetapi pemberani dan percaya pada diri sendiri.
Implikasi dari perkembangan di atas, maka guru mestinya menerima kebutuhan-
kebutuhan akan kebebasan anak dan menambah tanggung jawab anak. Selain itu, guru
hendaknya mengembangkan keberanian dan perasaan percaya diri siswa, juga keterbukaan
siswa terhadap kritik.
Perkembangan Moral. Berdasarkan tahap perkembangan moral menurut Lawrence
Kohlberg, perkembangan moral siswa sekolah dasar berada pada pergeseran dari
akhir tahap 1 (kepatuhan dan hukuman), tahap 2 (Instrumental Relatif) dan menuju tahap
3 (Orientasi Keselarasan Interpersonal).
Implikasi dari tahap perkembangan di atas, maka guru hendaknya bersama- sama
menciptakan aturan dan kejujuran, secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan
dapat dipahami. Namun demikian, pada kelas-kelas rendah, para guru diharapkan
mempertimbangkan orientasi kepatuhan dan hukuman pada diri siswa.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Setiap anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan dan perkembangan secara
bertahap mengenai keadaan fisik, sosial, emosional, moral, dan mentalnya. Seraya mereka berkembang,
mereka mempunyai cara-cara memahami, bereaksi, dan mempersepsi yang sesuai dengan usianya.
Konsep inilah yang oleh para ahli psikologi disebut tahap perkembangan. Pada setiap tahap
perkembangan terdapat seperangkat tugas perkembangan, yaitu sejumlah tugas yang harus diselesaikan
oleh individu yang terdapat pada suatu tahap perkembangannya.
Ada berbagai ahli psikologi yang mendeskripsikan berbagai aspek perkembangan secara
komprehensif mengenai tahap dan tugas perkembangan individu, antara lain Robert Havighurst, Yelon
dan Weinstein. Tahap perkembangan aspek mental/kognitif antara lain dideskripsikan oleh Jean Piaget
dan Jerome Bruner. Adapun mengenai tahap perkembangan moral individu dideskripsikan oleh Lawrence
Kohlgerg.
Menurut Havighurst perkembangan siswa SD tergolong pada tahap Masa Kanak-kanak (6-12
tahun). Ini sebanding dengan tahap akhir prasekolah dan Masa Kanak-kanak sebagaimana dideskripsikan
Yelon dan Weinstein. Menurut Jean Piaget perkembangan mental/kognitif siswa SD berada dari tahap
operasi awal (the preoperational stage) menuju sampai ke tahap operasi konkrit (the concrete
operations stage). Apabila kita menggunakan tahap perkembangan kognitif dari Bruner, tahap
perkembangan tersebut sebanding dengan tahap perkembangan dari akhir tahap enactive sampai
dengan tahap iconic/imagery. Adapun mengenai perkembangan moralnya, menurut Kohlberg siswa SD
berada pada pergeseran dari akhir tahap 1 (kepatuhan dan hukuman), tahap 2 (Instrumental Relatif) dan
menuju tahap 3 (Orientasi Keselarasan Interpersonal).
Tahap dan tugas perkembangan siswa, baik berkenaan aspek fisik, sosial, emosional, moral, dan
mentalnya memberikan implikasi terhadap pendidikan, yaitu berkenaan dengan peranan guru, isi
kurikulum atau berbagai kompetensi yang semestinya dikembangkan pada diri siswa, maupun berkenaan
dengan cara pembelajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Fikri. (2011). Teori Psikoanalisis menurut Erickson dan Sigmund Freud. [Online]. Tersedia:
http://leon.blogdetik.com/2011/03/01/teori-psikoanalisis-menurut-erickson-dan-
sigmund-freud/. (di unduh tanggal : 12/03/2012 19:19)

Hurlock, Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Nurhisan, Juntika dan Agustin, Mubiar. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT. Refika Aditama

Yusuf, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya

. Landasan Psikologi Pendidikan. [Online]. Tersedia:


http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/LANDASAN_PENDIDIKAN/BBM_3.pdf
(diunduh tanggal : 12/03/2012 19:08)

Anda mungkin juga menyukai