KETIDAKBERDAYAAN
SUNARTI
C.18.05.009
Bab ini berisi penjabaran mengenai data yang mendasari pemilihan topik Karya
Ilmiah Akhir Ners. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai rumusan masalah.
Selain itu, pada bab ini juga di paparkan mengenai tujuan dan manfaat penulisan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
Penduduk dunia terdiri dari masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dan
pedesaan. Sebagian besar masyarakat dunia tinggal di daerah perkotaan. United
Nation (2014) mencatat bahwa 54% penduduk dunia tinggal diperkotaan, bahkan
akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 65% pada 2050 dan 90%
diantaranya berada di wilayah Asia dan Afrika. Indonesia merupakan salah satu
negara di Asia dengan jumlah masyarakat perkotaan yang banyak. Pada tahun
2013-2015, masyarakat perkotaan di Indonesia telah mencapai54% dari total
seluruh masyarakat Indonesia (World Bank, 2015).
Perkotaan menjanjikan kehidupan yang lebih baik karena kesempatan yang lebih
banyak, gaji yang lebih tinggi, pelayanan dan gaya hidup yang lebih baik (Bhatta,
2010). Hal-hal tersebut yang menjadi daya tarik bagi masyarakat agar melakukan
migrasi dari wilayah desa ke perkotaan sehingga jumlah masyarakat perkotaan
mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah masyarakat perkotaan yang
mengalami peningkatan menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kehidupan
perkotaan.
Dampak positif yang timbul dari peningkatan jumlah penduduk kota adalah
peningkatan perkembangan ekonomi, peningkatan keinginan untuk berwirausaha
serta peningkatan taraf pendidikan karena pelayanan pendidikan di perkotaan
lebih baik dari pedesaan (Arouri et al., 2014). Sedangkan dampak negatif yang
ditimbulkannya adalah penyebaran penduduk dan pengembangan ekonomi yang
tidak merata karena desa ditinggalkan dan kota penuh sesak penghuni. Secara
umum, dampak negatif yang timbul dari peningkatan jumlah penduduk perkotaan
lebih banyak dirasakan oleh penduduk perkotaan itu sendiri. Jumlah penduduk
1
2
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Di Jawa Barat
sendiri prevalensi terjadinya gagal jantung sebesar 0,7 persen (Riskesdas, 2013).
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks yang dihasilkan dari
kerusakan fungsi atau stuktur jantung yang merusak kemampuan ventrikel untuk
melakukan pengisian jantung (Black & Hawks, 2009). Orang yang menderita
penyakit ini akan mengalami nyeri dada, sesak dan cepat mengalami kelelahan
(David et al., 2012). Masalah gagal jantung dapat disebabkan karena banyak hal
salah satunya hipertensi. Hipertensi dapat mengakibatkan peningkatan afterload
yang akan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah lebih keras lagi
sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertrofi miokardium sebagai
kompensasinya (Smeltzer, 2010). Hipertensi dapat disebabkan karena dua faktor,
yaitu faktor yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol.Faktor penyebab
hipertensi yang dapat di kontrol adalah kegemukan, makan makanan mengandung
banyak garam, kurang aktivitas fisik, merokok, diabetes dan stres (American
Hearth Association, 2014).
Selain masalah fisik, pasien dengan masalah kronis seperti masalah jantung perlu
diperhatikan secara psikologis. Hal tersebut dikarenakan karakteristik penyakit
kronis yang memerlukan pengobatan serta intervensi yang membutuhkan banyak
waktu, menimbulkan kecacatan atau perubahan fisik, kekambuhan penyakit yang
sering terjadi, serta keadaan patologis penyakit itu sendiri yang seringkali tidak
dapat pulih seperti sebelumnya menimbulkan masalah psikologis.Klien dengan
gagal jantung rentan mengalami ansietas dan depresi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haworth et al., (2005) terhadap 100 orang klien
dengan gagal jantung menunjukan hasil 29% klien mengalami depresi dan 18%
klien mengalami ansietas. Gagal jantung yang merupakan salah satu penyakit
kronik juga dapat menyebabkan penderitanya mengalami ketidakberdayaan.
Seperti yang tercantum dalam penelitian Aujoulat, Luminet & Deccache (2007)
yang melakukan wawancara terhadap 40 orang dengan berbagai penyakit kronik
termasuk didalamnya 5 orang klien dengan gagal jantung menunjukan hasilbahwa
hampir semua klien menceritakan mengenai pengalaman ketidakberdayaan yang
dialaminya.
4
hingga harga diri rendah situasional. Dari data yang penulis himpun, hampir
sebagian besar klien mengalami ansietas serta ada juga masalah psikososial lain
yang banyak dialami yaitu ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan dialami oleh
sebanyak kurang lebih 34,9% klien di ruang Antasena (Mahasiswa Aplikasi
Keperawatan Jiwa, 2016). Sebagian besar perawat Antasena sudah dapat
mengidentifikasi tanda dan gejala klien yang mengalami ansietas dan telah
melakukan intervensi. Namun untuk masalah ketidakberdayaan, penulis belum
Selain masalah fisik, pasien dengan penyakit kronik perlu diperhatikan secara
psikologis. Masalah psikologis yang banyak terjadi pada pasien penyakit kronik
khususnya gagal jantung adalah kecemasan dan ketidakberdayaan. Hal ini
tentunya berkaitan dengan tanda dan gejala yang dialami orang dengan gagal
jantung yaitu perubahan dan penurunan fungsi fisik. Hasil analisis penulis pada
minggu kedua praktik di Ruang Antasena, Bapak S (66 tahun) masuk ruang
Antasena dengan gagal jantung terdeteksi memiliki masalah kesehatan yang
ditimbulkan dari masalah perkotaan serta mengalami masalah psikososial yaitu
7
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
ketidakberdayaan yang dialami klien. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh
Kanine, Helena & Nuraini (2011) terhadap 35 klien yang menderita DM dan
mengalami ketidakberdayaan di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Utara.
Terjadi penurunan tanda dan gejala ketidakberdayaan pada 35 orang tersebut
sebesar 5,36 dengan p values 0,01 yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh
terapi ners terhadap ketidakberdayaan klien.
Universitas Indonesia
14
Manfaat yang didapat dari berpikir positif adalah menurunkan tingkat stres,
meningkatkan kesehatan fisik dan emosional, meningkatkan bahagia sehingga
meningkatkan usia harapan hidup serta dapat meningkatkan kemampuan koping
(Life Care, 2013). Limbert (2004 dalam Kholidah & Alsa, 2013) menyebutkan
bahwa berpikir positif akan membuat individu menerima situasi hidup secara
lebih positif. Hal tersebut sangat membantu orang dengan ketidakberdayaan yang
menganggap dirinya tidak dapat mengontrol sesuatu dan merasa tidak berdaya.
Terdapat beberapa cara untuk melakukan latihan berpikir positif. Life Care (2013)
menyebutkan cara yang dapat digunakan untuk melatih pikiran positif seperti
menuliskan pikiran negatif lalu menggantinya menjadi pikiran positif, lakukan
Universitas Indonesia
15
Konsep gagal jantung yang akan dibahas adalah mengenai definisi, tanda-gejala,
penyebab. Setiap hal yang dibahas akan membantu menguraikan masalah gagal
jantung yang ada pada Bapak S.
Gagal jantung adalah kondisi ketika jantung tidak dapat memompa darah untuk
mencukupi kebutuhan metabolik tubuh (Black & Hawks, 2014). Figueroa &
Peters (2006) menyebutkan bahwa gagal jantung merupakan sindrom klinik
kompleks yang disebabkan karena kerusakan fungsi atau struktural jantung yang
menyebabkan ventrikel kehilangan kemampuan untuk melakukan injeksi darah.
Selain itu, gagal jantung juga dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan
jantung untuk memompa sejumlah darah yang mengandung oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan oleh jaringan (Smletzer, 2010). Health Care Policy and Research
(AHCPR) mendefinisikan bahwa gagal jantung adalah sindrom klinik yang
menandakan kelebihan cairan atau ketidakadekuatan perfusi jaringan (AHCPR
HF, 1994). Jadi dapat disimpulkan bahwa gagal jantung merupakan kondisi
jantung yang mengalami kerusakan sehingga kemampuan dalam memompa darah
menurun dan kebutuhan metabolik darah tidak dapat terpenuhi.
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
(Sumber: Smeltzer (2010) chapter 30 Management of Patients With Complications from Hearth
Disease)
Universitas Indonesia
18
yang secara umum dapat muncul karena proses inflamasi miokarditis, kehamilan,
agen toksik dari lingkungan dan kebiasaan mengonsumsi alkhohol (Smletzer,
2010).
Penyakit kronik didefinisikan sebagai penyakit yang menetap tiga bulan atau lebih
(U.S. National Center for Health Statistics, 2014). Penyakit yang dikategorikan
sebagai penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit
pernapasan kronik dan diabetes mellitus (WHO, 2005). Orang dengan penyakit
kronik selain mengalami sakit fisik yang berkepanjangan sangat berisiko terkena
masalah psikososial seperti ketidakberdayaan. Dryer (2007) menyatakan bahwa
klien dengan penyakit kronik rentan mengalami ketidakberdayaan karena terpapar
tindakan medis secara kontinyu, efek samping dari obat dan proses perburukan
penyakit. Selain itu, hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Aujoulat, Luminet & Deccache (2007) yang melakukan interview terhadap 40
orang dengan berbagai penyakit kronik, hasilnya menunjukan bahwa hampir
semua klien mengalami ketidakberdayaan dengan merasa tidak aman dan
terhambat dalam melakukan hubungan sosial serta merasa penyakit yang dialami
mengganggu identitas diri yang dimiliki.
Lubkin & Larson (2009) memaparkan bahwa orang dengan penyakit kronik akan
kehilangan sumber kekuatan dalam hidupnya. Yang menjadi sumber kekuatan
seorang individu adalah kekuatan fisik, dorongan sosial, pengetahuan, motivasi
Universitas Indonesia
19
dan harapan (Miller, 2000). Ketika sumber kekuatan terganggu oleh penyakit
kronik maka klien akan mengalami ketidakberdayaan.
Selain kehilangan sumber kekuatan diri, Aujoulat, Luminet & Deccache (2007)
menyatakan bahwa orang dengan penyakit kronik mengalami ketidakberdayaan
disebebkan karena hidup menjadi tidak terkontrol dan takut menjalani hidup
karena gejala penyakit yang dialami semakin parah mengalami perubahan yang
signifikan dan berbeda dengan sebelumnya menyebabkan cemas dan depresi,
memiliki ketergantungan total, kehilangan kekuatan untuk mengontrol kehidupan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan fungsi keluarga, kehilangan identitas personal
karena merasa tidak normal seperti manusia lain. Secara umum, ketidakberdayaan
yang muncul karena penyakit kronik disebabkan oleh merasa berubah dan tidak
aman serta kehilangan identitas.
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kronik yang sering terjadi. WHO
(2005) menyebutkan bahwa penyakit kardiovaskular termasuk gagal jantung
menyebabkan kematian nomor terbanyak di dunia. Seperti yang telah diuraikan
diatas bahwa mengalami penyakit kronik akan menyebabkan penderitanya juga
Universitas Indonesia
20
mengalami ketidakberdayaan, hal tersebut juga berlaku bagi klien yang menderita
gagal jantung. Dryer (2007) melakukan penelitian pada klien dengan gagal
jantung kanan sehingga menyebabkan edema di kaki dan berakhir pada kesulitan
melakukan aktivitas, klien tersebut teridentifikasi mengalami ketidakberdayaan
yang disebabkan oleh sakitnya. Selain itu, Aujoulat, Luminet & Deccache (2007)
juga melakukan wawancara terhadap 40 orang dengan berbagai penyakit kronik
termasuk didalamnya 5 orang klien dengan gagal jantung, yang menunjukan
bahwa hampir semua klien menceritakan mengenai pengalaman ketidakberdayaan
yang dialaminya. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa gagal jantung yang
merupakan penyakit kronik sangat berkaitan erat dengan ketidakberdayaan.
Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS
Bab ini memaparkan mengenaihasil pengkajian dan analisa masalah pada Bapak S
yang penulis dapatkan ketika merawat Bapak S pada 2 Mei 2016 hingga 6 Mei
2016. Hal-hal yang dijelaskan dalam bab ini adalah hasil pengkajian, analisa data,
diagnosis keperawatan, implementasi serta evaluasi asuhan keperawatan yang
telah dilakukan.
3. 1. Hasil Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada 2 Mei 2016. Bapak S (66 tahun) masuk Antasena
sejak 1 Mei 2016 dengan diagnosis medis Congestive Heart Failure (CHF). Data
yang penulis dapatkan diperoleh melalui wawancara, pengkajian fisik dan
observasi. Klien beragama Islam. Berdomisili di Kampung Dukuh Waru RT/RW
003/001 Sukaraja, Tamansari, Bogor. Saat ini klien sudah tidak bekerja. Sebelum
sakit klien merupakan petani dan pernah bekerja menjadi kuli bangunan dan kuli
angkut di Jakarta. Kini Bapak S tinggal bersama dengan istri dan dua anak
terakhirnya yang masih bersekolah.
Bapak S memiliki riwayat sakit hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Klien pernah
memiliki riwayat dirawat di RS pada sembilan bulan yang lalu dengan keluhan
sakit jantung hingga masuk ICU selama 5 hari. Sejak saat itu, klien rutin
melakukan kontrol ke RS dalam enam bulan pertama. Namun, sejak tiga bulan
terakhir klien tidak lagi kontrol karena merasa sudah lebih baik. Selama tiga bulan
klien tidak melakukan kontrol, klien kembali melakukan kebiasaan lamanya yaitu
merokok dan meminum kopi. Kebiasaan tersebut telah klien lakukan sejak klien
berusia 20 tahun (kurang lebih 40 tahun yang lalu). Klien juga pernah memiliki
riwayat berkerja di Jakarta sebagai kuli bangunan dan kuli angkut di pasar selama
kurang lebih 20 tahun hingga awal tahun 2000. Selama klien bekerja, klien
banyak mengonsumsi kopi dan rokok di sela-sela aktivitas kerjanya dan
menjadikan kopi serta rokok sebagai cara klien dalam menghadapi beban kerja
yang berat.
24 Universitas Indonesia
Pada saat hari ketiga perawatan, klien mulai terbuka pada penulis. Klien mulai
menceritakan perasaannya ketika sakit. Sejak sakit 9 bulan yang lalu divonis
mengalami sakit jantung klien sudah tidak pernah lagi bekerja karena merasa
mudah lelah. Klien mengatakan sekarang hanya menjadi beban anak dan
keluarganya karena menggantungkan seluruh kebutuhan ekonomi pada anaknya.
Klien selalu mengatakan di rumah hanya makan, BAB serta tidak lagi melakukan
hal lain. Klien juga selalu merasa tidak enak pada istrinya yang kini membantunya
dalam melakukan seluruh aktivitas.
Selain keterangan dari klien, penulis juga melakukan wawancara pada keluarga.
Keluarga mengatakan sejak sakit klien menjadi pasif, lebih pendiam, dan lebih
banyak melamun jika di rumah. Keluarga mengasumsikan mungkin klien merasa
bosan karena sebelum sakit klien merupakan orang yang aktif bekerja dan
melakukan aktivitas di masyarakat seperti pengajian dan kerja bakti. Namun,
setelah sakit klien sudah tidak pernah mengikutinya lagi. Menurut keterangan
keluarga, terkadang klien juga marah jika istrinya tidak menjaga disampingnya
No Data Masalah
Keperawatan
1 Data Subjektif: Penurunan Curah
Klien mengatakan sesak Jantung
Data Objektif:
TD 100/90 mmHg
Nadi 120x/menit
Terdengar bunyi murmur
Terdengar ronkhi di basal paru kanan
penurunan taktile fremitus
2 Data Subjektif: Intoleransi Aktivitas
Klien mengatakan lelah dan sesak bertambah
parah jika banyak bergerak meskipun hanya
ke kamar mandi.
Data Objektif:
TD 100/90 mmHg
No Data Masalah
Keperawatan
Nadi 120x/menit
RR=32x/menit
3 Data Subjektif: Ansietas Sedang
Klien sulit tidur malam, tidak nafsu makan.
Klien mengatakan merasa khawatir akan
sakitnya, klien memikirkan sakitnya terlebih
jika klien sedang nyeri dada takut menjadi
semakin parah. Takut dan khawatir juga
disebabkan karena pengalaman klien yang
pernah dirawat di RS pada 9 bulan yang lalu
Data Objektif:
Tekanan darah: 100/90 mmHg
Nadi 120x/menit
RR 28x/menit
Pasif
Gelisah
Tampak penurunan konsentrasi,
gangguan perhatian
banyak melamun
Ekspresi wajah saat berbicara berubah – ubah
dan lebih banyak sedih terutama ketika
menceritakan mengenai sakitnya
4 Data Subjektif: Ketidakberdayaan
Klien mengatakan merasa sedih karena Sedang
menjadi beban anak dan istrinya ketika sakit
Klien juga merasa hanya menjadi beban
anaknya karena semenjak sakit 9 bulan yang
lalu klien karena tidak lagi bekerja hanya
tidur-makan sehingga semua biaya hidup
No Data Masalah
Keperawatan
ditanggung oleh anaknya
Data Objektif:
Keluarga mengatakan sejak sakit klien
menjadi pasif, lebih pendiam, dan lebih
banyak melamun jika di rumah.
setelah sakit klien sudah tidak pernah
mengikutinya pengajian dan kegiatan sekitar
rumah. Selama di RS klien jika malam sulit
tidur, namun siang klien selalu tidur.
Menurut keterangan keluarga, terkadang
klien juga marah jika istrinya tidak menjaga
disampingnya
klien juga tidak mau dijaga oleh anak atau
saudaranya
Tampak pasif
Murung
Banyak melamun
Ekspresi sedih
5 Data Subjektif Hipertermi
Klien mengatakan badan sering panas, kepala
pusing
DO:
Teraba panas
Suhu 38,2 oC
Kulit memerah
Menurut klien, klien malam tidak dapat tidur karena memikirkan sakit dan merasa
sesak. Klien merasa khawatir akan sakitnya, klien takut sakitnya menjadi semakin
parah sehingga kejadian klien masuk ICU sekitar 9 bulan yang lalu terulang.
Pengalaman klien yang pernah dirawat selama kurang lebih 5 hari di ICU
membuat klien menjadi takut dan khawatir. Menurut pemikiran klien, orang sakit
masuk ICU maka penyakitnya parah. Kekhawatiran klien semakin bertambah jika
nyeri dada yang dirasakan klien muncul, nyeri yang klien rasakan akan memberat
jika klien batuk. Hal itu yang menambah kekhawatiran klien.
Hari kedua interaksi, penulis berusaha melakukan evaluasi validasi tanda dan
gejala ansietas yang dirasakan oleh Bapak S. Bapak S mengatakan sulit tidur
berkurang karena sudah bisa tidur sedikit namun tetap sering terbangun, klien
tampak lebih ramah meskipun sikap gelisah dan murung klien masih sering
muncul. Klien juga mengatakan sudah latihan napas sebelum tidur. Ketika
ditanyakan mengenai cara tarik napas dalam, klien sudah dapat mempraktikkanya
namun masih belum optimal karena Bapak S meniupkan udaranya terlalu cepat.
Sehingga pada pertemuan kedua, penulis memberikan intervensi mengulangi cara
tarik napas dalam, mengajarkan teknik distraksi yang digabungkan dengan
spiritual. Setelah klien telah dapat mengatur hembusan napasnya ketika teknik
relaksasi napas dalam, penulis menjelaskan mengenai distraksi/ pengalihan untuk
mengurangi cemasnya. Bapak S sempat menyebutkan beberapa pengalihan yang
dapat dilakukannya seperti menonton tv dan zikir. Dari jawabannya tersebut
penulis berinisiatif untuk menggabungkan kedua teknik tersebut. Distraksi yang
klien dapat lakukan adalah berzikir. Penulis juga mencoba membantu Bapak S
dengan menyebutkan distraksi yang lain yaitu mengobrol dengan anak/ istrinya.
Bapak S langsung membantah dengan mengatakan mengobrol dengan anak tidak
nyambung dikarenakan berbeda zaman. Oleh karena hal itu, distraksi yang dipilih
dilakukan oleh klien adalah berzikir.
Hari ketiga perawatan, Bapak S mengatakan sudah dapat tidur dengan enak, RR
22x/menit, TD 90/60 mmHg, nadi 97x/menit. Secara objektif, hari ini klien
terlihat lebih terbuka pada penulis, klien telah hapal nama penulis, meskipun bila
diperhatikan klien masih sedikit terlihat tegang, penurunan konsentrasi, pasif dan
pasrah. Sebelum memulai interaksi penulis mencoba memvalidasi kemampuan
klien mengulangi intervensi-intervensi yang telah dilakukan kemarin. Bapak S
mengatakan yang dilakukan sebelum tidur adalah relaksasi napas dalam dan
membaca shalawat.Pada pertemuan ketiga, penulis mengevaluasi kemampuan
relaksasi napas dalam, kemampuan menyebutkan teknik distraksi dan spiritual
serta memandu Bapak S untuk melakukan hipnosis 5 jari. Klien sudah mampu
melakukan relaksasi napas dalam dengan baik, klien juga menyebutkan telah
bershalawat. Sesuai tujuan awal, penulis bermaksud mengajarkan hipnosis 5 jari.
Namun, klien tampak sulit membayangkan dan kurang berhasil dalam melakukan
hipnosis 5 jari. Secara subjektif klien mengatakan lebih nyaman dan akan
mencobanya. Namun secara objektif, penulis melihat klien belum dapat
berkonsentrasi. Oleh karena hal itu, planning yang dilakukan oleh penulis untuk
keesokan harinya adalah mengulangi teknik hipnosis 5 jari bagi klien.
Hari ketiga perawatan, klien mulai terbuka dengan penulis. Pada hari ini, klien
mulai menceritakan bahwa klien merasa menjadi beban bagi keluarganya dan
merasa sedih akan sakitnya. Cerita ini muncul ketika penulis menanyakan
perasaan klien menjalani perawatan di RS selama tiga hari. Lalu klien mulai
menceritakan bahwa klien sedih karena sakit dan juga merasa hanya menjadi
beban anaknya karena semenjak sakit 9 bulan yang lalu klien tidak lagi bekerja
hanya tidur-makan dan semua biaya hidup kini ditanggung oleh anaknya.
Meskipun secara subjektif klien baru terdengar pada hari ini, namun secara
objektif tanda-tanda ketidakberdayaan seperti pasif, murung, sedih, merasa cemas,
mengalami penurunan nafsu makan dan tingkat ketergantungan yang tinggi pada
orang lain sudah terlihat sejak awal interkasi dengan klien. Berdasarkan tanda dan
gejala tersebut, penulis mengidentifikasi klien mengalami ketidakberdayaan.
Pada saat hari itu juga, penulis langsung memberikan intervensi untuk mengatasi
ketidakberdayaan yang dialaminya. Intervensi yang dilakukan pada hari itu adalah
mengkaji perasaan klien, membantu klien mengenal ketidakberdyaan dan
membantu klien melatih berpikir positif serta afirmasi positif. Pengkajian
dilakukan dengan menanyakan lebih jauh mengenai perasaan ketidakberdayaan
yang muncul. Klien mengatakan sedih karena semenjak sakit tidak bekerja dan
lega. Namun secara objektif klien masih mununjukan sikap murung, sedih,
mengalami penurunan nafsu makan dan tingkat ketergantungan yang masih tinggi.
kesepakatan pada hari sebelumnya hari ini penulis akan kembali memandu dan
mengajarkan klien melakukan hipnosis 5 jari. Pada pertemuan kali ini, penulis
mengajak istri untuk melihat intervensi yang dilakukan. Hipnosis 5 jari pada kali
ini nampak lebih berhasil karena klien terlihat lebih rileks dan tidak lagi
menjawab saat dilakukan hipnosis. Klien juga mengatakan sangat berterimakasih
atas sarannya dan mau untuk melakukannya jika di rumah. Setelah dilakukan
hipnosis 5 jari, nadi klien mengalami penurunan dari 97x/menit menjadi
90x/menit namun tanda-tanda vital yang lain tidak mengalami perubahan. Penulis,
keluarga dan klien membuat kesepakatan agak keluarga memandu klien untuk
melakukan hipnosis 5 jari besok pagi ketika bangun tidur.
Pada hari kelima perawatan klien tampak sangat senang akan pulang. Klien sudah
lebih segar, menurut klien klien sudah dapat tidur nyenyak semalam. Secara
umum klien dapat menyebutkan tanda ansietas yang klien alami, klien juga dapat
mempraktikkan tarik napas dalam dengan sangat baik. Untuk hipnosis klien
mengatakan sedikit sulit melakukannya. Oleh karena itu, penulis lebih
menggarahkan klien untuk melakukan tarik napas dalam dan shalawat jika sudah
di rumah.
Selain melakukan intervensi pada klien, penulis juga melakukan intervensi pada
keluarga klien terutama istri Bapak S. Keluarga yang kooperatif dan memiliki
penerimaan yang sangat baik menyebabkan intervensi keluarga sangat efektif.
Istri Bapak S mengatakan akan menjadi istri siaga yang akan menjaga sepenuh
hati suaminya serta mengingatkan suaminya agar melakukan hal-hal untuk
mengurangi ansietasnya dan mengingatkan klien agar semangat. Istri klien juga
sudah dengan baik mempraktikan relaksasi napas dalam serta menyebutkan teknik
spiritual. Selain itu, istri klien juga mengatakan jika di rumah akan mengingatkan
klien untuk tidak melamun, akan memberikan semangat kepada klien dan
memberikan motivasi pada klien agar mau beraktivitas lagi sesuai dengan
kemampuan klien.
Untuk diagnosis fisik seperti intoleransi aktivitas dan hipertermi. Penulis telah
melakukan intervensi seperti melakukan pengukuran suhu, mengajarkan cara
kompres hangat bila terjadi hipertermi, menganjurkan menggunakan pakaian tipis,
menganjurkan peningkatan asupan cairan serta melakukan kolaborasi memberikan
antipiretik. Untuk intoleransi aktivitas, penulis juga sudah memberikan intervensi
berupa pertahankan posisi nyaman, pertahankan aktivitas sesuai toleransi.
Diagnosis penurunan curah jantung telah dilakukan pertahankan masukan
oksigen, pantau hemodinamik, pantau neurologis dan pantau adanya syok
kardiogenik.
36
kejadian dengan nilai
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Karya ilmiah ini sesuai dengan tujuan telah dapat menggambarkan asuhan
keperawatan klien dengan ketidakberdayaan pada Bapak S di ruang Antasena
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Berdasarkan uraian penjelasan dari bab
sebelumnya maka dapat ditarik simpulan dan saran sebagai berikut.
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
47 Universitas Indonesia
ruang rawat inap. Selain itu, diperlukannya intervensi keperawatan spesialis jiwa
dapat menimbulkan upaya untuk secara khusus menempatkan perawat spesialis
jiwa di setiap ruang rawat inap. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan
kontiunitas dari perawatan yang diberikan sehingga asuhan keperawatan yang
diiberikan pada klien dapat diterapkan secara utuh dan kontinyu dalam setiap
shiftnya dilakukan khusus oleh perawat psikososial.
Peneliti berharap peneltian ini dapat menjadi dengan menjadi evidance based
untuk membandingkan implementasi dan teori yang ada agar nantinya dapat
menjadi acuan bagi mahasiswa keperawatan untuk mengembangkan intervensi
keperawatan masalah psikososial ketidakberdayaan bagi klien dengan gagal
jantung.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Adli, M. (2011). Urban Stress And Mental Health. City Health And Well Being.
London: London School Of Economics
Agustin, I. M., Keliat B.A., Mustikasari. (2015). Penerapan tindakan keperawatan:
terapi generalis terhadap ketidakberdayaan pada lansia. Jurnal Ners. 10(2)
Damanik, F., H., S. (2012). Membentang fakta dunia sosial: Sosiologi. Jakarta:
Bumi Aksar
Jeun, Y.H., et al. (2010). The experience of living with chronic heart disease: a
narrative review of qualitative studies. Sydney: Biomedical Center Health
Service Research.
Kanine, E., Helena N., Nuraini T. (2011). Pengaruh terapigeneralis dan
logoterapi individu tehadap respon ketidakberdayaan klien diabetes melitus
di rumah sakit provinsi Sulawesi Utara. Tesis Fik Ui. Tidak Dipublikasikan.
Kelley, D. (2014). Heart disease: Causes, prevention, and current research. Jcc
Honors Journals, 5(2)
MASALAH PSIKOSOSIAL
INFORMASI UMUM
Inisial klien : Tn. S
Usia : 66 (tahun)
Suku : Sunda
KELUHAN UTAMA
Tn. S datang dengan keluhan sesak sejak dua hari SMRS. Pada saat
pengkajian di dapatkan data sesak masih ada, RR = 32x/menit, nadi
120x/menit, suhu 38,6oC. Saat pemeriksaan fisik, didapapatkan data suara
naps ronkhi di basal paru kanan, penurunan taktile fremitus, terdengar suara
jantung S3.
Klien mengeluh sulit tidur karena sesak dan merasa takut sakitnya semakin
parah, klien juga mengeluh mengalami sulit makan. Kien takut sakit semakin
Tingkat Ansietas
Tingkat ansietas (lingkari tingkat ansietas dan chek list perilaku yang
ditampilkan)
PERILAKU PERILAKU
Pasif Disorientasi
Waspada Ketakutan
Gelisah Obsesi
Tremor Hiperaktivitas
KELUARGA
Genogram
Tipe keluarga
nuclear family diad family
lain-lain, sebutkan:
RIWAYAT SOSIAL
Pola sosial
Teman/ orang terdekat
Klien dekat dengan istri dan anaknya.
ada, jelaskan
2. Kontak mata
ada, klien ada kontak mata meskipun dengan sorot mata sedih dankeadaan
lemas. Kadang klien seperti sedang menerawang
3. Pakaian
4. Perawatan diri
TingkahTingkah
Laku Laku Jelaskan
Resah
Agitasi
Letargi
Lain-lain
Pola komunikasi
POLA KOMUNIKASI POLA KOMUNIKASI
Jelas Aphasia
Koheren Perseverasi
Inkoheren Tangensial
Lainnya: Klien tertutup dan baru terbuka pada mahasiswa pada hari ketiga
perawatan
PERILAKU JELASKAN
Senang
Patah hati
Putus asa
Euporia
Curiga
Lain-lain:
PERILAKU
Jelas
Logis
Mudah diikuti
Relevan
Bingung
Bloking
Delusi
Arus cepat
Asosiasi lambat
Curiga
Persepsi
PERILAKU JELASKAN
Halusinasi Jelaskan
2. Memori
Gangguan jelaskan
Tingkatan jelaskan
Jelaskan: