Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

KETIDAKBERDAYAAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

SUNARTI
C.18.05.009

STIKES PANRITA HUSADA


BULUKUMBA
TAHUN 2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Masyarakat Perkotaan ................................................................... 9
2.1.1 Definisi Masyarakat Kota................................................................. 9
2.1.2 Masalah Kesehatan Masyarakat Perkotaan ...................................... 11
2.2 Konsep Ketidakberdayaan ........................................................................... 12
2.2.1 Definisi Ketidakberdayaan ............................................................... 12
2.2.3 Etiologi Ketidakberdayaan ............................................................... 13
2.2.4 Tanda dan Gejala Orang yang Mengalami Ketidakberdayaan ......... 14
2.2.4 Intervensi Ketidakberdayaan ............................................................ 14

BAB 3 :LAPORAN KASUS KELOLAAN


3.1 Hasil Pengkajian ......................................................................................... 24
3.2 Analisa Data ................................................................................................ 26
3.3 Diagnosis, Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan .................... 28
BAB 5 :PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 46
5.2 Saran ........................................................................................................... 47
BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjabaran mengenai data yang mendasari pemilihan topik Karya
Ilmiah Akhir Ners. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai rumusan masalah.
Selain itu, pada bab ini juga di paparkan mengenai tujuan dan manfaat penulisan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini.

1.1. Latar Belakang

Penduduk dunia terdiri dari masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dan
pedesaan. Sebagian besar masyarakat dunia tinggal di daerah perkotaan. United
Nation (2014) mencatat bahwa 54% penduduk dunia tinggal diperkotaan, bahkan
akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 65% pada 2050 dan 90%
diantaranya berada di wilayah Asia dan Afrika. Indonesia merupakan salah satu
negara di Asia dengan jumlah masyarakat perkotaan yang banyak. Pada tahun
2013-2015, masyarakat perkotaan di Indonesia telah mencapai54% dari total
seluruh masyarakat Indonesia (World Bank, 2015).

Perkotaan menjanjikan kehidupan yang lebih baik karena kesempatan yang lebih
banyak, gaji yang lebih tinggi, pelayanan dan gaya hidup yang lebih baik (Bhatta,
2010). Hal-hal tersebut yang menjadi daya tarik bagi masyarakat agar melakukan
migrasi dari wilayah desa ke perkotaan sehingga jumlah masyarakat perkotaan
mengalami peningkatan yang signifikan. Jumlah masyarakat perkotaan yang
mengalami peningkatan menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kehidupan
perkotaan.

Dampak positif yang timbul dari peningkatan jumlah penduduk kota adalah
peningkatan perkembangan ekonomi, peningkatan keinginan untuk berwirausaha
serta peningkatan taraf pendidikan karena pelayanan pendidikan di perkotaan
lebih baik dari pedesaan (Arouri et al., 2014). Sedangkan dampak negatif yang
ditimbulkannya adalah penyebaran penduduk dan pengembangan ekonomi yang
tidak merata karena desa ditinggalkan dan kota penuh sesak penghuni. Secara
umum, dampak negatif yang timbul dari peningkatan jumlah penduduk perkotaan
lebih banyak dirasakan oleh penduduk perkotaan itu sendiri. Jumlah penduduk

1
2

yang makin banyak akan menyebabkan sulitnya mencari pekerjaan, timbulnya


daerah-daerah permukiman kumuh, peningkatan kemacetan dan polusi udara
(Departement of Economic and Social Affairs United Nation, 2014).

Ledakan penduduk perkotaan juga mempengaruhi dari segi kesehatan. Banyaknya


jumlah penduduk perkotaan dapat menyebabkan penurunan derajat kesehatan
karena permukiman kumuh yang muncul, air terkontaminasi industri, sanitasi
yang buruk, makanan yang tidak sehat serta kebisingan yang ditimbulkan dari
kendaraan bermotor (World Health Organization, 2010). Secara khusus, WHO
(2010) menyebutkan terdapat tiga hal (triple threat) yang mengancam masyarakat
perkotaan yaitu penyakit infeksi, penyakit tidak menular dan injuri-
kecelakaan/kejahatan. Hal tersebut dapat terjadi hasil dari interaksi-interaksi
kompleks faktor-faktor penyebabnya seperti infrastruktur kota dan pelayanan
kesehatan yang tidak memadai. Dari triple threats yang memiliki prevalensi
tertinggi terjadi sekarang ini adalah penyakit tidak menular.

Penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker, diabetes mellitus


merupakan hal yang menjadi ancaman bagi masyakarat perkotaan karena gaya
hidup masyarakat perkotaan yang kurang baik seperti konsumsi makanan yang
tidak sehat dan gaya hidup kurang gerak aktif (WHO, 2010). Salah satu penyakit
sering terjadi merupakan penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular.
Peningkatan prevalensi terjadinya penyakit kardiovaskular disebabkan karena
proses urbanisasi yang progresif dan globalisasi dari pola hidup tidak sehat yang
ada pada masyarakat urban atau perkotaan (World Heart Foundation, 2012).
WHO (2013) juga menyebutkan penyakit kardiovaskular merupakan penyakit
yang paling banyak meyebabkan kematian. Chronic Heart Failure (CHF) atau
gagal jantung adalah salah satu penyakit kardiovaskular yang banyak terjadi.

Gagal jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di Amerika (Kelley,


2014). Di Indonesia, gagal jantung masuk ke dalam 12 penyakit tidak menular
terbanyak dialami oleh masyarakat Indonesia (Riskesdas, 2013). Populasi terbesar
penderita gagal jantung berkisar pada usia 65-70 tahun. Prevalensi gagal jantung
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen dan
3

berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Di Jawa Barat
sendiri prevalensi terjadinya gagal jantung sebesar 0,7 persen (Riskesdas, 2013).

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks yang dihasilkan dari
kerusakan fungsi atau stuktur jantung yang merusak kemampuan ventrikel untuk
melakukan pengisian jantung (Black & Hawks, 2009). Orang yang menderita
penyakit ini akan mengalami nyeri dada, sesak dan cepat mengalami kelelahan
(David et al., 2012). Masalah gagal jantung dapat disebabkan karena banyak hal
salah satunya hipertensi. Hipertensi dapat mengakibatkan peningkatan afterload
yang akan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah lebih keras lagi
sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertrofi miokardium sebagai
kompensasinya (Smeltzer, 2010). Hipertensi dapat disebabkan karena dua faktor,
yaitu faktor yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol.Faktor penyebab
hipertensi yang dapat di kontrol adalah kegemukan, makan makanan mengandung
banyak garam, kurang aktivitas fisik, merokok, diabetes dan stres (American
Hearth Association, 2014).

Selain masalah fisik, pasien dengan masalah kronis seperti masalah jantung perlu
diperhatikan secara psikologis. Hal tersebut dikarenakan karakteristik penyakit
kronis yang memerlukan pengobatan serta intervensi yang membutuhkan banyak
waktu, menimbulkan kecacatan atau perubahan fisik, kekambuhan penyakit yang
sering terjadi, serta keadaan patologis penyakit itu sendiri yang seringkali tidak
dapat pulih seperti sebelumnya menimbulkan masalah psikologis.Klien dengan
gagal jantung rentan mengalami ansietas dan depresi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haworth et al., (2005) terhadap 100 orang klien
dengan gagal jantung menunjukan hasil 29% klien mengalami depresi dan 18%
klien mengalami ansietas. Gagal jantung yang merupakan salah satu penyakit
kronik juga dapat menyebabkan penderitanya mengalami ketidakberdayaan.
Seperti yang tercantum dalam penelitian Aujoulat, Luminet & Deccache (2007)
yang melakukan wawancara terhadap 40 orang dengan berbagai penyakit kronik
termasuk didalamnya 5 orang klien dengan gagal jantung menunjukan hasilbahwa
hampir semua klien menceritakan mengenai pengalaman ketidakberdayaan yang
dialaminya.
4

Ketidakberdayaan merupakan perasaan atau persepsi bahwa tindakannya tidak


memiliki efek yang signifikan atau persepsi kurang kontrol terhadap kejadian
yang terjadi dalam hidupnya (Doenges et.al., 2008). Ketidakberdayaan merupakan
hasil pengalaman internal dan subjektif yang termanifestasi menjadi kepercayaan
yang menyebabkan seseorang merasa tidak dapat mengontrol masalahnya
(Brickman et al.,1982 dalam Prendes & Thomas, 2011). Intervensi yang dapat
dilakukan untuk mengatasi ketidakberdayaan adalah mengenali dan
5

hingga harga diri rendah situasional. Dari data yang penulis himpun, hampir
sebagian besar klien mengalami ansietas serta ada juga masalah psikososial lain
yang banyak dialami yaitu ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan dialami oleh
sebanyak kurang lebih 34,9% klien di ruang Antasena (Mahasiswa Aplikasi
Keperawatan Jiwa, 2016). Sebagian besar perawat Antasena sudah dapat
mengidentifikasi tanda dan gejala klien yang mengalami ansietas dan telah
melakukan intervensi. Namun untuk masalah ketidakberdayaan, penulis belum

positif, mengembangkan afirmasi positif serta latihan mengontrol


ketidakberdayaan.
6

1.2. Perumusan Masalah

Penduduk dunia sebagian tinggal di daerah perkotaan. Perkotaan menjanjikan


kehidupan yang lebih baik karena kesempatan yang lebih baik, gaji yang lebih
tinggi, pelayanan dan gaya hidup yang lebih baik. Hal-hal tersebut yang menjadi
daya tarik bagi masyarakat agar melakukan migrasi dari wilayah desa ke
perkotaan sehingga jumlah penduduk kota mengalami peningkatan yang
signifikan. Dampak negatif yang ditimbulkan dari peningkatan jumlah penduduk
kota adalah penyebaran penduduk dan pengembangan ekonomi yang tidak merata
karena desa ditinggalkan dan kota penuh sesak penghuni. Banyaknya jumlah
penduduk perkotaan dapat menyebabkan penurunan derajat kesehatan karena
pemukiman kumuh yang muncul, air terkontaminasi industri, sanitasi yang buruk,
makanan yang tidak sehat serta kebisingan yang ditimbulkan dari kendaraan
bermotor.Secara khusus, terdapat tiga hal (triple threat) yang mengancam
masyarakat perkotaan yaitu penyakit infeksi, penyakit tidak menular dan injuri-
kecelakaan/kejahatan.Dari triple threats yang memiliki prevalensi tertinggi terjadi
sekarang ini adalah penyakit tidak menular. Salah satu penyakit tidak menular
yang paling banyak terjadi adalah penyakit kardiovaskular.

Peningkatan prevalensi terjadinya penyakit kardiovaskular disebabkan karena


proses urbanisasi yang progresif dan globalisasi dari pola hidup tidak sehat yang
ada pada masyarakat urban atau perkotaan. Salah satu penyakit kardiovaskular
yang menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika adalah gagal jantung.
Orang yang menderita penyakit ini akan mengalami nyeri dada, sesak dan
kelelahan.

Selain masalah fisik, pasien dengan penyakit kronik perlu diperhatikan secara
psikologis. Masalah psikologis yang banyak terjadi pada pasien penyakit kronik
khususnya gagal jantung adalah kecemasan dan ketidakberdayaan. Hal ini
tentunya berkaitan dengan tanda dan gejala yang dialami orang dengan gagal
jantung yaitu perubahan dan penurunan fungsi fisik. Hasil analisis penulis pada
minggu kedua praktik di Ruang Antasena, Bapak S (66 tahun) masuk ruang
Antasena dengan gagal jantung terdeteksi memiliki masalah kesehatan yang
ditimbulkan dari masalah perkotaan serta mengalami masalah psikososial yaitu
7

ansietas dan ketidakberdayaan. Bapak S merasa lelah, tidak berdaya-sedih karena


menjadi beban bagi anak dan keluarga lainnya sejak tidak bekerja serta menderita
sakit jantung kurang lebih 9 bulan yang lalu. Oleh karena masalah yang dialami
Bapak S, maka penulis memilih Bapak S sebagai klien kelolaan yang akan
dilakukan analisis terhadap intervensi yang telah diberikan.

1.3. Tujuan Penulisan

keluarga yang mengalami ketidakberdayaan khususnya ketidakberdayaan


pada penyakit gagal jantung.Selain itu, penelitian ini dapat memberikan
gambaran intervensi pengetahuan bagi perawat jiwa sehingga dapat
meningkatkan asuhan keperawatan ketidakberdayaan
8
1.4.2. Manafaat Keilmuan
Penelitian yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan
implementasi dan teori yang ada dapat menjadi acuan bagi perawat jiwa
untuk mengembangkan intervensi keperawatan masalah psikososial
ketidakberdayaan bagi klien dengan gagal jantung.

1.4.3. Manfaat Penelitian


9

menyebabkan kehilangan kontrol terhadap situasi termasuk persepsi bahwa aksi


yang dilakukan tidak dapat mempengaruhi hasil (NANDA International, 2015).
Jadi dapat disimpulkan bahwa ketidakberdayaan merupakan persepsi individu
yang memandang bahwa dirinya tidak dapat melakukan sesuatu yang signifikan
atau tidak dapat merubah terhadap suatu keadaan.

Universitas Indonesia
10

2.2.2 Tanda dan Gejala Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan ditandai dengan pengungkapan kata-kata yang menyatakan


tidak memiliki kemampuan mengendalikan situasi, tidak dapat menghasilkan
sesuatu, frustasi dan ketidakpuasan terhadap aktivitas atau tugas, mengungkapkan
keragu-raguan, ketidakmampuan melakukan perawatan diri, tidak berpartisipasi
terhadap pengambilan keputusan, enggan mengungkapkan perasaan,
ketergantungan yang dapat mengakibatkan iritabilitas, ketidaksukaan, marah dan
rasa bersalah serta gagal mempertahankan ide. Tanda-tanda yang diungkapkan
secara langsung merupakan tanda secara subjektif. Selain itu, secara objektif
orang yang mengalami ketidakberdayaan akan menunjukan sikap apatis dan pasif,
ekspresi muka murung, bicara dan gerakan lambat, tidur berlebihan, nafsu makan
tidak ada serta menghindari orang lain (Standar Asuhan Keperawatan, 2011).

Doenges (2008) membagi ketidakberdayaan menjadi tiga kategori berdasarkan


tanda dan gejala yang muncul. Kategori yang pertama merupakan
ketidakberdayaan rendah. Orang yang mengalami ketidakberdayaan rendah akan
menunjukkan ekspresi yang tidak menentu dan level energi yang fluktuatif, serta
tampak pasif. Ketidakberdayaan sedang ditandai dengan ekspresi tidak puas dan
frustasi karena tidak dapat melakukan tanggungjawab dan tugas, memiliki
ketakukan diasingkan oleh caregiver, ragu-ragu dalam menyampaikan kemarahan,
rasa bersalah dan perasaan yang sebenarnya dirasakan. Jika dilakukan observasi,
orang yang mengalami ketidakberdayaan akan menunjukkan sikap bergantung
pada orang lain, tidak memiliki keinginan untuk mencari informasi mengenai
kondisinya, tidak ikut berpartisipasi dalam perawatan dan tidak dapat melakukan
perawatan mandiri. Kategori terakhir adalah ketidakberdayaan tingkat berat yang
ditandai dengan ekspresi verbal yang menunjukan tidak memiliki kuasa dan
kontrol terhadap lingkungan, merasa depresi terhadap perburukan kondisi fisik,
apatis, menangis dan menarik diri.

Untuk menegakkan diagnosis ketidakberdayaan, diperlukan data mayor


pendukung seperti menyatakan tidak berdaya, terjebak dalam situasi hidup yang
negatif dan merasa sengsara, menunjukan ketidakpuasan dalam mengontrol situasi

Universitas Indonesia
11

(seperti pekerjaan, penyakit, prognosis, perawatan dan penyembuhan) yang


mempengaruhi tujuan dan gaya hidup menjadi negatif. Selain itu, penegakkan
diagnosis ketidakberdayaan dapat disertai dengan data pasif, marah,
ketergantungan, merasa diasingkan, ansietas, depresi dan sangat sensitif
(Carpenito, 2009). Data mayor dan minor harus saling melengkapi guna
mendukung penegakkan diagnosis ketidakberdayaan.

2.2.3 Etiologi Terjadinya Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan dapat muncul disebabkan banyak faktor. Carpenito& Moyet


(2009) membagi etiologi ketidakberdayaan menjadi tiga, yaitu patofisiologi,
situasional dan maturasional. Berdasarkan patofisiologi, ketidakberdayaan dapat
muncul karena proses penyakit akut dan kronis, seperti ketidakmampuan
mengomunikasikan sakitnya, ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik,
ketidakmampuan mengerjakan peran dan tanggungjawabnya, kelemahan karena
penyakit dan penyakit yang disebabkan kemunduran mental. Faktor situasional
yang dapat menyebabkan ketidakberdayaan dapat berupa perubahan personal dan
lingkungan seperti hospitalisasi, peningkatan ketakutan, menerima masukan
negatif. Secara maturasional, proses pendewasaan menjadi remaja/ dewasa atau
berubah menjadi lansia, serta kehilangan (pemecatan, defisit sensori, kehilangan
uang dan orang terdekat).

2.2.4 Intervensi Untuk Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan dapat diatasi dengan memberikan intervensi secara kontinyu.


Dochterman & Bulecheck (2004 dalam Dryer, 2007) menyebutkan bahwa salah
satu intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketidakberdayaan adalah
dengan membantu klien meningkatkan harga diri. Salah satu tindakan yang dapat
dilakukan adalah dengan mengungkapkan perkataan yang mengandung pujian.
Dryer (2007) juga menyatakan bahwa tindakan lain yang dapat dilakukan adalah
bantu klien menentukan tujuan realistis yang dapat dicapai klien serta menerima
diri yang membutuhkan bantuan orang lain.

Universitas Indonesia
12

Menurut Carpenito (2008) untuk mengatasi ketidakberdayaan pasien, maka


dilakukan intervensi generalis. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan
diantaranya:

2.2.2.1 Melakukan pengkajian faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi


terhadap munculnya ketidakberdayaann. Kurang pengetahuan, riwayat koping
inadekuat, ketidaktepatan pengambilan keputusan
2.2.2.2 JIika memungkinkan, hilangkan faktor-faktor tersebut. Cara untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut adalah dengan meningkatkan komunikasi,
jelaskan semua peraturan, prosedur dan pilihan untuk klien, luangkan waktu 10
hingga 15 menit untuk berkomunikasi dengan klien, menjadi pendengar aktif bagi
klien dan keluarga.
2.2.2.3 Memberi kesempatan pada klien untuk mengontrol ketidakberdayaan,
yaitu izinkan klien memanipulasi lingkungan sekitarnya jika dirumah sakit klien
disarankan untuk membawa barang pribadi dari rumah, diskusikan rencana harian
klien dan biarkan klien melaksanakannya, tingkatkan kesempatan klien
mengambil keputusan, berikan kesempatan klien dan keluarga mengungkapkan
perasaannya, buat tujuan jangka pendek yang realistik bagi klien, berikan pujian,
biarkan hal positif yang klien miliki menjadi fokus perhatian serta berikan klien
kesempatan untuk mengetahui hasil dari kegiatannya.

Standar Asuhan Keperawatan Diagnosis Fisik dan Psikososial (2012) yang


disusun oleh Tim Spesialis Keperawatan Jiwa menjelaskan bahwa terdapat dua
intervensi ners yang dapat dilakukan untuk klien dengan ketidakberdayaan.
Intervensi pertama untuk pasien yaitu pengkajian ketidakberdayaan dan latihan
berpikir positif. Kedua, evaluasi ketidakberdayaan, manfaat mengembangkan
harapan positif (afirmasi) dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan.
Selain klien, perawat juga hendaknya melakukan intervensi keluarga. Intervensi
keluarga yang dapat dilakukan adalah memberikan penjelasan mengenai kondisi
klien dan cara merawat, serta melakukan evaluasi terhadap peran tersebut.

Tindakan keperawatan ners dengan mengkaji perasaan ketidakberdayaan, melatih


berpikir positif dan mengembangkan harapan terbukti dapat menurunkan

Universitas Indonesia
13

ketidakberdayaan yang dialami klien. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh
Kanine, Helena & Nuraini (2011) terhadap 35 klien yang menderita DM dan
mengalami ketidakberdayaan di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Utara.
Terjadi penurunan tanda dan gejala ketidakberdayaan pada 35 orang tersebut
sebesar 5,36 dengan p values 0,01 yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh
terapi ners terhadap ketidakberdayaan klien.

Standar Asuhan Keperawatan Fisik dan Psikososial (2012) menyebutkan bahwa


langkah pertama dalam mengatasi ketidakberdayaan adalah mengkaji perasaan
ketidakberdayaan. Mengkaji dilakukan dengan membantu klien mengidentifikasi
dan menguraikan perasaan ketidakberdayaan, membantu mengenal penyebab dan
akibat ketidakberdayaan, membantu mengidentifikasi situasi yang tidak dapat
dikontrol, membantu klien mengidentifikasi faktor yang menyebabkan
ketidakberdayaan, identifikasi pikiran negatif dan persepsi klien yang tidak tepat
(Standar Asuhan Keperawatan, 2012). Pengkajian merupakan suatu hal yang
penting dalam melakukan intervensi, termasuk intervensi psikososial (MIND
Essentials, 2008). Hasil pengkajian dapat menjadi data awal agar dapat
merencanakan dan melakukan asuhan keperawatan yang lebih lanjut. Dalam
menggali perasaan klien diperlukan kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal
yang baik (Legg, 2010). Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan yang
baik antara perawat dan klien. Hubungan yang terjalin dengan baik dihasilkan dari
rasa kepercayaan, rasa saling menghormati dan menerti (Ritchie, 2001). Dalam
komunikasi, diperlukan pengetahuna dasar mengenai kebudayaan, humor serta
sentuhan (Arnold & Bogs, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa jika komunikasi
perawat terhadap klien sudah baik maka akan terjalin hubungan yang baik antara
perawat dan klien, maka pengkajian untuk menggali perasaan klien dapat
dilakukan dengan tepat, dalam dan menghasilkan data dasar yang dapat digunakan
untuk menentukan masalah dan intervensi yang tepat bagi klien.

Intervensi selanjutnya yang dilakukan untuk mengatasi ketidakberdayaan adalah


latihan berpikiran positif. Elfiky (2008) menyebutkan bahwa dalam latihan
berpikir positif dibutuhkan konsentrasi, perasaan positif dan sikap terbuka yang
akhirnya dimanifestasikan dalam tindakan nyata. Latihan berpikir positif

Universitas Indonesia
14

merupakan terapi yang mengenali pikiran negatif, mengganti pikiran negatif


menjadi positif dengan melatihnya serta menggantinya dengan persepsi baru yang
positif sehingga ketika kejadian tersebut terjadi masa depan maka akan dihadapi
dengan pikiran positif yang telah ditanamkan (Ellis dalam Seligman, 2010).

Manfaat yang didapat dari berpikir positif adalah menurunkan tingkat stres,
meningkatkan kesehatan fisik dan emosional, meningkatkan bahagia sehingga
meningkatkan usia harapan hidup serta dapat meningkatkan kemampuan koping
(Life Care, 2013). Limbert (2004 dalam Kholidah & Alsa, 2013) menyebutkan
bahwa berpikir positif akan membuat individu menerima situasi hidup secara
lebih positif. Hal tersebut sangat membantu orang dengan ketidakberdayaan yang
menganggap dirinya tidak dapat mengontrol sesuatu dan merasa tidak berdaya.

Berpikir positif juga akan meningkatkan derajat kesehatan. Pernyataan tersebut


didukung oleh Brissette, Scheiver & Carver (2002 dalam Kivimaki et al., 2005)
yang menyatakan bahwa orientasi berpikir positif bermanfaat bagi kesehatan hal
ini dikarenakan bila seseorang memiliki rasa optimis maka orang tersebut akan
memiliki hubungan sosial yang baik, menggunakan koping yang adaptif dan
memiliki semangat serta kebiasaan yang sehat dan meningkatkan taraf
kesehatannya. Selain itu, Haruyama (2011) menyebutkan bahwa tubuh
memproduksi hormon noradrenalin ketika sedang stres sehingga menyebabkan
tubuh menegang dan mengalami peningkatan tekanan darah, namun tubuh
memproduksi hormon kebahagiaan yaitu endorphine yang berfungsi
mengembaakan tubuh dalam keadaan semula dan menjadi rileks. Hormon ini
dapat muncul ketika kita melakukan tiga hal sederhana yaitu makan makanan
tinggi protein, olahraga dan meditasi lalu menerapkan pikiran positif. Sehingga
dapat disimpulkan melakukan latihan pikiran positif merupakan hal yang
sederhana namun menimbulkan dampak yang besar termasuk meningkatkan taraf
kesehatan.

Terdapat beberapa cara untuk melakukan latihan berpikir positif. Life Care (2013)
menyebutkan cara yang dapat digunakan untuk melatih pikiran positif seperti
menuliskan pikiran negatif lalu menggantinya menjadi pikiran positif, lakukan

Universitas Indonesia
15

reinforcement bagi diri sendiri ulangi dan teriakan, membuat catatanyang


menggambarkan 5 kekuatan diri, 5 hal yang dikagumi dari diri sendiri, 5 pujian
yang didapatkan, 10 hal yang membuat tertawa dan senang. Melakukan hal-hal
tersebut secara kontinyu dapat melatih pikiran positif dan meningkatkan harga
diri.

2.3 Gagal Jantung pada Masyarakat Perkotaan

Konsep gagal jantung yang akan dibahas adalah mengenai definisi, tanda-gejala,
penyebab. Setiap hal yang dibahas akan membantu menguraikan masalah gagal
jantung yang ada pada Bapak S.

2.3.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah kondisi ketika jantung tidak dapat memompa darah untuk
mencukupi kebutuhan metabolik tubuh (Black & Hawks, 2014). Figueroa &
Peters (2006) menyebutkan bahwa gagal jantung merupakan sindrom klinik
kompleks yang disebabkan karena kerusakan fungsi atau struktural jantung yang
menyebabkan ventrikel kehilangan kemampuan untuk melakukan injeksi darah.
Selain itu, gagal jantung juga dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan
jantung untuk memompa sejumlah darah yang mengandung oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan oleh jaringan (Smletzer, 2010). Health Care Policy and Research
(AHCPR) mendefinisikan bahwa gagal jantung adalah sindrom klinik yang
menandakan kelebihan cairan atau ketidakadekuatan perfusi jaringan (AHCPR
HF, 1994). Jadi dapat disimpulkan bahwa gagal jantung merupakan kondisi
jantung yang mengalami kerusakan sehingga kemampuan dalam memompa darah
menurun dan kebutuhan metabolik darah tidak dapat terpenuhi.

2.3.2 Tanda dan Gejala Orang yang Mengalami Gagal Jantung

Orang yang mengalami gagal jantung, menunjukan tanda-tanda sebagai berikut


sianosis, edema, penurunan toleransi aktivitas, suara jantung ketiga, takikardi,
peningkatan ukuran vena jugular, cepat lelah, konfusi, mual-muntah, asites,

Universitas Indonesia
16

nocturia, penurunan frekuensi berkemih, dyspneu, orthopneu, peroxymal


nocturnal dyspnea, crackles bilateral yang tidak jelas disertai dengan batuk
(Smeltzer, 2010). Tanda dan gejala yang terjadi dapat berbeda sesuai dengan letak
jantung yang mengalami penurunan fungsi. Bila penderita mengalami gagal
jantung kiri, maka tanda dan gejala yang muncul adalah kelelahan, dypsneu,
orthopneu, paroximal noctunal dypsneu, edema pulmonal, batuk berdahak bahkan
batuk darah, terdengar suara paru ronki, denyut nadi lebih dari 100x/menit,
terdengar suara jantung S3, BUN meningkat sedangkan kreatinin tetap (Soufer,
1992 dan Black & Hawks, 2014). Sedangkan, bagi penderita yang mengamai
gagal jantung kanan tanda dan gejala yang muncul adalah edema, hepatomegali,
asites, disteni vena jugular, dan nocturia (Black & Hawks, 2014). Tanda dan
gejala seseorang mengalami gagal jantung dapat menunjukan klasifikasi gagal
jantung yang dialami oleh seorang penderita, New York Hearth Association
(NYHA) mengklasifikasikan gagal jantung menjadi 4 tingkatan, yaitu (Smletzer,
2010):Tabel 2.1 Klasifikasi Tanda dan Gejala Gagal Jantung

Klasifikasi Tanda dan Gejala

I Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan, dyspneu,


palpitasi atau nyeri dada

Tidak terdapat kongesti pulmonal

Klien tidak menunjukan tanda dan gejala gagal jantung

Tidak ada batasan dalam melakukan aktivitas

II Mengalami keterbatasan sedang dalam melakukan aktivitas

Klien tidak menunjukan tanda-gejala saat istirahat tapi jika


terjadi peningkatan aktivitas akan menimbulkan tanda dan
gejala gagal jantung

Universitas Indonesia
17

Klasifikasi Tanda dan Gejala

Terdengar crackels dan murmur (bunyi jantung ketiga)

III Mengalami keterbatasan berat saat melakukan aktivitas

Klien merasa nyaman saat beristirahat tapi jika sedikit saja


melakukan aktivitas, klien merasa lelah

IV Menunjukan insufisiensi jantung saat beristirahat

(Sumber: Smeltzer (2010) chapter 30 Management of Patients With Complications from Hearth
Disease)

2.3.3 Faktor yang Menyebabkan Gagal Jantung

American Hearth Association (2012) menyebutkan bahwa secara umum penyebab


terjadinya gagal jantung adalah sebagai berikut Coronary Artery Disease (CAD),
riwayat serangan jantung yang merusak otot jantung, memiliki kelainan jantung
dari lahir, hipertensi, penyakit katup jantung, penyakit otot jantung, aritmia,
kelebihan berat badan, diabetes, pengguna alkohol dan kemoterapi. Menurut
Smletzer (2010) etiologi yang menyebabkan terjadinya gagal jantung terdiri dari
infark miokard, kardiomiopti, hipertensi dan kerusakan katup jantung. Secara
intrinsik gagal jantung dapat disebabkan karena infark miokard (Black & Hawks,
2014). Infark miokard merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung
(Smeltzer, 2010). Infark miokard dapat mengurangi aliran darah melaui arteri
koroner sehingga mengurangi oksigen yang masuk ke miokardium. Infark
miokard dapat disebabkan karena peningkatan konsumsi makanan berlemak dan
berkolesterol tinggi serta kurang berolahraga (Kelley, 2014). Selain itu, penyakit
katup jantung, kardiomiopti dan disritmia juga dapat memicu terjadinya gagal
jantung.

Kardiomiopati merupakan salah satu yang menjadi penyebab gagal jantung


(Smeltzer, 2010). Kardiomiopati terdiri dari tiga tipe, yaitu dilatasi, hipertropi dan
restriksi. Dilatasi kardiomiopati merupakan penyebab yang paling sering terjadi,

Universitas Indonesia
18

yang secara umum dapat muncul karena proses inflamasi miokarditis, kehamilan,
agen toksik dari lingkungan dan kebiasaan mengonsumsi alkhohol (Smletzer,
2010).

Penyebab lain terjadinya gagal jantung adalah hipertensi. Hipertensi dapat


mengakibatkan peningkatan afterload yang akan meningkatkan beban jantung
untuk memompa darah lebih keras lagi sehingga dapat menyebabkan terjadinya
hipertrofi miokardium sebagai kompensasinya (Smeltzer, 2010). Hipertensi dapat
disebabkan karena dua faktor, hal yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol.
Hal-hal yang dapat menyebabkan hipertensi dan dapat di kontrol adalah
kegemukan, makan makanan mengandung banyak garam, kurang aktivitas fisik,
merokok, diabetes dan stres (American Hearth Association, 2014).

2.4 Penyakit Kronik dan Ketidakberdayaan

Penyakit kronik didefinisikan sebagai penyakit yang menetap tiga bulan atau lebih
(U.S. National Center for Health Statistics, 2014). Penyakit yang dikategorikan
sebagai penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit
pernapasan kronik dan diabetes mellitus (WHO, 2005). Orang dengan penyakit
kronik selain mengalami sakit fisik yang berkepanjangan sangat berisiko terkena
masalah psikososial seperti ketidakberdayaan. Dryer (2007) menyatakan bahwa
klien dengan penyakit kronik rentan mengalami ketidakberdayaan karena terpapar
tindakan medis secara kontinyu, efek samping dari obat dan proses perburukan
penyakit. Selain itu, hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Aujoulat, Luminet & Deccache (2007) yang melakukan interview terhadap 40
orang dengan berbagai penyakit kronik, hasilnya menunjukan bahwa hampir
semua klien mengalami ketidakberdayaan dengan merasa tidak aman dan
terhambat dalam melakukan hubungan sosial serta merasa penyakit yang dialami
mengganggu identitas diri yang dimiliki.

Lubkin & Larson (2009) memaparkan bahwa orang dengan penyakit kronik akan
kehilangan sumber kekuatan dalam hidupnya. Yang menjadi sumber kekuatan
seorang individu adalah kekuatan fisik, dorongan sosial, pengetahuan, motivasi

Universitas Indonesia
19

dan harapan (Miller, 2000). Ketika sumber kekuatan terganggu oleh penyakit
kronik maka klien akan mengalami ketidakberdayaan.

Selain kehilangan sumber kekuatan diri, Aujoulat, Luminet & Deccache (2007)
menyatakan bahwa orang dengan penyakit kronik mengalami ketidakberdayaan
disebebkan karena hidup menjadi tidak terkontrol dan takut menjalani hidup
karena gejala penyakit yang dialami semakin parah mengalami perubahan yang
signifikan dan berbeda dengan sebelumnya menyebabkan cemas dan depresi,
memiliki ketergantungan total, kehilangan kekuatan untuk mengontrol kehidupan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan fungsi keluarga, kehilangan identitas personal
karena merasa tidak normal seperti manusia lain. Secara umum, ketidakberdayaan
yang muncul karena penyakit kronik disebabkan oleh merasa berubah dan tidak
aman serta kehilangan identitas.

Dryer (2007) mendeskripsikan bahwa ketidakberdayaan pada penderita penyakit


kronik akan mengganggu kebutuhan hidupnya. Pada umumnya kebutuhan
manusia dibagi dalam beberapa tingkatan berdasarkan hirearki Abraham Maslow.
Tingkatan kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan fisiologis (udara, nutrisi, air,
eliminasi, istirahat dan tidur, kehangatan dan seks), kebutuhan akan rasa nyaman
dan aman, kebutuhan akan cinta, harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri
(Craven & Hirnle, 2003). Saat seseorang yang terkena penyakit kronik maka
terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi seperti udara, nutrisi, istirahat dan tidur
bahkan kebutuhan akan keamanan dan kenyamanan (Dryer, 2007). Karena
kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka klien tersebut dapat mengalami
ketidakberdayaan. Membuat keputusan untuk mengatur dan mengendalikan hidup
pada orang dengan penyakit kronik akan terasa semakin kompleks sehingga
membatasi seseorang membangun harapan dan masa depannya (Thorne, Paterson,
& Russell, 2003).

Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kronik yang sering terjadi. WHO
(2005) menyebutkan bahwa penyakit kardiovaskular termasuk gagal jantung
menyebabkan kematian nomor terbanyak di dunia. Seperti yang telah diuraikan
diatas bahwa mengalami penyakit kronik akan menyebabkan penderitanya juga

Universitas Indonesia
20

mengalami ketidakberdayaan, hal tersebut juga berlaku bagi klien yang menderita
gagal jantung. Dryer (2007) melakukan penelitian pada klien dengan gagal
jantung kanan sehingga menyebabkan edema di kaki dan berakhir pada kesulitan
melakukan aktivitas, klien tersebut teridentifikasi mengalami ketidakberdayaan
yang disebabkan oleh sakitnya. Selain itu, Aujoulat, Luminet & Deccache (2007)
juga melakukan wawancara terhadap 40 orang dengan berbagai penyakit kronik
termasuk didalamnya 5 orang klien dengan gagal jantung, yang menunjukan
bahwa hampir semua klien menceritakan mengenai pengalaman ketidakberdayaan
yang dialaminya. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa gagal jantung yang
merupakan penyakit kronik sangat berkaitan erat dengan ketidakberdayaan.

Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS
Bab ini memaparkan mengenaihasil pengkajian dan analisa masalah pada Bapak S
yang penulis dapatkan ketika merawat Bapak S pada 2 Mei 2016 hingga 6 Mei
2016. Hal-hal yang dijelaskan dalam bab ini adalah hasil pengkajian, analisa data,
diagnosis keperawatan, implementasi serta evaluasi asuhan keperawatan yang
telah dilakukan.

3. 1. Hasil Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada 2 Mei 2016. Bapak S (66 tahun) masuk Antasena
sejak 1 Mei 2016 dengan diagnosis medis Congestive Heart Failure (CHF). Data
yang penulis dapatkan diperoleh melalui wawancara, pengkajian fisik dan
observasi. Klien beragama Islam. Berdomisili di Kampung Dukuh Waru RT/RW
003/001 Sukaraja, Tamansari, Bogor. Saat ini klien sudah tidak bekerja. Sebelum
sakit klien merupakan petani dan pernah bekerja menjadi kuli bangunan dan kuli
angkut di Jakarta. Kini Bapak S tinggal bersama dengan istri dan dua anak
terakhirnya yang masih bersekolah.

Bapak S memiliki riwayat sakit hipertensi sejak 10 tahun yang lalu. Klien pernah
memiliki riwayat dirawat di RS pada sembilan bulan yang lalu dengan keluhan
sakit jantung hingga masuk ICU selama 5 hari. Sejak saat itu, klien rutin
melakukan kontrol ke RS dalam enam bulan pertama. Namun, sejak tiga bulan
terakhir klien tidak lagi kontrol karena merasa sudah lebih baik. Selama tiga bulan
klien tidak melakukan kontrol, klien kembali melakukan kebiasaan lamanya yaitu
merokok dan meminum kopi. Kebiasaan tersebut telah klien lakukan sejak klien
berusia 20 tahun (kurang lebih 40 tahun yang lalu). Klien juga pernah memiliki
riwayat berkerja di Jakarta sebagai kuli bangunan dan kuli angkut di pasar selama
kurang lebih 20 tahun hingga awal tahun 2000. Selama klien bekerja, klien
banyak mengonsumsi kopi dan rokok di sela-sela aktivitas kerjanya dan
menjadikan kopi serta rokok sebagai cara klien dalam menghadapi beban kerja
yang berat.

24 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Pada saat berinteraksi pertama dengan klien, yang penulis lakukan adalah
melakukan pengkajian fisik. Pengkajian fisik dilakukan pada 2 Mei 2016. Klien
terlihat tegang dan kurang bersemangat ketika dilakukan pengkajian fisik. Pada
saat pemeriksaa fisik klien dalam keadaan compos mentis GCS 15. Hasil
pemeriksaan TTV menunjukkan hasil tekanan darah klien 100/90 mmHg, nadi
120x/menit, respiration rate 28x/menit dan suhu 38,6oC. Penulis juga melakukan
pemeriksaan head to toe, didapatkan data suara napas klien ronkhi di basal paru
kanan, penurunan taktile fremitus, suara jantung S3 terdengar mur-mur. Klien
juga teraba panas dan kulit tampak memerah. Selain data-data tersebut tidak
ditemukan kelainan dalam pemeriksaan fisik.

Selain melakukan pengkajian fisik, penulis juga melakukan wawancara terhadap


Bapak S dan keluarga. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis pada
Bapak S, secara keseluruhan klien tampak kooperatif. Saat dilakukan pengkajian
lebih dalam didapatkan data klien sulit tidur malam dan tidak nafsu makan. Klien
mengatakan merasa khawatir akan sakitnya, klien memikirkan sakitnya terlebih
jika klien sedang nyeri dada takut menjadi semakin parah. Pengalaman masuk
ICU pada sembilan bulan yang lalu membuat klien semakin khawatir dan takut.
Saat berinteraksi terlihat penurunan konsentrasi karena penulis beberapa kali
harus mengulang pertanyaan pada klien, jika diperhatikan klien juga tampak
banyak melamun. Ekspresi wajah saat berbicara berubah – ubah, terlihat lebih
banyak sedih terutama ketika menceritakan mengenai sakitnya.

Pada saat hari ketiga perawatan, klien mulai terbuka pada penulis. Klien mulai
menceritakan perasaannya ketika sakit. Sejak sakit 9 bulan yang lalu divonis
mengalami sakit jantung klien sudah tidak pernah lagi bekerja karena merasa
mudah lelah. Klien mengatakan sekarang hanya menjadi beban anak dan
keluarganya karena menggantungkan seluruh kebutuhan ekonomi pada anaknya.
Klien selalu mengatakan di rumah hanya makan, BAB serta tidak lagi melakukan
hal lain. Klien juga selalu merasa tidak enak pada istrinya yang kini membantunya
dalam melakukan seluruh aktivitas.
Selain keterangan dari klien, penulis juga melakukan wawancara pada keluarga.
Keluarga mengatakan sejak sakit klien menjadi pasif, lebih pendiam, dan lebih
banyak melamun jika di rumah. Keluarga mengasumsikan mungkin klien merasa
bosan karena sebelum sakit klien merupakan orang yang aktif bekerja dan
melakukan aktivitas di masyarakat seperti pengajian dan kerja bakti. Namun,
setelah sakit klien sudah tidak pernah mengikutinya lagi. Menurut keterangan
keluarga, terkadang klien juga marah jika istrinya tidak menjaga disampingnya

No Data Masalah
Keperawatan
1 Data Subjektif: Penurunan Curah
Klien mengatakan sesak Jantung

Data Objektif:
TD 100/90 mmHg
Nadi 120x/menit
Terdengar bunyi murmur
Terdengar ronkhi di basal paru kanan
penurunan taktile fremitus
2 Data Subjektif: Intoleransi Aktivitas
Klien mengatakan lelah dan sesak bertambah
parah jika banyak bergerak meskipun hanya
ke kamar mandi.

Data Objektif:
TD 100/90 mmHg
No Data Masalah
Keperawatan
Nadi 120x/menit
RR=32x/menit
3 Data Subjektif: Ansietas Sedang
Klien sulit tidur malam, tidak nafsu makan.
Klien mengatakan merasa khawatir akan
sakitnya, klien memikirkan sakitnya terlebih
jika klien sedang nyeri dada takut menjadi
semakin parah. Takut dan khawatir juga
disebabkan karena pengalaman klien yang
pernah dirawat di RS pada 9 bulan yang lalu

Data Objektif:
Tekanan darah: 100/90 mmHg
Nadi 120x/menit
RR 28x/menit
Pasif
Gelisah
Tampak penurunan konsentrasi,
gangguan perhatian
banyak melamun
Ekspresi wajah saat berbicara berubah – ubah
dan lebih banyak sedih terutama ketika
menceritakan mengenai sakitnya
4 Data Subjektif: Ketidakberdayaan
 Klien mengatakan merasa sedih karena Sedang
menjadi beban anak dan istrinya ketika sakit
 Klien juga merasa hanya menjadi beban
anaknya karena semenjak sakit 9 bulan yang
lalu klien karena tidak lagi bekerja hanya
tidur-makan sehingga semua biaya hidup
No Data Masalah
Keperawatan
ditanggung oleh anaknya

Data Objektif:
 Keluarga mengatakan sejak sakit klien
menjadi pasif, lebih pendiam, dan lebih
banyak melamun jika di rumah.
 setelah sakit klien sudah tidak pernah
mengikutinya pengajian dan kegiatan sekitar
rumah. Selama di RS klien jika malam sulit
tidur, namun siang klien selalu tidur.
 Menurut keterangan keluarga, terkadang
klien juga marah jika istrinya tidak menjaga
disampingnya
 klien juga tidak mau dijaga oleh anak atau
saudaranya
 Tampak pasif
 Murung
 Banyak melamun
 Ekspresi sedih
5 Data Subjektif Hipertermi
Klien mengatakan badan sering panas, kepala
pusing
DO:
Teraba panas
Suhu 38,2 oC
Kulit memerah

3.3 Diagnosis, Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan

Terdapat lima diagnosis keperawatan yang teridentifikasi dari Bapak S. Semua


diagnosa baik fisik maupun psikososial telah diberikan intervensi yang sesuai
dengan keadaan klien. Namun penulis hanya mencantumkan dua diagnosis utama
yaitu ketidakberdayaan dan ansietas yang merupakan fokus dari karya ilmiah ini.
Penulis memberikan asuhan keperawatan ansietas sejak hari pertama interaksi.
Ketika awal interaksi penulis telah membina hubungan saling percaya dengan
klien dan keluarganya. Pada awal pertemuan, tanda dan gejala ansietas telah
nampak pada klien. Klien mengatakan khawatir akan sakitnya menjadi semakin
parah. Menurut pengakuan klien, klien sulit tidur dan mengalami penurunan nafsu
makan. Data objektif menunjukan bahwa klien nampak pasif, kurang
bersemangat, tidak fokus, terlihat sering melamun, mengalami peningkatan RR,
nadi dan suhu, tampak gelisah. Setelah mendapati tanda-tanda tersebut muncul
pada klien, penulis segera menggali perasaan dan pengetahuan mengenai ansietas
serta mengajarkan posisi yang nyaman dan teknik tarik napas dalam.

Menurut klien, klien malam tidak dapat tidur karena memikirkan sakit dan merasa
sesak. Klien merasa khawatir akan sakitnya, klien takut sakitnya menjadi semakin
parah sehingga kejadian klien masuk ICU sekitar 9 bulan yang lalu terulang.
Pengalaman klien yang pernah dirawat selama kurang lebih 5 hari di ICU
membuat klien menjadi takut dan khawatir. Menurut pemikiran klien, orang sakit
masuk ICU maka penyakitnya parah. Kekhawatiran klien semakin bertambah jika
nyeri dada yang dirasakan klien muncul, nyeri yang klien rasakan akan memberat
jika klien batuk. Hal itu yang menambah kekhawatiran klien.

Setelah digali perasaan mengenai penyebab ansietas, penulis menjelaskan kepada


klien mengenai definisi, penyebab, akibat dan cara untuk mengatasi ansietas yang
dialami klien. Pada pertemuan pertama ini, penulis hanya mengajarkan posisi
nyaman dan teknik relaksasi napas dalam. Saat mengajarkan relaksasi napas
dalam penulis mencontohkan 3 kali, Bapak S mengulanginya. Setelah itu, penulis
dan Bapak S mengulangi napas dalam bersama-sama kurang lebih 5-7 kali.
Setelah seluruh intervensi yang dilakukan pada pertemuan pertama selesai, Bapak
S mengatakan posisi yang paling nyaman adalah tidur miring menghadap kanan
dengan kepala dinaikan 30o (semifowler), Bapak S juga merasa lebih lega dan
enak dari napas biasa ketika melakukan relaksasi napas dalam. Secara objektif,
klien juga tampak lebih ramah, pasif sedikit berkurang. RR klien yang awalnya
28x/menit, turun menjadi 25x/menit. Nadi yang awalnya 120x/menit turun
menjadi 116x/menit. Untuk tanda-tanda vital yang lain masih sama seperti awal.
Penulis dan Bapak S bersama-sama menentukan jadwal latihan klien untuk
melakukan teknik relaksasi napas dalam yaitu sebelum tidur dan bangun tidur.

Hari kedua interaksi, penulis berusaha melakukan evaluasi validasi tanda dan
gejala ansietas yang dirasakan oleh Bapak S. Bapak S mengatakan sulit tidur
berkurang karena sudah bisa tidur sedikit namun tetap sering terbangun, klien
tampak lebih ramah meskipun sikap gelisah dan murung klien masih sering
muncul. Klien juga mengatakan sudah latihan napas sebelum tidur. Ketika
ditanyakan mengenai cara tarik napas dalam, klien sudah dapat mempraktikkanya
namun masih belum optimal karena Bapak S meniupkan udaranya terlalu cepat.
Sehingga pada pertemuan kedua, penulis memberikan intervensi mengulangi cara
tarik napas dalam, mengajarkan teknik distraksi yang digabungkan dengan
spiritual. Setelah klien telah dapat mengatur hembusan napasnya ketika teknik
relaksasi napas dalam, penulis menjelaskan mengenai distraksi/ pengalihan untuk
mengurangi cemasnya. Bapak S sempat menyebutkan beberapa pengalihan yang
dapat dilakukannya seperti menonton tv dan zikir. Dari jawabannya tersebut
penulis berinisiatif untuk menggabungkan kedua teknik tersebut. Distraksi yang
klien dapat lakukan adalah berzikir. Penulis juga mencoba membantu Bapak S
dengan menyebutkan distraksi yang lain yaitu mengobrol dengan anak/ istrinya.
Bapak S langsung membantah dengan mengatakan mengobrol dengan anak tidak
nyambung dikarenakan berbeda zaman. Oleh karena hal itu, distraksi yang dipilih
dilakukan oleh klien adalah berzikir.

Setelah intervensi diberikan, klien mengatakan lega dan akan melakukannya.


Secara objektif, klien tampak lebih rileks, perhatian klien terhadap penulis
meningkat, lebih kooperatif mesikipun ada beberapa hal yang perlu penulis ulangi
seperti ketika menjelaskan mengenai distraksi. Penulis mengarahkan klien untuk
melakukan relaksasi TND, berzikir dan shalawatan sebelum tidur serta latihan
distraksi setiap saat. Rencananya besok penulis akan memberikan intervensi
mengajarkan teknik hipnosis 5 jari. Selain itu, penulis juga hari ini menjelaskan
mengenai gagal jantung untuk memberikan klien pengetahuan agar ansietas yang
dialami klien dapat berukurang.

Hari ketiga perawatan, Bapak S mengatakan sudah dapat tidur dengan enak, RR
22x/menit, TD 90/60 mmHg, nadi 97x/menit. Secara objektif, hari ini klien
terlihat lebih terbuka pada penulis, klien telah hapal nama penulis, meskipun bila
diperhatikan klien masih sedikit terlihat tegang, penurunan konsentrasi, pasif dan
pasrah. Sebelum memulai interaksi penulis mencoba memvalidasi kemampuan
klien mengulangi intervensi-intervensi yang telah dilakukan kemarin. Bapak S
mengatakan yang dilakukan sebelum tidur adalah relaksasi napas dalam dan
membaca shalawat.Pada pertemuan ketiga, penulis mengevaluasi kemampuan
relaksasi napas dalam, kemampuan menyebutkan teknik distraksi dan spiritual
serta memandu Bapak S untuk melakukan hipnosis 5 jari. Klien sudah mampu
melakukan relaksasi napas dalam dengan baik, klien juga menyebutkan telah
bershalawat. Sesuai tujuan awal, penulis bermaksud mengajarkan hipnosis 5 jari.
Namun, klien tampak sulit membayangkan dan kurang berhasil dalam melakukan
hipnosis 5 jari. Secara subjektif klien mengatakan lebih nyaman dan akan
mencobanya. Namun secara objektif, penulis melihat klien belum dapat
berkonsentrasi. Oleh karena hal itu, planning yang dilakukan oleh penulis untuk
keesokan harinya adalah mengulangi teknik hipnosis 5 jari bagi klien.

Hari ketiga perawatan, klien mulai terbuka dengan penulis. Pada hari ini, klien
mulai menceritakan bahwa klien merasa menjadi beban bagi keluarganya dan
merasa sedih akan sakitnya. Cerita ini muncul ketika penulis menanyakan
perasaan klien menjalani perawatan di RS selama tiga hari. Lalu klien mulai
menceritakan bahwa klien sedih karena sakit dan juga merasa hanya menjadi
beban anaknya karena semenjak sakit 9 bulan yang lalu klien tidak lagi bekerja
hanya tidur-makan dan semua biaya hidup kini ditanggung oleh anaknya.
Meskipun secara subjektif klien baru terdengar pada hari ini, namun secara
objektif tanda-tanda ketidakberdayaan seperti pasif, murung, sedih, merasa cemas,
mengalami penurunan nafsu makan dan tingkat ketergantungan yang tinggi pada
orang lain sudah terlihat sejak awal interkasi dengan klien. Berdasarkan tanda dan
gejala tersebut, penulis mengidentifikasi klien mengalami ketidakberdayaan.
Pada saat hari itu juga, penulis langsung memberikan intervensi untuk mengatasi
ketidakberdayaan yang dialaminya. Intervensi yang dilakukan pada hari itu adalah
mengkaji perasaan klien, membantu klien mengenal ketidakberdyaan dan
membantu klien melatih berpikir positif serta afirmasi positif. Pengkajian
dilakukan dengan menanyakan lebih jauh mengenai perasaan ketidakberdayaan
yang muncul. Klien mengatakan sedih karena semenjak sakit tidak bekerja dan

lega. Namun secara objektif klien masih mununjukan sikap murung, sedih,
mengalami penurunan nafsu makan dan tingkat ketergantungan yang masih tinggi.

Pada hari keempat perawatan, penulis melakukan penerapan intervensi


ketidakberdayaan yaitu membantu mengulangi latihan berpikir positif, membantu
mengontrol perasaan ketidakberdayaan dengan memotivasi klien untuk
melakukan kegiatan yang masih bisa dilakukan secara mandiri baik di rumah atau
di rumah sakit. Klien mengatakan masih rasa sedih karena menjadi beban masih
ada tapi klien berusaha untuk membiarkannya. Menurut klien, klien sudah
mencoba menerapkan pikiran positif yang sudah kemarin diskusikan. Pada hari ini
klien terlihat lebih gelisah, lebih murung, lebih pasif, lebih banyak diam
melamun. Setelah dikaji klien mengatakan sudah bosan dan sangat ingin pulang.
Karena melihat respon klien, maka penulis memutuskan untuk mengulangi latihan
berpikir positif, mengembangkan afirmasi positif dan tetap mencoba menggali

kesepakatan pada hari sebelumnya hari ini penulis akan kembali memandu dan
mengajarkan klien melakukan hipnosis 5 jari. Pada pertemuan kali ini, penulis
mengajak istri untuk melihat intervensi yang dilakukan. Hipnosis 5 jari pada kali
ini nampak lebih berhasil karena klien terlihat lebih rileks dan tidak lagi
menjawab saat dilakukan hipnosis. Klien juga mengatakan sangat berterimakasih
atas sarannya dan mau untuk melakukannya jika di rumah. Setelah dilakukan
hipnosis 5 jari, nadi klien mengalami penurunan dari 97x/menit menjadi
90x/menit namun tanda-tanda vital yang lain tidak mengalami perubahan. Penulis,
keluarga dan klien membuat kesepakatan agak keluarga memandu klien untuk
melakukan hipnosis 5 jari besok pagi ketika bangun tidur.

Pada hari terakhir perawatan, penulis melakukan evaluasi terhadap kemampuan


yang dimiliki oleh klien. Ketika diminta untuk mengulangi apa yang telah
dipelajari dari intervensi pertama hingga ketiga, klien hanya dapat menyebutkan
melakukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan di rumah. Oleh karena hal itu,
penulis mencoba mengulangi mengarahkan Bapak S untuk melakukan latihan
berpikir positif, mengembangkan harapan dan mengulangi menyebutkan kegiatan
yang dapat klien lakukan ketika pulang ke rumah. Secara subjektif, klien
mengatakan sangat terbantu dan mengucapkan terimakasih serta akan semangat
lalu melakukan bekal yang telah penulis berikan selama di RS. Klien juga
mengatakan tetap memikirkan jika sudah pulang semoga tidak merepotkan.
Secara subjektif klien sudah memiliki pemikiran bahwa kini giliran anak yang
menjaga klien. Jika penulis amati terdapat penurunan tanda dan gejala
ketidakberdayaan yang dialami klien. Namun, tingkat ketergantungan klien
kepada keluarga masih sangatlah tinggi. Klien juga masih sangat membutuhkan
bantuan keluarga untuk mengembangkan pikiran dan afirmasi positif.

Pada hari kelima perawatan klien tampak sangat senang akan pulang. Klien sudah
lebih segar, menurut klien klien sudah dapat tidur nyenyak semalam. Secara
umum klien dapat menyebutkan tanda ansietas yang klien alami, klien juga dapat
mempraktikkan tarik napas dalam dengan sangat baik. Untuk hipnosis klien
mengatakan sedikit sulit melakukannya. Oleh karena itu, penulis lebih
menggarahkan klien untuk melakukan tarik napas dalam dan shalawat jika sudah
di rumah.

Selain melakukan intervensi pada klien, penulis juga melakukan intervensi pada
keluarga klien terutama istri Bapak S. Keluarga yang kooperatif dan memiliki
penerimaan yang sangat baik menyebabkan intervensi keluarga sangat efektif.
Istri Bapak S mengatakan akan menjadi istri siaga yang akan menjaga sepenuh
hati suaminya serta mengingatkan suaminya agar melakukan hal-hal untuk
mengurangi ansietasnya dan mengingatkan klien agar semangat. Istri klien juga
sudah dengan baik mempraktikan relaksasi napas dalam serta menyebutkan teknik
spiritual. Selain itu, istri klien juga mengatakan jika di rumah akan mengingatkan
klien untuk tidak melamun, akan memberikan semangat kepada klien dan
memberikan motivasi pada klien agar mau beraktivitas lagi sesuai dengan
kemampuan klien.

Untuk diagnosis fisik seperti intoleransi aktivitas dan hipertermi. Penulis telah
melakukan intervensi seperti melakukan pengukuran suhu, mengajarkan cara
kompres hangat bila terjadi hipertermi, menganjurkan menggunakan pakaian tipis,
menganjurkan peningkatan asupan cairan serta melakukan kolaborasi memberikan
antipiretik. Untuk intoleransi aktivitas, penulis juga sudah memberikan intervensi
berupa pertahankan posisi nyaman, pertahankan aktivitas sesuai toleransi.
Diagnosis penurunan curah jantung telah dilakukan pertahankan masukan
oksigen, pantau hemodinamik, pantau neurologis dan pantau adanya syok
kardiogenik.
36
kejadian dengan nilai
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Karya ilmiah ini sesuai dengan tujuan telah dapat menggambarkan asuhan
keperawatan klien dengan ketidakberdayaan pada Bapak S di ruang Antasena
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Berdasarkan uraian penjelasan dari bab
sebelumnya maka dapat ditarik simpulan dan saran sebagai berikut.

7.1 Kesimpulan

Masalah yang terjadi pada Bapak S adalah ketidakberdayaan. Masalah


ketidakberdayaan yang dialami Bapak S erat kaitannya dengan masalah fisiknya.
Bapak S yang memiliki riwayat hipertensi selama kurang lebih 10 tahun dan
memiliki riwayat dirawat rumah sakit sembilan bulan yang lalu menyebabkan
Bapak S merasa menjadi beban keluarga karena sudah tidak mampu melakukan
pekerjaan dan kini bergantung seutuhnya pada anak klien. Berdasarkan
permasalahan tersebut, penulis telah melakukan intervensi untuk mengatasi
masalah ketidakberdayaanya selama tiga hari. Intervensi yang telah dilakukan
adalah pengkajian perasaan ketidakberdayaan, berlatih berpiberpikir positif,
mengembangkan afirmasi positif dan mengontrol rasa ketidakberdayaan. Setelah
diberikan intervensi, tanda dan gejala ketidakberdayaan yang klien alami
berkurang. Klien kini sudah mulai semangat, sudah memiliki harapan dan kini
menganggap bahwa kini giliran anak yang menjaganya.

7.2 Saran

Terkait dengan asuhan keperawatan yang penulis lakukan, penulis merumusukan


saran yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
khususnya untuk masalah psikososial di masa yang akan datang.

7.2.1 Aplikatif Keperawatan

Melalui karya tulis ilmiah ini, penulis mengharapkan perawat menyadari


pentingnya melakukan intervensi asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit fisik khususnya penyakit kronik. Perlu dilakukan pendampingan dan
supervisi perawat agar melakukan asuhan keperawatan psikososial pada pasien di

47 Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


48

ruang rawat inap. Selain itu, diperlukannya intervensi keperawatan spesialis jiwa
dapat menimbulkan upaya untuk secara khusus menempatkan perawat spesialis
jiwa di setiap ruang rawat inap. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan
kontiunitas dari perawatan yang diberikan sehingga asuhan keperawatan yang
diiberikan pada klien dapat diterapkan secara utuh dan kontinyu dalam setiap
shiftnya dilakukan khusus oleh perawat psikososial.

7.2.2 Penelitian Keperawatan

Penulis mengharapkan setelah karya tulis ini dibuat, dilakukan penelitian-


penelitian selanjutnya yang mengembangkan asuhan keperawatan psikososial
khususnya asuhan keperawatan ketidakberdayaan pada pasien gagal
jantung.Tujuannya adalah untuk menguji efektivitas setiap intervensi sehingga
asuhan keperawatan yang diberikan dapat lebih optimal. Selain itu, penulis
berharap setelah penelitian ini akan ada penelitian lain yang meneliti mengenai
teknik/ metode baru yang lebih memberikan hasil maksimal bagi kesembuhan
pasien.

7.2.3 Keilmuan Keperawatan

Peneliti berharap peneltian ini dapat menjadi dengan menjadi evidance based
untuk membandingkan implementasi dan teori yang ada agar nantinya dapat
menjadi acuan bagi mahasiswa keperawatan untuk mengembangkan intervensi
keperawatan masalah psikososial ketidakberdayaan bagi klien dengan gagal
jantung.

Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI

Adli, M. (2011). Urban Stress And Mental Health. City Health And Well Being.
London: London School Of Economics
Agustin, I. M., Keliat B.A., Mustikasari. (2015). Penerapan tindakan keperawatan:
terapi generalis terhadap ketidakberdayaan pada lansia. Jurnal Ners. 10(2)

American Hearth Association. (2011). Cardiovascular Conditions.Diagnosis And

for positive outcomes (8 th. Edition). Philadelpia: Wb. Saunders Company


Canadian Diabetes Association Clinical Practise Guidelines. (2013). High Blood
Pressure & Diabetes. Juni 19, 2016. Http://Guidelines.Diabetes.Ca

Carpenito, L. J & Moyet. (2008). Nursing diagnosis application to clinical


practise. Lippincott: Wlliams & Wilkins
Chest Heart And Stroke Scotland. (2014). Heart Series H4: Living With High
Blood Pressure. Glassgow: CHSS

Craven, R. F & Hirnle, C. J. (2003). Fundamental Of Nursing Human Health And


Function(4th Ed). Philadelphia Lippincott Wiliams & Wilkins

Damanik, F., H., S. (2012). Membentang fakta dunia sosial: Sosiologi. Jakarta:
Bumi Aksar

Haruyama, S. (2011). The miracle of endorphine : Sehat mudah dan praktis


dengan hormon kebahagiaan. Bandung : Penerbit Kaifa

Haworth, et al. (2005). Prevalance and predicators of anxiety and depression in a


sample of chronic heart failure with lesft ventricular systolic dysfunction.
The European Journal Of Heart Failure. Doi:
10.1016/J.Ejheart.2005.03.001

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Hayes, S., Jason, B. L., Frank W.B., Akohito. (2007). Act Model, Processes,
Outcomes. Journal Behavioral, Research & Therapy.

Jeun, Y.H., et al. (2010). The experience of living with chronic heart disease: a
narrative review of qualitative studies. Sydney: Biomedical Center Health
Service Research.
Kanine, E., Helena N., Nuraini T. (2011). Pengaruh terapigeneralis dan
logoterapi individu tehadap respon ketidakberdayaan klien diabetes melitus
di rumah sakit provinsi Sulawesi Utara. Tesis Fik Ui. Tidak Dipublikasikan.

Kelley, D. (2014). Heart disease: Causes, prevention, and current research. Jcc
Honors Journals, 5(2)

Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa. (2011). Standar asuhan keperawatan


diagnosis psikososial. Depok: FIK UI

Kelompok Keilmuan Spesialis Keperawatan Jiwa. (2012). Standar asuhan


keperawatan diagnosis fisik dan psikososial. Depok: FIK UI
Kholidah E. N. & Alsa, A. (2012). Berpikir positif untuk menurunkan stres
psikologis. Jurnal Psikologi. 39(1)

Kivimaki, Et Al. (2005). Optimism & pesimis as predicators of change in health


after death or onset of severe illness in family.Health Psychology, 24(4),
413-421
Legg, M. J. (2010). What is psychosocial care and how can nurses better provide
it to adult oncology patients. Australian Journal Of Advanced Nursing,
28(3)

Lubkin & Larson.(2009). Chronic illness impact and interventions. University Of


Illinois Chicago Lll
Mind Essentials. (2008). Conducting A Psychosocial Assessment

Nanda International. (2015). Nursing diagnoses: Definitions and classification


2012-2014. Made Sumarwati, Et Al (Penerjemah). Jakarta: EGC.

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Prendes, Aag. & Thomas, Sa. (2011). Powerlessness and ander in african and
american women: The intersection race and gender. International Journal
Of Humanities And Social Science. 1(7)

Riset Kesehatan Dasar. (2007). Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan


Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Rsmm.(2016). RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Juni, 16 2016

commitment therapy terhadap respon ketidakberdayaan klien gagal ginjal


kronik di RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis FIK UI. Tidak Dipublikasikan.

World Bank. (2015). Urban Population. Juni, 13 2016


Http://Data.Worldbank.Org/Indicator/Sp.Urb.Totl.In.Zs

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


World Heart Foundation. (2015). Cardiovaskular Disease Risk Factors. Geneva:
World Heart Foundation. Juni 13, 2016 Http://Www.World-Heart-
Federation.Org/Cardiovascular-Health/Cardiovascular-Disease-Risk-
Factors/Diet/
Yohanes Am., Willgoss Tg., Baldwin Rc., Connolly Mj. (2010). Depression and
axiety in chronic heart failure and chronic obstructivem pulmonary disease:
Prevalance, relevance, clinical impliction and management priciples. Int J

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

MASALAH PSIKOSOSIAL

INFORMASI UMUM
Inisial klien : Tn. S

Usia : 66 (tahun)

Jenis kelamin : laki-laki

Suku : Sunda

Bahasa dominan : Sunda

Status perkawinan : menikah

Alamat :Jl. Dukuh Waru RT/RW 003/001 Sukaraja,


Tamansari, Bogor

Tanggal masuk : 1 Mei 2016

Tanggal pengkajian : 2 Mei 2016

Ruang rawat : Antasena

Nomor rekam medik : 30-48-66

Diagnosis medis : Dyspneu ec CHF

Riwayat alergi : Tidak ada

Diet : Tidak ada

KELUHAN UTAMA
Tn. S datang dengan keluhan sesak sejak dua hari SMRS. Pada saat
pengkajian di dapatkan data sesak masih ada, RR = 32x/menit, nadi
120x/menit, suhu 38,6oC. Saat pemeriksaan fisik, didapapatkan data suara
naps ronkhi di basal paru kanan, penurunan taktile fremitus, terdengar suara
jantung S3.

Klien mengeluh sulit tidur karena sesak dan merasa takut sakitnya semakin
parah, klien juga mengeluh mengalami sulit makan. Kien takut sakit semakin

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


parah sehingga klien masuk ICU seperti 9 bulan yang lalu. Sejak sakit itu,
klien mangatakan cepat lelah jika melakukan aktivitas.

PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU MOTOR


Fisik
Berat badan : 53 kg

Tinggi badan : 158 cm

Tanda-tanda vital : TD 100/80 mmHg P 32x/menit Nadi 120x/menit T


38,6

Riwayat pengobatan fisik

Tn. S memiliki riwayat sakit hipertensi namun tidak melakukan


pengobatan sejak 10 tahun yang lalu. Pada 9 bulan yang lalu, klien pernah
dirawat di RS dengan sakit jantung dan masuk ICU selama 5 hari. Sejak
masuk RS klien melakukan pengobatan rutin setiap bulan selama 6 bulan
pertama, 3 bulan berikutnya klien tidak lagi melakukan pengobatan karena
merasa lebih baik.

Hasil pemeriksaan laboratorium/ visum/ dll

HB = 11,9 gr/dl Hematokrit 36%


Leukosit = 16,3 gr/dl OT/PT 22/26
Tromboit 737 rb/ub Ur/Cr 47,7 / 2,67

Masalah Keperawatan: Penurunan Curah Jantung, Hipertermi, Intoleransi


Aktivitas

Tingkat Ansietas
Tingkat ansietas (lingkari tingkat ansietas dan chek list perilaku yang
ditampilkan)

Ringan Sedang Berat


Panik

PERILAKU PERILAKU

Tenang Menarik diri

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Ramah Bingung

Pasif Disorientasi

Waspada Ketakutan

Merasa membenarkan lingkungan Hiperventilasi

Kooperatif Halusinasi/ delusi

Gangguan perhatian Depersonalisasi

Gelisah Obsesi

Sulit berkonsentrasi Kompulsi

Waspada berlebihan Keluhan somatik

Tremor Hiperaktivitas

Bicara cepat Lainnya: Sulit tidur

Masalah Keperawatan:Asietas Sedang

KELUARGA
Genogram

Tipe keluarga
nuclear family diad family

extended family single parent


family

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Pengambilan keputusan
kepala keluarga istri

orang tua bersama-sama

Hubungan klien dengan kepala keluarga


kepala keluarga istri

orang tua anak

lain-lain, sebutkan:

Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga


Kebiasaan yang di lakukan bersama keluarga, berkumpul dan mengobrol.

Kegiatan yang dilakukan keluarga dalam masyarakat


Sebelum sakit klien sering mengikuti pengajian rutin di sekitar rumahnya.

Masalah Keperawatan:Tidak ada masalah.

RIWAYAT SOSIAL
Pola sosial
Teman/ orang terdekat
Klien dekat dengan istri dan anaknya.

Peran serta dalam kelompok


Dalam kelompok klien mengikuti pengajian namun setelah sakit tidak
mengikuti kegiatan lagi. Klien juga sudah tidak mengikuti shalat di
mushala lagi. Sekarang klien hanya melakukan kegiatan di rumah dan
tidak lagi mengikuti kegiatan apapun

Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain


Tidak ada hambatan dalam berkomunikasi

Obat-obatan yang dikonsumsi


Adakah obat herbal/ obat lain yang dikonsumsi diluar resep
Tidak ada.

Obat-obatan yang dikonsumsi klien saat ini


ISDN 3x5mg kendaron 2x1 mg
Aspilet 1x80 mg Furosemid 2x1

Apakah klien menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk mengatasi


masalahnya
Tidak

Masalah Keperawatan: Tidak ada

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


STATUS MENTAL DAN EMOSI
Penampilan
1. Cacat fisik

ada, jelaskan

tidak ada, jelaskan klien tidak ada cacat fisik

2. Kontak mata

ada, klien ada kontak mata meskipun dengan sorot mata sedih dankeadaan
lemas. Kadang klien seperti sedang menerawang

tidak ada, jelaskan

3. Pakaian

tidak rapi, jelaskan

penggunaan tdk sesuai

4. Perawatan diri

klien menggantugkan hidupnya pada istri, semua kebutuhan hidup


bergantung pada istri terutama ketika di RS. Semua aktivitas klien dibantu
oleh istri mulai dari makan, berganti pakaian, minum hingga BAB dan
BAK

Masalah Keperawatan: Ketidak berdayaan Sedang

TingkahTingkah
Laku Laku Jelaskan

Resah

Agitasi

Letargi

Sikap Klien kooperatif, pasif, sedikit tertutup. Klien


mulai terbuka pada hari ketiga perawatan

Ekspresi wajah Klien terlihat seding, murung ketika


menceritakan sakitnya. Terlebih
menceritakan jika sekarang klien sudang
tidak berkerja lagi hanya menggantungkan

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


diri pada anak.

Klien juga terlihat tegang dan gelisah

Lain-lain

Masalah Keperawatan: Ketidakberdayaan Sedang

Pola komunikasi
POLA KOMUNIKASI POLA KOMUNIKASI

Jelas Aphasia

Koheren Perseverasi

Bicara kotor Rumination

Inkoheren Tangensial

Neologisme Banyak bicara/ dominan

Asosiasi longgar Bicara lambat

Flight of ideas Sukar berbicara:

Lainnya: Klien tertutup dan baru terbuka pada mahasiswa pada hari ketiga
perawatan

PERILAKU JELASKAN

Senang

Sedih Sedih karena memikirkan sakitnya dan kini


klien sudah tidak bekerja sehingga menjadi
beban anak. Klien juga sedih memikirkan
istri yang kini mengurusnya

Patah hati

Putus asa

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Gembira

Euporia

Curiga

Lesu Klien sering terlihat lesu dan tidak


bersemangat karena merasa merepotkan istri
dan anak

Marah/ Bermusuhan Menurut keluarga klien menjadi sering


marah jika istri tidak berada di sekitar klien

Lain-lain:

PERILAKU

Jelas

Logis

Mudah diikuti

Relevan

Bingung

Bloking

Delusi

Arus cepat

Asosiasi lambat

Curiga

Memori jangka pendek Hilang Utuh

Memori jangka panjang Hilang Utuh

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


Masalah Keperawatan:Tidak ada masalah.

Persepsi
PERILAKU JELASKAN

Halusinasi Tidak di temukan dalam pangkajian

Ilusi Tidak di temukan dalam pengkajian

Depersonalisasi Tidak ditemukan dalam pengkajian

Derealisasi Tidak ditemukan dalam pengkajian

Halusinasi Jelaskan

Pendengaran Tidak di temukan dalam pangkajian

Penglihatan Tidak di temukan dalam pangkajian

Perabaan Tidak di temukan dalam pangkajian

Pengecapan Tidak di temukan dalam pangkajian

Penghidu Tidak di temukan dalam pangkajian

Lain-lain: Tidak di temukan dalam pangkajian

Tempat : Terorientasi dengan baik

Orang : Terorientasi dengan baik

Situasi : Terorientasi dengan baik

2. Memori
Gangguan jelaskan

Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016


gangguan daya ingat Tidak di temukan dalam
jangka panjang pengkajian

gangguan daya ingat Tidak di temukan dalam


jangka pendek pengkajian

gangguan daya ingat saat Tidak di temukan dalam


ini pengkajian

paramnesia, sebutkan Tidak di temukan dalam


pengkajian

hipermnesia, sebutkan Tidak di temukan dalam


pengkajian

amnesia, sebutkan Tidak di temukan dalam


pengkajian

Tingkatan jelaskan

mudah beralih Tidak di temukan dalam


pengkajian

tidak mampu Tidak di temukan dalam


berkonsentrasi pengkajian

tidak mampu berhitung Tidak di temukan dalam


sederhana pengkajian

Masalah Keperawatan:Tidak ada masalah.

IDE-IDE BUNUH DIRI


Ide-ide merusak diri sendiri/ orang lain
Ya Tidak

Jelaskan:

Masalah Keperawatan:Tidak ada masalah

V. KULTURAL DAN SPIRITUAL


Agama yang dianut
1. Bagaimana kebutuhan klien terhadap spiritual dan pelaksanaannya?
Klien orang yang taat dalam menjalankan perintah agama. Sebelum
sakit jantung 9 bulan yang lalu, klien sering mengikuti pengkajian dan
shalat berjamaah. Ketika sakit di rumah sakit klien mengatakan agak
kesulitan untuk shalat.

2. Apakah klien mengalami gangguan dalam menjalankan kegiatan


spiritualnya setelah mengalami kekerasan atau penganiayaan?
Tidak pernah mengalami riwayat penganiayaan

3. Adakah pengaruh spiritual terhadap koping individu?


Kegiatan spiritual sangat mempengaruhi koping klien merasa lebih
tenang saat setelah shlawatan.

Budaya yang diikuti


Apakah ada budaya klien yang mempengaruhi terjadinya masalah ?

Budaya klien sangat dipengaruhi oleh budaya sekitar klien mengatakan


sering meminum kopi dan merokok dengan keluarga dan saudara. Dan
ketika dahulu klien bekerja, untuk menambah semangat klien sering
meminum kopi dan merokok.

Tingkat perkembangan saat ini


Keluarga dengan lansia.

Masalah Keperawatan:Tidak ada masala


EVALUASI TANDA & GEJALA, KEMAMPUAN KLIEN DAN
KELUARGA PADA DIAGNOSIS KEPERAWATAN
KETIDAKBERDAYAAN

Nama pasien : Tn.S Ruangan : Antasena


No Aspek Penilaian Tanggal
4/5 5/5 6/5
Kognitif
1 Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat X
energi
2 Mengungkan ketidakpuasan dengan tugas atau aktivitas yang X X
dilakukan sebelumnya
3 Mengungkapkan ragu-ragu dalam melaksanakan peran X
4 Mengungkapkan tidak mampu mengendalikan situasi, X X
perawatan diri dan hasil pengobatan
5 Mengungkapkan ketidakpuasan dan tergantung pada orang X X X
lain
6 Ambivalen
7 Sulit konsentrasi X X
8 Mudah lupa
9 Cenderung menyalahkan orang lain
10 Berfokus pada diri sendiri X X
11 Sulit memahami informasi
12 Bingung
13 Preokupasi
14 Blocking pikiran
Affektif
15 Merasa tertekan dan depresi
16 Merasa bersalah X X
17 Takut terhadap pengasingan X X
18 Cemas X X
19 Merasa tidak adekuat X X
20 Sangat waspada X
21 Merasa tidak pasti
22 Merasa tidak berdaya X X
23 Merasa menyesal
Fisiologis
24 Sulit tidur X X
25 Tekanan darah meningkat
26 Frekuensi napas meningkat X X
27 Denyut nadi meningkat X X X
28 Dada berdebar-debar
29 Muka tegang X X
30 Keringat dingin
31 Tidak nafsu makan X X X
No Aspek Penilaian Tanggal
4/5 5/5 6/5
32 Iritabitas meningkat
33 Badan lemes dan cepat lelah X X X
Perilaku
34 Banyak diam, pasif X X
35 Aktifitas harian dibantu orang lain X X X
36 Tidak memantau kemajuan pengobatan
37 Tidak berpartisipasi dalam mengambil keputusan
38 Mengindari kontak mata X
39 Perilaku menyerang/agresif
40 Menarik diri X X
41 Perilaku mencari perhatian
42 Gelisah dan tidak bisa tenang X X
Sosial
43 Enggan mengungkan perasaannya X
44 Tidak mampu mencari informasi X X X
45 Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain X X
46 Bicara pelan X X X
Total Jumlah Tanda dan Gejala 25 25 7
II Kemampuan Pasien
1 Mampu mengenal ketidakberdayaan, mengungkapkan X X X
perasaan, mengenal penyebab ketidakberdayaan dan prilaku
yang diakibatkan
2 Mampu mengidentifikasi situasi kehidupan yang tidak mampu X X X
dikontrok pasien
3 Mampu mendiskusikan pikiran negatif dan mengembangkan X X X
pikiran positif
4 Mampu menggnakan kemampuan afirmas pikiran dan harapan X X X
positif dan mengontrol ketidakberdayaan
5 Mampu mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan X X
walaupun sedang sakit
6 Mampu melakukan aktivitas yang dapat dilakukan walaupun X
sedang sakit
Total Jumlah Kemampuan Klien 4 5 5
III Kemampuan Keluarga
1 Menyebutkan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien X X
ketidakberdayaan
2 Menyebutkan pengertian ketidakberdayaan, tanda dan gejala X X
dan proses terjadinya
3 Mampu melatih klien berpikir postif, logis, rasional dan X X
mengembangkan afirmasi positif
4 Mampu melatih klien mengembangkan pikiran dan harapan X X
yang positif
5 Mampu Menyebutkan sumber-sumber pelayanan kesehatan X X
yang tersedia (Follow-up)
Total Jumlah Kemampuan keluarga 5 5
Asuhan keperawatan ..., Puji Mentari, FIK UI, 2016

Anda mungkin juga menyukai