Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Smart Governance”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Governance

Dosen Pengampu :
Oscar Radyan Danar, S.AP.,M.AP., Ph.D

Disusun Oleh :
Iqbal Yodi Nugroho 175030100111001
Dwi Pungki 175030100111009
Agung Darmawan 175030101111001
Izzatul Islamiyah 175030101111010
Vivi Widyawati 175030101111011
Alisia Nurdiana 175030107111008

KELAS B

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Smart Governance” dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah ini ditulis sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Teori Governance dan juga
sebagai sumber literasi atau bacaan untuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya yang
ingin mengetahui penjelasan lebih mendalam mengenai konsep smart governance. Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan terimakasih kepada Oscar Radyan Danar, S.AP.,M.AP., Ph.D selaku dosen mata
kuliah Teori Governance yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuannya kepada
kami sehingga dapat menyelesaikan karya tulis kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
dari pembaca sangat diharapkan untuk evaluasi dalam penulisan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa memberi pengetahuan baru bagi siapapun yang
membutuhkan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung
terselesaikannya makalah ini.

Malang, 3 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Smart City 3
A. Pengertian Smart City 3
B. Dimensi Smart City 3
2.2 Smart Governance 6
A. Pengertian Smart Governance 6
B. Indikator Smart Governance 7
2.3 Implementasi Smart Governance di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 12
2.4 Tantangan terhadap Pelaksanaan Smart Governance 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dekade terakhir, Smart City menjadi populer baik dalam tingkat pemerintah
pusat maupun pemerintah tingkat daerah. Hal ini dikarenakan semakin pesatnya perkembangan
dalam tata kelola pemerintahan, serta pertumbuhan masyarakat ke depannya diperkirakan akan
lebih banyak tinggal di perkotaan, sehingga perencanaan Smart City mutlak diperlukan. Data
yang diperoleh dari BPS tahun 2014 grafik penduduk yang tinggal di perkotaan tahun 2014
adalah 48,39% dan di tahun 2015 sudah mencapai 59,35%, sehingga tingkat pertumbuhan
penduduk perkotaan hingga tahun 2045 diperkirakan akan mencapai 82,37%. Hal ini berarti
bahwa lebih dari 50% penduduk Indonesia saat ini tinggal diperkotaan sehingga perlu
penanganan yang tepat untuk mengatasi masalah perkotaan dengan manajemen yang tepat.
(Annisah, 2017)
Smart Governance merupakan salah satu dari ke-6 dimensi Smart City. Smart
Governance didefinisikan sebagai “kapasitas untuk menerapkan tindakan dan kegiatan yang
cerdas serta adaptif dalam menjaga dan mengambil keputusan tentang sesuatu” (Scholl &
Alawadhi, 2016). Menurut Scholl H.J & Scholl M.C (2014) Smart Governance dapat dilihat
sebagai dasar bagi pemerintah yang cerdas, terbuka dan partisipatif. Konsep-konsep ini
memainkan peran kunci dalam wacana yang berkembang di Smart City, jadi kita dapat
berharap bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memainkan peran kunci dalam
Smart Governance sebagai bagian dari model pemerintahan cerdas yang lebih luas. Dari sini,
dapat disimpulkan bahwa kata sifat 'pintar' mengacu pada kombinasi TIK, teknologi, dan
inovasi yang tertanam dalam konteks dan situs, serta semacam aspek demokrasi (Gil-Garcia,
Helbig & Ojo, 2014)
Empat kriteria yang perlu dipenuhi untuk terwujudnya Smart Governance adalah
antisipatif, objektif, inovatif, dan kompetitif. Antisipatif dimaksudkan bahwa pemerintah harus
memperkirakan dan merencanakan strategi dan kebijakan yang akan diambil dimasa depan
sehingga pemerintah memiliki kesiapan yang lebih baik dalam memenuhi pelayanan publik
dan meningkatkan partisipasi warganya. Objektif, pemerintah yang diamanatkan sebagai
pelayan masyarakat harus bersikap objektif yang artinya tidak membedakan antar setiap
individu atau kelompok masyarakat dalam pembangunan. Kemudian adalah kriteria inovasi,
pemerintah harus berfikiran jauh kedepan dan menciptakan strategi dan langkah-langkah baru
untuk meningkatkan fungsi pelayanan publik dan tingkat partisipasu masyarakat. Dan kriteria
terakhir adalah kompetitif, dalam melaksanakan fungsinya melayani masyarakat dan
menentukan arah perkembangan kota, pemerintah harus memiliki kriteria kompetitif yang
artinya berdaya saing dan akuntabilitas. Pelayanan publik yang diberikan harus dapat
dipertanggung jawabkan dalam segi kuantitas dan ketepatannya.
Dalam beberapa praktiknya di Indonesia sampai saat ini, Smart Governance memiliki
nama dan integrasi sistem yang berbeda‐beda untuk tiap daerah. Namun dengan konsep yang
dibawa sebenarnya sama, yaitu berorientasi kepada kemudahan pelayanan publik dan
perizinan. Contohnya pada Pemerintah DKI Jakarta, melalui mesin dapat membangun
beberapa sistem berikut sebagai upaya pencapaian indikator Smart Governance seperti E-
musrenbang dan E-budgeting, Application Program Interface (API), Portal Pemprov DKI

1
Jakarta, Big Data, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan Citizen Relation Management
(CRM).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat ditentukan rumusan
masalah diantaranya:
1. Bagaimana pemikiran konsep dari Smart Governance?
2. Bagaimana mendeskripsikan dimensi yang ada dalam konsep Smart Governance?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mendeskripsikan konsep dari Smart Governance.
2. Untuk mendeskripsikan dimensi dalam Smart Governance.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Smart City


A. Pengertian Smart City
Smart City merupakan isu global yang sedang booming hingga saat ini. Kata Smart City
pertama kali dicetuskan oleh IBM pada tahun 1998, tetapi Smart City baru kembangkan sekitar
tahun 2000-an. Menurut The UK Department Of Business, definisi dari Smart City berarti
bahwa inovasi dan keterampilan merupakan hal yang diutamakan dari pada hasil yang statis,
meningkatkan keterlibatan masyarakat, infrastuktur, modal, dan teknologi digital sehingga
membuat kota menjadi layak huni, tangguh dan lebih mampu merespon tantangan. Sementara
itu, The Bristish Standards Institute mendefinisikan Smart City sebagai integrasi yang efektif
antara infrastruktur fisik, sistem digital dan ketampilan SDM untuk membangun lingkungan
yang memberikan harapan masa depan yang berkelanjutan, makmur dan inklusif. (Patel &
Padhya, 2014)
Disisi lain, IBM dalam Patel & Padhya (2014) mendefinisikan Smart City sebagai satu
pemanfaatan yang optimal dari semua informasi yang terhubung saat ini untuk mengendalikan
operasi dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang terbatas. CISCO mendefinisaikan
Smart City sebagai kota yang mampu mengadopsi solusi semua problem perkotaan yang
memanfaatkan ICT (Information and Communicatons Technology) guna meningkatkan
efisiensi, mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan.
Kourtit & Nijkamp (2012) menyatakan Smart City merupakan hasil dari pengembangan
pengetahuan yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan kualitas sosial-ekonomi,
ekologi, daya kompetitif kota. Kemunculan Smart City merupakan hasil dari gabungan modal
sumberdaya manusia (contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya
fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal social (contohnya jaringan komunitas
yang terbuka) dan modal entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan
yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan berpikiran terbuka
akan meningkatkan produktifitas lokal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kota.
Cohen (2013b) mendefinisikan Smart City (Kota Pintar) sebagai sebuah pendekatan
yang luas, terintegrasi dalam peningkatkan efisiensi pengoperasian sebuah kota, meningkatkan
kualitas hidup penduduknya, dan menumbuhkan ekonomi daerahnya. Cohen lebih jauh
mendefinisikan Smart City dengan pembobotan aspek lingkungan menjadi: Smart City
menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam menggunakan berbagai sumber daya,
menghasilkan penghematan biaya dan energi serta mengurangi jejak lingkungan semuanya
mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi ramah lingkungan.

B. Dimensi Smart City


Smart City terdiri dari enam dimensi yaitu Smart Governance, Smart Economy, Smart
Mobility, Smart Environment, Smart People, dan Smart Living. Konsep dasar Smart City adalah
mewujudkan sebuah komunitas/lingkungan bagi masyarakat yang efisien, berkelanjutan dan
memberikan rasa aman. Konsep Smart City meliputi Pelayanan, Penyusunan kebijakan publik
dan Perencanaan. (Patel & Padhya, 2014).

3
a. Dimensi Smart City Menurut Boyd Cohen
Smart city menurut Cohen (2013b) sebagai sebuah pendekatan yang luas, terintegrasi
dalam peningkatkan efisiensi pengoperasian sebuah kota, meningkatkan kualitas hidup
penduduknya, dan menumbuhkan ekonomi daerahnya. Dalam pengertian smart city sendiri
Boyd Cohen mendefinisikan “City” dengan pembobotan aspek lingkungan Smart City dengan
menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam menggunakan berbagai sumber daya,
menghasilkan penghematan biaya dan energi serta mengurangi jejak lingkungan semuanya
mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi ramah lingkungan.

Gambar 1. Dimensi Smart City (Cohen, 2013b)

Menurut Cohen (2013b) Smart city sendiri memiliki 6 dimensi sebagi pilar dalam
proses pelaksanaannya dimana dalam dimensi tersebut terdiri dari:
1. Smart Living
Smart Living atau hidup yang cerdas yaitu mengacu pada kualitas hidup dan
kebudayaan masyarakat faktor yang paling mempengaruhi adalah tersedianya
kebutuhan- kebutuhan, adanya keamanan, keselamatan, kemudahan dan kenyamanan.
2. Smart Governance
Smart Governance atau tata kelola pemerintahan yang cerdas yaitu paradigma
pemerintahan yang mengeluarkan kebijakan yang mengindahkan prinsip- prinsip
supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi,
profesionalitas, dan akuntabilitas serta efektifitas dan efesiensi kebijakan.
3. Smart Economy
Smart Economy atau Ekonomi cerdas yaitu tingginya tingkat perekonomian dan
kesejahteraan finansial masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan
pendapatan perkapita yang tinggi

4
4. Smart Mobility
Smart Mobility atau Mobilitas cerdas, yaitu sistem pergerakan yang
memungkinkan terjadinya pemenuhan kebutuhan dengan pergerakan seminim mungkin
dan secepat mungkin
5. Smart Environment
Smart Environment atau Lingkungan cerdas, yaitu lingkungan yang memberikan
kenyamanan dimasa kini dan masa mendatang dengan kata lain keberlanjutan lingkungan
baik keadaan fisik maupun non fisik.
6. Smart People
Smart People atau Masyarakat cerdas, yaitu modal manusia yang baik secara
formal maupun non formal dan terwujud dalam individu atau komunitas- komunitas yang
kreatif. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan pengembangan SDM yang
paham akan teknologi. Pengembangan karakter sosial budaya masyarakat yang sejalan
dengan timgkat pendidikan masyarakat

b. Dimensi Smart City Menurut Kemkominfo


Menurut Kominfo dalam Susanto (2019), Direktor Aplikasi Informatika Kementerian
Komunikasi dan Informatika memaparkan model smart city dengan mecakup 6 dimensi yaitu;
Smart Governance, Smart Branding, Smart Economy, Smart Living, Smart Society, dan Smart
Enviornment.

Gambar 2. Dimensi Smart City (Kominfo)


1. Smart Governance
Smart Governance atau tata kelola pemerintahan kota yang pintar adalah konsep
bagaimana mengelola manajemen dan tata kelola pemerintahan dan layanan publik
secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif, komunikatif, dan terus melakukan
peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi yang terpadu. Dalam

5
implementasi dari konsep smart Governance diukur dalam 3 sub-dimensi, yaitu: 1)
Layanan Publik (Service), 2) Birokrasi (Bureaucracy), dan 3) Kebijakan Publik (Policy).
2. Smart Branding
Smart Branding atau branding daerah yang pintar adalah praktik inovatif dan
kreatif pemerintah daerah dalam memanfaatkan teknologi terkini untuk membangun
positioning dan nilai jual daerah, sehingga mampu meningkatkan daya saing daerah
dalam menarik partisipasi masyarakat dan investasi bisnis/investor dari dalam maupun
luar daerah guna mendorong aktivitas perekonomian dan pengembangan kehidupan
sosial dan budaya lokal yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Misalnya pariwisata daerah, bisnis daerah dan ikon kota
3. Smart Economy
Smart Economy atau tata kelola perekonomian yang pintar adalah kemampuan
mewujudkan ekosistem perekonomian daerah yang mendukung sektor ekonomi
unggulan daerah dan memenuhi tuntutan era informasi yang adaptif terhadap perubahan
cepat, global scope, kolaborasi/sharing economy, terintegrasi, inovasi, dan personal
customization.
4. Smart Living
Smart Living adalah kemampuan dalam menciptakan lingkungan tempat tinggal
yang layak, nyaman, dan efisien. Dalam konsep smart living berfokus pada tata ruang
wilayah, sarana prasarana kesehatan, sarana prasarana transportasi manusia dan barang.
5. Smart Society
Smart Society atau masyarakat yang cerdas adalah kemampuan pemerintah
daerah dalam mewujudkan ekosistem sosio-teknis masyarakat yang humanis, produktif,
dinamis, komunikatif, dan interaktif dengan digital literacy tinggi. Dimana dalam
penerapan konsep smart society di ukur dalam beberapa dimensi yaitu, interaksi
masyarakat, ekosistem belajar, dan keamanan masyarakat.
6. Smart Environment
Merupakan kemampuan pemerintah dalam mewujudkan tata kelolah lingkungan
yang, bertanggung-jawab, dan berkelanjutan. Konsep smart Environment diukur dalam
beberapa sub dimensi yaitu : Proteksi lingkungan (Protection), pengelolaan Sampah dan
Limbah (Waste), dan pengelolaan Energi (Energy).
2.3 Smart Governance
A. Pengertian Smart Governance
Smart Governance atau tata kelola pemerintahan kota yang pintar adalah konsep
sekaligus praktik bagaimana mengelola manajemen dan tata pamong/kelola pemerintahan dan
layanan publik secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif, komunikatif, dan terus melakukan
peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi yang terpadu. Salah satu
ciri Smart Governance adalah pola, budaya, dan proses bisnis birokrasi internal pemerintah
dan layanan publik yang menjadi lebih ringkas, cepat, mudah, responsif dan komunikatif, serta
efisien waktu, biaya, dan usaha. Smart Governance direkomendasikan menjadi basis bagi
keberhasilan pembangunan dimensi-dimensi Smart City lainnya. Konsep Smart Governance
harus diterapkan sekaligus diukur dalam 3 sub-dimensi, yakni: Layanan publik (Service),
Birokrasi (Bureaucracy), dan Kebijakan publik (Policy).
Menurut Scytl dalam Annisah (2017) perencanaan Smart Governance merupakan
ujung tombak perencanaan Smart City, karena Smart City dimulai dengan adanya smart

6
governance. Tanpa adanya smart governance mustahil untuk mewujudkan Smart City,
sehingga perencanaan smart governance haruslah mengacu pada konsep Smart City dan konsep
perencaaan tata kelola yang banyak dikembangkan dengan cara menggunakan framework-
framework yang ada.

B. Indikator Smart Governance


Smart governance dapat diartikan sebagai tata kelola pemerintahan yang pintar, dimana
komponen tata kelola ini umumnya menyoroti peran dari pemerintah sebagai institusi yang
mengendalikan sendi-sendi kehidupan kota. Smart governance adalah salah satu dari dimensi
smart city yang mengutamakan dari sisi pengaturan pemerintahan. Smart Governance
direkomendasikan menjadi basis bagi keberhasilan pembangunan dimensi-dimensi smart city
lainnya. Sehingga smart governance berada di dalam dimensi smart city yang merupakan
gambaran dari tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan secara pintar, yaitu sebuah tata
kelola pemerintahan yang mampu mengubah pola-pola tradisional dalam birokrasi menjadi
sebuah proses yang lebih cepat, efektif, efisien, komunikatif.
Sasaran dari smart governance adalah untuk penguatan tata kelola pemerintahan
dengan berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang ekfektif, efisien, komunikatif, dan terus melakukan peningkatan kinerja
birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang terpadu.
Tentu saja dalam melakukan perubahan pola-pola tradisional dalam tata kelola pemerintahan
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dengan mengadopsi teknologi yang akan
memberikan percepatan terhadap perubahan tersebut.

Gambar 3. The Smart City Wheel (Boyd Cohen, 2013a)

7
Menurut Cohen (2013a) dalam konsepnya The Smart City Wheel (Roda Kota Cerdas)
bahwa dimensi smart governance memiliki tiga indikator, yaitu:
1) Enabling supply & demand side policy
Enabling supply and demand side policy yang dimaksudkan adalah
memungkinkan adanya kebijakan sisi penawaran dan permintaan dalam tata kelola
pemerintahan. Kebijakan ini merupakan sebuah konsep yang diadopsi dari teori
ekonomi. Secara teori, permintaan (demand) dapat diartikan sebagai kuantitas suatu
barang atau jasa tertentu dimana seorang konsumen ingin dan mampu membelinya pada
berbagai tingkat harga, dengan asumsi faktor lain tetap. Sedangkan penawaran (supply)
adalah berbagai kuantitas suatu barang atau jasa tertentu di mana seorang penjual
bersedia menawarkan barang atau jasanya pada berbagai tingkat harga. (Akhmad, 2014).
Namun sebenarnya kebijakan penawaran dan permintaan ini tidak hanya pada
konteks bidang ekonomi saja, dapat juga diterapkan pada konteks lain misalnya dalam
pelayanan publik. Contoh dalam hal pelayanan transportasi publik, dari sisi permintaan
masyarakat sebagai objek pelayanan publik menginginkan sebuah pelayanan transportasi
publik dan dari pemerintah sebagai sisi penawaran yang memberikan/memenuhi
pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Dimana sisi penawaran dan permintaan tersebut
harus seimbang.
2) Transparancy & open data
Transparansi dalam konteks pemerintahan merupakan prinsip untuk membuka
diri terhadap hak masyarakat agar dapat memperoleh suatu informasi yang benar, jujur,
dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dan meperhatikan perlindungan
baik terhadap hak asasi pribadi, golongan, maupun rahasia negara. Transparansi
dibangun atas dasar demokrasi yang memberikan kebebasan untuk memperoleh
informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. (Wahyuni, 2015)
Menurut Lalo Kirana dalam Wahyuni (2015) menyebutkan keterbukaan atas
informasi yang ada mencakup:
a) Menjelskan keputusan administratif
b) Memberikan fakta
c) Menganalisis keputusan kebijakan
d) Membuka informasi yang berhubungan dengan publik
e) Menyediakan prosedur untuk mengeluh dan mengadu.
Transparansi juga berkaitan dengan open data, karena pada umumnya kebijakan
ini diwujudkan dengan mempublikasikan data sektor publik menjadi mudah diakses dan
diunduh serta digunakan kembali oleh masyarakat umum melalui portal web institusi
pemerintah. Open data memberikan pilihan kepada publik tentang berbagai sektor yang
ditawarkan oleh sebuah institusi pemerintah. Kebijakan dapat menghasilkan suatu
terobosan baru yang bertujuan untuk mengundang elemen masyarakat agar berkenan
untuk berpartisipasi dan mengajak berkolaborasi memecahkan berbagai masalah demi
terwujudnya pemerintahan yang transparan dan partisipatif.
Menurut Chand (2013), open data didasarkan pada dua hal, yaitu pertama
berkaitan dengan etos demokrasi dan kebebasan informasi. Dimana keterbukaan
berfungsi sebagai dasar bagi pemerintah untuk menjadi lebih terbuka dan transparan

8
kepada publik. Kedua, berkaitan dengan ekonomi, dengan dibukanya data akan tercipta
peluang untuk membuat produk dan jasa layanan baru. Keterbukaan data juga akan
mempercepat proses analisis bisnis, karena tidak perlu lagi untuk melalui proses yang
panjang dan rumit dalam memperoleh data. Selain itu keterbukaan data juga dapat
meningkatkan efisiensi negara karena masyarakat dapat aktif mengawasi
ketidakefisienan dalam kebijakannya, misalnya pada APBN atau APBD. Dengan
transparansi dan kebijakan open data yang semakian meluas, tentunya akan meningkat
pula kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
3) Information & Communication Technology (ICT) & e-Government
Tidak dapat dipungkiri, bahwa pertumbuhan infrastruktur Information &
Communication Technology atau Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) di suatu negara
berpengaruh secara signifikan terhadap berbagai penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan di segala bidang termasuk diantaranya bidang pelayanan publik maupun
bidang kebijakan publik. Kehadirannya memang dimaksudkan untuk mempercepat
terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersifat akuntabel, transparan, responsif,
partisipatif, setara dan inklusif, serta efektif dan efisien.
Pemanfaatan dari teknologi informasi dan komunikasi dalam suatu organisasi
sebagian besar bertujuan untuk dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja individual
anggota organisasi dan institusinya. Dimana teknologi informasi dapat mempengaruhi
kinerja dan produktivitas suatu organisasi. Teknologi memungkinkan untuk menciptakan
urban mobility yang lebih efisien, berkelanjutan untuk lingkungan, modal bisnis yang
ramah dan menarik, integrasi sosial, serta dapat memberikan akses menyeluruh terhadap
segala aspek yang berkaitan dengan tata kelola pemerintahan seperti budaya, ekonomi,
pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
sangat membantu dalam suksesnya pelaksanaan e-government.
E-government menjadi syarat penting terciptanya smart governance. Mengingat
pengembangan e-government merupakan sebuah proses transformasi dari manual ke
elektronik, maka dibutuhkan upaya-upaya sistematis yang menyangkut subyek, obyek
dan metode yang terkait dengan proses transformasi tersebut. Proses transformasi ini
mengacu pada tiga hal, yaitu perundang-undangan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi, kondisi saat ini dan pengaruh lingkungan yang bersumber pada tuntutan
layanan publik serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. (Pemerintah Kota
Bogor & Balai IPTEKnet Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2013).
E-government ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, namun pada
prinsipnya harus bersifat: (Pemerintah Kota Bogor & Balai IPTEKnet Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi, 2013).
1) Terbuka & transparan
Dengan membuka akses informasi dan interaksi pada semua stakeholder yang
berperan pada pemerintahan dan pengambilan kebijakan. Infrastruktur jaringan
komunikasi, internet, dan media website jika e-gov menggunakan pilihan ini maka
mendukung terciptanya interaksi terbuka dan transparan pada stakeholder setempat.
Komunikasi tersebut memungkinkan masukkan dari publik dapat ditampung dan
ditindaklanjuti untuk mendapatkan solusi untuk pembangunan kota.

9
2) Efisien & efektif
Dengan mengembangkan sistem informasi administrasi yang lebih mudah,
murah, cepat dan akurat tanpa menghilangan aspek legalitas administratifnya. Pada
saat tertentu akan tercapai kepercayaan publik pada pelayanan administrasi
pemerintah yang bersih dan akurat.
3) Jaringan Kerja
Memudahkan pertukaran data dan pengolahan informasi yang terdistribusi pada
bagian-bagian dalam pemerintahan. Dengan cara ini dimungkinkan secara mudah dan
cepat mendapatkan data dan informasi sesuai kebutuhan sehingga waktu dan hasil
yang diperoleh menjadi lebih cepat dilakukan dengan jaringan kerja.
4) Integritas
Memelihara integritas sistem dan data yang ada dalam administrasi
pemerintahan. Keterpaduan sistem menjadi tuntutan untuk memperoleh informasi
yang akurat dalam mengambil kebijakan dan menyikapi situasi dan kondisi
wilayahnya.

Gambar 2. Citiasia Center for Smart Nation (Kominfo, 2017)

Sedangkan menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia


(Kemkominfo), Smart governance harus dapat dimplementasikan ke dalam tiga unsur dalam
tata kelola, yaitu service (pelayanan), bureaucracy (birokrasi), dan policy (kebijakan). Inisiatif
pembangunan Smart Governance diantaranya dapat dilakukan pada beberapa indikator sebagai
berikut: (Kominfo, 2017)
1. Public Service (Layanan Publik)
Dalam konteks pelayanan publik, upaya yang dapat dilakukan untuk
pembangunan konsep smart governance dengan melalui pemanfaatan teknologi terkini,
dengan cara inovatif dan kreatif, pemerintah mampu untuk menyediakan:
a) Pelayanan administrasi kepada masyarakat secara lebih baik, cepat, ekonomis, praktis
dalam waktu dan usaha, dan transparan. meliputi pelayanan administrasi
kewarganegaraan, status ijin usaha, sertifikat tanah, NPWP, IMB, dan lain-lain yang

10
berkaitan dengan administrasi. Contoh sistem Smart Governance guna mendukung
layanan administrasi ini adalah: Surabaya Single Window (SSW), eSuket (aplikasi
berbagai surat keterangan di kelurahan).
b) Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan bahan pokok
untuk masyarakat masyarakat (sembako, air bersih, dan lain-lain). Contoh sistem
Smart Governance guna mendukung penyediaan dan monitoring kebutuhan bahan
pokok ini adalah: aplikasi Simbak (Sistem monitoring harga Sembako) dan Smart
Water Suppy System (di bahas lebih detail di buku ini di Bagian Dimensi I Smart
Governance)
c) Penyediaan sarana prasarana dan monitoring penyediaan kebutuhan jasa pokok untuk
masyarakat masyarakat (listrik, telepon, internet dan lain-lain).
2. Bureaucacy (Birokrasi)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini serta dengan cara inovatif dan kreatif,
pemerintah mampu untuk membangun sistem birokrasi yang efisien, efektif, adil,
transparan, akuntabel, dan bebas korupsi. Contoh implementasi Smart Governance untuk
peningkatan kualitas birokrasi, yakni melalui sistem program e-planning, e-budgeting, e-
monev dan lain-lain. Pengembangan aplikasi e-gov harus diarahkan menuju integrated
& inter-operability e-gov atau yang saling terintegrasi antar satu aplikasi dengan aplikasi
lainnya serta lintas OPD sehingga tercipta Smart e-Gov.
3. Public Policy (Kebijakan Publik)
Dengan memanfaatkan teknologi terkini, dengan cara inovatif dan kreatif,
pemerintah daerah mampu membangun budaya dan praktik citizen-centered policy yakni
setiap kebijakan diambil dengan secara aktif bekomunikasi dan mengakomodasi
pendapat/masukan dari masyarakat, berorientasi pada pemenuhan kepentingan
masyarakat, dan memberi akses luas terhadap dokumen-dokumen kebijakan publik
pemerintah. Contoh implementasi Smart Governance untuk peningkatan kebijakan
publik, diantaranya: emusrenbang, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH),
Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (disingkat LAPOR!), dan lain-lain.
Dari indikator smart governance tersebut dapat digambarkan bahwa peran pemerintah
lebih ditekankan dalam perwujudan smart governance. Maka demikian bagaimana upaya yang
dapat dilakukan sebagai pemerintah untuk dapat mewujudkan smart governance, dengan
malalui: (Fansyori, TT)
1) Keterbukaan informasi publik
Pemerintah merupakan pelayanan masyarakat yang bertanggung jawab kepada
masyarakat. Oleh karena itu sudah seharusnya informasi terkait rencana pembangunan
dipublikasikan secara luas melalui berbagai media informasi. Masukan masyarakat
sangat penting karena objek pembangunan adalah masyarakat dalam arti lebih luas, yang
didalamnya termasuk pihak swasta, masyarakat dan pemerintah itu sendiri.
2) Memaksimalkan sumber daya yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya
Pemerintah yang cerdas adalah pemerintah dapat memaksimalkan potensi sumber
daya yang dimiliki dan meminimalisir kendala yang dihadapi. Sumber daya alam seperti
pertambangan, kehutanan dan pertanian sangat jarang dimiliki oleh sebuah kota. Potensi
terbesar yang dimiliki kota adalah potensi sumber daya manusia dan letak geografis yang
relatif strategis. Pengelolaan potensi tersebut akan lebih tinggi nilainya jika dikelola

11
secara tepat. Menjalin hubungan yang sinergis dengan kawasan hinterland sangat
mendukung penyediaan kebutuhan kota.
3) Smart Culture
Mempertahankan dan melestarikan kebudayaan lokal adalah sebuah langkah
cerdas pemerintah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang cerdas. Kehilangan
identitas kota merupakan kemunduran besar bagi sebuah peradaban.
4) Dapat mengeluarkan pendapat, ide dan keinginan secara langsung
Pemerintah menyediakan sarana bagi masyarakat untuk memberikan ide,
gagasan, saran, kritik dan keinginannya secara langsung. Sistem online melalui smart
phone dinilai sangat efektif. Dalam waktu singkat, pemerintah memberi respon dan solusi
yang tepat terkait pengaduan yang disampaikan. Sehingga dirasakan tidak ada jarak
antara pemerintah dan masyarakat, dengan begitu akan menimbulkan rasa aman dan
nyaman sebagai bagian dari sebuah kota modern.
5) Memberikan jaminan pekerjaan bagi warganya
Pemerintah yang cerdas adalah pemerintah yang dapat menciptakan peluang
pekerjaan yang lebih besar dari pada pencari pekerjaan. Sekolah-sekolah tidak hanya
bertanggung jawab melahirkan lulusan baru, tetapi juga membantu pemerintah dalam
penyaluran pekerjaan. Jaminan pekerjaan yang layak menjadi mimpi setiap orang tua.
Sehingga pendidikan tetap menjadi investasi yang paling berharga bagi orang tua peserta
didik itu sendiri.
6) Menyediakan sistem transportasi yang handal dan murah
Penyediaan transportasi masal yang handal dan terjangkau merupakan mimpi dari
semua lapisan masyarakat. Dampak positif jika pemerintah dapat menyediakan
transportasi yang handal adalah; mengurangi kepadatan lalu lintas.
2.3 Implementasi Smart Governance di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Smart Governance merupakan salah satu indikator utama bagi terwujudnya smart city
dimana mengharuskan adanya beberapa aspek penting dalam pemerintahan. Tiga aspek utama
dalam Smart Governance antara lain penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
dalam pemerintahan, mewujudkan transparansi dan keterbukaan data, serta merumuskan
kebijakan sesuai dengan kebutuhan warga. Data yang telah dikutip dari Jakarta Smart City
(2017) bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun beberapa sistem sebagai
upaya untuk pencapaian aspek-aspek Smart Governance tersebut, diantaranya adalah:
a. E-musrenbang dan E-budgeting
E-musrenbang digunakan untuk pengajuan usulan warga yang akan ditampung di
kelurahan, kecamatan, dan kota/kabupaten. Produknya adalah rumusan Rencana
Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). Sedangkan e-budgeting digunakan untuk menginput rencana kerja
Kelurahan, Kecamatan, dan Kota/ Kabupaten. Hasilnya berupa Anggaran Pendapatan,
dan Belanja Daerah (APBD) yang datanya dapat diakses melalui apbd.jakarta.go.id.
Sistem e-musrenbang dan e-budgeting berguna untuk memastikan dana yang
dianggarkan dalam setiap program-program pemerintah sesuai dengan kebutuhan warga.
Selain itu, pada tahun pertama penerapannya yaitu pada 2015, sistem tersebut berhasil
mengamankan 5,3 triliun rupiah dari penyalahgunaan anggaran.

12
b. Open Data
Situs data.jakarta.go.id yang telah diluncurkan sejak 30 Juni 2015 ini hingga kini
berguna sebagai portal penyedia informasi baik bagi warga maupun bagi pemangku
kepentingan (stakeholder). Sesuai dengan Pergub Nomor 181 tahun 2014 tentang Sistem
dan Prosedur Pengelolaan Data dan Informasi, semua Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) diwajibkan menyediakan data-data secara berkala. Data tersebut akan
diverifikasi terlebih dahulu oleh tim verifikasi dan validasi sebelum masuk ke sistem.
Hingga kini, terdapat 1045 data set dengan 1863 file data yang bisa diakses melalui situs
tersebut.
c. Application Program Interface (API)
Untuk mendukung kolaborasi warga melalui pemanfaatan teknologi, Pemprov DKI
Jakarta menyediakan Application Programming Interface (API) melalui api.jakarta.go.id.
API memuat sekumpulan perintah, fungsi, serta protokol yang dapat digunakan untuk
membangun perangkat lunak untuk aplikasi tertentu. Dengan adanya situs penyedia API
tersebut, maka semakin luas kesempatan bagi semua orang untuk berinovasi, terutama
dalam bidang pengembangan aplikasi atau perangkat lunak.
d. Portal Pemprov DKI Jakarta
Pemprov DKI Jakarta memiliki portal penyedia informasi lengkap tentang
pemerintahan maupun informasi umum tentang Jakarta yang tersedia di situs
jakarta.go.id. Halaman situs tersebut memiliki menu-menu utama seperti tautan layanan
perizinan, pengaduan masyarakat, aplikasi informasi publik, Berita Jakarta, informasi
pajak dan retribusi, statistik Jakarta, juga tautan menuju situs Jakarta Smart City.
e. Big Data
Berbagai data yang tersedia dalam pemerintahan, termasuk Pemprov DKI Jakarta
umumnya berjumlah sangat besar, rumit dan tak terstruktur sehingga sulit ditangani
menggunakan pemroses data tradisional. Oleh sebab itu, Pemprov DKI Jakarta
memanfaatkan teknologi big data untuk mendapatkan hasil analisis data lebih cepat
sehingga diperoleh informasi yang akurat untuk membantu pengambilan keputusan.
f. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Pemprov DKI Jakarta memiliki layanan perizinan dan non perizinan yang cepat
dan tidak berbelit yaitu PTSP. Badan ini berada di bawah Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Selain memangkas alur perizinan yang berbelit, PTSP
juga berinovasi dengan menyediakan layanan pesan antar bernama AJIB (Antar Jemput
Izin Bermotor). Selain menjemput dan mengantarkan dokumen perizinan dengan armada
motor, AJIB juga menyediakan mobil yang membuka layanan mobile di lokasi-lokasi
tertentu seperti pusat industri, perkantoran, dan pusat-pusat keramaian.
g. Citizen Relation Management (CRM)
Sebagai penyempurnaan dari aplikasi CROP (Cepat Respon Opini Publik),
Pemprov DKI Jakarta mengembangkan aplikasi Citizen Relation Management (CRM).
CRM digunakan aparatur pemerintahan di lingkungan Provinsi DKI Jakarta untuk
menampung dan menindaklanjuti laporan warga. Aplikasi tersebut juga dimanfaatkan
untuk mempermudah koordinasi antar dinas dan kelurahan agar mempercepat
penanganan masalah berdasarkan laporan warga. Dibandingkan pendahulunya, CRM
memiliki fitur yang lebih lengkap sehingga mempermudah pemantauan laporan,

13
koordinasi antar pihak terkait lebih mudah, pembagian laporan lebih jelas, serta
perhitungan ranking dinas dan kelurahan yang lebih transparan.

2.4 Tantangan terhadap Pelaksanaan Smart Governance


Tentunya dalam pengimplementasian Smart Governcane masih terdapat permasalahan
yang sering terjadi, beberapa permaslahan yang muncul dalam implementasi smart governance
pada umunya antara lain: (Fansyori, TT)
1. Kurangnya komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan smart governance.
Hal ini menyebabkan kurang siap nya pemerintah untuk melewati masalah yang
kedepannya akan terjadi.
2. Pembiayaan
Dalam implementasi Smart governance dapat dipastikan pengeluaran dalam kota
akan meningkat hal ini menyebabkan hanya kota kota dengan pendapatan tinggi yang dapat
mewujudkan smart governance.
3. Keterbatasan SDM yang menguasai IT
Dalam melakukan pengelolaan sebuah aplikasi IT dibutuhkan keterampilan namun,
dengan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah sekarang hal itu sangat kurang disertai
dengan adanya beberapa orang di pemerintahan yang menolak penggunaan sistem baru
tersebut sehingga penerapannya akan terhambat. Dalam mengembangkan sistem ini
diperlukan banyak persiapan dan faktor sumber daya manusia menjadi salah satu faktor
utama jika sistem ini berhasil. Kesiapan dari segi manusia sangatlah dibutuhkan.
4. Infrastruktur
Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan keaadan alam yang sangat
berbeda. Infrastuktur untuk tiap tempat juga sangat berbeda sehingga jika ingin dilakukan
sebuah penerapan sistem secara terpusat dan menyeluruh sangat susah seperti di Jakarta dan
Papua misalnya keadaan infrastruktur sangatlah berbeda sehingga banyaknya ketimpangan
antara daerah yang maju dan tertinggal. Ketimpangan ini menyebabkan kesulitan dalam
membuat sebuah sistem terpusat.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Smart Governance merupakan salah satu dari dimensi Smart City. Dimana dalam
kompleksitasnya sendiri smart governance sebagai dasar dari pemerintahan yang cerdas,
terbuka dan partisipatif. Di dalam konsep smart city setidaknya terdapat 6 dimensi yang
menjadi unsur pembangun dalam perwujudan smart city, yaitu Smart Governance, Smart
Economy, Smart Environment, Smart Living, Smart People, dan Smart Mobility. Smart
governance lebih berorientasi kepada bagaimana memanajemen dan tata kelola pemerintahan
dan layanan publik secara lebih cepat, efisien, efektif, responsif, komunikatif, dan terus
melakukan peningkatan kinerja birokrasi melalui inovasi dan adopsi teknologi yang terpadu.
Konsep-konsep dalam tersebut sebagai peran dalam berkembangnya smart city, yang
diharapakan dengan adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat sebagai peran
utama dalam smart governance. Dengan adanya TIK juga dapat mempermudah dalam
pelaksanaan pelayanan publik kepada masyarakat secara terintegrasi.
Dalam implementasinya smart governance terdapat nilai-nilai yang dapat mendukung
kualitas Layanan Publik (Services), Operasional Birokrasi (Bureaucracy), dan Kebijakan
Publik (Policy) menjadi lebih baik. Seperti halnya pada implementasi smart governance di
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berorientasi kepada pembangunan smart city.
Perwujudan tersebut dibangun dengan melaui beberapa program, misalnya E-musrenbang, E-
budgeting, Portal Pemprov DKI Jakarta, Application Program Interface (API). Namun
demikian dalam pelaksanaan smart governance diberbagai daerah masih terdapat
permasalahan yang menjadikannya sebagai tantangan dalam pelaksanaan smart governance di
Indonesia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad. (2014). Ekonomi Mikro–Teori dan Aplikasi di Dunia Usaha. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Annisah. (2017). Usulan Perencanaan Smart City : Smart Governance Pemerintah Daerah
Kabupaten Mukomuko. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi Volume:8 No.1
(Januari-September 2017) Hal 59-80.
Chan, Calvin. (2013). From Open Data to Open Innovation Strategies: Creating e-Services
Using Open Government Data. 46th Hawaii International Conference on System
Sciences. Hawaii.
Cohen, Boyd. (2013a). BOYD COHEN: THE SMART CITY WHEEL. [Diakses melalui
https://www.smart-circle.org/smartcity/blog/boyd-cohen-the-smart-city-wheel/ pada
20 November 2019].
----------. (2013b). What exactly a smart city?. [Diakses melalui
http://www.boydcohen.com/smartcities.html]
Fansyori, Anil. Tanpa Tahun. Kajian Kriteria Dan Indikator Penilaian Smart City Di
Indonesia. [Diakses melalui https://www.academia.edu/11622481/ pada 24 November
2019]
Gil-Garcia, J. R., Helbig, N., & Ojo, A. (2014) Being smart: Emerging technologies and
innovation in the public sector. Government Information Quarterly.
Jakarta Smart City. (2017) Sistem Pendukung Indikator Smart Governance di Jakarta Smart
City. [Diakses melalui https://smartcity.jakarta.go.id/blog/233/sistem-pendukung-
indikator-smart-governance-di-jakarta-smart-city pada 24 November 2019]
Kominfo. (2017) BUKU PANDUAN PENYUSUNAN MASTERPLAN SMART CITY 2017
Gerakan Menuju 100 Smart City. Direktorat Jendral Aplikasi Informatika Kementrian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Kourtit, Karima & Nijkamp, Peter (2012) Smart cities in the innovation age. The European
Journal of Social Science Research, Vol.25, Juni 2012, 93-95. Routledge.
Kusdaryanto, Hari. (2018) INOVASI PELAYANAN MELALUI PENDEKATAN SMART CITY
"Pembelajaran dari Gerakan 100 Smart City". Citasia Center for Smart Nation.
Patel, P. R., & Padhya, H. J. (2014) Review paper for Smart City. International Journal of
Advance Research In Engineering, Science and Management IJARESM 1–6.
Pemerintah Kota Bogor & Balai IPTEKnet Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
(2013) Penerapan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Mendukung
Pengembangan E-Governance Pemerintah Kota Bogor 2014-2018. Kantor
Komunikasi dan Informatika Pemerintah Kota Bogor.

16
Scholl, H. J., & AlAwadhi, S. (2016) Creating Smart Governance: The key to radical ICT
overhaul at the City of Munich. Information Polity, 21-42.
Scholl, H. J., & Scholl, M. C. (2014) Smart governance: A roadmap for research and practice.
iConference 2014 Proceedings.
Susanto, Tony D. (2019) Smart City: Definisi, Model, & Dimensi. Dalam Tony D. Susanto,e.d.
SMART CITY Konsep, Model & Teknologi, hal 1-29. AISINDO.
Wahyuni, Sri. (2015) Implementasi Akuntabilitas Dan Transparansi Untuk Mewujudkan
Pemerintah Daerah Yang Bersih. e-Journal Katalogis, Volume 3 Nomor 11, Nopember
2015.

17

Anda mungkin juga menyukai