Anda di halaman 1dari 16

KETAHANAN PANGAN

PENGARUH IMPOR PANGAN TERHADAP KETERSEDIAAN


PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
DI INDONESIA

Dosen Pembimbing :
Winda Nurtiana, S.TP. M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 3 / 1C - S1 Akuntansi
Arief Rahmansyah (5552190082)
Fauzul Dwiki Nugraha (5552190099)
Kharima Ghaisani (5552190072)
Lindawati (5552190089)
Sabrina Suci S (5552190104)
Salsabilla Eka Putri (5552190085)

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan segala
rahmat-Nyalah akhirnya kami bisa menyusun Makalah Ketahanan Pangan dengan
judul ‘Pengaruh Impor Pangan Terhadap Ketersediaan Pangan Dalam Mewujudkan
Ketahanan Pangan Di Indonesia’ ini tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Winda Nurtiana S.TP,. M.Si selaku dosen ketahanan pangan
kami yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga kami mendapatkan
banyak tambahan pengetahuan khususnya dalam masalah pengaruh impor pangan
terhadap ketersediaan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.

Kami selaku penyusun berharap semoga makalah yang telah kami susun ini
bisa memberikan banyak manfaat serta menambah pengetahuan terutama dalam hal
impor pangan terhadap ketersediaan pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
membutuhkan perbaikan, sehingga kami sangat mengharapkan masukan serta kritikan
dari para pembaca.

Serang, 27 November 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 5
A. Pengertian Kegiatan Impor........................................................................................ 5
B. Kebijakan Impor di Indonesia ................................................................................... 7
C. Aspek Ketersediaan Pangan ...................................................................................... 9
D. Dampak yang Ditimbulkan dari Kebijakan Impor Pangan Terhadap Ketahanan
Pangan ............................................................................................................................. 11
BAB III.................................................................................................................................... 15
KESIMPULAN ................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Impor adalah arus masuk sejumlah barang dan jasa ke pasar sebuah negara, baik
untuk keperluan konsumsi atau sebagai barang modal maupun untuk bahan baku
produksi dalam negeri. Negara importee biasanya melakukan kegiatan impor dengan
tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri, menambah pendapatan negara
karena adanya devisa dari pajak barang impor. Selain itu impor juga dimaksudkan
untuk mendorong berkembangnya kegiatan industry dalam negeri. Kegiata impor
inilah yang nantinya membentuk dasar dari perdagangan internasional bersama dengan
kegiatan ekspor.

Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memang memiliki potensi yang luar
biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai
pasar dunia. Namun, meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan
di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan
produksi pangan terutama beras. Akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras
dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand.

B. Rumusan Masalah

1.1 Pengertian dan Kebijakan Impor Pangan


1.2 Aspek Ketahanan Pangan Apa yang Dapat Dipengaruhi Oleh Impor Pangan
1.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Kebijakan Impor Pangan Terhadap Ketahanan
Pangan

C. Tujuan Pembahasan

1.1 Mengetahui pengertian dan kebijakan impor pangan


1.2 Mengetahui aspek-aspek ketahanan pangan yang dapat dipengaruhi oleh impor
pangan
1.3 Mengetahui dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan impor pangan terhadap
ketahanan pangan.
1.4 Mengetahui pengaruh impor pangan terhadap ketahanan pangan

4
BAB II
PEMBAHASAN

Impor pangan berdasarkan Undang-Undang No.18 Tahun 2012 yaitu kegiatan


memasukkan pangan kedalam daerah pabean Negara Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, tempat-tempat tertentu di zona
ekonomi eksklusif, dan landas kontinen.

Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri
tidak mencukupi dan atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri, dan impor pangan
pokok hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan
pangan nasional tidak mencukupi. Dengan kata lain, impor pangan dapat dilakukan
apabila ketersediaan pangan dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.

Tanaman pangan memberikan rata-rata kontribusi impor tertinggi baik dari


volume maupun nilai. Apabila dilihat dari sisi volume impor, rat-rata kontribusi
masing-masing subsektor tahun 2011 hingga 2015 yaitu berturut-turut sebesar 71,1%
untuk tanaman pangan, 16,8% untuk perkebunan; 6,81% untuk hortikultura; dan 5,29%
untuk peternakan. Apabila dilihat dari sisi nilai impor, rata-rata kontribusi masing-
masing subsektor pada periode yang sama yaitu sebesar 44,5% untuk tanaman pangan;
27,8% untuk perkebunan; 18,3% untuk peternakan; dan 9,3% untuk hortikultura.

A. Pengertian Kegiatan Impor


Impor adalah arus masuk sejumlah barang dan jasa ke pasar sebuah negara, baik
untuk keperluan konsumsi atau sebagai barang modal maupun untuk bahan baku
produksi dalam negeri. Negara importeer biasanya melakukan kegiatan impor dengan
tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri, menambah pendapatan negara
karena adanya devisa dari pajak barang impor. Selain itu impor juga dimaksudkan
untuk mendorong berkembangnya kegiatan industry dalam negeri. Kegiata impor
inilah yang nantinya membentuk dasar dari perdagangan internasional bersama dengan
kegiatan ekspor.

Tujuan paling utama dari kegiatan impor adalah memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Aktivitas ekspor dan impor merupakan salah satu wujud dari inter-konektivitas
setiap negara. Tidak ada negara yang mampu hidup mandiri. Dalam memenuhi

5
kebutuhannya, setidaknya pasti terdapat satu hal yang membuat negara tersebut harus
membangun hubungan baik dengan negara lainnya. Salah satunya, dalam aktivitas
perekonomian ini.

Manfaat lain dari kegiatan impor itu sendiri adalah memungkinkan suatu negara
untuk memperoleh bahan baku, barang dan jasa suatu produk yang jumlahnya terbatas
di dalam negeri ataupun yang tidak bisa dihasilkan di dalam negeri. Hal ini secara tidak
langsung mendukung stabilitas negara.

Pembeli barang dan jasa ini disebut sebuah "importir" yang berbasis di negara
impor sedangkan penjual berbasis luar negeri disebut sebagai "eksportir". Dengan
demikian, impor merupakan setiap yang legal (misalnya komoditas ) atau layanan yang
dibawa dari satu negara ke negara lain dengan cara yang sah, biasanya untuk digunakan
dalam perdagangan . Impor yang legal dibawa dari negara lain untuk dijual. Impor
barang atau jasa yang disediakan untuk konsumen dalam negeri oleh perusahaan asing
produsen. Impor di negara penerima adalah ekspor ke negara pengirim.

Kegiatan pengiriman barang impor dengan skala besar memerlukan


pendampingan dari bea cukai. Biasanya, pemerintah akan menaikan tarif pajak
terhadap produk impor kepada para importer. Hal ini menyebabkan barang impor
memiliki harga yang lebih mahal karena di dalam harga tersebut telah dikenai pajak
yang selanjutnya ditanggung oleh para konsumennya. Nah, maka dari itu jangan heran
apabila barang impor cenderung lebih mahal apabila dibandingkan dengan harga
produk lokal.

Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memang memiliki potensi yang luar
biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai
pasar dunia. Namun, meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan
di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan
produksi pangan terutama beras. Akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras
dari Negara penghasil pangan lain.

6
Berikut data impor beras 5 tahun terakhir berdasarkan negara asal.
Negara 2014 2015 2016 2017 2018
Asal
Berat bersih : ton
Vietnam 306.418,1 509.374,2 557.890,0 16.599,9 767.180,9
Thailand 366.203,5 126.745,7 535.577,0 108.944,8 795.600,1
Tiongkok 1.416,7 479,9 134.832,5 2.419,0 227,7
India 90.653,8 34.167,5 36.142,0 32.209,7 337.999,0
Pakistan 61.715,0 180.099,5 1.271,9 87.500,0 310.990,1
Amerika 1.078,6 0,0 0,1 0,0 0,0
Serikat
Taiwan 840,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Lainnya 15.838,0 10.374,2 17.465,1 57.601,3 41.286,7
Jumlah 844.163,7 861.601,0 1.283.178,5 305.274,6 2.253.824,5

Catatan: Berdasarkan Keppres No.12/2014 tentang penggunaan kata Tiongkok untuk menggantikan kata Cina
Sejak Tahun 2008 Termasuk Kawasan Berikat
Diolah dari dokumen kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB)
Data dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia

B. Kebijakan Impor di Indonesia


Pemerintah sebagai regulator yang mengontrol segala kegiatan yang berlangsung
di negara Indonesia termasuk kegiatan perdagangan internasional. Pemerintah telah
menentukan beberapa kebijakan berkaitan dengankegiatan impor, diantaranya :

1. Tarif
Penetapam tarif bea masuk impor didasarkan pada Undang-Undang
10/1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
17/2006. Selanjutnya, pelaksanaan pemungutan atau penetapan tarif bea masuk
diatur oleh Menteri melaluipenerbitan Peraturan Menteri Keuangan. Pengaturan
secara teknis dan operasional.

Tarif adalah sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor.
Tarif spesifik (Specific Tariffs) dikenakan sebagai beban tetap atas unit barang
yang diimpor. Misalnya $6 untuk setiap barel minyak). Tarifold Valorem (od
Valorem Tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu
dari nilai barang-barang yang diimpor (Misalnya, tariff 25 persen atas mobil yang

7
diimpor). Dalam kedua kasus dampak tarif akan meningkatkan biaya pengiriman
barang ke suatu negara.

Salah satu sumber penerimaan Negara berasal dari sektor perpajakan. Pajak
berfungsi sebagai: 1) Sumber penerimaan negara fungsi budget, yaitu sumber dana
untuk membiayai berbagai pengeluaran negara; dan 2) Alat pengaturan
(regulerend), yaitu alat untuk melakukan pengawasan atau melaksanakan
kebijakan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi (Sondakh; 2019: 419-426).
Dengan sistem perpajakan, pemerintah dapat mendorong atau mengurangi barang-
barang produksi tertentu. Selain itu, mekanisme perpajakan juga dapat diterapkan
untuk mendorong atau mengurangi barang-barang konsumsi tertentu (Fuad, dkk;
2004: h.125).

Salah satu sumber penerimaan perpajakan dalam APBN berasal dari bea
Masuk (Asmorowati; 2019: 521-530). Undang-Undang 17/2006 mendefinisikan
bea masuk sebagai pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang yang
diimpor. Timbulnya kewajiban pembayaran bea masuk ketika barang impor
masuk ke dalam daerah pabean seluruh wilayah Republik Indonesia.

Pengenaan tarif impor atau Bea Masuk umumnya digunakan Pemerintah


sebagai proteksi atas sektor/bidang ekonomi tertentu sesuai dengan potensi
ekonomi nasional yang akan dikembangkan (Fuad, dkk; 2004: 99). Di samping
berfungsi untuk mengatur (fungsi regulend), tarif bea masuk bertujuan sebagai
salah satu sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) dan fungsi pemerataan
(pemerataan distribusi pendapatan nasional) (Hardono, dkk; 2004: 75-88).

2. Pembatasan Impor
Pembatasan impor (Import Quota) merupakan pembatasan langsung atas
jumlah barang yang boleh diimpor. Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan
memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan.
Misalnya, Amerika Serikat membatasi impor keju. Hanya perusahaan-perusahaan
dagang tertentu yang diizinkan mengimpor keju, masing-masing yang diberikan
jatah untuk mengimpor sejumlah tertentu setiap tahun, tak boleh melebihi jumlah
maksimal yang telah ditetapkan. Besarnya kuota untuk setiap perusahaan
didasarkan pada jumlah keju yang diimpor tahun-tahun sebelumnya.

Pembatasan impor beras oleh pemerintah dengan cara peningkatan bea


masuk beras meningkatkan harga beras impor. Peningkatan harga tersebut
menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi beras domestik yang

8
harganya relatif lebih murah dan permintaan beras impor beras menurun.
Banyaknya permintaan konsumsi beras ini mendorong produsen untuk
meningkatkan produksi beras. Keputusan Pemerintah untuk meningkatkan Bea
masuk beras mampu meningkatkan surplus produsen yang nantinya memberikan
insentif bagi petani untuk meningkatkan produksinya dan kesejahteraan produsen
semakin meningkat (Widyawati, dkk; 2019: 125-134)

3. Pengendalian Pemerintah
Pembelian-pembelian oleh pemerintah atau perusahaan-perusahaan yang
diatur secara ketat dapat diarahkan pada barang-barang yang diproduksi di dalam
negeri meskipun barang-barang tersebut lebih mahal daripada yang diimpor.
Contoh yang klasik adalah industri telekomunikasi Eropa. Negara-negara
mensyaratkan eropa pada dasarnya bebas berdagang satu sama lain. Namun
pembeli-pembeli utama dari peralatan telekomunikasi adalah perusahaan-
perusahaan telepon dan di Eropa perusahaan-perusahaan ini hingga kini dimiliki
pemerintah, pemasok domestic meskipun jika para pemasok tersebut mengenakan
harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemasok-pemasok lain. Akibatnya
adalah hanya sedikit perdagangan peralatan komunikasi di Eropa.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dari dulu hingga
sekarang masih terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagai petani
atau bercocok tanam. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan
kemampuan seseorang untuk mengaksesnya.

C. Aspek Ketersediaan Pangan


Ketersediaan pangan menunjukkan kondisi dimana keberadaan pangan secara
fisik, baik pangan yang dihasilkan dalam negeri, pangan yang disediakan untuk
menghadapi kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi pangan masyarakat dan
kegiatan impor pangan.

Ketersediaan pangan memiliki dua sisi, yaitu: sisi pasokan pangan dan sisi
kebutuhan pangan penduduk. Pada sisi pasokan, ketersediaan pangan terkait dengan
kapasitas produksi dan perdagangan (impor/ekspor) pangan. Tergantung pada
kapasitas produksi yang dimilikinya, sumber pasokan pangan suatu negara dapat
bersumber dari roduksi domestik, impor atau kombinasi produksi domestik dan impor.
Kapasitas produksi pangan merupakan fungsi gabungan serangkaian faktor, meliputi:
luas lahan, agroklimat, infrastruktur, dan teknologi.

9
Semakin besar kapasitas produksi pangan yang dimiliki semakin kecil
ketergantungannya pada sumber impor atau bahkan tidak bergantung sama sekali
(Swasembada). Kondisi ideal terjadi pada negara yang memiliki kapasitas produksi
yang memadai kebutuhan seluruh penduduknya dan juga memiliki ketahanan pangan
yang mantap, seperti di Amerika Serikat, Australia dan Brunei. Namun, tidaklah berarti
bahwa sebuah negara dengan kapasitas produksi pangan cukup akan otomatis juga
memiliki ketahanan pangan yang mantap, seperti di Indonesia, Philipina dan Myanmar.
Ini dimungkinkan karena negara dimaksud masih memiliki kelemahan pada aspek-
aspek ketahanan pangan selain ketersediaan pangan.

Pada sisi kebutuhan pangan penduduk, ketersediaan pangan berhubungan


terutama dengan faktor jumlah penduduk dan pola konsumsi pangannya. Jumlah
penduduk dan pola konsumsinya menentukan jumlah dan kualitas pangan yang
dibutuhkan atau yang perlu disediakan. Pertumbuhan jumlah penduduk berarti jumlah
pangan yang harus disediakan semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan pangan
penduduk.

Sementara itu, dinamika faktor-faktor kapasitas produksi pangan menunjukan


kecenderungan yang terus menurun. Luas lahan cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Kondisi agroklimat cenderung berubah seiring dengan peningkatan degradasi
lahan dan peningkatan suhu global. Infrastruktur pendukung produksi pangan (jaringan
irigasi) juga menunjukan kecenderungan penurunan kualitas seiring dengan
meningkatnya alih fungsi lahan pertanian akibat urbanisasi, terutama di negara-negara
sedang berkembang. Perkembangan teknologi produksi pangan dinilai oleh banyak
kalangan belum mampu menghasilkan lonjakan produktivitas yang berarti
sebagaimana capaian teknologi dalam era revolusi hijau tahun 1970-an.

Masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah kelangkaan


beras. Pertumbuhan produksi pangan perkapita selalu meningkat per tahunnya. Krisis
pangan yang dihadapi bangsa Indonesia selama ini selalu diatasi dengan melaksanakan
kebijakan impor. Kebijakan impor sebagai suatu kebijakan jangka pendek tentunya
memiliki dampak terhadap bangsa Indonesia secara ekonomi maupun sosial. Diketahui
indonesia akan mengalami MEA (Masyarakatat Ekonomi Asean), maka dari itu
Indonesia harus segera memikirkan cara lain untuk tidak terus menerus berpegangan
pada impor.

Pemerintah berargumentasi bahwa impor pada saat ketersediaan beras benar-


benar menipis tetap harus dilakukan, karena konsumsi tidak dapat dihentikan atau
dialihkan. Apalagi momentumnya bertepatan menjelang Bulan Ramadhan. Kebijakan

10
impor dilakukan karena cadangan beras menipis. Fakta lainnya, kebijakan impor
diambil untuk menjaga stabilitas harga pangan, khususnya bahan pangan pokok seperti;
beras, gula, garam dan lain-lain.
(Enggartiasto Lukito 2018)

Kebijakan impor tetap dilakukan, dengan berbagai penolakan. Akan tetapi,


situasi mengharuskan impor dilakukan dengan beberapa alasan; pertama, kebijakan
impor diambil untuk menjaga stabilitas harga pangan, kedua, kebijakan menjaga
stabilitas harga pangan lebih diutamakan, dibanding rasionalisasi membeli harga
pangan petani yang hendak panen raya pada Februari Tahun 2018 lalu. Tidak ada
alasan pemerintah tidak membeli harga gabah petani.

D. Dampak yang Ditimbulkan dari Kebijakan Impor Pangan Terhadap Ketahanan


Pangan

Dampak – dampak positif yang dapat ditimbulkan adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan konsumen

Kesejahteraan masyarakat adalah kondisi dimana masyarakat dapat memenuhi


kebutuhan hidupnya, paling tidak kebutuhan pokok seperti; pangan, sandang, dan
papan, selebihnya pendidikan dan kesehatan. Jika standar hidup ini terpenuhi, maka
kondisi layak dan sejahtera sudah dapat diwujudkan. Dengan adanya impor barang-
barang konsumsi, masyarakat indonesia biasa menggunakan barang yang tidak
dapat dihasilkan didalam negeri, termasuk jenis pangan baru. .
2. Meningkatkan industri dalam negeri

Dengan adanya impor, negeri ini dapat mendapatkan kesempatan untuk


mengimpor barang-barang modal, baik yang berupa mesin industri maupun bahan
baku yang memungkinkan untuk mengembangkan suatu industri. Hal ini pun juga
berlaku di sektor pangan. Karena banyak jenis pangan yang harus diolah terlebih
dahulu. Dengan di impornya barang modal atau mesin-mesin industri ini
diharapkan dapat mempermudah proses pengolahan pangan.

11
3. Alih Teknologi

Dengan adanya impor memungkinkan terjadinya alih teknologi. Secara


bertahap negara kita mencoba mengembangkan teknologi modern untuk
mengurangi ketertinggalan kita dengan bangsa yang sudah maju.

4. Upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga

Upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan, terpaksa


ditempuh dengan jalur impor, juga terpaksa mengorbankan pilihan kebijakan lain.
Pilihan ini didasarkan pada kondisi ketersediaan beras dicadangan Bulog tidak
terpenuhi. Minimal 1 juta ton beras tersedia di Bulog. Sedangkan jalur yang paling
memungkinkan untuk menutup kekurangan itu adalah impor.

Pemerintah memegang kendali pada pasokan dan pengendalian harga. Jadi


mengatasi stok beras tidak dapat sepotong-sepotong. Harga gabah di petani tetap
dibeli untuk memenuhi pasokan. Namun petani juga ditekan untuk tidak menjual
gabah pada penimbun dan spekulan. Tidak boleh petani menjual harga gabahnya
secara murah kepada spekulan atau kartel.

Pada ahirnya, keputusan untuk impor semata-mata dijamin dengan


kepastian data, terutama data ketersediaan (stok) beras di Bulog. Jika bulog dapat
memastikan suplai beras dari petani, tentu Bulog tidak akan sungkon menyediakan
beras dari petani. Impor hanya persoalan prioritas, untuk menjamin pasokan (stok)
segera aman.

Jadi skala prioritas pada langkah pengambilan keputusan, tidak


memungkinkan lagi untuk diambil keputusan pada posisi belum pasti. Kondisi
beras menipis adalah fakta yang sedang terjadi. Sementara data panen pada posisi
tidak pasti, juga kemungkinan atas kondisi gagal panen. Sedangkan, impor juga
langkah yang jauh lebih pasti untuk mendapatkan beras dalam waktu yang sesuai,
untuk menstabilkan harga di pasar.( Ahmad Munir Chobirun, ; 2019)

12
Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan impor ini adalah :

1. Tidak tercapainya kedaulatan pangan

Impor beras secara tidak langsung menyudutkan posisi petani di tengah


gencarnya program pemerintah untuk meraih kembali swasembada pangan yang
pernah disandang Indonesia pada 1984. Impor beras membawa konsekuensi
terhadap turunnya harga gabah di tingkat petani, disinsentif bagi petani untuk
meningkatkan produktivitas padi, mengurangi cadangan devisa dan
ketergantungan terhadap pangan luar negeri.

Impor secara perlahan membuat pangan Indonesia sangat rentan pada faktor
ekternal atau dengan kata lain indonesia makin tidak berdaulat (Timy NN, 2019)

2. Menjadi salah satu penyebab defisit negara

Terlalu besarnya intensitas impor pangan terutama beras yang dilakukan


oleh Indonesia menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit negara. Hal ini
disebabkan oleh melemahnya perdagangan Indonesia di kancah internasional dan
kalah telak oleh negara lainnya yang menyebabkan pemasukan Indonesia dari
perdagangan internasional pun mengecil.

Bahkan perdagangan Indonesia mencapai rekor terburuk pada tahun 2018


karena neraca perdagangan mengalami defisit untuk pertama kalinya dalam 10
tahun terakhir yakni minus USD 439 juta.

Akibatnya neraca transaksi berjalan tahun 2018 defisit sangat besar yakni
mencapai USD 30 miliar. Padahal jaman dulu Indonesia mengalami surplus
perdagangan yang besar.

13
Berikut data yang menunjukan neraca perdagangan selama beberapa tahun terakhir:

3. Merugikan Petani

Dikarenakan menurunnya harga pangan terutama beras setelah


dilakukannya impor oleh pemerintah, maka akan sangat merugikan petani lokal
dengan memberikan ketentuan harga jual beras yang rendah. Hal ini akan jadi
semakin buruk jika Indonesia sudah sampai pada titik ketergantungan pada impor.
Petani lokal akan semakin terpuruk karena kalah saing di pasaran dengan beras
impor.

Selain itu, impor beras tidak hanya membawa konsekuensi terhadap


turunnya harga gabah di tingkat petani, namun juga disinsentif bagi petani untuk
meningkatkan produktivitas padi, mengurangi cadangan devisa, dan
ketergantungan Indonesia terhadap pangan luar negeri.

14
BAB III
KESIMPULAN

Impor adalah arus masuk sejumlah barang dan jasa ke pasar sebuah negara, baik
untuk keperluan konsumsi atau sebagai barang modal maupun untuk bahan baku
produksi dalam negeri. Impor pangan dalam keterkaitannya dengan ketahanan pangan
adalah dengan secara langsung menaikan tingkat ketersediaan yang menjadi salah satu
pilar dari ketahanan pangan.

Adapun dampak dari diberlakukannya impor ini sendiri memiliki dampak -


dampak tersendiri terhadap ketehanan pangan dan perekonomian Indonesia. Dampak
positif yang ditumbulkan adalah untuk menambah tingkat ketersediaan pangan lokal
yang makin berkurang, serta menekan nilai inflasi akibat dari kelangkaan pangan itu
sendiri. Serta dampak negatif dari impor pangan secara umum berdampak pada
ketahanan pangan yang terkait dengan perekonomian Indonesia. Diantaranya adalah
tidak tercapainya kedaulatan pangan yang dari dulu sudah di gaungkan. Serta dapat
merugikan petani lokal yang kalah saing dengan pangan impor. Dilihat dari sisi luar
(eksternal), impor pangan yang berlebih pun dapat menjadi salah satu penyebab utama
terjadinya defisit negara dalam neraca perdagangan internasional.

Dalam pelaksaannya, impor pun perlu diatur penggunaannya dengan


diterapkannya beberapa kebijakan-kebijakan yan berkaitan dengan impor. Diantaranya
yaitu kebijakan tarif, kuota impor, serta pengendalian dari pemerintah itu sendiri.
Kebijakan-kebijakan tersebut perlu diberlakukan untuk menekan dampak negatif dari
impor pangan itu sendiri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Muhammad Zaenal. 2015 “Dampak Kebijakan Impor Beras dan Ketahanan
Pangan Dalam Perspektif Kesejahteraan Sosial”. Kementerian Keuangan,
Gedung Notohamiprodjo lantai 8, Jl. Wahidin 1, Jakarta Pusat

Horridge Mark, Glyn Wittwer dan Kodrat Wibowo. 2006 “Dampak Dari Kebijakan
Impor Beras Nasional Terhadap Perekonomian Jawa Barat : Simulasi
Menggunakan Model CGE Indoterm” dalam Sosiohumaniora, Vol. 8, No. 3,
November 2006 : 224 – 239. Universitas Padjajaran, Jawa Barat

Yayusofiana. 2015 “Dampak Kebijakan Pemerintah Dalam Mengimpor Beras


Terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia”. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Yogyakarta

Hermawan, Sulhani. 2012 “Dampak Peraturan Tentang Impor Beras Terhadap


Kegagalan Ketahanan Pangan Dan Kemiskinan Petani di Indonesia” dalam
Dampak Peraturan Tentang Impor Beras Terhadap Kegagalan Ketahanan Pangan,
Vol. 42, No. 4, 2012 : 456 – 470. Surakarta

16

Anda mungkin juga menyukai