Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KETAHANAN DAN

KEAMANAN PANGAN
“Kenapa Indonesia Mengimpor Kedelai?”
Dosen : Iin Fatmawati, S.Gz, M.PH

Disusun oleh :
Annisa Intanadhia Saroba 1610714053
Omyning Pratiwi 1610714065
Syahya Padlatun Tayyibah 1610714075
Edwin Volado 1610714079
Afifah Azzahra 1610714085
Syifa Akbar Maulana 1610714088

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan


makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Salawat dan salam kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Ketahanan dan Keamanan Pangan bertemakan “Kenapa Bangsa Indonesia
Mengimpor Kedelai?” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dan membaca
makalah dari berbagai sumber. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Kenapa Bangsa Indonesia Mengimpor
Kedelai?” yang sangat penting untuk kita ketahui sebagai generasi penerus bangsa.
Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang
cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah
Ketahanan dan Keamanan Pangan yang telah membimbing kami agar dapat
mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
para pembaca. Kami mohon untuk kritik dan saran dari para pembaca.
Adapun dalam penyusunan makalah ini, jika ada kekurangannya kami
mohon maaf. Terima kasih.

Jakarta, 17 September 2017

Penyusun
Kelompok 1 (B)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
2.1 Pengertian Impor.................................................................................................... 6
2.2 Impor bahan pangan di Indonesia ........................................................................ 7
2.3 Kedelai ..................................................................................................................... 8
2.4 Manfaat Kedelai ..................................................................................................... 9
2.5 Produksi Kedelai di Indonesia............................................................................. 10
2.6 Alasan Kenapa Indonesia Masih Mengimpor Kedelai ...................................... 12
2.7 Solusi Untuk Menciptakan Keamanan Pangan ................................................. 15
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 17
3.2 Daftar Pustaka ...................................................................................................... 17

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu negara. Banyak
negara dengan sumber ekonomi yang cukup memadai tetapi mengalami kehancuran
kerena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Sejarah juga
menunjukkan bahwa strategi pangan banyak digunakan untuk menguasai
pertahanan negara. Dengan adanya ketergantungan pangan, suatu bangsa akan sulit
lepas dari negara lain. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian dalam
memenuhi kebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi profit
ekonomi saja, harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan
nasional yang harus dilindungi.
Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai kekayaan sumber daya
alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah di Indonesia yang
sangat subur. Dalam perdagangan bebas, khusunya dalam sektor pertanian,
globalisasi telah membuat pembangunan sektor pertanian menjadi terhambat.
Keadaan ini disebabkan oleh persaingan yang sangat ketat dari produk-produk
pertanian sejenis yang diimpor.
Salah satu produk pertanian yang memiliki persaingan ketat dengan produk
impor yaitu kedelai. Bahkan hingga saat ini, produk kedelai dalam negeri masih
kalah bersaing dengan produk kedelai impor. Impor kedelai Indonesia diperkirakan
akan semakin besar pada tahun-tahun mendatang, karena tidak adanya proteksi dari
pemerintah seperti dengan dipermudahnya tata niaga impor, berupa dihapuskannya
monopoli Bulog sebagai importir tunggal serta dibebaskannya bea masuk dan pajak
pertambahan nilai (PPN) kedelai. Subsidi ekspor yang dilakukan oleh AS sebagai
negara pengekspor utama kedelai di Indonesia juga membuat kedelai impor
semakin menguasai pasaran dalam negeri.
Persoalannya, Indonesia sangat bergantung sekali pada kedelai impor.
Indonesia sendiri setiap tahunnya membutuhkan sebanyak 2 juta ton kedelai untuk
memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Ironisnya, Indonesia yang dikenal sebagai
negeri tempe tahu tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai itu. Petani lokal

4
hanya mampu memenuhi 60% kebutuhan dalam negeri. Dalam rangka itu,
pemerintah pun mencanangkan swasembada kedelai pada 2014. Namun, produksi
itu tidak pernah mengalami kenaikan. Oleh karena ketergantungan impor yang
sangat tinggi, tentunya gejolak harga di pasar internasional sangat rentan sekali
terhadap pasokan di dalam negeri. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan berkembangnya industri olahan dari perkotaan hingga pedesaan telah membuat
kebutuhan akan kedelai nasional selalu meningkat setiap tahunnya.
Dalam makalah ini, saya mengupas perdagangan internasional komoditas
kedelai. Dipilihnya komoditas ini karena kedelai merupakan salah satu komoditas
tanaman pangan yang jumlah pasokannya semakin tidak dapat dipenuhi di dalam
negeri. Sekalipun ditanam dengan cara yang paling sederhana pun, produksi kedelai
dalam negeri tetap saja tidak dapat memenuhi permintaan yang semakin meningkat.
Apabila persoalan ini tidak dapat diatasi, kebutuhan impor kedelai menjadi semakin
membengkak yang pada tingkatan tertentu apabila terjadi ketergantungan yang
sangat tinggi dapat membahayakan kedaulatan negara. Mengingat luas lahan dan
produksi kedelai yang terus menurun secara signifikan, maka analisis dampak
impor terhadap produksi kedelai nasional perlu dilakukan. Selain itu perlu pula
dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas, luas panen dan harga
kedelai domestik. Dengan demikian nantinya diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pengambilan kebijakan sehubungan dengan perkedelaian nasional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, didapatkan rumusan


masalah sebagai berikut :
 Mengapa Indonesia mengimpor kedelai dari luar negeri?
 Apa saja faktor yang menyebabkan Indonesia masih mengimpor kedelai
dari luar negeri?
 Bagaimana solusi untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri?
 Berapa rata-rata jumlah kedelai yang di impor setiap tahunnya?

5
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas, maka penulisan


makalah ini bertujuan untuk :
 Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan Indonesia masih mengimpor
kedelai dari luar negeri.
 Untuk mengetahui rata-rata jumlah kedelai yang di impor setiap tahunnya.
 Mendapatkan solusi agar indonesia tidak mengimpor kedelai dari luar
negri.
 Mendapatkan solusi untuk meningkatkan produksi kedelai di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Impor

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.


Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan
perudang-undangan yang berlaku (Tandjung, 2011: 379).
Menurut Susilo (2008: 101) impor bisa diartikan sebagai kegiatan
memasukkan barang dari suatu negara (luar negeri) ke dalam wilayah pabean
negara lain. Pengertian ini memiliki arti bahwa kegiatan impor berarti melibatkan
dua negara. Dalam hal ini bisa diwakili oleh kepentingan dua perusahaan antar dua
negara tersebut, yang berbeda dan pastinya juga peraturan serta bertindak sebagai
supplier dan satunya bertindak sebagai negara penerima. Impor adalah membeli
barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah yang dibayar
dengan menggunakan valuta asing (Purnamawati, 2013: 13).
Dasar hukum peraturan mengenai Tatalaksana Impor diatur dalam
Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003. Tentang
petunjuk pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor dan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di

6
bidang impor. Komoditi yang dimasukkan ke dalam peredaran bebas di dalam
wilayah pabean (dalam negeri), yang dibawa dari luar wilayah pabean (luar negeri)
dikenakan bea masuk kecuali dibebaskan atau diberikan pembebasan. Dengan kata
lain seseorang atau badan usaha yang ditetapkan sebagai importir wajib membayar
bea masuk dan pajak sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah (Purba,1983:
51).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa impor yaitu kegiatan perdagangan
internasional dengan cara memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia yang
dilakukan oleh perorangan atau perusahaan yang bergerak dibidang ekspor impor
dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
dikenakan biaya masuk.

2.2 Impor bahan pangan di Indonesia

Impor di Indonesia ini merupakan salah satu hal yang mendominasi di


dalam pemenuhan kebutuhan Indonesia terutama di sektor pangan. Seperti yang
kita ketahui, Indonesia adalah Negara agraris kaya akan sumber daya alam yang
melimpah, akan tetapi Indonesia masih saja melakukan impor komoditas pangan
dari Negara lain. Memang tidak bisa dipungkiri jumlah penduduk Indonesia sangat
padat ditunjang dengan pemenuhan kebutuhan yang kompleks sehingga
menyebabkan Indonesia harus melakukan impor demi tersedianya pemenuhan
kebutuhan bagi masyarakat dalam negeri.
Impor bahan pangan yang dilakukan Indonesia masih tinggi, dimana
beberapa produknya dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat Indonesia. Berikut ini impor terbesar Indonesia di sektor pangan :
 Beras 225.029 ton dengan nilai US$ 97,8 juta;
 Jagung 2,3 juta ton dengan nilai US$ 522,9 juta;
 Kedelai 1,52 juta ton dengan nilai US$ 719,8 juta;
 Biji Gandum dan Mesin 4,5 juta ton dengan nilai US$ 1,3 Miliar;
 Tepung Terigu 61.178 ton dengan nilai US$ 22,3 juta;
 Gula Pasir 46.298 ton dengan nilai US$ 19,5 juta;

7
 Gula Tebu 1,98 juta ton dengan nilai US$ 789 juta;
 Garam 1,04 juta ton dengan nilai US$ 46,6 juta.

Total nilai impor 8 komoditas pangan diatas mencapai US$3,5 Miliar, atau setara
Rp 51 triliun (dalam Detik Finance, 2015).
Peran impor bahan pangan di Indonesia ini sangat berpengaruh terhadap
perekonomian nasional, ada banyak pro dan kontra akan tetapi masih banyak kontra
yang terjadi salah satunya dengan adanya ketergantungan Indonesia terhadap impor
akan menyebabkan pelambatan ekonomi di dalam negeri dan merupakan salah satu
penyebab lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

2.3 Kedelai

Menurut Wulan Joe (2011:3), Kedelai adalah salah satu tanaman


polongpolongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur,
seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini
telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai merupakan
sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia.
M. Muchlis Adie, peneliti kedelai senior di Balai Penelitian Tanaman
Kacangkacangan dan Umbi-umbian di Malang, menyatakan kedelaui atau glytine
max bukan tanaman asli Indonesia. Orang China lah yang pertama kali
menggunakan kacang kedelai sebagai bahan makanan. Sekitar 1100 SM, kacang
kedelai telah ditanam dibagian selatan tengah China dan dalam waktu singkat
menjadi makanan pokok bangsa China. Penyebaran kedelai di kawasan Asia
meliputi Jepang, Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Birma, Nepal,
dan India (Wulan Joe, 2011:2).
Kedelai merupakan komoditas yang kaya akan protein. Berperan sebagai
sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi
masyarakat, karena selain aman bagi kesehatan juga sebagai sumber protein yang
paling murah di dunia dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Dalam
kelompok tanaman pangan di Indonesia, kedelai merupakan komoditas terpenting
ketiga setelah padi dan jagung, disamping sebagai bahan pakan dan industri olahan.
Kebutuhan akan kedelai terus meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat

8
tentang makanan sehat. Ketersediaan kedelai di Indonesia menjadi penting karena
hampir 90% digunakan untuk bahan pangan (Ir. Atman, 2014:2).
Menurut Ir. Atman (2014:1), Kedelai yang berbentuk kacang-kacangan menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari sebagian besar masyarakat Indonesia. Di
Indonesia, kedelai mulai dibudidayakan pada abad ke 17 sebagai tanaman makanan
dan pupuk hijau. Bahan olahan tempe dan tahu, yang berbahan dasar kedelai, sangat
mendominasi santapan di Indonesia. Kedelai di Indonesia pertama kali ditanam di
Ambonia, yang 8 sekarang bernama Ambon. Pada tahun 1935 kedelai sudah
ditanam diseluruh wilayah Jawa. Klasifikasi ilmiah kedelai yaitu:
 Divisi : Spermatophya
 Subdivisi : Angiospermae
 Klas : Dicotyledonae
 Ordo : Polypetales
 Famili : Leguminosae
 Genus : Glycine
 Species : Glycine max

2.4 Manfaat Kedelai

Kedelai mengandung berbagai nutrisi, diantaranya mengandung senyawa


antinutrient dan komponen lainnya, misalnya isoflavon yang memiliki efek
menguntungkan pada kesehatan serta berfungsi sebagai fitoestrogen. Selain itu
kedelai mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan serat.
Senyawa antinutrient yang ada dalam kedelai diantaranya lectins, goitrogens, dan
beberapa enzim penghambat digestive (Fehily, 2003), sedangkan isoflavon dalam
kedelai berupa genistin, daidzin, dan glycitin (Evans et al, 2011).
Kandungan senyawa yang dimiliki oleh kedelai memiliki banyak manfaat.
Berdasarkan beberapa literatur disebutkan kegunaannya seperti:
1. Kandungan isoflavon dari kedelai sering dimanfaatkan untuk penanganan
gejala/simptom menopause, kanker payudara, penyakit kardiovaskuler,
osteoporosis, dan meningkatkan kinerja kognitif (Cassidy, 2004).

9
2. Ekstrak isoflavon kedelai dapat menurunkan gejala hot flushes (yang
merupakan symptom pada saat menopause dan pasca menopause, seperti
insomnia, Nervousness/perasaan gugup, vertigo, palpitasi, sifat melankolis dan
sakit kepala) (Dog, 2005) hasil yang sama dalam penelitian dengan metode
RCT diketahui isoflavon secara signifikan juga mereduksi gejala hot flushes
dan secara statistika berbeda bermakna dibanding dengan placebo yang diberikan
(Nahas et al, 2007).
3. Isoflavon berupa genistein dan daidzein melindungi sel dari kerusakan akibat efek
radikal bebas yang memicu penuaan dini.
4. Mencegah osteoporosis dengan cara mereduksi pengurangan massa tulang dan
menjaga kekuatan tulang (Shedd-Wise et al, 2011) serta meningkatkan bone
mineral density (Wei et al, 2012).
5. Isoflavon kedelai dengan dosis 100 mg dapat menurunkan kadar LDL dan
total kolesterol.
6. Kedelai dapat menurunkan resiko terjadinya kanker payudara dengan catatan
dikonsumsi selama masa kanak-kanak dan atau remaja, dikarenakan pada masa
itu isoflavon merangsang diferensiasi jaringan payudara sekaligus
mengakibatkan penurunan struktur anatomis yang menimbulkan sel-sel kanker
(Baber, 2012) sedangkan menurut Mourouti et al. (2013) efek perlindungan
kedelai terhadap kanker payudara lebih banyak terjadi pada wanita Asia dan
tidak begitu berpengaruh pada wanita Barat.

2.5 Produksi Kedelai di Indonesia

Kedelai merupakan salah satu komoditi kebutuhan pokok masyarakat


Indonesia. Hal ini dikarenakan kedelai merupakan bahan baku pembuatan tempe
dan tahu yang telah menjadi menu sehari-hari masyarakat Indonesia pada
umumnya. Tahu dan tempe sendiri merupakan makanan yang banyak digemari
masyarakat Indonesia, tidak hanya kalangan masyarakat bawah saja, tetapi juga
kalangan kelas menengah atas. Sayangnya, sampai saat ini bahan baku tahu dan
tempe, yaitu kedelai, sebagian besar harus didatangkan dari luar negeri. Hal ini

10
disebabkan produksi kedelai nasional yang belum mampu memenuhi seluruh
kebutuhan kedelai dalam negeri (Putrie, 2013).
Kebutuhan kedelai terus meningkat karena pertambahan penduduk, juga
meningkatnya konsumsi per kapita terutama dalam bentuk olahan dan tumbuhnya
industri pakan ternak (Siregar, 2003). Permintaan kedelai per kapita sejak periode
1970 sampai 1990 telah meningkat 160%. Sedangkan pada periode 1990-an sampai
tahun 2010 diperkirakan tumbuh 2,92% per tahun (Siregar, 1999). Peningkatan
konsumsi kedelai yang begitu pesat dan tidak dapat diimbangi oleh peningkatan
produksi kedelai dalam negeri, maka terjadi kesenjangan. Kesenjangan itu ditutup
dengan kedelai impor yang banyak menyita devisa (Amang dan Sawit, 1996).

Gambar 1. Perkembangan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kedelai


Nasional (Sumber: Zakiyah, 2011)
Dari sisi produksi, perkembangan produksi kedelai pernah mencapai
puncaknya pada 1992, namun kemudian terus menunjukkan kecenderungan yang
menurun (Gambar 1). Penurunan selama 11 tahun tersebut mencapai 125,34 persen.
Hal itu disebabkan oleh gairah petani menanam kedelai menurun. Akibatnya luas
tanam kedelai juga menurun. Ini dipicu oleh masuknya kedelai impor dengan harga
murah, adanya kemudahan impor kedelai, serta bea masuk impor/tarif nol persen
(0%) yang dimulai pada tahun 1998. Pada tahun 2005-2006 produksi mulai
meningkat namun sangat lambat. Produksi kembali turun pada tahun 2007-2008

11
dan mulai meningkat kembali pada 2009. Berbeda dengan trend produksi dan luas
panen, produktivitas menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Namun
produktivitas kedelai nasional masih relatif rendah, jika dibandingkan dengan
negara-negara penghasil kedelai. Produktivitas di sentra produksi Amerika Serikat
dapat mencapai 3,6 ton/Ha, sementara di Indonesia hanya mencapai 1,2 ton/Ha. Ini
disebabkan kurangnya modal yang dimiliki petani, disamping gairah petani
semakin rendah dengan masuknya kedelai impor yang harganya lebih murah dari
harga kedelai petani.

2.6 Alasan Kenapa Indonesia Masih Mengimpor Kedelai

Indonesia sampai saat ini masih ketergantungan impor kedelai, belum


mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan kedelai lokal. Padahal kedelai di
Indonesia adalah hasil pangan penting, mengingat Indonesia sebagian besar
masyarakatnya gemar mengkonsumsi tahu dan tempe.
Setiap tahunnya, rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta
ton (1996-2005). Volume dan nilai impor kedelai masing-masing tumbuh sebesar
8,4 dan 7,9% per tahun (1996-2006). Volume ekspor dari tahun 1999-2005 tumbuh
rendah yaitu 1,7 % per tahun. Namun, nilai ekspor tinggi yaitu 8% per tahun.

Tabel 4. Produksi, Impor, Ekspor, dan Kebutuhan Dalam Negeri Kedelai di


Indonesia Tahun 2006 – 2010 (Sumber: Badan Pusat Statistik diolah, 2011)

12
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang disajikan dalam tabel 4
menunjukkan bahwa kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada
lima tahun terakhir, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi
29-42 persen dari kebutuhan tersebut.
Berdasarkan data BPS terbaru, Jakarta, Selasa (23/5/2017). Pada Maret
2017 jumlah impor komoditas ini sebanyak 207,8 ribu ton dengan nilai US$ 92,6
juta, di April 2017 mengalami peningkatan dengan volume menjadi 242,2 ribu ton
dengan nilai US$ 108,0 juta. Jika dirinci berdasarkan negara asal, Indonesia
mengimpor kedelai paling besar dari Amerika Serikat dengan 238,8 ribu ton setara
US$ 106,4 juta. Kedua, berasal dari Kanada dengan volume 2.076 ton yang nilainya
US$ 970,6 ribu. Ketiga, dari Malaysia sebanyak 738,7 ton dengan nilai US$ 387,9
ribu. Keempat, berasal dari Benin sebesar 531,0 ton dengan nilai US$ 199,6 ribu.
Apabila dilihat dari Januari-April 2017, total impor kedelai mencapai 1,04 juta ton
dengan nilai US$ 467,01 juta. Sedangkan Januari-April 2016 mencapai 767,3 ribu
ton dengan nilai US$ 305,3 juta.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia mengimpor kedelai dari
negara luar, antara lain:
1. Produksi Kedelai Nasional Yang Belum Mampu Memenuhi Seluruh
Kebutuhan Kedelai Dalam Negeri
2. Minimnya Lahan Untuk Menanam Kedelai
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengakui bahwa salah satu pemicu
rendahnya produksi kedelai lokal adalah minimnya lahan kedelai di tanah air.
Misalnya pada periode 2010 - 2011 terjadi penurunan lahan panen kedelai hingga
lebih dari 29.000 hektar. Menyikapi masalah ini, pemerintah sebenarnya telah
menetapkan kebijakan perluasan lahan tanam kedelai hingga 500 ribu hektar.
Tetapi diluar lahan yang sudah ditanami kedelai. Tujuannya bisa menambah lahan
sampai 1 juta hektar lahan. Tapi hingga saat ini, upaya perluasan lahan tanam
kedelai tersebut gagal. Meski demikian, kementerian pertanian terus berupaya agar
swasembada kedelai dapat tercapai, misalnya dengan pengembangan benih varietas
unggul yang bisa mendongkrak hasil panen.

13
3. Rendahnya Produktivitas Kedelai Lokal
Selain faktor lahan, rendahnya produktivitas kedelai lokal menjadi alasan lain.
Kementerian Pertanian berupaya untuk meningkatkan produktivitas lahan kedelai.
Rata-rata setiap hektar lahan kedelai di Indonesia saat ini hanya mampu
memproduksi 1,5 ton. "Selain itu produksi lokal ke depan harus lebih dominan bisa
1,5 sampai 1,7 juta. Saat ini produksi lahan kedelai hanya 1,5 ton/hektar. Kita juga
kejar produktifitas hingga 1,7 ton/hektar. Jadi jangan bicara tahun 2013, kalau 2014
kita punya 1 juta hektar lahan, dikali 1,7 ton jadi 1,7 juta ton kedelai, ini lumayan
lah," ungkap Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai lokal adalah kurang seriusnya
petani dalam usaha tani kedelai dan minimnya ketersediaan benih kedelai varietas
unggul di tingkat petani atau pasar.
4. Harga Kedelai Rendah
Harga kedelai lokal saat panen di tingkat petani cukup rendah. Hal ini membuat
para petani malas dan tidak bergairah menanam kedelai lokal. Bagi petani,
menanam kedelai dianggap kurang memberikan keuntungan dibandingkan dengan
menanam komoditas lain. Hal ini disebabkan karena banjirnya kedelai impor di
pasaran dengan harga yang jauh lebih murah dan kualitas yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan kedelai lokal/dalam negeri sehingga membuat produksi
dalam negeri kalah bersaing dengan pasar. Secara konkret, bercocok tanam padi
dan jagung masih lebih menguntungkan dibandingkan kedelai di tingkat biaya
usaha tani. Harga kedelai menjadi dilema bagi pemerintah, yaitu ketika harga tinggi
tentu saja petani menjadi bergairah, tetapi di sisi lain konsumen akan terbebani
karena produk pangan menjadi mahal (Anonim, 2013).
5. Keterbatasan Modal Petani
Terutama untuk membeli sarana produksi pertanian (saprotan) seperti pupuk, benih
unggul, pestisida, dan sebagainya.
6. Iklim Yang Tidak Menentu
Adanya fenomena iklim yang semakin tidak menentu akibat pengaruh pemanasan
global yang diakibatkan oleh emisi karbon dan penebangan hutan yang berlebihan.
Tanaman kedelai sendiri pada dasarnya membutuhkan iklim yang sesuai dengan
daerah asal kedelai karena dapat berpengaruh terhadap produksi. Selain itu,

14
banyaknya kasus serangan hama dan penyakit membuat petani enggan menanam
kedelai. Faktanya, meskipun negara lain juga beriklim tropis, namun mereka
mampu memproduksi kedelai dalam jumlah yang tinggi.
7. Tanaman Dipanen Muda
Di beberapa aderah, petani terbiasa memanen kedelai dalam kondisi muda untuk di
jadikan kacang rebus, hal ini terjadi karena petani memerlukan uang segera dan
memang lebih ekonomis disbanding di panen tua yang akan menambah beban biaya
dalam proses panen dan pasca panen. Perilaku seperti ini akan berpengaruh
terhadap ketersediaan kedelai dan produksi kedelai nasional, sehingga impor
kedelai akan terus berjalan.
8. Belum Optimalnya Dukungan Dari Pemerintah
Dukungan pemerintah untuk usaha peningkatan produksi kedelai, baik pada
kebijakan impor, kebijakan permodalan, ataupun kebijakan sarana produksi belum
optimal. Namun pemerintah membuat kebijakan yang mulai diterapkan pada
Januari 2005, yaitu dengan menetapkan bea masuk impor kedelai sebesar 10% telah
membuat harga kedelai dalam negeri menjadi naik dan dapat meningkatkan minat
petani menanam kedelai.

2.7 Solusi Untuk Menciptakan Keamanan Pangan

Solusinya, Indonesia harus berswasembada kedelai. Pemerintah Presiden


Joko Widodo dari awal sudah mematok target ambisius: swasembada beras, jagung,
dan kedelai dalam tiga tahun serta swasembada gula dan daging dalam lima tahun.
Pemerintah harus merakit kebijakan komprehensif di level usaha tani harus ada
kebijakan yang memungkinkan petani kembali mau menanam kedelai. Pemerintah
harus memberikan subsidi dan kemudahan akses modal, serta penetapan jaminan
harga dasar sebagai jaring pelindung kerugian.

Pemerintah juga harus menggalakkan riset di on farm dan pengolahan.


Tanpa riset, produktivitas sulit dilipat gandakan. Produktivitas kedelai Indonesia
yang 1,3 ton/ha, kurang dari setengah tingkat produktivitas AS, Kanada, Brasil,
Argentina, dan Italia. Menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman,
Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menekan memorandum of understanding

15
(MoU) dengan Universitas Gajah Mada (UGM). Kerjasama ini difokuskan untuk
peningkatan produksi kedelai. UGM sudah megembangkan varietas kedelai yang
produksinya mencapai 3,5 ton/ha, jauh di atas rata-rata produktivitas kedelai
nasional. Varietas ini yang akan dikembangkan.

Untuk membantu petani menanam kedelai, pemerintah juga merancang


subsidi benih tanaman pangan. Tahun ini, pemerintah menganggarkan subsidi
sebesar Rp 939,4 miliar. Subsidi akan dialokasikan untuk komoditas yakni, padi
hibrida dan padi inbrida, serta kedelai. Kedelai sebagian subsidi senilai Rp 173
miliar dengan volume sebesar 15.000 ton untuk luas area 300.000 ha. Pemerintah
akan memberikan subsidi 75% sampai 90% dari harga benih saat ini. Untuk kedelai,
subsidi yang diberikan Rp 11.535 per kg dari harga Rp 15.380 per kg.

Kementrian Pertanian juga membidik daerah Timur Indonesia sebagai


sentra produksi kedelai. Perluasan lahan ini menjadi keharusan karena padi, jagung,
tebu dan kedelai bersaing di lahan yang sama. Untuk kedelai, pemerintah akan
membuka perkebunan kedelai seluas 1.000 hektare (ha) di Kabupaten Halmahera
Selatan.

Selama ini Jawa Tmur menjadi pusat produksi kedelai di Indonesia.


Padahal, daerah di Maluku, khususnya Halmahera Selatan, sangat cocok ditanami
kedelai. Dalam hitungan Kementan, dengan luas lahan 200 ha, dan produksi sebesar
1,2 ton per ha, maka kedelai yang dihasilkan mencapai 240 ton untuk satu kali
panen atau sekitar 480 ton per tahun.

16
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.


Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan
perudang-undangan yang berlaku (Tandjung, 2011: 379).

Indonesia sampai saat ini masih ketergantungan impor kedelai, belum


mampu untuk menyediakan sendiri kebutuhan kedelai lokal. Padahal kedelai di
Indonesia adalah hasil pangan penting, mengingat Indonesia sebagian besar
masyarakatnya gemar mengkonsumsi tahu dan tempe.

Setiap tahunnya, rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta


ton (1996-2005). Volume dan nilai impor kedelai masing-masing tumbuh sebesar
8,4 dan 7,9% per tahun (1996-2006). Volume ekspor dari tahun 1999-2005 tumbuh
rendah yaitu 1,7 % per tahun. Namun, nilai ekspor tinggi yaitu 8% per tahun.

Indonesia harus berswasembada kedelai. Pemerintah harus merakit


kebijakan komprehensif. di level usaha tani harus ada kebijakan yang
memungkinkan petani kembali mau menanam kedelai. Pemerintah harus
memberikan subsidi dan kemudahan akses modal, serta penetapan jaminan harga
dasar sebagai jaring pelindung kerugian. Pemerintah juga harus menggalakkan riset
di on farm dan pengolahan. Tanpa riset, produktivitas sulit dilipat gandakan. Untuk
membantu petani menanam kedelai, pemerintah juga merancang subsidi benih
tanaman pangan.

3.2 Daftar Pustaka

Tandjung, Marolop. 2011. Aspek dan Prosedur Ekspor – Impor. Jakarta


:SalembaEmpat.
Susilo, Andi. 2008. Buku Pintar Ekspor Impor. Jakarta : Trans Media Pustaka

17
Purnamawati, Astuti .2013.Dasar-Dasar Ekspor Impor.Yogyakarta:UPP STIM
YKPN
Radiks Purba. 1983. Pengetahuan Perdagangan Luar Negeri Indonesia.Jakarta:
Pustaka Dian
Joe, Wulan.2011. 101++ Keajaiban Khasiat Kedelai. Yogyakarta:Andi Publisher
Ir.Atman.2014.Produksi Kedelai.Banten:Graha Ilmu Finance,
Detik.DaftarImporPangan RI SenilaiPuluhanTriliun
Rupiah.http://m.detik.com/finance/read/2015/09/25/093601/3027833/4/daf
tar-impor-pangan-ri-senilai-puluhan-triliun-rupiah(diaksestanggal 25
September 2015)
Wathan, Nashrul. 2016. “Manfaat Kedelai (Glycine Max L.) Sebagai Fitoterapi
Pada Wanita”. Diakses pada tanggal 16 September 2017, dari
https://www.researchgate.net/publication/304557358_MANFAAT_KEDE
LAI_Glycine_max_L_SEBAGAI_FITOTERAPI_PADA_WANITA
Putra, Rivandi Pranandita. 2013. “Perdagangan Internasional Komoditas Kedelai”.
Diakses pada tanggal 16 September 2017, dari
https://rivandipputra.wordpress.com/2013/07/19/perdagangan-
internasional-komoditas-kedelai/

18

Anda mungkin juga menyukai