Anda di halaman 1dari 48

STUDI PERENCANAAN DAN EVALUASI KEBERHASILAN STIMULASI

HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR “X” LAPISAN “Y”

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:

DJOHAN PRANATA KABAN

113150105

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
Y O G YAKAR TA
2019
STUDI PERENCANAAN DAN EVALUASI KEBERHASILAN STIMULASI
HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR “X” LAPISAN “Y”

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :
Djohan Pranata Kaban
113150105

Disetujui untuk Jurusan Teknik Perminyakan


Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

I. JUDUL
STUDI PERENCANAAN DAN EVALUASI KEBERHASILAN STIMULASI
HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR “X” LAPISAN “Y”

II. LATAR BELAKANG


Sejalan dengan bertambahnya waktu produksi maka akan terjadi
penurunan produktivitas formasi yang tercermin melalui penurunan laju produksi
minyak dari sumur-sumur produksi. Penurunan laju produksi minyak tersebut
disebabkan oleh banyak hal seperti penurunan tekanan reservoir, berkurangnya
jumlah cadangan minyak dan dapat juga disebabkan oleh terjadinya kerusakan
formasi, dimana kerusakan formasi tersebut akan mengakibatkan terjadinya
penurunan permeabilitas batuan. Penurunan permeabilitas batuan ini disebabkan
oleh adanya penyumbatan pori-pori batuan akibat invasi padatan maupun filtrat
lumpur bor, penyemenan, fuida komplesi, operasi stimulasi sebelumnya,
kompaksi mekanik akibat perforasi dan proses interaksi antara fluida dengan
batuan formasi produktif selama proses produksi. Selain itu kecilnya laju produksi
minyak dapat juga disebabkan oleh rendahnya permeabilitas alami batuan.
Dengan adanya penurunan produktivitas formasi tersebut, maka perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan kembali produktivitas formasi tersebut,
dimana salah satunya adalah dengan metode stimulasi perekahan hidrolik.
Stimulasi perekahan hidrolik dilakukan sebagai perangsangan dengan
tujuan untuk meningkatkan laju produksi minyak dengan cara memperbaiki
permeabilitas batuan yang mengalami kerusakan akibat kegiatan-kegiatan tersebut
di atas, memperbesar jari-jari efektif sumur (rw’) dan dengan membuat saluran
konduktif sebagai jalan aliran fluida dari formasi produktif menuju lubang sumur.
Mengingat pentingnya stimulasi perekahan hidrolik terhadap perbaikan
laju produksi minyak, maka sebelum operasi perekahan tersebut dilakukan, harus
dilakukan studi untuk merencanakan proyek perekahan tersebut dan setelah
proyek perekahan tersebut selesai dikerjakan maka harus dilakukan evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan operasi perekahan tersebut, dimana evaluasi tersebut
meliputi evaluasi pelaksanaan proyek perekahan di lapangan dan evaluasi
berdasarkan peningkatan produksi, seperti peningkatan laju produksi minyak
harian (Qo), dan peningkatan indeks produktivitas (PI) serta dengan melakukan
analisa terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat merencanakan
suatu proyek operasi perekahan hidrolik terhadap suatu sumur termasuk pemilihan
sumur-sumur yang akan dilakukan perekahan dan perhitungan perhitungan dalam
perencanaan perekahan tersebut dan juga untuk dapat mengevaluasi keberhasilan
atau kegagalan suatu proyek operasi perekahan terhadap peningkatan
produktivitas formasi, serta mengevaluasi terhadap aspek keekonomiannya.

IV. DASAR TEORI


Perekahan hidrolik (hydraulic fracturing) adalah suatu teknik stimulasi
yang digunakan untuk memperbaiki atau meningkatkan produktivitas sumur
dimana metode ini dilakukan dengan pembuatan rekahan dalam media berpori
atau membuat saluran konduktif ke dalam reservoir dengan menginjeksikan fluida
perekah bertekanan lebih besar daripada tekanan rekah formasi sehingga akan
terbentuk rekahan.
Atau dengan kata lain, mekanisme perekahan hidrolik yaitu merekahkan
batuan reservoir dimana batuan tersebut harus diberi tekanan hidrolik sampai
melebihi kekuatan dan gaya-gaya yang mempertahankan batuan tersebut. Apabila
gaya horisontal yang mempertahankan keutuhan batuan lebih kecil dari gaya
vertikal, maka batuan tersebut akan dapat direkahkan dengan arah vertikal.
Stimulasi perekahan hidrolik ini umumnya dilakukan pada formasi batuan yang
cukup ketat (consolidated), dimana fluida reservoir sulit untuk mengalir, atau
formasi yang mengalami kerusakan dengan radius yang panjang.

4.1. KERUSAKAN FORMASI


Terjadinya kerusakan formasi akan menyebabkan penurunan permeabilitas
batuan akibatnya kemampuan formasi untuk mensuplay fluida ke dalam lubang
sumur menjadi berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan produktivitas
sumur. Kerusakan formasi dapat terjadi pada tahap pemboran, komplesi sumur
meliputi penyemenan dan perforasi serta pada tahap produksi.
Sewaktu pemboran berlangsung, digunakan lumpur pemboran di mana
salah satu kegunaannya adalah untuk mengimbangi tekanan formasi. Umumnya
lumpur pemboran menggunakan air sebagai campuran dasarnya. Pada saat melalui
formasi permeabel dengan tekanan hidrostatik lumpur lebih tinggi dari tekanan
formasi maka akan mengakibatkan filtrat lumpur masuk ke dalam formasi, hal ini
akan merusak formasi di sekitar lubang sumur (skin effect). Selain itu partikel
padatan yang terdapat dalam lumpur seperti bahan pemberat lumpur (barite),
bentonite, lost circulation material (LCM), dan bahan pengatur viskositas lumpur
(CMC) dapat menyebabkan kerusakan formasi dengan mekanisme penyumbatan
pada permukaan formasi maupun masuk kedalam formasi.
Komplesi sumuran yang kurang terencana dapat menyebabkan skin effect,
aktivitas tersebut adalah penyemenan dan perforasi. Pada penyemenan dapat
terjadi invasi filtrat semen kedalam formasi produktif, sedangkan pada aktivitas
perforasi yang tidak baik dapat menyebabkan produktivitas rendah, karena ada
sebagian atau seluruh perforasi tersumbat. Kerusakan perforasi dapat juga
disebabkan oleh proses pembuatan, karena penghancuran casing, semen dan
runtuhnya material formasi pada waktu penembakan, yang mana material formasi
tersebut tetap tinggal dalam perforasi. Proses ini umumnya terjadi pada formasi
yang tidak kompak yang mempunyai masalh kepasiran, hal ini akan menyebabkan
pengecilan permebilitas formasi. Selain itu terjadinya kompaksi pada batuan
akibat proses penembakan pada proses perforasi dapat juga menyebabkan
penurunan harga permeabilitas batuan.
Pada dasarnya terjadinya kerusakan formasi disebabkan oleh filtrat
maupun padatan. Filtrat dapat menyebabkan : clay swelling, water block, emulsi,
perubahan wettabilitas batuan, scale parafin dan asphalthene, sedangkan padatan
akan mengakibatkan penyumbatan pori melalui fine migration, endapan dari hasil
reaksi kimia dan endapan oleh garam serta penyumbatan oleh bakteri.

Diagnosa kerusakan formasi.


Terjadinya kerusakan formasi dapat diketahui dari analisa transient
tekanan / test sumur, yaitu melalui pressure build up (PBU) test. Dari test ini akan
didapatkan data tekanan dasar sumur pada periode penutupan (Pws) dan waktu
penutupan (t). Data yang didapat tersebut diplot pada skala semilog antara Pws
dengan horner time ((tp+t)/Δp), dari plot tersebut akan didapatkan kemiringan
kurva / slope (m) dimana dari harga m yang didapat ini bisa dicari harga faktor
skin (S).
 P1 jam  Pwf k 
S  1,151  log  3,23
 m  . .Ct.rw 2

Jika harga faktor skin (S) bernilai positif maka berarti terjadi kerusakan
formasi.
Selain dari test sumur, kerusakan formasi dapat diperkirakan dengan
melihat kelakuan produksi (decline curve) dimana jika terjadi penurunan produksi
secara drastis maka kemungkinan terjadi kerusakan pada formasi.

4.2. ALIRAN FLUIDA DALAM MEDIA BERPORI DENGAN PENGARUH


SKIN
Aliran fluida dalam media berpori dipelajari dalam kaitannya dengan
kemampuan formasi produktif untuk dapat mensuplay fluida dari formasi ke
dalam lubang sumur. Kemampuan formasi produktif untuk dapat mensuplay
fluida dinyatakan dalam productivity index (PI) dan inflow performance
relationship (IPR).
a. Productivity index (PI)
Indeks Produkrivitas (PI) merupakan indeks yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan suatu sumur pada kondisi tertentu untuk berproduksi
atau merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan oleh suatu
sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu dengan perbedaan
tekanan dasar sumur dalam kondisi statis (Ps) dan tekanan dasar sumur pada saat
terjadi aliran (Pwf). Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk persamaan :
Q
PI 
Ps  Pwf , BBL/Day/Psi
Secara teoritis harga PI dapat pula diperkirakan dari persamaan Darcy
yang di subsitusikan dengan persamaan diatas menjadi :
kh
PI  7,08 x10  3
 o  o ln(re / rw)

Apabila terdapat kerusakan formasi yaitu harga faktor skin positif, maka
akan terjadi perubahan produktivitas formasi sehingga persamaan PI menjadi :
Q
PI 
Ps  Pwf  Ps

atau
0,00708Kh
PI 
 o  o (ln(re / rw)  S )

Dari persamaan diatas terlihat bahwa semakin besar harga faktor skin (S)
maka akan menurunkan harga indeks produktivity.
Untuk aliran fluida dua fasa yaitu dengan adanya aliran gas bersama-sama
dengan cairan yang ditemui jika tekanan reservoir berada dibawah tekanan
gelembung minyak (bubble point), maka persamaan indeks produktivitas menjadi
berubah karena untuk setiap harga Pwf tertentu indeks produktivitas akan selalu
berubah, dengan perubahan tersebut maka persamaan PI diperluas menjadi :
dq
PI 
qPwf

Vogel memberikan persamaan PI untuk aliran dua fasa dimana P wf lebih


kecil dari tekanan sturasi, yaitu:
Qo
PI 
 Pr  Pb  ( Pb xA) / 1,8
Keterangan :
A = 1.0 – 0,2 (Pwf/Pb) – 0,8 (Pwf/Pb)2
Lebih lanjut untuk aliran tiga fasa, Petrobras memberikan persamaan PI,
yaitu :
QLtest
PI 
X
Keterangan :
X = Fo(Pr-Pb(Pb A/1,8))+Fw(Pr-Pwf test)
A = 1 - 0,2 (Pwf test / Pb)- 0,8 (Pwf test/ Pb)2

b. Inflow Performance Relationship (IPR)


Hubungan antara laju produksi dengan tekanan alir dasar sumur, dalam
kaitannya dengan perencanaan suatu sumur ataupun untuk melihat perilaku suatu
sumur produksi biasanya digambarkan secara grafis yang disebut kurva IPR.
IPR dua fasa metode Pudjo sukarno.
Kinerja aliran fluida dalam media berpori menuju lubang sumur dengan
pengaruh skin dapat dipelajari dengan metode pudjo sukarno, dimana metode ini
mempunyai asumsi yaitu aliran fluida dua fasa, harga skin faktor diperhitungkan
yaitu antara -4 sampai dengan +10 dan dikembangkan dengan menggunakan
simulasi reservoir hipotesis (anggapan). Persamaan pudjo sukarno aliran dua
fasa :
Qo a1  a3Pd  a5Pd 2

Qo max@ S  0 1  a 2 Pd  a 4 Pd 2

Keterangan :
Pd = Pwf/Pr
an = C1 Exp (C2S)+C3 Exp (C4S)

an C1 C2 C3 C4
a1 0,182922 -0,364438 0,814541 -0,055873
a2 -1,476950 -0,456632 1,646246 -0,442360
a3 -2,149274 -0,195976 2,289242 -0,220333
a4 -0,021783 0,088286 -0,260385 -0,210801
a5 -0,552447 -0,032449 -0,583242 -0,306962

Prosedur pembuatan kurva IPR dua fasa metode pudjo sukarno :


1. Menentukan harga faktor skin berdasarkan uji build up.
2. Menghitung konstanta a1 sampai a5 dengan persamaan :
an = C1 Exp (C2S)+C3 Exp (C4S)
dimana konstanta C1 sampai C4 diperoleh dari tabel di atas.
3. Menghitung harga Pd = Pwf/Pr kemudian mensubstitusikan ke dalam
persamaan :
Qo a1  a3Pd  a5Pd 2

Qo max@ S  0 1  a 2 Pd  a 4 Pd 2

untuk menghitung harga Qo max @ S=0.


4. Tabulasi kurva IPR dihitung dengan menganggap beberapa harga Pwf dan
dihitung harga Qo dengan persamaan :
Qo a1  a3Pd  a5Pd 2

Qo max@ S  0 1  a 2 Pd  a 4 Pd 2

5. Memplot Qo Vs Pwf menjadi kurva IPR.

Secara umum berdasarkan persamaan Darcy untuk aliran radial, maka


pengaruh adanya skin factor akan menurunkan laju produksi seperti dinyatakan
dalam persamaan berikut :
0,00708kh(Pr  Pwf )
Q
 o  o (ln(re / rw)  S )

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar harga skin faktor
(S), maka akan terjadi penurunan harga laju produksi (Q).
Untuk aliran fluida tiga fasa maka IPR dapat didekati dengan metode
Petrobras, seperti diuraikan dibawah ini.
IPR tiga fasa metode Petrobras.
Petrobras mengembangkan persamaan kurva IPR untuk aliran tiga fasa, gas,
minyak dan air dengan cara menggabungkan persamaan Vogel untuk aliran
minyak dan persamaan indeks produktivitas (PI) yang konstan untuk aliran air.
Kurva IPR gabungan ditentukan secara geometris berdasarkan perbandingan
minyak-air.
Persamaan kurva IPR gabungan ditentukan dengan dua tujuan perhitungan,
yaitu untuk menentukan laju aliran total (minyak dan air) pada suatu harga
tekanan alir dasar sumur tertentu dan menentukan tekanan dasar sumur pada laju
aliran total tertentu, pada tekanan reservoir di atas atau di bawah tekanan saturasi
(Pb).
Prosedur awal untuk menentukan kurva IPR tiga fasa.
Data yang diperlukan untuk perhitungan kurva IPR adalah :
1. Tekanan reservoir(Pr).
2. Tekanan saturasi (Pb).
3. Tekanan alir dasar sumur (Pwf).
4. Laju produksi total pada tekanan alir dasar sumur.
5. Fraksi air.
Data tersebut di atas diperoleh dari uji tekanan dan uji produksi, sedangkan
data tekanan saturasi diperoleh dari hasil analisis PVT di laboratorium.
Berdasarkan data yang tersedia tersebut, dapat terjadi dua kemungkinan, sesuai
dengan hasil uji produksi, yaitu :
a. Tekanan alir dasar sumur lebih besar daripada tekanan saturasi.
b. Tekanan alir dasar sumur lebih kecil daripada tekanan saturasi.
Perhitungan awal untuk menentukan kurva IPR akan dibedakan menjadi dua
kemungkinan di atas.

A. Tekanan alir dasar sumur lebih besar daripada tekanan saturasi.


Variabel-variabel yang perlu untuk dihitung terlebih dahulu adalah :
a. Indeks produktivitas hasil uji yaitu dengan persamaan :
q
PI 
Ps  Pwf

b. Laju produksi pada tekanan saturasi :


qb = PI (Pr-Pb)
c. Laju produksi minyak maksimum :
qomax = qb + (PI x Pb)/1,8

d. Laju produksi total (minyak dan air) maksimum :


qomax
qlmax  qomax  Fw( Pr  ( )) tan( )
PI
Keterangan :
tan  = CD/CG
CG = 0,001 qomax
    0,999qomax  qb   
0,5
 qomax 
CD  Fw0,001( )  0,125FoPb  1  81  80    
 
 PI 

  qomax  qb   

B. Tekanan alir dasar sumur lebih kecil daripada tekanan saturasi.


Selain harga PI, perhitungan qb, qomax dan qLmax dilakukan dengan cara sama
seperti pada perhitungan di atas.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan PI adalah :
qLtest
PI 
X
Keterangan :
X = Fo(Pr-Pb(Pb A/1,8))+Fw(Pr-Pwf test)
A = 1 - 0,2 (Pwf test / Pb)- 0,8 (Pwf test/ Pb)2

Perhitungan tekanan alir dasar sumur.


Untuk setiap laju produksi total, yang berharga antara laju produksi minyak
maksimum dan laju produksi total maksimum, harga tekanan alir dasar sumur
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
  qo    qo 
Pwf  Fw Pr   max   qL   max  tan(  )
  PI    PI 
Keterangan :
Tan  = 1/tan

Perhitungan laju alir total.


Pehitungan laju alir total terbagi menjadi tiga kelompok, sesuai dengan harga
tekanan alir dasar sumurnya. Ketiga kelompok tekanan alir dasar sumur tersebut
adalah :
a. Pb < Pwf < Pr
b. Pwf(g) < Pwf < Pb
Dimana Pwf(g) adalah tekanan alir dasar sumur, pada harga laju produksi
total sama dengan laju produksi minyak maksimum.
c. 0 < Pwf < Pwf(g)

1. Perhitungan untuk Pb < Pwf < Pr


Untuk tekanan alir dasar sumur lebih besar daripada tekanan saturasi dan
di bawah tekanan reservoir, laku alir total dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan indeks produktivitas konstan, yaitu :
q
PI 
Ps  Pwf

2. Perhitungan untuk Pwf(g) < Pwf < Pb


Perhitungan laju produksi total pada selang harga tekanan ini perlu
dihitung terlebih dahulu variabel  yang diperlukan untuk memilih persamaan
yang akan digunakan, yaitu :
Fw
 
(0,125 xFoxPb xPI )

Apabila diperoleh harga  =


-  tidak sama dengan nol (0) :
qL = (-C + ( C2 - 42D)0,6) / (22)

- Jika  sama dengan nol :


qL = D/C
Keterangan :
A = (Pwf + 0,125 Fo Pb – PwfPr)/ (0,125 FoPb)
C = 2AB + (80/(qLmax-qb))
D = A2 (80qb)/(qomax - qb) – 81

3. Perhitungan untuk 0 < Pwf < Pwf(g)


Pada tekanan-tekanan yang terletak dalam selang interval ini, laju produksi
total dihitung dengan persamaan :
qL = (Pwf(g)+qomax (tan)-Pwf) / tan 

Perhitungan kurva IPR untuk Pr < Pb


Persamaan-persamaan sebelumnya telah diturunkan untuk keadaan
tekanan reservoir lebih tinggi daripada tekanan saturasi. Apabila tekanan reservoir
lebih rendah daripada tekanan saturasi maka perhitugan kurva IPR masih
menggunakan persamaan-persamaan di atas dengan merubah :
- Tekanan saturasi (Pb) menjadi tekanan reservoir (Pr).
- Harga laju produksi pada tekanan saturasi (qb) = nol.
Penyelesaian selanjutnya sama seperti uraian di atas.

4.3. MEKANIKA BATUAN.


Mekanika batuan dipelajari dalam kaitannya dengan operasi perekahan
batuan, dimana dipelajari sifat-sifat mekanik batuan terutama dalam kaitannya
dengan tekanan.
Batuan dalam bumi akan mengalami tegangan-tegangan yang diakibatkan
oleh gaya-gaya yang bekerja atau dikenakan kepadanya. Sifat batuan yang cukup
penting adalah hubungan kerapuhan relatif batuan terhadap tegangan (tension).
Dalam kenyataannya, kuat tekan (compressive strength) batuan dapat menjadi dua
kali lipat dari kuat tarik (tensile strength) batuan tersebut. Sifat batuan seperti ini
akan sangat berguna untuk pelaksanaan perekahan hidrolik. Pada dasarnya
perekahan hidrolik meliputi kekuatan penghancuran dinding lubang bor yakni
kemampuan menghancurkan dinding batuan reservoir. Dalam mekanika batuan,
suatu batuan dapat diasumsikan sebagai suatu material yang bersifat elastis,
seragam (homogen), dan isotropis.
Setiap material apabila dikenai beban maka akan mengalami perubahan
bentuk (deformasi). Gaya atau tekanan per satuan luas disebut stress, (). Selain
stress, perubahan bentuk dalam hal ini perubahan dalam panjang, () dibanding
dengan panjang semula, (l) disebut strain, ().

1. Stress.
Stress didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang bekerja
dengan bidang kontak gaya tersebut (gaya persatuan luas).
F
 
A
Keterangan :
 = Stress, Psi.
F = Gaya yang bekerja, lb.
A = Luas bidang kontak, inch2.
Stress memiliki satuan yang sama dengan tekanan dan memiliki hubungan
dalam perekahan.

2. Strain.
Strain adalah besarnya deformasi suatu material ketika ketika sebuah stress
diterapkan pada material tersebut. Secara kualitatif, strain dapat didefinisikan :
x1  x2

x1
Strain merupakan parameter yang tidak berdimensi dan memilki arah
vektor yang sama dengan gaya F dan tegak lurus dengan bidang yang mengalami
stress.

3. Modulus young.
Modulus young merupakan modulus elastisitas, yang didefinisikan sebagai
ukuran seberapa besar suatu material akan mengalami deformasi elastik ketika
suatu gaya diterapkan padanya, hal ini merupakan kata lain dari kekerasan.
Modulus young (E) merupakan perbandingan antara stress dan strain :

E

Karena strain merupakan parameter yang tak berdimensi, maka modulis
young memiliki satuan yang sama dengan stress.

4. Poisson ratio.
Poisson ratio didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah material akan
mengalami deformasi dengan arah tegak lurus dari gaya yang diberikan dan
paralel dengan bidang dimana stress menyebabkan strain.
Pada gambar di bawah ini, strain yang terjadi pada arah x, dan strain ke
arah y didefinisikan oleh persamaan di bawah ini :
x1  x2 y1  y2
x  y 
x1 y1
Sehingga Poisson ratio didefinisikan :
y
V 
x

5. Modulus Shear
Tegangan geser (shear stress) pada permukaan suatu bidang material akan
mengakibatkan bidang permukaan tersebut berpindah atau bergeser membentuk
suatu bidang baru yang letaknya paralel dengan bidang semula. Perbandingan
antara besar harga shear stress yang diberikan terhadap sudut yang dibentuk akibat
deformasi yang terjadi (kekakuan suatu material) dikenal sebagai Modulus Shear
(G). Secara matematis dapat dituliskan :
F/A Shear Stress  lb / in 2 
G= = Besar Sudut Deformasi =  
  radian 

Untuk fluida, besar harga G sama dengan nol sedangkan untuk padatan, G
merupakan suatu bilangan terbatas.

6. Modulus Bulk
Beban compressive yang diberikan terhadap semua bagian suatu balok
material pada kondisi hidrostatis, akan mengakibatkan pengurangan volume bulk
total. Perbandingan antara tegangan yang diberikan (gaya per unit luas permukaan
suatu bidang) terhadap perubahan volume untuk setiap satu unit volume awal
suatu material dinamakan Modulus Bulk (K). Secara matematis :
F/A Gaya / Luas Permukaan  lb / in 2 
K =  / v = Perubahan Volume / Volume Awal =  3 3 
 in / in 

7. Overburden stress
Overburden stress tidak tergantung pada tektonik, dan harganya sama
dengan berat batuan formasi di atasnya. Dengan integrasi pada density log, bisa
diperkirakan harganya :
H
 v  g  ( z ) dz
0

Rata-rata gradient akan disekitar 0,95 – 1,1 psi/ft. Harga 1,1 psi/ft didapat
kalau semua formasi rata memiliki densitas sekitar 165 lb/ft3 maka gradien stress
= 165/144 = 1,1 psi/ft. Karena formasi ada yang tidak rapat atau berpori, maka
harganya bisa saja sampai 0,95. Kalau overburden adalah harga absolut, yang

dialami oleh batuan dan fluida di pori-pori adalah effective stress (  v' ), yang
didefinisikan sebagai :
 'v   v  p

dimana  adalah Konstanta Poroclastic Biot (1956), yang kebanyakan reservoir


bernilai 0,7.
Stress vertikal memberi efektif akan diterjemahkan ke arah horizontal
dengan perbandingan poisson , dimana :
v
 'H  v
1 v

 H' adalah stress horizontal efektif dan v = poisson ratio. Variabel ini
adalah sifat batuan. Untuk sandstone sekitar 0,25, yang mana menunjukkan bahwa
stress horizontal efektif adalah sekitar 1/3 dari vertikal stress efektifnya. Absolute
horizontal stress  H akan sama dengan efektif stress plus p
Harga stress minimum efektif adalah :

 H min '   'H

Dan harga stress minimum absolut adalah


 H min   'H min  p
Stress horizontal absolut berkurang dengan produksi fluida sumurnya.
Harga stress tidak akan sama keseluruh arah horizontal. Stress tersebut adalah
harga stress horizontal minimum absolut, karena harga stress horizontal
maksimum absolut adalah :
 H max   H min   tect

 tect adalah suatu kontribusi dari gaya tektonik bumi.

Dari persamaan-persamaan diatas, maka ketiga stress utama adalah :


 v ,  H min , dan  H max . Arah rekahan akan tegak lurus dengan harga stress

terkecil dari ketiganya.


Apabila suatu permukaan mengalami erosi, sehingga kedalamannya
hilang, maka tekanan overburden akan mengecil, tetapi stress horizontal minimum
absolut dan maksimum absolut akan tetap, sehingga mungkin saja dapat
mengakibatkan rekahan yang seharusnya vertikal menjadi horizontal.
Pada kedalaman yang dangkal, sering terjadi perekahan horizontal. Untuk
itu Craft, Holden, dan Graves menunjukkan bahwa stress tangensial
(circumferencial) sepanjang tepian sumur adalah dua kali stress horizontal
compressive didekatnya. Untuk membuat rekahan, stress ini dan tensile stress
batuan harus dilawan, sehingga tekanan perekahan adalah :
p bf  2 h  To  2 v /(1  v) v  To

Rekahan horizontal terjadi bila pbf   v , atau bilamana 2v /(1  v) v  To   v .


Dengan anggapan gradien 1 psi/ft, v = 0,25, dan T o = 1000 psi, maka kedalaman
maksimum akan 3000 ft.

4.4. FLUIDA PEREKAH DAN ADDITIF.


Fluida yang dipakai dalam operasi perekahan hidrolik dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu :
1. Water base fluid (Fluida Perekah dengan bahan dasar air)
2. Oil base fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar minyak)
3. Emulsion base Fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar asam)
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap fluida perekah adalah :
1. Stabil
2. Tidak menyebabkan kerusakan formasi
3. Mempunyai friction loss pemompaan yang rendah
4. Mampu membawa bahan pengganjal kedalam rekahan yang dibuat
Dalam operasi perekahan hidrolik suatu fluida perekah harus
menghasilkan friction yang kecil tetapi mempunyai viskositas yang tinggi untuk
dapat menahan proppant, dan dapat diturunkan kembali setelah operasi dengan
mudah. Dalam hal ini additive atau zat tambahan diperlukan untuk
mengkondisikan fluida perekah sesuai dengan kebutuhan. Adapun additive yang
perlu ditambahkan dalam fluida dasar adalah sebagai berikut :
1. Thickener , berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida
dasar. Contohnya adalah guar, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG
(Carboxymethyl Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose) dan
Xantan gum.
2. Crosslinker , (pengikat molekul agar rantai menjadi panjang) diperlukan
untuk meningkatkan viskositas dengan jalan mengikat satu molekul atau lebih
sehingga proppant yang dibawa tidak mengalami settling (pengendapan) serta
memperkecil leak-off fluida ke formasi. Biasanya organometalic atau
transition metal compounds yang biasanya borate, titan dan zircon.
3. Buffer , (pengontrol pH) dimana pada pencampuran setempat, polimer
dalam bentuk powder ditambahkan dalam fluida dasar. Untuk dapat terpisah
dengan baik, pH harus berkisar 9, yang didapat dari pencampuran dengan basa
seperti NaOH, NH4OH, asam asetat dan asam sulfamic (HSO3NH3).
4. Bactericides/biocides , (anti bakteri) dimana bakteri penyerang polimer
merusak ikatan polimer dan mengurangi viskositasnya, sehingga perlu
ditambahkan anti bakteri seperti glutaraldehyde, chlorophenate
squaternaryamines dan isothiazoline. Zat ini perlu ditambah ditanki sebelum
air ditambahkan, karena enzim yang terlanjur dihasilkan bisa memecah
polimer. Bactericides tidak dipergunakan apabila fluida dasarnya minyak.
5. Gelling agent , (pencampur gel) untuk menghindari mengumpulnya gel,
seringkali gel dicampur terlebih dahulu dengan 5% methanol atau isopropanol.
Penggunaan zat ini bisa diperbesar kadarnya untuk formasi yang sensitive.
6. Fluid Loss additive , fluid loss harus diperkecil. Untuk formasi homogen,
biasanya sudah cukup dengan filter cake yang terbentuk di dinding
formasi.Material yang umum dipakai antara lain : pasir 100-mesh, silica fluor
(325-mesh), baik untuk rekahan kecil alamiah (silica flour 200 mesh untuk
rekahan kecil < 50 micron dan 100 mesh untuk yang lebih besar >50 micron),
Oil Soluble Resins, Adomite Regain (Con Starch), Diesel 2-5 %
(diemulsikan), Unrefined Guar dan Karaya gums.
7. Breakers , untuk memecahkan rantai polimer sehingga menjadi encer
(viskositasnya kecil) setelah penempatan proppant agar produksi aliran
minyak kembali mudah dilakukan. Breakers harus bekerja cepat,
konsentrasinya harus cukup untuk mengencerkan polimer yang ada.

Untuk pemilihan fluida perekah yang sesuai, harus dipenuhi kriteria sebagai
berikut :
1. Memiliki harga viskositas cukup besar, yaitu 100 – 1000 cp pada
temperature normal.
2. Filtrasi yang terjadi jangan sampai menutup pori-pori batuan.
3. Stabil pada tekanan tinggi.
4. Tidak bereaksi dengan fluida reservoir, karena dapat menimbulkan
endapan yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi.
5. Tidak membentuk emulsi di dalam lapisan reservoir.
6. Viskositas cairan dapat berubah menjadi kecil setelah terjadinya
perekahan, sehingga mudah disirkulasikan keluar dari sumur.
7. Dari segi ekonomi harus memiliki harga yang relative murah.

Pada operasi perekahan hidrolik proses pemompaan fluida adalah sebagai


berikut :
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya
minyak, air, dan atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer
agent, fluid loss additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah damage,
dan ini dipompakan didepan untuk membantu memulai membuat rekahan.
Viscositas yang rendah dapat masuk ke matrix lebih mudah dan mendinginkan
formasi untuk mencegah degradasi gel..
2. Pad, yaitu fluida dengan viskositas lebih tinggi, juga tanpa proppant
dipompakan untuk membuka rekahan dan membuat persiapan agar lubang
dapat dimasuki slurry dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi
mengurangi leak- off (kebocoran fluida meresap masuk ke formasi). Pad
diperlukan dalam jumlah cukup agar tidak terjadi terjadi 100 % leak-off
sebelum rekahan terjadi dan proppant ditempatkan.
3. Slurry dengan proppant, yaitu proppant dicampur dengan fluida kental,
proppant ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan
penambahan proppant ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya
(tergantung pada karakteristik formasi, sistem fluida, dan gelling agent).
4. Flushing, yaitu fluida untuk mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,
viskositasnya tidak terlalu tinggi dengan friksi yang rendah.

Mekanika Fluida Hydraulic Fracturing


Fluida perekah digunakan untuk membuat rekahan yang cukup besar,
sehingga proppant dapat masuk ke dalam rekahan tanpa mengalami bridging
(mampat) atau settling (pengendapan). Oleh karena itu, fluida perekah harus
mempunyai viskositas yang tinggi dan faktor kehilangan fluida harus diperkecil
dengan sifat wall building dengan penggunaan polimer.
1. Rheology.
Sifat dari fluida perekah bergantung dari flow regime. Pada perekahan,
fluida mengalir pada beberapa bentuk geometri dengan kondisi shear dan
temperatur yang bermacam-macam, misalnya kalau di frac tank, statik dengan
temperatur sekeliling. Kalau dipompa shearnya tinggi, waktunya singkat saja.
Kalau di tubing, biasanya turbulent dan sering berhenti dari waktu ke waktu
sekitar 1 – 10 menit dengan terkena panas dari sekelilingnya, shear rate-nya
berkisar 500 – 3000 sec-1. Bila di perforasi, shear akan tinggi dan waktu
pemompaan pendek. Di rekahannya, aliran akan laminer yang terjadi dalam waktu
cukup lama yakni sampai 3 – 4 jam lebih.
Sifat rheologi digunakan untuk mendapatkan harga viskositas yang cukup
berdasarkan besarnya harga shear rate dan shear stressnya. Di dalam rheologi
dikenal jenis fluida sebagai berikut : Newtonian, Bingham Plastic dan Power
Law.
Untuk fluida Newtonian berlaku hubungan berikut :
τ = μ(du/dy) = μ γ
Keterangan : τ = shear stress
γ = shear rate
μ = viskositas (air = 1), cp
Sedangkan untuk fluida Bingham Plastic berlaku :
τ = μ γ + τy
Keterangan :
τy = yield point (fluida Newtonian = 1)
Dan untuk fluida Power Law berlaku hubungan :
τ = K γn
Keterangan : K = consistency index, lbf-secn /ft2
n = power law index

2. Leak-off Fluid (kebocoran fluida).


Kehilangan fluida (leak-off) adalah terjadinya aliran fluida perekah masuk
ke dalam formasi. Hal ini disebabkan karena tingginya tekanan fluida yang
dipompakan ke formasi, sehingga menyebabkan volume rekahan yang terjadi
berkurang serta proppant akan mengalami pemampatan dan mengendap. Leak-off
merupakan faktor penting dalam penentuan geometri rekahan.
Cooper et al. mendiskripsikan harga koefisien leak-off total (Ctot) yang
terdiri dari tiga mekanisme yang terpisah sebagai berikut :
1. Viscosity controlled (Ct), adalah suatu kehilangan fluida yang dipengaruhi
oleh viskositas. Penentuan besarnya harga Ct (ft/menit1/2) didapat dengan
persamaan :
k φ ΔP
Ct = 0.0469
μ1

Keterangan :
k = permeabilitas relatif formasi terhadap material yang leak off, md
φ = porositas batuan, fraksi
μ1 = viskositas filtrat fluida perekah pada kondisi formasi, cp
ΔP = beda tekanan antara fluida didepan dinding dengan tekanan
di pori-pori batuan, psia
2. Compressibility controlled (CH), adalah suatu kehilangan fluida yang
dipengaruhi oleh kompresibilitas. Penentuan besarnya harga CH (ft/menit1/2)
dapat dilakukan dengan persamaan :
k  Ct
CH = 0.0374 ΔP

Keterangan :
Ct = kompresibilitas total formasi, psi-1
μ = viskositas fluida formasi yang bisa bergerak pada kondisi
reservoir, cp
3. Wall building mechanism (CHt), yang terbentuk dari residu polimer di
dinding formasi yang menghalangi aliran ke formasi. Hal ini penting untuk
membatasi fluida yang hilang ke formasi. Harga CHt dihitung berdasarkan
percobaan di laboratorium, dimana harga CHt merupakan kemiringan pada
daerah linier.
Dari ketiga mekanisme diatas, maka besarnya koefisien leak-off total adalah
sebagai berikut :
2 C t C H C Ht
Ctot =
 2 2
 2
C t C Ht  C Ht 2 C t  4C H C t  C Ht
2
 1/2

Pemilihan Fluida Perekah


Pemilihan jenis fluida perekah terutama dipilih karena sifat formasi,
kandungan clay, jenis reservoir (minyak atau gas), ada parafin (asphaltene),
tekanan dan temperatur reservoir, dan pengalaman masa lalu sukses atau tidak,
serta harganya..
a. Sifat formasi
Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah sifat kimia dan sifat fisik
dari batuan sebelum dilakukan perekahan dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi pemilihan fluida perekah. Pada batuan limestone, dolomite atau
jenis yang lain dengan sifat kelarutan yang tinggi, acid base fluids menjadi pilihan
yang efektif. Pada batupasir water atau oil base fluids lebih umum digunakan.
Jika permeabilitas formasi tinggi dan tidak rusak, maka hanya perlu sedikit
treatment perekahan namun bagaimanna juga komplesi sumur sedikitnya akan
menyebabkan kerusakan formasi, jadi fluida perekah haruslah diseleksi agar
treatment yang dilakukan tidak menurunkan permeabilitas dari matrik batuan.
Dalam beberapa kasus, tujuan awal dari perekahan adalah untuk menanggulangi
kerusakan yang disebabkan pada proses pemboran, proses penyemenan dan lain
sebagainya.
Faktor penting lainnya adalah kandungan clay pada batuan. Oil base fluid
direkomendasikan untuk menanggulangi penurunan permeabilitas dari pengaruh
clay yang sifatnya sensitif terhadap air. Jika formasi yang akan direkahkan adalah
formasi karbonat, sebaiknya digunakan acid base fluid.

b. Bottom Hole Temperatur dan Tekanan


Bottom Hole Temperatur harus dipertimbangkan dalam pemilihan fluida
perekah yang akan digunakan dan pada seleksi jenis dan konsentrasi aditif.
Dengan semakin meningkatnya temperatur pada umumnya akan meningkatkan
jumlah dari cairan maka friction loss control aditif ditambahkan pada bahan dasar
minyak, dan dengan menurunnya temperatur akan menurunkan viskositas.
Bottom hole pressure adalah hal lain yang perlu dipertimbangkan, jika
bottom hole pressure akan berpengaruh pada viskositas dan densitas fluida
perekah hal tersebut dipertimbangkan untuk membantu tekanan pompa pada
proses perekahan. Pada sumur dengan tekanan formasi rendah, yang perlu
diperhatikan adalah fluida perekah yang mudah dikeluarkan kembali setelah
operasi perekahan selesai.
c. Fluida Formasi
Jika formasi mengandung minyak berat dan asphalt atau parafinic, maka
jangan digunakan cairan perekah dengan bahan dasar minyak yang mempunyai
API Gravity tinggi, karena dapat menyebabkan pengendapan asphalt dan paraffin.
Dalam hal ini akan lebih aman jika menggunakan fluida peretak bahan dasar air.
Selain hal diatas pemilihan fluida perekah perlu dipertimbangkan untuk jenis
reservoinya, reservoir gas atau reservoir minyak.

4.5. MATERIAL PENGGANJAL (PROPPANT).


Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang
terbentuk tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan
dihentikan dan diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik
bagi fluida yang diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir
yang bersangkutan.
Jenis Proppant
Beberapa jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah
pasir alami, pasir berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik
(Ceramic Proppant).

1. Pasir Alami
Berdasarkan sifat-sifat fisik yang terukur, pasir dapat dibagi ke dalam
kondisi baik sekali, baik, dan dibawah standat. Golongan yang paling baik
menurut standart API adalah premium sands yang berasal dari Illinois,
Minnesota, dan Wisconsin. Biasanya disebut ‘Northern Sand”, “White Sand”,
“Ottawa Sand”, atau jenis lainnya misalnya “Jordan Sand”.Golongan yang
baik berasal dari Hickory Sandstone di daerah Brady, Texas, yang memiliki
warna lebih gelap dari pada pasir Ottawa. Umumnya disebut “Brown Sand”,
“Braddy Sand”, atau “Hickory Sand”. Berat jenisnya mendekati 2,65. Salah
satu kelebihan pasir golongan ini dibanding pasir Ottawa adalah harganya
yang lebih murah.
2. Pasir Berlapis Resin (Resin Coated Sand)
Lapisan resin akan membuat pasir memiliki permukaan yang lebih rata
(tidak tajam), sehingga beban yang diterima akan terdistribusi lebh merata di
setiap bagiannya. Ketika butiran proppant ini hancurkarena tidak mampu
menahan beban yang diterimanya, maka butiran yang hancur tersebut akan
tetap melekat dan tidak tersapu oleh aliran fluida karena adanya lapisan resin.
Hal ini tentu saja merupakan kondisi yang diharapkan, dimana migrasi
pecahan butiran (fine migration) penyebab penyumbatan pori batuan bias
tereliminasi. Proppant ini sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pre-cured Resins
Berat jenisnya sebesar 2,55 dan jenis ini dibuat dengan cara pembakaran
alam proses pengkapsulan.
b. Curable Resins
Penggunaan jenis ini lebih diutamakan untuk menyempurnakan kestabilam
efek pengganjalan. Maksudnya adalah, proppant ini dinjeksikan dibagian
belakang (membuntuti slurry proppant) untuk mencegah proppant
mengalir balik ke sumur (proppant flow back). Setelah membeku,
proppant ini akan membentuk massa yang terkonsolidasi dengan daya
tahan yang lebih besar.

3. Proppant Keramik (Ceramic Proppant)


Proppant jenis ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Keramik berdensitas rendah (Low Density Ceramic)
Jenis ini memiliki berat jenis hampir sama dengan pasir (SG = 2,7),
memiliki kemampuan untuk menahan tekanan penutupan (Clossure
pressure) sampai 6000 psi, serta banyak digunakan di Alaska.
b. Keramik berdensitas sedang (Inter mediate Ceramic)
Jenis ini lebih ringan dan lebih murah dibandingkan Sintered Bauxite,
memiliki specific gravity 3,65. Karena harganya yang mahal maka
proppant ini hanya digunakan untuk mengatasi tekanan yang benar-benar
tinggi. Proppant jenis ini mampu menahan tekanan sebesar 12000 psi,
biasa digunakan untuk temperature tinggi dan sumur yang sour
(mengandung H2S).
c. Resin Coated Ceramic
Suatu jenis baru yang merupakan kombinasi perlapisan resin dan butiran
keramik. Jenis ini terbukti memberikan kinerja yang lebih baik. Khusus
untuk resin coated proppant, variasi yang dimunculkan semakin banyak.
Resin Coated Ceramic memiliki ketahanan terhadap closure pressure
sebesar 15000 psi dan temperature hingga 450 oF.
Pengaruh proppant terhadap konduktivitas rekahan.
Sifat fisik proppant yang mempengaruhi besarnya konduktivitas rekahan
antara lain :
1. Kekuatan proppant, apabila rekahan telah terbentuk, maka tekanan formasi
akan cenderung untuk menutup kembali rekahan tersebut yang dinotasikan
sebagai closure stress (stress yang diteruskan formasi kepada proppant pada
waktu rekahan menutup). Sehingga proppant harus dapat menahan closure
stress tersebut.
2. Ukuran proppant, dimana semakin besar ukuran proppant, biasanya
memberikan permeabilitas yang semakin baik.
3. Kualitas proppant, dimana prosentase kandungan impurities yang besar
dapat memberikan pengaruh pada proppant pack.
4. Bentuk butiran proppant, Semakin bulat dan halus permukaannya, semakin
tahan tekanan.
5. Konsentrasi (densitas proppant), yang akan berpengaruh dalam transportasi
proppant dan penempatannya dalam rekahan, dimana proppant dengan
densitas yang tinggi akan membutuhkan fluida berviskositas tinggi untuk
mentransport ke dalam rekahan
4.6. MODEL GEOMETRI REKAHAN.
Untuk menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip hukum
konversi momentum, massa dan energi, serta kriteria berkembangnya rekahan,
yang berdasarkan interaksi batuan, fluida dan distribusi enersi.
Secara umum model geometri perekahan adalah:
1. Model perekahan dua dimensi (2-D)
Tinggi tetap, aliran fluida satu dimensi (1-D)
2. Model Perekahan pseudo tiga dimensi (P-3-D)
Perkembangan dengan ketinggian bertambah, aliran 1 atau 2D
3. Model 3 dimensi (3-D)
Perluasan rekahan planar 3D, aliran fluida 2D
Dalam penjelasan di sini hanya akan dibicarakan model perekahan 2D,
karena masih bisa dipecahkan secara manual dengan bantuan matematika atau
grafis. 3D memerlukan komputer canggih atau PC yang canggih tetapi makan
waktu agak lama (dan butuh data yang lengkap mengenai stiffness matrix, variasi
stress, dan lain-lain) sedangkan model software P3DH bisa untuk PC dan dijual
oleh beberapa perusahaan antara lain oleh SSI, Meyer & Assoc. Intercomp,
Holditch & Assoc., NSI Technologies Inc dan beberapa yang lain adalah yang
paling umum dipakai saat ini.
Di bawah ini akan dibicarakan tiga model dimensi perekahan, yakni :
1. Howard & Fast (Pan American) serta diolah secara metematika oleh Carter
2. PKN atau Perkins, Kern (ARCO) & Nordgren
3. KGD atau Kristianovich, Zheltov (Russian Model ) lalu diperbaharui oleh
Geertsma dan de Klerk (Shell).

1. PAN American Model.


Howard dan Fast memperkenalkan metode ini yang kemudian dipecahkan
secara matematis oleh Carter. Untuk menurunkan persamaannya maka dibuat
beberapa asumsi :
a. Rekahannya tetap lebarnya
b. Aliran ke rekahan linier dan arahnya tegak lurus paa muka rekahan.
c. Kecepatan aliran leak-off ke formasi pada titik rekahan tergantung dari
panjang waktu pada mana titik permukaan tsb mulai mendapat aliran.
d. Fungsi kecepatan v = f(t) sama untuk setiap titik di formasi, tetapi nol pada
waktu pertama kali cairan mulai mencapai titik tersebut.
e. Tekanan di rekahan adalah sama dengan tekanan di titik injeksi di formasi,
dan dianggap konstan.
Dengan asumsi tersebut Carter menurunkan persamaan untuk luas bidang
rekah satu sayap :
qiW   2c t W  erfc 2c  t   4C t  1
2

A(t )  e  W  
4C 2    W 

atau
qiW  x2 2x 
A(t ) 
4C 2 e erfc x     1
 
Keterangan:
x  2C t w ,
A(t) = luas, ft2 untuk satu sisi pada waktu t
q = adalah laju injeksi, cuft/men,
W = lebar rekahan, ft,
t = waktu injeksi, menit dan
C = total leak off coeffisient = Ct, ft/V men, dan erfc adalah
complementary error function yang ditabelkan pada Tabel di
bawah ini

Tabel I
Complementary Error Function

x 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,0 1,0000 0,9887 0,9774 0,9662 0,9549 0,9436 0,9324 0,9221 0,9099 0,8987
0,1 0,8875 0,8764 0,8652 0,8541 0,8431 0,8320 0,8210 0,8110 0,7991 0,7882
0,2 0,7773 0,7665 0,7557 0,7450 0,7343 0,7237 0,7131 0,7026 0,6921 0,6817
0,3 0.6714 0,6611 0,6509 0,6407 0,6300 0,6206 0,6107 0,6008 0,5910 0,5813
0,4 0,5716 0,5620 0,5525 0,5431 0,5335 0,5245 0,5153 0,5063 0,4973 0,4883
0,5 0,4795 0,4708 0,4621 0,4535 0,4451 0,4367 0,4254 0,4202 0,4121 0,4041
0,6 0,3961 0,3883 0,3806 0,3730 0,3654 0,3550 0,3506 0,3434 0,3362 0,3292
0,7 0,3222 0,3153 0,3086 0,3019 0,2953 0,2888 0,2825 0,2762 0,2700 0,2639
0,8 0,2579 0,2520 0,2462 0,2405 0,2349 0,2283 0,2239 0,2186 0,2133 0,2082
0,9 0,2031 0,1981 0,1932 0,1884 0,1837 0,1791 0,1746 0,1701 0,1658 0,1615
1,0 0,1573 0,1532 0,1492 0,1452 0,1414 0,1376 0,1339 0,1302 0,1267 0,1232
1,1 0,1195 0,1165 0,1132 0,1100 0,1069 0,1039 0,1009 0,0960 0,0952 0,0924
1,2 0,0697 0,0870 0,0845 0,0819 0,0795 0,0771 0,0745 0,0752 0,0703 0,0684
1,3 0,0660 0,0639 0,0619 0,0600 0,0581 0,0562 0,0544 0,0527 0,0510 0,0493
1,4 0,0477 0,0461 0,0446 0,0431 0,0417 0,0403 0,0359 0,0376 0,0363 0,0351
1,5 0,0339 0,0327 0,0316 0,0305 0,0294 0,0284 0,0274 0,0264 0,0255 0,0245
1,6 0,0237 0,0228 0,0220 0,0212 0,0204 0,0196 0,0189 0,0182 0,0175 0,0168
1,7 0,0162 0,0156 0,0150 0,0144 0,0139 0,0133 0,0128 0,0123 0,0118 0,0114
1,8 0,0109 0,0105 0,0101 0,0097 0,0093 0,0089 0,0085 0,0032 0,0078 0,0075
1,9 0,0072 0,0069 0,0066 0,0063 0,0061 0,0055 0,0056 0,0053 0,0051 0,0049
2,0 0,00468 0,00448 0,00428 0,00409 0,00391 0,00374 0,00358 0,00342 0,00327 0,00312
2,1 0,00295 0,00285 0,00272 0,00259 0,00247 0,00236 0,00225 0,00215 0,00205 0,00195
2,2 0,00186 0,00178 0,00169 0,00161 0,00154 0,00146 0,00139 0,00133 0,00126 0,00120
2,3 0,00114 0,00109 0,00103 0,00098 0,00094 0,00089 0,00085 0,00080 0,00076 0,00072
2,4 0,00069 0,00065 0,00062 0,00059 0,00056 0,00053 0,00050 0,00048 0,00045 0,00043
2,5 0,00041 0,00039 0,00037 0,00035 0,00033 0,00031 0,00029 0,00028 0,00026 0,00025
2,6 0,00024 0,00022 0,00021 0,00020 0,00019 0,00018 0,00017 0,00016 0,00015 0,00014
2,7 0,00013 0,00013 0,00012 0,00011 0,00011 0,00010 0,00009 0,00008 0,00008 0,00008
2,8 0,000075 0,000071 0,000067 0,000063 0,000059 0,000056 0,000052 0,000049 0,000046 0,000044
2,9 0,000041 0,000039 0,000036 0,000034 0,000032 0,000030 0,000028 0,000027 0,000025 0,000023

2. PKN dan KGD.


PKN adalah model pertama dari 2D yang banyak dipakai dalam analisa
setelah tahun 1960-1970. Metode ini digunakan bila panjang (atau dalam) rekahan
jauh lebih besar dari tinggi rekahan (xfhf).
Apabila sebaliknya, dimana tinggi rekahan jauh lebih besar dari
kedalamannya (xfhf) maka metode KGD-lah yang harus dipilih. Sebenarnya ada
bentuk lain yang disebut radial atau “berbentuk mata uang logam”(penny shape)
kalau xf = hf, tetapi jarang dipakai.

Tabel di bawah ini menunjukkan persamaan-persamaan yang dibuat


berdasarkan metode PKN dan KGD.

Tabel II
Persamaan-persamaan untuk Mencari Panjang Rekahan L,
Lebar Rekahan Maksimum w, dan Tekanan Injeksi p dan
Dianggap Laju Injeksi Konstan

Model
L(t) W(0,t) (0,t) - H
Geometri

1/ 5
 Gq 3  1/ 5 1/ 4
C1  o
 t 4 / 5  (1  v) q o 2   4 / 5 C3
 Gq 3 L 
Model PKN  (1  v)h f 4  C2   t  o

 Gh f  Hf  (1  v) 3 
1/ 4 1/ 4
 G qo 3   (1  v) q 3   Gq h 3 
1/ 4
2/3 1/ 3 C 4
Model KGD C4  3
t C5  o
 t  o f

 (1  v )  h 
f   Gh f 3
 2H f  (1  v) 3 L2 

Tabel III
Harga C1 sampai C6 pada Tabel di atas
Model Satu Dua
C
Geometri Sayap Sayap
C1 0,60 0,395
PK C2 2,64 2,00
C3 3,00 2,52
C1 0,68 0,45
PKN C2 2,50 1,89
C3 2,75 2,31
C4 0,68 0,48
KGD C5 1,87 1,32
C6 2,27 1,19

4.7. ANALISA TEKANAN PEREKAHAN.


Dalam operasi perekahan, tekanan merupakan parameter penting dalam
desain maupun evaluasi pelaksanaannya.
Tekanan bertambah sejalan dengan injeksi atau proses perekahan dan
dilanjutkan dengan tekanan penutupan sesaat (ISIP = Instantenous Shut In
Pressure) dimana dimulai fase penurunan sampai rekahan mulai menutup
bersamaan dengan fluid loss sampai rekahan sudah tertutup. Pada fase ini fluid
loss masih berlanjut dengan pola yang berbeda sejalan dengan penurunan laju
fluid loss dan menuju ke tekanan reservoirnya.
Tekanan penutupan sesaat yang diukur dengan cara menghentikan aliran
fluida, bergantung pada lebar rekahan dan juga tekanan yang ada di sekitar
rekahan. Bila fluida yang diinjeksi berada dalam volume yang besar karena
keinginan untuk membuat rekahan yang lebih lebar, maka dalam pengukurannya
akan diperoleh tekanan penutupan sesaat yang besar pula. Sedangkan bila kita
ingin mengetahui adanya pengaruh dari tegangan tektonik (tectonic stress) pada
suatu formasi yang akan direkahkan, maka tekanan penutupan harus diukur
setelah diinjeksikan sejumlah fluida berviskositas rendah (dalam jumlah yang
sedikit). Hal ini karena pada kondisi tersebut di atas, tekanan injeksi fluida belum
banyak berpengaruh terhadap melebarnya rekahan. Besarnya tekanan injeksi
fluida tersebut biasanya kurang dari 3000 Kpa.
Setelah tekanan penutupan dilakukan, karena pengaruh stress yang ada
dalam bumi maka mengakibatkan fluida perekah akan menempel pada dinding
rekahan sampai rekahan tersebut menutup kembali. Dan selanjutnya pada saat
dinding rekahan mulai menutup dan karena adanya pengaruh dari stress bumi dan
juga adanya kebocoran fluida, sehingga mengakibatkan tekanan turun dengan
sendirinya.
Bila pada suatu formasi yang sebelumnya telah dilakukan perekahan,
maka mungkin tidak akan ada perbedaan antara besar tekanan rekah dengan
tekanan pengembangan.. Dan bila suatu reservoir memiliki tekanan yang sangat
rendah, sumur akan terus membuka pada saat rekahan menutup sehingga tekanan
statis reservoir tidak akan bisa diukur di permukaan.
Bila ISIP adalah tekanan penutupan sesaat yang diukur di permukaan dan
BISIP adalah tekanan penutupan dasar sumur, maka :

BISIP  ISIP   g D

di mana D adalah kedalaman formasi. Persamaan di atas adalah tepat karena


ketika aliran fluida dihentikan maka tekanan friksi akan turun atau berkurang.
Sedangkan gradien rekah (FG) akan diperoleh dengan membagi tekanan
dasar sumur dengan kedalaman. Secara sistematis dapat ditulis :
FG  BISIP / D

4.8. PERALATAN PEREKAHAN HIDROLIK.


Pada pekerjaan Perekahan Hidrolik, peralatan-peralatan yang digunakan
antara lain:
 Tempat penampungan fluida
Untuk menampung fluida dasar dipakai tanki 50, 150, atau 500 barrel
yang diangkut dengan truk atau hanya berupa kolam /diletakkan di atas
platform.
 Peralatan penampung material pengganjal (proppant)
Alat ini berupa bak-bak yang menggunakan sistim gravitasi/ hidrolik
untuk memindahkan proppant ke tempat pencampuran.
 Peralatan pencampur
Peralatan pencampur dipakai untuk menyampur fluida dasar, proppant,
dan berbagai additivenya.
 Peralatan pompa bertekanan tinggi
Pompa yang digunakan berprinsip pada triplex pump. Pompa ini dipasang
pada sebuah truk atau platform.
 Peralatan pengontrol utama
Pengontrol ini berupa indikator-indikator pressure, densitas fluida,
kecepatan alir fluida, dan peralatan kontrol lainnya.
 Peralatan pipa-pipa di permukaan dan manifold
 Peralatan untuk operasi coiled-tubing fracturing (CTF) menggunakan
beberapa jenis straddle packer. Peralatan packer dibawah permukaan
(BHPA) didesain khusus untuk operasi CTF.

4.9. PERENCANAAN STIMULASI PEREKAHAN HIDROLIK.


1. Perhitungan-perhitungan desain perekahan :

1. Tekanan rekah batuan


Pfr = gfr x D
Keterangan :
Pfr = Tekanan rekah batuan, Psi.
gfr = Gradient rekah batuan, Psi/ft.
D = Kedalaman, ft.

2. Tekanan Differensial
P = Pfr-Pr
Keterangan :
Pr = Tekanan reservoir, Psi.

3. Koefisien rekahan
0,5
 K x xC 
K c  0,0374P e e R 
 R 
Keterangan :
Kc = Koefisien rekahan, ft/min0,5
Ke = Permeabilitas efektif, darcy
e = Porosiras, fraksi
CR = Kompresibilitas reservoir, 1/Psi
R = Viskositas fluida resrvoir, cp

4. Waktu pemompaan.
Vi
t 
42qi

Keterangan :
t = Waktu pemompaan, menit
Vi = Volume injeksi, gallon
qi = Laju injeksi, BBL/min

5. Efisiensi perekahan.
1  x2 2x 
Eff  e erfc( x)   1
x2   
Keterangan:
t
x  2Kc
Wf

Wf = Lebar rekahan, ft
Erfc (x) = Error function
6. Luas rekahan.
EffxVi
Af 
7,48W f

Keterangan :
Af = Luas rekahan, ft2

7. Jumlah proppant yang diperlukan.


S = WfAf(1-proppant)) (proppant x 62,4)
Keterangan :
S = Jumlah proppant yang diperlukan, lbs/cuft
sand = Porositas proppant
sand = massa jenis proppant

8. Total laju injeksi.


Vi  S /(8,34 sand )
Qi 
t
Keterangan:
Qi = total laju injeksi, gal/min

9. Massa jenis fluida terkoreksi temperatur.


f = 60 (1-  (Tf – 60 ))
Keterangan:
60 = massa jenis fluida injeksi pada 60 oF
Tf = Temperatur reservoir, oF
 = Koefisien expansi thermal, biasanya 0,0005

10. Densitas campuran fluida injeksi.


8,34 x f  X sand

1  0,456 X sand

Keterangan :
Xsand = S/Vi = Konsentrasi proppant, lbs/gallon
11. Tekanan hidrostatik injeksi.
Ph = 0,052  D
Keterangan:
Ph = tekanan hidrostatik, Psi

12. Tekanan injeksi di permukaan.


Pwh = Pfr – Ph + Pf
Keterangan :
Pwh = Tekanan injeksi di permukaan, Psi
Pf = Kehilangan tekanan akibat friksi, Psi.

13. Daya yang diperlukan.


Pwh qi
HHP 
1714
Keterangan :
HHP = hydraulic horse power.

2. Pelaksanaan pekerjaan Perekahan di Lapangan


Pelaksanaan pekerjaan perekahan hidrolik di lapangan dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu :

a. Pertimbangan Sebelum Pekerjaan Dilakukan.

 Menghitung tekanan injeksi yang diharapkan dan berapakah


tekanan maksimum yang diijinkan.
 Memeriksa arsip sumur untuk data informasi penyemenan sumur
dari CBL dan CET.
 Menghitung kekuatan packer dan mengevaluasi pipa-pipa yang
nantinya dilewati fluida injeksi.
 Memeriksa arsip untuk informasi perforasinya.
 Menghitung kapasitas rat hole.
 Hal-hal lain tergantung dari parameter sumur dan desainnya.
Seandainya dari log terdapat zona air atau gas yang berdekatan, maka harus
diawasi perkembangan rekahannya dengan mengontrol net pressure atau
viskositas.
b. Persiapan di Sekitar Sumur.

 Persiapan tempat untuk tanki-tanki guna pelaksanaan proyek perekahan.


 Kualitas dan kebersihan harus dijaga pada tanki untuk fluida perekah,
proppant, additive, dan air. Di sini, bactericide (anti bakteri) harus
ditambahkan pada tanki-tanki tersebut.
 Perlu juga dijaga kebersihan dari air yang dipakai dan campuran air harus
dianalisa pengaruhnya.
 Memerikas sampel proppant dari yang diterima dan diperiksa juga fines,
kualitas, distribusi butiran dan turbidity-nya. Setelah itu disimpan untuk
evaluasi setelah pekerjaan perekahan selesai nantinya.
 Mengitung jenis dan jumlah proppant.
 Meminta kontraktor untuk menguji tiap tanki selama pencampuran
berlangsung dan dicatat hasilnya.
 Menguji fluida dengan crosslinker yang akan dipakai pada pekerjaan
perekahan tersebut.
 Menguji pipa-pipa, manifold, hose, dan lain-lain dari kebocoran.
c. Setelah Fluida Dijadikan Gel.

 Naik ke atas tanki dan periksa volume, konsistensi, dan lain-lain.


 Setelah proppant dimasukkan ke dalam tanki, lihat jumlah dan lokasinya
 Melihat persiapan keperluan material dan membandingkan dengan
material yang telah ada.
 Selama pengamatan, perlu juga dilihat persiapan pemasangan alat-alat.
d. Pemasangan Alat-alat (Rig-up).

 Setiap pompa harus terisolasi dan memiliki check valve.


 Perlu memastikan kemampuan HHP dari pompa.
 Pipa untuk perekahan harus disusun dan mempunyai check valve.
 Semua ball injector harus paling tidak berjarak 40 ft dari kepala sumur.
 Pipa bleed-off (pelepas tekanan) harus selalu diperiksa.
 Pemeriksaan pompa, meliputi pemeriksaan pemipaan blender dan
lokasinya.
 Tempat untuk alat-alat tambahan atau pengganti (stand-by) harus diperiksa
kalau diperlukan sehingga nantinya akan mudah untuk pengoperasiannya.
 Lokasi-lokasi densimeter perlu juga diperiksa.
e. Sesaat Sebelum Pemompaan

 Tanki-tanki fluida perekah harus diaduk.


 Volume pengukuran di tanki-tanki harus selalu dicatat.
 Densimeter untuk ketelitian juga harus dicek.
 Flowmeter harus selalu dikalibrasi.
 Pengujian terhadap treesaver, yakni pipa yang digunakan agar kepala
sumur terisolasi dari tekanan, yang meliputi :
 Pemeriksaan terhadap pompa-pompa.
 Semua alat harus terpasang benar dan mesin harus sudah dipanaskan.
 Pemeriksaan terhadap komunikasi radio.
 Pemeriksaan apakah ada perubahan pH, viskositas, dan waktu
crosslink.
f. Selama Pemompaan.

 Catatan detail perlu dibuat secara periodik selama fasa-fasa injeksi


perekahan.
 Sampel diambil dari setiap tingkat pelaksanaan pekerjaan.
 Catatan persediaan material dibuat selama proses pemompaan
berlangsung.
 Secara periodik, perlu diperiksa tanki perekah, bin proppant, bahan
bakar, dan seterusnya, lalu bandingkan dengan catatan perjalan pekerjaan
(tally)
 Laju additive diperiksa
 Laju injeksi, volume fluida, tekanan injeksi permukaan, dan
tekanan annulus harus selalu dimonitor
g. Flushing.

Flushing adalah penginjeksian fluida biasa agar mendesak slurry untuk masuk
ke formasi. Overflushing yakni pengusahaan agar semua proppant dapat masuk ke
formasi adalah sangat berbahaya, karena bisa menyebabkan choke di dekat sumur,
yaitu menutupnya rekahan karena proppant-nya lewat dan terdesak oleh
overflushing tersebut.

 Jangan dibiarkan semua proppant masuk ke rekahan tetapi sisakan


sebagian di sumur.
 Penekanan (pressure-up) terhadap proppant jangan terus dilakukan karena
akan mengakibatkan terjadinya overflush.
 Volume flush sama dengan kapasitas pipa dikurangi 100 ft atau kapasitas
pipa dikurangi 2 –3 bbl.
 Konsentrasi proppant dimonitor dengan menggunakan densimeter yang
diletakkan di kepala sumur, dan jika konsentrasi proppant sudah menurun
maka itu berarti flushing harus sudah mulai dihitung.
 Volume flush harus dimonitor dengan benar yakni dengan :
 Bypass tub di blender
 Flush blender
 Tempat yang penuh dengan flush volume
h. Setelah Pelaksanaan Perekahan (Postfrac).

 ISIP dicatat untuk 5, 10, 15 menit setelah shut-in.


 Backside dilepaskan tekanannya (bleed-off).
 Tanki frac dan tempat proppant diperhatikan lalu dibandingkan
dengan tally terakhir dengan tally mula-mula kemudian tentukan volume
yang terpompakan.
 Sampel untuk pengujian di tahan atau disimpan bila diperlukan.
 Dapatkan salinan grafik pompa, tekanan, dan volume.
 Kontraktor perlu juga dievaluasi.
i. Periode Shut-in.

 Meminta kontraktor untuk mengambil contoh gel pada fase pemompaan


terakhir dan menentukan waktu pecahnya gel tersebut (gunakan BHST
dikurangi 25 atau 50oF). Ini adalah perode shut-in minimum walaupun
kadang-kadang perode ini ditentukan dari waktu closure yang tidak terlalu
lama.
 Tekanan menutup rekahan dapat diperkirakan dari shut-in pressure dengan
SIP dari grafiknya.
 Plot tekanan versus akar dari waktu (shut-in)

j. Tahap Pengaliran Kembali (Flowback Operation).

 Pengaliran kembali hanya dapat dilakukan kalau rekahan telah menutup


dan fluida perekah telah mencair (break), kecuali kalau dikuatirkan
proppant di bagian atas rekahan akan mengendap pada interval rekahan
yang panjang. Waktu break bisa diuji di lapangan dari sampel yang
diambil.
 Salah satu cara adalah dengan menambah jumlah breaker pada fluida yang
terakhir masuk.
 Flowback langsung terjadi tetapi pada laju yang rendah (1/8 – ¼ bpm),
tekanan setelah perekahan dapat dimonitor dengan alat Martin Decker
Gauge & Recorder.
 Flowback yang salah dan screen-out adalah dua hal yang dapat
menyebabkan kerusakan proppant, karena itu alirkan fluida ke dalam
sumur secara lambat dan mantapkan dengan tekanan yang cukup tinggi
selama proses clean-up (pengaliran kembali).
 Contoh (sampel) diambil dan dievaluasi kalau ada fines (butiran halus),
lalu viskositas dan kadar klorida dan proppant dukur (bedakan antara
proppant dengan pasir formasi).
 Bila proppant ikut terproduksi (tergantung banyaknya), maka choke
dikecilkan atau sumurnya ditutup (shut-in).
 Selanjutnya katup anulus dibuka dan tekanan dilepaskan karena adanya
pemanasan.
 Volume cairan dan proppant yang balik ke permukaan dicatat.
 Kedalaman sumur (PBTD) diperiksa dan dilakukan pembersihan proppant
dari sumur kalau diperlukan.

4.10. EVALUASI KEBERHASILAN STIMULASI PEREKAHAN


HIDROLIK.
Evaluasi hasil stimulasi perekahan dimaksudkan untuk menilai tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh pekerjaan tersebut meliputi keberhasilan
pelaksanaan proyek / operasi perekahan dilapangan dan peningkatkan laju
produksi minyak, dimana yang menjadi ukuran keberhasilan adalah adanya
kenaikan laju total produksi harian (Q), kenaikan Indeks Produktivitas (PI), dan
analisa terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan.
1. Kriteria keberhasilan berdasarkan laju produksi.
Dalam mengevaluasi hasil stimulasi perekahan hidrolik pertama-tama
adalah dengan mengamati laju hariannya. Bila laju produksi harian setelah
perekahan lebih besar dibanding sebelum perekahan, maka dapat dikatakan
stimulasi perekahan hidrolik tersebut berhasil.
2. Kriteria keberhasilan berdasarkan indeks produktivitas (PI).
Perekahan Hidrolik bisa dikatakan berhasil bila terdapat kenaikan
productivity index yang cukup berarti (beberapa ahli menyatakan operasi
perekahan berhasil apabila dapat merubah PI menjadi meningkat sepuluh kali
lipat). Evaluasi biasanya dengan membandingkan antara harga productivity index
sebelum perekahan dengan productivity index setelah rekahan. Untuk
menganalisa suatu perekahan hidrolik dapat dipergunakan beberapa metode.
Metode yang umum digunakan adalah metode Prats, dan McGuire & Sikora.
1. Metode Prats

Metode Prats adalah metode yang pertama kali digunakan dan sangat
sederhana. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap
ideal. Metode Prats dijabarkan lewat persamaan :

r 
ln  e 
J
  rw 
Jo  re 
ln  
 0,5 L f 

Keterangan:

Lf = setengah panjang rekahan dua sayap

Anggapan dalam persamaan Prats adalah :

 keadaan steady state


 di daerah silinder
 fluida incompressible
 konduktivitas rekahan tidak terbatas
 tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi
Sebagai contoh, bila Lf = 500 ft, re = 2106 ft (spasi sumur 320 acres,
segiempat), rw = 0,354 ft, maka akan menghasilkan J/Jo = 4,08.

2. Metode McGuire-Sikora

McGuire dan Sikora mempelajari tentang efek rekahan vertikal pada


produktifitas pada reservoir dengan tenaga pendorong solution gas. Asumsi
yang digunakan adalah:
 aliran adalah pseudo steady state
 laju aliran konstan tanpa ada aliran dari luar batas re
 fluida inkompressible
 daerah pengurasan berbentuk segiempat sama sisi
 lebar rekahan sama dengan lebar formasi
Prosedur metode ini dengan menggunakan grafik McGuire dan Sikora yaitu :
1) Menghitung perbandingan panjang rekahan (xf) dengan jari-jari
pengurasan sumur (re).
2) Menghitung harga konduktifitas relatif (absis pada grafik McGuire
dan Sikora).
12.w.k f 40
k A

3) Dari perpotongan kurva xf/re pada grafik McGuire dan Sikora,


maka akan didapatkan harga pada sumbu y.
4) Menghitung rasio PI sesudah rekahan dengan PI sebelum rekahan
(open hole).
 
 
J f  7.13 
Jo   re 
 ln
 0.472. r 


  w 

Keterangan: Jf = Productivity Index setelah rekahan, bbl/day/psi


Jo = Productivity Index open hole, bbl/day/psi

Metode McGuire dan Sikora ini adalah yang paling banyak digunakan
saat ini. Dari grafik McGuire dan Sikora kita bisa mengambil beberapa
kesimpulan:
1. Pada permeabilitas yang rendah (dengan perekahan yang
konduktifitasnya tinggi), maka hasil kenaikkan produktifitas akan makin
besar terutama karena panjang rekahan dan bukan dari konduktifitas
relatif rekahan.
2. Untuk suatu panjang rekahan Lf akan ada konduktifitas
rekahan optimal. Menaikkan konduktifitas rekahan tidak akan
menguntungkan. Misalnya untuk harga Lf / Lc = 0,5 kenaikkan selanjutnya
tak ada artinya untuk harga konduktifitas relatif diatas 105.
3. Maksimum kenaikan perbandingan produktifitas indeks
teoritis untuk sumur yang tidak rusak adalah 13,6.
3. Kriteria keberhasilan berdasarkan kurva IPR.
Grafik / kurva inflow performance relationship (IPR) merupakan grafik
yang menggambarkan kemampuan formasi produktif untuk berproduksi
(kemampuan formasi untuk mensuplay fluida ke lubang sumur). Dengan
mengamati kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan, maka dapat ditentukan
sukses tidaknya pekerjaan perekahan, yaitu apabila pada tekanan dasar sumur
(Pwf) yang sama akan diperoleh laju produksi yang lebih besar.

V. METODOLOGI PENDEKATAN
Untuk dapat merencanakan, mengevaluasi dan meninjau aspek keekonomian
suatu operasi stimulasi perekahan hidrolik pada suatu sumur dapat dilakukan
dengan empat cara pendekatan, yaitu :
1. Menganalisa penurunan produksi sumur, apakah penurunan tersebut
disebabkan oleh terjadinya kerusakan formasi, yang dapat dilakukan
dengan suatu test sumur seperti pressure build up test (PBU test). Apabila
dari test sumur diketahui harga skin factor bernilai positif maka berarti
terjadi kerusakan formasi, sehingga dapat dipilih sumur-sumur yang perlu
dilakukan perekahan. Selain itu data uji sumur juga diperlukan untuk
melakukan perhitungan permeabilitas formasi untuk menentukan
kelayakan dilakukan perekahan hidrolik.
2. Setelah diketahui sumur mana yang perlu dilakukan perekahan kemudian
dilakukan perhitungan parameter-parameter untuk merencanakan operasi
perekahan sesuai dengan teknik pengasaman yang dipilih, seperti
penentuan gradient rekah formasi, perhitungan laju injeksi fluida,
perhitungan tekanan injeksi dipermukaan dan penentuan volume fluida
yang digunakan. perhitungan waktu injeksi, perhitungan jumlah material
pengganjal, penentuan daya pompa dan lain sebagainya.
3. Mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan operasi perekahan yang
dilakukan, dimana evaluasi tersebut dilakukan dari segi keberhasilan
proyek pelaksanaan dan keberhasilan dari segi produksi.
VI. DATA YANG DIBUTUHKAN
1. Data test sumur (PBU test atau PDD test) untuk mengetahui harga skin
factor.
2. Data reservoir : Tekanan reservoir (Pr), Tekanan alir dasar sumur
(Pwf), permeabilitas formasi (K), viskositas minyak (), faktor volume
formasi minyak (o), Ketebalan lapisan produktif (h), porositas batuan
reservoir (), Gradient overbuden batuan (Gob).
3. Data produksi sumur untuk mengetahui penurunan produksi sumur
sebelum perekahan dan peningkatan produksi setelah perekahan yang
bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan proyek perekahan.
4. Data sumur, antara lain : kedalaman sumur, ketebalan zona minyak,
interval perforasi, jenis komplesi, jari-jari pengurasan dan jari-jari
sumur.
5. Data perekahan, antara lain : data fluida perekah, data proppant,
perkiraan tinggi rekahan, lebar rekahan dan panjang rekahan.
VII. KESIMPULAN SEMENTARA

1. Stimulasi perekahan hidrolik dilakukan sebagai perangsangan dengan tujuan


untuk meningkatkan laju produksi minyak dengan memperbaiki permeabilitas
batuan di sekitar lubang sumur yang mengalami kerusakan dan untuk
membuat / memperbesar rekahan sebagai saluran konduktif aliran fluida dari
reservoir menuju lubang sumur. Diharapkan dengan adanya saluran-saluran
tersebut maka laju produksi / suplay fluida dari formasi produktif menuju
lubang sumur akan meningkat.
2. Untuk mendapatkan hasil pekerjaan perekahan sesuai dengan yang
diharapkan, maka dalam proyek perekahan perlu dilakukan perencanaan yang
meliputi penentuan gradient rekah formasi, perhitungan laju injeksi fluida,
perhitungan tekanan injeksi dipermukaan dan penentuan volume fluida yang
digunakan. perhitungan waktu injeksi, perhitungan jumlah material
pengganjal, penentuan daya pompa dan lain sebagainya.
3. Evaluasi keberhasilan proyek perekahan didasarkan terhadap keberhasilan
pelaksanaan proyek di lapangan dan terhadap peningkatan laju produksi (Q),
peningkatan productivity indeks (PI), dan secara grafis dapat dengan
melakukan analisa terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah stimulasi
perekahan dilakukan yaitu pada harga Pwf yang sama akan didapatkan harga
laju produksi minyak yang lebih besar (beberapa ahli menyebutkan perekahan
hidrolik dapat dikatakan sukses dengan batasan peningkatan laju produksi
minyak sepuluh kali lipat).

VIII. RENCANA DAFTAR PUSTAKA

1. Allen T.O. and Robert, A, P., ”Production operation well completion, work
over and stimulation”, Vol 1 dan 2, second edition, oil and gas consultants
international, inc, Tulsa, 1982.
2. Amyx, J.W., :”Petroleum Reservoir Engineering”, second edition, Mc graw-
hill Book Company, New york, Toronto, London, 1960.
3. Economides, J. Michael., Daniel Hill. ; “Petroleum Production System”, PTR
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1994.
4. Economides, J. Michael., Nolte., K.G., ; “Reservoir Stimulation”, 2 nd edition,
Schlumberger, 1989.
5. Gidley,.J.L, Neely,. A.B, Nierode ,.D.E, Schechter,. R.S,. “ Production
Operations Course III Well Stimulation “ SPE of AIME, 1977
6. Howard G. C., Henry L. Doherty, Hydraulic Fracturing, Society
of Prtroleum Engineering of AIME, Houston, Texas, 1970.
7. Lee, J., Well Testing, Society of Petroleum Engineering, Dallas,
Texas, 1967.
8. Nind T. E. W., Principle of Oil Well Production, Second Edition,
Mc. Graw Hill Book Company, New York-Toronto-London,1981.
9. Schechter R. S. Oil Well Stimulation, Prentice Hall Englewood
Cliffs, New Jersey 07632, 1992.

IX. RENCANA DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN UMUM LAPANGAN
2.1. Tinjauan Geologi Lapangan “x”
2.2.1. Geografis
2.2.2. Struktur
2.2.3. Stratigrafi
2.2. Sejarah Produksi Dan Pengembangan Lapangan “X”
BAB III TEORI DASAR
3.1. Kerusakan Formasi
3.1.1. Penyebab Kerusakan Formasi
3.1.2. Diagnosa Kerusakan Formasi.
3.2. Kinerja Aliran Fluida Dalam Media Berpori Dengan Pengaruh Skin.
3.3. Mekanika Batuan.
3.4. Fluida Perekah.
3.4.1. Mekanika Fluida Perekah.
3.4.2. Jenis-Jenis Fluida Perekah.
3.4.3. Pemilihan Fluida Perekah.
3.5. Additif Fluida Perekah.
3.6. Proppant.
3.6.1. Pemilihan Proppant.
3.6.2. Transportasi Proppant.
3.7. Model Geometri Rekahan.
3.8. Konduktivitas Rekahan.
3.9. Analisa Tekanan Perekahan.
3.9.1. Flow Back Test.
3.9.2. Step Rate Test.
3.10. Disain Proyek Perekahan Hidrolik..
3.10.1. Pemilihan Sumur Untuk Dilakukan Perekahan hidrolik.
3.10.2. Datafrac.
3.10.3. Pemilihan Fluida Perekah Dan Additifnya.
3.10.4. Pemilihan Material Pengganjal (Proppant).
3.10.5. Perencanaan Geometri Perekahan.
3.10.6. Perencanaan / Perhitungan Stimulasi Perekahan Hidrolik.
3.10.7. Perencanaan Pelaksanaan Pekerjaan Di Lapangan.
3.11. Evaluasi Keberhasilan Proyek Hydraulic Fracturing.
3.11.1. Evaluasi Project Pelaksanaan Di Lapangan
3.11.2. Evaluasi Keberhasilan Dari Segi Produksi
3.11.2.1. Metode Prats.
3.11.2.2. Metode Mc Guire dan Sikora.
BAB IV PERENCANAAN DAN EVALUASI STIMULASI PEREKAHAN
HIDROLIK PADA SUMUR “X” DI LAPANGAN “X”
4.1 Diagnosa Kerusakaan Formasi Dan Pemilihan Sumur.
4.2 Perencanaan Stimulasi Perekahan Hidrolik.
4.3. Pelaksanaan Operasi Perekahan Hidrolik.
4.4. Evaluasi Pelaksanaan Proyek Perekahan Hidrolik Di Lapangan.
4.5. Evaluasi Keberhasilan Perekahan Hidrolik Dari Segi Produksi.
4.6. Tinjauan Keekonomian Proyek Hydraulic Fracturing.
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR SIMBOL
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai