Anggota Kelompok:
Novia Kusuma Wardani 22030113120015
Brigitta Amelia Larasati 22030113120045
Vintantiana Sukmasari 22030113120051
Mawarni Uli Rizki 22030113120053
Liani Setyasrsih 22030113120055
Ummi Zuhriyatul F 22030113120063
Dwi Arum Sulistyaningsih 22030113130073
Ayu Alfitasari 22030113130085
PENDAHULUAN
HIV adalah sebuah penyakit akibat infeksi retrovirus. Retrovirus merupakan virus yang
berdiameter 1 mikron dan 1/70 dari sel targetnya adalah sel imun CD4. HI-Virus adalah virus
yang memiliki target terhadap sel imun dari host dan menjadikannya tempat reproduksi virus.
Perkembangan virus ini menyebabkan penderitanya berpotensi terkena infeksi oportunitik yang
dapat menyebabkan cacat bahkan kematian. HIV ditularkan melaui cairan tubuh. Pada dasarnya
HIV merupakan virus yang lemah karena tidak dapat hidup diluar tubuh host, sehingga penularan
melaui kontak biasa atau lingkungan iasa tidak mungkin terjadi. Namun dalam 4 dekade terakhir
penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang berat. HIV secara umum disebarkan ke dalam
darah melalui interaksi seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, pada
proses kelahiran normal dan pemberian ASI. Sama seperti infeksi lainnya, infeksi HIV
membutuhkan paparan dan jumlah tertentu agar seseorang dinyatakan positif terinfeksi.
Sehingga penularan melalui proses menyusui tergantung pada keadaan ibu dilihat melalui kadar
CD4.(1)
Pada akhir 2007, diperkirakan ada 33 juta orang di dunia yang terjangkit infeksi HIV,
kebanyakan berasala dari negara Afrika selatan dan timur. Diperkiraan adla 2,7 juta orang baru
yang terjangkit HIV, temasuk diantaranya 370. 000 penderitanya adalah anak-anak. WHO
mengemukakan, AIDS masih dianggap sebagai salah satu penyakit penyebab kematan terbesar di
dunia.(1)
Penyakit HIV dan AIDS memberikan tantangan dalam pemeliharaan statsus gizi.
Perubahan status gizi dapat disebabkan oleh infeksi HIV, komplikasi penyakit dan perawatan
penyakit. Status sosial, ekonomi dan masalah klinis, semuanya berkaitan dengan status gizi.
Populasi yang memiliki resiko gizi karena kurangnya akses pelayanan kesehatan, pilihan gaya
hidup ( seperti merokok, alkohol dan penyalahgunaan obat), makanan atau kerawanan gizi
( keterbatasan akses makanan ) berkemungkinan akan memeiliki status kesehatan yang lebih
buruk akibat HIV dan AIDS.(1)
BAB II
KASUS
Tn GS, laki-laki, berusia 27 tahun, TB 165 cm, berat badan awal 50 kg dan sekarang
berat badan Tn. GS 45 kg. Selama dirawat cara pembayaran Tn GS dengan surat jaminan rawat
inap. Satu minggu SMRS mengeluh sakit kepala dan berdenyut terus sebelah kanan, dibagian
belakang dan terus menjalar ke leher dan bahu. Keluhan lain yang dirasakan adalah demam tidak
terlalu tinggi, dahak batuk sulit dikeluarkan, nafsu makan menurun, penurunan BB 1 kg dalam 1
bulan selama 5 bulan berturut-turut, sakit pada ulu hati dan mengalami gangguan psikologi
karena tidak ada dukungan dari keluarga. Mempunyai riwayat penyakit AIDS selama 2 tahun,
namun dalam keluarga Tn GS tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit AIDS. Dalam
kesehariannya, Tn GS suka sekali merokok, mengonsumsi alkohol, dan mempunyai perilaku
seks bebas.
Hasil pemeriksaan laboratorium : kalium 3.37 mEq/L, ureum 15 mg/dl, kreatinin 0.5
mg/dl, leukosit 4.83 ribu/mm3, neutrofil 49.5%, monosit 10.6%, eosinofil 0.2%, eritrosit 2.99
juta/ul, Hb 10.8 g/dl, Ht 30%, MCV 101%, MCH 36.2 pg, laju endapan darah 100 ml/jam,
globulin 4.3 g/dl, albumin 3.2 g/dl, SGOT 200 u/l, SGPT 22.6 u/l, anti HIV (CD4) reaktif, col ;
481.7. Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, suhu tubuh
37.3 °C, pernafasan 20 kali per menit. Terapi obat dan infus yang diberikan : cefriakron 1 x 2,
azihromisin 1 x 1, ranitidin 2 x 1, NaCl 0.9% : 500 ml/8 jam.
Pagi : Nasi uduk 1 porsi, tempe orek ¼ porsi, bihun goreng ¼ porsi
Siang : Nasi 1 porsi, telur ceplok 1 butir, ikan goreng 1 potong, sayur bayam 2 sendok
sayur
Snack : Siomay 1 posi
Malam : Pempek 1 porsi, susu 1 gelas
2.1 Assesment
Cefriakron 1 x 2
Parenteral nutrition Azihromisin 1 x 1
FH 1.3.2 Ranitidin 2 x 1 -
intake
NaCl 0.9% sebanyak 500
ml/8 jam
Alcohol intake FH 1.4.1 Kebiasaan mengonsumsi alkohol -
Pasien beresiko
Mealtime behavior FH 5.4.7 Nafsu makan menurun
malnutrisi
Kesimpulan : Pasien sering mengonsumsi alkohol dan mengalami penurunan nafsu makan
sehingga asupan makronutrien dan mikronutrian tidak mencukupi kebutuhan.
Penurunan 1 kg dalam
Weight change AD 1.1.4 50 kg menjadi 45 kg 1 bulan, selama 5
bulan berturut-turut
Underweight, normal
Body mass index AD 1.1.5 16.5 kg/m2
18.5 – 25 kg/m2
Laju endapan darah BD 1.1 100 ml/jam Tinggi, normal 0-8 ml/jam
Globulin BD 1.1 4.3 g/dl Tinggi, normal 2.3-3.2 gr/dl
Kategori 2 = 200–499 cells/μL
Anti HIV (CD4) reaktif BD 1.1 481.7 cells (Higher risk for some immune
defi cit-related conditions)
Mempunyai riwayat
penyakit AIDS selama
2 tahun namun dalam
Immune CH 2.1.8 -
keluarga Tn GS tidak
ada yang mempunyai
riwayat penyakit AIDS
Kesimpulan : Pasien memiliki kebiasaan merokok dan riwayat AIDS (bukan dari keluarga).
2.2 Diagnosis
Dari data assesment didapatkan data bahwa pasien mengalami depresi karena kurangnya
dukungan dari keluarga sehingga masih mengonsumsi alkohol dan kecukupan energi pasien
kurang dari total kebutuhan energi yang rekomendasikan yakni kurang energi sebesar 54,32%
dari 2851,2 kkal sehingga BB < 18.5 kg/m2 dan terjadi penurunan berat badan 1 kg dalam 1
bulan selama 5 bulan berturut-turut, maka dari itu diagnosis gizi sebagai barikut:
2.3 Intervensi
Intervensi dalam proses asuhan gizi kepada Tn. GS yang memiliki riwayat penyakit AIDS
disesuaikan dengan diagnosis gizi yang telah dibuat yaitu diagnonis intake berupa kondisi
malnutrisi dan diagnonis behaviour berupa Unsuported beliefs/attitudess about food or nutrition
related topics.
2.3.1 Tujuan :
2.3.2 Preskripsi :
2.3.3 Implementasi :
1. Pemberian menu makanan yaitu sebanyak tiga kali makan besar dan dua kali selingan.
Diberikan secara oral dengan bentuk makanan biasa karena tidak ada gangguan
pencernaan. Menu makanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien, yaitu :
Energi : 2851,2 kkal
Karbohidrat : 392,04 gram
Lemak : 79,2 gram
Protein : 72 gram
2. Pemberian vitamin dan mineral melalui suplementasi dan didukung juga melalui asupan
makan yang berasal dari sayur dan buah. Sayur yang diberikan adalah sayuran yang telah
di masak, sedangkan buah yang diberikan adalah buah yang telah dikupas kulitnya dan
dicuci dengan bersih.
3. Pemberian makanan yang diolah dan diproses dalam kondisi higienitas dan sanitasi yang
baik
4. Mengadakan edukasi
Tujuan :
Meningkatkan pengetahuan terkait masalah gizi pasien yang berkaitan dengan
penyakit AIDS
Memberikan pengetahuan dalam pemilihan jenis makanan dan pola makan yang
baik
Sasaran : Tn. GS dan keluarga
Media : Leaflet, booklet, dan video
5. Mengadakan konseling
Tujuan :
Memberikan gambaran dan pemahaman tentang kondisi pasien
Memberikan motivasi agar pasien memiliki keinginan untuk memenuhi
asupannya sesuai kebutuhan
Sasaran : Tn. GS dan keluarga
2.3.4 Rekomendasi Menu
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Assesment
Pasien sering mengonsumsi alkohol. Alkohol merupakan penyebab utama penyakit hati.
Mayoritas pecandu alkohol akan mengalami perlemakkan hati (sirosis hati). Untuk pasien HIV
harus menghindari konsumsi alkohol sehingga tidak memperparah kondisi livernya. Penggunaan
alkohol juga berepengaruh terhadap kelanjutan HIV. Dalam sebuah penelitian oleh Fakultas
kedokteran Universitas Boston (BUSM) menemukan antara hubungan penyakit HIV pada ODJA
(Orang dengan HIV AIDS). Penggunaan alkohol dan dampaknya terhadap pengembangan suatu
penyakitsudah dinilai dalam penelitian in-vitro pada hewan dan manusia. Alkohol dapat
berdampak buruk terhadap fungsi kekebalan ODHA dengan berbagai mekanisme, termasuk
peningkatan replikasi HIV dalam limfosit.
Pasien mengalami anemia dan penurunan imunitas ditandai dengan Hb dan CD4 yang
rendah, yakni 10.8 g/dL dan 481.7 cells/μL. Anemia umum terjadi pada infeksi HIV kronis
dengan prevalensi lebih tinggi pada fase symptomatic. Anemia dapat berhubungan dengan
penyakit kronis, perubahan hormonal, infeksi, dan obat-obatan. Infeksi HIV primer sering
disertai dengan gejala seperti flu dan penurunan jumlah sel CD4. Jumlah CD4 200-499 cells/μL
termasuk dalam kategori 2, dimana menunjukkan risiko lebih tinggi untuk penyerangan beberapa
imun.
Pasien mengalami sakit kepala, nyeri ulu hati, batuk sulit dikeluarkan, demam tidak
terlalu tinggi, dan tekanan darah rendah. Pada pasien HIV, terdapat beberapa gejala yang terkait
dengan masalah paru, seperti batuk persisten, nyeri dada, kelelahan, demam, dan sesak napas,
yang mungkin membuat pasien sulit untuk menjaga asupan makanannya supaya tetap memadai.
Pasien memiliki kebiasaan merokok dan riwayat AIDS (bukan dari keluarga). AIDS yang
dimiliki pasien merupakan hasil penularan dari orang lain yang bukan anggota keluarganya. Hal
ini dikarenakan pasien sering melakukan seks bebas. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori
bahwa HIV biasanya ditularkan lewat darah melalui kontak seksual (umumnya penis/vagina),
transfusi darah, berbagi jarum suntik, dan perinatal (dari ibu ke anak) melalui darah atau air susu
ibu. Sehingga walaupun tidak ada keluarga yang memiliki riwayat AIDS, pasien bisa saja
memiliki riwayat AIDS (dari orang lain). Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penderita HIV
lebih mudah terkena AIDS. Penurunan kekebalan tubuh menjadi pencetus lebih mudahnya
terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam rangka pertahanan melawan
AIDS.
3.2 Diagnosis
Kebiasaan konsumsi alkohol memberikan dampak terhadap penurunan nafsu makan karena
berbagai dampak yang ditimbulkan akibat pengkonsumsian alkohol selain memengaruhi sistem
syaraf. Konsumsi alkohol jangka panjang akan merubah struktur morfologis dari saluran
pencernaan dan jika terus menerus akan menimbulkan intoksisitas pada lambung yang
mengakibatkan penurunan pengosongan lambung serta menimbulkan gejala mual muntah
(nausea vomitting). Selain itu fungsi usus juga terganggu sehingga menyebabkan gangguan
absorbsi zat gizi dan juga akan menimbulkan diare.
3.3 Intervensi
Pada tahap intervensi, kami memilih beberapa tujuan intervensi yang disesuaikan dengan
diagnosis gizi yaitu pertama, meningkatkan asupan energi karena dari data pasien diketahui
bahwa asupanya kurang, sehingga perlu adanya peningkatan asupan agar terpenuhi sesuai
kebutuhan. Kemudian dengan peningkatan asupan terutama asupan energi, maka diharapkan
berat badan pasien dapat bertahan di 45 kg atau lebih baik lagi jika terjadi peningkatan berat
badan sebanyak 10%. Fokus pada peningkatan asupan makan diharapkan dapat meningkatkan
sistem imun pasien juga. Terutama dari asupan protein yang ditingkatkan hingga 2,5 g/kgBB.
Selain dari protein, peningkatan sistem imun juga dapat ditingkatkan dengan dukungan dari
beberapa vitamin dan mineral yang mengandung antioksidan, seperti vitamin A, vitamin C,
vitamin E, selenium, zat besi, dan zinc.
Tunjuan intervensi selanjutnya yaitu memberikan edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya yaitu AIDS, serta pengetahuan tentang
cara pengaturan pola makan yang baik sesuai dengan kondisi penyakitnya. Dengan pemberian
pengetahuan tersebut diharapkan pasien lebih paham, lebih peduli tentang kondisinya dan
mampu menerapkat pengetahuan yang didapatkannya. Selain edukasi, dilakukan konseling gizi
yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan membentuk komitmen pasien agar mempunyai
semangat untuk melawan penyakitnya, agar pasien mau mengkonsumsi makanan yang adekuat
sesuai dengan kebutuhan, sehingga akan mendukung dalam mempertahankan berat badan dan
meningkatkan sistem imun.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan cara
mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Salah satu bentuk senyawa oksigen
reaktif adalah radikal bebas, senyawa ini terbentuk di dalam tubuh dan dipicu oleh bermacam-
macam faktor.2 Vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit oleh tubuh namun memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai antioksidan. Beberapa
vitamin dan mineral yang mempunyai peran sebagai antioksidan, diantaranya adalah vitamin A,
vitamin E, vitamin C, selenium, zat besi dan zinc. 3 Keberadaan vitamin dan mineral dalam tubuh
sebagai antioksidan mampu memperkuat sistem daya tahan tubuh manusia (sistem imun).4
Sistem imun (immune system) atau sistem kekebalan tubuh adalah kemampuan tubuh
untuk melawan infeksi, meniadakan kerja toksin dan faktor virulen lainnya yang bersifat
antigenik dan imunogenik. Antigen sendiri adalah suatu bahan atau senyawa yang dapat
merangsang pembentukan antibodi. Antigen dapat berupa protein, lemak, polisakarida, asam
nukleat, lipopolisakarida, lipoprotein dan lain-lain. Sementara itu antigenik adalah sifat suatu
senyawa yang mampu merangsang pembentukan antibodi spesifik terhadap senyawa tersebut.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuan untuk melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
patogen, termasuk virus dapat tumbuh dan berkembang dalam tubuh. Sedangkan reaksi yang
dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun.5
a. Vitamin C
Vitamin C juga dikenal sebagai asam askorbat merupakan vitamin larut air yang
merupakan bagian penting dari kehidupan. Vitamin C memiliki fungsi sebagai
antiosksidan karena sangat mudah kehilangan elektron. Karena fungsinya sebagai
antioksidan maka vitamin C dapat menagkal radikal bebas sehingga mencegah terjadinya
stres oksidatif dan dapat mencegah terjadinya penyakit. Selain sebagai antioksidan,
vitamin C juga berfungsi sebagai sistem imun yaitu dapat meningkatkan pengeluaran sel
darah putih dan antibodi yang melawan penyakit, serta meningkatkan kadar interferon
yang melindungi permukaan sel agar tidak dimasuki virus.6
b. Vitamin E
Vitamin E (tokoferol) merupakan vitamin larut lemak, memiliki fungsi utama sebagai
antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Dalam prosesnya, vitamin E
melindungi komponen sel yang rentan termasuk membran sel dari kerusakan akibat
radikal bebas. Vitamin E dan C berhubungan dengan efektifitas antioksidan masing-
masing. Alfa-tokoferol yang aktif dapat diregenerasi dengan adanya interaksi dengan
vitamin C yang menghambat oksidasi rakdikal bebas peroksi.6 Peranan vitamin E sebagai
antioksidan yang melindungi membran sel secara langsung juga menjaga permeabilitas
membran. Integritas membran sel ini sangat mempengaruhi fungsi imunitas terutama sel-
sel imun utamanya sel T helper dalam berinteraksi dengan antigen presenting cell (APC).
Terjaganya integritas membran sel dapat menjaga/meningkatkan komunikasi sel yang
pada akhirnya mempengaruhi produksi sitokin. Selain itu peranan vitamin E pada sistem
imun diantaranya dapat meningkatkan proliferasi sel T.7
c. Vitamin A
Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin larut dalam lemak yang berperan penting
dalam pembentukan sistem penglihatan yang baik. Vitamin A memiliki prekusor utama
yaitu beta karoten memiliki fungsi sebagai antioksidan yang dapat melindungi sel dari
serangan radikal bebas sehingga dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit. 6 Selain itu
vitamin A juga berperan dalam sistem kekebalan, yaitu membantu mencegah atau
melawan infeksi dengan cara membuat sel darah putih yang dapat menghancurkan
berbagai bakteri dan virus berbahaya. Vitamin A dapat membantu limposit (salah satu tipe
sel darah putih) untuk berfungsi lebih efektif dalam melawan infeksi.
d. Selenium
Selenium merupakan salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan, tetapi dalam
bentuk enzim glutation peroksidase. Glutatation peroksidase dan vitamin E saling
bekerjasama. Glutation peroksedase memblokade pembentukan radikal bebas dan
memutuskan reaksinya sebelum merusak sel. Apabila radikal bebas telah terbentuk dan
reaksi oksidatif telah terjadi maka vitamin E yang akan menghentikannya sehingga
integritas membran sel akan tetap terjaga. Integritas membran sel sangat diperlukan
dalam sistem imunitas karena produksi sitokin sangat ditentukan oleh reseptor yang
terdapat dalam membran sel, oleh karena itu selenium sangat diperlukan untuk
meningkatkan imunitas seluler.6
e. Zat besi
Zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di
dalam tubuh. Zat besi berperan dalam imunitas dan pembentukan sel-sel limfosit.
Disamping itu dua protein pengikat besi yaitu transferin dan laktoferin dapat mencegah
terjadinya infeksi dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme, karena besi
diperlukan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak. Kekurangan besi akan
berdampak pada reaksi imunitas berupa aktivitas neutrofil yang menurun, dan sebagai
konsekuensinya kemampuan untuk membunuh bakteri intraseluler secara nyata menjadi
terganggu.8
f. Zinc
Zinc adalah mineral penting yang terdapat pada hampir setiap sel. Zinc menstimulasi
aktifitas kurang lebih 100 enzim, yaitu substansi yang mendukung reaksi-reaksi biokimia
di dalam tubuh. Fungsi utama zinc yaitu sebagai sistem pertahanan tubuh. Zinc
mempunyai peran yang penting dalam sintesa asam nukleat. Asam nukleat adalah
senyawa yang esensial di dalam sel, sehingga keberadaan zinc mempunyai peranan
penting di dalam fungsi imunitas seluler. Peran tersebut telah dibuktikan bahwa
kekurangan zinc menurunkan aktivitas sel natural killer, CD4+ dan CD8+, juga
menurunnya proliferasi limfosit.9
Orang dengan penyakit HIV/AIDS sangat rentan mengalami infeksi karena penurunan
sistem kekebalan tubuhnya. Sehingga perlu adanya perhatian terhadap kebersihan makanan yang
diberikan untuk mereka. Kebersihan tersebut harus terjaga mulai dari proses pemasakannya,
tingkat kematangan masakan, peralatan yang digunakan, lingkungan saat memasak, penggunaan
air untuk memasak dan mencuci, serta lingkungan saat makan. Hal tersebut dapat mencegah
timbulnya penyakit-penyakit lain yang akan lebih merugikan pasien HIV/AIDS.
Pasien HIV/AIDS umumnya mengalami penurunan nafsu makan akibat adanya inflamasi
dalam tubuh ataupun karena gangguan psikologis yang dialaminya. Oleh sebab itu perlu
dilakukan strategi berupa intervensi pemberian makanan yang dapat merangsang nafsu
makannya. Misalnya makanan yang memiliki aroma menggugah selera dengan penambahan
rempah-rempah, selain itu dari penampilan makanan yang dibuat sedemikian rupa sehingga
menarik dan membuat pasien tertarik untuk makan dan menghabiskan makanannnya. Strategi
lainnya yaitu dengan pemberian makanan padat energi di waktu makan selingan. Orang dengan
HIV/AIDS tentu mengalami peningkatan kebutuhan zat gizi, sedangkan nafsu makannya
terkadang menurun, sehingga dengan pemberian makanan yang pada energi dapat memenuhi
asupan energi sesuai kebutuhan.
Pada orang penderita AIDS memeperlukan kalori yang tinggi dan protein dengan
bioavailabilitas tinggi guna mencapai dan mempertahankan berat badan serta komposisi tubuh
yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass), mencegah penurunan berat badan
yang berlebihan, dan memenuhi kebutuhan energy. 10 Orang yeng terkena HIV (Human
Immunodefisiensi Virus) atau AIDS akan mengalami penurunan sistem imun. Kemampuan sistem
imun untuk mencegah infeksi sangat dipengaruhi oleh status nutrisi dari host. Untuk
meningkatkan imunitas pada orang AIDS dapat dilakukan dengan memberikan asupan lemak
esensial. Diet lipid yang mengandung asam lemak essensial dapat memodulasi fungsi sistem
imun. Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) dibagi menjadi 2 tipe yaitu omega- 3 PUFA seperti
minyak ikan, minyak walnut dan canola oil dan omega -6 PUFA meliputi minyak sayuran seperti
kacang kedelai, minyak bunga matahari dan minyak jagung. Eicosanoids (derivat 20-carbon
PUFA) merupakan molekul yang membawa sinyal penting pada proses respon imun, dimana
eicosanoid memiliki efek immunostimulator dan proinflamasi, sedangkan omega 3 memiliki efek
anti inflamasi dan immunosupresive. Diet asam lemak omega 3 PUFA memiliki keuntungan pada
individu yang menderita penyakit autoimmun dan penyakit infeksi. Asam linoleat (asam lemak
omega 6) pada penelitian di manusia menunjukkan ada peningkatan level immunoglobulin A dan
M pada plasma, menurunkan sitokin proinflamasi, dan meningkatkan sitokin anti inflamasi.11
3.4 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan langkah asuhan gizi yang dilakukan dengan tujuan
menentukan perkembangan pasien setelah diberikan intervensi dan melihat kembali apakah
tujuan intervensi yang ditetapkan telah tercapai. Monitoring dilakukan berdasarkan diagnosis
yang ditegakan serta tujuan intervensi gizi yang ditetapkan. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk
mengontrol perkembangan pasien melalui setiap domain baik di assessment, data biokimia,
antropometri, juga pada edukasi dan konseling. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
masalah dapat teratasi.
Pada assessment domain Food History, monitoring dan evaluasi dilakukan dengan
metode recall dan food weighing asupan perhari pada saat diberikan asupan secara oral agar
dapat dilihat sejauh mana kepatuhan diet pasien sehingga dapat memantau total asupan energi,
lemak, protein, dan karbohidrat pasien.
Monitoring dan evaluasi data biokimia dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium (in
vitro). Data laboratorium yang penting untuk dipantau adalah hemoglobin, vitamin B 12, albumin
dan CD4. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan status gizi pasien dan meningkatkan kualitas
hidup.
DAFTAR PUSTAKA
2. Winarsi,H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2007
7. Lee Chun Yung, Fan Wan. Vitamin E supplemantation improves cell mediates immunity
and oxydative stress of Asian men and women. J Nutr 2000:130:2932-2937.
8. Calder PC, Field C and Gill HS. Nutrition and Immune Function. London.UK. 2002.
9. Prasad AS. Effect of zinc deficiency on immune functions. Journal of Trace Elements in
Experimental Medicine 2000:13: 1-20
10. Almatsier S. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia; 2008.
11. Hughes, A David. Dkk. 2004. Diet and Human Immune Function. Humana Press.
Totowa, New Jersey