Anda di halaman 1dari 16

ISLAM DAN IPTEK

Dosen Pengampuh: Dr. Muhammad Syukur, S.Ag.,M.A.

Kelas: 1 Statistika 7 ( 1ST7 )

Disusun oleh:
Alisia Firdaus (211911005)
Nur Amalina Fauzi (211910838)
Shindy Bangun Pratiwi (211911065)

Politeknik Statistika STIS

Jalan Otto Iskandardinata No. 64C 14, RT 1/RW 4, Bidara Cina, Kecamatan
Jatinegara Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas karunia dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Islam dan
IPTEK” ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang dibimbing oleh Bapak Dr. Muhammad Syukur, S.Ag., M.A.

Makalah ini berisi tentang pemahaman mengenai IPTEK dalam Islam. Dalam makalah
ini, kami membahas mengenai beberapa pokok materi yang mengacu pada IPTEK dalam Islam
secara garis besar.

Kami sadar bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
menerima kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Kami berharap
makalah ini dapat menambah wawasan para pembacanya mengenai islam dan iptek sehingga
para pembaca lebih bersemangat untuk menuntut ilmu.

Jakarta Timur, 22 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................... 2
A. Arti, Kedudukan, dan Urgensi IPTEK dalam Islam ............................................................................. 2
B. Hukum Menuntut Ilmu dalam Islam ................................................................................................. 3
C. Karakteristik Ilmuwan Muslim .......................................................................................................... 4
D. Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dalam Sejarah ........................................................................................ 6
E. Pemanfaatan IPTEK dalam Islam....................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan...................................................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DFSDFDG

B. Rumusan Masalah
1. Apa arti, kedudukan, dan urgensi IPTEK dalam Islam
2. Bagaimana hokum menuntut ilmu dalam Islam
3. Bagaimana karakteristik ilmuwan muslim?
4. Siapa saja ilmuwan-ilmuwan muslim dalam sejarah?
5. Apa manfaat IPTEK dalam Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui arti, kedudukan, serta urgensi IPTEK dalam Islam
2. Mengetahui hukum menuntut ilmu dalam Islam
3. Mengetahui karakteristik ilmuwan muslim
4. Mengetahui dan mengenal ilmuwan-ilmuwan muslim dalam sejarah
5. Mengetahui pemanfaatan IPTEK dalam Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti, Kedudukan, dan Urgensi IPTEK dalam Islam


1. Arti IPTEK
Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta
dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Ilmu menurut Al-Qur’an adalah rangkaian
keterangan yang bersumber dari Allah yang diberikan kepada manusia baik melalui Rasulnya
atau langsung kepada manusia yang menghendakinya tentang alam semesta sebagai ciptaan
Allah yang bergantung menurut ketentuan dan kepastian-Nya.

Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun,


baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi
yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari
itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Jadi ilmu lebih khusus daripada
pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan. Menurut Sutrisno Hadi,
ilmu kumpulan dari pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah
orang-orang yang dipadukan secara harmonis dalam suatu bangunan yang teratur. Sedangkan
teknologi adalah kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan
berdasarkan proses teknis.

2. Kedudukan dan Urgensi IPTEK dalam Islam


Ilmu pengetahuan memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam ajaran agama Islam. Hal
ini terlihat, bahwa Islam membandingkan antara orang yang berilmu dengan orang yang
tidak berilmu adalah ibarat (cahaya) bulan dibandingkan dengan cahaya bintang-bintang.

َ‫ارا َوال‬ ِ َ‫ إِنَّ العُ َل َما َء َو َرثَةُ اْأل َ ْن ِبي‬,‫ب‬


ً ‫ إِنَّ اْ ْْألَ ْن ِبيَا َء َل ْم يُ َو ِرث ُ ْوا ِد ْي َن‬,‫اء‬ ِ ‫سائِ ُر اْلك ََوا ِك‬َ ‫ع َلى‬ َ ‫ض ِل اْلقَ َم ِر‬ ْ ‫ع َلى اْل َعا ِب ِد َك َف‬ َ ‫ض ُل اْلعَا ِل ِم‬ ْ َ‫َو ف‬
‫ إِنَّ َما َو َّرث ُ ْوا اْل ِع ْل َم فَ َم ْن أ َ َخذَ َه أَ َخذَ ِبح ٍَّظ َوافِ ٍّر‬,‫د ِْر َه ًما‬

“Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan ahli ibadah, seperti keutamaan bulan
purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para
nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka
mewariskan ilmu. Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti dia telah mengambil
keberuntungan yang banyak.” [HR.Abu Dawud (3641), At-Tirmidzi(2682)]

Islam juga menjadikan orang-orang yang berilmu memiliki derajat yang lebih mulia,
dibandingkan dengan orang yang biasa pada umumnya. Seperti yang tercantum pada Q.S.
Al-Mujadilah ayat 11.

2
‫َّللاُ بِ َما ت َ ْع َملُونَ َخبِير‬ ٍ ‫َّللاُ الهذِينَ آ َمنُوا ِمن ُك ْم َوالهذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬
‫ت َو ه‬ ‫يَ ْرفَعِ ه‬

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (Al-
Mujadilah: 11).

Dalam Islam, proses untuk mendapatkan ilmu saja, sudah akan mendapatkan banyak
keutamaan, diantaranya akan dimudahkan langkahnya menuju surga.

‫طريقًا إلَى ْال َجنَّة‬


َ ‫ّللا لَه به‬ َ ‫طريقًا يَ ْلت َمس فيه ع ْل ًما‬
َّ ‫س َّه َل‬ َ َ‫سلَك‬
َ ‫َو َم ْن‬

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR. Muslim)

B. Hukum Menuntut Ilmu dalam Islam


Adapun hukum menuntut ilmu dalam islam diantaranya adalah :
1. Fardhu ‘ain
Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardhu ‘ain atau wajib dilakukan oleh setiap
muslim, terutama jika hal tersebut diperlukan agar umat muslim dapat menjalankan
ibadah kepada Allah SWT. Misalnya ilmu tentang ibadah yang menyangkut cara
menunanaikan shalat wajib (baca keutamaan shalat dhuha), puasa ramadhan (baca puasa
sunnah dan keutamaan puasa daud), zakat (baca syarat penerima zakat dan penerima
zakat dalam islam) haji dan lainnya.
Ilmu tersebut menjadi wajib diketahui karena tanpa adanya pengetahuan dan ilmu
tentang ibadah-ibadah tersebut, tidaklah sah ibadah seseorang. Dengan demikian,
menuntut ilmu wajib dilakukan, adapun para orang tua sebaiknya menanamkan ilmu
agama pada anaknya sejak usia dini dan mengerti pentingnya pendidikan anak dalam
islam.

2. Fardhu kifayah
Pada mulanya hukum menuntut ilmu adalah fardhu kifayah. Namun jika sudah
ada sebagian orang yang mengerjakan atau menuntut ilmu tersebut maka bagi yang lain
hukumnya sunnah. Hal-hal lain dalam agama islam dan kewajiban menuntut ilmu yang
tidak termasuk dalam hukum menuntut ilmu yang bersifat fardhu ‘ain di atas hukumnya
adalah fardhu kifayah.
Misalnya dalam menuntut ilmu-ilmu lain diluar ilmu yang menjadi dasar ibadah
wajib. Meskipun demikian, jika seseorang menyadari bahwa ia menuntut ilmu yang
merupakan fardhu kifayah, ia tetap mendapatkan pahala dan tentunya mendapatkan ilmu
tentang hal yang dipelajarinya.
3
C. Karakteristik Ilmuwan Muslim
Karakteristik ilmuwan muslim adalah ciri atau sifat khas seseorang yang bekerja dan
mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh dan beragama islam.
Tanda-tanda seorang ilmuwan yang muslim (cendekiawan muslim/intelektual Islam)
haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Bersungguh-sungguh Belajar

‫ب م ْنه ٰا ٰيت محْ ك َٰمت ه َّن ام ْالك ٰتب َواخَر مت َٰشبهٰ ت ۗ فَا َ َّما ا َّلذيْنَ ف ْي قل ْوبه ْم زَ يْغ فَ َيتَّبع ْونَ َما‬ َ ‫ي ا َ ْنزَ َل َعلَيْكَ ْالك ٰت‬ْ ‫ه َو الَّذ‬
‫الراسخ ْونَ فى ْالع ْلم َيق ْول ْونَ ٰا َمنَّا به كل ِّم ْن ع ْند‬ ٰ ‫ِوابْت ت َأْويْله َو َما َي ْعلَم ت َأْو ْيلَه ا َّّل‬
َّ ‫ّللا ۘ َو‬ َ ‫م ْنه ابْتغ َۤا َء ْالفتْنَة غ َۤا َء‬
َ‫تَشَا َبه‬
‫َر ِّبنَا َو َما ا َّّل َيذَّ َّكر اولوا ْاّلَ ْل َباب‬

“Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-
ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, Maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal
tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhankami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali-Imran: 7)

Seorang muslim sangat menyadari akan hakikat semua aktivitas hidupnya adalah
dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT, sehingga mereka haruslah
mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk sebesar-besarnya digunakan
meningkatkan taraf hidup kaum muslimin.

2. Berpihak pada Kebenaran

َ‫ّللاَ ٰياولى ْاّلَ ْلبَاب لَعَلَّك ْم ت ْفلح ْون‬


ٰ ‫طيِّب َولَ ْو ا َ ْع َجبَكَ َكثْ َرة ْالخَبيْث فَاتَّقوا‬
َّ ‫ْلِق َّّل يَ ْستَوى ْالخَبيْث َوال‬

“Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya keburukan itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah wahai
orang-orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.””(QS. Al-Maidah:
100)

Seorang muslim sangat menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang didapatnya
itu kesemuanya dari sisi Allah SWT. Allah-lah yang telah mengajarinya dan
membuatnya bisa mengenal alam semesta ini. Sehingga sebagai konsekuensinya,

4
maka ia haruslah berpihak kepada kebenaran yang telah diturunkan Allah SWT, tidak
peduli ia harus berhadapan dengan para oportunis, dan tidak peduli walaupun yang
berpihak kepada kebenaran itu sangat sedikit. Karena ia tahu bahwa saat menghadap
Allah SWT kelak, masing-masing akan mempertanggungjawabkan perbuatannya
sendiri-sendiri dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan walaupun
kecil.

3. Kritis dalam Belajar

ٰۤ ٰۤ
‫ولىِٕكَ ه ْم اولوا ْاّلَ ْلبَاب‬ ٰ ‫ولىِٕكَ الَّذيْنَ َه ٰدىهم‬
‫ّللا َوا‬ َ ْ‫الَّذيْنَ يَ ْست َمع ْونَ ْالقَ ْو َل ا َح‬
‫سنَهفَيَتَّبع ْونَ ۗ ا‬

“(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.”

Setiap muslim mengetahui bahwa kebenaran yang terkandung dalam ilmu


pengetahuan yang dipelajarinya bersifat relatif dan tidak tetap. Sehingga ia selalu
berusaha bersifat kritis dan selalu melakukan suatu pengujian dan eksperimen
terhadap ilmu yang didapatkannya. Bisa saja suatu saat nanti teori yang saat ini
dianggap benar akan ditinggalkan, karena kebenaran teori bersifat akumulatif,
sehingga dengan semakin berlalunya waktu maka akan semakin mengalami
penyempurnaan. Hal ini berbeda dengan kebenaran al-Qur'an yang bersifat absolut
karena ia diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui akan kebenaran.

4. Menyampaikan Ilmu
Sifat kaum muslimin yang keempat adalah berusaha mengamalkan ilmu yang
sudah didapatnya dengan berusaha menyampaikannya sedapat mungkin kepada orang
lain. Karena pahala ilmu yang telah dipelajari akan menjadi suatu amal yang tidak
pernah putus walaupun ia telah tiada, jika telah menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.

5. Sangat Takut pada Allah SWT

ٰ ‫ِاّلَ ْلبَ ۛاب ٰياول الَّذيْنَ ٰا َمن ْوا ۛ اَقَدْ ْنزَ َل‬
‫ّللا الَيْك ْم ذ ْك ًرا‬ ْ ‫ّللاَ ى‬
ٰ ‫ّللا لَه ْم َعذَابًا شَد ْيدًا ۖ فَاتَّقوا‬
ٰ َّ ‫ا َ َعد‬

“Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah
wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman.
Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepadamu,”

Sifat yang kelima dari seorang ilmuwan muslim adalah bahwa dengansemakin
bertambahnya ilmu pengetahuan yang didapatnya maka ia merasasemakin takut

5
kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena dengan semakinbanyaknya ilmunya,
maka semakin banyak rahasia alam semesta ini yangdiketahuinya dan semakin
yakinlah ia akan kebenaran firman Allah SWTdalam kitab-Nya. Bukan sebaliknya,
semakin pandai maka semakin jauh iakepada Allah SWT.

6. Bangun di Waktu Malam (QS 39/9).

‫ِويَ ْرج َرحْ َمةَ َربِّ ۗه ق ْل ه َْل يَ ْست َوى الَّذيْنَ يَ ْعلَم ْونَ َوالَّذيْنَ َّل‬ ٰ ْ ‫ساجدًا َّوقَ ۤا ِٕى ًما يَّحْ ذَر‬
َ ‫اّل خ َرة َ ْوا‬ َ ‫ا َ َّم ْن ه َو قَانت ٰان َۤا َء ِالَّيْل‬
‫يَ ْعلَم ْونَ ۗ انَّ َما يَتَذَ َّكر اولوا ْاّلَ ْلبَاب‬

“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah
pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang
yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”

Ciri seorang ilmuwan muslim yang keenam sebagai konsekuensi dari ciri kelima
diatas adalah bahwa dengan semakin yakinnya ia kepada penciptanya maka akan
semakin banyak ia beribadah kepada-Nya dan sebaik2 ibadah adalah ibadah yang
dilakukan diwaktu malam

D. Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dalam Sejarah


Ilmuwan-ilmuwan muslim dalam sejarah ada pada beberapa periode, yaitu:
1. Abad IX Paruh Pertama
a. Ibnu Hayyan (731 – 815)
Beliau dikenal dengan nama Jabir, atau bentuk latinnya Geber di Eropa. Beliau
merupakan filosof dan ahli lgika yang bekerja di bidang fisika dan
kedokteran, namun karya utamanya adalah di bidang kimia. Beliau mahir dalam
kristalisasi, sublimasi, distilasi, kalsinasi dsb. Beliau berhasil membuat berbagai jenis
asam.
b. Al-Khawarizmi (sekitar tahun 840)
Namanya di Eropa dikenal dengan Algorism. Beliau memperkenalkan bilangan-
bilangan dalam ilmu hitung atau aritmatika. Bukunya al-jabr wal muqabalah sangat
terkenal di lingkungan Eropa dan diambil judulnya untuk nama suatu cabang ilmu
matematika, yaitu al-jabar. Beliau juga ahli geografi dan beliau juga membuat tabel
astronomis. Hingga kini al-ghoritm diartikan sebagai urutan langkah yang harus
diambil dalam proeses menghitung.
c. Al-Kindi (801 – 873)
Beliau dikenal dengan nama latin dengan Al-Kindus. Beliau merupakan seorang
filosof, ahli geografi, yang bekerja juga di dalam bidang kedokteran dan matematika;

6
dalam bidang fisika, ia membahas tentang optika geometris, gelombang bunyi serta
musik.
d. Ibnu Qurroh (826 – 901)
Beliau merupakan ahli astronomi dan matematika. Beliau menulis juga dalam
bidang kedokteran serta bekerja dalam bidang fisika dan filsafat.
2. Abad IX Paruh Kedua
a. Al-Battani (858 – 929)
Dalam bahasa latin, namanya dikenal dengan albategnius adalah seorang ahli
astronomi yang berhasil mengukur panjang tahun dengan teliti; 365 hari, 5 jam, 46
menit, 24 detik. Dalam matematika ia memperkenalkan jib (sinus) yang lebih
mengena dibandingkan dari pada cara orang Yunani yang menggunakan busur, serta
beliau juga ahli zhil (tangens) sebagai fungsi goniometri.
b. Ar-Razi (858 – 925)
Beliau dikenal dengan nama latin “Rhazes”, yang sangat masyhur sebagai ahli
kedokteran klinis dan pada saat bersamaan beliau juga dikenal sebagai penerus Ibnu
Hayyan dalam bidang kimia. Beliau menggunakan peralatan lebih canggih dan
mencatat setiap perlakuan kimiawi yang dikenakannya terhadap tiap bahan yang
ditelitinya serta hasilnya. Bukunya merupakan buku manual laboratorium kimia
pertama yang dikenal manusia.
c. Al-Farabi (870 – 950)
Beliau dalah seorang filosof yang juga bekerja di bidang logika, matematika dan
pengobatan. Dalam musik ia menulis kita Al-Musiqa yang membahas mengenai
nada-nada dan musik. Beliau juga menulis tentang etik, sains sosial dan politik.
Beliau juga merupakan seorang ilmuwan yang hidup sebagai seorang sufi. Di Dunia
Barat beliau dikenal dengan sebutan Alpharabius.
3. Abad X
a. Az-Zahrawi (936 – 1013)
Namanya adalah Abul Qasim yang dilatinkan oleh orang-orang Eropa menjadi
Albucasis. Beliau merupakan seorang ahli bedah yang tersohor. Bukunya At-Tasif
yang terdiri dari 30 jilid merupakan ensiklopedia medis. Di dalamnya terdapat uraian
tentang pengambilan batu ginjal, bedah mata, telinga dan tenggorokan. Beliau
menyempurnakan teknik pengambilan janin yang mati, dan teknik amputasi. Buku-
buku beliau tersebutjuga berisi berbagai diagram dan gambar peralatan yang
digunakan olehnya. Dalam bidan gigi, beliau menguraikan teknik pembuatan protese
dan cara membetulkan gigi geligi yang bengkok.
b. Al-Buzjani (940 – 997)
Beliau adalah ahli matematika dan astronomi. Beliau menulis sebuah buku “Ilmu
al-Hisab (Aritmatika) serta Ilmu Al-Handasah (geometri). Beliau membuat tabil zhil
dan mengembangkan trigonometri sferik yang diperlukan dalam bidang yang juga ia
tekuni, yaitu astronomi.

7
c. Ibnu Al-Haitham (965 – 1039)
Namanya adalah Hasan yang dilatinkan sebagai Al-Hazen, adalah ahli
matematika yang menggabungkan al-jabar dengan geometri menjadi geometri analitik
dan mempunyai karya ilmiah dalam bidang astronomi.
Beliau juga bekerja pada bidang kedokteran dan menulis kitab Al-Manadzir,
membahas tentang anatomi mata. Namun karyanya yang besar berada di bidang
fisika. Ia meneliti tentang pantulan pada cermin sferis dan parabolis, meriset
pembiasan sinar pada lensa mendahului Snell beberapa abad, dan membahas
mengenai atraksi antar benda. Ia menyatakan bahwa jika tidak ada pengaruh dari luar
yang menghentikan atau mengubah arahnya, sebuah benda akan bergerak terus
seperti semula; teori kelembaman.
d. Al-Bairuni (980 – 1037)
Beliau adalah ilmuwan muslim yang bergerak di bidang geografi, matematika dan
fisika. Ia ahli minerologi yang menulis kitab Al-Jamahir, beliau juga ahli astronomi
yang menulis qanun al-mas’udi. Beliau juga menulis Kitab As-Saidana yang berisi
segala informasi yang ada tentang pengobatan pada zaman tersebut.
e. Ibnu Sina (980 – 1037)
Nama latinnya adalah Avicenna. Orang mengatakan bahwa pada umur 10 tahun ia
sudah hafal Al-Qur’an, dan pada umur 18 tahun telah menguasai semua ilmu yang
ada pasa masa itu. Beliau adalah seorang ahli kedokteran yang bukunya Qanun fi at-
Tib selama lima abad menjadi buku pegangan di universitas-universitan Eropa.
Namun ia memiliki karya-karya ilmiah di bidang logika, matematika, astronomi,
fisika dan mineralogi; ia juga menulis tentang ekonomi dan politik.
4. Abad XI Puncak Keemasan Umat
a. Al-Khayyam (1038 – 1148)
Beliau merupakan ahli astronomi dan kedokteran yang juga dikenal sebagai
penyair dan seorang sufi, meskipun beliau juga memiliki karya besar dalam bidang
matematika. Selain berkecimpung di bidang geometri, beliau juga ahli al-jabar.
Beliau menemukan koefisien-koefisien binomial jauh sebelum Pascal
memperkenalkan segitiganya dan memecahkan persamaan-persamaan kubik. Belaiu
juga seorang ahli fisika.
b. Al-Ghazali (1058 – 1111)
Nama latinnya adalah Algazel, beliau merupakan seorang guru sufi namun
menguasai logika dan filosofi. Karena melihat penyimpangan-penyimpangan dalam
pengembangan sains di lingkungan umat, ia melontarkan kritik yang tajam terhadap
mereka yang ia pandang menyeleweng.
c. Ibnu Zuhr (1091 – 1161)
Namanya dilatinkan menjadi Avonzora, adalah seorang ahli kedokteran dan
parasitologi ternama. Beliau menggunakan psikologi dalam kegiatannya serta

8
memelopori penerapan diet pada para pasiennya yang memerlukannya. Ia menulis At-
Taisir Fi Al-Mudawat Wa At-Tadbir untuk memenuhi permintaan ibnu Rusyd.
d. Al-Idrisi (1099 – 1166)
Beliau menguasai flora dan fauna dan ahli dalam tetumbuhan yang berkhasiat. Ia
menulis kitab Al-Jami’ li Shifati Al-Asytat An-Nabatat. Kecuali itu, ia menulis
tentang geografi beberapa negara di Asia, Afrika dan Eropa, terutama yang berkaitan
dengan ekonomi, faktor fasis serta aspek kultural. Yang terkenal kitab beliau dalam
hal ini adalah Al-Mamalik wa Al-Masalik.
e. Ibnu Rusyd (1126-1198)
Nama latinnya adalah Averroes, merupakan seorang filosof dan ahli hukum yang
memiliki karya ilmiah di bidang kedokteran, astronomi dan fisika. Untuk membela
para ahli filsafat yang dikritik oleh Imam Ghazali, dalam bukunya Tahafutu Al-
Falasifah, beliau menulis buku Tahafutu At-Tahafut. Di Eropa aliran rasionalisme
Ibnu Rusyd diajarkan di Universitas dan mempunyai banyak pengikut.
f. Ibnu Nafis (1213 – 1288)
Beliau adalah seorang ahli kedokteran yang mendahului Harvey beberapa abad,
mengungkapkan sistem peredaran darah dalam tubuh manusia dan menguraikan
struktur bronkial paru-paru serta interaksi pembuluh darah, udara dan darah dalam
organ tersebut. Ia juga mengungkapkan struktur pembuluh darah koroner.
g. At-Tusi (1201 – 1274)
Beliau adalah figur yang besar di bidang sains, filsafat, matematika, astonomi,
kedokteran dan teologi. Beliau banyak menulis tentang geometri, aljabar, aritmatika,
trigonometri, obat-obatan, logika, etika, teologi dan metafisika. Beliau
mengembangkan trigonometri sferis termasuk enam rumus dasar untuk memecahkan
problema yang menyangkut segitiga tegak sferis.

E. Pemanfaatan IPTEK dalam Islam


1. Memperoleh Kemudahan
Manusia sebagai khalifah Allah diberikan kemampuan akal‑pikiran untuk
menemukan cara‑cara yang tepat dan efektif guna meraih kebutuhan hidup yang tidak
mungkin dicapai melalui kemampuan fisik semata. Akal‑pikiran manusia mampu
mendayagunakan segala yang Allah ciptakan di bumi ini. Kemampuan itu memang telah
ditentukan oleh Allah Swt sebagaimana Allah nyatakan dalam firman‑Nya

َ‫س َّخ َر َّما لَك ْم فى السَّمٰ ٰوت َما َِو فى ْاّلَ ْرض َجم ْيعًا ِّم ْنه ۗ ا َّن ف ْي ٰذلكَ َ ّٰل ٰيت لِّقَ ْوم يَّتَ َف َّكر ْون‬
َ ‫َو‬

“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir” (QS. Al-
Jasiyah:13).

9
2. Mengenal dan Mengagungkan Allah SWT
Teknologi dan sains hanyalah sarana untuk lebih meningkatkan pengenalan
manusia kepada Allah sebagai Sang Pencipta. Kebesaran Allah akan lebih jelas bagi
orang yang berpengetahuan dibandingkan dengan orang yang kurang pengetahuannya.
Karena itu Allah menyatakan:

…‫ّللاَ م ْن عبَاده ْالعلَمٰۤ ؤ ۗا‬


ٰ ‫… ا َّن َما يَ ْخشَى‬

“Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah di antara hamba hainba‑Nya, hanyalah
orang yang berilmu pengetahuan”. (QS. Fathir: 28).

3. Meningkatkan Kualitas Pengabdian Kepada Allah


Manusia diciptakan oleh Allah hanyalah untuk mengabdi kepada‑Nya. Demikian
dinyatakan oleh Allah dalam firman--Nya:

َ ‫َو َما َخلَ ْقت ْالج َّن َو ْاّل ْن‬


‫س ا َّّل ليَ ْعبد ْون‬

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-
Ku”. (QS. Az‑ Zariyat: 56).

Seluruh aktivitas hidup manusia hendaknya diwujudkan sebagai pelaksanaan


pengabdian kepada Allah tersebut. Pengabdian manusia kepada Allah di sini adalah
pengabdian dalam arti luas, yaitu seluruh aktivitas, yang memenuhi kriteria (1) diniatkan
untuk menaati aturan Allah; (2) dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang diberikan
Allah swt,, baik dalam bentuk kegiatan yang telah ditentukan tata caranya maupun dalam
bentuk penggalian jenis kegiatan yang bermanfaat yang sejalan dengan nilai-nilai
kebenaran yang ditunjukkan Allah; dan (3) dimaksudkan untuk memperoleh ridha Allah.

4. Memperoleh Kesenangan dan Kebahagiaan Hidup


Kemudahan‑kemudahan yang diperoleh manusia melalui pemanfaatan teknologi
membuat manusia dapat memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup serta tetap
dalam koridor kesenangan dan kebahagiaan yang halal, yang diridhai Allah. Allah tidak
menghendaki manusia hidup susah, tetapi sebaliknya Allah menghendaki manusia hidup
senang, hidup bahagia. Ketika Allah menempatkan Adam dan istrinya di bumi, Allah
berfirman:

‫…ولَك ْم فى ْاّلَ ْرض م ْستَقَر َّو َمت َاع ا ٰلى حيْن‬


َ

10
“ …. dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu
yang ditentukan” (QS. Al-Baqarah: 36).

5. Meningkatkan Kemampuan Memanfaatkan Kekayaan Alam


Eksplorasi kekayaan alam diingatkan oleh Allah agar jangan sampai tak terkontrol
sehingga berubah menjadi eksploitasi alam, yang mengakibatkan kerusakan alam,
terganggunya keseimbangan lingkungan, karena justru akan mengakibatkan timbulnya
malapetaka bagi manusia, seperti banjir, pencemaran lingkungan, ,dan lain-lain. Dalam
firman Allah:

َ‫ي َعمل ْوا لَعَلَّه ْم يَ ْرجع ْون‬


ْ ‫ض الَّذ‬
َ ‫ت اَيْدى النَّاس ليذ ْيقَه ْم بَ ْع‬ َ ‫ساد فى ْالبَ ِّر َو ْالبَحْ ر ب َما َك‬
ْ ‫س َب‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬
َ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum:41).

6. Menumbuhkan Rasa Syukur Kepada Allah


Bagi orang beriman, sekecil apapun nikmat yang ia dapatkan dari rezeki halal
yang diberikan Allah kepadanya akan melahirkan rasa syukur kepada‑Nya sebagai
pemberi nikmat. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang mampu melipat‑gandakan
nikmat itu kepadanya, maka rasa syukur kepada‑Nya pun juga akan berlipat ganda. Rasa
syukur kepada Allah yang paling ringan adalah mengucapkan “alhamdulillahi rabbil
‘alamin “, namun hakikat syukur yang sebenarnya adalah memanfaatkan nikmat itu
secara, benar untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah. Karena itu diperlukan
tekad, kesungguhan untuk mewujudkan rasa syukur dalam amal kehidupan secara riil.
Allah mengingatkan:

‫شك َْرت ْم َّلَز ْيدَنَّك ْم َولَ ِٕى ْن َكفَ ْرت ْم ا َّن َعذَاب ْي لَشَديْد‬ َ ‫َواذْ تَاَذَّنَ ك ْم‬
َ ‫ِربِّ لَ ِٕى ْن‬

“Dan (ingatlah) tatakala Tuhanmu memaklumkan “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,


pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat‑Ku), maka sesungguhnya azab‑Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7).

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu adalah rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah yang diberikan kepada
manusia tentang alam semesta sebagai ciptaan Allah yang bergantung menurut ketentuan
dan kepastian-Nya. Ilmu pengetahuan memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam
ajaran agama Islam. Hukum menuntut ilmu adalah fardhu ‘ain apabila ilmu tersebut
berguna untuk kita dalam menjalankan kewajiban dalam agama dan fardhu kifayah
apabila ilmunya selain ilmu yang diwajibkan. Karakteristik ilmuwan muslim adalah
bersungguh-sungguh belajar, berpihak pada kebenaran, kritis dalam belajar,
menyampaikan ilmu, sangat takut pada Allah SWT, serta bangun di waktu malam Ada
banyak ilmuwan-ilmuwan muslim dalam sejarah, contohnya seperti Al-Khawarizmi, Al-
Farabi, Al-Kindi, serta yang lainnya. Ilmu memiliki banyak manfaat dalam islam, seperti:

1. Menumbuhkan Rasa Syukur Kepada Allah


2. Meningkatkan Kemampuan Memanfaatkan Kekayaan Alam
3. Memperoleh Kesenangan dan Kebahagiaan Hidup
4. Meningkatkan Kualitas Pengabdian Kepada Allah
5. Mengenal dan Mengagungkan Allah SWT
6. Memperoleh Kemudahan

B. Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-menuntut-ilmu

https://laksmanhakiem93.wordpress.com/2012/11/27/ilmu-pengetauan-dan-teknologi-dalam-
pandangan-islam/

https://dokumen.tips/documents/karakteristik-ilmuwan-muslim.html

13

Anda mungkin juga menyukai