Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau

masalah kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan informasi

yang penting bagi ibu, keluarga dan masyarakat mengenai pelayanan, kesehatan ibu

dan anak termasuk rujukannya dan paket (standar) pelayanan KIA, gizi, imunisasi,

dan tumbuh kembang balita.

Salah satu tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah

meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak.

Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap

berbagai masalah kesehatan seperti kesakitan dan gangguan gizi yang seringkali

berakhir dengan kecacatan atau kematian. Depkes RI dan JICA, (2003) Untuk

mewujudkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak maka

salah satu upaya program adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

keluarga melalui penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA)

Manfaat Buku KIA secara umum adalah ibu dan anak mempunyai catatan

kesehatan yang lengkap, sejak ibu hamil sampai anaknya berumur lima tahun

sedangkan manfaat buku KIA secara khusus ialah (1) untuk mencatat dan memantau

kesehatan ibu dan anak (2) alat komunikasi dan penyuluhan yang dilengkapi dengan

10
Universitas Sumatera Utara
informasi penting bagi ibu, keluarga dan masyarakat tentang kesehatan, gizi dan paket

(standar) pelayanan KIA (3) alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau

masalah kesehatan ibu dan anak (4) catatan pelayanan gizi dan kesehatan ibu dan anak

termasuk rujukannnya (Depkes RI dan JICA, 2003).

2.1.1 Pemanfaatan Buku KIA

Kebijakan dan berbagai upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian

ibu dan bayi, antara lain dengan kegiatan Gerakan Sayang Ibu ( GSI), strategi making

pregnancy safer dan pengadaan buku KIA. Buku KIA telah diperkenalkan sejak 1994

dengan bantuan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA). Buku KIA diarahkan

untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan ibu

dan anak. Buku KIA selain sebagai catatan kesehatan ibu dan anak, alat monitor

kesehatan dan alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien (Hasanbasri dan

Ernoviana, 2006).

Buku KIA dapat diperoleh secara gratis melalui puskesmas, rumah sakit

umum, puskesmas pembantu, polindes, dokter dan bidan praktek swasta. Buku KIA

berisi informasi dan materi penyuluhan tentang gizi dan kesehatan ibu dan anak, kartu

ibu hamil, KMS bayi dan balita dan catatan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Buku

KIA disimpan di rumah dan dibawa selama pemeriksaan antenatal di pelayanan

kesehatan. Petugas kesehatan akan mencatatkan hasil pemeriksaan ibu dengan

lengkap di buku KIA, agar ibu dan keluarga lainnya mengetahui dengan pasti

kesehatan ibu dan anak (Hasanbasri dan Ernoviana, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Buku KIA sebagai sarana informasi pelayanan KIA. Bagi kader sebagai alat

penyuluhan kesehatan serta untuk menggerakkan masyarakat agar datang dan

menggunakan fasilitas kesehatan. Bagi petugas puskesmas, buku KIA dapat dipakai

sebagai standar pelayanan, penyuluhan dan konseling kesehatan, sehingga pelayanan

kepada ibu dan anak dapat diberikan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Pemanfaatan buku KIA oleh petugas dalam melaksanakan pemeriksaan ibu dan anak

dapat mencegah terjadinya ibu hamil anemia, BBLR, angka kematian ibu dan bayi,

serta mencegah terjadinya balita kurang gizi (Hasanbasri dan Ernoviana, 2006).

Buku KIA sebagai materi penyuluhan dalam pelayanan antenatal berisikan 13

materi yaitu (1) apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil (2) bagaimana menjaga

kesehatan ibu hamil (3) bagaimana makan yang baik selama hamil (4) apa saja tanda-

tanda bahaya pada ibu hamil (5) apa saja persiapan keluarga menghadapi persalinan

(6) apa saja tanda-tanda persalinan (7) apa saja yang dilakukan ibu bersalin (8) apa

saja tanda-tanda bahaya pada ibu hamil (9) apa saja yang dilakukan ibu nifas (10)

bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas (11) apa saja tanda-tanda bahaya dan penyakit

pada ibu nifas (12) mengapa setelah bersalin ibu perlu ikut program Keluarga

Berencana (KB) (13) apa saja alat kontrasepsi/cara ber-KB (Depkes, 2005).

2.2. Perilaku Individu

Menurut Green (1980) yang di kutip Soekidjo perilaku manusia dalam hal

kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour causes)

dan faktor di luar perilaku (non behaviour cause), selanjutnya menurut Soekidjo,

Universitas Sumatera Utara


Green menjabarkan faktor perilaku menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor predisposisi,

yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai yang

dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya; b)

faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas

atau sarana kesehatan; c) faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat.

Dari uraian diatas Soekidjo menyimpulkan bahwa perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan

tradisi dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku.

Implisit dari proses perubahan perilaku adalah adanya sesuatu ide atau gagasan

baru yang diperkenalkan kepada individu dan diharapkan untuk diterima/dipakai oleh

individu tersebut (Liliweri, 2007). Menurut Shoemaker (1971) dalam Soekidjo, proses

adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1) mengetahui/menyadari tentang adanya

ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu (interest); 3)

memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (trial); dan kalau

menyukainya; 5) menerima ide baru (adoption). Proses adopsi ini tidak berhenti

segera setelah suatu inovasi diterima/ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi

sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Proses pembuatan keputusan tentang

inovasi ini menjadi empat tahap: 1) individu menerima informasi dan pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


berkaitan dengan suatu ide baru (tahap knowledge). Pengetahuan ini menimbulkan

minatnya untuk mengenal lebih jauh tentang objek tersebut, dan kemudian petugas

kesehatan mulai membujuk atau meningkatkan motivasinya guna bersedia menerima

objek/topik yang dianjurkan; 2) Persuasion (pendekatan), yaitu tahap dimana individu

membentuk suatu sikap kurang baik atau yang baik terhadap inovasi; 3) tahap

decision, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan untuk menerima konsep

baru yang ditawarkan petugas kesehatan; 4) tahap implementation, yaitu tahap

penggunaan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau

diadopsi; 5) tahap confirmation, yaitu tahap penguatan, dimana individu meminta

dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang diambilnya.

2.2.1 Perubahan perilaku individu

Hosland et.al. (1953) dalam kutipan Soekidjo mengatakan bahwa proses

perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses

Perubahan Perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri

dari:

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.

Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak

efektif mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus

diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut

efektif.

Universitas Sumatera Utara


2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme(diterima) maka ia

mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk

bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap)

4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungannya, maka

stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari pada individu tersebut (perubahan

perilaku).

Organisme: 
‐ Perhatian 
Stimulus
‐Pengertian 
‐ Penerimaan 

Reaksi 
Reaksi  (Perubahan 
(Perubahan skrip)  praktek) 

Sumber: Soekidjo, (2007)

Gambar 2.1. Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons

Agar upaya pembentukan atau perubahan perilaku terjadi sebagaimana yang

diharapkan diperlukan suatu strategi perubahan perilaku. WHO seperti yang dikutip

oleh Soekidjo(2007) mengelompokkan strategi perubahan perilaku menjadi tiga

kelompok, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan, cara ini ditempuh misalnya

dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh

anggota masyarakat. Cara ini menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan

tetapi perubahan tersebut tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.

2. Pemberian Informasi, dengan memberikan informasi tentang cara-cara mencapai

hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan

sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Cara

ini akan memakan waktu lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat

langgeng karena didasari pada kesadaran sendiri bukan karena paksaan.

3. Diskusi dan partisipasi, cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua

tersebut di atas dimana di dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak

bersifat satu arah saja, tetapi juga keaktifan berpartisipasi melalui diskusi-diskusi

tentang informasi yang diterimanya.

2.3. Bidan

Kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.

Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut

dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia dan diakui oleh WHO dan

Federation of International Gynecologist Obsetrition (FIGO). Definisi tersebut

secara berkala di review dalam pertemuan Internasional/Kongres ICM. Definisi

terakhir disusun melalui koggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane

Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti

Universitas Sumatera Utara


program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan

tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (regfister) dan atau memiliki izin

yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan (Mufdillah dan Asri, 2009).

Bidan diakui sebagai tenaga kerja professional yang bertanggung jawab dan

akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan

asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin

persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir

dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal,

deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain

yang sesuai serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan. Bidan mempunyai tugas

penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan tidak hanya kepada perempuan

tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan

antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan

perempuan, kesehatan reproduksi dan asuhan anak (Kepmenkes RI, 2004)

Mempertimbangkan aspek social budaya dan kondisi masyarakat Indonesia,

maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah:

Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan

organisasi profesi di wilayah Negara republic Indonesia serta memiliki kompetinsi

dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapatkan lisensi

untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang

bertanggung jawab dan akuntabel yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk

memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan

Universitas Sumatera Utara


masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan

asuhan kepada bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan

normal, deteksi sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan (Kepmenkes

RI, 2004).

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan,

tidak hanya kepada perempuan tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan

ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat

meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan

asuhan anak (Mufdillah dan Asri, 2009).

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemanfaatan Buku KIA

2.4.1 Faktor Predisposing (Predisposing Faktor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi dan sebagainya.

2.4.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau

berlangsung lama (Soekidjo, 2007). Selanjutnya menurut Soekidjo pengetahuan

adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

Universitas Sumatera Utara


yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang di cakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam tingkatan,

yaitu:

1. Tahu (know); tahu diartikan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsang yang telah diterima. Oleh karena itu ”tahu” ini adalah merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension); memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebut contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application); penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi nyata (sebenanya).

Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan metode, rumus, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain

4. Analisis (Analysis); analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu

struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain

5. Sintesis (Synthesis); sintesis menunjukkan pada kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk keseluruhan yang baru.

Universitas Sumatera Utara


Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada

6. Evaluasi (Evaluation); evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau

responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur. Pengetahuan

dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan jenis kuesioner yang bersifat

self administered questioner yaitu jawaban diisi sendiri oleh responden. Dan bentuk

pertanyaannya berupa pilihan berganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penilaian yang bersifat subyektif.

2.4.1.2 Sikap

Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku

seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap obyek. Menurut

Berkowitz (1972) dalam kutipan Azwar sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah

perasaan mendukung atau memihak (favourable), maupun perasaan tidak mendukung

atau memihak (unfavourable) pada obyek tersebut. Secara lebih spesifik Thurstone

memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau negatif terhadap suatu obyek

psikologis (Azwar, 1995)

Pengertian yang kurang lebih sama dikemukakan oleh Purwanto bahwa sikap

sebenarnya sudah mengandung unsur penilaian suka atau tidak suka, positif atau

negatif, yang disebut subyek atau obyek. Kalau seseoorang bersikap positif terhadap

Universitas Sumatera Utara


sesuatu hal, subyek akan mendekati, memakai, menganut atau mengadopsi obyek

tersebut. Sebaliknya kalau orang bersikap negatif terhadap suatu obyek, orang tersebut

akan menjauhi, menolak, menggagalkan atau menghindari obyek tersebut.

Sedangkan Edgley (1980) yang di kutip Azwar mendefenisikan sikap sebagai

suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respons

terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Hal yang sama juga dikemukakan

oleh Soekidjo (1997) bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,

akan tetapi merupakan “predisposisi” bagi suatu tindakan atau perilaku tertentu.

Dari bahan-bahan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu.

Soekidjo(2007) menggambarkan terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku manusia

melalui suatu rangkaian proses tertentu, seperti terlihat pada skema berikut:

Reaksi 
Rangsang  Proses   
stimulus  stimulus  
Tingkah laku 
(terbuka) 

Sikap 
(tertutup)

Sumber : Soekidjo, (2007)

Gambar 2.2. Skema Proses terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku

Universitas Sumatera Utara


Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa dalam diri individu sebenarnya

terdapat suatu dorongan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, perhatian dan

kemampuan untuk mengambil suatu keputusan pada suatu saat terhadap suatu

perubahan atau stimulus. Proses dalam tahapan ini sesungguhnya masih bersifat

tertutup, tetapi sudah merupakan keadaan yang disebut sikap. Bila terus menerus

diarahkan, maka pada suatu saat akan meningkatkan menjadi lebih terbuka dan

berwujud pada suatu reaksi yang berupa perilaku.

2.4.1.3 Pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapi

pekerjaan. De Partie Santis (1996) dikutip oleh Laurenta (2001) dimana dalam

penelitiannya membuktikan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi pendapatan dan cara kerja seseorang.

Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya

terhadap peningkatan produktifitas kerja yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan

melaksanakan pekerjaannya (Ravianto, 1990). Menurut Heru, yang di kutip

Laksmono dan Tirto, makin tinggi pendidikan makin mudah menerima informasi

sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki . Pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk

juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap

berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan

Universitas Sumatera Utara


seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangannya sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi

proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah ke arah yang lebih dewasa, lebih

baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

2.4.2 Faktor Pemungkin( Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan

bagi masyarakat. Sarana dalam hal ini adalah tersedianya buku KIA di Puskesmas.

Nurdin, 1998 berpendapat dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas

dan penanganannya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, azas

keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai. Keserasian

perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya

suasana kerja yang mengairahkan. Peralatan dan perlengakapan harus tepat guna yang

diadakan sesuai dengan tingkat kebutuhan (Laurenta, 2001).

2.4.3 Faktor Penguat (Reinforcing Faktor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh

agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Termasuk juga undang-

undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait

dengan kesehatan. Syamsudin, 2003 mengemukakan bahwa salah satu tugas

Universitas Sumatera Utara


pimpinan adalah melakukan supervisi/penilaian terhadap evaluasi pelaksanaan

kegiatan dalam upaya pencapaian tujuan. Evaluasi yang digunakan berdasarkan pada

efektifitas dan efisiensi. Adanya dua kategori evaluasi yaitu kesesuaian

(appropriateness) yang dihubungkan dengan kebutuhan memenuhi tujuan program

dan prioritas pilihan dan nilai-nilai yang tersedia, dan kecukupan (adequency) yang

berhubungan dengan masalah dapat terselesaikan melalui kegiatan yang telah di

programkan. Rosidin dalam Putra, 2008, menyimpulkan bahwa supervisi yang baik

dilakukan sebanyak enam kali dalam satu tahun. Sulasmi dalam Putra juga

mengemukakan hal yang sama bahwa ada hubungan yang bermakna antara supervisi

dengan kinerja bidan dimana bidan yang kurang mendapat supervisi mempunyai

resiko sebanyak 9,2 kali untuk berkinerja kurang.

2.5 Landasan Teori

Pemanfaatan buku KIA merupakan perwujudan dari perilaku individu, faktor

manusia memegang peranan penting dalam mempengaruhi pemanfaatan buku KIA, di

samping itu ketersediaan fasilitas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku.

Menurut Green 1980 yang dikutip oleh Notoatmodjo (1990), yang mendasari

timbulnya perilaku dapat dikelompokkan menjadi faktor prediposing, enabling, dan

reinforcing. Faktor –faktor yang tergolong sebagai faktor predisposing antara lain

pengetahuan, sikap, dan pendidikan. Faktor enabling (faktor pemungkin), mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana dalam hal ini buku KIA. Sedangkan faktor

Universitas Sumatera Utara


reinforcing (faktor penguat) mencakup tidak langsung yang mempengaruhi perilaku

bidan sehubungan dengan pemanfaatan buku KIA berupa pengawasan, serta sanksi

yang diberikan (Notoatmodjo, 1990).

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor predisposing:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Pendidikan

Faktor Enabling:
Ketersediaan buku Pemanfaatan buku KIA
KIA/sarana

Faktor Reinforcing:
Penilaian/
Supervisi

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai