19 Trombositosis PDF
19 Trombositosis PDF
Savita Handayani
PENDAHULUAN
Trombositosis primer / esensial (ET) sering ditemukan secara tidak sengaja pada
pemeriksaan hematologi pada penderita yang asimtomatis. Trombositosis esensial pertama
kali dilaporkan oleh di Guglielmo pada tahun 1920 dan Epstein dan Goedel pada tahun 1934.
Pada saat itu, trombositosis esensial merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang
lain (Polisitemia vera,Lekemi mielositik kronik,Mielofibrosis dengan mieloid metaplasia). (1,2)
Pada tahun1960,trombositosis esensial ditentukan sebagai suatu penyakit mieloproliferatif
yang berbeda. Trombositosis esensial adalah suatu kelainan klonal sel induk hematopoietik
multipotensial, termasuk kelainan mieloproliferatif dengan ekspresi fenotipe predominan
pada jalur megakariosit dan trombosit.(1,3). Gangguan ini bersifat permanen dan umumnya
peningkatan jumlah trombosit secara perlahan-lahan. Penanda molekuler spesific belum ada,
diagnosis ditegakkan pertama kali dengan mengeluarkan penyebab-penyebab trombositosis
reaktif dan membedakannya dengan gangguan myeloproleperatif lain.(3)
EPIDEMIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Trombopoetin merupakan hormon kunci dalam pengaturan diferensiasi dan proliferasi
megakariosit.Trombopoietin mempengaruhi pertumbuhan megakariosit mulai dari sel induk
sampai produksi trombosit. Walaupun demikian beberapa sitokin-sitokin lain (interleukin 1,
1
interleukin 6, interleukin 11) juga berperan dalam proses ini, yang kemungkinan berkerja
sinergi dengan trombopoietin., (1,5)
Trombosit matur berperan penting dalam regulasi kadar trombopoietin plasma.
trombosit mempunyai reseptor terhadap trombopoietin (c-mpl) dan memobilisasi
trombopoetin dari plasma.(1)
Pada keadaan normal, pengaturan produksi trombosit dari megakariosit disumsum
tulang melibatkan pengikatan trombopoetin bebas diplasma dengan megakariosit. Hal inilah
yang merangsang aktifnya megakariositopoetik untuk memproduksi trombosit.(5). Pada
keadaan trombositopeni, terjadi peningkatan kadar trombopoietin plasma karena
berkurangnya pengikatan trombopoietin oleh trombosit. Peningkatan kadar trombopoietin
plasma ini akan merangsang megakariopoiesis.Sebaliknya pada keadaan tombositosis, deplesi
plasma trombopoietin akan menurunkan megakariopoiesis. Mekanisme regulasi ini mengatur
produksi trombosit.
Pada ET kadar trombopoetin bisa normal atau tinggi. Peningkatan kadar trombopoetin
bisa berhubungan dengan reseptor trombopoetin (c-MPLl) abnormal pada trombosit dan
megakariosit yang abnormal , ikatan trombopoetin dan reseptor trombopoetin (c-MPL) inilah
yang merangsang pertumbuhan dan proliferasi. (6)
2
Penurunan efek inhibisi platelet inhibiting factor (TGF-1)
Defek microenvirontment
Beberapa patofisiologi yang terlihat pada pasien dengan trombositosis esensial :
1. Adanya perubahan endovaskular pada pasien dengan eritromialgia. Perubahan ini
meliputi pembengkakan vaskular dengan penyempitan lumenyang disebabkan
proliferasi otot polos dengan vakuolisasi, pembengkakan sitoplasma, deposisi material
interseluler dan fragmentasi lamina elastika interna.
2. Perubahan arsitektur dan fungsi trombosit yang meliputi heterogenitas ukuran,
perubahan ultrastruktur, peningkatan jumlah protein spesifik trombosit, peningkatan
tromboksan dan ekspresi epitop pada permukaan trombosit
3. Perubahan genetika berperan penting dalam regulasi ekspresi trombopoetin
4. Terdapat hubungan terbalik antara peningkatan jumlah trombosit dengan faktor von
willebrand multimers . (5)
Pada trombosis esensial , trombosis merupakan manifestasi klinis mayor. Walaupun jarang,
manifestasi hemoragis juga dapat muncul pada trombositosis esensial.
Mekanisme terjadinya trombosis dan hemoragis masih belum jelas. Trombosis diduga
disebabkan karena :
Peningkatan massa trombosit disertai hiperagregabilitas trombosit.
Aktivasi hemostasis oleh lekosit polimorfonuklear. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peningkatan elastase, mieloperoksidase , ekspresi CD11b dan LAP (leucocyte alkaline
phosphatase) antigen pada permukaan lekosit yang menyebabkan kerusakan endotel
(peningkatan trombomodulin dan faktor von Willebrand antigen) dan hiperkoagulasi
(peningkatan kompleks trombinantitrombin, fragmen protrombin 1+2, D-dimer) pada
penderita Trombositemi esensial .(3)
Perdarahan diduga disebabkan karena
1. abnormalitas fungsi trombosit.
2. Trombosis dengan infark yang mengalami ulserasi.
3. Komsumsi faktor koagulasi.
4. Peningkatan jumlah trombosit yang menyebabkan produksi prostasiklin berlebihan
(PGI2) yang akan menekan pelepasan granul trombosit dan agregasi. (5)
MANIFESTASI KLINIS
Sepertiga pasien ET mempunyai gambaran klinis yang silent. 50% pasien ET minimal
mengalami sekali episode trombosis dalam waktu 9 tahun setelah diagnosis ditegakkan. (5)
3
Gambaran klinis ET terutama adalah vaskuler occlusive events dan hemorrages.
Extramedullary hematopoesis dapat terjadi pada hati atau splen. Splenomegali terlihat
pada 20% - 50% pasien, walaupun pembesaran nya ringan sampai sedang dan biasanya tidak
progresif. Hepatomegali dapat dilihat pada 15% - 20% pasien, tetapi extramedular
hematopoesis pada hati tidak biasa dan kemungkinan diagnosis CMPD atau CIMF harus
dipikirkan.(6)
b.Manifestasi hemorrages
Pada pasien dengan jumlah trombosit 1.000.000 – 1.500.000/ml, risiko untuk
perdarahan meningkat. Perdarahan paling sering pada kulit dengan manifestasi memar,
hematom subkutan, ekimosis. Selain itu juga sering epistaksis ,perdarahan gusi, atau saluran
cerna , biasanya tidak berat kecuali pada pasien yang mendapatkan aspirin atau antikoagulan
lainnya. Ptekie tidak pernah terlihat.(4,6).
Keseluruhan risiko perdarahan dan trombosis pada pasien trombositosis esensial
adalah 0,33% per pasien pertahun dan 6,6% per pasien pertahun dibandingkan populasi
kontrol yaitu 0% dan 1,2%. Perdarahan pada banyak kasus biasanya karna Von Willebrand
Syndrom yang didapat dan biasanya membaik dengan penurunan trombosit (6).
4
KRITERIA DIAGNOSTIK
Dalam mendiagnosis ET , trombositosis reaktif dan kelainan myeloid kronik lain
harus disingkirkan (9). Pada tahun 1986, kriteria diagnosis pertama utuk ET diusulkan oleh
kelompok studi polisitemia vera. Kriteria yang paling baru dimodifikasi oleh WHO pada
tahun 2008 dalam rangka penemuan mutasi JAK2V617.
Baru-baru ini BCSH ( The British Committe for Standart in Haematology )
mengusulkan modifikasi kriteria diagnostik, seperti yang ditunjukkan tabel berikut (9,10)
Pemeriksaan Laboratorium
Darah tepi menunjukkan jumlah trombosit yang meningkat dengan berbagai tingkat
variasi anisositosis. Marfologi trombosit bervariasi mulai dari ukuran normal , granulasi
dengan bentuk yang beragam
5
waktu pengobatan terjadi perubahan manajemaen pengobatan seperti perubahan terapi
sitoreduktif atau jka curiga transformasi.
DIAGNOSIS BANDING
Pada trombositosis sekunder (reaktif) sering ditemukan adanya penyakit dasar dan
tidak ditemukan adanya keadaan trombosis/hemoragis serta splenomegali. Disamping itu
fungsi trombosit, gambaran darah tepi dan sumsum tulang dalam batas normal (5).
6
Selanjutnya harus dibedakan antara trombositosis esensial dengan gangguan mieloproliferatif
lainnya seperti polisitemia vera, mielofibrosis primer,dan lainnya.
7
PENATALAKSANAAN
Manajemen penatalaksanaan ET adalah berdasarkan pertimbangan tingkat risiko untuk
terjadinya komplikasi trombosis.
Faktor risiko trombosis adalah (8) :
Usia
Risiko trombosis
Adanya risiko kardiovaskuler (diabetes, hipertensi, merokok, hiperlipidemia)
Adanya mutasi JAK2 V617F
TERAPI FARMAKOLOGI
1. Obat Antitrombosit
Sejumlah penelitian acak besar menunjukkan penurunan kejadian trombosis
(11) .
pada pasien ET yang mendapat aspirin Bukti baru-baru ini merekomendasikan
aspirin pada semua pasien ET kecuali yang kontraindikasi. Dosis yang dianjurkan
adalah aspirin dosis rendah, yaitu 40 – 100mg/hari(11). Mengenai antiplatelet baru
seperti clopidogrel dan plasugrel, bisa digunakan sebagai alternatif pengganti aspirin,
namun masih belum jelas (10,11)
8
2.Obat Cytoreductive
a. Hydroxycarbamide (Hydroxiurea / HC)
HC adalah antimetabolit yang terutama bekerja pada sel-sel pada S. Kerjanya dengan
menghambat sintesis dengan cara menghambat aktivitas enzim ribonucleoside difosfat
reduktase , enzim ini mengurangi katalisis ribonukleotida (4,11)
HC merupakan terapi pilihan pertama pada trombositosis esensial degan risiko tinggi.
(5).
Hal ini disebabkan oleh efektifitas serta jarangnya timbul efek samping Efek samping
biasanya ringan, reversibel , termasuk penekanan pada sumsum tulang, gangguan saluran
cerna ( anoreksia, mual, muntah dan diare ) dan perubahan kulit (ruam, ulserasi pada kaki,
dan alopecia) . (11)
Efek samping yang sering terjadi adalah demam, flu like symptoms, kelelahan,
mialgia, depresi , hepatitis , dan pneumonitis . Setidaknya 20 % dari pasien tidak dapat
mentoleran efek samping yang ditimbulkan obat ini. Tidak ditemukan efek leukomogenik
pada pemberian IFNα. (5,8,12). Meskipun adanya efek samping dan harga yang mahal, IFNα
merupakan pilihan terapi terutama pada penderita ET usia muda. (5)
9
c. Anagrelide
Anagrelide merupakan obat oral senyawa imidazo (2,1-b) quinazolin-2-one dengan
efek inhibisi agregasi trombosit melalui penghambatan cyclic nucleotide phosphodiesterase
(11)
dan phospholipase A2 . Anagrelide telah terbukti dapat dijadikan sebagai terapi alternatif
pada ET. Dosis dimulai dengan 2mg/hari (terbagi dalam 2-4 dosis) dan dapat ditingkatkan 0,5
mg/hari setiap 7 hari sampai tercapai target jumlah trombosit dengan dosis maksimal
10mg/hari. Normalisasi jumlah trombosit diperlukan untuk meminimalkan efek
trombohemoragis selama terapi (5)
Efek samping yang paling serius adalah efek kardiak , termasuk palpitasi (27 %),
takikardi atau aritmia lain (< 10 %) dan gagal jantung kongestif (2%). Efek vasodilatasi
anagrelide menimbulkan sakit kepala (> 1/3 penderita), retensi cairan dan edema (24 %),
dizziness (15 %), hipotensi postural. Efek samping yang lebih jarang adalah efek
gastrointestinal (nausea, nyeri abdomen, diare), rash. Anagrelide tidak bersifat leukomogenik
Anagrelide di lisensikan di eropa sebagai terapi lini kedua pada pasien ET risiko tinggi yang
refrakter atau intoleran dengan terapi lini pertama.
d. Busulfan
Busulfan merupakan obat alkilating , pada sejumlah kasus berhasil mengendalikan
jumlah trombosit. Manifestasi oklusi vaskuler bisa diatasinya namun gejala perdarahan tidak.
Efek samping yang ditimbulkan adalah toksisitas pada paru ( displasia bronkopulmonalis
pulmonar fibrosis), ini biasanya pada dosis berkisar antara 500-5700mg, dengan rata-rata
dosis 3000 mg, dan onset timbulnya efek ini 8 bulan – 10 tahun setelah dosis terakhir
busulfan, dengan rata-rata onset 4 tahun setelah pengobatan. Efek ini bisa menjadi lebih
cepat menimbulkan gangguan paru atau kematian walaupun diberikan prednison 50-100mg
prednison.(11)
Berbagai dosis Busulfan dapat diberikan , misalnya 60 µg/kg BB/ hari/oral (maksimal
4 mg) terus menerus sampai jumlah trombosit berkurang < 400.000/mm 3. Dosis dihentikan
sampai jumlah trombosit meningkat diatas normal, dosis yang terus menerus menimbulkan
cytopenia. Alternatifnya adalah dosis intermiten , misalnya 20-25 mg dengan interval 4-6
minggu.(11)
10
e. Pipobroman
P32 telah digunakan untuk pengobatan MPN sejak tahun 1930-an . Isotop yang
memiliki masa paruh 14,3 hari ini adalah beta emitor murni dan memiliki jangkauan
maksimum pada jaringan 8 mm . Hal ini efektif dalam mengontrol jumlah darah dengan
beberapa efek samping akut dan tidak ada komplikasi hematologis . Dosis biasanya adalah
150-300 MBq . Dosis ini dapat diulang setelah 3 bulan , ketika jumlah eritrosit atau
trombosit jumlah normal , sampai jumlah trombosit < 400.000/mm3 dan rejimen ini
digunakan lagi ketika ambang batas ini terlampaui. Bukti yang banyak menunjukkan bahwa
P32 bersifat leukomogenik, dan biasanya ini timbul pada orang tua (11)
Pada umumnya, insiden tranformasi Leukimia sangat kecil pada terapi ini, namun
sekitar 31% dilaporkan carboquone pada pasien ET menimbulkan leukimia tranformasi.
11
h. JAK2 Inhibitors
Penemuan mutasi JAK2 V617F merevolusi untuk kriteria diagnosis ET dan juga
menawarkan sasaran terapi yang potensial. Sejumlah JAK2 Inhibitors sedang dalam uji
klinis . Banyak studi melibatkan pasien dengan risiko menengah dan tinggi , myelofibrosis
tapi datanya belum diterbitkan.
12
Dibawah ini adalah skema manajemen ET berdasakan kategori risiko
Beberapa pilihan terapi pada pasien ET bila refrakter atau intolerance dengan hydroxiurea
13
ET pada kehamilan
ET merupakan suatu MPN yang banyak ditemukan pada wanita usia reproduktif dan
pada banyak kehamilan seperti yang disebutkan pada berbagai literatur. Studi yang terbaru
menyebutkan adanya JAK2 V617F meningkatkan risiko abortus. Strategi pengobatan ET
pada kehamilan dipengaruhi oleh status penyakit pasien dan riwayat obstetri sebelumnya.
(11)
Tabel dibawah ini menunjukkan faktor risiko komplikasi selama kehamilan
Pengobatan aspirin, cytoreductive dan LMWH harus diberikan pada pasien dengan
adanya faktor-faktor diatas selama kehamilan. Pasien ET dengan risiko tinggi harus kita
berikan cytoreductive. IFNα adalah obat cytoreductive pilihan. Tidak ada laporan tentang
efek teratogenik atau efek jelek yang ditimbulkan obat ini pada pengobatan ET pada
kehamilan, namun IFNα dapat menurunkan kesuburan oleh karna itu lebih baik dicegah
pemberiannya pada wanita yang sulit hamil (11,12).
14
Sedikit laporan mengenai penggunaan HU pada pasien ET dengan kehamilan, dan
pada umumnya tanpa komplikasi fetal, namun HU kontraindikasi selama masa pembuahan
dan kehamilan karna efek teratogniknya. Anagrelide juga tidak direkomendasikan pada
kehamilan karna dapat melalui sawar plasenta.
Aspirin dosis kecil aman pada kehamilan. Semua pasien ET harus mendapatkan
aspirin dengan dosis 50-100mg/hari selama kehamilan dan 6 minggu post partum.
Pada pasien risiko tinggi, aspirin dan LMWH diberikan sejak awal kehamilan.
Dalteparin 5000 IU atau enoxaparin 40 mg diberikan satu kali sehari, kemudian dosis dapat
ditingkatkan per 12 jam setelah kehamilan 16-20 minggu, kemudian dosis diturunkan satu
kali sehari setelah post partum sampai 6 post partum (11,12). Cytoreduktive kita berikan pada
pasien risiko tinggi, dengan pilihan adalah IFNα dengan dosis sama seperti pada pasien ET
tidak hamil.
15
Tindakan sectio cesaria, epidural atau spinal anastesia tidak kontraindikasi pada
pasien ET, namun aspirin harus dihentikan 2 minggu sebelum tindakan dan LMWH 12 jam
sebelum tindakan tersebut. Heparin dan Warfarin aman pada ibu menyusui, namun obat
cytoreductive masih kontraindikasi pada ibu menyusui.(11,12)
Risiko trombosis vena dan arteri pada pasien ET bisa meningkat 5 kali lipat oleh
tindakan operasi. Risiko kejadian trombosis arteri meningkat post operasi sekitar 3-8% tapi
sekitar 10,5% risiko perdarahan dapat terjadi dikarnakan kombinasi hubungan fungsi
trombosit yang abnormal, obat-obat anti platelet dan antikoagulan.
Target platelet pre-operatif adalah < 400.000/mm3 . Obat antiplatelet dihentikan 7-10
hari sebelum tindakan dan post-operatif pemberian LMWH sebagai tromboprofilaksis sangat
direkomendasikan. (10,11)
16
RESPON TERAPI
PROGNOSIS
17
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20