Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM

A. Pengertian
Menurut Winjosastro (2015) kista ovarium merupakan suatu tumor, baik yang
kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Kehamilan kista
ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau
kista lutein, kista ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin
dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul.
Menurut Nugroho, T (2012) kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium
(kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang
terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja,
pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan.
Menurut Robinson, J. M & Saputra, L (2014) kista ovarium merupakan kantung
pada ovarium yang mengandung materi cairan atau semisolid, biasanya tidak
ganas. Kista ovarium biasanya berbentuk kecil dan tidak menunjukkan gejala,
namun memerlukan investigasi mendalam karena adanya kemungkinan perubahan
menjadi ganas.

B. Etiologi
Menurut Winjosastro (2015) kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan
abdomen dari epithelium ovarium, dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidakseimbangan hormon ekstrogen dan progesteron
diantaranya adalah :
a. Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epithelium yang berkurang
didalam korteks.
b. Kista fungsional
1) Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi rupture
atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler diantara
siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang
dari 12 tahun.
2) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron
setelah ovulasi.
3) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG
terdapat pada molahidatidosa.
4) Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang
menyebabkan hiperstimuli ovarium.
2. Kista neoplasma
a. Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang
kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
b. Kistadenoma ovarii musinosum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu terutama yang
pertumbuhannya elemen mengalahkan elemen yang lain.
c. Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium)
d. Kista endrometreid
e. Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan
endometroid
f. Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses pathogenesis. Pada kehamilan
yang dijumpai dengan kista ovarium ini memerlukan tindakan operasi
untuk mengangkat kista tersebut (pada kehamilan 16 minggu) karena dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya
mengakibatkan abortus, kematian dalam rahim.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015) tanda gejala kista ovarium yaitu,
kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksan fisik, tanpa ada gejala
(asimtomatik). Mayoritas penderita kista ovarium tidak menunjukkan adanya
gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini
berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat
pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya
ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, timbul benjolan pada perut.
Menurut Nugroho, T (2012) tanda dan gejala kista ovarium yaitu :
1. Sering tanpa gejala
2. Nyeri saat menstruasi
3. Nyeri diperut bagian bawah
4. Nyeri pada saat berhubungan badan
5. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki
6. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan atau buang air besar
7. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
Menurut Saraswati, S (2010) gejala gejala kista ovarium (kista indung telur)
biasanya tidak menghasilkan gejala, kecuali terjadi pecah atau terpuntir sehingga
menyebabkan sakit perut, distensi, dan kaku. Kista yang besar atau kista dalam
jumlah banyak dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada panggul, sakit
pinggang, rasa sakit saat berhubungan seksual, dan perdarahan uterus yang
abnormal tidak seperti pola gangguan ovulasi. Kista indung telur yang mengalami
pemuntiran menyebabkan sakit perut yang akut seperti serangan apendisitis. Kista
granulo lutein timbul pada permulaan kehamilan dan diameternya dapat sebesar 5-
6 cm dan menghasilkan rasa tidak enak didaerah panggul. Apabila pecah, terjadi
perdarahan massif pada satu sisi rongga perut. Pada perempuan yang tidak hamil,
kista ini akan membuat menstruasi terlambat diikuti dengan perpanjangan dan
perdarahan iriguler. Kista indug telur polisistik juga menghasilkan tidak adanya
menstruasi sekunder, penurunan siklus menstruasi dan terjadi infertilitas.

D. Patofisiologi
Kista terdiri atas folikel – folikel praovulasi yang telah mengalami atresia
(degenerasi). Pada wanita yang menderita ovarium polokistik, ovarium utuh dan
FSH dan SH tetapi tidak terjadi ovulasi ovum. Kadar FSH dibawah normal
sepanjang stadium folikular daur haid, sementara kadar LH lebih tinggi dari
normal, tetapi tidak memperlihatkan lonjakan. Peningkatan LH yang terus
menerus menimbulkan pembentukan androgen dan estrogen oleh folikel dan
kelenjar adrenal. Folikel anovulasi berdegenerasi dan membentuk kista, yang
menyebabkan terjadinya ovarium polikistik (Corwin, 2009).
Kista bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan
abdomen dan pelvis dan sel – sel yang menempatkan diri pada rongga abdomen
dan pelvis. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intra peritonial dan
limfatik muncul tanpa gejala atau tanda spesifik.
Gejala tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat
pada pelvis. Sering berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastro intestinal,
seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang.
Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina skunder
akibat hiperplasia endometrium, bila tumor menghasilkan estrogen beberapa
tumor menghasilkan testosteron dan menyebabkan virilisasi (Price, Wilson, 2010).
Kista non-neoplastik sering ditemukan, tetapi bukan masalah serius. Kista folikel
dan luteal di ovarium sangat sering ditemukan sehingga hampir dianggap sebagai
varian fisiologik. Kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang
tidak ruptur atau pada folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali.
Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan
serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan
berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup
banyak, sampai mencapai diameter 4 hingga 5 cm sehingga dapat di raba massa
dan menimbulkan nyeri panggul. Jika kecil, kista ini dilapisi granulosa atau sel
teka, tetapi seiring dengan penimbunan cairan timbul tekanan yang dapat
menyebabkan atropi sel tersebut. Kadang – kadang kista ini pecah, menimbulkan
perdarahan intraperitonium, dan gejala abdomen akut (Robbins, 2012).
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015) pemeriksaan penunjang kista ovarium
yaitu :
1. Pap smear
Untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan kemungkinan adanya
kanker/kista
2. Ultrasound/scan CT
Membantu mengidentifikasi ukuran/lokasi massa
3. Laparoskopi
Dilakukan untuk melihat tumor perdarahan perubahan endometrial
4. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht
menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan
proses inflamasi / infeksi
5. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Menurut Nugroho, T (2012) penegakan diagnosis kista ovarium ditegakkan
melalui pemeriksaan ultrasonografi atau USG (abdomen atau transvaginal),
kolposkopi screening, dan pemeriksaaan darah (tumor marker atau penanda
tumor).
Menurut Nugroho, T (2012) pemeriksaan laboratorium kista ovarium melakukan
pemeriksaan sekret yang meliputi trichomonas, candida/jamur, bakteri batang,
bakteri kokus, epitel, lekosit, eritrosit, epitel, PH dan hematologi misalnya HB
(hemoglobin).

G. Penatalaksanaan
Menurut Nugroho, T (2012) penatalaksanaan kista ovarium yaitu :
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama
1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah
satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker)
2. Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yang dilakukan
pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparatomi. Biasanya
untuk laparoskopi dan diperbolehkan pulang pada hari ke 3 atau hari ke 4,
sedangkan untuk laparatomi anda diperbolehkan pulang pada hari ke 8 atau ke
9.
H. Komplikasi
Menurut Kowalak (2011) komplikasi kista ovarium dapat berupa torsi atau ruptur
yang menyebabkan tanda-tanda akut abdomen (nyeri tekan, distensi dan rigiditas
pada abdomen) akibat perdarahan intraperitoneal yang masif atau peritonitis.
Komplikasi lain meliputi infertilitas dan amenore.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata, meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan
identitas masuk.
b. Riwayat kesehatan, meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial
ekonomi.
c. Status Obstetrikus, meliputi :
1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
3) Riwayat persalinan
4) Riwayat KB
d. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 2012)
1) Kaji tingkat kesadaran
2) Ukur tanda-tanda vital
3) Auskultasi bunyi nafas
4) Kaji turgor kulit
5) Pengkajian abdomen
6) Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
a) Auskultasi bising usus
b) Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
c) Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
7) Kaji status balutan
a) Kaji terhadap nyeri atau mual
b) Kaji status alat intrusive
c) Palpasi nadi pedalis secara bilateral
d) Evaluasi kembalinya reflek gag
e) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan
lamanya waktu di bawah anestesi.
f) Kaji status psikologis pasien setelah operasi
e. Pemeriksaan fisik
1) Kaji keadaan umum, kesadaran, berat badan atau tinggi badan dan
tanda – tanda vital.
2) Kepala : Kaji adanya keluhan pusing atau sakit kepala, warna rambut,
keadaan, distribusi rambut, dan kebersihan rambut.
3) Mata : Kaji kesimetrisan mata, warna konjungtiva, sklera, kornea, dan
fungsi penglihatan.
4) Hidung : Kaji kesimetrisan, keadaan kehersihan hidung, dan fungsi
penciuman.
5) Mulut: Kaji kelembaban mukosa mulut dan bibir, keadaan gigi, fungsi
pengecapan, keadaan mulut dan fungsi menelan.
6) Telinga : Kaji adanya kelainan bentuk, keadaan, dan fungsi
pendengaran.
7) Leher : Kaji adakah pembekakan, pembesaran kelenjar tiroid, distensi
vena jugularis, pebesaran kelenjar getah bening.
8) Daerah dada : Kaji adanya keluhan sesak nafas, bentuk, nyeri dada,
auskultasi suara jantung, bunyi jantung, frekuensi nadi, dan tekanan
darah.
9) Abdomen : Kaji adanya massa pada abdomen, distensi, bising usus,
bekas luka, nyeri tekan, karakteristik nyeri, kondisi hepar dan kandung
kemih.
10) Genitalia Eksterna : Kaji adanya pengeluaran sekret dan perdarahan,
warna, bau, keluhan gatal dan kebersihan.
11) Anus : Kaji adanya keluhan konstipasi, dan inspeksi adanya hemoroid
eksterna.
12) Ektremitas : Kaji kekuatan otot, varises, kontraktur pada persendian,
refleks - refleks, dan kesulitan pergerakan.
13) Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT,
SDP). Terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi
maupun peroral.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah yang
berlebihan selama tindakan pembedahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, insisi post
pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri akut NOC : Managemen Nyeri
berhubungan 1. Pain Level 1. Kaji nyeri secara
dengan agen 2. Pain control komprehensif termasuk
injuri (insisi 3. Comfort level lokasi, karakteristik,
pembedahan) durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil : dan faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik 3. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi untuk non farmakologi, tehnik
mengurangi nyeri, relaksasi
mencari bantuan) 4. Berikan analgetik untuk
2. Melaporkan bahwa mengurangi nyeri
nyeri berkurang dengan 5. Tingkatkan istirahat
menggunakan 6. Kolaborasikan dengan
manajemen nyeri dokter jika ada keluhan
3. Wajah rileks dan tindakan nyeri tidak
4. Menyatakan rasa berhasil
nyaman setelah nyeri 7. Monitor penerimaan
berkurang pasien tentang manajemen
5. Tanda vital dalam nyeri
rentang normal
Managemen lingkungan
1. Batasi pengunjung
2. Sediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
3. Perhatikan hygiene pasien
untuk menjaga
kenyamanan
4. Atur posisi pasien yang
nyaman

2 Resiko defisit NOC : Fluid management


volume cairan 1. Fluid balance 1. Monitor status hidrasi
berhubungan 2. Hydration (kelembaban membran
dengan 3. Nutritional Status : mukosa, nadi adekuat,
kehilangan Food and Fluid Intake tekanan darah ortostatik),
darah yang jika diperlukan
berlebihan Kriteria Hasil : 2. Monitor hasil lab yang
selama 1. Mempertahankan urine sesuai dengan retensi
tindakan output sesuai dengan cairan (BUN, Hmt,
pembedahan. usia dan BB, BJ urine osmolalitas urin)
normal, HT normal 3. Monitor vital sign
2. Tekanan darah, nadi, 4. Monitor masukan
suhu tubuh dalam batas makanan/cairan dan
normal hitung intake kalori harian
3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor status nutrisi
dehidrasi, Elastisitas 6. Berikan cairan
turgor kulit baik, 7. Berikan diuretik sesuai
membran mukosa interuksi
lembab, tidak ada rasa 8. Dorong masukan oral
haus yang berlebihan 9. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
3 Resiko infeksi NOC : Kontrol infeksi
berhubungan 1. Immune Status 1. Bersihkan lingkungan
dengan 2. Knowledge : Infection setelah dipakai pasien lain
tindakan control 2. Pertahankan teknik isolasi
invasif, insisi 3. Risk control 3. Batasi pengunjung bila
post perlu
pembedahan. Kriteria Hasil : 4. Instruksikan pada
1. Klien bebas dari tanda pengunjung untuk
dan gejala infeksi mencuci tangan saat
2. Mendeskripsikan berkunjung dan setelah
proses penularan berkunjung meninggalkan
penyakit, factor yang pasien
mempengaruhi 5. Gunakan sabun
penularan serta antimikrobia untuk cuci
penatalaksanaannya tangan
3. Menunjukkan 6. Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya tindakan keperawatan
infeksi 7. Gunakan sarung tangan
4. Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
batas normal 8. Pertahankan lingkungan
5. Menunjukkan perilaku aseptik selama perawatan
hidup sehat 9. Tingkatkan intake nutrisi
10. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Proteksi terhadap infeksi
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Batasi pengunjung
4. Pertahankan teknik isolasi
k/p
5. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
6. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
7. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
8. Dorong istirahat
9. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
10. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
11. Ajarkan cara menghindari
infeksi
12. Laporkan kecurigaan
infeksi
13. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Bilota, K.A.J. (2011). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Fadhilah, E. Hiswani & Jemadi.(2013). Karakteristik Wanita Penderita Kista


Ovarium Di Rumah Sakit Vita Insani. (Internet) Termuat dalam:
<http://download.portalgaruda.org> (Diakses tanggal 20 September 2018).

Irianto, K. (2013). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta

Kowalak, J. P. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Mashudi, (2011). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications


2012-2014. Editor : T. Healther Herdman.

Nugroho, T. (2012). Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Nuha Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Nanda Nic Noc Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis. Yogyakarta : Mediaction.

Purwaningsih, W. & Fatmawati, S. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Saraswati, S. (2010). 52 Penyakit Perempuan: Mencegah & Mengobati 52 Penyakit


Yang Sering Diderita perempuan. Yogyakarta: Katahati.

Tarwono, Aryani R, Wartonah. (2009). Anatomi dan fisiologi Untuk Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

The American College of Obstetricians and Gynecologists. (2015, July). From


<http://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq075.pdf> (Diakses tanggal
20 September 2018).

Anda mungkin juga menyukai