Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA 70 TAHUN DENGAN OSTEOPENIA, FALL,


FRAIL, PNEUMONIA (HAP), BAKTERIURIA, HIPERTENSI STAGE
I TERKONTROL, AZOTEMIA PERBAIKAN, DAN OBESE KELAS I

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Vinia Rahma Widyaningrum
22010117220188

Pembimbing :
dr. Rejeki Andayani R, Sp.PD K-Ger

Residen Pembimbing :
dr. Rizqi Rifani

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Vinia Rahma Widyaningrum

NIM : 22010117220188

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran


Universitas Diponegoro Semarang

Judul Kasus Besar : Seorang Wanita 70 Tahun dengan Osteopenia, Fall, Frail,
Pneumonia (HAP), Bakteriuria, Hipertensi stage I terkontrol,
Azotemia Perbaikan, dan Obese kelas I.
Pembimbing : dr. Rejeki Andayani R, Sp. PD, K-Ger.

Residen Pembimbing : dr. Rizqi Rifani

Semarang, 02 April 2019

Dosen Pembimbing, Residen Pembimbing,

dr. Rejeki Andayani R, Sp.PD, K-Ger. dr. Rizqi Rifani

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Kasus Besar “Seorang Wanita 70
Tahun dengan Osteopenia, Fall, Frail, Pneumonia HAP, Bakteriuria, Hipertensi stage I
terkontrol, Azotemia Perbaikan dan Obese kelas I.” ini dapat penulis selesaikan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
 dr. Rejeki Andayani R, SpPD, K-Ger, selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan masukan yang berharga
 dr. Rizqi, selaku residen pembimbing yang telah memberikan masukan,
petunjuk, serta bantuan dalam penyusunan tugas ini
 Keluarga pasien Ny. S, atas keramahan dan keterbukaannya dalam kegiatan
penyusunan laporan
 Keluarga dan Teman-teman Co-Ass dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.

Semarang, 02 April 2019


Penulis

iii
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS BESAR ............................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
LAPORAN KASUS ............................................................................................................ 1
IDENTITAS PASIEN ......................................................................................................... 1
DAFTAR MASALAH ........................................................................................................ 1
ASSESSMENT GERIATRI KOMPREHENSIF ................................................................ 2
KAPABILITAS MEDIK .................................................................................................... 2
ANAMNESIS ..................................................................................................................... 2
PEMERIKSAAN FISIK ..................................................................................................... 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................................ 9
PEMERIKSAAN LABORATORIUM ............................................................................... 9
PEMERIKSAAN X-FOTO THORAKS AP SUPINE...................................................... 13
PEMERIKSAAN X-FOTO PELVIS ............................................................................... 14
PEMERIKSAAN ECHOCARDIOGRAPHY ................................................................... 15
PEMERIKSAAN BMD .................................................................................................... 16
KAPABILITAS FUNGSIONAL ...................................................................................... 19
INDEKS BARTHEL......................................................................................................... 19
INDEKS KATZ ................................................................................................................ 20
FRAILTY INDEX ............................................................................................................ 22
KAPABILITAS PSIKOLOGIS ........................................................................................ 24
SKALA DEPRESI GERIATRI......................................................................................... 24
KAPABILITAS SOSIAL - LINGKUNGAN ................................................................... 24
KAPABILITAS EKONOMI............................................................................................. 26
LAMPIRAN KUNJUNGAN RUMAH ............................................................................ 27
DAFTAR ABNORMALITAS .......................................................................................... 29
ANALISIS SINTESIS ...................................................................................................... 30
DAFTAR MASALAH ...................................................................................................... 30

iv
RENCANA PEMECAHAN MASALAH ......................................................................... 31
BAB II ............................................................................................................................... 36
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN ............................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 50

v
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 70 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Masuk RS : 4 Maret 2019

Ruang : Parkit RSDK

NO. CM : C741890

Alamat : Jalan Wiroto I RT 02/05, Semarang Barat

Status : JKN NON PBI

DAFTAR MASALAH
Masalah
No Masalah Aktif Tanggal No Tanggal
Pasif
1. Osteopenia 04/03/2019
2. Fall 04/03/2019
3. Frail 04/03/2019
4. HAP 04/03/2019
5. Bakteriuria 04/03/2019
6. Hipertensi stage I 04/03/2019
7. Azotemia 04/03/2019
8. Obese kelas I 04/03/2019

1
1.2 ASSESMEN GERIATRI KOMPREHENSIF

1.2.1 KAPABILITAS MEDIS

DATA SUBJEKTIF

Alloanamnesis dan autoanamnesis dengan keluarga pasien dan pasien tanggal 11 Maret
2019 di Parkit RSDK pukul 10.00 WIB, catatan medis pasien, dan kunjungan rumah.

Keluhan utama : Nyeri dada kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada kanan pasca terjatuh dari kamar mandi.
Pasien terjatuh + 1 minggu SMRS, posisi ketika terjatuh adalah tiduran dengan tubuh sisi
kanan sebagai tumpuan, kemudian pasien mengeluhkan nyeri di tubuh sisi kanan terutama
pada bagian dada setelah terjatuh. Nyeri dirasakan terus-menerus dan semakin lama
semakin parah sehingga pasien sulit berubah posisi dari tidur ke duduk. Nyeri memberat
jika pasien beraktivitas dan nyeri berkurang jika pasien berbaring di tempat tidur. Pasien
juga mengeluhkan adanya pusing (+) cekot-cekot di seluruh kepala, lemas (+), batuk (+)
sudah 1 minggu namun dahak sulit keluar, demam (+) 1 minggu, sesak (+), mengi (-),
nyeri dada yang mejalar (-), tidur dengan dua bantal (+), mual (-), muntah (-), nafsu makan
menurun (-), kaki bengkak (-), BAB terakhir 1 minggu yang lalu, BAK warna kuning
jernih namun sulit dikontrol sehingga pasien sering mengompol tanpa disadari. Pasien
kemudian berobat ke RS. Tugu dan diberikan obat pereda nyeri karena kesulitan
beraktivitas. Karena kondisi yang tidak kunjung membaik akhirnya pasien dirujuk ke
RS.Kariadi

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat jatuh (+) tahun 2019 sekitar bulan Januari. Pada saat itu pasien hendak
berjalan menuju ruang tamu namun pasien terjatuh dalam posisi duduk di lantai,
kemudian pasien dibantu berdiri kembali oleh cucunya. Saat itu pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri pasca jatuh dan dapat beraktivitas kembali seperti biasa.
 Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal
 Riwayat hipertensi (+) diketahui 1 minggu ini dan rutin minum obat antihipertensi
 Riwayat kencing manis (-)

2
 Riwayat pengobatan TB paru (-)
 Riwayat haid: pasien mulai haid usia 13 tahun dan sudah tidak haid usia 55 tahun
 Riwayat konsumsi obat antinyeri dan anti radang (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat sakit darah tinggi (-)


 Riwayat sakit jantung (-)
 Riwayat sakit kencing manis (-)
 Riwayat pengobatan TB Paru (-)
 Riwayat sakit kanker (-)

Riwayat Pengobatan
 Amlodipin 10mg/24 jam p.o (malam)
 Omeprazole 20mg/24 jam p.o (pagi, 30 menit sebelum makan)
 Candesartan 8mg/24 jam p.o (siang) p.o
 Amoxicillin 500mg/8 jam p.o
 Bisoprolol 2,5mg/12 jam p.o (pagi dan sore)
 N-asetilsistein 200mg/8 jam p.o
Riwayat Gaya Hidup

 Riwayat merokok (-), riwayat konsumsi alkohol (-), riwayat konsumsi jamu (+)
tidak sering.
 Riwayat gizi: pasien biasanya makan 2-3x/hari dengan nasi ± 1 piring disertai lauk
pauk (telur, ikan) dan sayur, kadang-kadang mengkonsumsi buah-buahan. Pasien
jarang mengonsumsi daging maupun jeroan namun terkadang konsumsi gorengan.
Minum air putih 5-6 gelas/hari, pasien tidak mengkonsumsi minuman berkarbonasi
seperti (sprite ,coca cola). Pasien tidak pernah minum susu. Makanan yang
dikonsumsi biasanya dimasak oleh anak pasien.
 Pasien tidak rutin berolahraga. Aktivitas sehari-hari pasien menyapu lantai dan
halaman rumah, mencuci piring dan menonton tv di ruang tamu. Pasien rajin
beribadah 5x sehari serta biasanya bila ada waktu luang pasien bersosialisasi dan
mengobrol dengan tetangga atau beristirahat.

3
Mini Nutritional Assesment
Skrining
A. Apakah asupan makanan berkurang selama 3 bulan terakhir karena kehilangan
nafsu makan, gangguan pencernaan, kesulitan mengunyah atau menelan?
0 = asupan makanan sangat berkurang
1 = asupan makanan agak berkurang
2 = asupan makanan tidak berkurang
B. Penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir
0 = Penurunan berat badan lebih dari 3 Kg
1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan antara 1hingga 3 Kg
3 = tidak ada penurunan berat badan
C Mobilitas
0 = terbatas di tempat tidur atau kursi
1 = mampu bangun dari tempat tidur/kursi tetapi tidak bepergian ke
luar rumah
2 = dapat bepergian ke luar rumah
D Menderita tekanan psikologis atau penyakit yang berat dalam 3 bulan terakhir
0 = ya
2 = tidak
E Gangguan neuropsikologis
0 = depresi berat atau kepikunan berat
1 = kepikunan ringan
2 = tidak ada gangguan psikologis
F1 Indeks Massa Tubuh (IMT) (berat dalam kg)/(tinggi dalam m)2
0 = IMT kurang dari 19 (IMT < 19)
1 = IMT 19 hingga kurang dari 21(IMT : 19 hingga <21)
2 = IMT 21 hingga kurang dari 23 (IMT : 21 hingga <23)
3 = IMT 23 atau lebih (IMT ≥ 23)

Skor skrining (skor maksimal 14)


Skor 12-14: Status gizi normal
Skor 8-11: Berisiko malnutrisi
Skor 0-7: Malnutrisi
Kesan: Skor 12 : Status Gizi Normal

4
DATA OBJEKTIF

Pemeriksaan Fisik
Pada tanggal 11 Maret 2019 jam 10.10 WIB di Parkit RSDK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan, kesan gizi lebih
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5=15
Tanda vital : Tekanan darah saat berbaring : 130/85 mmHg
Tekanan darah saat duduk : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit, kussmaul (-)
Suhu : 36,30 C (axiller)
VAS :3
BB : 86 kg

TB : 160 cm

IMT : 33,59 kg/m2 (Obese kelas I - Kriteria Asia Pasifik)


Kepala : Mesosefali, rambut mudah rontok (-)
Kulit : Kuning langsat, turgor kulit cukup, pucat (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat(-/-), sklera ikterik (-/-), katarak (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : Discharge (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), pursed lip breathing (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, trakea di tengah, JVP R+0 cm, pembesaran kelenjar getah
bening (-/-)
Thoraks : Bentuk normal, retraksi intercostal (-), retraksi suprasternal (-)
Punggung : Tampak kifosis (-), Dowager’s hump (-), nyeri tekan (-)

SD Bronchial

ST RBK (+) SD Bronchial

ST RBK (+)

5
Paru Depan

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis hemithoraks dextra dan hemithoraks
sininstra
Palpasi : Stem fremitus hemithoraks dextra sama dengan hemithoraks sinistra
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar bronchial (+/+) dan suara tambahan RBK (+/+) setinggi
SIC V ke bawah, wheezing (-/-)
Paru belakang

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis


Palpasi : Stem fremitus hemothoraks dextra sama dengan hemithoraks sinistra
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar bronchial (+/+) dan suara tambahan RBK (+/+) setinggi
Vertebra Thorakal VI-VI ke bawah , wheezing (-/-)

Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral linea mid clavicularis sinistra,
kuat angkat (-), diameter 2 cm, thrill (-), sternal lift (-), pulsasi
parasternal/epigastrial (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri : Sesuai ictus cordis
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Pinggang jantung : cekung
Auskultasi : BJ I-II murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, bekas operasi (-), venektasi (-)


Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-), area traube timpani, nyeri ketok
costovertebra (-/-), liver span 8cm
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri suprapubik (-)

6
Ekstremitas

Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing Finger -/- -/-
Capillary refill <2"/<2" <2"/<2"
Gerak +/+ +/+
Motorik 555/555 555/555
Tonus N/N N/N
Refleks fisiologis +/+ +/+
Refleks patologis -/- -/-

Sindroma Geriatri

 Sindroma serebral (-)

 Confusio (-)

 Gangguan otonom (-)

 Inkontinensia (+)

 Jatuh (+)

 Kelainan tulang dan patah tulang (+)

 Dekubitus (-)

The 14 I

Immobility Isolation

Impaction Impotence

Instability Immuno-deficiency

Iatrogenic Infection

Intelectual impairment Inanition

7
Insomnia Impairment of vision, smell, hearing

Incontinence Impecunity

Skor Norton (Untuk Mengukur Risiko Dekubitus)


Penilaian Skor
Kondisi fisik umum :
Baik 4 4
Lumayan 3
Buruk 2
Sangat buruk 1

Kesadaran :
Komposmentis 4 4
Apatis 3
Konfus/soporus 2
Stupor/koma 1
Aktivitas :
Ambulan 4
Ambulan dengan bantuan 3 3
Hanya bisa duduk 2
Tiduran 1
Mobilitas :
Bergerak bebas 4
Sedikit terbatas 3 3
Sangat terbatas 2
Tak bisa bergerak 1
Inkontinensia :
Tidak ada 4 2
Kadang-kadang 3
Sering inkontinensia urin 2
Inkontinensia alvi & urin 1
Skor total 16
Kategori : Skor 16-20 : kecil sekali/tak terjadi
12-15 : kemungkinan kecil terjadi
< 12 : kemungkinan besar terjadi
Hasil skor : 16 Kesan : Kecil sekali/tak terjadi decubitus

8
Status Lokalis
Thoraks
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis hemithoraks dextra dan hemithoraks
sininstra, ictus cordis tak tampak
Palpasi : Stem fremitus hemithoraks dextra sama dengan hemithoraks sinistra,
nyeri tekan regio thoraks (+), ictus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral
linea mid clavicularis sinistra, kuat angkat (-), diameter 2 cm, thrill (-
), sternal lift (-), pulsasi parasternal/epigastrial (-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru, batas jantung normal


Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (+/+) setinggi SIC V
ke bawah bilateral, wheezing (-/-), BJ I-II normal, bising jantung (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (04 Maret 2019)


Pemeriksaan hasil satuan Nilai ket
normal

Hematologi paket
Hemoglobin 11.5 g/dL 12.00- L
15.00
Hematokrit 32.6 % 35-47 L
Eritrosit 3.83 10^6/uL 4.4-5.9 L
MCH 30 Pg 27.00-
32.00
MCV 85.1 fL 76-96
MCHC 35.3 g/dL 29.00-
36.00
Leukosit 15 10^3/uL 3.6-11 H
Trombosit 190 10^3/uL 150-400
RDW 13.2 % 11.60-
14.80
MPV 10.3 fL 4.00-
11.00
Kimia Klinik

9
Albumin 3.0 g/dL 3.4-5.0 L
Ureum 143 Mg/dL 15-39 H
Kreatinin 4.4 Mg/dL 0.60- H
1.30
Magnesium 1.13 Mmol/L 0.74- H
0.99
Calcium 2.2 Mmol/L 2.12-
2.52
Elektrolit
Natrium 124 Mmol/L 136-145 L
Kalium 4.1 Mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 90 Mmol/L 98-107 L

Laboratorium 06 Maret 2019


Pemeriksaan hasil satuan Nilai ket
normal

Kimia Klinik

Glukosa Darah + Reduksi


Glukosa 105 Mg/dL 80-
Puasa 109:
baik
110-
125:
sedang
>=
126:
buruk
Glukosa PP 2 108 Mg/dL 80-
jam 140:
baik
145-
179:
sedang
>=

10
180:
buruk
HbA1c 6.5 % 6.00-
8.00
SGOT 33 U/L 15-34
SGPT 40 U/L 15-60
Kolesterol 129 Mg/dL <200
total
Trigliserid 180 Mg/dL <150 H
LDL direk 90 Mg/dL 0-100
Asam urat 4.9 Mg/dL 2.6-6.0

Laboratorium 06 Maret 2019


Pemeriksaan hasil satuan Nilai ket
normal

Urine Lengkap+Analyzer
Warna Kuning
Kejernihan Agak
keruh
Berat jenis 1.011 1.003-
1.025
pH 8 4.8-7.4 H
Protein 30 Mg/dL Neg H
Reduksi Neg Mg/dL Neg
Urobilinogen Normal Mg/dL Neg
Bilirubin Neg Mg/dL Neg
Aseton Neg Mg/dL Neg
Nitrit Pos Neg
Leukosit
esterase=
75/uL
Sedimen
Epitel 32.7 /uL 0.0-40.0
Epitel 5-
20/LPK

11
Epitel tubulus 1.3 /uL 0.0-6.0
Leukosit 30.8 /uL 0.0-20.0 H
Eritrosit 45.4 /uL 0.0-25.0 H
Eritrosit
5-10/LPB
Kristal 18.6 /uL 0.0-10.0 H
CA
OXALAT
+/Pos
Triple
phosphat
++/POS 2
Silinder 2.8 /uL 0.0-0.5 H
Patologi
Granula kasar Neg /LPK Neg
Granula halus Neg /LPK Neg
Silinder hialin 1.26 /uL 0.0-1.20 H
Silinder epitel Neg /LPK Neg
Silinder eritrosit Neg /LPK Neg
Silinder leukosit Neg /LPK Neg
Mucus 0.56 /uL 0.0-0.50 H
Yeast cell 164.9 /uL 0.0-25.0 H
Bakteri 41722 /uL 0.0- H
Bakteri 100.0
++/POS 2
Sperma 0.0 /uL 0.00-
3.00
Kepekatan 9 mS/cm 3.00-
27.00

Laboratorium 08 Maret 2019


Pemeriksaan hasil satuan Nilai ket
normal

Kimia Klinik
Ureum 24 mg/dL 15.00-
DUPLO 39.00

12
TEST
Kreatinin 0.8 mg/dL 0.60-
DUPLO 1.30
TEST

X-Foto Thoraks AP Supine pada 5 Maret 2019

Kesan :

 Bentuk dan letak jantung normal


 Tak tampak gambaran contusio pulmonum saat ini
 Tak tampak pneumothoraks
 Fraktur komplit pada aspek posterior os costa 2 kanan dan aspek lateral os costa 5
kiri

13
X-Foto Pelvis AP (5 Maret 2019)

Kesan:

 Tak tampak fraktur maupun dislokasi pada X-foto Pelvis

14
Echocardiografi (06 Maret 2019)

15
Deskripsi:

 Dimensi ruang jantung: dalam batas normal


 LVH (+) konsentrik, IAS dan IVS intak, trombus negatif
 Gerakan dinding LV: normokinetik
 Fungsi sistolik LV normal dengan LVEF 84% (Teichz)
 Fungsi diastolik: disfungsi diastolik gr I dengan E/A 0,7 E/e 10,7
 Fungsi sistolik RV normal TAPSE 21mm
 Regional wall motion: hipokinetik anterior mid-apikal
 Katup-katup: Ao: 3 cuspis, kalsifikasi (-), AR moderate dengan VC 4mm

MV: baik
TV: Baik
PV: Baik
PH: Negatif
Kesimpulan :

- CAD dengan faktor risiko hipertensi


- Disfungsi diastolik gr I
- AR moderate

16
Bone Mineral Densitometry pada 8 Maret 2019

17
Analisa teknik :

 Lumbar center, posisi baik, vertebra L2-4 tampak sklerotik


 Antebrachii kiri, distal radius ulna tak tampak sklerotik
 Hip joint dan acetabulum kanan kiri tak tampak sklerotik

BMD (gr/cm2) T-SCORE Z-SCORE


Trochanter femur 0,641 -1,8 -0,8
Kanan
Neck Femur 0,809 -1,6 -0,2
Kanan
Radius Kanan 0,687 -2,3 -0,4
33%
 Digunakan analisis radius kanan 33% (-2,3)
 Digunakan analisis T-score karena usia penderita >50 tahun
 Berdasarkan klasifikasi WHO memenuhi klasifikasi OSTEOPENIA

18
1.2.2 KAPABILITAS FUNGSIONAL

INDEKS BARTHEL
No. Fungsi Skor Keterangan 18/2/2018
Tak terkendali / tak
0 teratur (perlu
Mengendalikan
pencahar)
1. rangsang
Kadang-kadang tak
pembuangan tinja 1
terkendali
2 Terkendali teratur 2
Tak terkendali atau
0
pakai kateter
Mengendalikan Kadang-kadang tak
2.
rangsang berkemih 1 terkendali (hanya
1x/24 jam)
2 Mandiri 1
Membersihkan diri Butuh pertolongan
0
3. (seka muka, sisir orang lain
rambut, sikat gigi) 1 Mandiri 1
Tergantung
0
Penggunaan pertolongan orang lain
jamban, masuk Perlu pertolongan
dan keluar pada beberapa
4. (melepaskan, kegiatan tetapi dapat
1
memakai celana, mengerjakan sendiri
membersihkan, beberapa kegiatan
menyiram) yang lain
2 Mandiri 1
0 Tidak mampu
Perlu ditolong
5. Makan 1
memotong makanan
2 Mandiri 2
0 Tidak mampu
Perlu banyak bantuan
Berubah sikap dari 1 untuk bisa duduk (2
6. berbaring ke orang)
duduk Bantuan minimal 1
2
orang
3 Mandiri 3
0 Tidak mampu
7. Berpindah/berjalan
1 Bisa (pindah) dengan

19
kursi roda
Berjalan dengan
2
bantuan 1 orang
3 Mandiri 2
0 Tergantung orang lain
Sebagian dibantu
8. Memakai baju 1 (misalnya mengancing
baju)
2 Mandiri 1
0 Tidak mampu
9. Naik turun tangga 1 Butuh pertolongan
2 Mandiri 1
0 Tergantung orang lain
10. Mandi
1 Mandiri 1
Total Skor 15
Kategori:
 20 : Mandiri
 12-19 : Ketergantungan ringan
 9-11 : Ketergantungan sedang
 5-8 : Ketergantungan berat
 0-4 : Ketergantungan fatal
Skor pasien : 15  Kesan: Ketergantungan ringan

Indeks Katz (Menilai AKS)


No Aktivitas Mandiri Tergantung
1. Bathing Memerlukan bantuan Memerlukan bantuan
hanya pada 1 bagian tubuh dalam mandi lebih dari
(bagian belakang / anggota 1 bagian tubuh dan saat
tubuh yang terganggu) masuk serta keluar dari Mandiri
atau dapat melakukan bak mandi / tidak dapat
sendiri mandi sendiri
2. Dressing Menaruh pakaian & Tidak dapat memakai Tergantung
mengambil pakaian, pakaian sendiri atau
memakai pakaian, ’brace’, tidak berpakaian
& menalikan sepatu sebagian
dilakukan sendiri

20
3. Toilletting Pergi ke toilet, duduk Memakai ’bedpan’ atau
berdiri dari kloset, ’comode’ atau
memakai pakaian dalam, mendapat bantuan pergi
membersihklan kotoran ke toilet atau memakai
Mandiri
(memakai ’bedpan’ pada toilet
malam hari saja & tidak
memakai penyangga
mekanik)
4. Transfering Berpindah dari dan ke Tidak dapat melakukan
tempat tidur & berpindah / dengan bantuan untuk
dari dan ke tempat duduk berpindah dari & ke Tergantung
(memakai atau tidak tempat tidur / tempat
memakai alat bantu) duduk
5. Continence BAK & BAB baik Tidak dapat mengontrol Tergantung
sebagian / seluruhnya
dalam BAB & BAK,
dengan bantuan manual
/ kateter
6. Feeding Mengambil makanan dari Memerlukan bantuan
piring / yang lainnya & untuk makan atau tidak
memasukkan ke dalam dapat makan semuanya
mulut (tidak termasuk atau makan per-
kemampuan untuk parenteral) Mandiri
memotong daging &
menyiapkan makanan
seperti mengoleskan
mentega di roti)
Klasifikasi menurut Indeks Katz :
A : Mandiri, untuk 6 fungsi
B : Mandiri, untuk 5 fungsi
C : Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain
D : Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain
E : Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain
F : Mandiri,kecuali bathing,dressing, toiletting, transfering & 1fungsi lain
G : Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas

Lain-lain: Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat diklasifikasikan
sebagai C,D dan E.

Kesan : Katz lain-lain: Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi


tidak dapat diklasifikasikan sebagai C,D dan E.

21
FRAILTY INDEX
Defisit 0 0,25 0,5 0,75 1
Gangguan Sangat
Tidak Ringan Sedang Berat
penglihatan berat
Gangguan
Sangat
pendengaran Tidak Ringan Sedang Berat
berat
(tidak dinilai)
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
Mandiri
makan minimal total
Bantuan untuk
berpakaian dan Bantuan Tergantung
Mandiri
melepas minimal total
pakaian
Kemampuan Bantuan Tergantung
Mandiri
untuk berjalan minimal total
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
Mandiri
berjalan minimal total
Bantuan untuk
tidur dan Bantuan
Mandiri Tergantung
bangun dari minimal
total
tidur
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
Mandiri
mandi minimal total
Bantuan untuk
Bantuan Tergantung
pergi ke kamar Mandiri
minimal total
mandi
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
Mandiri
menelepon minimal total
Bantuan untuk
berjalan
Tergantung
mencapai Mandiri Bantuan
total
tempat minimal
kegiatan
Bantuan untuk Bantuan Tergantung
Mandiri
berbelanja minimal total
Bantuan untuk
mempersiapkan Bantuan
Mandiri Tergantung
makanan minimal
total
sendiri
Bantuan untuk Bantuan Tergantung

22
pekerjaan Mandiri minimal total
rumah tangga
Kemampuan
Bantuan Tergantung
untuk minum Mandiri
minimal total
obat
Kemampuan
untuk
Bantuan Tergantung
mengurus Mandiri
minimal total
keuangan
sendiri
Anggapan
mengenai
Sangat Sangat
tingkat Baik Sedang Buruk
baik buruk
kesehatan
sendiri
Kesulitan
melakukan Kesulitan Kesulitan
Tidak ada
aktivitas ringan berat
sehari-hari
Hidup sendiri Tidak Ya
Batuk Tidak Ya
Merasa lelah Tidak Ya
Hidung
tersumbat dan Tidak Ya
bersin
Tekanan darah
Tidak Ya
tinggi
Masalah
jantung dan
Tidak Ya
peredaran
darah
Stroke atau
Tidak Ya
akibat stroke
Artritis atau
Tidak Ya
rematik
Penyakit
Tidak Ya
Parkinson
Masalah mata Tidak Ya
Masalah
Tidak Ya
telinga
Masalah gigi Tidak Ya

23
Masalah paru Tidak Ya
Masalah
Tidak Ya
lambung
Masalah ginjal Tidak Ya
Tidak dapat
mengontrol Tidak Ya
kemih
 No frail : <0,25
 Frail : ≥0,25
 Skor : 12/40 = 0.3 dengan gangguan pendengaran tidak dinilai
Kesan : Frail

1.2.3 KAPABILITAS PSIKOLOGIS


Skala Depresi Geriatri
Pilihan jawaban yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu minggu terakhir:
1 Apakah Bapak/Ibu sebenarnya puas dengan kehidupan Ya TIDAK
Bapak/Ibu?
2 Apakah Bapak/Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan dan YA Tidak
minat atau kesenangan Bapak/Ibu?
3 Apakah Bapak/Ibu merasa kehidupan Bapak/Ibu kosong? YA Tidak
4 Apakah Bapak/Ibu sering merasa bosan? YA Tidak
5 Apakah Bapak/Ibu mempunyai semangat yang baik setiap Ya TIDAK
saat?
6 Apakah Bapak/Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan YA Tidak
terjadi pada Bapak/Ibu?
7 Apakah Bapak/Ibu merasa bahagia untuk sebagian besar hidup Ya TIDAK
Bapak/Ibu?
8 Apakah Bapak/Ibu sering merasa tidak berdaya? YA Tidak
9 Apakah Bapak/Ibu lebih senang tinggal di rumah daripada YA Tidak
pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10 Apakah Bapak/Ibu merasa mempunyai banyak masalah YA Tidak
dengan daya ingat Bapak/Ibu dibandingkan kebanyakan
orang?
11 Apakah Bapak/Ibu pikir bahwa hidup Bapak/Ibu sekarang ini Ya TIDAK
menyenangkan?
12 Apakah Bapak/Ibu merasa tidak berharga seperti perasaan YA Tidak
Bapak/Ibu saat ini?

24
13 Apakah Bapak/Ibu penuh semangat? Ya TIDAK
14 Apakah Bapak/Ibu merasa bahwa keadaan Bapak/Ibu tidak YA Tidak
ada harapan?
15 Apakah Bapak/Ibu pikir bahwa orang lain lebih baik YA Tidak
keadaannya dari Bapak/Ibu?
TOTAL NILAI 4
Keterangan : Jawaban pasien yang bercetak tebal.
Skor : Diitung dari jumlah jawaban yang bercetak tebal dan berhuruf kapital
 Tiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1
 Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi
 Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
 Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
Hasil : 4 kesan keadaan baik /tidak depresi

1.2.4 KAPABILITAS SOSIAL- LINGKUNGAN


Pasien tinggal di rumah milik PJKA, yang ditempati bersama dua anak
pasien dan cucu pasien. Rumah yang ditempati pasien berukuran 10 x 12 meter,
lantai dari tegel, dinding tembok semen, tidak ada pegangan di sekitar dinding, atap
dari genteng tidak memakai plafon, hanya ada satu lantai, jalanan mendatar dari
jalan utama menuju rumah pasien. Kamar berjumlah empat buah dan mempunyai
dua kamar mandi di dalam rumah. Pada kamar tidur, ranjang yang digunakan oleh
pasien adalah ranjang tidak bertingkat dengan dengan tinggi 50 cm, ukuran cukup
untuk satu orang. Jarak kamar pasien ke kamar mandi sekitar 2,5 meter. Sinar
matahari dan ventilasi baik, dapat masuk ke seluruh ruangan. Kamar mandi lantai
semen dan tembok semen, pasien menggunakan kamar mandi dengan kloset
jongkok dengan dudukan tanpa pegangan, mandi menggunakan bak dengan tinggi
1 meter. Sumber air dari PDAM untuk mandi dan minum, listrik dari PLN. Jarak
dari rumah ke jalan utama sekitar 3 meter. Tidak terdapat tempat pembakaran
sampah. Jalan sekitar rumah tidak mendaki.
Kesan: daya dukung keluarga baik

25
1.2.5 KAPABILITAS EKONOMI
Pasien seorang ibu rumah tangga. Suami pasien sudah meninggal sejak 12
tahun yang lalu. Pasien sebelumnya tidak bekerja. Suami pasien sebelumnya
bekerja sebagai wiraswasta berdagang. Hubungan pasien dengan anaknya dan cucu
harmonis.
Pasien memiliki satu anak kandung lak-laki yang belum menikah dan satu
anak kandung perempuan yang sudah menikah serta dua orang cucu. Pasien tinggal
dengan kedua anak dan 1 orang cucunya. Biaya hidup pasien dari anak pasien,
jumlah ± Rp 1.000.000,-/bulan. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi,
berpakaian dan berjalan pasien melakukan dibantu cucunya.

Anak pasien :
Laki-laki usia 38 tahun, lulusan SMA. Anak pasien belum menikah. Bekerja
sebagai pegawai swasta di perusahaan swasta. Penghasilannya ± 2 juta setiap
bulannya.
Perempuan usia 40 tahun, lulusan S1. Bekerja sebagai guru SD. Suami sudah
meninggal tahun 2018 karena sakit jantung yang diderita. Memiliki dua orang anak
laki-laki yang sudah bekerja. Penghasilan keluarga ± 3 juta perbulannya.
Kesan : Sosial ekonomi kurang

26
LAMPIRAN KUNJUNGAN RUMAH

27
28
1. DAFTAR ABNORMALITAS

Kapabilitas Medis

1. Jatuh
2. Nyeri pasca jatuh
3. Pusing cekot-cekot di seluruh kepala
4. Lemas
5. Batuk dan dahak sulit keluar sudah 1 minggu
6. Demam sudah 1 minggu
7. BAB terakhir 1 minggu yang lalu
8. BAK sulit dikontrol (sering mengompol)
9. Riwayat trauma jatuh terduduk sekitar bulan Januari 2019
10. Riwayat hipertensi diketahui 1 minggu ini
11. Tekanan darah: 130/90 mmHg
12. VAS 3
13. IMT : 33, 59 kg/m2 (Obese I - Kriteria Asia Pasifik)
14. Suara tambahan RBK (+/+) di SIC V ke bawah bilateral
15. Hb 11.5 g/dL (L)
16. Leukosit 15x 10^3/uL (H)
17. Albumin 3.0 g/dL (L)
18. Ureum 143 mg/dL, Kreatinin 4.4 mg/dL (H)
19. Urin pH 8 (H)
20. Protein di urin 30mg/dL (H)
21. Leukosit di urin 30.8/uL (H)
22. Bakteri di urin 41722/uL, Bakteri ++/POS 2
23. X-Foto thoraks AP supine: Fraktur komplit pada aspek posterior os costae 2 dan
aspek lateral os costae 5 sinistra
24. BMD: -2,3 (osteopenia) kriteria WHO
25. Echocardiografi: CAD dengan faktor risiko hipertensi
26. Frailty index : 0,3 (Frail)

29
Kapabilitas Fungsional: Bartel: skor 15 ketergantungan ringan
KATZ: Lain-lain: Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi
tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C,D dan E
Frailty: skor 0,3 frail
Kapabilitas Psikologis: -
Kapabilitas Ekonomi: -
Kapabilitas Sosial – Lingkungan: -

2. ANALISIS SINTESIS

1,2,4,9,12,23,24  Osteopenia
1  Fall
26  Frail
3,4,5,6,14,16  Pneumonia HAP
16,21,22  Bakteriuria
3,10,11 Hipertensi stage I terkontrol
18  Azotemia perbaikan
13  Obese kelas I

3. DAFTAR MASALAH

Frailty Indeks:
Frail
Indeks Barthel:
Ketergantungan ringan
Mini Nutritional Assesment
Status gizi normal

AKS

Lain-lain: Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat


diklasifikasikan sebagai C,D dan E Problem Medis.

30
Problem medis
1. Osteopenia

2. Fall

3. Frail

4. Pneumonia HAP

5. Bakteriuria

6. Hipertensi Stage I terkontrol

7. Azotemia

8. Obese kelas I

4. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. Osteopenia
Assesment : - Primer

 Sekunder

Ip Dx : Kalsium, Urin rutin


Ip Rx :

 Kalsitriol 0,5 ug/8 jam per oral


 Vitamin D 1 ug/24 jam per oral
 Paracetamol 500 mg per oral/6 jam per oral (bila nyeri)
Ip Mx : Skala nyeri, keterbatasan aktivitas fisik, resiko jatuh, dan tanda-tanda
fraktur.
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien yang


mengalami osteopenia yaitu berkurangnya kepadatan tulang.
 Menjelaskan kepada pasien untuk rutin meminum obat yang diberikan.
 Melakukan aktivitas untuk mengurangi resiko jatuh, melatih kekuatan otot, dan
meningkatkan remodelling tulang.

31
 Menganjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk
memelihara kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskuler serta
kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. berbagai latiahan yang
dapat dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda maupun
berenang.
 Menjaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari
maupun suplementasi.
 Menggunakan tongkat atau alat bantu jalan jika mengalami gangguan
keseimbangan untuk mengurangi resiko jatuh.
 Melakukan terapi senam osteoporosis untuk merangsang kekuatan otot, tulang,
keseimbangan dan kelenturan.

2. Fall
Assesment : Etiologi: Osteoporosis,
Gangguan penglihatan,
Penyakit vaskuler,
Hipotensi Ortostatik
Ip Dx :-
Ip Rx :-
Ip Mx : KU, tanda vital dan tanda-tanda fraktur
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kemungkinan


penyebab dari jatuh.
 Mengedukasi pasien dan keluarga pasien untuk menggunakan alat bantu
berjalan apabila mengalami ketidakseimbangan untuk mengurangi risiko jatuh.
 Mengedukasi keluarga pasien untuk menyediakan sarana berupa pegangan
yang diletakkan di dinding kamar mandi untuk mengurangi risiko jatuh.

3. Frail
Assesment : Etiologi : Osteoporosis,
Penyakit kronik (Kardiovaskuler, metabolik),
Faktor lingkungan
Ip Dx :-

32
Ip Rx :-
Ip Mx : KU, tanda vital
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi yang sedang
dialami oleh pasien yaitu pasien mengalami kerapuhan (Frail) yang dinilai
berdasarkan Frailty Index.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa kondisi ini berpotensi
untuk terjadinya trauma berupa jatuh maka harus dilakukan pengawasan
terhadap pasien.

4. Hospital Acquired Pneumonia


Assesment : Etiologi kuman
Pneumonia underlying TB
Ip Dx : Cek sputum BTA 3X, gram, jamur, kultur sputum
Ip Rx : Nebul Atrovent Berotec Bisolvon/8 jam
Inj. Ampicillin sulbactam 1,5g/8jam
Ip Mx : Batuk, sputum, Respiratory rate, Kesadaran, sesak napas, tanda vital
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan cek sputum
atau dahak sebanyak 3 kali untuk menyingkirkan diagnosis TB paru.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk melakukan tirah baring 2
jam kepada pasien untuk merubah posisi pasien sehingga menghindari terjadinya
dekubitus atau pneumonia hipostatik.

5. Bakteriuria
Assesment : ISK
Ip Dx : Kultur urin
Ip Rx : Infus Ringer Lactat 20 tpm
Ip Mx : Kualitas dan kuantitas pada saat BAK
Ip Ex :

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk menampung urin di


tempat yang telah disediakan untuk dilakukan pemeriksaan kultur urin.

33
6. Hipertensi stage I Terkontrol
Assesment : Komplikasi: retinopati hipertensi
Faktor risiko : DM, dislipidemia
Ip Dx : funduskopi, GD I-II, profil lipid

Ip Rx :

 Diet rendah garam (< 2 gram/hari)


 Amlodipin10mg/ 24 jam per oral (malam)
 Candesartan 8mg/24 jam per oral (siang)
 Bisoprolol 2,5mg/12 jam per oral (pagi dan sore)

Ip Mx : Keadaan umum, Tanda Vital


Ip Ex :
 Edukasi mengenai perubahan life style yang harus dilakukan: Mengurangi diet
makanan rendah garam, exercise/Olahraga ringan seperti jalan pagi
 Edukasi untuk kontrol ke dokter secara rutin dan minum obat antihipertensi
secara teratur
 Menjelaskan kepada penderita jika ada keluhan pandangan mata yang kabur
untuk segera berobat ke poli mata sebab keluhan tersebut bisa diakibatkan karena
tekanan darah tinggi, sehingga pasien diedukasi untuk tetap mempertahankan
tekanan darah tetap normal.

7. Azotemia perbaikan
Assesment : AKI
Ip Dx : USG Abdomen
Ip Rx : Infus Ringer Lactat 20 tpm
Ip Mx : KU, tanda vital, balance cairan, cek Ureum-Creatinin (Per 1 minggu)
Ip Ex :

 Menjelaskan bahwa pasien mengalami gangguan ginjal akut

34
8. Obese Kelas I

Assesment : Faktor resiko sindrom metabolik


Ip Dx : GD I/II, profil lipid (Kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)

Ip Ex :

 Edukasi kepada pasien untuk menjaga pola makan


 Edukasi kepada pasien untuk melakukan olahraga ringan setiap hari
 Edukasi kepada pasien untuk Program diet 25 kkal/kgBB/hari = 2100 kkal/hari

35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

Penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk


memperbaiki diri, mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan
terhadap penyakit dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Penuaan
terjadi terus menerus dalam kehidupan yang ditandai dengan perubahan-perubahan
anatomik, fisiologik, biomekanisme dalam tubuh sehingga mempengaruhi fungsi sel.1
Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang
bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma geriatrik,
serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada strategi pencegahan
meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier.2
Parameter Usia lanjut Usia muda
Etiologi  Endogen (dari dalam)  Eksogen (dari luar)
 Tersembunyi  Jelas, nyata
 Kumulatif/multipel  Spesifik, tunggal
 Lama terjadi  Recent
Awitan gejala  Insidious, kronik  Florid (jelas sekali)
 Tidak khas  Biasanya khas
Perjalanan penyakit  Kronik/menahun,  Self-limiting
progresif,  Memberi kekebalan
menyebabkan cacat
lama
 Menjadi rentan
penyakit lain
Variasi individual  Beragam  Kecil

Berdasarkan aspek psikososial, pasien memiliki segi pendukung yang memadai


pasien tinggal bersama anak dan cucunya di rumah. Pasien hanya mempunyai dua anak
yaitu laki-laki yang belum berkeluarga dan perempuan yang sudah berkeluarga, dan
tinggal bersama pasien. Hubungan antara anak pasien dan cucu dengan pasien sangat baik.
Hal ini dibuktikan dengan penilaian skala depresi pada pasien ini menunjukkan keadaan

36
yang baik/tidak depresi; Skor Norton: risiko kecil sekali / tidak terjadi dekubitus, Indeks
Barthel yang menunjukkan mandiri atau adanya ketergantungan ringan untuk naik turun
tangga dan indeks KATZ B yang menandakan kategori lain-lain: Ketergantungan pada
sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C,D dan E,dan dengan
Frailty Indeks mendapatkan hasil Frail.
Pada pasien ditemukan sindroma geriatri berupa kelainan inkontinensia, riwayat
jatuh dan memiliki kelainan tulang dan patah tulang, serta dari 14 I didapatkan instability,
Infection, Incontinence,dan Impairment of vision, smell, hearing.
Problem pertama pada pasien ini adalah Osteopenia. Osteopenia adalah suatu
tahapan dari proses penurunan kepadatan tulang yang berptensi menjadi osteoporosis.
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh densitas massa tulang dan
perburukan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. National Institute of Health (NIH) pada tahun 2001
mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. 3,4
World Health Organization (WHO) secara operasional mendefinisikan
osteoporosis berdasarkan Bone Mineral Density (BMD), yaitu jika BMD mengalami
penurunan lebih dari -2,5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang dewasa muda sehat
(Bone Mineral Density T-score < -2,5 SD). Osteopenia adalah nilai BMD -1 sampai -2,5
SD dari orang dewasa muda sehat.3,5
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer menjadi 2 tipe,
yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga
osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi
estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis,
disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Namun
pada sekitar tahun 1990, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan
mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada
osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.6

37
2) Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya,
yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari, defisiensi atau konsumsi
obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.7,8

Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga


mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh
karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas
(sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang.9,10
Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki
kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang rangka,
dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium
serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai hasil dari
kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan resorpsi yang
dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transpor kalsium oleh osteosit. Kebutuhan kronik
kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan
kehilangan jaringan tulang secara keseluruhan.3
Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk
estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor
pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth factor
(TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan anggota
superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer memodulasi
kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu proses yang menghasilkan
resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode perbaikan selama jaringan tulang
baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin bertanggung jawab untuk komunikasi di antara
osteoblas, sel-sel sumsum tulang lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK
ligan (reseptor aktivator dari NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF,
disekresikan oleh oesteoblas dan sel-sel tertentu dari sistem imun. Reseptor osteoklas
untuk protein ini disebut sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu
jalur final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk
RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin. Modulasi
perekrutan dan aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi antara tiga faktor
ini.

38
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang
jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah
tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30- 45 tahun, proses resorpsi dan formasi menjadi
tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada
usia yang berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda;
ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa
tulang yang berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu
penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat
pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan
jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang.3
Faktor Risiko Osteoporosis
1. Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu juga
dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun, jaringan
tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia 30 tahun
situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak daripada yang
dibuat.11
Anak- anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum
melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada
anak remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi
hormon seks. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang akan semakin
berkurang.11 Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55-
65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia memiliki
hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi terdapat hubungan antara osteoporosis
dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur osteoporotik akan meningkat
dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur pergelangan tangan meningkat secara
bermakna setelah umur 50, fraktur vertebra meningkat setelah umur 60, dan fraktur
panggul sekitar umur 70.12
2. Jeni Kelamin
Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya
osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria adalah
5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis

39
sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi
alkohol, atau pemakaian kortikosteroid yang berlebihan.18 Secara keseluruhan
perbandingan wanita dan pria adalah 4 : 1.13
3. Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi,
sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa tulang terendah.
Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada di antara keduanya.11
4. Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian
terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian
pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan
dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa
tulang yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih
rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam
menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang.11,12
5. Indeks Massa Tubuh
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan kekuatan
tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berkurangnya
massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa efek berat badan terhadap massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang
menopang berat badan, misalnya pada tulang femur atau tibia. Estrogen tidak hanya
dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenar adrenal dan dari
jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen
menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita,
semakin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa tulang
pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi,
pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat
melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah tulang.11
6. Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang.
Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat

40
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat
menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet
memiliki massa tulang yang lebih besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi
osteoporosis seseorang yang memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan
harian tinggi saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah
daripada yang memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.11
7. Pil KB
Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB untuk
waktu yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang tidak
mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi estrogen dan
progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa tulang. Hormon tersebut
dapat melindungi wanita dari berkurangnya massa tulang dan bahkan merangsang
pembentukan tulang.11
8. Densitas Tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur.
Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan fraktur sebesar 1,5
- 3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya
risiko menurut densitas tulang.12
9. Penggunan kortikosteroid
Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit,
terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang digunakan dalam jangka
panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis sekunder dan fraktur
osteoporotik. Kortikosteroid dapat menginduksi terjadinya osteoporosis bila
dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari selama lebih dari 3 bulan.14
Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus, dan
peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga akan terjadi hipokalsemia.
Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium, kortikosteroid juga
akan menyebabkan penekanan terhadap hormon gonadotropin, sehingga produksi
estrogen akan menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas.
Kortikosteroid juga akan menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi
tulang akan terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan penurunan
kerja dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.11

41
10. Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium yang
menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun.
Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang berubah dan
pengurangan jaringan tulang akan dimulai. Salah satu fungsi estrogen adalah
mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang
akan menjadi lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang
trabek ular karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan
terhadap defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya
berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yang
terlepas, tulang trabekular akan melemah.11
11. Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen,
sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan cenderung lebih rendah
daripada yang tidak merokok. Wanita pasca menopause yang merokok dan
mendapatkan tambahan estrogen masih akan kehilangan massa tulang. Berat badan
perokok juga lebih ringan dan dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun
lebih awal ), daripada non-perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita
yang tidak merokok.11
12. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol lebih dari 750 mL per
minggu mempunyai peranan p enting dalam penurunan densitas tulang.15,16
Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa
tulang karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang
yang selalu menonsumsi alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang
sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping akibat dari
defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga disebabkan oleh terganggunya
metabolisme di dalam hepar, karena pada konsumsi alkohol berlebih akan
menyebabkan gangguan fungsi hepar.

42
13. Riwayat Fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa, riwayat fraktur
merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.17
Pendekatan Diagnosis Osteoporosis dapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis mempunyai peranan penting dalam evaluasi
penderita osteoporosis. Keluhan-keluhan utama yang dapat mengarah kepada diagnosis,
pendekatan menuju diagnosis juga dapat dibantu dengan adanya riwayat fraktur yang
terjadi karena trauma minimal, adanya faktor imobilisasi lama, penurunan tinggi badan
pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D,
dan faktor-faktor risiko lainnya.Obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka panjang juga
dapat digunakan untuk menunjang anamnesis, yaitu misalnya konsumsi kortikosteroid,
hormon tiroid, antikonvulsan, heparin. Selain konsumsi obat-obatan, juga konsumsi
alkohol jangka panjang dan merokok. Tidak kalah pentingnya, yaitu adanya riwayat
keluarga yang pernah menderita osteoporosis.6
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan berat badan,
demikian juga dengan gaya jalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, dan
nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus
(Dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberansia
abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit yang tipis (tanda McConkey).6
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memprediksi adanya kehilangan massa
tulang dan adanya risiko fraktur, untuk menyeleksi pasien yang membutuhkan terapi
antiresorpstif, dan untuk mengevaluasi efektifitas terapi.6
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah adanya penipisan
korteks dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak jelas pada tulang-
tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra. Pada pemeriksaan
radiologik tulang vertebra sangat baik untuk menemukan adanya fraktur kompresi, fraktur
baji atau fraktur bikonkaf.
Pemeriksaan densitas tulang untuk menilai massa tulang yang rendah merupakan
faktor utama terjadinya osteoporosis. Terdapat hubungan berkebalikan antara BMD
dengan kecenderungan patah tulang. BMD merupakan indikator utama risiko patah tulang
pada pasien tanpa riwayat patah tulang sebelumnya.3

43
Ukuran dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) dari tulang pinggul dan tulang
belakang merupakan teknologi yang dipakai untuk menetapkan atau mengkonfirmasi
diagnosis osteoporosis, prediksi risiko fraktur yang akan datang dan monitoring pasien
yang untuk menilai performa serial. Hasil pengukuran DEXA berupa densitas mineral
tulang yang dinilai satuan bentuk gram per cm2, kandungan mineral dalam satuan gram,
perbandingan densitas tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang
seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase, atau perbandingan hasil
densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan
dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z-score atau T-score).18
Pengukuran BMD sering dilakukan dengan T-score yaitu angka deviasi antara
BMD pasien dengan puncak BMD rata-rata pada subjek yang normal dengan jenis kelamin
sama. Ukuran BMD lain yaitu Z-score, dimana ukuran standar deviasi pada BMD pasien
dengan BMD pada usia yang sama.19 Perbedaaan antara skor pasien dan normal
menunjukkan standar deviasi (SD) dibawah atau diatas rata-rata. Biasanya, 1 standar
deviasi antara dengan 10 - 15% ukuran BMD dalam g/cm2. Tergantung pada bagian tulang,
penurunan BMD dalam massa absolut tulang atau standar deviasi (T-score atau Z-score)
yang berlangsung selama dewasa muda, mempercepat pada wanita menopause dan
berlanjut secara progresif pada wanita pasca menopause atau pria usia 50 tahun atau lebih.
Diagnosis BMD normal, massa tulang rendah, osteoporosis dan osteoporosis berat
didasarkan berdasarkan klasifikasi diagnostik WHO.18,19
Kriteria Osteoporosis Menurut WHO
 Normal :
BMD lebih dari -1 Standar Deviations (SD) dari dewasa muda normal (T-score
above -1).
 Low bone mass ( osteopenia ):
BMD -1 sampai -2,5 SD dibawah dari dewasa muda normal (T-score between -
1.0 and -2.5).
 Osteoporosis:
BMD > 2,5 SD dibawah dari dewasa muda normal (T-score below -2.5).
Pasien di grup ini yang mempunyai riwayat 1 fraktur atau lebih dianggap
sebagai osteoporosis berat atau osteoporosis yang tidak bisa disangkal.16

44
Pada pasien ini, Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dapat didiagnosa osteopenia atas dasar anamnesis didapatkan hasil tidak ada
riwayat minum obat anti nyeri, pasien sudah menopause sejak umur pasien 53 tahun,
pasien memiliki riwayat trauma(+) terjatuh tahun 2019 sebanyak 2 kali, jatuh pertama
dengan posisi terduduk dan jatuh kedua dengan posisi tiduran. Faktor resiko lain adalah
pasien ini merupakan seorang wanita usia lanjut 70 tahun. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan (+) regio dada dan punggung akibat patah tulang. Pada saat pasien
mengalami patah tulang, dilakukan pemeriksaan penunjang X-Foto Thoraks AP Supine
dan didapatkan fraktur komplit pada aspek posterior os.costae 2 kanan dan aspek lateral
os.costae 5 kiri. Saat ini pasien mengalami perbaikan, kondisi perbaikan ini dapat terjadi
karena pasien rutin menjalani pengobatan osteoporosis seperti Injeksi Bonviva 3mg/3ml
yang dilakukan setiap 3 bulan, serta konsumsi kalsitriol 0,5µg/8 jam. Obat-obat tersebut
merupakan obat-obat yang biasa digunakan untuk terapi osteoporosis. Hal ini sesuai teori-
teori penegakkan diagnosis dan tatalaksana osteoporosis seperti yang telah dibahas diatas.
Penatalaksanaan osteoporosis pada pasien saat ini dengan edukasi dan medikamentosa.
Edukasi dilakukan untuk mengurangi resiko jatuh, mencegah fraktur dan mengurangi
keterbatasan aktivitas. Obat-obatan yang diberikan adalah terapi lanjutan yaitu kalsitriol
0,5 ug/8 jam per oral, injeksi bonviva 3mg/3 mL/ 3 bulan, paracetamol 500 mg per oral
(bila nyeri)
Problem kedua pasien adalah Fall. Fall atau jatuh merupakan suatu kejadian yang
dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka. Jatuh sering terjadi dan dialami oleh usia lanjut. Banyak
faktor berperan di dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lanjut usia tersebut seperti
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop dan
dizziness, serta faktor ekstrinstik seperti lantai yang licin dan kurang rata, terantuk
bendabenda yang menghalangi, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang dan
sebagainya.2

45
Jatuh dapat mengakibatkan komplikasi yaitu berbagai jenis cedera, kerusakan fisik
dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang
panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan
tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah
walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat
memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan
dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh.23
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus karena
perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan
penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa
menghilangkan penyebab jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena
kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.23
Problem ketiga pasien adalah Frail. Frailty merupakan sindrom klinis yang
disebabkan akumulasi proses menua, inaktivitas fisik akibat tirah baring lama dan turunnya
berat badan, nutrisi yang buruk, gaya hidup serta lingkungan yang tidak sehat, penyakit
penyerta, polifarmasi serta genetik dan jenis kelamin perempuan. Faktor tersebut saling
berkaitan membentuk siklus dan menyebabkan malnutrisi kronis disertai disregulasi
hormonal, inflamasi dan faktor koagulasi. Prevalensi frailty menurut The Cardiovascular
Health Study mencapai 7% pada usia lanjut di masyarakat berusia 65 tahun ke atas dan

46
mencapai 30% pada usia lanjut 80 tahun atau lebih. Prevalensi pada perempuan dengan
hendaya berusia 65 tahun menurut The Women’s Health and Aging Study mencapai 28%.
Setiati et al,21 mendapatkan prevalensi sindrom frailty pada 270 pasien usia lanjut rawat
jalan yakni kondisi pre-frail sebesar 71,1 % sedangkan frailty sebesar 27,4%.21
Frailty dipertimbangkan sebagai proses berkelanjutan dari robustness ke kondisi
pre-frail hingga kondisi frail. Seseorang dengan kondisi pre-frail dapat berubah menjadi
kondisi frailty atau bahkan membaik menjadi tidak frail. Konsep frailty yang dinamis itu
memungkinkan kesempatan intervensi untuk mencegah seseorang dengan kondisi pre-frail
jatuh dalam kondisi frailty. Pada tahapan pre-frail, cadangan fisiologis masih dapat
mengkompensasi kerusakan dan masih mungkin kembali sempurna. Bila pasien telah jatuh
pada status frailty, dapat timbul manifestasi klinis seperti malnutrisi, ketergantungan
fungsional, tirah baring lama, luka tekan, gangguan jalan, kelemahan umum, dan
penurunan fungsi kognitif. Lebih jauh lagi dapat ditemukan komplikasi frailty yaitu jatuh
berulang dan fraktur, peningkatan lama perawatan di rumah sakit, infeksi nosokomial,
mobilitas memburuk dan ketergantungan total, hingga kematian.24
Problem keempat pasien adalah pneumonia HAP. Pneumonia adalah peradangan
akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi
jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-
paru. Pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: secara klinis dan epidemiologis
(CAP, HAP, VAP); penyebab (pneumonia bakterial/tipikal, atipikal, virus, jamur);
predileksi infeksi (pneumonia lobaris, bronkopneumonia, interstisial). dikategorikan
berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis atau berdasarkan diagnosis klinis.
Gejala yang dapat timbul yaitu ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah, sesak napas dan nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah saat pernafasan, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil
fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub. Penyebab pneumonia yang
berasal dari gram (+) yaitu: Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus. Sedangkan
penyebab pneumonia yang berasal dari gram (-), yaitu: Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella pneumonia, dan Haemophillus influenza. Pneumonia pada usia lanut bergantung
kepada 3 hal, yaitu: kondisi fisik penderita (daya tahan tubuh rendah /

47
immunocompromised conditions), lingkungan dimana mereka berada dan kuman
penyebabnya. Pada usia lanjut dibedakan menjadi pneumonia komunitas dan pneumonia
nosokomial. Pneumonia komunitas sering disebabkan oleh bakteri gram (+) yang sebagian
besar adalah Streptooccus pneumoniae. Pada pneumonia nosokomial sering disebabkan
oleh bakteri gram (-). Gejala yang muncul pada usia lanjut biasanya demam ringan disertai
dengan batuk, diikuti kelemahan dan anoreksia. Pada individu usia lanjut yang disertai
dengan dehidrasi dapat menyebabkan adanya penurunan kesadaran. Dari pemeriksaan fisik
bisa ditemui adanya perkusi redup/pekak pada daerah paru yang kelainan, ronkhi basah,
suara nafas bronkial dimana pada penderita usia lanjut sering ditemukan pada pemeriksaan
paru di sisi belakang oleh karena adanya penurunan aktivitas yang membuat individu
tersebut lebih sering berbaring lama di tempat tidur. Frekuensi pernafasan 24x atau lebih
per menit. Dari pemeriksaan penunjang ditemukan adanya peningkatan leukosit atau
normal, pada hitung jenis terdapat tanda “shift to the left”, ureum meningkat dan kreatinin
meningkat. Gambaran radiologik akan tampak infiltrat paru.20
Pada pasien ini, ditemukan adanya riwayat batuk (+) kadang-kadang yang sudah
dialami setelah masuk ke rumah sakit, dahak (+) sulit dikeluarkan, demam (+) sudah 1
minggu sejak masuk RS, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya frekuensi nafas 22x
dan ronkhi basah kasar (+/+) dan dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan gambaran
infiltrat pada lapangan paru.Untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding yaitu TB Paru maka perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA sebanyak 3x.
Tuberkulosis paru pada usia lanjut sering memberikan gambaran klinik yang tidak khas
sehingga penderita mungkin tampak menderita pneumonia atau bronkitis kronik dengan
respon kurang baik terhadap antibiotika. Pada usia lanjut gambaran radiologik sering
didapatkan adanya infiltrat di lobus paru kanan bawah. Apabila dari pemeriksaan
sputum/dahak sebanyak 3 kali, didapatkan hasil (-/-/-) maka diberikan terapi antibiotik non
OAT dan menunjukkan adanya perbaikan maka dikatakan bukan tuberkulosis paru. Pada
pasien ini belum dilakukan pemeriksaan sputum dan diberikan terapi antibiotik non-OAT
yaitu injeksi ampicillin sulbactam 1,5 gram/8jam yang merupakan golongan antibiotik
penicillin dan beta-lactamase inhibitor yang bisa digunakan untuk penyakit akibat infeksi
bakteri.20
Problem kelima pasien adalah bakteriuria. Bakteriuria adalah suatu keadaan
ditemukannya bakteri di dalam urin. Dalam keadaan normal, urin tidak mengandung

48
bakteri, virus ataupun mikroorganisme lain, sehingga urin di dalam sistem saluran kemih
biasanya steril. Bakteriuria dibagi menjadi bakteriuria simptomatik dan asimptomatik.
Bakteriuri simptomatik ialah infeksi saluran kemih yang disertai gejala klinis, seperti
disuira, hematuria, nyeri di daerah simphisis, terdesak kencing (urgency), stranguria,
tenesmus,dan nokturia. Bakteriuri simptomatik umunnya dibagi lagi menjadi infeksi
saluran kemih bagian bahwah (sistitis), dan infeksi saluran kemih bagian atas
(pielonefritis). Bakteriuri asimptomatik terjadi bila ditemukannya bakteri dalam biakan
urin dengan jumlah >105/ml dan tidak menimbulkan gejala-gejala klinis terinfeksi
bakteri.21
Penyebab tersering infeksi saluran kemih yaitu Eschericia coli (80 – 90%).3 Selain
E. coli, banyak bakteri gram negatif lain yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,
yaitu Kleibsella, Proteus, dan Enterobacter, tetapi bakteri tersebut menyebabkan infeksi
ringan. Selain bakteri tersebut di atas, bakteri gram positif juga dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih yaitu Staphylococcus saprophyticus (10-15%).21
Pada pasien ini, berdasarkan hasil pemeriksaan urinalisis ditemukan adanya
bakteri dalam urin yang berjumlah 41722/uL (Bakteri ++/POS 2) serta adanya leukosit
dalam urin yang berjumlah 30,8/uL. Pemeriksaan bakteriuri berdasarkan urinalisis belum
dapat digunakan sebagai skrining dalam mendiagnosis ISK. Hal ini disebabkan
pemeriksaan menggunakan urinalisis memiliki spesifisitas yang rendah (26%) meskipun
dengan nilai sensitivitas yang cukup tinggi (85%). Ini artinya, pemeriksaan urinalisis dapat
menemukan 85% kasus yang menderita ISK, namun hanya dapat menyingkirkan 26%
kasus yang tidak menderita ISK.
Problem keenam pasien adalah hipertensi stage I terkontrol. Hipertensi adalah
keadaan dimana tekanan darah (TD) sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama
atau lebih dari 90 mmHg. Keluhan yang dirasakan yaitu adanya pusing yang dirasakan
cenat-cenut, kepala dan tungkuk terasa berat. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC
7, yaitu:

49
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu Hipertensi
esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopatik dan Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Faktor risiko hipertensi yaitu usia,
ras, jenis kelamin dan gaya hidup.20
Pada pasien ini memiliki riwayat hipertensi yang diketahui sejak kurang lebih 1
minggu setelah masuk RS dan rutin kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam di poli
Geriatri RSDK serta rutin minum obat. Dari hasil pemeriksaan fisik tanda vital didapatkan
tekanan darah (130/90 mmHg). Pemantauan pada pasien ini meliputi keadaan umum dan
tanda vital. Pengobatan pada pasien ini diberikan Amlodipin10mg/ 24 jam per oral
(malam), Candesartan 8mg/24 jam per oral (siang) dan Bisoprolol 2,5mg/12 jam per oral
(pagi dan sore). Selain dari farmakologi, pasien juga diberikan edukasi mengenai
modifikasi gaya hidup yaitu minum obat secara teratur, mengurangi konsumsi gorengan
dan makanan asin, dan olahraga yang teratur seperti jalan-jalan santai minimal 30 menit
setiap hari.20

Problem ketujuh pada pasien ini adalah azotemia. Azotemia adalah kelainan
biokimiawi yang menunjukkan adanya peningkatan kadar kreatinin dan nitorgen urea
darah dan berkaitan dengan adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Berdasarkan
lokasi penyebab, azotemia dapat dibagi menjadi azotemia prarenal dan azotemia
pascarenal. Nilai normal nitrogen urea darah adalah 8-20 mg/dL dan nilai normal kadar
kreatinin serum adalah 0,7 – 1,4 mg/dL. Ratio BUN: Kreatinin > 20, ekskresi fraksi Na
<1%, gambaran hialin +, Berat Jenis Urin > 1.018 dan osmolalitas urin > 500. Pada
azotemia renal didapatkan GFR sangat rendah sehingga nilai kreatinin < 15. Pada azotemia
pascarenal adanya peningkatan tekanan tubulus di nefron menyebabkan peningkatan
reabsorpsi urea, peningkatannya lebih tinggi dari kreatinin.21

Pada pasien ini, didapatkan adanya peningkatan dari kadar kreatinin serum yaitu
4.4 mg/dL dan peningkatan kadar ureum yaitu 143 mg/dL. Hal ini dapat disebabkan
adanya konsumsi dari obat diuretik ataupun obat-obat untuk anti hipertensi.

Problem kedelapan pada pasien ini adalah obese kelas I . Pasien memiliki berat
badan 86 kg dan tinggi badan 160 dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 33,59 kg/m2 yaitu
obese kelas I (kriteria Asia-Pasifik). Pasien ini di edukasi untuk untuk menjaga pola makan
dan melakukan program diet 1900 kkal/hari.22

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Broclehurst J. C., Allen, S. C. Major Geriatric Problems. Geriatric Medicine For


Student. Churcill-Livingstone, 3 RD, Ed, 35-117, 1987.
2. Buku Ajar Boedhi Darmojo-Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi IV. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.
3. Lindsay R CFOIFA, Braunwald e, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Osteoporosis. In: Fauci AS Be, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al.,
editor. Harrison’s principle of internal medicine 17 ed: Mc Grow-Hill USA; 2008. p.
2397-408
4. Isbagio, Harry. Panduan Diagnosis dan Pengelolaan Osteoporosis. Jakarta : Ikatan
Reumatologi Indonesia (IRA). 2005.
5. Cyrus Cooper SG, Robert Lindsay. Prevention and Treatment of Osteoporosis: a
Clinician’s Guide. New York: Taylor and Francis; 2005.
6. Setiyohadi B. Osteoporosis. In: Aru W. Sudoyo BS, Idrus Alwi, Marcellinus
Simadibrata, Siti Setiati, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2010. p. 2650-76.
7. American Association of Clinical Endocrinologist Medical Guidelines for Clinical
Practice for the Prevention and Treatment of Post Menopausal Osteoporosis: 2001
Editio, with selected updates for 2003. Endocr Pract.Nov-Des 2003;9(6):544-64
8. Kelman A. The management of secondary osteoporosis.2005; 19(6):1021-37
9. Association AM. Pathophisiology of Osteoporosis. 2004 [cited 2004]; Available
from:http://www.stg.centrax.com/ama/osteo/part4/module03/pdf/osteo_mgmt_o3.pdf.
10. L S. Kontrol Endokrin terhadap pertumbuhan. In: BI S, editor. Fisiologi manusia dari
sel ke sistem. 2 ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 632-88
11. Lane NE. The Osteoporosis Book a Guide for Patients and Their Families. New York:
Oxford University Press; 1999. p. 19-32
12. Fatmah. Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa. 2008;43(2):57-67.
13. Foundation NO. Clinician's Guide to Prevention and Treatment of Osteoporosis. [cited
2019 March 13]; Available from: http://www.nof.org/professionals/clinical-guidelines.
14. Jehle PM. Steroid-induced osteoporosis; how can it be avoided? Oxford Journals.
2003;18(5):681-4.

51
15. New SA B-SC, Grubb DA, Reid DM. Nutritional influences on bone mineral density: a
cross-sectional study in premenopausal women. American Journal of Clinical
Nutrition. 1997;65:1831-9.
16. Scane AC FR, Sutcliffe AM, Francis SJD, Rawlings DJ, Chapple CL. Case-control
study of the pathogenesis and sequelae of symptomatic vertebral fractures in men.
Osteoporosis International. 1999;9:91-7.
17. Tebé C DRL, Casas L, Estrada MD, Kotzeva A, Di Gregorio S, Espallargues M. Risk
factors for fragility fractures in a cohort of Spanish women. 2011.25(6):507-12
18. Cheung AM FD, Kapral M, Diaz N-Granados, Dodin S. Prevention of Osteoporosis
and Osteoporotic Fracturesin Postmenopausal Women. CMAJ. 2004;170(11):1665-7.
19. Kutikat A GR, Chakravarty K. Management of Osteoporosis. 2004;12:104-18.Seeman
E PD, Delmas EPD. Bone Quality-The Material and Structural Basis of Bone Strenght
and Fragility. t=The New England Journal of Medicine.2006:2250-61.
20. Alwi Idrus, Salim Simon, dkk. Penatalaksanaan di Bidang Penyakit Dalam. Panduan
Praktik Klinis. Jakarta: 2014.
21. Setiati Siti, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Hematologi. Edisi VI.
Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
22. Sugondo S. Obesitas. In: Buku ajar penyakit dalam Papdi Jilid II. 6th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
23. Gardner MM, Robertson MC, Campbell AJ. Exercise in preventing falls and falls
related injuries in older people: a review of randomised controlled trials. Br J Sport
Med.2000;34:7-17.
24. Setiati S, Rizka A. Sarkopenia dan frailty: sindrom geriatri baru. Dalam: Setiati S,
Dwimartutie N, Harimurti K, Dewiasty E (editor). Chronic degenerative disease in
elderly: update in diagnostic & management. Jakarta; Perhimpunan Gerontologi Medik
Indonesia;2011:69-75.

52
79

Anda mungkin juga menyukai