Anda di halaman 1dari 390

ASUHAN KEBIDANAN

PADA NY. S MASA HAMIL SAMPAI DENGAN MASA NIFAS


(STUDI KASUS DI PMB NY. ERNA ENY, S.ST DESA SUKOANYAR DAN
PUSKESMAS MOJO KECAMATAN MOJO KABUPATEN KEDIRI)

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh :
FEPY SISILIAY
NIM. 16.14.02.011

AKADEMI KEBIDANAN PAMENANG PARE KEDIRI


PRODI D.III KEBIDANAN
TAHUN 2019

i
LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY. S MASA HAMIL SAMPAI DENGAN MASA NIFAS
(STUDI KASUS DI PMB NY. ERNA ENY, S.ST DESA SUKOANYAR DAN
PUSKESMAS MOJO KECAMATAN MOJO KABUPATEN KEDIRI)

LAPORAN TUGAS AKHIR

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Ahli Madya


Kebidanan pada Program Studi D.III Kebidanan Akademi Kebidanan Pamenang
Pare Kediri

Oleh :
FEPY SISILIAY
NIM. 16.14.02.011

AKADEMI KEBIDANAN PAMENANG PARE KEDIRI


PRODI D.III KEBIDANAN
TAHUN 2019

ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan
rahmatNya sehingga dapat terselesaikannya Laporan Tugas Akhir yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny. S Masa Hamil sampai dengan KB Studi Kasus di
PMB Ny. Erna Eny, S.ST Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri”,
sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Kebidanan pada
Program Studi Kebidanan Akademi Kebidanan Pamenang.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :

1. Luluk Susiloningtyas, S.SiT., M.Kes, selaku Direktur Akademi Kebidanan


Pamenang dan pembimbing I yang telah memberikan bimbingan tugas LTA
ini dapat terselesaikan.
2. Suhariati, S.ST., M.Kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan tugas LTA ini dapat terselesaikan.
3. Erna Eny, S.ST., yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan
penyusunan LTA di PMB Ny. Erna Eny.
4. Ny. S dan keluarga selaku responden atas kerjasamanya yang baik
5. Bapak, ibu, kakak-kakakku, kedua keponakanku dan Agung Anata atas cinta,
dukungan, dan do’a yang selalu diberikan sehingga LTA ini selesai pada
waktunya.
6. Sahabatku Adek Rizki Utami atas dukungan yang tiada henti
7. Rekan seangkatan dan pihak-pihak yang telah banyak membantu,
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal
baik yang telah diberikan dan semoga Proposal Laporan Tugas Akhir ini berguna
bagi semua pihak yang memanfaatkan.

Pare, 17 April 2019

Penulis

vi
SINOPSIS

Laporan Tugas Akhir ini adalah laporan yang disusun dari hasil pelaksanaan
asuhan mulai dari pengkajian, penyusunan diagnosa, perencanaan asuhan,
pelaksanaan asuhan, evaluasi, dan pendokumentasian asuhan kebidanan sejak
masa kehamilan usia 38 1/7 minggu, bersalin, nifas, asuhan bayi baru lahir, hingga
asuhan keluarga berencana dengan subjek Ny S. Dalam masa kehamilan Ny S
ditemukan diagnosis GIIP1001 usia kehamilan 38 1/7 minggu dengan anemia ringan
kehamilan risiko tinggi, janin tunggal hidup intrauterine letak membujur
presentasi kepala. Penatalaksanaan asuhan yang dilakukan untuk keluhan mudah
merasa lelah karena anemia yaitu KIE nutrisi, anjuran mengurangi aktivitas,
pemberian tablet Fe dan Kalk, dan KIE cara mengonsumsi tablet Fe dan efek
samping.. Diagnosis persalinan yaitu GIIP1001 usia kehamilan 40 6/7 minggu
inpartu kala I fase aktif dilatasi maksimal, janin tunggal hidup intrauterine telak
membujur presentasi kepala, hasil pemeriksaan dalam : 8 cm, eff 75%, ketuban
positif, presentasi kepala, denominator UUK kiri depan, molase 0, penurunan
Hodge III (2/5), tidak ada bagian kecil janin yang turun; GIIP1001 usia kehamilan
40 6/7 minggu inpartu Kala II; P2002 persalinan Kala III; dan P2002 persalinan Kala
IV dengan rupture perineum derajat I. Penatalaksanaan asuhan yang dilakukan
adalah penjahitan rupture perineum derajat I yaitu pada mukosa vagina, komisura
posterior, dan kulit perineum untuk mencegah terjadinya perdarahan. Diagnosis
masa nifas yaitu P2002 6 jam postpartum fisiologis, P2002 postpartum hari ke-3
fisiologis, P2002 postpartum hasi ke-7 fisiologis, dan P2002 postpartum hari ke-29
fisiologis. Diagnosis bayi baru lahir meliputi Neonatus cukup bulan sesuai masa
kehamilan umur 6 jam fisiologis, neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan
umur 2 hari fisiologis, neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 7 hari
fisiologis, dan neonates cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 22 hari
fisiologis. Diagnosis keluarga berencana P2002 calon akseptor KB suntik 3 bulan.
Kunjungan nifas I dan nifas II, Ny S pada awalnya merasakan keluhan nyeri
pada luka jahitan, setelah dilakukan penatalaksanaan asuhan berupa mengingatkan
anjuran nutrisi, personal hygiene, perawatan payudara, senam nifas, pemberian
terapi obat, dan menjadwalkan kunjungan rumah, kondisi ibu berangsur-angsur
membaik dan luka jahitan perineum sudah tidak dirasakan nyeri. pada kunjungan
nifas III dilakukan KIE keluarga berencana yaitu dengan memberikan penjelasan
tentang alat kontrasepsi yang boleh dan yang tidak boleh digunakan untuk ibu
menyusui. Pada Kunjungan Neonatal I, II, dan III Ny S mengatakan bayinya tidak
mengalami tanda-tanda bahaya bayi baru lahir sehingga diberikan asuhan secara
fisiologis meliputi motivasi pemberian ASI eksklusif, cara memberikan ASI yang
benar, posisi menyusui yang benar, cara menjaga kehangatan, serta menganjurkan
melakukan imunisasi BCG dan Polio 1. Asuhan kebidanan keluarga berencana
pada Ny S dilakukan pada hari ke 38 postpartum yaitu dengan pemberian KB
suntik 3 bulan. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu mengingatkan tentang efek

vii
samping KB suntik 3 bulan, anjuran makan makanan bergizi, pemberian informed
consent, pemberian injeksi KB suntik 3 bulan, dan penjadwalan kunjungan ulang.
Evaluasi dari pelaksanaan asuhan-asuhan kebidanan yang telah diberikan
secara continuity of care (COC) pada masalah-masalah yang dialami Ny S sejak
hamil dengan anemia pada masa kehamilannya dan keluhan mudah merasa lelah,
pada persalinan dengan rupture derajat I dan telah dilakukan pelaksanaan heating
(penjahitan rupture), pada nifas ibu mengeluh nyeri luka pada jahitan, dan Bayi
Ny S pada kunjungan neonatal I, II, dan III tidak ada masalah hingga memberikan
asuhan keluarga berencana dapat terlaksana dengan baik. Masalah-masalah yang
menjadi keluhan Ny S selama hamil, bersalin, nifas, dan keluarga berencana
mampu diatasi dengan memberikan asuhan asuhan kebidanan sesuai dengan teori
yang ada sehingga baik Ny S maupun Bayi Ny S berada dalam kondisi fisiologis.
Kesimpulan dari asuhan yang telah diberikan dan dilaksanakan oleh Ny S
secara continuity of care telah sesuai dengan tujuan, sehingga mampu
memberikan manfaat dalam upaya mendeteksi dan mengurangi masalah-masalah
yang dialami pada ibu hamil sampai KB serta masalah yang terjadi dapat teratasi.
Saran dari asuhan ini adalah pentingnya keutamaan bidan dalam memahami
indikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh pasien dengan pemahaman teori
asuhan kebidanan sehingga dengan penatalaksanaan yang sesuai dengan standar
asuhan kebidanan mampu memberikan solusi pada masalah kebutuhan pasien,
yang pada akhirnya asuhan kebidanan sebagai standart of ethics dapat
meningkatkan mutu kualitas kesehatan masyarakat.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul Luar ....................................................................................... i
Halaman Sampul Dalam ................................................................................... ii
Halaman Persetujuan.......................................................................................... iii
Halaman Pengesahan ......................................................................................... iv
Surat Pernyataan ................................................................................................ v
Kata Pengantar ................................................................................................... vi
Sinopsis ............................................................................................................. vii
Daftar Isi............................................................................................................. ix
Daftar Tabel ....................................................................................................... xii
Daftar Gambar.................................................................................................... xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................. xiv
Daftar Singkatan................................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Pembatasan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penyusunan LTA .............................................................................. 6
A. Tujuan Umum ......................................................................................... 6
B. Tujuan Khusus ........................................................................................ 6
1.4 Ruang Lingkup .............................................................................................. 7
A. Sasaran .................................................................................................... 7
B. Tempat..................................................................................................... 7
C. Waktu ...................................................................................................... 8
1.5 Manfaat ......................................................................................................... 8
A. Manfaat Bagi Pasien ............................................................................... 8
B. Manfaat Bagi Tempat Studi Kasus ......................................................... 8
C. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ......................................................... 8

ix
D. Manfaat Bagi Penulis .............................................................................. 9
E. Manfaat Bagi Dinas Kesehatan ............................................................... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Kehamilan............................................................................. 10
2.2 Konsep Dasar Persalinan.............................................................................. 49
2.3 Konsep Dasar Nifas...................................................................................... 119
2.4 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir .................................................................... 165
2.5 Konsep Dasar Keluarga Berencana .............................................................. 202
2.6 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan................................................................ 229

BAB 3 METODOLOGI
3.1 Pendekatan/Desain ....................................................................................... 234
3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Asuhan Kebidanan .................................. 234
3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 235

BAB 4 PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN


4.1 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Hamil ..................................................................................................... 237
4.2 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Bersalin ................................................................................................. 252
4.3 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Nifas ...................................................................................................... 270
4.4 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Neonatus ...................................................................................................... 287

x
4.5 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Keluarga Berencana .................................................................................... 305

BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Hamil ..................................................................................................... 310
5.2 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Bersalin .................................................................................................. 316
5.3 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Nifas ....................................................................................................... 323
5.4 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Ibu Neonatus ................................................................................................ 329
5.5 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan, Pelaksanaan
Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan pada
Keluarga Berencana ..................................................................................... 334

BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 338
6.2 Saran............................................................................................................. 341

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 343


LAMPIRAN ....................................................................................................... 347

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 TFU menurut Pertambahan per Tiga Jari ........................................... 13
Tabel 2.2 Rentang Waktu Pemberian Imunisasi TT .......................................... 47
Tabel 2.3 Perubahan-Perubahan Normal pada Uterus selama Postpartum ....... 122
Tabel 2.4 Contoh Menu Ibu Menyusui ............................................................. 139
Tabel 2.5 Rumus Kramer .................................................................................. 179
Tabel 2.6 APGAR Score ................................................................................... 187
Tabel 2.7 Downe Score ..................................................................................... 193
Tabel 2.8 Perubahan Pola Tidur Bayi ............................................................... 197
Tabel 2.9 Jadwal Pemberian Imunisasi ............................................................. 200
Tabel 2.10 Efek Samping Kontrasepsi dan Penanggulangannya ...................... 223

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uteri dan Umur Kehamilan.................................... 13
Gambar 2.2 Leopold I ........................................................................................ 42
Gambar 2.3 Leopold II ....................................................................................... 43
Gambar 2.4 Leopold III...................................................................................... 45
Gambar 2.5 Leopold IV ..................................................................................... 46
Gambar 2.6 Anatomi Panggul ........................................................................... 58
Gambar 2.7 Penurunan Kepala sesuai Bidang Hodge ....................................... 59
Gambar 2.8 Bentuk Panggul ............................................................................. 62
Gambar 2.9 Posisi Janin .................................................................................... 66
Gambar 2.10 Diagram Berbagai Fase (Kurva Friedman) ................................. 70
Gambar 2.11 Metode Pelepasan ......................................................................... 88
Gambar 2.12 Derajat Robekan Perineum........................................................... 91
Gambar 2.13 Tabel Penilaian Karakter Fisik Ballar Score................................ 189
Gambar 2.14 Penilaian Karakter Neuromuskular Ballard Score ....................... 191

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Informed Consent ........................................................................... 347
Lampiran 2 Surat Balasan Bidan........................................................................ 348
Lampiran 3 Kartu Ibu ......................................................................................... 349
Lampiran 4 KSPR .............................................................................................. 351
Lampiran 5 Skrining TT..................................................................................... 352
Lampiran 6 Catatan Kesehatan Ibu .................................................................... 353
Lampiran 7 Penapisan Persalinan ...................................................................... 354
Lampiran 8 Partograf ......................................................................................... 355
Lampiran 9 Catatan Kesehatan Ibu Bersanin, Ibu Nifas, dan Bayi Baru Lahir . 357
Lampiran 10 Catatan Kesehatan Ibu Nifas ........................................................ 358
Lampiran 11 Senam Nifas.................................................................................. 359
Lampiran 12 Perawatan Payudara ...................................................................... 361
Lampiran 13 Catatan Kelahiran ......................................................................... 362
Lampiran 14 Ballard Score ................................................................................ 363
Lampiran 15 Catatan Kesehatan Bayi Baru Lahir ............................................. 364
Lampiran 16 Formulir MTBM ........................................................................... 365
Lampiran 17 Catatan Imunisasi Anak ................................................................ 368
Lampiran 18 Penapisan KB ............................................................................... 369
Lampiran 19 Informed Consent Pelayanan KB ................................................. 370
Lampiran 20 Kartu Status Peserta KB ............................................................... 371
Lampiran 21 Kartu Peserta KB .......................................................................... 372
Lampiran 22 Jadwal Kegiatan ............................................................................ 373

xiv
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

ANC : Antenatal Care

ASI : Air Susu Ibu

BAB : Buang air besar

BAK : Buang air kecil

BMI : Body Mass Index

BMK : Besar Masa Kehamilan

DJJ : Denyut jantung janin

DMPA : Depo Medroxy Progesterone Acetate

Fe : Ferrum

FSH : Stimulating Hormone

Hb : Hemoglobin

HCG : Human Carrion Gonadotropin

HIV : Human Immunodeficiency Virus

HPL : Hari perkiraan lahir

IMD : Inisiasi Menyusui Dini

IMS : Infeksi Menular Seksual

IMT : Indeks Masa Tubuh

IUD : Intra Uterine Device

xv
KIE : Komunikasi, Informasi, Edukasi

KMK : Kecil Masa Kehamilan

KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja

KSPR : Kartu Skor Poedji Rochjati

LH : Luteinizing Hormone

LILA : Lingkar lengan atas

MAL : Metode Amenore Laktasi

MAP : Mean Artery Pressure

MTBM : Manajemen Terbadu Bayi Muda

MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit

NCB : Neonatus Cukup Bulan

NKB : Neonatus Kurang Bulan

NLB : Neonatus Lebih Bulan

PAP : Pintu atas panggul

PBP : Pintu bawah panggul

PMB : Praktek Bidan Mandiri

PUS : Pasangan Usia Subur

ROT : Roll-over Test

SMK : Sesuai Masa Kehamilan

TT : Tetanus Toxoid

UUK : Ubun-ubun kecil

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan

prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak

merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara

umum, sehingga penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya

kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan (Depkes RI, 2017: 101). Hal

ini dilakukan karena masih ada kejadian kematian ibu dan bayi di Indonesia.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu bangsa. Indikator ini tidak

hanya mampu menilai program kesehatan ibu dan anak, terlebih lagi mampu

menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap

perbaikan pelayanan kesehatan, baikk dari sisi aksesibilitas maupun kualitas

(Depkes RI, 2017: 104).

Upaya percepatan penurunan AKI dan AKB dapat dilakukan dengan

menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu dan

anak yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan,

perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan

jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan,

1
2

dan pelayanan keluarga berencana (KB) yaitu dengan asuhan kebidanan yang

berkesinambungan (continuity of care) (Dinkes Kediri, 2016: 19).

Berdasarkan data SDGs (2017: 29-30), target penurunan AKI dari 2016

per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 menjadi kurang dari 70 per 100.00

kelahiran hidup pada tahun 2030. Sebagian besar kematian ibu bisa dicegah

dengan melakukan asuhan medis yang berstandar sebelum, selama dan setelah

persalinan. Angka Kematian Balita di dunia pada tahun 2015 sebanyak 43 per

1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB sebanyak 19 per 1000 kelahiran hidup.

Hal itu menunjukkan terjadi penurunan sekitar 44% dan 37% pada tahun

2000.

Menurut Depkes RI (2017: 102), AKI kembali menujukkan penurunan

menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil

Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, sedangkan AKB sebesar 22,23

per 1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015

sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2017: 125). Pada tahun

2016, AKI Provinsi Jawa Timur mencapai 91,00 per 100.000 kelahiran hidup

(Dinkes Jatim, 2017: 26), sedangkan AKB Jatim sampai dengan tahun 2016

masih diatas target Nasional (SUPAS) (Dinkes Jatim, 2017: 35). Cakupan

peserta KB Aktif pada tahun 2016 Provinsi Jawa Timur mencapai 68,79 %,

angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015 yang mencapai

82,22 % yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya KB atau sistem pelaporan yang kurang tepat. (Dinkes Jatim, 2017:

33). AKI di Kabupaten Kediri pada tahun 2014-2015 sebanyak 17 ibu dan
3

turun menjadi 16 ibu pada tahun 2016 (Dinkes Kediri, 2016: 17), sedangkan

AKB di Kebupaten Kediri pada tahun 2015 sebanyak 7 per 1000 kelahiran

hidup menjadi 4 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Kediri, 2016: 20).

Di Kabupaten Kediri, penyebab AKI tahun 2016 lebih banyak di

dominasi oleh perdarahan dan pre-eklampsia berat masing-masing 45,45%,

sedangkan sisanya 9,09% dengan penyebab lain (Dinkes Kediri, 2016: 18).

Jumlah kematian bayi 0-28 sebanyak 160, terbanyak pada kasus neonatal yaitu

usia 0-7 hari sebanyak 118 bayi dan 42 terjadi pada neonatal lanjut yaitu 8-28

hari dan post Neo sebanyak 28 bayi pada tahun 2016. Penyebab AKB tersebut

yaitu asfiksia yang menempati urutan teratas melebihi BBLR. Angka kematian

akibat asfiksia sebesar 39% pada tahun 2015 meningkat menjadi 44% pada

tahun 2016, sedangkan jumlah kasusnya ada 252, disusul oleh BBLR 44%,

kelainan cacat bawaan 20%, infeksi 4%, dan penyebab lainnya 1% sehingga

memerlukan intervensi tinggi dan terfokus. (Dinkes Kediri, 2016: 21-22).

AKI dan AKB tersebut terjadi akibat belum terpenuhinya target cakupan

K1 dan K4 Kabupaten Kediri (sebesar 92,21%) yang telah ditetapkan oleh

Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 94,99%. Kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil tidak hanya dari sisi akses, tetapi

juga kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan juga harus

ditingkatkan, di antaranya pemenuhan semua komponen pelayanan kesehatan

ibu hamil harus diberikan saat kunjungan (Dinkes Kediri, 2016: 64-65).

Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program

Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka


4

menurunkan AKI dan AKB sebesar 25%. Program EMAS berupaya

menurunkan AKI dan AKB dengan cara : 1) meningkatkan kualitas pelayanan

emergensi obstetric dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit PONEK

dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED dan 2) memperkuat sistem rujukan

yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit (Depkes RI, 2017:

103).

Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah Kabupaten Kediri melalui

Dinas Kesehatan sudah sejak tahun 2014 telah meluncurkan Gerakan Peduli

Keluarga (GARPU) dengan tujuan mempercepat perbaikan gizi serta

kesehatan ibu dan anak yang berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan,

untuk itu seluruh instansi terkait baik pemerintah maupun swasta melakukan

upaya perlindungan, promosi dan dukungan terhadap program percepatan

penurunan AKI dan AKB. Program GARPU berupaya menurunkan angka

kematian ibu dan angka kematian neonatal dengan cara : 1) SMS Gawe Way

yaitu program SMS untuk mengirimkan data ibu hamil berikut hasil

pemeriksaan ke safer sehingga bisa terpantau perkemangan kehamilannya dan

apabila terjadi resiko bisa segera ditindaklanjuti; 2) MOU Kediri Raya

merupakan Kerjasama dengan semua RS PONEK di Kab/Kota untuk

memastikan Jejaring Rujukan sasaran Kesehatan Ibu dan Anak; 3) Drill

Emergensi merupakan Peningkatan Ketrampilan Tenaga Kesehatan utamanya

Bidan dalam Penganan Kegawatdaruratan; 4) Penggunaan buku KIA sebagai

buku wajib yang harus diselenggarakan disemua instansi kesehatan dan


5

menjadi syarat masuk PAUD ata Taman Kanak-kanak; 5) Kunjungan Tim RS

PONEK ke PONED dalam melakukan pembinaan. (Dinkes Kediri, 2016: 18).

Menurut data Puskesmas Mojo, terdapat 168 ibu hamil, 84 ibu bersalin,

84 ibu nifas, dan 84 bayi baru lahir di Desa Sukoanyar pada bulan Januari-

Agustus 2018. Dari data tersebut ada 103 ibu dengan kehamilan risiko tinggi,

dari skor KSPR 6-18. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan

pendampingan oleh kader dan bidan desa sehingga pada tahun 2017 tidak

tercatat adanya angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Desa

Sukoanyar. Dengan demikian program GARPU yang dilaksanakan oleh bidan

dan petugas kesehatan di wilayah Puskesmas Mojo telah tercapai meskipun

pada bulan Januari-Agustus 2018 masih banyak ibu hamil risiko tinggi yang

disebabkan karena anemia. Selain tercapainya program GARPU, program

pembagian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil yang mengalami KEK

juga tercapai dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, sebagai upaya menurunkan Angka Kematian

Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) maka dilakukan

pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan yang dilakukan pada ibu hamil,

bersalin, nifas, neonatus, dan pelayanan keluarga berencana (KB) untuk

memberikan perlindungan dan penanganan definitif. Caranya yaitu melakukan

asuhan kebidanan yang continuity of care berupa pelayanan kebidanan mulai

dari masa kehamilan, persalinan, nifas, neonatus, dan Keluarga Berencana

(KB). Dengan dilakukan asuhan kebidanan secara continuity of care juga

diharapkan dapat mencegah terjadinya kehamilan risiko tinggi yang


6

disebabkan karena anemia yaitu dengan cara memberikan asuhan yang sesuai

untuk ibu hamil dengan anemia dan mencegah ibu mengalami anemia pada

kehamilan selanjutnya.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang diambil yaitu dengan melakukan asuhan

kebidanan continuity of care pada ibu hamil Trimester III usia kehamilan 37-

40 minggu, ibu bersalin, ibu nifas, neonatus, dan keluarga berencana (KB).

1.3 Tujuan Penyusunan LTA

A. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah peneliti mampu memberikan

asuhan kebidanan continuity of care berupa pelayanan kebidanan mulai

dari masa kehamilan Trimester III (usia kehamilan 37-40 minggu),

persalinan, nifas, neonatus, dan Keluarga Berencana (KB) dengan

menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan didokumentasikan

menggunakan SOAP.

B. Tujuan Khusus

I. Melakukan pengkajian, menyusun diagnosis, merencanakan asuhan,

melaksanakan asuhan, mengevaluasi asuhan, dan mendokumentasikan

asuhan kebidanan pada ibu hamil.


7

II. Melakukan pengkajian, menyusun diagnosis, merencanakan asuhan,

melaksanakan asuhan, mengevaluasi asuhan, dan mendokumentasikan

asuhan kebidanan pada ibu bersalin.

III. Melakukan pengkajian, menyusun diagnosis, merencanakan asuhan,

melaksanakan asuhan, mengevaluasi asuhan, dan mendokumentasikan

asuhan kebidanan pada ibu nifas.

IV. Melakukan pengkajian, menyusun diagnosis, merencanakan asuhan,

melaksanakan asuhan, mengevaluasi asuhan, dan mendokumentasikan

asuhan kebidanan pada neonatus.

V. Melakukan pengkajian, menyusun diagnosis, merencanakan asuhan,

melaksanakan asuhan, mengevaluasi asuhan, dan mendokumentasikan

asuhan kebidanan pada keluarga berencana (KB).

1.4 Ruang Lingkup

A. Sasaran

Sasaran penelitian ini adalah ibu hamil Trimester III usia kehamilan

37-40 minggu, ibu bersalin, ibu nifas, neonatus, dan keluarga berencana

(KB).

B. Tempat

Tempat pelaksanaan penelitian yang dipilih untuk memberikan

asuhan kebidanan pada Ny. S adalah di PMB Ny. Erna Eny, S.ST di Desa

Sukoanyar dan di Puskesmas Mojo Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri.


8

C. Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari penyusunan proposal

hingga penyusunan laporan yaitu sejak Oktober 2018 - April 2019.

1.5 Manfaat

A. Manfaat Bagi Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

mampu menambah pengetahuan dan meningkatkan motivasi pasien untuk

melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan dari masa kehamilan,

persalinan, nifas, neonatus hingga melakukan KB. Sehingga pasien

mengetahui secara dini jika terjadi komplikasi atau tanda bahaya yang

menimpa dirinya.

B. Manfaat Bagi Tempat Studi Kasus

Penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan acuan untuk

mempertahankan atau meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di tempat

studi kasus dan mampu memberikan ilmu pengetahuan baru bagi tenaga

kesehatan (bidan) dalam membimbing mahasiswa.

C. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan

khususnya dalam bidang kebidanan tentang asuhan kebidanan continuity

of care dengan cara mengembangkan teori ilmu kebidanan selama

kehamilan, persalinan, nifas, neonatus, dan KB serta mengetahui


9

kemampuan mahasiswa dalam memberikan asuhan kebidanan yang

konfrehensif.

D. Manfaat Bagi Penulis

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi peneliti

dalam menerapkan teori asuhan kebidanan continuity of care yang telah

didapatkan di institusi pendidikan dengan menggunakan metode penelitian

sehingga peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

melakukan penelitian khususnya tentang asuhan kebidanan konfrehensif

dan pendokumentasian asuhan kebidanan.

E. Manfaat Bagi Dinas Kesehatan

Luaran yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah dapat

mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

yang disebabkan karena anemia pada kehamilan dengan memunculkan

kebijakan-kebijakan baru serta mampu mengatasi dan mencegah terjadinya

kehamilan risiko tinggi yang disebabkan karena anemia di Kabupaten

Kediri.
BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kehamilan

A. Definisi Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam

Prawirohardjo (2014: 213) kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau

penyatuan spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi, dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan

normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau

9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan dibagi menurut 3

trimester, di mana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester

kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13

minggu (minggu ke-28 hingga ke-40)

B. Proses Kehamilan

Setelah masuknya kepala spermatozoa ke dalam sel telur (ovum) dan

kromosom mencari pasangannya. Mula-mula terjadi pembelahan menjadi

dua atau seterusnya sehingga seluruh ruangan telur penuh dengan hasil

pembelahan sel, dan disebut morula. Pembelahan berlangsung terus hingga

bagian dalam terbentuk ruangan yang mengandung cairan disebut

blastokista. Sementara itu bagian luar dinding telur (ovum) timbul rumbai-

rumbai yang disebut vili yang akan berguna untuk menanamkan diri pada

10
11

lapisan dalam rahim, yang siap menerima dalam bentuk desidua

(Manuaba, dkk, 2009: 65-66).

Selama perjalanan menuju lapisan dalam rahim (endometrium) hasil

konsesi (zigot) mendapatkan nutrisinya dari sitoplasma sel telur dan

mungkin dari korona radiata. Dalam perjalanan itu telah terbentuk jonjot

sebagai persiapan untuk dapat melakukan penanaman diri dalam rahim.

Tertanamnya hasil konsepsi melalui proteolitik-enzimatik mulai lapisan

dalam rahim yang kaya akan bahan nutrisi, selanjutnya pembuluh darah

ditembus sehingga mulai mendapatkan nutrisi langsung dari peredaran

darah ibu (Manuaba, dkk, 2009: 67).

C. Tanda Kehamilan

I. Tanda presumptif kehamilan

Menurut Sofian (2011: 35), tanda presumptif (tanda dugaan)

kehamilan adalah sebagai berikut: amenorea (tidak mengalami haid);

mual dan muntah (nausea and vomiting); tidak berselera untuk makan

(anorexia); payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri; sering buang

air kecil (miksi); susah buang air besar (konstipasi); dan

hiperpigmentasi pada kulit.

II. Tanda tidak pasti kehamilan

Menurut Sofian (2011: 35-36), tanda tidak pasti kehamilan adalah

sebagai berikut: uterus membesar; tanda hegar; tanda Chadwick; tanda

Piskacek; Braxton-Hicks; teraba ballottement; dan reaksi kehamilan

positif.
12

III. Tanda pasti kehamilan

Tanda-tanda pasti kehamilan adalah sebagai berikut:

a. Gerakan janin yang dapat dirasa oleh ibu dan dapat diraba bagian-

bagian janin oleh pemeriksa.

b. Denyut jantung janin

Didengarkan dengan stetostop-Monoaural Laennec, dicatat dan

didengar dengan alat Doppler, dicatat dengan feto-

elektrokardiogram, dan dilihat pada ultrasonografi.

c. Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen (Sofian, 2011: 36-

37).

D. Perubahan Fisiologi Kehamilan

I. Perubahan pada sistem reproduksi

a. Uterus

Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 100

gram pada akhir kehamilan (40 minggu) (Sofian, 2011: 29). Otot-

otot uterus bagian atas ajab berkontraksi sehingga segmen bawah

uterus akan melebar dan menipis. Batas antara segmen atas yang

menebal dan segmen bawah yang tipis disebut lingkaran retraksi

fisiologis (Prawirohardjo, 2014: 175). Kontraksi Braxton-Hicks

bersifat non-ritmik, sporadik, tanpa disertai adanya rasa nyeri dan

baru dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen pada

kehamilan trimester ketiga. Mendekati usia kehamilan aterm,

kontraksi ini menjadi lebih teratur dan regular sehingga


13

disalahartikan sebagai kontraksi persalinan. Persalian palsu (false

labor) sangat erat kaitannya dengan kontraksi Braxton-Hicks pada

kehamilan aterm (Prawirohardjo, 2014: 219).

Gambar 2.1 Tinggi Fundus Uteri dan Umur Kehamilan


(Sumber: Sofian, 2011: 42)

Tabel 2.1
TFU menurut Pertambahan per Tiga Jari

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri


(Minggu) (TFU)
12 Tiga jari di atas simfisis
16 Pertengahan pusat dan simfisis
20 Tiga jari di bawah pusat
24 Setinggi pusat
28 Tiga jari di atas pusat
32 Pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus
36 Tiga jari di bawah prosesus xiphoideus
40 Pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus
Sumber: Sulistyawati, 2013, Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan, Salemba
Medika, Jakarta, halaman 60.
14

b. Ovarium

Selama kehamilan, ovulasi berhenti dan pematangan folikel-

folikel baru ditunda. Biasanya hanya satu korpus luteum yang

ditemukan pada wanita hamil. Struktur ini berfungsi maksimal

selama 6-7 minggu pertama kehamilan (4-5 minggu pascaovulasi).

Pada trimester 2 dan 3, ovarium tidak berkontribusi dalam produksi

progesterone (Cunningham et al, 2012: 114). Suatu hromon protein

yang memiliki struktur mirip insulin dan insulin like growth factor

I & II yang disebut relaksin disekresikan oleh kospus luteum.

Fungsi utamanya adalah dalam proses remodeling jaringan ikat

oada saluran reproduksi, yang kemudian akan mengakomodasi

kehamilan dan keberhasilan proses persalinan (Prawirohardjo,

2014: 178).

c. Vagina dan vulva

Pada kehamilan trimester III kadang terjadi peningkatan cairan

vagina. Peningkatan cairan vagina yang berwarna jernih bersifat

normal. Pada awal kehamilan, cairan ini biasanya agak kental,

sedangkan pada saat mendekati persalinan cairan tersebut lebih cair

(Hutahaean, 2013: 140)

d. Serviks

Pada usia kehamilan 38 minggu, uterus sejajar dengan tratum.

Tuba uteri tampak agak terdorong ke dalam di atas bagian tengah

uterus. Frekuensi dan kekuatan kontraksi otot segmen atas Rahim


15

semakin meningkat. Oleh karena itu, segmen bawah Rahim

berkembang lebih cepat dan meregangkan secara radikal, yang jika

terjadi bersamaan dengan pembukaan serviks dan pelunakan

jaringan dasar pelvis akan menyebabkan presentasi janin memulai

penurunannya ke dalam pelvis bagian atas. Serviks akan

mengalami pelunakan atau pematangan secara bertahap akan

berakibat bertambahnya aktivitas uterus dan akan mengalami

dilatasi pada ostrium sterna dan interna (Hutahaean, 2013: 139-

140).

II. Perubahan pada organ dan sistem lainnya

a. System Kardiovaskuler

Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak

akhir trimester pertama. Volume darah akan bertambah banyak,

kira-kira 25%, dengan puncaknya pada kehamilan 32 minggu

(trimester 3), diikuti pertambahan curah jantung (cardiac output),

yang meningkat sebanyak ±30%. Akibat hemodilusi yang mulai

jelas kelihatan pada kehamilan 4 bulan, ibu yang menderita

penyakit jantung dapat jatuh dalam keadaan dekompensasi kordis.

Kenaikan plasma darah dapat mencapai 40% saat mendekati cukup

bulan (Sofian, 2011: 30).

b. Sistem Respirasi

Ibu hamil sering mengeluh sesak napas yang biasanya terjadi

pada umur kehamilan 32 minggu lebih, hal ini disebabkan karena


16

uterus semakin membesar sehingga menekan usus dan mendorong

keatas menyebabkan tingginya diafragma bergeser 4 cm sehingga

kurang leluasa bergerak. Kebutuhan oksigen ibu hamil mengalami

peningkatan sampai 20%, sehingga untuk memenuhi kebutuhan

oksigen ibu hamil melakukan pernapasan dalam. Peningkatan

hormone estrogen pada kehamilan dapat mengakibatkan

peningkatan vaskularisasi pada saluran pernapasan atas (Tyastuti,

2016: 29)

c. Sistem Pencernaan

Pada kehamilan trimester tiga, lambung berada pada posisi

vertikal dan bukan pada posisi normalnya, yaitu horizontal.

Kekuatan mekanis ini menyebabkan peningkatan intragstrik dan

perubahan sudut persambungan gastro-esofagus yang

mengakibatkan terjadinya refleks esophageal yang lebih besar.

Penurunan drastis tonus dan motilitas lambung dan usus ditambah

relaksasi sfingter bawah esophagus merupakan faktor predisposisi

terjadinya nyeriulu hati, konstipasi, dan hemoroid (Tyastuti, 2016:

29).

d. Sistem Perkemihan

Pada akhir kehamilan kepala janin mulai turun ke pintu atas

panggul menyebabkan sering buang air kecil. Pada kehamilan

lanjut, pelvis ginjal kanan dan uterer lebih berdilatasi daripada

pelvis kiri akibat pergeseran uterus. Perubahan ini membuat pelvis


17

dan ureter tidak mampu menampung urine dalam volume yang

lebih besar dan juga memperlambat laju aliran urine (Kusmiyati,

2010: 68).

e. Tulang dan gigi

Persendian panggul akan terasa lebih longgar karena ligament-

ligamen melunak (softening) dan terjadi sedikit pelebaran pada

ruang persendian. Apabila asupan makanan tidak dapat memenuhi

kebutuhan kalsium janin, kalsium pada tulang-tulang panjang ibu

akan diambil untuk memenuhi kebutuhan kalsium janin, sehingga

dibutuhkan konsumsi kalsium yang cukup agar gigi tidak akan

kekurangan kalsium. Gingivitis kehamilan adalah gangguan yang

disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya hygiene yang buruk

pada rongga mulut (Sofian, 2011: 31).

f. Kulit

Menurut Cunningham et al (2012: 116), terjadi perubahan pada

kulit meliputi:

1. Aliran darah

Meningkatnya aliran darah kulit selama kehamilan

berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan panas yang terbentuk

karena meningkatnya metabolisme.

2. Dinding abdomen

Ligamen sejak setelah pertengahan kehamilan sering

terbentuk alur-alur kemerahan yang sedikit cekung di kulit


18

abdomen dan kadang di kulit payudara dan paha. Ini disebut

striae gravidarum (Stretch marks). Pada wanita multipara,

selain striae kemerahan akibat kehamilan sering tampak garis-

garis putih keperakan mengkilat yang mencerminkan sikatriks

dari striae lama (Cunningham et al, 2012: 116).

3. Hiperpigmentasi

Hal ini terjadi pada 90% wanita. Hiperpigmentasi biasanya

lebih mencolok pada mereka yang berkulit gelap. Garis tengah

kulit abdomen (linea-alba) mengalami pigmentasi sehingga

warnanya berubah menjadi hitam kecoklatan (linea nigra).

Kadang muncul bercak-bercak kecoklatan irregular berbagai

ukuran di wajah dan leher menimbulkan cloasma atau melasma

gravidarum yang disebut mask of pregnancy (Cunningham et

al, 2012: 116).

g. Kelenjar endokrin

Terjadi perubahan pada beberapa hormone saat terjadi

kehamilan, yaitu:

1. Progesterone

Pada awal kehamilan hormon progesteron dihasilkan oleh

corpus luteum dan setelah itu secara bertahap dihasilkan oleh

plasenta. Kadar hormon ini meningkat selama hamil dan

menjelang persalinan mengalami penurunan. Produksi

maksimum diperkirakan 250 mg/hari. Progesterone dan


19

estrogen bekerja sama untuk memicu perkembangan payudara

(Tyastuti, 2016: 26).

2. Estrogen

Pada awal kehamilan sumber utama estrogen adalah

Ovarium. Selanjutnya estrone dan estradiol dihasilkan oleh

plasenta dan kadarnya meningkat beratus kali lipat, output

estrogen maksimum 30-40 mg/hari. Kadar terus meningkat

menjelang aterm. Estrogen bekerja sama dengan progesterone

untuk memicu perkembangan payudara (Tyastuti, 2016: 26-

27).

3. Hormone Hipofisis

Terjadi penekanan kadar FSH dan LH maternal selama

kehamilan, namun kadar prolaktin meningkat yang berfungsi

untuk menghasilkan kolostrum (Tyastuti, 2016: 28).

h. Payudara

Pada minggu-minggu awal kehamilan, wanita sering merasakan

paretesia dan nyeri payudara. Setelah bulan kedua, payudara

membesar dan memperlihatkan vena-vena halus di bawah kulit.

Puting menjadi jauh lebih besar, berwarna lebih gelap, dan lebih

tegak (Cunningham et al, 2012: 116). Areola dan puting yang

membesar dan kehitaman akibat pembesaran kelenjar

Montgomery, yaitu kelenjar sebasea dari areola. Kolostrum yang

dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai besekresi juga keluar


20

melalui puting. Ukuran payudara prakehamilan tidak berkaitan

dengan volume air susu yang dihasilkan (Prawirohardjo, 2014:

179).

III. Metabolisme

Tingkat metabolik basal (basal metabolic rate) pada wanita hamil

meninggi hingga 15-20%, terutama pada trimester akhir. Peningkatan

BMR menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan oksigen.

Vasodilatasi perifer dan percepatan aktivitas kelenjar keringat

membantu melepaskan panas akibat peningkatan metabolisme selama

hamil sehingga ibu cenderung menghasilkan keringan yang berlebih

(Tyastuti, 2016: 34).

E. Tanda Bahaya Kehamilan

Deteksi dini gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan

upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap

kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil (Prawirohardjo, 2014: 281).

I. Perdarahan

Perdarahan pada kehamilan muda atau usia kehamilan di bawah 20

minggu, umumnya disebabkan oleh keguguran. Sekitar 10-12%

kehamilan berakhir dengan keguguran yang pada umumnya (60-80% )

disebabkan oleh kelainan kromosom yang ditemui pada spermatozoa

atauoun ovum. Penyebab yang sama dan menimbulkan gejala

perdarahan pada kehamilan muda dan ukuran pembesaran uterus yang

di atas normal, pada umumnya disebabkan oleh mola hidatidosa.


21

Perdarahan pada kehamilan muda dengan uji kehamilan tidak jelas,

pembesaran uterus yang tidak sesuai (lebih kecil) dari usia kehamilan,

dan adanya massa di adneksa biasanya disebabkan oleh kehamilan

ektopik (Prawirohardjo, 2014: 282).

II. Pre-eklampsia

Ibu hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu pada umumnya

disertai dengan peningkatan tekanan darah di atas normal sering

dikaitkan dengan pre-eklampsia. Data sebelum kehamilan penting

diketahui oleh tenaga kesehatan untuk membedakan hipertensi kronis

(yang sudah diderita oleh ibu sebelum hamil) dengan pre-eklampsia

(Prawirohardjo, 2014: 283).

III. Nyeri hebat di daerah abdominopelvikum

Apabila terjadi nyeri hebat di daerah abdominopelvikum pada

kehamilan trimester kedua atau ketiga dan disertai riwayat dan tanda-

tanda di bawah ini, maka diagnosisnya mengarah pada solusio

plasenta, baik dari jenis yang disertai perdatahaan (revealed) maupun

tersembunyi (concealed) (Prawirohardjo, 2014: 283).

IV. Sakit kepala yang hebat, menetap yang tidak hilang

Sakit kepala hebat dan tidak hilang dengan istriahat adalah gejala

pre-eklampsia (Tyastuti, 2016: 72).

V. Perubahan visual secara tiba-tiba (pandangan kabur)

Masalah penglihatan pada ibu hamil yang secara ringan dan tidak

mendadak kemungkinan karena pengaruh hormonal. Tetapi kalau


22

perubahan visual yang mendadak misalnya pandangan kabur atau

berbayang dan disertai sakit kepala merupakan tanda pre-eklampsia

(Tyastuti, 2016: 72).

F. Kebutuhan Ibu Hamil

I. Kebutuhan oksigen

Pada kehamilan terjadi perubahan pada sistem respirasi untuk

dapat memenuhi kebutuhan O2, di samping itu terjadi desakan

diafragma karena dorongan rahim yang membesar. Sebagai

kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang

meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam. Hal ini akan

berhubungan dengan meningkatnya aktifitas paru-paru oleh karena

selain untuk mencukupi kebutuhan O2 ibu, juga harus mencukupi

kebutuhan O2 janin (Tyastuti, 2016: 47).

II. Kebutuhan nutrisi

Makanan yang dikonsumsi ibu hamil harus disesuaikan dengan

keadaan berat badan ibu hamil. Bila berat badan berlebihan sebaiknya

ibu hamil mengurangi makan-makanan yang mengandung karbohidrat

seperti: nasi, tepung, sagu, dll. Pada kehamilan trimester tiga

sebaiknya ibu hamil memperbanyak makan sayur-sayuran, buah-

buahan, dan yang mengandung zat besi seperti telur, hati, dan daging

untuk menghindari terjadian konstipasi, bila terjadi bengkak pada kaki,

ibu hamil dianjurkan mengurangi makanan yang mengandung garam

(Salmah dkk, 2013).


23

III. Kebutuhan personal hygiene

Pada ibu hamil karena bertambahnya aktifitas metabolisme tubuh

maka ibu hamil cenderung menghasilkan keringat yang berlebih,

sehingga perlu menjaga kebersihan badan secara ekstra disamping itu

menjaga kebersihan badan juga dapat untuk mendapatkan rasa nyaman

bagi tubuh (Tyastuti, 2016: 48).

IV. Pakaian

Pakaian yang dianjurkan untuk ibu hamil adalah pakaian yang

longgar, nyaman dipakai, tanpa sabuk atau pita yang menekan bagian

perut atau pergelangan tangan karena akan mengganggu sirkulasi

darah. Stocking tungkai yang sering dikenakan sebagian wanita tidak

dianjurkan karena dapat menghambat sirkulasi darah. Pakaian dalam

atas dianjurkan yang longgar dan mempunyai kemampuan untuk

menyangga payudara yang makin berkembang (Tyastuti, 2016: 50).

V. Kebutuhan seksual

Hubungan seksual disarankan tidak dilakukan pada ibu hamil

menurut Tyastuti (2016: 51) apabila:

a. Terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran caian disertai rasa nyeri

atau panas

b. Terjadi perdarahan saat seksual

c. Terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak

d. Terdapar perlukaan di sekitar alat kelamin bagian luar

e. Serviks telah membuka


24

f. Plasenta telah membuka

g. Plasenta letak rendah

h. Wanita yang sering mengalami keguguran, persalinan preterm,

mengalami kematian dalam kandungan atau sekitar 2 minggu

menjelang persalinan.

VI. Mobilisasi dan body menanic

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara

bebas, mudah dan teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka

pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Manfaat mobilisasi adalah:

sirkulasi darah menjadi baik, nafsu makan bertambah, pencernaan

lebih baik dan tidur lebih nyenyak. Gerak badan yang melelahkan,

gerak badan yang menghentak atau tiba-tiba dilarang untuk dilakukan.

Dianjurkan berjalan-jalan pagi hari dalam udara yang bersih, masih

segar, gerak badan ditempat: berdiri-jongkok, terlentang kaki diangkat,

terlentang perut diangkat, melatih pernafasan. Latihan : normal tidak

berlebihan, istirahat bila lelah (Tyastuti, 2016: 54).

VII. Exercise atau senam hamil

Berolah raga membuat tubuh seorang wanita menjadi kuat. Selama

masa kehamilan, olah raga dapat membantu tubuhnya siap untuk

menghadapi persalinan. Wanita dapat berolah raga sambil mengangkat

air, bekerja di ladang, menggiling padi, mengejar anak-anaknya dan

naik turun bukit. Bagi wanita yang bekerja sambil duduk atau bekerja

di rumah biasanya membutuhkan olah raga, misalnya berjalan kaki,


25

melakukan kegiatan-kegaitan fisik atau melakukan bentuk-bentuk olah

raga lainnya (Tyastuti, 2016: 55).

G. Masalah pada Kehamilan Trimester III

I. Keputihan

Keputihan yang terjadi pada ibu hamil trimester III akibat adanya

peningkatan produksi kelenjar dan lendir endoservikal sebagai akibat

peningkatan estrogen. Untuk mengatasi hal ini adalah memperhatikan

kebersihan tubuh pada area genitalia. Membersihkan area genitalia

yang dibersilkan dari arah depan ke belakang atau bagian vagina ke

arah anus. Mengganti celana dalam yang rutin merupakan anjuran

untuk menjaga kebersihan genitalia ibu hamil. Hal yang tidak

dianjurkan adalah melakukan semprotan atau douch untuk menjaga

kebersihan genitalia (Marmi.2014: 132).

II. Sering buang air kecil

Peningkatan berkemih pada trimester ke III yang paling sering

dialami oleh ibu hamil primigravida setelah terjadinya lightening

karena hal ini dapat menyebabkan kepala janin yang terus dan akan

menyebabkan penekatan pada kandung kemih (Marmi.2014:134).

Selain itu, terjadi perubahan pada pelvis ginjal dan ureter sehingga

tidak mampu menampung urine dalam jumlah besar (Kusmiyati, 2010:

68). Cara mengantisipasi terjadinya hal ini adalah dengan segera

mengosongkan kandung kemih bila merasakan ingin BAK, minum

perbanyak pada siang dan jangan mengurangi minum dimalam hari.


26

Batasi minum minuman yang mengandung kafein. Untuk mengurangi

diuresis dapat dilakukan tidur dengan posisi kaki lebih ditinggikan dari

pada kepala (Marmi.2014:134).

III. Konstipasi

Relaksasi pada usus halus yang dapat menyebabkan penyerapan

makanan menjadi lebih maksimal. Relaksasi pada usus besar terjadi

pada usus besar sehingga menyebabkan penyerapan air menjadi lebih

lama. Cara mengatasinya yaitu dengan meningkatkan intake cairan dan

diet tinggi serat. Istirahat cukup, senam hamil juga anjurkan dalam hal

ini. Jangan menahan BAB artinya BAB secara teratur dan segera

setelah terdapat dorongan (Hani.dkk.2011:55)

IV. Hemorrhoid

Hemoroid terjadi ketika telah mengalami konstipasi. Selain itu,

uterus yang membesar secara umum mengakibatkan peningkatkan

tekanan pada vena rektum yang mengeluarkan banyak tekanan lebih

besar. Cara mengatasi hal ini yaitu hindari memaksa untuk mengejan,

mandi dengan air hangat sangat berguna untuk peredaran sirkulasi

darah, senam kegel sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini (Irianti

dkk. 2014: 136).

V. Sesak nafas

Dengan semakin membesarnya uterus, maka akan mengalami

desakan pada diagfragma sehingga naik 4 cm. Peningkatan

progesteron menyebabkan peningkatan pusat saraf untuk konsumsi


27

oksigen, sehingga ibu membutuhkan cara mengatur pernafasan,

mendorong postur tubuh yang baik untuk pernafasan interkosta. Dalam

pengaturan posisi ibu yang baik adalah dengan berbaring semifowler.

Istirahat dengan teratur, juga dapat dilakukan dengan latihan

pernapasan atau senam hamil (Hani dkk, 2011: 64)

VI. Pusing

Pusing pada ibu hamil disebabkan karena ketegangan otot, dan

keletihan, pengaruh hormon, tegangan mata sekunder terhadap

perubahan okuler, kongesti hidung, dinamika cairan saraf yang

berubah dan alkalosis pernapasan ringan. Cara mencegah pusing pada

ibu hamil dengan cara teknik relaksasi, masase leher dan otot bahu,

dan mandi air hangat (Dewi dan Sunarsih, 2015: 140).

VII. Varises pada kaki dan vulva

Varises dapat terjadi oleh karena bawaan keluarga (turunan), atau

oleh karena peningkatan hormone estrogen sehingga jari elastic

menjadi rapuh. Varises juga terjadi oleh meningkatnya jumlah darah

pada vena bagian bawah. Cara mengatasinya dengan cara melakukan

olahraga secara teratur, menghindari duduk atau berdiri dalam jangka

waktu lama, memakai sepatu dengan telapak yang berisi bantalan,

menghindari pakaian yang ketat, berbaring dengan kaki ditinggikan

atau bersandar di dinding (Tyastuti, 2016: 143).


28

VIII. Nyeri ligamentum rotundum

Hipertropi dan peregangan ligamentum selama kehamilan, tekanan

dari uterus pada ligamentum. Cara mengatasinya dengan cara tekuk

lutut ke arah abdomen, mandi air hangat, gunakan bantalan pemanas

pada area yang terasa sakit hanya jika diagnosa lain tidak melarang,

topang uterus dengan bantal dibawahnya dan sebuah bantal diantara

lutut pada waktu berbaring miring. Tanda bahaya selalu lakukan

diagnosis untuk mengenyampingkan apendikitis, peradangan kantung

empedu (Kusmiyati, 2009: 128).

IX. Nyeri punggung

Nyeri punggung biasa terjadi pada ibu hamil akibat perubahan

postur ibu, peningkatan ukuran dan berat rahim, pembesaran janin

regangan otot dan sendi panggul akibat melunaknya ligament

(softening). Cara mengatasinya: postur tubuh yang baik, hindari

mengangkat beban yang terlalu berat, jangan memakai sepatu berhak

tinggi agar distribusi beban merata, pijatan ringan untuk mengobati

nyeri, kompres dengan air hangat dan dingin secara bergantian,

pemakaian korset penyangga khusus atas saran dokter (Kusmiyati,

2009:128).

X. Anemia

Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah

merah atau hemoglobin. Kadar Hb minimal pada ibu hamil trimester I

dan III yaitu 11 g/dl dan kadar Hb pada ibu hamil trimester II yaitu
29

10,5 g/dl (Kemenkes RI, 2013: 160). Gejala anemia dapat berupa

kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel

kuku, gangguan system neuromuskular, lesu, lemah, lelah, dan

pembesaran kelenjar limfa (Barus dkk, 2017: 558). Derajat anemia

berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO, anemia ringan apabila

Hb 8-9,9 gram/dl, anemia sedang apabila Hb 6-7,9 gram/dl, dan

anemia berat apabila Hb < 6 gram/dl (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Etiologi anemia menurut Barus dkk (2017: 558) yaitu kekurangan

zat besi. Penyebab lain termasuk infeksi, gangguan pembekuan sel

darah, defisiensi folat, dan Vitamin B12. Faktor risiko terjadinya

anemia adalah status ekonomi dan social yang rendah, paritas ibu.

Patofisiologi terjadinya anemia yaitu peningkatan plasma saat

kehamilan mengakibatkan meningkatnya volume darah ibu.

Peningkatan plasma tersebut tidak mengalami keseimbangan dengan

jumlah sel darah merah sehingga mengakibatkan terjadinya

penuruanan kadar Hb. Pada ibu yang sebelumnya menderita anemia,

hemodilusi mengakibatkan kadar Hb dalam tubuh ibu semakin encer,

akibatnya transport oksigen dan nutrisi pada sel akan terganggu dan

menyebabkan terjadinya gejala lemah, letih, lesu, dan mengantuk

(Barus dkk, 2017: 558).

Komplikasi terhadap ibu, termasuk gejala kardiovaskuler,

menurunnya kinerja fisik dan mental, penurunan fungsi kekebalan

tubuh dan kelelahan. Dampak terhadap janin termasuk gangguan


30

pertumbuhan janin dalam Rahim, prematuritas, kematian janin dalam

rahim, pecahnya ketuban, cacat pada persyarafan, dan berat badan lahir

rendah (Barus dkk, 2017: 558).

Asuhan yang perlu diberikan bidan atau dokter kandungan yaitu

memberikan edukasi kesehatan mengenai diet pasien. Ibu hamil harus

didorong untuk makan makanan kaya-besi seperti sayuran berdaun

hijau, bayam, mustard, lobak hati hijau, bijirin, dan kacang-kacangan.

Ibu hamil juga dilarang minum teh atau kopi karena dapat

mengganggu penyeraban zat besi (Hollingworth, 2011: 6).

XI. Kurang Energi Kronis (KEK)

Kurang energi kronis (KEK) adalah kekurangan energi kalori dan

protein dalam jangka waktu yang lama. Diagnosis dapat ditegakkan

apabila dilakukan pemeriksaan lingkar lengan atas < 23,5 cm. faktor

predisposisi terjadinya KEK yaitu apabila asupan nutrisi yang kurang

dan terdapat faktor medis, misalnya adanya penyakit kronik

(Kemenkes RI, 2013: 210).

Bila ibu mengalami risiko KEK selama hamil akan menimbulkan

masalah, baik pada ibu maupun pada janin. KEK pada ibu hamil dapat

menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu, antara lain anemia,

perdarahan, berat badan ibu tidak beryambah secara normal, dan

terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan

dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum

waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta persalinan.


31

dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu hamil dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran,

abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada

bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat

badan lahir rendah (BBLR). Bila BBLR bayi mempunyai risiko

kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan

perkembangan anak (Sandjaja, 2009: 129).

Cara mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan

wanita subur sudah mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA

tidak kurang dari 23,5 cm. apabila LILA ibu sebelum hamil kurang

dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak

berisiko melahirkan BBLR (Sandjaja, 2009: 129).

Penatalaksanaan KEK pada ibu hamil menurut Supariasa dalam

Yulianana (2015: 12) yaitu :

a. Makan makanan sesuai pedoman gizi seimbang

b. Melakukan pengukuran LILA secara teratur

c. Memeriksakan kehamilan (ANC) secara teratur

d. Makan makanan tambahan untuk ibu hamil yang sudah dianjurkan

oleh pemerintah setiap hari sebanyak 3 keping biskuit

H. Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR)

I. Definisi

Cara untuk mendeteksi dini kehamilan berisiko menggunakan skor

Poedji Rochjati (Rochjati, 2011).


32

II. Klasifikasi

Berdasarkan jumlah skor kehamilan menurut Rochjati (2011)

dibagi menjadi tiga kelompok yaitu.

a. Kehamilan risiko rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Persalinannya ditolong oleh bidan di tempat praktik mandiri.

b. Kehamilan risiko tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

Persalinannya harus ditolong oleh bidan dan dokter di puskesmas

atau dirumah sakit.

c. Kehamilan risiko sangat tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥12

Persalinan di rumah sakit dan di tangani oleh Dokter Spesialis

Obgyn.

III. Tujuan

a. Melakukan pengelompokan sesuai dengan risiko kehamilannya,

dan mempersiapkan tempat persalinan yang aman sesuai dengan

kebutuhannya

b. Melakukan pemberdayaan terhadap ibu hamil, suami, maupun

keluarga agar mempersiapkan mental, biaya untuk rujukan

terencana.

IV. Fungsi

a. Alat komunikasi untuk edukasi kepada ibu hamil, suami maupun

keluarga untuk kebutuhan pertolongan mendadak ataupun rujukan

terencana.
33

b. Alat peringatan bagi petugas kesehatan. Semakin tinggi skor, maka

semakin intensif pula perawatan dan penanganannya.

(Rochjati, 2011)

V. Cara pemberian skor

a. Kondisi ibu hamil umur, paritas dan faktor risiko diberi nilai 2, 4,

dan 8.

b. Pada umur dan paritas diberi skor 2 sebagai skor awal.

c. Tiap faktor risiko memiliki skor 4 kecuali pada letak sungsang,

luka bekas sesar, letak lintang, perdarahan antepartum, dan

preeklamsia berat/eklamsia diberi skor 8.

(Rochjati, 2011)

VI. Faktor risiko dan skor

a. Ibu terlalu muda, hamil ≤ 16 tahun mendapat skor 4

b. Ibu terlalu lambat hamil yang pertama, usia perkawinan ≥ 4 tahun

atau terlalu tua, hamil pertama ibu berusia ≥ 35 tahun mendapat

skor 4.

c. Ibu terlalu cepat hamil lagi (jarak kehamilan dengan anak terakhir)

< 2 tahun mendapat skor 4.

d. Ibu terlalu lama hamil lagi (jarak kehamilan dengan anak terakhir)

≥ 10 tahun mendapat skor 4.

e. Ibu yang terlalu banyak anak dengan jumlah anak 4 atau lebih

mendapat skor 4.

f. Usia ibu yang terlalu tua ≥ 35 tahun mendapat skor 4.


34

g. Tinggi badan ibu ≤ 145 cm mendapat skor 4.

h. Ibu pernah mengalami keguguran (kegagalan kehamilan) mendapat

skor 4.

i. Ibu pernah melahirkan dengan: tarikan tang atau vakum ekstraksi,

uri dirogoh dan diberi infus/transfusi darah masing-masing

mendapat skor 4.

j. Ibu dengan riwayat operasi sesar mendapat skor 8.

k. Ibu dengan riwayat penyakit: kurang darah, malarian, TBC paru,

payah jantung (asma), diabetes, dan penyakit menular seksual

masing-masing mendapat skor 4.

l. Bengkak pada muka/ tangkai dan tekanan darah tinggi mendapat

skor 4.

m. Ibu hamil kembar 2 atau lebih mendapat skor 4.

n. Ibu hamil dengan hidramnion (kembar air) mendapat skor 4.

o. Ibu dengan riwayat bayi mati di dalam kandungan mendapat skor

4.

p. Ibu dengan riwayat kehamilan lebih bulan mendapat skor 4.

q. Ibu dengan riwayat bayi letak sungsang mendapat skor 8.

r. Ibu dengan riwayat bayi letak lintang mendapat skor 8.

s. Ibu yang mengalami perdarahan pada kehamilan saar ini mendapat

skor 8.

t. Ibu dengan pre-eklampsia berat/kejang-kejang mendapat skor 8.

(KIA, 2016: 92)


35

I. Asuhan Kehamilan (Antenatal Care)

I. Pengertian asuhan kehamilan

Filosofi kebidanan dalam asuhan antenatal adalah nilai atau

keyakinan atau kepercayaan yang mendasari bidan untuk berperilaku

dalam memberikan asuhan kehamilan. Asuhan kebidanan pada ibu

hamil harus diberikan secara komprehensif atau menyeluruh, meliputi

biopsikososial spiritual (2016: 5).

II. Tujuan asuhan kehamilan

Menurut Sulistyawati (2013: 4), tujuan asuhan kehamilan adalah

sebagai berikut:

a. Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu

dan tumbuh kembang janin.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental serta

sosial ibu dan bayi.

c. Menemukan secara dini adanya masalah atau gangguan dan

kemungkinan komplikasi yang terjadi selama masa kehamilan.

d. Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat, baik

ibu maupun bayi, dengan trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI ekslusif

berjalan normal.

f. Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik

dalam memelihara bayi agar dapat tumbuh dan berkembang secara

normal.
36

III. Standar asuhan kehamilan

a. Kunjungan antenatal care (ANC)

Kunjungan antenatal care (ANC), minimal:

1. Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0-13 minggu)

2. Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 14-27 minggu)

3. Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 28-40 minggu)

(Sulistyawati, 2013: 4)

Sedangkan menurut World Health Organization (WHO),

kunjungan antenatal care (ANC) dijadwalkan dengan interval 4

minggu sampai 28 minggu, kemudian setiap 2 minggu sampai 36

minggu, dan setelah itu setiap minggu sampai bayi lahir

(Cunningham, 2012: 208).

b. Pelayanan standar yaitu 10T

Ibu hamil harus mendapatkan pelayanan pemeriksaan

kehamilan yang meliputi:

1. Pengukuran tinggi badan satu kali dan penimbangan berat

badan setiap kali periksa

Bila tinggi badan <145 cm, maka faktor risiko panggul

sempit, kemungkinan sulit melahirkan secara normal (KIA,

2016: 1). Panggul dikatakan sempit apabila ukurannya 1-2 cm

kurang dari ukuran yang normal (Sofian, 2011: 227).

Klasifikasi panggul sempit sebagai berikut:


37

a) Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)

Pembagian kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)

adalah sebagai berikut:

1) Tingkat I : conjugata vera 9-10 cm (borderline)

2) Tingkat II : conjugata vera 9-8 cm (relatif)

3) Tingkat III : conjugata vera 6-8 cm (ekstrim)

4) Tingkat IV : conjugata vera 6 cm (mutlak/absolut)

(Sofian, 2011: 227)

b) Kesempitan midpelvis

Ksempitan midpelvis dapat terjadi apabila diameter

interspinarum 9 cm, atau kalau diameter transversa sagitalis

posterior < 13,5 cm. Kesempitan ini hanya dapat dipastikan

melalui Rontgen pelvimetri (Sofian, 2011: 227).

c) Kesempitan outlet

Kesempitan outlet terjadi apabila transversa dan diameter

sagitalis posterior < 15 cm. Kesempitan outlet meskipun

tiak menghalangi lahirnya janin, namun dapat

menyebabkan perineal rupture yang hebat, arena arkus

pubis sehingga kepala janin terpaksa melalui ruangan

belakang (Sofian, 2011: 228).

Sejak bulan ke-4 pertambahan berat badan paling sedikit 1

kg/bulan (KIA, 2016: 1). Rata-rata total pertambahan berat

badan ibu hamil berkisar 10-15 kg yaitu 1 kg/bulan pada


38

trimester I dan mulai trimester II sampai II rata-rata

pertambahan berat badan adalah 0,3-0,7 kg/minggu (Aritonang

dalam Marindratama, 2014: 1).

2. Pengukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap kali kunjungan

antenatal. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi adanya

hipertensi pada kehamilan dan preeklamsia. Hipertensi adalah

tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90

mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam

pada wanita yang sebelumnya normotensi (Yosefni, dkk. 2017:

308).

Jika ditemukan tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg) pada

ibu hamil dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar protein urine

dengan tes celup urine atau protein urine 24 jam untuk

menentukan diagnosis. Selain pengukuran tekanan darah dan

protein urine terdapat 3 pemeriksaan untuk skrining

preeklamsia pada pelayanan antenatal yang dilakukan pada

trimester dua pada usia kehamilan 16-24 minggu menurut

Yosefni (2017: 310-311), yaitu:

a) Body mass indek (BMI) sering dikenal juga sebagai IMT

(indeks masa tubuh) merupakan hasil perhitungan yang

menggambarkan lemak tubuh didasarkan pada


39

perbandingan berat badan dan tinggi badan. Penilaian body

mass indeks dilakukan dengan perhitungan berikut:

BB : berat badan dalam kilogram

TB : tinggi badan dalam meter

Ibu hamil dikatakan berisiko mengalami preeklamsi apabila

ibu hamil memiliki BMI lebih dari 29 kg/m2

b) Biofisik. Pemeriksaan biosfisik dilakukan dengan

menghitung mean arterial pressure (MAP). MAP dihitung

dengan cara sebagai berikut.

Apabila nilai MAP ≥90 mmHg maka ibu hamil berisiko

mengalami preeklampsia. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa MAP trimester 2 ≥90 mmHg berisiko

3,5 kali untuk terjadinya preeklampasi, dan tekanan darah

diastole ≥75 mmHg pada usia kehamilan 13-20 minggu

berisiko 2,8 kali untuk terjadinya preeklampsia. MAP

merupakan prediktor yang lebih baik dari pada tekanan

darah sistole, diastole, atau peningkatan tekanan darah,

pada trimester pertama dan kedua kehamilan.

c) Roll-over test. Pemeriksaan roll-over test (ROT) adalah

mengukur tekanan darah ibu hamil dengan posisi berbaring


40

miring dan santai. Selanjutnya, ibu diminta untuk berbaring

terlentang selama 5 menit dan dilakukan pengukuran

tekanan darah kembali. Apabila tekanan darah diastolik saat

miring dikurangi tekanan darah diastolik saat telentang ≥20

mmHg maka dapat disimpulkan ROT positif (+) dan

berisiko mengalami preeklampsia.

Secara keseluruhan skrining preeklampsia pada kehamilan

16-24 minggu dilakukan dengan menilai kondisi sebagai

berikut:

1) Usia: apabila usia ≤20 tahun atau ≥35 tahun dan atau

terdapat riwayat hipertensi kronis, diabetes melitus (DM),

kelainan jantung atau ginjal.

2) BMI ≥29/kg/mm2

3) MAP ≥90 mmHg

4) ROT ≥20 mmHg

Jika hasil skrining didapatkan hasil positif ≥ 2, maka ibu

hamil memiliki risiko untuk mengalami risiko untuk

mengalami preeklamsia.

3. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)

LILA diukur satu kali selama kehamilan. Bila < 23,5 cm

menunjukkan ibu hamil menderita KEK (Kurang Energi

Kronis) dan berisiko melahirkan BBLR (Bayi Berat Lahir

Rendah) (KIA, 2016: 1). LILA diukur dengan menggunakan


41

pita pengukur LILA dan dilakukan pada bagian lengan yang

tidak dominan digunakan. Cara pengukuran LILA yaitu dengan

menentukan titik acromion dengan radiale. Kemudian ukur

jarak acromion- radiale dengan posisi lengan pasien ditekuk

90o dan diberi tanda pada titik tengan acromion-radiale. Setelah

itu luruskan lengan pasien dan dalam posisi relaks ukur LILA

dengan pita pengukur melewati titik tenan lengan (Widardo

dkk. 2017: 19).

4. Pengukuran tinggi rahim

Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat

pertumbuhan janin apakah sesuai dengan usia kehamilan (KIA,

2016: 1). Cara mengukur tinggi Rahim dilakukan dengan cara

palpasi menurut Leopold, yaitu:

a) Leopold I

Tujuan dilakukannya Leopold I yaitu untuk mengetahui

letak fundus uteri dan bagian janin yang terdapat pada

bagian fundus uteri (Wahyuningsih dan Tyastuti, 2016: 55).

Variasi Mc. Donald adalah setelah diketahui tinggi fundus,

lakukan pengukuran dimulai dari simfisis sampai dengan

fundus dengan posisi meteran terbalik (Kamariyah, dkk,

2014: 53). Menurut Sofian (2011: 39) Leopold I dilakukan

dengan cara:

1) Pemeriksa menghadap ke arah muka ibu hamil


42

2) Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang

terdapat dalam fundus

3) Konsistensi uterus

Gambar 2.2 Leopold I


(Sumber: Sofian, 2011: 39)

Hasil dari Leopold I yaitu (a) apabila teraba bagian

janin yang keras, bundar dan melenting, maka

interpretasinya bagian yang berada di area fundus uteri

adalah kepala; (b) apabila deskripsi hasil perabaan fundus

uteri menunjukkan adanya bagian janin yang kurang

bundar, lunak dan tidak melenting, maka interpretasinya

adalah bagian janin yang berada di area fundus uteri adalah

bokong (Wahyuningsih dan Tyastuti, 2016: 55); (c) jika

fundus teraba kosong apabila janin melintang dalam uterus,

dan (d) tinggi fundus uteri diukur menurut pertambahan per

tiga jari (dalam tabel 2.) (Kamariyah, dkk, 2014: 53).


43

b) Leopold II

Tujuan dilakukan Leopold II yaitu untuk mengetahui

bagian janin yang ada di sebelah kanan atau kiri ibu

(Sulistyawati, 2013: 91). Variasi dalam Leopold II yaitu

variasi Budin dan Ahlfeld. Variasi menurut Budin yaitu

menentukan letak punggung dengan satu tangan menekan

di bagian fundus. Variasi menurut Ahlfeld yaitu

menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri

diletakkan tegak di tengah perut (Sofian, 2011: 40).

Menurut Sofian (2011: 40) Leopold II dilakukan dengan

cara:

1) Menentukan batas samping Rahim kanan-kiri

2) Menentukan letak punggung janin

3) Pada letak lintang, tentukan letak kepala janin

Gambar 2.3 Leopold II


(Sumber : Sofian, 2014: 40)

Hasil Leopold II pada letak kepala dan sungsang yaitu:

(a) apabila deskripsi rabaan menunjukkan tahanan

memanjang pada sisi lateral kanan ibu, maka


44

interpretasinya adalah letak memanjang punggung kanan,

maka bagian-bagian kecil janin berada pada sisi kiri; dan

(b) apabila deskripsi tahanan memanjang pada sisi lateral

kiri ibu, maka interpretasinya adalah letak memanjang

punggung kiri, maka bagian-bagian kecil janin berada pada

sisi kanan. Hasil Leopold II pada letak lintang, yaitu: pada

sisi lateral ibu akan teraba bagian yang kosong, karena

bagian punggung janin atau bagian kecil janin berada pada

area presentasi atau pada area fundus (Wahyuningsih dan

Tyastuti, 2016: 57-58).

c) Leopold III

Tujuan dilakukan Leopold III yaitu untuk membedakan

bagian presentasi dari janin dan memastikan apakahbagian

terendah janin masuk panggul (Wahyuningsih dan Tyastuti,

2016: 55). Variasi menurut Knebel yaitu menentukan letak

kepala atau bokong dengan satu tangan di fundus dan

tangan lain di atas simfisis (Sofian. 2011: 39). Menurut

Sofian (2011: 40) Leopold III dilakukan dengan cara:

1) Menentukan bagian terbawa janin

2) Menentukan apakah bagian terbawah tersebut sudah

masuk ke pintu atas panggul atau masih dapat

digerakkan
45

Gambar 2.4 Leopold III


(Sumber : Sofian, 2014: 40)

Hasil Leopold III yaitu: (a) apabila deskripsi rabaan

janin menunjukkan adanya bagian yang keras, bundar dan

melenting di area bawah rahim berarti menunjukkan

interpretasi presentasi atau bagian terendah janin adalah

kepala; (b) apabila deskripsi rabaan menunjukkan adanya

bagian yang lunak, kurang bundar dan tidak melenting

berarti menunjukkan interpretasi presentasi bokong; (c)

apabila area bawah rahim teraba kosong, berarti peluangnya

adalah letak lintang, sehingga bagian presentasi tidak teraba

adanya bagian janin; dan (d) apabila tidak dapat

digoyangkan, berarti interpretasinya adalah bagian terendah

janin sudah masuk panggul, tetapi apabila bagian terendah

janin masih bisa digoyangkan, maka interpretasinya adalah

bagian terendah janin belum masuk panggul

(Wahyuningsih dan Tyastuti, 2016: 58).


46

d) Leopold IV

Tujuan dilakukan Leopold IV yaitu untuk meyakinkan

hasil yang ditemukan pada pemeriksaan Leopold III dan

untuk mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah

masuk panggul (Wahyuningsih dan Tyastuti, 2016: 55).

Menurut Sofian (2011: 40) Leopold IV dilakukan dengan

cara:

1) Pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu hamil

2) Dapat juga menentukan apa bagian terbawah janin dan

berapa janin sudah masuk pintu atas panggul

Gambar 2.5 Leopold IV


(Sumber : Sofian, 2014: 40)

Hasil dari Leopold IV yaitu: (a) apabila perabaan kedua

ujung telapak tangan pemeriksa menunjukkan adanya

konvergen (cembung), interpretasinya adalah bagian

terendah janin sebagian besar belum masuk panggul atau

sebagian kecil saja yang masuk panggul; (b) apabila

gambaran kedua ujung telapak tangan menunjukkan


47

divergen/membuka, maka interpretasinya adalah bagian

terendah janin belum masuk panggul (Wahyuningsih dan

Tyastuti, 2016: 58).

5. Penentuan letak janin (presentasi janin) dan perhitungan denyut

jantung janin (DJJ)

Apabila trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau

kepala belum masuk panggul, kemungkinan ada kelainan letak

atau ada masalah lain, bila denyut jantung janin kurang dari

120 kali/menit atau lebih dari 160 kali/menit menunjukkan ada

tanda gawat janin (KIA, 2016: 2).

6. Penentuan status imunisasi tetanus toksoid (TT)

Bila dibutuhkan mendapatkan suntikan tetanus toksoid

maka akan dilakukan imunisasi TT oleh petugas kesehatan

sesuai anjuran petugas kesehatan untuk mencegah tetanus pada

ibu dan bayi.

Tabel 2.2
Rentang Waktu Pemberian Imunisasi TT

Imunisasi Selang waktu Lama perlindungan


TT minimal
TT 1 Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit tetanus
TT 2 1 bulan setelah 3 tahun
TT 1
TT 3 6 bulan setelah 5 tahun
TT 2
TT 4 12 bulan setalah 10 tahun
48

TT 2
TT 4 12 bulan setelah >25 tahun
TT 3
Sumber: KIA, 2016, Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Kemenkes RI, Jakarta,
halaman 2.

7. Pemberian tablet tambah darah (Fe)

Ibu hamil sejak awal kehamilan minum 1 tablet tambah

darah (Fe) setiap hari minimal 90 hari. Tablet tambah darah

diminum pada malam hari untuk mengurangi mual (KIA, 2016:

2).

8. Tes laboratorium

a) Pemeriksaan rutin

1) Tes hemoglobin untuk mengetahui apakah ibu

kekurangan darah (anemia).

2) Tes pemeriksaan urine (air kencing) untuk mengetahui

apakah ada protein urine atau glukosa urin.

3) Tes golongan darah dilakukan 1 kali apabila belum

diketahui golongan darah ibu.

b) Pemeriksaan khusus

Tes pemeriksaan darah lainnya misalnya sesuai indikasi

seperti malaria, HIV, Sifilis, HbsAg dan lain-lain.

(KIA, 2016: 2)

9. Konseling atau penjelasan

Tenaga kesehatan memberi penjelasan mengenai perawatan

kehamilan, pencegahan kelainan bawaan, persalinan dan


49

inisiasi menyusui dini (IMD), nifas, perawatan bayi baru lahir,

ASI eksklusif, keluarga berencana (KB) dan imunisasi pada

bayi. Penjelasan ini diberikan secara bertahap pada saat

kunjungan ibu hamil (KIA, 2016: 1).

10. Tata laksana atau mendapat pengobatan

Jika ibu mengalami masalah kesehatan pada saat hamil

maka dilaksanakan tata laksana atau mendapat pengobatan

(KIA, 2016: 1).

2.2 Konsep Dasar Persalinan

A. Definisi Persalinan

I. Pengertian

Persalinan (labor) adalah fungsi yang dimiliki wanita untuk

mengeluarkan bayi melalui vagina ke dunia luar dimulai kala I yang

diawali dengan munculnya kontraksi uterus yang teratur dan berakhir

ketika ostium uteri berdilatasi secara lengkap dan mendatar dengan

vagina, dilanjutkan dengan kala II dimulai dari akhir kala I sampai

sampai pengeluaran bayi secara lengkap, kemudian kala II dimulai dari

pengeluaran bayi hingga plasenta dan selaput ketuban dikeluarkan, dan

kala IV terjadi satu hingga dua jam setelah melahirkan, ketika tonus

uterus telah stabil (Dorland, 2011: 602).


50

II. Jenis-jenis persalinan

Menurut Jannah (2014: 2), persalinan dibagi menjadi empat

macam berdasarkan usia kehamilannya yaitu:

a. Abortus (keguguran)

Penghentian dan pengeluaran hasil konsepsi dari jalan lahir

sebelum mampu hidup di luar kandungan. Biasanya usia kehamilan

mencapai kurang dari 28 minggu dan berat janin kurang dari 1.000

gram (Jannah, 2014: 2).

b. Partus prematurus

Pengeluaran hasil konsepsi dari jalan lahir baik secara spontan

maupun buatan sebelum usia kehamilan 28-36 minggu dan berat

janin kurang dari 2.499 gram (Jannah, 2014: 2).

c. Partus matures atau aterm (cukup bulan)

Pengeluaran hasil konsepsi baik secara spontan maupun buatan

pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat janin lebih dari

2.500 gram (Jannah, 2014: 2).

d. Partus postmatururs (serotinus)

Pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan ataupun buatan

dengan usia kehamilan melebihi 42 minggu dan tampak tanda-

tanda janin postmatur (Jannah, 2014: 2).

Sedangkan menurut Damayanti dkk (2014: 4), berdasarkan proses

berlangsungnya persalinan dibedakan menjadi tiga yaitu:


51

a. Persalinan spontan

Bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri

dan melalui jalan lahir (Damayanti dkk, 2014: 4).

b. Persalinan buatan

Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misaknya

ekstraksi dengan forceps/vakum, atau dilakukan operasi Sectio

Caesarea (Damayanti dkk, 2014: 4).

c. Persalinan anjuran

Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar

untuk hidup di luar, tetapi tidak sedemikian besarnya sehingga

menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Persalinan kadang-

kadang tidak mulai segera dengan sendirinya tetapi baru bisa

dilakukannya amniotomi/pemecahan ketuban atau dengan induksi

persalinan yaitu pemberian pitocin atau prostaglandin (Damayanti

dkk, 2014: 4).

B. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan

Terjadinya persalinan belum diketahu secara pasti, sehingga

menimbulkan beberapa teori sebagai berikut:

I. Teori penurunan kadar hormone progresteron

Pada akhir kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron yang

mengakibatkan peningkatan uterus karena sintesa prostaglandin di

chorioamnion (Oktarina, 2016: 3).


52

II. Teori rangsangan estrogen

Estrogen menyebabkan iritability miometrium, estrogen

memungkinkan sintesa prostaglandin pada decidua dan selaput

ketuban sehingga menyebabkan kontraksi uteurs miometrium

(Oktarina, 2016: 3).

III. Teori reseptor oksitosin dan kontraksi Bratox Hicks

Kontraksi persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi

berlangsyng lama dengan persiapan semakin meningkatnyareseptor

oksitoksin. Oksitoksin adalah hormon yang dokeluarkan oleh kelenhar

hipofisi parst posterior. Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada

fundus dan korpus uteri, ia makin berkurang jumlahnya di segmen

bawah rahim dan praktis tidak banyak dijumpai pada serviks uteri

(Oktarina, 2016: 3).

IV. Teori keregangan

Rahim yang menhadi besar dan meregang menyebabkan iskemia

otot-otot rahim, sehingga menganggu sirkulasi utero plasenter

(Oktarina, 2016: 3).

V. Teori fetal membrane

Mingkatnya hormon estrogen menyebabkan terjadinya esterified

yang menghasilkan acid, arachnoud acid bekerja untuk pembentukan

prostaglandin yang mengakibatkan kontraksi miometrium (Oktarina,

2016: 3-4).
53

VI. Teori plasenta sudah tua

Pada umur kehamilan 40 minggu mengakibatkan sirkulasi pada

placenta mennurun segera terjadi gehenerasi trofoblast maka akan

terjadi penurunan produksi hormone (Oktarina, 2016: 4).

VII. Teori tekanan serviks

Fetus yang berprsentasi baik dapat merangsang akhiran syaraf

sehingga mengakibatkan SAR (Segman Atas Rahim) dam SBR

(Segmen Bawah Rahim) bekerja berlawanan sehingga terjadi kontraksi

dan retraksi (Oktarina, 2016: 4).

VIII. Teori prostaglanding

Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi

otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat keluar. Prostagandin dapat

dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan. Hal ini juga didukung

dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban

maupun daerah perifer pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau

selama persalinan (Kurniarum, 2016: 4).

C. Tanda-Tanda Persalinan

I. Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat

a. Lightening

Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa

keadaannya menjadi lebih enteng. Ibu hamil akan merasa kurang

sesak, tetapi sebaliknya akan merasakan bahwa berjalan sedikit


54

lebih sukar, dan sering diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota

tubuh bawah (Kurniarum, 2016: 5).

b. Pollikasuria

Pada saat akhir bulan ke-9, hasil pemeriksaan didapatkan

epigastrum kendor, fundus uteri lebih rendah daripada

kedudukannya dan kepala janin sudah mulai masuk ke dalam pintu

atas panggul. Keadaan ini menyebabkan kandung kencing tertekan

sehingga merangsang ibu untuk sering mengalami buang air kecil

yang disebut pollikasuria (Kurniarum, 2016: 6).

c. False labor

Tiga atau empat minggu sebelum persalinan, calon ibu

diganggu oleh kontraksi pendahuluan yang sebenarnya adalah

peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks (Kurniarum, 2016: 6).

Kontraksi pendahuluan biasanya bersifat:

1. Nyeri hanya terasa di perut bagian bawah

2. Tidak teratur

3. Lamanya kontraksi pendek, tidak bertambah kuat dengan

majunya waktu dan apabila saat berjalan dapat berkurang

secara perlahan

4. Tidak mempengaruhi pendataran atau pembukaan serviks

(Kurniarum, 2016: 6)
55

d. Perubahan cervix

Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan serviks menunjukkan

bahwa serviks yang tadinya menutup menjadi panjang dan kurang

lunak, kemudian menjadi lebih lembut, dan beberapa menunjukkan

telah terjadi pembukaan dan penipisan. Perubahan ini tidaknya

sama pada setiap ibu hamil, misalnya pada multipara sudah terjadi

pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian besar masih

dalam keadaan tertutup (Kurniarum, 2016: 6).

e. Energy sport

Beberapa ibu hamil akan mengalami peningkatan energi kira-

kira 24-28 jam sebelum persalinan dimulai. Setelah beberapi

sebelumnya merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka

ibu mendapati satu hari sebelum persalinan dengan energy yang

penuh. Peningkatan energi ibu ini tampak dari aktifitas yang

dilakukannya seperti membersihkan rumah, mengepel, mencuci

perabot rumah, dan pekerjaan rumah lainnya sehingga ibu akan

kehabisan tenaga menjelang kelahiran bayi, sehingga persalinan

menjadi panjang dan sulit (Kurniarum, 2016: 6).

f. Gastrointestinal upsets

Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti

diare, konstipasi, mual, dan muntah karena efek penurunan

hormone terhadap sistem pencernaan (Kurniarum, 2016: 6).


56

II. Tanda-tanda persalinan

a. Timbulnya kontraksi uterus

Timbulnya kontraksi uterus juga disebut dengan his persalinan

yang memiliki definisi his pembukaan yang mempunyai sifat

sebagai berikut:

1. Nyeri melingkar dari punggur menyebar ke perut bagian depan.

2. Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan.

3. Sifatnya teratur, interval makin lama makin pendek dan

kekuatannya makin besar.

4. Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan

serviks.

5. Makin beraktifitas, maka ibu akan merasakan semakin kuat

kontraksi yang mengakibatkan perubahan pada serviks

(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit) dan dapat

menyebabkan pendataran, penipisan, serta pembukaan serviks.

(Kurniarum, 2016: 7)

b. Penipisan dan pembukaan servix

Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya

pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda pemula (Kurniarum,

2016: 7).

c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)

Adanya pendataran dan pembukaan, lender dari canalis

cervicalis keluar disertai dengan sedikit darah. Perrdarahan yang


57

sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian

bawah segmen bawah Rahim hingga beberapa capilair darah

terputus (Kurniarum, 2016: 7).

d. Premature Rupture of Membrane

Premature rupture of membrane adalah keluarnya cairan

banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini terjadi

akibat ketuban pecah atau selaput janin robek. Ketuban biasanya

pecah kalau pembukaan lengkap atau hamper lengkap dan dalam

hal ini kelarnya cairan merupakan tanda yang lambat sekali. Tetapi

terkadang ketuban pecah pada pembukaan kecil, atau bahkan

selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun demikian,

persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban

keluar (Kurniarum, 2016: 7).

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

I. Passage

a. Bagian keras panggul

Bagian keras panggul menurut Jannah (2014: 17-18), adalah

sebagai berikut:

1. Os ileum (tulang usus) meliputi krista iliaka (batas atas

merupakan pinggir tulang yang tebal).

2. Os iskium (tulang duduk), mencakup spina iskiadika yang

terdapat di sebelah bawah tulang usus, pinggir belakang berduri

dan dibawahnya terdapat incisura iskiadika minor.


58

3. Os pubis (tulang kemaluan), meliputi fomaren obsturatorium,

ramus superior os pubis, ramus inferior os pubis, simfisis pubis,

dan arkus pubis.

4. Os sacrum (tulang kelangkang) atau promotorium.

5. Os koksigeus (tulang tungging).

Gambar 2.6 Anatomi Panggul


(Sumber : Govan dan Hodge dalam Jannah, 2014: 17)

b. Bagian lunak panggul

Bagian lunak panggul terdiri atas bagian otot dan bagian

ligamen yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Bagian otot

Bagian otot dinding panggul sebelah dalam dan yang

menutupi panggul sebelah bawah (Jannah, 2014: 18).

2. Bagian ligamen

Bagian ligamen terdiri atas ligamentum latum, ligamentum

rotundum, ligamentum infundibulo pelvikum, ligamentum


59

kardinale, ligamentum sakruouterina, dan ligamentum ovarii

proprium (Jannah, 2014: 20),

c. Bidang Hodge

Bidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai

di mana bagian terendah janin turun ke panggul pada proses

persalinan (Sulistyawati, 2013: 20). Bidang Hodge tersebut antara

lain:

1. Hodge I : bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan

bagian atas simfisis dan promotorium.

2. Hodge II : bidang yang sejajar Hodge I setinggi bagian bawah

simfisis.

3. Hodge III : bidang yang sejajar Hodge I setinggi spina

ischiadika.

4. Hodge IV : bidang yang sejajar Hodge I setinggi tulang

koksigis.

Gambar 2.7 Penurunan Kepala sesuai Bidang Hodge


(Sumber : Manuaba dalam Sulistyawati, 2013: 21)
60

d. Ukuran panggul

Ukuran panggul terdiri atas ukuran panggul luar dan ukuran

panggul dalam yaitu:

1. Ukuran panggul luar

Digunakan untuk menemukan garis besar bentuk dan

ukuran panggul apabila dikombinasi dengan pemeriksaan

dalam (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013: 21). Ukuran

panggul luar terdiri dari:

a) Distansia spinarum yaitu jarak antara kedua spina iliaka

anterior superior sinistra dan dekstra sekitar 24-26 cm.

b) Distansia kristarum yaitu jarak terpanjang antara dua

tempat yang simetris pada krista iliaka kanan dan kiri

sekiatr 28-30 cm.

c) Konjugata eksterna (boudelogue) merupakan jarak antara

bagian atas simfisis dan prosesus spinosus lumbai 5,

jaraknya 18-20 cm.

d) distansia tuberum yaitu jarak tuber ischia kanan dan kiri

yang diukur menggunakan jangka panggul sekitar 10,5 cm.

2. Ukuran panggul dalam

Ukuran panggul dalam atau biasa disebut diameter pintu

atas panggul (PAP) yang terdiri dari:

a) Konjugata diagonalis yaitu jarak dari pinggir bawah

simfisis ke promotorium sekitar 12,5 cm.


61

b) Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke

promotorium sekitar 11 cm.

c) Konjugata transversa yaitu jarak antartuberum sekitar 12-13

cm.

d) Konjugata oblik yaitu jarak dari tengah simfisis ke

promotorium sekitar 13 cm.

e) Diameter anteropoterior yaitu jarak dari pinggris bawah

simfisis ke koksigeus sekitar 11,5 cm.

f) Diameter interspinarum yaitu jarak antara spina iskiadika

kanan dan kiri sekitar 10,5 cm.

(Jannah, 2014: 25)

e. Bentuk panggul

1) Panggul antropoid

Bentuk panggul ini dimiliki oleh 35% wanita. Panggul

antropoid berbentuk lonjong seperti telur dengan diameter

anteroposterior yang lebih baik dibandingkan diameter

transversa (Jannah, 2014: 26).

2) Panggul ginekoid

Empat puluh lima persen wanita memiliki panggul ginekoid

dengan diameter anteroposterior (12,5 cm) hampir sama

dengan diameter transversa (12 cm) (Jannah, 2014: 26).


62

3) Panggul android

Bentuk panggul ini dimiliki oleh 15% wanita dan umumnya

merupakan jenis panggul pria dan diameter trnasversa dekat

dengan sacrum (Jannah, 2014: 26).

4) Panggul platipeloid

Panggul platipeloid didapati pada 5% wanita dengan ciri

mempunyai diameter transversa yang lebih besar dibandingkan

diameter anteroposterior (Jannah, 2014: 26).

Gambar 2.8 Bentuk Panggul


(Sumber : Bobak dalam Jannah, 2014: 27)
63

II. Power

Power (tenaga mengejan) meliputi his (kontraksi ritmis otot polos

uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskuler, respirasi, dan

metabolik ibu (Jannah, 2014: 14).

a. Kekuatan primer

Kontraksi primer disebut juga kontraksi involunter yang

berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada penebalan

lapisan otot di segmen uterus bagian atas. Dari titik pemicu,

kontraksi dihantarkan ke uterus bagian bawah dalam bentuk

gelombang, diselingi periode istirahat (Jannah, 2014: 14).

b. Kekuatan sekunder

Sifat kontraksi berubah segera setelah bagian presentasi

mencapai dasar panggul, yakni bersifat mendorong keluar. Ibu

merasa ingin meneran. Usaha mendorong ke bawah (kekuatan

sekunder) dibantu dengan usaha ibu yang sama dengan yang

dilakukan saat buang air besar (BAB) (Jannah, 2014: 15).

c. His

His adalah kontraksi otot-otot Rahim pada persalinan. Pada

bulan terakhir kehamilan sebelum persalinan, kontraksi uterus telah

terjadi, yang disebut his pendahuluan atau his palsu, yang

sebenarnya adalah hanya merupakan peningkatan kontraksi dari

Braxton Hicks. Menurut Jannah (2014: 16), kontraksi uterus

bersifat berkala dan harus memperhatikan hal-hal berikut ini:


64

1. Lamanya kontraksi, yang biasanya berlangsung 45-75 detik.

2. Kekuatan kontraksi, yang menimbulkan kenaikan tekanan

intrauterine sampai 35 mmHg. Kekuatan kontraksi secara klinis

ditentukan dengan mencoba menekan dinding uterus ke dalam.

3. Saat permulaan persalinan di antara dua kontraksi, his timbul

sekali dalam 10 menit dan kala pengeluaran, sekali dalam 2

menit.

III. Passanger

a. Janin

1. Ukuran kepala janin

Setelah selaput ketuban pecah dalam persalinan, fontanel

dan sutura dipalpasi untuk menentukan presentasi, posisi, dan

sikap janin. Adanya sutura dan fontanel menyebabkan

tengkorak menjadi fleksibel sehingga dapat menyesuaikan diri

terhadap otak bayi, yang beberapa lama setelah lahir terus

bertumbuh (Jannah, 2014: 30-31).

2. Presentasi janin

Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki

pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan

mencapai aterm dan teraba oleh jari pemeriksa atau bidan saat

pemeriksaan dalam (Jannah, 2014: 32).


65

3. Letak janin

Letak janin adalah hubungan sumbu panjang punggung

jannin terhadap sumbu panjang punggung ibu. Letak janin

terdiri atas dua macam, yaitu memanjang atau vertical (sumbu

panjang janin parallel dengan usmbu panjang ibu) dan

melintang atau horizontal (sumbu panjang janin membentuk

sudut terhadap sumbu panjang ibu). Letak memanjang dapat

berupa presentasi kepala atau presentas sakrum (sungsang).

Presentasi tersebut tergantung pada struktur janin yang pertama

memasuki panggul ibu (Jannah, 2014: 33-34).

4. Sikap janin

Sikap janin adalah hubungan di antara bagian tubuuh janin.

Janin mempunyai postur yang khas atau sikap saat berada di

dalam uterus disebabkan oleh pola pertumbuhan janin dan

penyesuaian janin terhadap bentuk rongga uterus. Pada kondisi

normal, punggung janin sangat fleksibel, kepala fleksi kea rah

dada, dan paha fleksi ke arah sendi lutut yang disebut fleksi

umum. Tangan disilangkan di depan toraks dan tali pusat

terletak di antara lengan dan tungkai. Penyimpangan posisi

normal dapat menyebabkan kesulitan saat anak dilahirkan

seperti pada presentasi kepala, karena janin dapat berada

ekstensi atau fleksi (Jannah, 2014: 34).


66

5. Posisi janin

Presentasi atau bagian presentasi menunjukkan bagian janin

yang menempati pintu atas panggul. Bagian yang menjadi

presentasi kepala biasanya adalah oksiput pada presentasi

kepala (Jannah, 2014: 35).

Gambar 2.9 Posisi Janin


(Sumber : Manuaba dalam Jannah, 2014: 36)

b. Plasenta

1. Plasenta

a) Struktur plasenta

Vili akan berkembang seperti akar pohon di mana di

bagian tengah akan mengandung pembuluh darah janin.

Pokok vili (stem villi) akan berjumlah lebih kurang 200,

tetapi sebagian besar yang diperifer akan menjadi atrofik,


67

sehingga tinggal 40-50 berkelompok sebagai koteledon

(Prawirohardjo, 2014: 151).

b) Arus darah utero-plasenta

Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang

berisi dua arteri dan satu vena; vena berisi darah penuh

oksigen, sedangkan arteri yang kembali dari janin berisi

darah yang mengandung karbondioksida. Pembuluh darah

tali pusat berkembang dan berbentuk seperti heliks,

maksudnya agar terdapat fleksibilitas dan terhindar dari

torsi. Tekanan darah arteri pada akhir kehamilan

diperkirakan 70/60 mmHg, sedangkan tekanan vena

diperkirakan 25 mmHg (Prawirohardjo, 2014: 152).

c) Transfer plasenta

Transfer zat melalui vili terjadi melalui mekanisme

difusi sederhana, difusi terfasilitasi, aktif, dan pinositosis.

Factor-faktor yang mempengaruhi transfer tersebut adalah

berat molekul, solubitas, dan muatan ion (Prawirohardjo,

2014: 152).

2. Lendir darah

Lendir darah dilatasi serviks melonggarkan membrane dari

daerah internal os dengan sedikit perdarahan dan menyebabkan

lendir bebas dari sumbatan atau operculum. Terbebasnya lendir

dari sumbatan ini menyebabkan terbentuknya tonjolan selaput


68

ketuban yang teraba saat dilakukan pemeriksaan intravagina.

Pengeluaran lendir dan darah ini disebut sebagai “show” atau

“bloody show” yang mengindikasikan telah dimulainya proses

persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013: 66).

c. Ketuban

Ketuban akan pecah dengan sendiriannya ketika pembukaan

hampir atau sudah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum

pembukaa 5 cm, disebut Ketuban Pecah Dini (KPD) (Sulistyawati

dan Hugraheny, 2013: 66). Faktor-faktor yang mempengaruhi

ketuban pecah dini (KPD) menurut penelitian yang dilakukan Huda

(2013: 9), diantaranya yaitu sungsang, preeklampsi, anemia,

gemelli dan hidramnion.

IV. Psikologis

Keadaan psikologis adalah keadaan emosi, jiwa, pengalaman, adat

istiadat, dan dukungan dari orang-orang tertentu yang dapat

memengaruhi proses persalinan. Banyak wanita normal dapat

merasakan kegairahan dan kegembiraan saat merasa kesakitan awal

menjelang kelahiran bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati,

seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan

sejati”, yaitu munculnya perasaan bangga mampu melahirkan atau

memproduksi anaknya (Lailiyana et al, 2011: 19).


69

V. Penolong

Peran dari penolong persalinan adala mengantisipasi dan

menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin.

Dalam hal ini, proses persalinan tergantung dari kemampuan atau

keterampilan dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses

persalinan (Lailiyana et al, 2011: 19-20).

E. Tahapan Persalinan Kala I

I. Definisi kala I

Kala I yaitu tahapan persalinan yang dimulai dari saat persalinan

sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase,

fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)

serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering

selama fase aktif (Prawirohardjo, 2009: 100). Kala I untuk

primigravida berlangsung 12 jam, sedangkan multigravida sekitar 8

jam. Berdasarkan kurva Friedman, diperhitungkan pembukaan

primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam

(Jannah, 2014: 5). Persalinan kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu:

a. Fase laten

Fase laten adalah fase pmebukaan serviks berlangsung lambat

dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan

pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, belangsung

dalam 7-8 jam (Rohani dkk, 2013: 5).


70

b. Fase aktif

Fase aktif adalah fase pembukaan serviks 4-1 cm, berlangsung

selama 6 jam dan dibagi dalam tiga subfase yaitu sebagai berikut:

1. Periode akselerasi yang berlangsung selama 2 jam, pembukaan

menjadi 4 cm.

2. Periode dilatasi maksimal yang berlangsung selama 2 jam,

pembukaan berlansung cepat menjadi 9 cm.

3. Periode deselerasi yang berlangsung lambat, dalam 2 jam

pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.

(Rohani dkk, 2013: 5-6)

Gambar 2.10 Diagram Berbagai Fase (Kurva Friedman) dalam


Pembukaan Serviks
(Sumber : Manuaba dalam Jannah, 2014: 53)

Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontrkais uterus

umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga

kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40


71

detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada

primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam

(Rohani dkk, 2013: 6).

Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida

dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akan

membuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis,

kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri

internum dan eksternum dan eksternum serta penipisan dan

pendataran serviksterjadi dalam waktu yang sama (Rohani dkk,

2013: 6).

II. Fisiologi kala I

a. Uterus

Kontraksi uterus dimulai dari fundus dan menyebar ke depan

dan bawah abdomen. Kontraksi berakhir dengan masa yang

terpanjang dan sangat kuat pada fundus. Saat uterus kontraksi dan

relaksasi memungkinkan kepala janin masuk ke rongga pelvik

(Kurniarum, 2016: 11).

b. Serviks

Menurut Kurniarum (2016: 11) sebelum onset persalinan,

serviks berubah menjadi lembut:

1. Effacement (penipisan) serviks berhubungan dengan kemajian

pemendekan dan penipisan serviks. Panjang serviks pada akhir


72

kehamilan normal berubah-ubah (beberapa mm sampai 3 mm).

apabila mulainya persalinan panjangnya serviks berkurang

secara teratur sampai menjadi pendek (hanya beberapa mm).

serviks yang sangat tipis ini disebut sebagai menipis penuh.

2. Dilatasi berhubungan dengan pembukaan progresif dari

serviks. Apabila ingin mengukur dilatasi/diameter serviks

digunakan ukuran centimeter dengan menggunakan jari tangan

saat pemeriksaan dalam. Serviks dianggap membuka lengkap

setelag mencapai diameter 10 cm.

3. Blood show (lendir show) biasanya dikeluarkan oleh ibu

bersama dengan sedikit darah atau sedang dari serviks.

c. Tekanan darah

Tekanan darah meningkat selama terjadinya kontraksi (sistol

rata-rata naik) 10-20 mmHg, diastole naik 5-10 mmHg. Antara

kontraksi tekanan darah kembali seperi saat sebelum persalinan.

Rasa sakit, takut, dan cemas juga akan meningkatkan tekanan

darah (Rohani dkk, 2013: 6).

d. Metabolisme

Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob akan meningkat

secara berangsur-angsur disebabkan karena kecemasan dan

aktivitas otot skeletal, peningkatan ini ditandai dengan adanya

peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, curah jantung (cardiac

output), pernapasan, dan kehilangan cairan (Rohani dkk, 2013: 6).


73

e. Suhu tubuh

Adanya peningkatan metabolisme menyebabkan suhu tubuh

sedikit meningkatselama persalinan. Selama dan setelah persalinan

akan terjadi peningkatan, jaga agar peningkatan suhu tidak lebih

dari 0,5-1oC (Rohani dkk, 2013: 6).

f. Detak jantung

Berhubungan dengan peningkatan metabolisme, detak jantung

akan meningkat secara dramatis selama kontraksi (Rohani dkk,

2013: 6).

g. Pernafasan

Terjadinya peningkatan metabolisme, maka terjadi sedikit

peningkatan laju pernapasan yang dianggap normal, hiperventilasi

yang lama dianggap tidak normal dan bias menyebabkan alkalosis

(Rohani dkk, 2013: 6).

h. Ginjal

Poliuri sering terjadi selama proses persalinan, mungkin

dikarenakan adanya peningktan cardiac output, peningkatan filtrasi

glomerulus, dan peningkatan aliran plasma ginjal. Proteinuria yang

sedikit dianggap normal dalam persalinan (Rohani dkk, 2013: 7).

i. Gastrointestinal

Motilitas lambung dan absorbs makanan padat secara subtansi

berkurang sangat banyak selama persalinan. Selain itu,

berkurangnya pengeluaran getah lambung menyebabkan aktivitas


74

pencegahan hampir berhenti dan pengosongan lambung menjadi

sangat lambat, cairan tidak berpengaruh dan meninggalkan perut

dalam waktu biasa. Mual dan muntah bias terjadi sampai ibu

mencapai kehamilan kala I (Rohani dkk, 2013: 7).

j. Hematologi

Hematoglobin meningkat sampai 1,2 gram/100 ml selama

persalinan dan akan kembali sbeelum persalinan sehari

pascapersalinan, kecuali erdapat perdarahan postpartum (Rohani

dkk, 2013: 7).

III. Perubahan Psikologis kala I

Menurut (Jannah,2017:55) dalam buku menjelaskan tentang psikologis

kala I adalah sebagai berikut:

a. Fase Laten

Pada fase ini, ibu biasanya merasa lega dan bahagia karena

akan segera berakhir masa kehamilannya. Akan tetapi, pada awal

persalinan ibu biasanya gelisah, cemas dan khawatir yang

berhubungan dengan ketidaknyamanan karena kontraksi. Namun

ibu yang dapat menyadari bahwa keadaan ini adalah alami maka

ibu akan mudah beradaptasi dengan keadaan tersebut.

b. Fase Dilatasi

Saat kemajuan persalinan sampai fase dilatasi maksimal, rasa

khawatir ibu semakin meningkat. Kontraksi yang semakin kuat dan

frekuesi semakin sering akan membuat ibu semakin tidak


75

terkontrol. Dalam keadaan ini, ibu dapat menjadi lebih serius dan

ingin selalu didampingi karena ketidakmampuan beradaptasi

dengan kontraksi.

F. Tahapan Persalinan Kala II

I. Definisi Kala II

Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.

Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam multi

(Prawirohardjo, 2009: 100). Tanda dan gejala kala II menurut (Rohani

dkk, 2013: 7) yaitu sebagai berikut:

a. His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3 menit

b. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi

c. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan/atau

vagina

d. Perineum terlihat menonjol

e. Vulva-vagina dan sfingter ani terlhat membuka

f. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah

Menurut Rohani dkk (2013: 7), diagnosis kala II ditegakkan atas

dasar pemeriksaan dalam menunjukkan:

a. Pembukaan serviks telah lengkap

b. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina

II. Fisiologi kala II

Perubahan fisiologi kala II menurut Kurniarum (2016: 13) adalah

sebagai berikut:
76

a. His menjadi lebih kuat kontraksinya selama 50-100 detik,

datangnya setiap 2-3 menit.

b. Biasanya ketuban akan pecah pada kala II dan ditandai dengan

keluarnya cairan kekuning-kuningan sekonyong-konyong dan

banyak.

c. Pasien menulai meneran.

d. Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di

dasar panggul, perineum menonjol, vulva membuka dan rectum

membuka.

e. Pada puncak his, bagian kecil kepala Nampak di vulva dan hilang

lagi waktu his berhenti, begitu terus hingga Nampak lebih besar.

Kejadian ini disebut dengan kepala membuka pintu.

f. Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva

sehingga tidak bias mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah

lahir dari subocciput ada di bawah symphisis yang disebut kepala

keluar pintu.

g. Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun

besar, dahi, dan mulut pada commisura posterior. Saat ini

primipara, perineum biasanya akan robek pada pinggir depannya

karena tidak dapat menahan regangan yang kuat tersebut.

h. Setelah kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar,

sehingga kepala melintang, vulva menekan pada leher dan dada


77

tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak keluar lendeir

dan cairan.

i. Pada his berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu depan

disusul seluruh badan anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan

paksi jalan lahir.

j. Setelah anak lahir, seiring keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar

waktu ketuban pecah, kadang-kadang bercampur darah.

k. Lama kala II pada primi ±50 menit dan pada ±multi 20 menit.

III. Perubahan psikologis kala II

Pada kala II, ibu merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda

anus terbuka dan perineum menonjol (Rohani dkk, 2013: 8).

IV. Asuhan kebidanan kala II

Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala II menurut Jannah (2014:

95), yaitu sebagai berikut:

a. Pemenuhan kebutuhan dasar ibu bersalin

1. Ruangan

Kebutuhan ruangan menurut Jannah (2014: 95-96) adalah

sebagai berikut:

a) Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara,

serta terlindung dari tiupan angin.

b) Sumber air bersih yang mengalir untuk mencuci tangan dan

mandi ibu sebelum dan sesudah melahirkan.


78

c) Air (DTT) untuk membersihkan vulva dan perineum

sebelum periksa dalam selama persalinan dan

membersihkan perineum ibu setelah bayi lahir.

d) Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan

penolong persalinan.

e) Tempat yang lapang untuk berjalan-jalan selama

persalinan, melahirkan bayi, dan memberikan asuhan

kepada ibu dan bayinya setelah persalinan.

f) Penerangan yang cukupp baik siang mauupun malam.

g) Tempat tidur yang bersih untuk ibu.

h) Tempat yang bersih untuk memberikan asuhan bayi baru

lahir.

i) Meja yang bersih atau tempat tertentu untuk menuruh

peralatan persalinan.

2. Perlengkapan, bahan, dan obat yang dibutuhkan

Pastikan perlengkapan jenis dan jumlah bahan yang

diperlukan dalam keadaan siap pakai untuk setiap persalinan

dan kelahiran (Jannah, 2014: 96).

3. Memberikan asuhan sayang ibu

Asuhan persalinan ibu selama persalinan menurut Jannah

(2014: 96-98), meliputi:


79

a) Pemberian dukungan emosional

Bidan berperan dalam memberikan dukungan

emosional kepada ibu, termasuk melatih keterampilan

dalam menanamkan percaya diri, menyatakan perhatian dan

ketergantungan. Dukung dan anjurkan suami serta anggota

keluarga yang lain untuk mendampingi ibu salama

persalinan dan kelahiran (Jannah, 2014: 96-97).

b) Pengaturan posisi

Ibu dianjurkan untuk mencoba posisi yang nyaman

salama persalinan dan kelahiran. Ibu boleh berjalan, duduk,

berdiri, jongkok, berbaring, miring atau merangkak.

Hindari mengatur posisi ibu telentang karena berat uterus

dan isinya (cairan amnion, janin, plasenta) dapat menekan

vena kava inferior yang berakibat hipoksia janin. Posisi

telentang dapat juga memperlambat kemajuan persalinan

(Jannah, 2014: 97).

c) Pemberian cairan dan nutrisi

Ibu memerlukan energy dan asupan karbohidrat selama

persalinan. Ibu dianjurkan untuk mendapat asupan makanan

ringan dan minum air selama proses persalinan, karena hal

tersebut dapat menghasilkan lebih banyak energy dan

mencegah dehidrasi. Dehidrasi dapat memperlambat


80

kontraksi dan/atau menyebabkan kontraksi teratur (Jannah,

2014: 97).

d) Pengosongan kandung kemih

Ibu dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih

setiap 2 jam (Jannah, 2014: 98). Apabila kandung kemih

penuh menurut Jannah (2014: 98) dapat menyebabkan hal-

hal berikut ini:

1) Memperlambat penurunan bagian terbawah janin dan

mungkin menyebabkan partus macet

2) Menyebabkan ketidaknyamanan ibu

3) Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang

disebabkan oleh atonia uteri

4) Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu

5) Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih

e) Pencegahan infeksi

Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (Jannah,

2014: 98).

f) Persiapan rujukan

Apabila terjadi penyulit, keterlambatan untuk merujuk

ke fasilitas kesehatan yang sesuai dapat membahayakan

juwa ibu dan bayinya (Jannah, 2014: 98).


81

b. Gerakan utama dari mekanisme persalinan

1. Penurunan kepala

Pada primigravida, masuknya kepala ke dalam pintu atas

panggul biasanya telah terjadi pada bulan terakhir kehamilan.

Akan tetapi, pada multigravida, hal itu baru terjadi pada

permulaan persalinan. Masuknya kepala melewati PAP dapat

terjadi dalam keadaan asinklitismus yaitu keadaan yang

ditandai dengan posisi sutura sagitalis yang terdapat di tengah-

tengah jalan lahir, tepat di antara simfisis dan promotorium.

Sementara itu, keadaan sinklitismus yaitu dimana os parietal

depan dan belakang sama tingginya. Apabila sutura sagitalis

agak ke depan mendekati simfisis atau agak ke belakang

mendekati promotorium, kepala dapat dikatakan berada dalam

keadaan asinklitismus (Jannah, 2014: 101).

2. Fleksi

Pada awal persalinan, kepala bayi fleksi ringan. Seiring

kepala yang maju, biasanya fleksi juga bertambah. Pada

pergerakan tersebut, dagu dibawa lebih dekat ke arah dada

janin sehingga ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun

besar (Jannah, 2014: 103).

3. Rotasi dalam (putar paksi dalam)

Putaran paksi dalam adalah putaran ubun-ubun kecil

(UUK) dari bagian depan yang menyebabkan bagian terendah


82

dari bagian depan janin memutar kea rah depan ke bawah

simfisis. Rotasi dalam penting untuk menyelesaikan persalinan,

karena rotasi dalam merupakan usaha untuk menyesuaikan

posisi kepala dengan bentuk jalan lahir, khususnya bidang

tengah dan pintu bawah panggul (Jannah, 2014: 104).

4. Ekstensi

Setelah kepala janin sampai di dasar panggul dan UUK

berada di bawah simfisi terjadi ekstensi dari kepala janin. Hal

itu disebabkan oleh sumbu jalan lahir pada pintu bawah

panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus

mengadakan fleksi untuk melewatinya (Jannah, 2014: 104).

5. Rotasi luar (putar paksi luar)

Kepala yang lahir selanjutnya mengalami restitusi, yaitu

kepala bayi memutar kembali ke arah punggungnya untuk

menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran

paksi dalam. Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring dan

akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya

di dalam rongga panggul (Jannah, 2014: 105).

6. Ekspulsi

Setelah putar paksi luar, bahu depan sampai di bawah

simfisis dan menjadi hipomoklion untuk kelahiran bahu

belakang. Setelah kedua bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh


83

badan bayi dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir (Jannah,

2014: 106).

c. Amniotomi

1. Pengertian amniotomi

Suatu tindakan untuk membuka selaput amnion dengan

jalan membuat robekan kecil yang kemudian diperlebar secara

spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan dalam

rongga amnion. Tindakan ini umumnya dilakukan pada saat

pembukaan lengkap atau hampir lengkap agar penyelesaian

persalinan sebagai mana mestinya (Rohani,dkk.2013:174).

2. Indikasi amniotomi

a) Penolong akan memasang elektroda pemantauan janin

internal

b) Pada saat kelahiran terlihat bahwa bayi akan lahir dengan

ketuban yang masih utuh

c) Kebutuhan untuk menstimulasi persalinan misal saat terjadi

adanya disfungsi otot hipotonik (Rohani dkk, 2013: 174)

3. Kontraindikasi amniotomi

a) Bagian terendah janin masih tinggi

b) Persalinan preterm

c) Adanya infeksi vagina

d) Polihidramnion

e) Presentasi muka
84

f) Letak lintang

g) Placenta previa

h) Vasa previa

4. Teknik amniotomi

Amniotomi dilakukan dengan cara memasukkan ½ kocher

di antara jari telunjukk dan jari tengah yang kemudian

ditorehkan gigi kocher saat selaput menegang sampai selaput

robek (Jannah, 2014: 110)

d. Episiotomi

1. Pengertian episiotomi

Episiotomi adalah mengiris atau menggunting perineum

menurut arah irisan yaitu medio lateral, mediais ataupun

lateralis (Runjanti.2018:366)

2. Indikasi episiotomi

Indikasi dilakukannya episiotomi menurut Jannah (2014:

111) yaitu apabila terjadi hal-hal berikut ini:

a) Gawat janin untuk menolong keselamatan janin, maka

persalinan harus segera diakhiri.

b) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi

bokong, distosia bahu, akan dilakukan dengan ekstraksi

forceps, dan vakum.

c) Jaringan parut pada perineum atau vagina.

d) Perineum kaku dan pendek.


85

e) Adanya rupture yang membakat pada perineum.

f) Premature untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.

3. Kontraindikasi episiotomi

Kontraindikasi episiotomi menurut Rusda (2014: 1-2),

antara lain sebagai berikut :

a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam

b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang

banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapat

varises yang luas pada vulva dan vagina

G. Tahapan Persalinan Kala III

I. Definisi kala III

Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta,

yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit (Prawirohardjo, 2009:

101). Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi

lahir (Rohani dkk, 2013: 8).

II. Fisiologi kala III

Segera setelah bayi dan air ketuban sudah tidak berasa di dalam

uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan ukuran rongga uterus

akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan

menyebabkan pengurangan dalam ukuran tempat melekatnya plasenta.

Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah kecil akan robek saat

plasenta lepas. Tempat melekatnya plasenta akan berdarah terus

hingga uterus seluruhnya berkontraksi. Setelah plasenta lahir, dinding


86

uterus akan berkontraksi dan menekan pembuluh-pembuluh darah ini

yang akan mengehentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta

tersebut (Kurniarum, 2016: 19).

III. Perubahan psikologis kala III

Perubahan psikologis kala II menurut Rohani dkk (2013: 9) adalah

sebagai berikut:

a. Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya

b. Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya juga merasa sangat

lelah

c. Memusatkan diri dan keap bertanya apakah vaginanya perlu dijahit

d. Menaruh perhatian terhadap plasenta.

IV. Asuhan kebidanan kala III

Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III menurut Jannah

(2014), adalah sebagai berikut:

a. Mekanisme pelepasan plasenta

1. Metode pelepasan plasenta

a. Metode Schultze

Metode yang lebih umum terjadi adalah plasenta

terlepas dari satu titk dan merosot ke vagina melalui lubang

dalm kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul

pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti

dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari

dinding uterus. Permukaan maternal plasenta tidak terlihat


87

dan bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik.

Kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan

pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan

kuat dan mengontrol perdarahan hal tersebut mungkin

terjadi karena terdapat serat otot oblik di bagian segmen

uterus (Jannah, 2014: 144).

b. Metode Duncan

Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke

vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu seperti

kancing yang memasuki lubang baju, sehingga bagian

plasenta tidak berada dalam kantong. Walaupun demikian,

bagian selaput ketuban berpotensi tertinggal dengan metode

ini karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua

selengkap metode Schultze. Metode ini berkaitan dengan

plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan

berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat

banyak karena hanya ada sedikit oblik di bagian bawah

segmen (Jannah, 2014: 144).


88

Gambar 2.11 Metode Pelepasan Plasenta A. Metode Schultze;


B. Metode Mathews Duncan
(Sumber : Manuaba dalam Jannah 2014: 144)

2. Tanda pelepasan plesenta

Lepasnya plasenta menurut Jannah (2014: 145) ditandai

dengan hal-hal berikut: a) Bentuk uterus berubah menjadi lebih

globular dan tinggi fundus kembali; b) Tali pusat memanjang;

dan c) Terjadi semburan darah tiba-tiba.

b. Manajemen aktif kala III

1. Pemberian suntikan oksitosin

Oksitosin 10 IU secara IM dapat diberikan dalam 2 menit

setelah bayi lahir dan dapat diulangi setelah 15 menit jika

plasenta belum lahir. Oksitosin diberikan pada 1/3 bawah paha

bagian luar (Jannah, 2014: 145).

2. Penegangan tali pusat terkendali

Tempatkan klem pada ujung tali pusat ±5 cm dari vulva,

lalu pegang tali pusat dari jarak dekat untuk mencegah avulsi

tali pusat. Saat terjadi kontraksi kuat, plasenta dilahirkan


89

dengan penegangan tali pusat terkendali, kemudian tangan pada

dinding abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan atas

(dorso-cranial) korpus (Jannah, 2014: 146).

3. Pemijatan fundus uteri (masase)

Segera setelah plasenta dan selaput dilahirkan, dengan

perlahan tetapi kokoh, lakukan masase uterus dengan cara

menggosok uterus pada abdomen dengan gerakan melingkar

atau sirkular untuk menjaga uterus tetap keras dan berkontraksi

dengan baik serta untuk mendorong pengeluaran setiap

gumpalan darah (Jannah, 2014: 148).

4. Pemeriksaan plasenta

Pemeriksaan plasenta menurut Jannah (2014: 149), meliputi

hal-hal berikut:

a) Selaput ketuban utuh atau tidak

b) Plasenta (ukuran plasenta), terdiri dari:

1) Bagian maternal, jumlah kotiledon, keutuhan pinggir

kotiledon, dan

2) Bagian fetal, utuh atau tidak

c) Tali pusat, meliputi:

1) Jumlah arteri dan vena

2) Adakah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi

plasenta suksenturia, dan


90

3) Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal, panjang tali

pusat.

5. Pemantau kala III

Selama kala III menurut Jannah (2014: 149), hal-hal yang

perlu dipantau adalah sebagai berikut:

a) Perdarahan (jumlah darah, ada bekuan darah atau tidak)

b) Kontraksi uterus (bentuk dan intensitas)

c) Robekan jalan lahir (laserasi)

d) Tanda-tanda vital, termasuk:

1) Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum

persalinan,

2) Nadi bertambah cepat,

3) Temperature bertambah tinggi,

4) Respirasi berangsur normal,

5) Gastrointestinal normal, pada awal persalinan mungkin

muntah.

e) Hygiene personal

c. Laserasi jalan lahir atau robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Akan

tetapi, hal tersebut dapat dihindari atau dikurangi dengan cara

mencegah kepala janin melewati dasar panggul dengan cepat

(Jannah, 2014: 153).


91

Gambar 2.12 Derajat Robekan Perineum


(Sumber : APN 2008 dalam Jannah, 2014: 154)

H. Tahapan Persalinan Kala IV

I. Definisi kala IV

Kala IV dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

postpartum (Prawirohardjo, 2009: 101). Observasi yang dilakukan

pada kala IV menurut Rohani dkk (2013: 9) yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat kesadaran

b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan

pernapasan

c. Kontraksi uterus

d. Terjadinya perdarahan yang dianggap masih normal jika

jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.

Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama persalinan

menurut Rohani dkk (2013: 10) yaitu sebagai berikut:


92

a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan

perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30

menit dalam satu jam kedua pada kala IV.

b. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15

menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam

kedua kala IV.

c. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada

jam kedua pascapersalinan.

d. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit

dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.

e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan

perdarahan uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika

uterus menjadi lembek.

II. Fisiologi kala IV

Setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri (TFU) kurang lebih 2 jari

dibawah pusat. Otot-otot uterus terus berkontraksi, pembuluh darah

yang ada diantara anyaman0anyaman otot uterus akan terjepit. Proses

ini akan menghentikan perdarahan pasa lahirnya plasenta (Kurniaru,

2016: 20).

III. Penjahitan (Heating)

Penjahitan dilakukan untuk menyatukan kembali atau mendekatkan

jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

Setiap kali jarum masuk ke jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan
93

menjadi tempat yang potensial untuk menjadi infeksi. Oleh karena itu,

pada saat menjahit, gunakan benang yang cukup panjang dan buat

sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan

hemostasis (Jannah, 2014: 159).

I. Kebutuhan Ibu Bersalin

I. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis ibu bersalin merupakan suatu kebutuhan

dasar pada ibu bersalin yang harus dipenuhi agar proses persalinan

dapat berjalan dengan lancar (Kurniarum, 2016: 81). Kebutuhan

fisiologis ibu bersalin meliputi:

a. Kebutuhan oksigen

Pada kala I dan II, perlu diperhatikan pemenuhan kebutuhan

oksigen selama proses persalinan, oksigen yang dihirup ibu sangat

penting artinya untuk oksigenasi janin melalui plasenta. Apabila

suplai oksigen tidak adekuat, akan menghambat kemajuan

persalinan dan dapat mengganggu kesejahteraan janin. Oksigen

yang adekuat dapat diupayakan dengan pengaturan sirkulasi udara

yang baik selama perlasinan. Denyut jantung janin (DJJ) baik dan

stabil dapat mengindikasikan bahwa pemenuhan kebutuhaan

oksigen adekuat (Kurniarum, 2016: 81).

b. Kebutuhan cairan dan nutrisi

Selama proses persalinan, kebutuhan cairan dan nutrisi (makan

dan minum) harus terpenuhi dengan baik oleh ibu. Setiap tahapan
94

persalinan (kala I, II, III, maupun IV), ibu harus mendapatkan

asupan makan dan minum yang cukup (makanan ringan maupun

utama). Asupan makan yang cukup merupakan sumber dari

glukosa darah sebagai sumber energI utama untuk sel-sel tubuh.

Apabila kadar glukosa darah rendah dapat menyebabkan

hipoglikemia, sedangkan jika asupan cairan kurang dapat

menyebabkan dehidrasi pada ibu bersalin (Kurniarum, 2016: 82).

c. Kebutuhan eliminasi

Untuk membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan

kenyamanan pasien, pemenuhan kebutuhan eliminasi selama

persalinan perlu dilakukan dan difasilitasi oleh bidan (Kurniarum,

2016:82).

1. Buang air kecil (BAK)

Ibu dianjurkan untuk berkemih secara spontan sesering

mungkin atau minimal 2 jam sekali selama persalinan. Apabila

kandung kemih penuh, dapat mengakibatkan:

a) Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke

dalam rongga panggul, terutama apabila berada di atas

spina isciadika.

b) Menurunkan efisiensi his.

c) Meningkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu

karena bersama dengan munculnya his.

d) Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II.


95

e) Memperlambat kelahiran plasenta.

f) Mencetuskan perdarahan pasxa persalinan, karena kandung

kemih yang penuh menghambat kontraksi uterus.

2. Buang air besar (BAB)

Sebelum memasuki proses persalinan, ibu dianjurkan untuk

buang air besar. Apabila rectum penuh, akan mengganggu

dalam proses kelahiran janin. Apabila pada kala I fase aktif, ibu

mengatakan ingin BAB, bidan harus memastikan kemungkinan

adanya tanda gejala kala II. Apabila diperlukan sesuai indikasi,

dapat dilakukan lavement pada saat ibu masih berada pada kala

I fase laten (Kurniarum, 2016: 83).

d. Kebutuhan personal hygiene

Personal hygiene yang baik dapat membuat ibu merasa nyaman

dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi, mencegah

gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas pada jaringan

dan memelihara kesejahteraan fisik dan psikis, sehingga kebutuhan

hygiene ibu bersalin sangat diperlukan. Tindakan bidan yang dapat

dilakukan untuk menjaga personal hygiene ibu bersalin dapat

berupa membersihkan darah genetalia (vulva, vagina, dan anus),

dan memfasilitasi ibu untuk menjaga kebersihan badan dengan

mandi. Selain dapat membersihkan tubuh, mandi juga dapat

meningkatkan sirkulasi darah, sehingga meningkatkan kenyamanan

pada ibu, dan dapat mengurangi rasa sakit (Kurniarum, 2016: 83).
96

e. Kebutuhan istirahat

Kebutuhan istirahat pada ibu bersalin tetap harus dipenuhi

selama proses persalinan berlangsung. Istirahat selama proses

persalinan (kala I, II, III, maupun IV) adalah bidan memberikan

kesempatan pada ibu untuk merasa relaks tanpa adanya tekanan

emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada his (disela-

sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat

his, makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang

lain untuk melepas lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat

tidur (Kurniarum, 2016: 84).

f. Posisi dan ambulasi

Posisi persalinan yang dimaksud adalah posisi saat persalinan

pada kala I dan posisi meneran kala II. Ambulasi adalah mobilisasi

ibu yang dilakukan pada kala I. Persalinan merupakan suatu

peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus berlangsung atau

progesif. Ibu difasilitasi untuk memilih sendiri posisi persalinan

dan posisi meneran, bidan menjelaskan alternatif posisi persalinan

dan posisi meneran bila yang dipilih ibu tidak efektif (Kurniarum,

2016: 84).

g. Pengurangan rasa nyeri

Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang

sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan

penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon


97

fisiologis terhadap nyeri meliputi: peningkatan tekanan darah,

denyut nadi, pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan

otot. Jika rasa nyeri tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan

rasa khawatir, tegang, takut dan stress, yang pada akhirnya dapat

menyebabkan terjadinya persalinan lama (Kurniarum, 2016: 89).

II. Kebutuhan psikologis

a. Pemberian sugesti

Pemberian sugesti bertujuan untuk memberikan pengaruh pada

ibu dengan pemikiran yang dapat diterima secara logis. Sugesti

yang diberikan berupa sugesti positif yang mengarah pada tindakan

memotivasi ibu untuk melalui proses persalinan sebagaimana

mestinya (Kurniarum, 2016: 95).

b. Mengalihkan perhatian

Mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang dihadapi selama

proses persalinan berlangsung dapat mengurangi rasa sakit yang

sebenarnya. Secara psikologis, apabila ibu merasakan sakit, dan

bidan tetap fokus pada rasa sakit itu dengan menaruh rasa

empati/belas kasihan yang berlebihan, maka rasa sakit justru akan

bertambah. Saat kontraksi berlangsung dan ibu masih tetap

merasakan nyeri pada ambang yang tinggi, maka upaya-upaya

mengurangi rasa nyeri misal dengan teknik relaksasi, pengeluaran

suara, dan atau pijatan harus tetap dilakukan (Kurniarum, 2016:

95).
98

J. Partograf

I. Pengertian partograf

Partograf adalah alat untuk mencatat informasi berdasarkan

observasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan, dan

sangat penting khususnya untuk membuat keputusan klinik selama

kala I persalinan (Jannah, 2014: 60).

II. Tujuan utama

Tujuan utama penggunaan partograf adalah mengamati dan

mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai

pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam dan menentukan

normal atau tidaknya persalinan serta mendeteksi dini persalinan lama

sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai kemungkinan

persalinan lama (Jannah, 2014: 60).

III. Bagian partograf

a. Kemajuan persalinan

Kemajuan persalinan yang dicatat dalam partograf meliputi

pembukaan serviks, penurunan kepala janin, dan kontraksi uterus

(Jannah, 2014: 61).

b. Keadaan janin

Keadaan janin uang dicatat dalam partograf meliputi DJJ,

warna dan jumlah air ketuban, molase serta tulang kepala janin

(Jannah, 2014: 62).


99

c. Keadaan ibu

Keadaan ibu mencakup nadi, tekanan darah, suhu, urine seperti

volume dan protein, dan obat serta cairan intravena (Jannah, 2014:

62).

IV. Pencatatan selama fase laten dan fase aktif persalinan

a. Pencatatan selama fase laten

Fase laten ditandai dengan pembukaan serviks 1-3 cm. Selama

fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan, dan pemeriksaan

harus dicatat terpisah dari partograf, yaitu pada catatan atau Kartu

Menuju Sehat (KMS) ibu hamil (Jannah, 2014: 62). Waktu

penilaian, kondisi ibu dan kondisi janin pada fase laten menurut

Jannah (2014: 63) meliputi:

1. Denyut jantung janin, frekuensi dan lama kontraksi uterus, nadi

setiap 1 jam.

2. Pembukaan serviks, penurunan kepala, tekanan darah, dan suhu

setiap 4 jam.

3. Produksi urine, aseton, dan protein setiap 2 sampai 4 jam.

b. Pencatatan selama fase aktif

Fase aktif ditandai dengan pembukaan 4-10 cm. selama fase

aktif persalinan, pencatatan hasil observasi dan pemeriksaan fisik

dimasukkan ke dalam partograf (Jannah, 2014: 63).


100

V. Pencatatan temuan pada partograf

a. Informasi tentang ibu

Dilengkapi pada bagian awal (atas) partograf; saat memulai

asuhan persalinan (Jannah, 2014: 65).

b. Kesehatan dan kenyamanan janin

1. Denyut jantung janin

Menilai dan mencatat setiap 30 meni (lebih sering, jika ada

tanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian tersebut

menunjukkan waktu 30 menit. Penolong harus waspada bila

DJJ di bawah 120 atau di atas 160 (Jannah, 2014: 65).

2. Warna dan adanya air ketuban

Air ketuban dinilai setiap melakukan pemeriksaan dalam,

selain warna ketuban, jika pecah. Catat temuan dalam kotak

yang sesuai di bawah lajur (Jannah, 2014: 65). DJJ dan

gunakan lambang menurut Jannah (2014: 65) berikut:

a) U : ketuban utuh (belum pecah)

b) J : ketuban pecah dan air ketuban jernih

c) M : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur

mekonium

d) D : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

e) K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (kering)


101

3. Molase (penyusupan kepala janin)

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh

kepala bayi yang saling menyusup menunjukkan kemungkinan

adanya disprorposi tulang panggul (cephalopelvic

disproportionate, CPD) (Jannah, 2014: 65). Setiap kali

melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin

dan catat temuan di bawah lajur air ketuban dengan

menggunakan lambang menurut Jannah, (2014: 66) berikut ini:

a) 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan

mudah dipalpasi

b) 1 : tulang-tulang kepala janin hanya salin bersentuhan

c) 2 : tulang-tulang kepala janin salinh tumpang tindih, namun

masih dapat dipisahkan

d) 3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak

dapat dipisahkan

4. Kemajuan persalinan

Kolom dan lajur pada partograf adalah pencatatan

kemajuan persalinan. Angka 0-10 pada tepi kolom paling kiri

adalah besarnya dilatasi serviks. Skala angka 1-5 juga

menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-masing

kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit (Jannah, 2014:

66).
102

5. Pembukaan serviks

Penilaian dan pencatatan pembukaan serviks dilakukan

setiap 4 jam (lebih sering, jika terdapat tanda penyulit). Tanda

“X” harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan laju

besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan

pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase

aktif persalinan di garis waspada. Hubungan tanda “X” dari

setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus) (Jannah,

2014: 66).

6. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin

Setiap melakukan pemeriksaan dalam (4 jam atau lebih),

jika terdapat tanda penyulit, catat dan nilai penurunan bagian

terbawah atau pressentasi janin. Kemajuan pembukaan serviks

umumnya diikuti dengan penurunan bagian terbawah atau

presentasi janin pada persalinan normal. Akan tetapi,

penurunan bagian terbawah janin terkadang baru terjadi setelah

pembukaan serviks sebesar 7 cm (Jannah, 2014: 67).

7. Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan

berakhir pada titik dengan pembukaan lengkap yang

diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam.

Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis

waspada. Apabila pembukaan serviks mengarah ke sebelah


103

kanan gari waspada, penyulit yang ada harus dipertimbangkan

(misalnya fase aktif memanjang, macet, dll). Pertimbangkan

pula tindakan intervensi yang diperlukan, seperti persiapan

rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (RS atau puskesmas)

yang mampu menangani penyulit dan kegawatdaruratan

obstetrik (Jannah, 2014: 67).

8. Jam dan waktu

a) Waktu mulai fase aktif persalinan. Bagian bawah partograf

(pembukaan serviks dan penurunan kepala janin) tertera

kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak

menyatakan waktu satu jam sejak dimulai fase aktif

persalinan (Jannah, 2014: 67).

b) Waktu actual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak

menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua

kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya

atau lajur kontraksi di bawahnya (Jannah, 2014: 67).

9. Kontraksi uterus

Terdapat lima lajur kotak dengan tulisa “kontraksi setiap 10

menit” di sebelah luar kolom paling kiri di bawah lajur waktu

partograf. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30

menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan

lama satuan detik > 40 detik (Jannah, 2014: 68).


104

10. Obat dan cairan yang diberikan

Obat dan cairan yang diberikan menurut Jannah (2014: 68),

yaitu oksitosin.

c. Kesehatan dan kenyamanan ibu

Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan

kesehatan ibu Jannah (2014: 69), meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Nadi setiap 30 menit, tekanan darah setiap 4 jam, dan

temperature tubuh setiap 2 jam.

2. Volume urine, protein atau aseton setiap 2 jam.

d. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya

Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan, dan keputusan

klinik di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah

tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu

saat membuat catatan persalinan (Jannah, 2014: 69).

VI. Pencatatan pada lembar belakang partograf

a. Data dasar

Data dasar terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat persalinan,

alamat tempat persalinan, catatan alas an merujuk, tempat rujukan,

dam pendamping pada saat merujuk (Jannah, 2014: 69).

b. Kala I

Data kala I terdiri atas pertanyaan tentang partograf saat

melewati garis waspada, masala yang dihadapi, penetalaksanaanm,

dan hasil penatalaksanaan tersebut (Jannah, 2014: 69).


105

c. Kala II

Data kala II terdiri atas episiotomy, pendamping persalinan,

gawat janin, distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan, dan

hasilnya. Jawaban diberi tanda “√” pada kotak di samping jawaban

yang sesuai (Jannah, 2014: 69).

d. Kala III

Data kala III terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin,

penegangan tali pusat terkendali, masase uterus, plasenta lahir

lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit, laserasi, atonia uteri,

jumalh perdarahan, masalah penyerta, penatalaksanaanm dan

hasilnya (Jannah, 2014: 69).

e. Kala IV

Data kala IV terdiri atas tekanan darah, nadi, suhu, tinggi

fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan.

Pemantauan kala IV sangat penting untuk menilai risiko atau

terjadi perdarahan pascapersalinan. Pemantauan kala IV dilakukan

setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah melahirkan dan setiap

30 menit pada 1 jam berikutnya (Jannah, 2014: 69).

f. Bayi baru lahir

Data bayi baru lahir terdiri atas berat dan panjang badan, jenis

kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah

penyerta, penatalaksanaan terpilih (Jannah, 2014: 69).


106

K. Asuhan Kebidanan Persalinan

I. Tujuan asuhan persalinan

Tujuan asuhan persalinan menurut Prawirohardjo (2009: 101) ialah

memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya

mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan

memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.

II. Kebijakan pelayanan asuhan persalinan

Berikut adalah kebijakan pelayanan asuhan persalinan menurut

Prawirohardjo (2009: 101):

a. Selama persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas

kesehatan terlatih.

b. Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai

untuk menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus

bersedia 24 jam.

c. Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi

seluruh petugas terlatih.

III. Asuhan Persalinan Normal

60 langkah asuhan persalinan normal menurut Buku Acuan

Persalinan Normal (FK Unmul, 2008), yaitu:

a. Melihat tanda dan gejala Kala II

1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua.

a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.


107

b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum

dan/atau vaginanya.

c) Perineum menonjol.

d) Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.

b. Menyiapkan pertolongan persalinan

2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap

digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan

menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus

set.

3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.

4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku,

mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang

mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali

pakai/pribadi yang bersih.

5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua

pemeriksaan dalam.

6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan

memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan

meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat

tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).

c. Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-

hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau


108

kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika

mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran

ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka

dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang

terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung

tangan jika terkontaminasi.

8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah

lengkap.

a) Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan

sudah lengkap, lakukan amniotomi.

9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan

tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam

larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam

keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin

0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas).

10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi

berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal

(100-180 kali / menit ).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.

b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ

dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada

partograf.
109

d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan

meneran

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin

baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai

keinginannya.

a) Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk

meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan

kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman

persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.

b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka

dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat

ibu mulai meneran.

12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk

meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah

duduk dan pastikan ia merasa nyaman).

13. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan

yang kuat untuk meneran:

a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai

keinganan untuk meneran

b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk

meneran.

c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai

pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).


110

d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.

e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi

semangat pada ibu.

f) Menganjurkan asupan cairan per oral.

g) Menilai DJJ setiap lima menit.

h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi

segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu

primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara,

merujuk segera.

Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran

a) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau

mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin

meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai

meneran padacpuncak kontraksi-kontraksi tersebut dan

beristirahat di antara kontraksi.

b) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi

segera setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan

segera.

e. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,

meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk

mengeringkan bayi.
111

15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah

bokong ibu.

16. Membuka partus set.

17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

f. Menolong kelahiran bayi

Lahirnya kepala

18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,

lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,

letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan

yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,

membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu

untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala

lahir.

a) Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap

mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan

penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril

atau bola karet penghisap yang baru dan bersih.

19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan

kain atau kasa yang bersih.

20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang

sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera

proses kelahiran bayi.


112

a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan

lewat bagian atas kepala bayi.

b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya

di dua tempat dan memotongnya.

21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar

secara spontan.

Lahirnya bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua

tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu

untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut

menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu

anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan

lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan

bahu posterior.

Lahirnya badan dan tungkai

23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai

kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum

tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan

tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat

melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk

menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan

anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan

anterior bayi saat keduanya lahir.


113

24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada

di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk

menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua

mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

g. Penanganan bayi baru lahir

25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas

perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari

tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di

tempat yang memungkinkan).

26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan

bayi kecuali bagian pusat.

27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari

pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem

ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama

(ke arah ibu).

28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan

kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian

kepala, membiarkan tali pusat terbuka.

a) Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil

tindakan yang sesuai.


114

30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk

memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu

menghendakinya.

h. Penatalaksanaan manajemen aktif Kala III

Oksitosin

31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi

abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi

kedua.

32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan

suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian

luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

Penegangan tali pusat

34. Memindahkan klem pada tali pusat

35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat

di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk

melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.

Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan

penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut.

Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah

uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang

(dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah


115

terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 –

40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu

hingga kontraksi berikut mulai.

a) Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang

anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.

Mengeluarkan plasenta

37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil

menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,

mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan

berlawanan arah pada uterus.

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali

pusat selama 15 menit:

1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.

2) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung

kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.

3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit

berikutnya.

5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30

menit sejak kelahiran bayi.


116

38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran

plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang

plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar

plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan Lembut

perlahan melahirkan Selaput ketuban tersebut.

a) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan

disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina

dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari

tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau

steril untuk melepaskan bagian selapuk yang tertinggal.

Pemijatan uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan

masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan

melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut

hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).

i. Menilai perdarahan

40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu

maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa

selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di

dalam kantung plastik atau tempat khusus.

a) Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase

selam 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.


117

41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan

segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

j. Melakukan prosedur pasca persalinan

42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan

baik. Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.

43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke

dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih

bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi

dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.

44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau

steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan

simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang

berseberangan dengan simpul mati yang pertama.

46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan

klorin 0,5 %.

47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.

Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

k. Evaluasi

49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

pervaginam:

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.


118

b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.

c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan

perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.

Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan

penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik

yang sesuai.

50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase

uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51. Mengevaluasi kehilangan darah.

52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih

setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan

setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama

dua jam pertama pasca persalinan.

b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak

normal.

Kebersihan dan keamanan

53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5%

untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas

peralatan setelah dekontaminasi

54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat

sampah yang sesuai.


119

55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat

tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah.

Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan

ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman

dan makanan yang diinginkan.

57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan

dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.

58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

2.3 Konsep Dasar Nifas

A. Definisi Nifas

I. Pengertian

Masa nifas juga disebut masa peralihan kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat reproduksi kembali seperti prahamil.

Menurut Mochtar, lamanya masa nifas terjadi 6 sampai 8 minggu

(Sofian, 2011: 87).


120

II. Periode dalam masa nifas

Masa nifas dibagi menjadi tiga periode sebagai berikut:

a. Puerperium dini

Puerperium dini yaitu kepulihan saat ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan, yakni sekitar 40 hari setelah persalinan

(Sofian, 2011: 87).

b. Puerperium intermediate

Puerperium intermediate yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia yang lamanya 6 sampai 8 minggu (Sofian, 2011: 87).

c. Purperium lanjut

Puerperium lanjut yaitu waktu yang diperbolehkan untuk pulih

dan kembali sehat sempurna, terutama jika setelah hamil atau

sewaktu persalinan timbul komplikasi. Waktu yang diperlukan

untuk mencapai sembuh sempurna dapat berminggu-minggu,

bulanan, atau tahunan (Sofian, 2011: 87).

B. Proses Masa Nifas

Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa nifas yaitu

sebagai berikut:

I. Pengecilan uterus dan involusi

Uterus adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat

mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah

selnya. Secara ilmiah uterus ibu nifas akan kembali mengecil perlahan-

lahan ke bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar


121

40-60 gram. Selama masa 3 bulan ini, bukan hanya uterus saja yang

kembali normal, tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan

(Saleha, 2009: 2-3).

II. Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal

Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer karena cairan darah ibu

banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan

pemeriksaan kadar hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun

dari angka normalnya sebesar 11-12 gram%. Jika Hemoglobinnya

terlalu rendah, maka bisa terjadi anemia atau kekurangan darah. Oleh

karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan penambah darah,

sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi darah atau

hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah (Salehah, 2009: 3).

III. Proses laktasi atau menyusui

Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta

mengandung hormon penghambat prolactin (hormon plasenta) yang

menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon

plasenta itu dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar

2-3 hari setelah melahirkan (Saleha, 2009: 3-4).

C. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

I. Perubahan sistem reproduksi

a. Vagina dan ostium vagina

Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya membentuk

saluran yang berdinding halus dan lebar yang ukurannya berkurang


122

secara perlahan namun jarang kembali ke ukuran semula. Rugae

mulai muncul kembali pada minggu ketiga namun tidak

semenonjol sebelumnya. Hymen tinggal berupa potongan-

potongan kecil sisa jaringan, yang membentuk jaringan parut

disebut carunculae myrtiformes. Epitel vagina mulai perproliferasi

pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6, biasanya bersamaan

dengan kembalinya produksi estrogen ovarium (Cunningham,

2012: 674).

b. Uterus

Segera setelah plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus

maka dimulailah masa nifas. Oksitosin yang dilepaskan oleh

kelenjar hipofisis posterior menginduksi kontraksi myometrium

yang saling berkaitan dan kuat. Rongga uterus telah kosong, maka

uterus secara keseluruhan berkontraksi kea rah bawah dan dinding

uterus kembali menyatu satu sama lain, dan uterus secara bertahap

kembali seperti sebelum hamil (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

10).

Tabel 2.3
Perubahan-Perubahan Normal pada Uterus selama Postpartum

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Diamete


Uterus r Uterus
1. Plasenta lahir 2-3 jari dibawah 1000 gram 12,5 cm
pusat
2. 7 hari (minggu Pertengahan pusat
ke-1) dan simfisis 500 gram 7,4 cm
123

3. 14 hari (minggu Tidak teraba 350 gram 5 cm


ke-2)
4. 6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
Sumber: Mardiandiani dan Ningrum, 2015, Buku Ajar: Asuhan Kebidanan pada
Masa Nifas dan Menyusui, Salemba Medika, Jakarta, halaman 11.

c. Lochea

Pengeluaran lokia dimaksud sebagai peluruhan jaringan

desidua yang menyebabkan keluarnya secret vagina dalam jumlah

bervasiasi. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun

tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap

wanita. Secara mikroskopis, lokia terdiri atas eritrosit, serpihan

desidua, sel-sel epitel, dan bakteri (Marliandiani dan Ningrum,

2015: 11-12). Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Lokia rubra

Timbul pada hari ke-1 sampai 2 postpartum, berisi darah

segar bercampur sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, sisa

mekonium, sisa selaput ketuban, dan sisa darah (Marliandiani

dan Ningrum, 2015: 12).

2. Lokia sanguinolenta

Timbul pada hari ke-3 sampai 7 postpartum, berupa sisa

darah bercampur lendir (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 12).

3. Lokia serosa

Lokia serosa merupakan cairan berwarna agak kekuningan

berisi leukosit dan robekan laserasi plasenta, timbul setelah


124

satu minggu postpartum (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

12).

4. Lokia alba

Timbul setelah dua minggu postpartum dan hanya

merupakan cairan putih (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 12).

Pada umumnya jumlah lokia sedikit bila wanita postpartum

dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat

pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi

berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total

jumlah rata-rata pengeluaran lokia kurang lebih 240 hingga 270 ml

(Marliandiani dan Ningrum, 2015: 12).

Adapun jenis lokia yang merupakan kelaian lokia yaitu sebagai

berikut:

1. Lokia purulenta

Lokia purulenta yaitu lokia yang terjadi akibat infeksi,

berupa keluarnya cairan seperti nanah yang berbau busuk

(Sofian, 2011: 87).

2. Lokiostatis

Lokiostatis yaitu keluarnya lokia yang tidak lancar (Sofian,

2011: 87).

II. Perubahan sistem pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh

beberapa hal, di antaranya tinggi kadar progesteron yang dapat


125

mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol

darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan,

kadar progesteron mulai menurun. Namun faal usus memerlukan

waktu 3-4 hari untuk kembali normal (Marliandiani dan Ningrum,

2015: 13).

III. Perubahan sistem perkemihan

Saluran kemih kembali normal dalam waktu dua sampai delapan

minggu. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan/status sebelum

persalinan, lamanya partus kala II dilalui, besarnya tekanan kepala

yang menekan pada saat persalinan. Kandung kemih pada masa nifas

sangat kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung

kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urine

residual (normal ±15 cc) (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 14).

IV. Perubahan sistem muskuloskeletal

Otot-otot berkontraksi segera setelah persalinan. Pembuluh-

pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan

terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta

dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang

meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut

dan pulih kembali hingga tak jarang uterus jatuh ke belakang dan

menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendur,

stabilitas secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan

(Marliandiani dan Ningrum, 2015: 14).


126

V. Perubahan tanda-tanda vital

a. Suhu tubuh

Setelah persalinan, dalam 24 jam pertama ibu akan mengalami

sedikit peningkatan suhu tubuh (38oC) sebagai respons tubuh

terhadap proses persalinan. Peningkatan suhu ini umumnya terjadi

hanya sesaat. Jika peningkatan suhu tubuh menetap mungkin

menandakan infeksi (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 15).

b. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Pada

saat proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan.

Denyut nadi yang melebihi 100x/menit, harus waspada

kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum (Marliandiani

dan Ningrum, 2015: 15).

c. Tekanan darah

Tekanan darah normal untuk sistol berkisar 110-140 mmHg

dan untuk diastole 60-80 mmHg. Setelah persalinan, tekanan darah

dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil karena

terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan darah

mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada sistol atau lebih

15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya hipertensi atau

pre-eklampsia postpartum (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 15).


127

d. Pernapasan

Pada ibu postpartum pada umumnya pernapasan pada

umumnya pernapasan menjadi lambat atau kembali normal seperti

saat sebelum hamil pada bulan keenam setelah persalinan. Hal ini

karena ibu dalam kondisi pemulihan atau dalam kondisi istirahat.

Bila nadi, suhu tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya,

kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran pernapasan. Bila

pada masa nifas pernapasan menajdi lebih cepat, kemungkinan ada

tanda-tanda syok (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 15).

VI. Perubahan sistem kardiovaskular

Selama kehamilan, volume darah normal yang digunakan untuk

menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh

plasenta dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen

menyebabkan diuresis yang terjadi scara cepat sehingga mengurangi

volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam

2-4 jam pertama, setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Pada persalinan vagina

kehilangan darah sekiar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan

dengan SC, pengeluaran darah dia kali lipatnya. Perubahan terdiri atas

volume darah dan kada Ht (hematrocit) (Marliandiani dan Ningrum,

2015: 16).
128

VII. Perubahan sistem hematologi

Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit

sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta,

dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini

dipengaruhi oleh status gizi dan dehidrasi dari wanita tersebut.

Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan

diasosiasikan dengan peningkatan hematocrit dan hemoglobin pada

hari ke-3 sampai 7 postpartum dan akan normal dalam 4-5 minggu

postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang

lebih 200-500 ml, minggu pertama postpartum berkisar 500-800 ml

dan selama sisa masa nifas 500 ml (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

16-17).

VIII. Perubahan sistem endokrin

a. Hormon plasenta

Hormon plasenta HCG (Human Chorionic Gonadotropin)

menurun dengan cepat setelah persalinan dan menetap sampai 10%

dalam tiga jam hinga hari ketujuh postpartum dan sebagai onset

pemenuhan mamae pada hari ketiga postpartum (Marliandiani dan

Ningrum, 2015: 17).

b. Hormon pituitary

Menurunnya kadar estrogen merangsang kelenjar pituitary

bagian belakang untuk mengeluarkan prolactin. Homorn ini


129

berperan dalam pembesaran payudara dan merangsang produksi

ASI (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 17).

c. Hormon hipofisi dan fungsi ovarium

Kadar prolactin meningkat secara progesif sepanjang masa

hamil. Pada wanita menyusui kadar prolactin tetap meningkat

sampai minggu keenam setelah melahirkan. Kadar prolactin serum

dipengaruhi oleh seringnya menyusui, lama tiap kali menyusui, dan

banyak makanan tambahan yang diberikan (Marliandiani dan

Ningrum, 2015: 17).

d. Hormon estrogen dan progesterone

Setelah persalinan, kadar estrogen menurun 10% dalam kurun

waktu sekitar tiga jam. Progesterone turun pada hari ketiga

postpartum kemudian digantikan dengan peningkatan hormone

prolactin dan prostaglandin yang berfungsi sebagai pembentukan

ASI dan meningkatkan kontraksi uterus sehingga mencegah

terjadinya perdarahan (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 17).

D. Adaptasi Psikologis Ibu dalam Masa Nifas

I. Adaptasi psikologis ibu masa nifas

Pengalaman menjadi orang tua khususnya menjadi seorang ibu

tidaklah selalu merupakan suatu hal yang menyenangkan bagi setiap

wanita atau pasangan suami istri. Realisasi tanggung jawab sebagai

seorang ibu setelah melahirkan bayi sering kali menimbulkan konflik

dalam diri seorang wanita dan merupakan factor pemicu munculnya


130

gangguan emosi, intelektual, dan tingkah laku pada seorang wanita.

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi

aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu. Sebagian wanita

berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak

berhasil menyesaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan

psikologis dengan berbagai gejala atau sindrom yang oleh para peneliti

dan klinisi disebut post-pasrtum blues (Dewi dan Sunarsih, 2011: 65).

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami

fase-fase sebagai berikut:

a. Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung

pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat

itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman

selama proses persalinan berulang kali diceritakan. Hal ini

membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya

(Dewi dan Sunarsih, 2011: 65-66). Gangguan psikologis yang

mungkin disuarakan ibu pada fase ini menurut Dewi dan Sunarsih

(2011: 66) adalah sebagai berikut:

1. Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan

tentang bayinya, misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit

dan sebagainya.
131

2. Ketidaknyamaan sebagai akibat dari perubahan fisik yang

dialami ibu misalnya rasa mules akibat dari kontraksi Rahim,

payudara bengkak, akibat luka jahitan, dan sebagainya.

3. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.

4. Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat

bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan

merasa tidak nyaman karena sebenarnya hal tersebut bukan

hanya tanggung jawab ibu saja, tetapi tanggung jawab bersama.

b. Fase taking hold

Fase taking hold adalah fase/periode yang berlangsung antara

3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu khawatir akan

ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat

bayi. Ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung dan gampang marah sehingga kita perlu berhati-hati

dalam berkomunikasi dengan ibu (Dewi dan Sunarsih, 2011: 66).

Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini

merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai

penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya, sehingga timbul

percaya diri. Tugas sebagai tenaga kesehatan adalah dengan

mengajarkan cara senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan

yang diperlukan ibu seperti gizi, istirahat, keberhasilan diri, lain-

lain (Dewi dan Sunarsih, 2011: 66).


132

c. Fase letting go

Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan

peran berunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.

Ibu sudah dapat menyesuaikan diri merawat diri dan bayinya, serta

kepercayaan dirinya sudah meningkatkan. Pendidikan kesehatan

yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi

ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.

Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan

urusan rumah tangga sehingga ibu tidak terlalu terbebani. (Dewi

dan Sunarsih, 2011: 66).

II. Postpartum blues

Melahirkan merupakan salah satu hal yang paling penting dari

peristiwa-peristiwa paling bahagia dalam hidup bagi seorang wanita.

Sebanyak 80% dari perempuan mengalami gangguan suasana hati

setelah kehamilan. Mereka merasa kecewa sendirian, takut, atau tidak

mencintai bayi mereka, dan merasa bersalah karena perasaan ini (Dewi

dan Sunarsih, 2011: 67).

Postpartum blues atau sering juga disebut maternity blues atau

sindrom ibu baru, dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan efek

ringan pada minggu pertama setelah persalinan dengan ditandai gejala-

gejala menurut Dewi dan Sunarsih (2011: 67) berikut ini: a) reaksi

depresi/sedih/disforia; b) sering menangis; c) mudah tersinggung; d)

cemas; d) labilitas perasaan; e) cenderung menyalahkan diri sendiri; f)


133

kelelahan; g) mudah sedih; h) cepat marah; i) mood mudah berubah,

cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi gembira; j) perasaan

terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta bayinya; k)

perasaan bersalah; dan l) pelupa

Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan

berlangsung dari beberapa hari sampai 3 minggu. Oleh karena begitu

umum, maka diharapkan tidak dianggap sebagai penyakit. Namun,

stress dan sejarah depresi dapat memengaruhi apakah postpartum blues

terus menjadi depresi besar. Oleh karena itu postpartum blues harus

segera ditindaklanjuti (Dewi dan Sunarsih, 2011: 67-68).

Beberapa cara untuk mengatasi postpartum blues menurut Dewi

dan Sunarsih (2011: 68) adalah sebagai berikut:

a. Persiapan diri yang baik selama kehamilan untuk menghadapi

masa nifas.

b. Komunikasikan segala selama kehamilan untuk menghadapi masa

nifas.

c. Selalu membicarakan rasa cemas yang dialami.

d. Bersikap tulus serta ikhlas terhadap apa yang telah dialami dan

berusaha melakukan peran barunya sebagai seorang ibu dengan

baik.

e. Cukup istirahat

f. Menghindari perubahan hidup yang drastic.

g. Berolahraga ringan.
134

h. Berikan dukungan dari semua keluarga, suami, atau saudara.

i. Konsultasikan pada tenaga kesehatan atau orang yang profesional

agar dapat memfasilitasi faktor risiko lainnya selama masa nifas

dan membantu dalam melakukan upaya pengawasan.

III. Edinburg postnatal depression scale (EPSD)

Di luar negeri tindakan skrining untuk mendeteksi gangguan mood

atau depresi sudah merupakan asuhan pelayanan pasca bersalin yang

rutin. Untuk dapat melakukan asuhan tersebut dapat digunakan alat

bantu berupa Edinburg Postnatal Depression Scale (EPDS) yaitu

kuisioner dengan validitas yang telah teruji yang dapat mengukur

intensitas perubahan suasana depresi selama 7 hari pasca bersalin

(Dewi dan Sunarsih, 2011: 69).

IV. Kesedihan dan dukacita/depresi

Keadaan ini berlangsung antara 3-6 bulan bahkan pada beberapa

kasus terjadi salama 1 tahun pertama kehidupan bayi. Penyebab

depresi terjadi karena reaksi terhadap rasa sakit yang muncul saat

melahirkan dan karena sebab-sebab yang kompleks lainnya (Dewi dan

Sunarsih, 2011: 69).

Beberapa gejala-gejala depresi berat menurut Dewi dan Sunarsih

(2011: 69) adalah sebagai berikut:

a. Perubahan pada mood

b. Gangguan pada pila tidur dan pola makan

c. Perubahan mental dan libido


135

d. Dapat pula muncul fobia, serta akan menyakiti dirinya sendiri dan

bayinya.

Depresi berat akan terjadi biasanya pada wanita//keluarga yang

pernah mempunyai riwayat kelainan psikiatrik. Selain itu,

kemungkinan dapat terjadi pada kehamilan selanjutnya (Dewi dan

Sunarsih, 2011: 69). Menurut Dewi dan Sunarsih (2011: 69),

penatalaksanaan depresi berat adalah sebagai berikut:

a. Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar

b. Terapi psikologis dari psikiater

c. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antidepresan (perlu

diperhatikan pemberian antidepresan pada wanita hamil dan

menyusui)

d. Jangan ditinggal sendirian di rumah

e. Jika diperlukan lakukan perawatan di rumah sakit

f. Tidak dianjurkan warat gabung (roaming in) dengan bayinya pada

penderita depresi berat.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masa Nifas

I. Faktor fisik

Bagi ibu post partum waktu akan terasa lebih lambat, minggu

pertama merupakan saat terberat bagi ibu pasca bersalin. Tidak heran

jika ibu tetap merasa belum nyaman hingga pada minggu kedua

sesudah persalinan. Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan

fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa


136

perubahan psikisnya. Umumnya ibu masih mengalami sebagian atau

seluruh gejala fisik dan emosi dibawah ini (Marliandiani dan Ningrum,

2015 : 34). Gejala Fisik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ibu masih mengalami keletihan.

b. Muncul keluhan sembelit.

c. Secara bertahap perut menjadi datar.

d. Bert badan berkurang secara bertahap.

e. Rasa tidak enak pada payudara.

f. Rasa sakit dilengan dan leher akibat menggendong bayi.

g. Rontoknya rambut.

h. Pengeluaran lokia.

i. Inkontinensia urine (mengompol).

j. Kontraksi uterus (penyusuan rahim).

k. Nyeri dan kebal pada perineal.

l. Banyak keringat.

m. Merah dimata, lebam, tanda kehitaman disekitar mata dan pipi

II. Faktor psikologi

Gejala psikologis yang dialami oleh ibu nifas dan menyusui

menurut Marliandiani dan Ningrum (2015: 34), yaitu:

a. Gembira, depresi, atau perubahan diantara keduanya

b. Merasa tidak mampu, bertambahnya rasa percaya diri atau

perpindahan-perpindahan perasaan diantara keduanya.

c. Bertambah atau berkurangnya gairah seksual.


137

d. Baby blues yang berlanjut, 80% dialami wanita setelah bersalin.

Perasaan sedih atau uring-uringan timbul dalam jangka waktu 2

hari sampai 2 minggu, hal ini masih normal dan bersifat sementara.

Namun, timbulnya gejala-gejala tersebut bergantung pada jenis

persalinan yang ibu alami, apakah mudah atau sulit, apakah normal

atau lewat operasi sesaria, seberapa banyak bantuan yang di peroleh di

rumah, dan berbagai faktor individual lainnya (Marliandiani dan

Ningrum, 2015: 34).

III. Faktor lingkungan sosial budaya

Lingkungan dan sosial budaya adalah suatu hal yang berkaitan

dengan budi dan akal manusia untuk mencapai tujuan bersama. Pada

masa sesudah persalinan, adat istiadat dan budaya setempat ibu

postpartum akan menunjang lancar atau tidaknya nifas yang dilalui.

Misal pada budaya Jawa yaitu selapan, tapel awu layan. Budaya daerah

tertentu melarang ibu nifas untuk mengkonsumsi protein tinggi seperti

telur dan ikan laut. Jika ibu tidak mempunyai riwayat alergi, ibu

dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori

dan tinggi protein guna memulihkan stamina, menumbuhkan sel-sel

baru, serta menjaga kualitas ASI (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

35).

IV. Faktor ekonomi

Kehamilan yang direncanakan akan membuat siap secara ekonomi,

baik dari segi biaya persalinan, pemenuhan gizi ibu nifas dan bayi,
138

serta penunjang kesehatan bagi bayi yang baru lahir. Bertambahnya

anggota keluarga juga mempengaruhi bertambahnya kebutuhan

sehingga tuntutan ekonomi semakin meningkat (Marliandiani dan

Ningrum, 2015: 35).

F. Kebutuhan Masa Nifas

I. Nutrisi dan cairan

Tidak ada kontraindikasi dalam pemberian nutrisi setelah

persalinan. Ibu harus mendapatkan nutrisi yang lengkap dengan

tambahan kalori sejak sebelum hamil (200-500 kal) yang akan

mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan, meningkatkan

kualitas dan kuantitas ASI, serta mencegah terjadinya infeksi

(Bahiyatun. 2009: 68).

Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk memproduksi ASI dan

pemulihan kesehatan ibu. Kebutuhan gizi yang perlu diperhatikan,

yaitu:

a. Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya

b. Banyaknya minum, setiap hari harus minum lebih dari 6 gelas

c. Makan makanan yang tidak merangsang, baik termis, mekanis,

atau kimia untuk menjaga kelancaran pencernaan

d. Batasi makanan yang berbau tajam

e. Gunakan bahan makanan yang dapat merangsang produksi ASI,

misalnya sayuran hijau


139

Tabel 2.4
Contoh Menu Ibu Menyusui

Jenis Menyusui bayi yang Menyusui bayi yang


makanan berusia 0-6 bulan berusia > 6 bulan
Nasi 5 piring 4 piring
Ikan 3 potong 2 potong
Tempe 5 potong 4 potong
Sayuran 3 mangkok 3 mangkok
Buah 2 potong 2 potong
Gula 5 sendok 5 sendok
Susu 1 gelas 1 gelas
Air 8 gelas 8 gelas
Sumber: Bahiyatun, 2009, Buku Ajar: Asuhan Kebidanan Nifas Normal, EGC,
Jakarta, halaman 68.

II. Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin dapat dianjurkan, kecuali jika ada

kontraindikasi. Ambulasi dini akan meningkatkan sirkulasi dan

mencegah risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja

peristalktik, dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi

abdominal dan konstipasi. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak

bergerak karena merasa letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak

segera diatasi, ibu akan terancam mengalami thrombosis vena

(Bahiyatun, 2009: 76).

III. Eliminasi

Dalam enam jam pertama postpartum, pasien sudah harus dapat

buang air kecil (BAK). Semakin lama urine tertahan dalam kandung
140

kemih maka dapat mengkibatkan kesulitan pada organ perkemihan,

misalnya infeksi. Bidan harus dapat meyakinkan pada pasien bahwa

buang air kecil sesegera mungkin setelah melahirkan akan mengurangi

komplikasi postpartum. Berikan dukungan mental pada pasien bahwa

ia pasti mampu menahan rasa sakit pada luka jalan lahir akibat terkena

air kencing karena sudah berhasil berjuang untuk melahirkan bayinya

(Marliandiani dan Ningrum, 2015: 39).

IV. Hygiene

Menjaga keberhasilan diri selama masa nifas merupakan upaya

untuk memelihara kebersihan tubuh mulai dari pakaian, kebersihan

dari ujung rambut sampai kaki. Terutama pada daerah genetalias perlu

mendapatkan perhatian yang lebih karena terdapat pengeluaran

cairan/darah lokia (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 40). Tujuan

melakukan personal hygiene menurut Marliandiani dan Ningrum

(2015: 40) antara lain sebagai berikut:

a. Meningkatkan derajat kesehatan

b. Mengurangi risiko infeksi

c. Memberikan rasa nyaman

d. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

V. Istirahat

Ibu nifas sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk

memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk

memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup.


141

Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal delapan jam sehari,

yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang, ibu dapat

beristirahat selagi bayinya tidur (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 41).

Kurang istirahat pada ibu nifas akan memengaruhi beberapa hal

sebagai berikut:

a. Mengurangi jumlah produksi ASI.

b. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak

perdarahan.

c. Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan dalam merawat bayi

dan dirinya sendiri.

VI. Seksualistas masa nifas

Kebutuhan seksual sering menjadi perhatian ibu dan keluarga.

Diskusikan hal ini mulai hamil dan diulang pada postpartum

berdasarkan budaya dan kepercayaan ibu dan keluarga. Seksualitas ibu

dipengaruhi oleh derajat rupture perineum dan penurunan hormon

steroid setelah persalinan. Keinginan seksual ibu menurun karena

kadar hormone rendah, adaptasi peran baru, keletihan (kurang istirahat

dan tidur) (Bahiyatun, 2009: 83).

VII. Latihan dan senam nifas

Pada ibu postseksio sesarea, ambulasi dini dimulai pada 24-36 jam

setelah melahirkan. Tujuan latihan pascamelahirkan adalah:

a. Menguatkan otot-otot perut sehingga mencegah atau memperbaiki

yang baik
142

b. Mengencangkan dasar panggul sehingga mencegah dan

memperbaiki inkontinensia stress

c. Membantu memperbaiki sirkulasi darah di seluruh tubuh

(Bahiyatun, 2009: 91).

Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu pasca melahirkan,

sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan. Setelah ibu

cukup beristirahat dan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan

kontinu (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 42). Senam nifas berupa

gerakan-gerakan yang berguna untuk mengencangkan otot, terutama

otot-otot perut yang menjadi longgar setelah kehamilan. Sedangkan

latihan keagel untuk membantu penyembuhan luka perineum,

meredakan hemoroid dan varises vulva, meningkatkan pengendalian

urine, meringankan perasaan bahwa “segalanya sudah berantakan”,

membangkitkan kembali pengendalian atas otot-otot sfingter, dan

memperbaiki respon seksual (Bahiyatu, 2009: 92).

Menurut Saleha (2009: 75-76), penjelasan yang diberikan oleh

bidan untuk ibu adalah sebagai berikut:

a. Diskusi pentingnya otot-otot perut dan panggul agar kembali

normal, karena hal ini akan membuat ibu merasa lebih kuat dan ini

juga menjadikan otot perutnya menjadi kuat, sehingga mengurngi

rasa sakit pada punggung.

b. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat

membantu:
143

1. Dengan tidur telentang dan lengan di samping, Tarik otot perut

selagi menarik napas, tahan napas dalam, angkat dagu ke dada,

tahan mulai hitungan 1 sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak

10 kali.

2. Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul

lakukanlah latihan keagel.

c. Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong dan

pinggul, tahan sampai 5 hitungan. Relaksasi otot dan ulangi latihan

sebanyak 5 kali.

d. Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap

minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu

ke-6 setelah persalinan.

G. Deteksi Dini Komplikasi (Tanda Bahaya) Ibu Nifas

I. Perdarahan masa nifas

Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 cc setelah bersalin

didefinisikan sebagai perdarahan pascapersalinan. Terdapat beberapa

masalah mengenai definisi ini, yaitu:

a. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang

sebenarnya, terkadang hanya setengah dari biasanya. Darah juga

dapat bercampur dengan cairan omnion atau urine.

b. Volume darah yang hilang juga bervariasi. Kekurangan darah

dapat diketahui dari kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan

kadar Hb normal dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan


144

darah yang mungkin dapat menyebabkan anemia. Seorang ibu

yang sehat dan tidak anemia pun dapat mengalami akibat faal dari

kehilangan darah.

c. Perdarahan dapat terjadi scara lambat dalam jangka waktu

beberapa jam dan kondisi ini mungkin tidak dikenali sampai terjadi

syok.

Penilaian risiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan

terjadinya perdarahan pascapersalinan. Penanganan aktif kala III

sebaiknya dilakukan pada semua wanita bersalin. Hal ini dapat

menurunkan insisden perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.

(Bahiyatun, 2009: 115).

II. Infeksi masa nifas

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan.

Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang

meluas ke saluran urinari, payudara, dan pembedahan dapat

menyebabkan kematian ibu. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari

suhu pembengkakan takikardia dan malaise. Gejala lokalnya berupa

uterus lembek, kemerahan, rasa nyeri pada payudara, atau adanya

disuria (Bahiyatun, 2009: 115).

Ibu berisiko infeksi postpartum karena adanya luka pada bekas

pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genital, termasuk episiotomy

pada perineum, dinding vagina, dan serviks. Penyebab infeksi adalah

bakteri endogen dan eksogen. Gejala klinis endometritis tampak pada


145

hari ke-3 postpartum disertai suhu yang mencapai 39oC dan takikardia,

sakit kepala, kadang terdapat uterus yang lembek. Ibu yang mengalami

kondisi ini harus diisolasi (Bahiyatun, 2009: 116).

III. Sakit kepala, nyeri epigastrik, dan penglihatan kabur

Penanganan terhadap gangguan ini meliputi:

a. Jika ibu sadar, periksa nadi, tekanan darah, dan pernafasan.

b. Jika ibu tidak bernafas, periksa dan lakukan ventilasi dengan

masker dan balon. Lakukan intubasi jika perlu dan jika pernafasan

dangkal, periksa dan bebaskan jalan napas serta diberik oksigen

4-6 liter per menit.

c. Jika pasien tidak sadar/koma, bebaskan jalan napas, baringkan

miring, ukur suhu, periksa apakah ada kaku tekuk.

(Bahiyatun, 2009: 116).

IV. Pembengkakan wajah dan ekstremitas

Bila terjadi gejala ini, periksa tanda varises, periksa kemerahan

pada betis, dan periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, atau

kaki mengalami edema (perhatikan adanya edema putting, jika ada)

(Bahiyatun, 2009: 116).

V. Demam, muntah, dan nyeri berkemih

Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap

tegangan air kemih di dalam vesika sering menururn akibat trauma

persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan

kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman


146

yang ditimbulkan oleh episiotomy yang lebar, laserasi periuretra, atau

hematoma dinding vagina (Bahiyatun, 2009: 116).

VI. Payudara bengkak

Payudara bengkak yang tidak disusukan secara adekuat dapat

menyebabkan payudara menjadi merah, panas, terasa sakit dan

akhirnya terjadi mastitis. Puting lecet akan memudahkan masuknya

kuman dan terjadinya payudara bengkak. BH/bra yang terlalu ketat

mengakibatkan engorgement segmental. Bila payudara ini tidak

disusukan dengan adekuat, dapat terjadi mastitis (Bahiyatun, 2009:

117).

VII. Kehilangan nafsu makan yang lama

Sesudah bayi lahir, ibu akan merasakan lelah dan mungkin juga

lemas karena kehabisan tenaga. Hendaknya ibu lekas diberi minuman

hangat, susu, kopi, atau teh yang bergula. Apabila ibu menghendaki

makanan, berikan makanan yang sifatnya ringan (Bahiyatun, 2009:

118).

VIII. Thrombus vena

Selama masa nifas, dapat terbentuk thrombus pada vena-vena yang

terdapat di pelvis yang mengalami dilatasi. Faktor predisposisi

gangguan ini meliputi:

a. Obesitas

b. Peningkatan umur maternal dan tingginya paritas

c. Riwayat sebelumnya
147

d. Anestesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang lama

pada pembuluh vena

e. Anemia maternal

f. Hipotermia dan penyakit jantung

g. Endometitris

h. Varikostitis

i. Manifestasi klinis gangguan ini meliputi timbul secara akut, timbul

rasa nyeri, akibat terbakar, dan nyeri tekan pada permukaan

(Bahiyatun, 2009: 118).

IX. Perasaan sedih ibu nifas

Pada beberapa minggu awal setelah persalinan sampai kurang lebih

1 tahun, ibu postpartum cenderung mengalami perasaan yang tidak

lazim dialaminya, misalnya merasa sedih, tidak mampu mengasuh

dirinya sendiri dan bayinya (Bahiyatun, 2009: 118).

H. Proses Laktasi dan Menyusui

I. Anatomi fisiologi laktasi

a. Pembentukan payudara (mammogenesis)

Mammogenesis adalah istilah yang digunakan untuk

pembentukan kelenjar atau payudara yang terjadi dalam beberapa

tahap ini:

1. Embriogenesis

Pembentukan payudara dimulai kira-kira minggu keempat

pada masa kehamilan, baik janin laki-laki maupun janin


148

perempuan. Pada usia 12 sampai 16 minggu pembentukan

puting dan areola jelas tampak. Setelah lahir, beberapa bayi

mengeluarkan cairan yang disebut wacth’s milk, yang

disebabkan oleh pengaruh hormon-homron kehamilan yang

berkaitan dengan produksi air ASI (yang tidak dijumpai pada

bayi yang lahir prematur) (Wahyuni, 2018: 121).

2. Pubertas

Tidak ada pertumbuhan payudara lagi sampai tingkat

pubertas, ketika kadar estrogen dan progesteron mengakibatkan

bertumbuhnya saluran-saluran aktiferus, alveoli, puting, dan

areola. Penambahan ukuran payudara disebabkan oleh adanya

penimbunan jaringan lemak (Wahyuni, 2018: 121-122).

3. Kehamilan dan laktogenesis

Dengan bertambahnya suplai darah, vena-vena dapat

terlihat pada permukaan payudara. Pada usia 12 minggu

kehamilan terjadi pigmentasi dalam jumlah banyak pada areola

dan putting karena bertambahnya sel-sel melanosit, yang

berubah warna menjadi merah/coklat. Kelenjar Montgomery

juga lebih besar dan mulai mengeluarkan lubrikan serosa untuk

melindungi putting dan areola. Kira-kira pada 16 minggu,

diproduksi kolostrum (laktogenesis I) di bawah pengaruh

prolactin dan HPL, tetapi produksi yang menyuluruh ditekan

oleh bertambahnya kadar estrogen dan progesteron. Laktasi


149

merupakan titik dimana payudara sudah mencapai

pembentukannya yang sempurna (Wahyuni, 2018: 122).

b. Struktur eksternal payudara

Payudara berada di antara iga kedua dan keenam dari sternum

kearah tengah, melalui otot pektoralis. Kedua payudara tersebut

ditunjang oleh jaringan ikat fibrosa yang dinamakan ligament

cooper. Setiap payudara ibu mempunyai ukuran bervariasi, ini

ditentukan oleh banyaknya jaringan lemak, dan bukan jaringan

kelenjar (Wahyuni, 2018: 122-123).

Diameter payudara sekitar 10-12 cm. pada wanita yang tidak

hamil berat kurang lebih 200 gram, bergantung pada individu. Saat

hamil beratnya berkisar 400-600 gram dan saat menyusui beratnya

mencapai 600-800 gram. Ada empat macam bentuk puting, yaitu

bentuk normal/umum, pedek/datar, panjang, dan terbenam

(Marliandiani, 2015: 50).

c. Sistem darah, saraf dan limfoid

Payudara penuh dengan pembuluh-pembuluh darah, 60%

suplai darah terjadi melalui arteri mamaria internal dan 30%

melalui arteri torakalis lateral. Kulit disuplai oleh cabang-cabang

saraf torakalis, putting dan areola oleh saraf otonom. Suplai sarat

utama berasal dari cabang-cabang saraf intercostal keempat, kelima

dan keenam. Saraf intercostal keempat berubah menjadi superfisial

di areola, yang kemudian berkembangan menjadi lima


150

percabangan. Trauma seperti pembedahan payudara pada saraf ini

mengakibatkan hilangnya sensasi (Wahyuni, 2018: 125).

d. Fisiologi laktasi

Fisiologi laktasi meliputi produksi ASI itu sendiri dan proses

pengeluaran ASI, yaitu:

1. Produksi ASI (Prolaktin)

Hormon yang berperan untuk maturasi alveoli payudara

adalah hormon estrogen dan progesteron. Sementara hormon

prolaktin berfungsi untuk produksi ASI. Selama kehamilan

hormone prolactin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum

karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar

estrogen dan progesterone menurun pada saat hari kedua atau

ketiga pascapersalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada

proses laktasi terdapat dua refleks yang berperan, yaitu refleks

aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu

dikarenakan isapan bayi (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

51).

a) Refleks prolaktin

Refleks prolaktin merupakan stimulasi produksi ASI

yang membutuhkan impuls saraf dari puting susu,

hipotalamus, hipofise anterior, prolaktin alveolus, dan

tentunya ASI itu sendiri. Pada akhir kehamilan hormon

prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum,


151

tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas

prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang

masih tinggi (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 51).

Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin

akan menjadi normal pada minggu ke-2 sampai 3.

Sementara pada ibu menyusui, prolaktin akan meningkat

dalam keadaan seperti stress atau pengaruh spikis, anestesi,

opersi, dan rangsangan puting susu (Marliandiani dan

Ningrum, 2015: 51).

b) Refleks aliran (Let Down Reflex)

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise

anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi

dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang

kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah,

hormone ini menuju uterus sehingga menimbulkan

kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang

telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke system

duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus

masuk ke mulut bayi (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 51-

52).

Factor-faktor yang meningkatkan Let down reflex

menurut Marliandiani dan Ningrum (2015: 52) adalah

sebagai berikut:
152

1) Ibu dalam keadaan tenang

2) Dengan melihat, mengamati bayi

3) Mendengarkan suara celoteh/tangisan bayi

4) Mencium dan mendekap bayi

5) Memikirkan untuk menyusui bayi

Kondisi yang dapat menghambat Let down reflex adalah

ibu takut, cemas, khawatir/bingung, ragu terhadap

kemampuannya merawat bayi. Refeks yang pentng menurut

Marliandiani dan Ningrum (2015: 52-53) dalam mekanisme

isapan bayi antara lain:

1) Refleks menangkap yaitu refleks yang timbulnya saat

bayi baru lahir, pipi disentuh, dan bayi akan menoleh ke

arah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan puting

susu, maka bayi akan berusaha membuka mulut dan

berusaha menangkap puting susu.

2) Refeks menghisap yaitu refleks yang timbul apabila

langit-langit mulut bayi disentuh oleh puting. Agar

puting mencapai palatum, maka sebagian besar areola

harus masuk ke dalam mulut bayi. Dengan demikian,

sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan

antara gusi, lidah, dan palatum sehingga ASI keluar.

3) Refleks menelan yaitu refleks ini timbul apabila mulut

bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya.


153

2. Pengeluaran ASI (Oksitosin)

Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang

berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat

pada glandula pituitary posterior, sehingga keluar hormon

oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar

alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam

pembuluh ampula. Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi

oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada duktus.

Apabila duktus melebar, maka secara reflektoris oktitosin

dikeluarkan oleh hipofisis (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

53).

II. Jenis ASI

a. Kolostrum

Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar, berwarna

kuning keemasan, kental, dan lengket. Kolostrum ini disekresi oleh

kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari keempat

pascapersalinan (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 59).

b. ASI transisi/peralihan

ASI peralihan diproduksi pada hari keempat atau ketujuh

sampai hari ke-10 atau ke-14 setelah kolostrum sampai sebelum

ASI matang (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 60).


154

c. ASI matur

ASI matur keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya. ASI matur

akan terlihat lebih encer daripada susu sapi (Marliandiani dan

Ningrum, 2015: 60).

III. Komposisi gizi dalam ASI

a. Laktosa

Laktosa 7 g/100 ml, merupakan jenis karbohidrat utama dalam

ASI yang berperan penting sebagai sumber energi dan akan diolah

menjadi glukosa dan galaktosa yang berperan dalam

perkembangan sistem saraf (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 60).

b. Lemak

Lemak 3,7-4,8 g/100 ml, merupakan zat gizi terbesar kedua di

ASI dan menjadi sumber energI utama bayi serta berperan dalam

pengaturan suhhu tubuh bayi (Marliandiani dan Ningrum, 2015:

60).

c. Vitamin

Kandungan vitamin dalam ASI antara lain vitamin E banyak

terkandung dalam kolostrum, vitamin K berfungsi sebagai

katalisator pada proses pembekuan darah, vitamin D berfungsi

untuk pembentukan tulang dan gigi (Marliandiani dan Ningrum,

2015: 60-61).
155

d. Garam dan mineral

Jumlah zat gizi dalam ASI termasuk sedikit tetapi mudah

diserap. Jumlah zat besi berasal dari persediaan zat besi sejak bayi

lahir, dari pemecahan sel darah merah dan zat besi yang

terkandung dalam ASI (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 61).

e. Oligosakarisa

Oligosakarida 10-12 g/l, merupakan komponen bioaktif di ASI

yang berfungsi sebagai prebiotic karena terbukti meningkatkan

jumlah bakteri sehat yang secara alami hidup dalam system

pencernaan bayi (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 61).

f. Protein

Protein dalam susu yaitu kasein dan whey kadarnya 0,9%.

Protein 0,8-1,0 g/100 ml, merupakan komponen dasar dari protein

adalah asam amino, berfungsi untuk membentuk struktur otak

(Marliandiani dan Ningrum, 2015: 61).

g. Zat protektif

Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka

bayi yang jarang mengalami sakit (Marliandiani dan Ningrum,

2015: 61).

IV. Upaya memperbanyak ASI

Pengeluaran ASI tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya

payudara. Namun, pengeluaran ASI dipengaruhi oleh isapan bayi.

Semakin sering bayi mengisap puting susu ibu maka semakin banyak
156

pula ASI yang diproduksi (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 62).

Untuk menjaga pengeluaran ASI tetap lancar, dapat dilakukan upaya

berikut:

a. Memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi ibu nifas (sayur daun katuk,

kacang-kacangan, air putih/minuman setiap selesai menyusui dan

susu).

b. Pemberian ASI secara on demand minimal menyusui setiap 2 jam

siang dan malam hari dengan lama menyusui 10-15 menit disetiap

payudara.

c. Ibu harus dapat istirahat yang cukup, apabila ibu lelah maka ASI

juga akan berkurang.

d. Ketenangan jiwa dan pikiran, serta ibu siap dan selalu optimis

mampu memberikan ASI kepada bayinya.

e. Lakukan perawatan payudara.

V. Tanda bayi cukup ASI

Tanda bayi cukup ASI menurut Marliandiani dan Ningrum (2015:

62) adalah sebagai berikut:

a. Berat badan kembali setelah bayi berusia 2 minggu

b. Bayi sering mengompol (6 kali perhari atau lebih)

c. Bayi sering BAB berwarna kekuningan “berbiji”

d. Setiap kali menyusu, bayi menyusu dengan rakus kemudian

melemah dan tertidur

e. Payudara terasa lunak setelah menyusui dibandingkan sebelumnya


157

f. Kurva pertumbuhan pada KMS naik

I. Asuhan Masa Nifas

I. Tujuan asuhan masa nifas

Tujuan dari perawatan nifas menurut Bahiyatun (2009: 2-3), adalah

sebagai berikut:

a. Memulihkan kesehatan umum penderita, misalnya menyediakan

makanan sesuai kebutuhan; mengatasi anemia; mencegah infeksi

dengan memerhatikan keberhasilan dan sterilisasi; dan

mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk

memperlancar peredaran darah.

b. Mempertahankan kesehatan psikologis

c. Mencegah infeksi dan komplikasi

d. Memperlancar pembentukkan air susu ibu (ASI)

e. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai

masa nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi

dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

II. Kunjungan masa nifas

Kunjungan masa nifas dilakukan selama 3 kali menurut Dewi

(2011), yaitu:

b. Kunjungan pertama (Kf 1)

Dilakukan satu kali pada periode 6 jam sampai dengan 3 hari

pasca persalinan. Kegiatan yang dilakukan pada saat kunjungan


158

nifas pertama kali menurut Dewi (2011: 94) adalah sebagai

berikut:

1. Pemberian ASI dengan cara bidan mendorong ibu untuk

memberikan ASI secara eksklusif

2. Perdarahan mengkaji warna, jumlahnya yang semestinya,

apakah ada tanda-tanda perdarahan yang berlebihan dapat

dilakukan dengan cara memeriksa pada pembalut ibu. Kaji

pasien apakah bisa melakukan masase uterus.

3. Mengkaji involusi uterus dan memberi penjelasan mengenai

involusi uterus

4. Pembahasan tentang kelahiran dengan cara mengkaji perasaan

ibu

5. Dorong ibu untuk memperkuat ikatan batin dengan bayinya

6. Memberikan penyuluhan mengenai tanda bahaya ibu maupun

bayi

c. Kunjungan kedua (Kf 2)

Dilakukan satu kali pada periode 4 hari sampai dengan 28 hari

pasca persalinan. Kegiatan yang dilakukan pada saat kunjungan

nifas kedua kali menurut Dewi (2011: 94) adalah sebagai berikut:

1. Berikan informasi mengenai makanan yang seimbang, banyak

mngandung protein, makanan bererat dan air minum sebanyak

8-10 gelas perhari. Kebutuhan kalori lebih besar perhari untuk


159

mendukung laktasi, kebutuhan akan makanan yang

mengandung besi, suplemen dan folat, serta vitamin A.

2. Kebersihan dan perawatan diri sendiri teerutama pada payudara

dan perineum.

3. Ajarak ibu untuk senam nifas dan senam kegel.

4. Kebutuhan akan istrirahat dan tidur yang cukup.

5. Kajilah bila ada tanda – tanda post partum blues.

6. Pembicaraan awal tentang kembalinya masa subur dan

melanjutkan hubungan seksual setelah selesai masa nifas,

kebutuhan akan pengendalian kehamilan.

7. Beritahu tanda – tanda bahaya dan beritahu kapan dan

bagaimana menghubungi dan jika terjadi tanda bahaya.

8. Perjanjian untuk kunjungan selanjutnya

d. Kunjungan ketiga (Kf 3)

Dilakukan satu kali pada periode 29 hari sampai dengan 42 hari

pasca persalinan. Kegiatan yang dilakukan pada saat kunjungan

nifas ketiga kali menurut Dewi (2011: 94) adalah sebagai berikut:

1. Mengenai gizi zat besi atau folat terpenuhi dan kecukupan diet

seperti anjuran ibu untuk makan – makanan yang memiliki gizi

yang baik

2. Menentukan dan menyediakan metode dan alat kontrasepsi

3. Rencana senam yang lebi kuat dan menyeluruh setelah otot –

oto abdomen kembali normal


160

4. Perawatan anak

5. Rencanakan untuk chheck up dan imunisasi bayi

III. Merencanakan Asuhan Masa Nifas

a. Evaluasi secara terus-menerus

Bidan harus melakukan evaluasi secara terus-menerus terhadap

ibu. Pantau kondisi ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan

setiap 30 menit pada jam kedua. Bidan tidak boleh meninggalkan

ibu pada 2 jam pertama karena pada fase ini berbagai kemungkinan

patologi/komplikasi dapat timbul. Perhatikan adanya tanda-tanda

bahaya pada ibu maupun bayi. Adanya kebijakan kunjungan masa

nifas pada fase 6-8 jam, 6 hari, 2 minggu, dan 6 minggu pasca

persalinan sebaiknya tidak direpresentasikan secara kaku. Hal ini

berartinya pada keadaan tertentu bidan dapat memantau ibu satu

kali sehari untuk mengetahui kondisi ibu dan deteksi dini adanya

komplikasi (Dewi dan Sunarsih, 2011: 89).

b. Gangguan rasa nyeri

Gangguan rasa nyeri pada masa nifas banyak dialami meskipun

pada persalinan normal tanpa komplikasi. Hal tersebut

menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu. Bidan diharapkan dapat

mengatasi gangguan ini dan memberikan kenyamanan pada ibu

(Dewi dan Sunarsih, 2011: 89). Ganguan rasa nyeri yang dialami

ibu, di antaranya adalah sebagai berikut.


161

1. After Pain atau kram perut. Hal ini disebabkan kontraksi dan

relaksasi yang terus-menerus pada uterus, banyak terjadi pada

multipara. Anjurkan untuk mengosongkan kandung kemih,

tidur tengkurap dengan bantal di bawah perut. Bila perlu diberi

analgesik.

2. Pembengkakan payudara.

3. Nyeri perineum.

4. Konstipasi.

5. Hemoroid.

6. Diuresis.

7. Akibat dari penyimpangan cairan tambahan saat hamil sebagai

cadangan hingga pasca-persalinan tubuh tidak lagi embutuhkan

dan membuang cairan tersebut dalam bentuk urine atau

keringat (Dewi dan Sunarsih, 2011: 89).

c. Mencegah infeksi

Infeksi nifas merupakan salah satu penyebab kematian ibu.

Infeksi yang mungkin terjadi adalah infeksi saluran kemih, infeksi

pada genitalia, infeksi payudara (masitis, abses), dan infeksi

saluran pernapasan atas (ISPA) (Dewi dan Sunarsih, 2011: 89).

d. Mengatasi kecemasan

Rasa cemas sering timbul pada ibu pada masa nifas karena

perubahan fisik dan emosi masih menyesuaikan diri dengan

kehadiran bayi. Tingkat kecemasan akan berbeda antara satu


162

dengan yang lain. Atasi kecemasan dengan cara mendorong ibu

untuk mengungkapkan perasaannya, libatkan suami dan keluarga

untuk memberi dukungan, dan beri pendidikan kesehatan sesuai

kebutuhan sehingga dapat membangun kepercayaan diri dalam

berperan sebagai ibu (Dewi dan Sunarsih, 2011: 89-90).

e. Memberikan pendidikan kesehatan (health education)

Pendidikan kesehatan pada ibu sangat diperlukan bagi ibu

untuk bekal saat berada di rumah. Pendidikan kesehatan yang

diberikan berupa gizi, KB, tanda bahaya, hubungan seksual,senam

nifas, perawatan perineum, perawatan bayi sehari-hari, personal

higienes, istirahat dan tidur, mobilisasi, serta ASI eksklusif (Dewi

dan Sunarsih, 2011: 90).

f. Membantu ibu untuk menyusui bayinya

ASI eksklusif selama 6 bulan sangat penting bagi bayi.

Keberhasilan ASI eksklusif diawali dari bagaimana cara ibu mulai

menyusui. Sebagai provider, seorang bidan berperan penting dalam

membantu ibu menyusui bayinya. Ajarkan pada ibu bagaimana

cara menyusui yang baik dan bila ada masalah dalam menyusui

dapat segera diatasi (Dewi dan Sunarsih, 2011: 90).

g. Memfasilitasi menjadi orang tua

Ibu perlu menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai

orang tua. Keberhasilan dalam penyesuaian diri pada fase ini akan

mengurangi risiko terjadinya baby blues. Salah satu kegiatan yang


163

dilakukan oleh bidan adalah memfasilitasi ibu menjadi orang tua

(Dewi dan Sunarsih, 2011: 90).

h. Persiapan pasien pulang

Ketika pasca-persalinan berlangsung normal, keadaan ibu dan

bayi sehat, bidan dapat menentukan bahwa ibu dapat dipulangkan.

Sebelum dipulangkan, Ibu dipersiapkan agar dapat menjalani

kehidupan di rumah bersama bayi dan keluarga dalam keadaan

aman (Dewi dan Sunarsih, 2011: 90). Persiapan sebelum ibu

pulang adalah sebagai berikut.

1. Pastikan ibu telah mengetahui tentang perawatan perineum,

gizi ibu menyusui, kebersihan diri, perawatan payudara,

istirahat dan pendidikan kesehatan lainnya yang telah kita

berikan selama ibu dirawat.

2. Beritahu ibu untuk segera menghubungi bidan bila terjadi

tanda-tanda bahaya. Tanda-tanda bahaya di antaranya

perdarahan banyak, pengeluaran vagina berbau busuk, sakit

kepalahebat, demam tinggi, pembengkakan wajah dan tangan,

serta payudara merah panas dan sakit. Beri petunjuk bagaimana

dan di mana dia dapat menghubungi bidan.

3. Beri suplemen zat besi.

4. Diskusikan tentang rencana kontrasepsi pasca-persalinan.


164

5. Rencanakan kunjungan ulang untuk pasca-salin lanjutan. Buat

kesepakatan apakah ibu akan datang ke rumah atau bidan yang

melakukan kunjungan rumah (home visite).

(Dewi dan Sunarsih, 2011: 90-91)

i. Anticipatory guidance

Secara garis besar anticipatory guidance meliputi instruksi dan

bimbingan dalam mengantisipasi periode nifas dan bagaimana

memberikan asuhan sepanjang masa nifas tersebut. Dalam

memberikan asuhan bidan harus menyesuaikan diri dengan

kebutuhan ibu. Ibu nifas juga harus memberitahukan bidan jika ada

hal yang dibutuhkan sehingga dapat membantu bidan dalam

memberikan asuhan yang lebih berfokus. Anticipatory guidance

meliputi hubungan antara ibu, bayi, dan hubungan ibu dengan yang

lain (Dewi dan Sunarsih, 2011: 91).

j. Deteksi dini komplikasi pada ibu nifas

Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi

setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24

jam pertama. Bidan dituntut untuk dapat melaksanakan asuhan

kebidanan yang dapat mendeteksi dini komplikasi pada ibu nifas

(Dewi dan Sunarsih, 2011: 91).

k. Pelaksanaan asuhan kebidanan

Pelaksanaan asuhan kebidanan dapat dilakukan dengan

tindakan mandiri atau kolaborasi. Perlu juga pengawasan pada


165

masa nifas untuk memastikan ibu dan bayi dalam kondisi sehat.

Berikan pendidikan/penyuluhan sesuai dengan perencanaan.

Pastikan bahwa ibu telah mengikuti rencana yang telah disusun.

Oleh karena itu dalam memberikan pelayanan bidan harus

mendiskusikan dengan ibu dan keluarga sehingga pelaksanaan

asuhan menjadi tanggung jawab bersama (Dewi dan Sunarsih,

2011: 91).

l. Evaluasi dan asuhan kebidanan

Evaluasi dan asuhan kebidanan diperlukan untuk mengetahui

keberhasilan yang diberikan. Evaluasi keefektifan asuhan yang

diberikan apakah tindakan yang diberikan sudah sesuai dengan

perencanaan. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang

benar efektif dalam pelaksanaannya. Evaluasi dapat dilakukan saat

ibu melakukan kunjungan ulang. Saat itu bidan dapat melakukan

penilaian keberhasilan asuhan (Dewi dan Sunarsih, 2011: 91).

2.4 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

A. Definisi Bayi Baru Lahir

I. Pengertian

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37

minggu samppai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai

dengan 4000 gram (Rochmah et al, 2011: 1).


166

II. Klasifikasi neonatus

Klasifikasi neonatus menurut Maslihatun (2010: 27-28) ada tiga

yaitu menurut masa gestasi, menurut berat lahir, dan menurut berat

lahir terhadap masa gestasi.

a. Menurut masa gestasi

1. Neonatus kurang bulan (preterm infant) : kurang 259 hari (37

minggu)

2. Neonatus cukup bulan (term infant) : 259 sampai 294 hari (37-

42 minggu)

3. Neonatus lebih bulan (postterm infant) : lebih dari 294 hari (42

minggu) atau lebih

b. Menurut berat lahir

1. Neonatus berat lahir rendah : kurang dari 2.500 gram

2. Neonatus berat lahir cukup : antara 2.500 sampai 4.000 gram

3. Neonatus berat lahir lebih : lebih dari 4.000 gram

c. Menurut berat lahir terhadap masa gestasi

Klasifikasi neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi,

dideskripsikan dengan masa gestasi dan ukuran berat lahir yang

sesuai dengan masa kehamilannya, yaitu neonatus

cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB) apakah sesuai

kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK).


167

III. Ciri-ciri bayi baru lahir

Ciri-ciri bayi baru lahir normal menurut Rochmah et al (2011: 1)

ada;ah sebagai berikut:

a. Berat badan 2500-4000 gram

b. Panjang badan lahir 48-52 cm

c. Lingkar dada 30-38 cm

d. Lingkar kepala 33-35 cm

e. Frekuensi jantung 180 kali/menit, kemudian menurun sampai 120-

140 kali/menit

f. Pernapasan pada beberapa menit pertama cepat, kira-kira 80

kali/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40

kali/menit

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup

terbentuk dan diliputi veriks kaseosa

h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah

sempurna

i. Kuku agak panjang dan lemas

j. Genetalia: pada bayi perempuan labia mayora menutupi labia

minora dan pada bayi laki-laki testis sudah turun

k. Refleks isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik

l. Refleks moro sudah baik, jika terkejut bayi akan memperlihatkan

gerakan tangan seperti memeluk


168

m. Eliminasi, baik urine dan mekoneum akan keluar dalam 24 jam

pertama.

B. Tahapan Bayi Baru Lahir

Tahap-tahap bayi baru lahir menurut Dewi (2014: 3) adalah sebagai

berikut:

I. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama

kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk

fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dengan ibu.

II. Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap ini

dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya

perubahan perilaku.

III. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24

jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh.

C. Adaptasi Bayi Baru Lahir

Bayi yang lahir akan mengalami adaptasi sehingga yang semula

bersifat tergantung kemudian menjadi mandiri secara fisiologis menurut

(Deslidel, 2011: 1) karena:

I. Mendapatkan oksigen melalui system sirkulasi pernapasannya yang

baru

II. Mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula darah

yang cukup

III. Dapat mengatur suhu tubuh

IV. Dapat melawan setiap penyakit dan infeksi


169

Transisi atau proses adaptasi bayi baru lahir yang paling dramatis dan

cepat terjadi empat aspek, yaitu pada sistem pernapasan, sistem

sirkulasi/kardiovaskular, kemampuan termoregulasi, dan kemampuan

menghasilkan sumber glukosa. Selain itu, pada system tubuh lainnya juga

terjadi perubahan, walaupun tidak jelas terlihat (Deslidel et al, 2011: 1).

I. Sistem pernapasan

a. Perkembangan paru

Paru berasal dari titik tumbuh (jaringan endoderm) yang

muncul dari faring yang kemudian bercabang kembali membentuk

struktur percabangan bronkus. Proses ini berlanjut setelah

kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkiolus

dan alveolus sepenuhnya berkembang, walaupun janin

memperlihatkan gerakan napas sepanjang trimester kedua dan

ketiga. Ketidakmatangan paru akan mengurangi peluang

kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia 24 minggu, yang

disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus,

ketidakmatangan system kapiler paru, dan tidak mencukupinya

jumlah surfaktan (Deslidel et al, 2011: 5).

b. Proses awal bernapas

Empat faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama

bayi menurut Deslidel et al (2011: 6) yaitu sebagai berikut:

1. Penurunan PaO2 dan kenaikan PaCO2 merangsang

kemoreseptor yang terletak di sinus karotis


170

2. Tekanan terhadap rongga dada (toraks) sewaktu melewati jalan

lahir

3. Rangsangan dingin di daerah muka dapat merangsang gerakan

pernapasan

4. Refleks deflasi Hering Breur

c. Surfaktan dan upaya bernapas

Upaya pernapasan pertama berfungsi untuk mengeluarkan

cairan dalam paru dan mengembangkan jaringan alveolus paru

untuk pertama kali. Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat

surfaktan dalam jumlah yang cukup dan aliran darah ke paru.

Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan

jumlahnya akan meningkat sampai paru yang matang sekitar 30-34

minggu kehamilan. Tanpa surfaktan, alveoli akan kolaps setiap saat

setelah akhir setiap pernapasan yang menyebabkan sulit bernapas

(Rochmah et al, 2011: 6).

d. Pertukaran gas

Oksigenasi yang memadai merupakan factor yang sangat

penting dalam mempertahankan pertukaan gas yang adekuat. Jika

terdapat hipoksia, pembuluh darah paru akan mengalami

vasokontriksi. Pengerutan pembuluh darah ini berarti bahwa tidak

ada pembuluh darah yang terbuka guna menerima oksigen yang

berada dalam alveoli sehingga terjadi penurunan oksigenasi yang

akan memperburuk hipoksia (Rochmah et al, 2011: 7).


171

II. Sistem kardiovaskular

Setelah lahir, sirkulasi darah bayi baru lahir menurut Deslidel et al

(2011: 4) adalah sebagai berikut:

a. Tali pusat dipotong kemudian duktus venosus menutup, terjadi

peningkatan saluran vaskular sistemik.

b. Tarikan napas menyebabkan tarikan oksigen meningkat sehingga

resistensi vaskular paru menurun sedangkan sirkulasi darah ke paru

meningkat menyebabkan aliran darah balik dari paru dan tekanan

atrium kiri meningkat sehingga foramen ovale menutup.

c. Duktus arteriosus sensitif terhadap kadar oksigen dalam darah

sehingga PO2 darah meningkat kemudian duktus arteriosus

menutup. Darah yang miskin oksigen menuju vena kava inferior

atau superior masuk ke atrium kanan kemudian dari atrium kanan

masuk ke ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis untuk

melakukan pertukaran oksigen dengan karbondioksida di paru

sehingga darah yang kaya oksigen menuju vena pulmonalis dan

menuju atrium kiri. Darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri

keluar melalui aorta menuju sirkulasi sistemik melalui vena kava

inferior atau superior dan seterusnya.

Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar pertukanan gas

dalam alveolus dan menghilangkan cairan paru. Peningkatan aliran

darah paru akan mendorong peningkatan sirkulasi limfe dan


172

merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar Rahim

(Deslidel et al, 2011: 4).

III. Termoregulasi

Bayi baru lahir belum mampu mengatur suhu tubuh mereka

sehingga mereka dapat mengalami stress akibat perubahan lingkungan.

Pada saat bayi meninggalkan lingkungan Rahim ibu yang hangat, bayi

tersebut kemudian masuk ke dalam lingkungan ruang bersalin yang

jauh lebih dingin. Bayi baru lahir/neonates dapat menghasilkan panas

dengan tiga cara yaitu menggigil, aktivtas volunter otot, dan

thermogenesis yang bukan melalui mekanisme menggigil (Rochmah et

al, 2011: 8).

Mekanisme kehilangan panas menurut Deslidel et al (2011: 5)

dapat terjadi melalui:

a. Koveksi yaitu kehilangan panas karena udara yang mengalir

(misalnya kipas angin, aliran AC, jendela terbuka)

b. Konduksi yaitu kehilangan panas karena menempel pada benda

yang bersuhu dingin dari suhu suhu bayi (misalnya stetoskop,

timbangan, dll).

c. Radiasi yaitu kehilangan panas karena suhu di ruangan lebih dingin

dari suhu tubuh bayi. Pencegahannya dengan mengatur suhu

ruangan agar cukup hangat, menyelimuti bayi terutama kepalanya

(area terluas).
173

d. Evaporasi yaitu kehilangan panas karena tubuh bayi yang basah

(menguap bersama air yang menempel di tubuh bayi).

Pencegahannya dengan segera mengeringkan bayi.

IV. Metabolisme glukosa

Agar berfungsi dengan baik, otak memerlukan glukosa dalam

jumlah tertentu. Pada setiap bayi baru lahir, kadar glukosa darah akan

turun dalam waktu cepat (1-2 jam). Koreksi penurunan kadar gula

darah yang dapat dilakukan menurut Rochmah et al (2011: 9) dengan 3

acara yaitu:

a. Melalui pemberian air susu ibu (bayi baru lahir sehat harus

didorong untuk menyusu ASI secepat mungkin setelah lahir)

b. Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenesis)

c. Melalui pembentukan glukosa dari sumber lain, terutama lemak

(glukoneogenesis)

V. Sistem ginjal

Walaupun ginjal sangat penting dalam kehidupan janin, muatannya

terbilang kecil hingga setelah kelahiran. Urine bayi encer, berwarna

kekuning-kuningan, dan tidak berbau. Warna cokelat dapat disebabkan

oleh lendir bebas membrane mukosa dan udara asam dan akan hilang

setelah bayi banyak minum (Rochmah, 2011: 9).

VI. Sistem gastrointestinal

Kebutuhan nutrisi dan kalori janin terpenuhi langsung oleh ibu

melalui plasenta, sehingga gerakan ususnya tidak aktif dan tidak


174

memerlukan enzim pencernaan, dan kolonisasi bakteri di usus negatif.

Setelah lahir gerakan usus mulai aktif, sehingga memerlukan enzim

pencernaan dan kolonisasi bakteri di usus positif. Syarat pemberian

minum adalah sirkulasi baik, bising usus positif, tidak ada kembung,

pasase mekonium positif, tidak ada muntah dan sesak napas (Deslidel

et al, 2011: 6).

VII. Sistem imun

Sel fagositosit, granulosit mulai berkembang sejak usia gestasi 4

bulan. Setelah lahir imunitas neonatus cukuo bulan lebih rendah dari

orang dewasa. Usia 3-12 bulan adalah keadaan keadaan

imunodefisiensi sementara hingga bayi mudah terkena infeksi.

Neonatus kurang bulan memiliki kulit yang masih rapuh, membran

mukosa yang mudah cedera, perlahan tubuh lebih rendah sehingga

risiko mengalami infeksi yang lebih besar. Perubahan beberapa

kekebalan alami meliputi perlindungan oleh kulit membrane mukosa,

fungsi jaringan saluran napas, pembentukan koloni mikroba oleh kulit

dan usus, dan perlindungan kimia oleh asam lambung (Deslidel et al,

2011: 8).

VIII. Sistem reproduksi

Spermatogenesis pada anak laki-laki tidak terjadi hingga masa

pubertas, namun total tambahan folikel primordial yang mengandung

ova primitif primitif ada pada gonad wanita. Pada bayi laki-laki dan

perempuan, penarikan estrogen maternal menghasilkan kongesti local


175

di dada dan kadang-kadang diikuti dengan sekresi susu pada bayi ke-4

atau ke-5. Untuk alas an yang sama, gejala haid dapat terjadi pada bayi

perempuan. Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama (Rochmah,

2011: 12).

IX. Sistem muskuloskeletal

Otot bayi berkembang dengan sempurna karena hipertrofi, bukan

hiperplasi. Tulang panjang tidak mengeras dengan sempurna untuk

mempermudah pertumbuhan pada epifise. Tulang tengkorak

kekurangan esensi osifikasi untuk pertumbuhan otak dan memudahkan

proses pembentukan selama persalinan. Proses ini berlangsung dalam

waktu beberapa hari setelah lahir. Fontanel posterior tertutup dalam

waktu 6-8 minggu. Fontanel anterior tetap terbuka hingga usia 18

bulan dan digunakan untuk memperkirakan tekanan hidrasi dan

intrakranium yang dilakukan dengan memalpasi tegangan fontanel

(Rochmah, 2011: 13).

X. Sistem neurologi

Bayi telah dapat melihat dan mendengar sejak baru lahir, sehingga

membutuhkan stimulasi suara dan penglihatan. Setelah lahir jumlah

dan ukuran sel saraf tidak bertambah pembentukan sinaps terjadi

secara progesif sejak lahir sampai usia 2 tahun. Mielinisasi

(perkembangan serabut mielin) terjadi sejak janin 8 bulan, sampai

dewasa. Golden period mulai trimester III sampai usia 2 tahun,

pertambahan lingkar kepala (saat lahir rata-rata 36 cm, usia 6 bulan 44


176

cm, usia 1 tahun 47 cm, usia 2 tahun 49 cm, usia 5 tahun 51 cm,

dewasa 56 cm). Saat lahir bobot otsk 25% dari berat dewasa, usia 6

bulan hampir 50%, usia 2 tahun 75%, usia 5 tahun 90%, usia 10 tahun

100% (Deslidel et al, 2011: 7).

Bayi baru lahir memperlihatkan sejumlah aktifitas refleks pada usia

yang berbeda-beda, yang menunjukkan normalitas dan perpaduan

antara system neurologi dan muskuloskeletal (Rochmah et al, 2011:

13). Menurut Rochmah et al (2011: 13-14) refleks tersebut adalah:

a. Reflex moro adalah refleks yang terjadi karena adanya reaksi

miring terhadap rangsangan mendadak. Refleks ini dapat

dimunculkan dengan cara menggendong bayi dengan sudut 45 o,

lalu biarkan kepala turun sekitar 1-2 cm.

b. Reflex rooting adalah refleks yang memberikan reaksi terhadap

belaian di pipi atau di sisi mulut, bayi menoleh ke sumber

rangsangan dan membuka mulutnya, siap untuk mengisap.

c. Refleks mengedip/refleks mata adalah refleks yang melindungi

mata dari trauma.

d. Refleks menggenggam (reflex palmargraph) adalah refleks yang

muncul jika menempatkan jari/pensil di dalam telapak tangan bayi,

dan bayi akan menggenggamnya dengan erat.

e. Refleks berjalan dan melangkah adalah refleks yang muncul jika

bayi disangga dalam posisi tegak dan kakinya menyentuh

permukaan yang rata, bayi akan merangsang untuk berjalan.


177

f. Refleks leher tonik asimetris (reflex tonic neck) adalah refleks yang

muncul apabila pada posisi telentang, kepala bayi menoleh ke satu

arah, lengan disisi tersebut akan ekstensi sedangkan lengan

sebelahnya fleksi.

XI. Sistem hati

Fungsi hati adalah metabolism karbohodrat, protein, lemak, dan

asam empedu. Hati juga memiliki fungsi sekresi (aliran empedu) dan

detoksifikasi obat/toksin. Bidan harus hati-hati dakan memberikan obat

kepada neonates dengan memerhatikan dosis obat (Deslidel et al,

2011: 7).

D. Masalah Kesehatan yang Lazim pada Neonatus, Bayi, dan Balita

I. Bercak mongol

Bercak Mongol adalah bercak berwarna biru yang biasanya terlihat

di bagian sakral, walaupun kadang terlihat di bagian tubuh yang lain.

Bercak ini lebih sering terlihat di punggung dan bokong (Dewi, 2014:

72).

II. Hemangioma

Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak atau tumor

vaskular jinak akibat pertumbuhan yang berlebih dari pembuluh darah

yang tidak normal dan dapat terjadi pada setiap jaringan pembuluh

darah. Hemangioma sering terjadi pada bayi baru lahir dan pada anak

berusia kurang dari 1 tahun (5-10%). Biasanya hemangioma sudah

tampak sejak bayi dilahirkan (30%) atau muncul bebeapa minggu


178

setelah kelahiran (70%). Hemangioma muncul di setiap tempat pada

permukaan tubuh seperti kepala, leher, muka, kaki, atau dada.

Hemangioma merupakan vaskular jinak terlazim pada bayi dan anak

(Dewi, 2014: 73-74).

III. Ikterus

Ikterus adalah satu keadaan menyerupai penyait hati yang terdapat

pada bai baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus

merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru

lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi

berat lahir rendah (Dewi, 2014: 74-75). Pembagian ikterus adalah

sebagai berikut:

a. Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi

baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak

berpotensi menjadi kern icterus (Dewi, 2014: 75).

b. Patologis

Ikterus patologis adalah ikerus yang mempunyai dasar

patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut

hiperbilirubinemia (Dewi, 2014: 75).


179

Tabel 2.5
Rumus Kramer

Daerah Luas icterus Kadar Bilirubin


(mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 dan badan bagian atas 9
3 Daerah 1, 2 + bagian bawah dan 11
tungkai.
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki 12
di bawah tungkai
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan 16
kaki
Sumber: Dewi, 2014, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, Salemba Medika,
Jakarta, halaman 75.

IV. Muntah

Muntah adalah keluarnya sebagian besar atau seluruh isi lambung yang

terjadi setelah makanan masuk lambung agak lama, disertai kontraksi

lambung dan abdomen (Dewi, 2014: 80).

V. Gumoh

Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian kecil isi lambung

setelah beberapa saat setelah makanan masuk ke dalam lambung.

Muntah susu adalah hal yang biasa terjadi, terutama pada bayi yang

mendapatkan ASI. Ini biasanya terjadi karena bayi menelan udara saat

menyusu (Dewi, 2014: 82).

VI. Oral trush

Oral trush adalah terinfeksinya membran mukosa mulut bayi oleh

jamur Candidiasis yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak


180

keputihan dan membentuk plak-plak berkeping di mulut, terjadi ulkus

dangkal. Biasanya penderita akan menunjukan gejala demam karena

adanya iritasi gastrointestinal (Dewi, 2014: 83).

VII. Diaper rush

Diaper rash adalah kemerahan pada kulit bayi akibat adanya

kontak yang terus menerus dengan lingkungan yang tidak baik (Dewi,

2014: 84).

VIII. Sebhorrea

Sebhorrea adalah radang berupa sisik yang berlemak dan eritema

pada daerah yang memiliki banyak kelenjar sebaseanya, biasanya di

daerah kepala (Dewi, 2014: 85).

IX. Bisul (Furunkel)

Furunkel (boil atau bisul) merupakan peradangan pada folikel

rambut, kulit, dan jaringan di sekitarnya yang sering terjadi pada

daerah bokong, kuduk, aksila, badan, dan tungkia. Furunkel dapat

erbentuk pada lebih dari satu tempat yang biasanya disebut

furunkulosis (Dewi, 2014: 86).

X. Milliariasis

Milliarisasis disebut juga sudamina, liken tropikus, biang keringat,

keringat buntet, atau prickle heat. Milliarisasis adalah dermatosis yang

disebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar

keringat (Dewi, 2014: 88).


181

XI. Diare

Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa

juga didefiniskan sebagai buang air besar yang tidak normal dan

berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Dewi,

2014: 91).

XII. Obstipasi

Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya

penyakit atau adanya obstruksi pada saluran cerna. Bisa juga

didefiniskan sebagai tidak adanya pengeluaran feses selama 3 hari atau

lebih (Dewi, 2014: 94).

E. Bounding Attachment

Istilah ini merupakan gabungan dari kata bond (tali, pertalian, ikatan)

dan attachment (kasih saying, cinta). Bounding attachment adalah ikatan

kasih saying antara ibu dan anak yang penting dan menarik sepanjang

kehidupan manusia. Bounding attachment adalah suatu ikatan kasih saying

yang kuat yang menyebabkan ibu memberi pengorbanan yang luar biasa

yang dibutuhkan untuk merawat bayinya siang maupun malam secara

terus menerus untuk melindungi, mengasihi, mencium, mendorong,

menatap, dan memberi rasa aman dan nyaman pada bayinya (Deslidel et

al, 2011: 21).

Menurut Deslidel et al (2011: 21) tingkah laku bayi yang

memperlancar kasih saying orang tua atau proses attachment adalah

sebagai berikut:
182

I. Pandangan tajam, ada kontak mata

II. Rupa wajah yang menarik

III. Tersenyum

IV. Bersuara, menangis waktu lapar

V. Refleks menggenggam

VI. Mudah dihibur

VII. Perhatian terfokus pada orangtua

VIII. Membedakan tangis, senyum, dan bersuara

IX. Melekat, merangkul, menyapa orangtua

F. Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)

Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) terdapat di dalam

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBM merupakan penilaian

dan klasifikasi bayi muda berusia kurang dari 2 bulan (Wijaya, 2015).

Penilaian dan klasifikasi bayi muda di dalam MTBM menurut Wijaya

(2015) terdiri dari:

I. Menilai dan mengklasifikasi untuk kemungkinan penyakit sangat atau

infeksi bakteri.

II. Menilai dan mengklasifikasikan diare.

III. Memeriksa dan mengklasifikasikan ikterus.

IV. Memeriksa dan mengklasifikasikan kemungkinan berat badan rendah

dan atau masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Yang menarik disini,

diuraikan secara terperinci cara mengajari ibu tentang cara sistematis

dan terperinci, cara merawat tali pusat, menjelaskan kepada ibu tentang
183

jadwal imunisasi pada bayi kurang dari 2 bulan, menasehati ibu cara

memberikan cairan tambahan pada waktu bayinya sakit, kapan harus

kunjungan ulan, dll.

V. Memeriksa status penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi.

VI. Memeriksa masalah dan keluhan lain.

G. Asuhan Bayi Baru Lahir

I. Tujuan asuhan bayi baru lahir

Tujuan asuhan kebidanan bayi baru lahir ini adalah memberikan

asuhan komprehensif kepada bayi baru lahir pada saat masih di ruang

rawat serta mengajarkan kepada orang tua dan memberi motivasi agar

menjadi orang tua yang percaya diri (Muslihatun, 2010: 4). Aspek

penting dari asuhan segera setelah bayi lahir menurut Sudarti dan

Khoirunnisa (2010: 1-2) adalah sebagai berikut:

a. Menjaga agar bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi

dengan kulit ibu

1. Pastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi

dengan kulit ibu

2. Ganti handuk/kain yang basah; dan bungkus bayi tersebut

dengan selimut dan memastikan bahwa kepala telah terlindungi

dengan baik untuk mencegah keluargnya panas tubuh.

3. Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi

setiap 15 menit.

4. Apabila suhu bayi kurang dari 36,5oC, segera hangatkan bayi.


184

b. Mengusahakan adanya kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya

sesegera mungkin

1. Berikan bayi kepada ibunya secepat mungkin. Kontak dini

antara ibu dan bayi penting untuk kehangatan mempertahankan

panas yang benar pada bayi baru lahir dan ikatan batin dan

pemberian ASI.

2. Doronglah ibu untuk menyusui bayinya apabila bayi telah siap

dengan menunjukkan rooting reflect. Jangan paksakan bayi

untuk menyusu.

3. Jangan pisahkan bayi sedikitnya satu jam setelah persalinan.

c. Menjaga pernapasan:

1. Memeriksa pernapasan dan warna kulit setiap 5 menit.

2. Jika tidak bernapas, lakukan hal-hal berikut: keringkan bayi

dengan selimut atau handuk hangat, gosoklah punggung bayi

dengan lembut.

3. Jika belum benapas selama 1 menit mulainya resusitasi.

4. Bila bayi sianosis (kulit bayi kebiruan), atau sukar

bernapas/frekuensi 30>60 kali permenit, berikan oksigen

dengan kateter nasal.

d. Merawat mata

1. Berikan Eritromicin 0,5% atau Tetrasiklin 1%, untuk

pencegahan penyakit mata krl klamidia, atau


185

2. Berikan tetes mata perak nitrat atau Neosporin segera setelah

lahir.

II. Kunjungan Neonatal

Kunjungan dan pemeriksaan kesehatan oleh tenaga kesehatan

paling sedikit 3 kali dalam 4 minggu pertama, waktu pemeriksaan bayi

menurut Pudiastuti (2011: 75) dibagi menjadi :

a. KN 1 (Usia 6 – 48 jam 1 kali)

Hal-hal yang dilakukan saat KN 1 adalah sebagai berikut :

1. Periksa TTV ( HR, suhu, respirasi ).

2. Periksa Antropomeri ( BB, PB, LK, LD, LILA ).

3. Jaga kehangatan bayi.

4. Menilai keadaan bayi secara umum.

5. Periksa tanda-tanda infeksi terutama pada tali pusat.

6. Perawatan tali pusat.

7. Periksa pemberian ASI awal.

8. Memberikan inj vit k, imunisasi HB unijek dan salep mata

(bila belum di berikan)

9. Dokumentasi.

b. KN 2 (Usia 3 – 7 hari 1 kali)

Hal-hal yang dilakukan saat KN 2 adalah sebagai berikut :

1. Periksa TTV.

2. Periksa antropometri.

3. Menanyakan pada ibu bagaimana bayi menyusu.


186

4. Memeriksa apakah bayi cukup mendapatkan ASI.

5. Memeriksa apakah bayi ikterus.

6. Memeriksa tanda-tanda infeksi pada bayi.

7. Dokumentasi.

c. KN 3 (Usia 8 – 28 hari 1 kali)

Hal-hal yang dilakukan saat KN 3 adalah sebagai berikut :

1. Periksa TTV.

2. Periksa antropometri.

3. Memastikan bayi mendapatkan ASI yang cukup dan laktasi

berjalan dengan baik.

4. Memberikan imunisasi BCG dan Polio I.

5. Menganjurkan ibu untuk membawa bayinya ke posyandu untuk

penimbangan dan imunisasi.

6. Dokumentasi

III. Pengumpulan data bayi bari lahir

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir adalah pemeriksaan awal

terhadap bayi setelah berada di dunia luar yang bertujuan untuk

mendeteksi adanya kelainan fisik dan ketiadan refleks primitive.

Pemeriksaan ini biasanya dilakukan setelah kondisi bayi stabil,

biasanya 6 jam setelah lahir (Dewi, 2014: 23).


187

b. Aspek yang perlu dikaji

1. Menilai keadaan umum bayi

Menurut Dewi (2014: 24), yang perlu dinilai untuk keadaan

umum bayi yaitu penilaian apgar skor lebih dari 7.

Tabel 2.6
APGAR Score

Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Appearance Pucat, biru Tubuh merah, Seluruh tubuh
seluruh tubuh ekstremitas kemerahan
(warna kulit) biru
Pulse Tidak ada <100 >100
(denyut
jantung)
Grimace Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif
sedikit flekxi
(tonus otot)
Activity Tidak ada Sedikit gerak Langsung
menangis
(aktivitas)
Respiration Tidak ada Lemah/tidak menangis
teratur
(pernapasan)
Sumber: Dewi, 2014, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita, Salemba
Medika, Jakarta, halaman 2-3.
Interpretasi :

Nilai 1-3 asfiksia berat

Nilai 4-6 asfiksia sedang

Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal)

2. Tanda-tanda vital

Menurut Dewi (2014: 24), tanda-tanda vital yang perlu

dikaji pada saat pemeriksaan bayi meliputi:


188

a) Periksa laju napas dengan melihat tarikan napas pada dada

dan gunakan petunjuk waktu. Status pernapasan yang baik

adalah napas dengan laju normal 40-60 kali per menit, tidak

ada wheezing dan ronchi.

b) Periksa laju jantung dengan menggunakan stetoskop dan

petunjuk waktu. Denyut jantung normal adalah 100-120

kali per menit dan tidak terdengar bunyi murmur.

c) Periksa suhu dengan menggunakan thermometer aksila.

Suhu normal adalah 36,5-37oC.

3. Periksa bagian kepala bayi

Pemeriksaan bagian kepala bayi menurut Dewi (2014: 24-

25), meliputi: ubun-ubun, satura dan molase, penonjolan (kaput

suksedaneum, sefal hematoma) atau adanya cacat kongenital

(hidrosefalus), dan ukur lingkar kepala.

4. Penilaian Ballard Score

a) Penilaian kerakter fisik

Jika temuan laboratorium berbeda dengan usia gestasi

yang ditentukan dengan cara melihat karakter fisik,

pengkajian dapat diulang selama 24 jam (Marmi, 2012 :

61).
189

Gambar 2.13 Tabel Penilaian Kareakter Fisik Ballar Score

(Sumber: Marmi, 2012: 61)

1) Kulit

Saat masa kelahiran semakin dekat, kulit tampak

buram karena peningkatan jaringan subkutan, hilangnya

pelindung verniks kaseosa meningkatnya deskuamasi

kulit (pengelupasan) (Marmi, 2012: 61).

2) Lanugo

Jumlah lanugo paling banyak pada minggu ke-28

sampai ke 30 dan kemudian menghilang, mula-mula

timbul di daerah wajah kemudian ke daerah dada dan

ekstremitas (Marmi, 2012: 61).

3) Garis telapak kaki (lipatan kaki)

Perkembangan lipatan kaki dimulai pada ujung

telapak kaki, dan terus menuju ke bawah sampai tumit

(Marmi, 2012: 61).


190

4) Payudara

Aerola di inspeksi, dan pucuk jaringan mamae dapat

dipalpasi dengan lembut untuk menentukan ukuran.

Penting sekali untuk meletakkan jari telunjuk dan jari

tengah pada jaringan ini, dan digulirkan di atas puting

untuk menentukan ukuran, daripada dengan mencubit

jaringan (Marmi, 2012: 62).

5) Mata atau telinga

Bentuk telinga atau kartilago berubah sejalan masa

gestasi. Pada mula minggu ke-36 beberapa kartilago

dan pinna atas yang tidak tertutup, dan pinna yang

membuka kembali secara perlahan ketika dilipat. Untuk

mengkaji pantau bentuk telinga, lalu lipat ujung telinga

ke arah depan, berlawanan arah sisi kepala, lepaskan

dan pantau hasilnya (Marmi, 2012: 62).

6) Genetalia

(1) Genetalia perempuan

Genetalia perempuan pada minggu ke-30 hingga

ke-32 mempunyai klitoris yang menonjol, dan labia

mayora bentuknya kecil, serta letak kedua sisinya

terpisah jauh. Pada usia minggu ke-36 hingga ke-40,

labia hampir menutupi klitoris, dan juga pada masa


191

lebih dari minggu ke 40, labia mayora secara utuh

menutupi klitoris (Marmi, 2012: 62).

(2) Genetalia laki-laki

Genetalia laki-laki di evaluasi untuk menilai

ukuran kantong skrotum, adanya rugae dan

penurunan testis, pantau ukuran kantong skrotum

dan ada atau tidak adanya rugae, kantong skrotum

dapat diraba secara lembut untuk menentukan

penurunan testis (Marmi, 2012: 62-63)

b) Penilaian karakter neuromuskular

Gambar 2.14 Penilaian Karakter Neuromuskular Ballard Score

(Sumber: Marmi, 2012: 63)


1) Posisi

Biasanya dikaji saat bayi berbaring sehingga bayi

tidak terganggu, dengan melakukan pengkajian tetap

atas permukaan kasur bayi (Marmi, 2012: 63).


192

2) Jendela pergelangan tangan

Dapat diketahui dengan cara memfleksikan tangan

bayi ke lengan bagian bawah bagian ventral. Sudut

yang dibuat oleh pergelangan tangan diukur (dengan

cara taksiran dan mencocokannya dengan nilai sudut

yang ada pada alat penilaian) (Marmi, 2012: 63).

3) Rekoil tangan

Rekoil tangan adalah uji perkembangan fleksi. Uji

ini yang paling baik dikaji setelah satu jam pertama

kehidupan, ketika bayi telah mempunyai waktu

penyesuaian dengan situasi stress kelahiran (Marmi,

2012: 63).

4) Sudut popliteal

Ditentukan dengan cara membaringkan bayi dalam

posisi terlentang, fleksikan paha sampai ke arah

abdomen atau daerah dada pada bayi baru lahir, dan

letakkan jari telunjuk anda yang lain dibelakang

pergelangan kaki bayi untuk melebarkan tungkai

bawah, hingga didapati resistansi, kemudian ukur sudut

yang terbentuk, hasilnya sangat beragam, dari tidak

terdapatnya resistansi pada bayi yang sangat mature,

hingga didapati sudut sebesar 800 pada bayi term

(Marmi, 2012: 64).


193

5) Tanda scarf

Diperoleh dengan cara meletakkan bayi baru lahir

pada posisi terlentang, lalu tarik lengan ke dada menuju

bahu bayi yang berada pada posisi yang berlawanan,

hingga resistansi yang di dapat (Marmi, 2012: 64).

6) Lutut ke telinga

Dilakukan dengan cara meletakkan bayi pada posisi

terlentang, dan saat memfiksasi pada tetap pada tempat

tidur, secara lembut tarik kaki menuju ke telinga, tetap

pada sisi yang sama, hingga didapat resistansi (Marmi,

2012: 64).

5. Penilaian Downe Score

Fungsi dari skor downe adalah untuk menentukan derajat

kegawatan napas pada neonatus (Marmi, 2012).

Tabel 2.7
Downe Score

Tanda Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Frekuensi < 60 60 – 80 >80 kali/menit
nafas kali/menit kali/menit
Sianosis Tidak Sianosis Sianosis
sianosis hilang menetap
dengan O2 walaupun
diberi O2
Retraksi Tidak ada Retraksi Retraksi berat
retraksi ringan
Air Entry Udara Penurunan Tidak ada
masuk ringan udara udara masuk
bilateral masuk
194

baik
Merintih Tidak Dapat Dapat
merintih didengar didengar
dengan tanpa alat
stetoskop bantu
Sumber: Marmi, dan K. Rahardjo, 2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita
dan Anak Prasekolah, Putaka Pelajar, Yogyakarta.

c. Penanganan dan perilaku bayi baru lahir

Menurut Dewi (2014: 25-26), penanganan dan perilaku bayi

baru lahir adalah sebagai berikut:

1. Refleks

a. Refleks kedipan (glabelar reflex) merupakan respon

terhadap cahaya terang yang mengindikasikan normalnya

saraf optik.

b. Refleks mengisap (rooting reflex) merupakan refleks bayi

yang membuka mulut atau mencari putting saat akan

menyusui.

c. Sucking reflex yang terlihat pada waktu bayi menyusu.

d. Tonic neck reflex dengan cara letakkan bayi dengan posisi

telentang, putar kepala ke satu sisi dengan badan di tahan,

ekstremitas terekstensi pada sisi kepala yang diputar, tetapi

ekstrimitas pada sisi lain fleksi. Pada keadaan normal bayi

akan berusaha untuk mengembalikan kepala ketika diputar

ke sisi pengujian saraf asesori.


195

e. Grasping reflex (refleks palmagraf), normalnya bayi akan

menggenggam dengan kuat saat pemeriksa meletakan jari

telunjuk pada palmar yang ditekan dengan kuat.

f. Refleks moro dengan cara tangan pemeriksa menyangga

pada punggung dengan posisi 45 o, dalam keadaan rileks

kepala dijatuhkan 10o. Normalnya akan terjadi abduksi

sendi bahu dan ekstensi lengan.

g. Walking reflex, bayi akan menunjukkan respon berupa

gerakan berjalan dan kaki akan bergantian dari fleksi ke

ekstensi.

h. Babinsky reflex yaitu dengan cara menggores telapak kaki,

dimulai dari tumit lalu gores pada sisi jaringan lateral ke

arah atas kemudian jari sepanjang telapak kaki.

2. Menangis paling banyak dilakukan bayi baru lahir, seperti

ketika bayi mengantuk, lapar, kesepian, merasa tidak nyaman,

atau bias juga menangis tanpa alasan.

3. Pola tidur

Bayi baru lahir akan tidur pada sebagian besar waktu diantara

waktu makan, namun akan waspada dan beraksi ketika terjaga,

ini adalah hal yang normal dalam 2 minggu pertama. Perlahan

bayi sering terjaga diantara waktu menyusui.


196

H. Kebutuhan bayi baru lahir

I. Minum

Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.

ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembangan bayi, baik kualitas maupun

kuantitasnya. Berikan ASI seseirng mungkin sesuai dengan

keinginan ibu (jika payudara sudah penuh) atau sesuai kebutuhan

bayi, yaitu setiap 2-3 jam (paling sedikit setiap 4 jam), pergantian

antara payudara kiri dan kanan. Berikan ASI saja (ASI eksklusif)

sampai bayi berusia 6 bulan (Dewi, 2014: 27).

II. Defekasi (BAB)

Jumlah feses pada bayi baru lahir cukup bervariasi selama

minggu pertama dan jumlah yang peling banyak adalah antara hari

ketiga dan keenam. Feses dari bayi ASI lebih lunak berwarna

kuning emas, dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit bayi. Feses

dari bayi yang minum susu formula lebih berbentuk daripada bayi

yang menyusu ASI, namun tetap lunak, berwarna kuning pucat,

dan memiliki bau khas. Dalam 3 hari pertama feses bayi masih

bercampur mekonium dan frekuensi defekasi sebanyak 1 kali

dalam sehari (Dewi, 2014: 28).

III. Berkemih (BAK)

Fungsi ginjal bayi masih belum sempurna selama dua tahun

pertama kehidupannya. Biasanya terdapat urine dalam jumlah kecil


197

pada kandung kemih bayi saat lahir, tetapi ada kemungkinan urine

tersebut tidak dikeluarkan selama 12-24 jam. Berkemih sering

terjadi setelah periode ini dengan frekuensi 6-10 kali sehari dengan

warna urine pucat. Kondisi ini menunjukkan masukan cairan yang

cukup. Umumnya bayi cukup bulan akan mengeluarkan urine 15-

16 ml/kg/hari. Untuk menjaga bayi tetap bersih, hangat, dan

kering, maka setelah BAK harus diganti popoknya (Dewi, 2014:

28-29).

IV. Tidur

Dalam 2 minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya sering

tidur. Bayi baru lahir sampai usia 3 bulan rata-rata tidur selama 16

jam sehari. Pada umumnya bayi terbangun sampai malam hari apda

usia 3 bulan. Sebaiknya ibu selalu menyediakan selimut dan

ruangan yang hangat, serta memastikan bayi tidak terlalu panas

atau dingin. Jumlah waktu tidur bayi akan berkurang seiring

dengan bertambahnya usia bayi (Dewi, 2014: 29).

Tabel 2.8
Perubahan Pola Tidur Bayi

Usia Lama tidur


1 minggu 16,5 jam
1 tahun 14 jam
2 tahun 13 jam
5 tahun 11 jam
9 tahun 10 jam
198

Sumber: Dewi, 2014, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita,


Salemba Medika, Jakarta, halaman 29.

V. Kebersihan kulit

Kulit bayi masih sangat sensitif terhadap kemungkinan

terjadinya infeksi. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit

bayi, keutuhan kulit harus senantiasa dijaga. Verniks kaseosa

bermanfaat untuk melindungi kulit bayi, sehingga jangan

dibersihkan pada saat memandikan bayi. Untuk menghindari

terjadinya hipotermi, sebaiknya memandikan bayi setelah suhu

bayi stabil (setelah 24 jam) (Muslihatun, 2010: 44).

I. Penyuluhan pada ibu dan keluarga sebelum bayi pulang

I. Perawatan tali pusat

Penyuluhan tentang perawatan tali pusat yaitu dengan

memberikan nasihat kepada ibu dan keluarga untuk tidak

membubuhkan apapun pada daerah sekitar tali pusat karena dapat

menimbulkan infeksi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya

kelembabkan (akibat penyerapan oleh bahan tersebut) badan bayi

sehingga menciptakan kondisi ideal bagi tumbuhnya bakteri (Dewi,

2014: 30).

II. Pemberian ASI

III. Jaga kehangatan bayi

Kontak antara ibu dengan kulit bayi sangat penting dalam

rangka menghangatkan serta mempertahankan panas tubuh bayi.

Gantilah handuk atau kain jika basah dengan kain yang kering, dan
199

bungkus bayi tersebut dengan selimut, serta jangan lupa untuk

memastikan kepala bayi telah terlindungi dengan baik untuk

mencegah kehilangan panas. Apabila suhu bayi < 36,5 oC, segera

hangatkan bayi dengan teknik metode kanguru. Perawatan metode

ini adalah perawatan untuk bayi premature dengan melakukan

kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu. Prinsip ini

dikenal sebagai skin to skin contact atay metode kanguru (Dewi,

2014: 30-31).

IV. Tanda-tanda bahaya

Tanda-tanda bahaya menurut Dewi (2014: 29-30) adalah sebagai

berikut:

a. Pernapasan sulit atau lebih dari 60 kali per menit.

b. Terlalu hangat (> 38oC) atau terlalu dingin (< 36oC),

c. Kulit bayi kering (terutama 24 jam pertama), biru, pucat atau

memar.

d. Isapan saat menyusu lemah, rewel, sering muntah, dan mengantuk

berlebihan.

e. Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, berbau busuk. Dan

berdarah.

f. Terdapat tanda-tanda infeksi seperti suhu tubuh meningkat, merah,

bengkak, bau busuk, keluar cairan, dan pernapasan sulit.


200

g. Tidak BAB dalam 3 hari, tidak BAK dalam 24 jam, feses lembek

atau cair, sering berwarna hijau tua, dan terdapat lender dan

darah.

h. Menggigil, rewel, lemas, mengantuk, kejang, tidak bias tenang,

menangis terus-menerus..

Apabila muncul tanda-tanda bahaya, maka menurut Dewi dalam

bukunya (2014: 31) yang perlu dilakukan ibu yaitu:

a. Memberikan pertolongan pertama sesuai kemampuan ibu yang

sesuai kebutuhan sampai bayi memperoleh perawatan medis

lanjutan.

b. Membawa bayi ke RS atau klinik terdekat untuk perawatan

tindakan segera.

V. Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara memproduksi imunitas aktif buatan

untuk melindungi diri melawan penyakit tertentu dengan cara

memasukkan suatu zat ke dalam tubuh melalui penyuntikan atau

secara oral (Dewi, 2014: 31).

Tabel 2.9
Jadwal Pemberian Imunisasi

Umur Vaksin Keterangan


Saat lahir Hepatitis Hepatitis B-1 harus diberikan dlam waktu
B-1 12 jam setelah lahir, dilanjutkan ketika
bayi berusia 1 dan 6 bulan. Apabila status
HbsAg-B ibu positif, maka dalam waktu
12 jam setelah lahir bayi harus diberikan
HBIg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin
HB-1. Apabila status HbsAg ibu tidak
201

diketahui dan ternyata dalam perjalanan


selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
postif, maka masih dapat diberikan HBIg
0,5 ml sebelum bayi berusia 7 hari.
Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama.
Untuk bayi yang lahir di RB/RS, polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada
bayi lain).
1 bulan Hepatitis a) Hb-2 diberikan saat bayi berusia 1
B-2 bulan, interval Hb-1 dengan Hb-2
adalah 1 bulan.
b) Bila bayi prematur dan HbsAg ibu
negatif, maka imunisasi ditunda sampai
bayi berusia 2 bulan atay berat badan
2.000 gram.
0-2 bulan BCG a) BCG dapat diberikan sejak lahir.
Apabila BCG diberikan ketika bari
berusia lebih dari 3 bulan, maka
sebaiknya dilakukan uji tuberculin
terlebih dahulu, jika hasil uji negatif
maka imunisasi dapat diberikan.
b) Vaksin BCG ulangan tidak dianjurkan
karena manfaatnya diragukan.
2 bulan DPT-1 DPT-1 diberikan ketika bayi berusia lebih
dari 6 minggu dapat dipergunakan DTwp
atau DTap DPT-1 dengan interval 4-6
minggu.
Polio-1 a) Polio-1 dapat diberikan bersamaan
dengan DPT-1
b) Interval pemberian Polio 2, 3, 4 tidak
kurang dari 4 minggu
c) Vaksin Polio ulangan diberikan satu
tahun sejak imunisasi Polio 4, lalu
dilanjutkan pada usia 5-6 tahun
3 bulan DPT-2 DPT-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan
secara terpisah atau dikombinasikan
dengan Hib-2 (PRP-T)
Polia-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DPT-
2
6 bulan DPT-3 a) DPT-3 dapat diberikan terpisah atau
202

dikombinasikan dengan Hib-3


b) DPT ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi DPT-3 dan pada usia 5 tahun
c) DT diberikan pada anak usia 12 tahun
Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DPT-
3
Hepatitis a) HB-3 diberikan saat bayi berusia 6
B-3 bulan. Untuk mendapatkan respons
imun optimal, interval HB-2 dan HB-3
minimal 2 bulan, tetapi interval
terbaiknya 5 bulan
b) Departemen kesehatan mulai tahun 2005
memberikan vaksin HB-1 monovalen
(uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan
vaksin kombinasi DTwp/HB pada usia
2, 3, dan 4 bulan
c) Imunisasi ulangan (booster) pada usia 5
tahun sudah diperlukan idealnya pada
usia ini dilakukan pemeriksaan anti-HBs
9 bulan Campak Campak-1 diberikan ketika bayi berusia 9
bulan
Sumber: IDAI dalam Dewi, 2014, Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita,
Salemba Medika, Jakarta, halaman 32-33.

VI. Perawatan harian/rutin

VII. Pencegahan infeksi dan kecelakaan

2.5 Konsep Dasar Keluarga Berencana

A. Definisi Keluarga Berencana

I. Pengertian

Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan

peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan


203

kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan

sejahtera (Yuhedi dan Kurniawati, 2013: 23).

II. Tujuan

Tujuan Keluarga Berencana meningkatkan kesejahteraan ibu dan

anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera

melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan

penduduk Indonesia. Di samping itu KB diharapkan dapat

menghasilkan penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang

bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga (Prijatni dan

Rahayu, 2016: 114).

III. Sasaran

Menurut Handayani tahun 2010 dalam Marmi (Marmi, 2013: 85),

sasaran program keluarga berencana dibagi menjadi dua yaitu sasaran

secara langsung dan sasaran tidak langsung.

a. Sasaran secara langsung adalah Pasangan Usia Subur (PUS) ynag

bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara

penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan.

b. Sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB,

dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran hidup melalui

pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka

mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera.


204

IV. Ruang lingkup program KB

Berikut ini merupakan komponen ruang lingkup pelayanan KB

yang dapat diberikan kepada masyarakat menurut Yuhedi dan

Kurniawati (2013: 26):

a. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)

b. Konseling

c. Pelayanan kontrasepsi

d. Pelayanan infertilitas

e. Pendidikan seksual

f. Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan

g. Konsultasi genetic

h. Tes keganasan

i. Adopsi

B. Program KIE dalam Pelayanan KB

I. Komunikasi, informasi, dan edukasi

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam keluarga

berencana merupakan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh departemen kesehatan. KIE bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik KB sehingga tercapai

penambahan peserta baru, membina kelestarian peserta KB (Yuhedi

dan Kurniawati, 2013: 33-34).


205

II. Konseling dalam KB

a. Pengertian

Menurut Depkes tahun 2002, konseling adalah proses

komunikasi antara seseorang (konselor) dengan orang lain (pasien),

dimana konselor sengaja membantu klien dengan menyediakan

waktu, keahlian, pengetahuan dan informasi tentang akses pada

sumber-sumber lain (Prijatni dan Rahayu, 2016: 128).

b. Tujuan

Menurut Prijatni dan Rahayu (2016: 128), konseling KB

bertujuan membantu klien dalam hal:

1. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi

2. Memilih metode KB yag diyakini

3. Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan

efektif.

4. Memulai dan melanjutkan KB

5. Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode

KB yang tersedia

6. Memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu

dalam pengambilan keputusan secara tepat.

c. Konseling akseptor KB

Konseling kontrasepsi adalah bagian dari rangkaian pelayanan

KB dan KR. Konseling dapat membuat klien merasa puas dan juga

akan membuat klien lebih lestari menggunakan kontrasepsinya dan


206

lebih berhasil (Yuhedi dan Kurniawati, 2013: 37). Tujuan

pemberian konseling KB menurut Yuhedi dan Kurniawati (2013:

37), antara lain:

a) Meningkatkan penerimaan

b) Menjamin pilihan yang cocok

c) Menjamin penggunaan cara yang efektif

d) Menjamin kelangsungkan pemakaian KB yang lama

d. Informed choice

Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan tentang

metode kontrasepsi yang dipilih oleh klien setelah memahami

kebutuhan reproduksi yang paling sesuai dengan dirinya dan/atau

keluarganya (Yuhedi dan Kurniawati, 2013: 44).

e. Informed consent

Informed consent (persetujuan tindakan medis) merupakan

bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinis suatu

metode kontrasepsi yang akan dilakukan pada klien. Informed

consent berisi tentang kebutuhan reproduksi klien, informed

choice, dan prosedur klinis yang akan dilakukan (Yuhedi dan

Kurniawati, 2013: 44-45).


207

C. Pelayanan Kontraksepsi dengan Berbagai Metode

I. Metode sederhana tanpa alat (alamiah)

a. Metode kalender

Metode kalender menggunakan prinsip pantang berkala, yaitu

tidak melakukan persetubuhan pada masa subuh istri (Sulistyawati,

2014: 49).

b. Metode lendir serviks

Metode ovulasi didasarkan pada pengenalan terhadap

perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi yang

menggambarkan masa subuh dalam siklus dan waktu fertilitas

maksimal dalam masa subur (Sulistyawati, 2014: 52).

c. Koitus interuptus

Cara kerja koitus interuptus yaitu alat kelamin pria (penis)

dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke

dalam vagina dan kehamilan dapat dicegah (Sulistyawati, 2014:

54).

II. Metode sederhana dengan alat

a. Kondom

Mekanisme kerja kondom yaitu menghalangi masuknya sperma

ke dalam vagina, sehingga pembuahan dapat dicegah (Sulistyawati,

2014: 55-56).
208

b. Barrier intravagina

Kondom wanita terbuat dari lapisan poliuteran tipis dengan

cincin dalam yang fleksibel dan dapat digerakkan pada ujung yang

tertutup yang dimasukkan ke dalam vagina, dan cincin kaku yang

lebih besar pada ujung terbuka di bagian depan yang tetap berada

dui luar vagina dan terlindungi introitus (Sulistyawati, 2014: 58-

59).

c. Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia (biasanya nonoksinol) yang

digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma

(Sulistyawati, 2014: 60).

III. Kontrasepsi modern hormonal

a. Mini pil

Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung hormone

progesterone dalam dosis rendah. Mini pil juga disebut pil

menyusui (Mulyani dan Rinawati, 2013: 73).

b. Pil kombinasi

Pil kombinasi adalah pil yang mengandung hormone estrogen

dan progesterone, sangat efektif (jika diminum setiap hari). Pil

harus diminum setiap hari pada jam yang sama (Mulyani dan

Rinawati, 2013: 80).


209

c. Suntik/injeksi

Menurut Hartanto dalam Mulyani dan Rinawati (2013: 87), dua

kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang sekarang banyak

dipakai adalah sebagai berikut:

1. Suntik kombinasi (1 bulan)

Kontrasepsi suntik bulanan merupakan metode suntikan

yang pemberiannya setiap bulan dengan jalan penyuntikan

secara intramuscular sebagai usaha pencegahan kehamilan

berupa hormone progesterone dan estrogen pada wanita usia

subur (Mulyani dan Rinawati, 2013: 87).

2. Suntik tribulan atau progestin

Suntik tribulan merupakan metode kontrasepsi yang

diberikan secara intramuscular setiap tiga bulan (Mulyani dan

Rinawati, 2013: 93).

d. Subkutis/implant

Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi yang dipasang

dibawah kulit. Implant mengandung levonorgetel yang dibungkus

dalam kapsul silastik silicon (polydimethylsiloxane) (Mulyani dan

Rinawati, 2013: 109).

IV. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

IUD singkatan dari Intra Uterine Device yang merupakan alat

kontrasepsi paling banyak digunkan, karena dianggap sangat relatif


210

banyak dibanding alat kontrasepsi lainnya (Mulyani dan Rinawati,

2013: 102).

V. Kontrasepsi mantap

Kontrasepsi mantap merupakan salah satu metode kontrasepsi yang

dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada

perempuan) dan saluran sperma (pada laki-laki). Ada dua macam

kontrasepsi mantap yaitu Tubektomi pada wanita dan Vasektomi pada

laki-laki (Mulyani dan Rinawati, 2013: 119).

D. Kontrasepsi Pasca Persalinan

Kontrasepsi pascapersalinan merupakan inisiasi pemakaian metode

kontrasepsi dalam waktu 6 minggu pertama pascapersalinan untuk

mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, khususnya pada 1-

2 tahun pertama pascapersalinan (Mulyani dan Rinawati, 2013: 15).

Tujuan pelayanan KB pasca persalinan menurut Kepmenkes RI Nomor 97

(2014: 65) adalah untuk mengatur jarak kelahiran, jarak kehamilan, dan

menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga

dapat merencanakan kehamilan yang aman dan sehat.

Konseling yang dianjurkan untuk diberikan pada pasien

pascapersalinan menurut Mulyani dan Rinawati (2013: 15-16), yaitu:

I. Memberi ASI ekslusif kepad bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan.

II. Sesudah bayi berusia 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI,

dengan pemberian ASI diteruskan sampai anak berusia 2 tahun.

III. Tidak menghentikan ASI untuk memulai suatu metode kontrasepsi.


211

IV. Metode kontrasepsi pada pasien menyusui dipilih agar tidak

mempengatuhi ASI atau kesehatan bayi.

Sebenarnya, pada wanita wanita pasca persalinan kemungkinan untuk

hamil kembali akan menjadi lebih kecil jika mereka terus menyusui

setelah melahirkan. Meskipun laktasi dapat membantu mencegah

kehamilan, akan tetapi suatu saat ovulasi tetap akan terjadi. Ovulasi dapat

mendahului menstruasi pertama pasa persalinan dan pembuahan pun akan

dapat terjadi. Pemilihan metode kontrasepsi untuk ibu pasca persalinan

perlu dipertimbangkan dengan baik, sehingga tidak mengganggu proses

laktasi dan kesehatan bayinya (Mulyani dan Rinawati, 2013: 15).

I. Metode Amenore Laktasi (MAL)

Metode amenore laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang

mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif, artinya ASI hanya

diberikan kepada bayinya tanpa makanan atau minuman tambahan

hingga usia 6 bulan. Cara kerja MAL yaitu penunadaan atau

penekanan ovulasi (Mulyani dan Rinawati, 2013: 29).

II. Kondom

Mekanisme kerja kondom yaitu menghalangi masuknya sperma ke

dalam vagina, sehingga pembuahan dapat dicegah. Beberapa

keuntungan kondom ialah murah, mudah didapat (tidak perlu resep

dokter), tidak memerlukan pengawasan, dan mengurangi kemungkinan

penularan penyakit kelamin. Efek samping penggunaan kondom yaitu


212

pada sejumlah kecil kasus terdapat reaksi alergi terhadap kondom karet

(Sulistywati, 2014: 55-56).

III. Mini pil

Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung hormon

progesterone dalam dosis rendah. Mini pil atau pil progestin disebut

juga pil menyusui. Dosis progestin yang digunakan 0,03-0,05 mg per

tablet. Contoh mini pil antara lain NOR-QD, noriday, norod

mengandung 0,35 mg noretindon. Microval noregeston, microlut

mengandung 0,03 mg levonogestrol (Mulyani dan Rinawati, 2013: 73).

a. Cara kerja mini pil

Cara kerja dari kontrasepsi pil progestin atau mini pil dalam

mencegah kehamilan menurut Mulyani dan Rinawati (2013: 74)

antara lain: 1) menghambat ovulasi; 2) mencegah implantasi; 3)

mengentalkan lendir serviks sehingga mengahmbat penetrasi

sperma; dan 4) mengubah motilitas tuba sehingga tranaportasi

sperma menjadi terganggu.

b. Efektivitas mini pil

Pil progestin atau mini pil sangat efektif (98,5%) untuk

digunakan pada ibu menyusui bila penggunaan yang benar dan

konsisten sangat mempengaruhi tingkat efektivitasnya (Mulyani

dan Rinawati, 2013: 74).


213

c. Keuntungan dan kerugian

Keuntungan penggunaan kontrasepsi mini menurut Mulyani

dan Rinawati (2013: 74) yaitu sebagai berikut: 1) sangat efektif

untuk sedang menyusui; 2) tidak menurunkan ASI; 3) tidak

mengganggu hubungan seksual; 4) kesuburan cepat kembali; 5)

tidak memberikan efek samping estrogen; 6) tidak ada bukti

peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, risiko tromboemboli

vena dan risiko hipertensi 7) cocok untuk perempuan yang

menderita diabetes mellitus; 8) cocok untuk perempuan yang tidak

bisa mengkonsumsi estrogen; dan 9) dapat mengurangi

disminorhea

Adapun kerugian penggunaan metode mini pil menurut

Mulyani dan Rinawati (2013: 74) antara lain: 1) memerlukan

biaya; 2) harus selalu tersedia; 3) efektivitas berkurang apabila

menyusui juga berkurang; 4) mini pil harus diminum setiap hari

dan pada waktu yang sama; 5) angka kegagalan tinggi apabila

penggunaan tidak benar dan konsisten; dan 6) mini pil tidak

menjamin akan melindungi dari kitsa ovarium .

d. Efek samping

Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan pil progestin

atau mini pil menurut Mulyani dan Rinawati (2013: 76) antara lain:

1) gangguan haid seperti: perdarahan bercak, spotting, amenorea

dan haid tidak teratur; 2) peningkatan atau penurunan (fluktuasi)


214

berat badan; 3) nyeri tekan payudara; 4) mual, pusing, dan terjadi

perubahan mood (depresi); 5) dermatitis atau jerawat; 6) kembung;

dan 7) Hirsutisme (pertumbuhan rambut atau bulu yang berlebihan

pada daerah muka) tetapi sangat jarang.

e. Indikasi dan kontraindikasi

Kriteria yang boleh menggunakan mini pil menurut Mulyani

dan Rinawati (2013: 77) adalah sebagai berikut: 1) wanita usia

reproduksi (20-35 tahun); 2) wanita yang telah memiliki anak

maupunyang belum mempunyai anak; 3) menginginkan metode

kontrasepsi efektif selama masa menyusui; 4) pasca abortus; 5)

tekanan darah < 180/110 mmHg atau dengan masalah pembekuan

darah; dan 6) tidak boleh mengonsumsi estrogen atau lebih senang

menggunakan progestin.

Sedangkan kriteria yang tidak boleh menggunakan mini pil

menurut Mulyani dan Rinawati (2013: 77-78) adalah sebagai

berikut: 1) wanita usia tua dengan perdarahan yang tidak diketahui

penyebabnya (> 35 tahun); 2) wanita yang diduga hamil; 3) tidak

dapat menerima terjadinya gangguan haid; 4) riwayat kehamilan

ektopik; 5) riwayat kanker payudar atau penderita kenker

payudara; 6) wanita pelupa sehingga sering tidak minum pil; 7)

gangguan tromboemboli aktif (bekuan di tungkai, paru, atau mata);

8) ikterus, penyakit hati aktif atau tumor hati jinak maupun ganas;

9) wanita dengan miomuterus; dan 10) riwayat stroke.


215

f. Waktu mulai menggunakan mini pil

Menurut Kepmenkes RI Nomor 97 (2014: 65), kontrasepsi pil

progestin (progestin-only minipills) dapat mulai diberikan dalam 6

minggu pertama pasca persalinan. Namun, bagi wanita yang

mengalami keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan,

minipil dapat segera digunakan dalam beberapa hari (setelah 3

hari) pasca persalinan.

IV. Suntik/injeksi tribulan atau progestin

Suntik tribulan merupakan metode kontrasepsi yang diberikan

secara intramuscular setiap tiga bulan. KB suntik merupakan metode

kontrasepsi efektif yaitu metode yang dalam penggunaannya

mempunyai efetivitas atau tingkat kelangsungan pemakaian relatif

lebih tinggi serta angka kegagalan relatif lebih rendah bila

dibandingkan dengan alat kontrasepsi sederhana (Mulyani dan

Rinawati, 2013: 93).

a. Jenis kontrasepsi tribulan

Yang termasuk dalam metode suntikan tribulan menurut

Mulyani dan Rinawati (2013: 93-94) adalah sebagai berikut:

1. DMPA (Depo Medroxy Progesterone Acetate) atau Depo

Provera yang diberikan setiap tiga bulan dengan dosis 150 mg

yang disuntik secara intramuscular (IM).

2. Depo Noristeral diberikan setiap 2 bulan dengan dosis 200mg

Nore-tindon Enantal.
216

b. Mekanisme kerja

Mekanisme kerja metode suntik KB tribulan menurut Mulyani

dan Rinawati (2013: 94), yaitu: 1) menghalangi terjadinya ovulasi

dengan jalan menekan pembentukan releasing faktor dan

hipotalamus; 2) leher serviks bertambah kental, sehingga

menghambat penetrasi sperma melalui serviks uteri; dan 3)

menghambat implantasi ovum dalam endrometrium.

c. Efektifitas

Efektifitas KB suntik tribulan sangat tinggi angka kegagalan <

1%. WHO telah melakukan penelitian pada DMPA dengan dosis

standar dengan angka kegagalan 0,7%, asal penyuntikannya

dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang ditentukan (Mulyani

dan Rinawati, 2013: 94).

d. Keuntungan dan kekurangan

Keuntungan penggunaan metode suntikan tribulan menurut

Mulyani dan Rinawati (2013: 94-95), yaitu: 1) efektifitas tinggi; 2)

sederhana pemakaiannya; 3) cocok untuk ibu-ibu yang menyusui

anak; 4) tidak berdampak serius terhadap penyakit gangguan

pembekuan darah dan jantung karena tidak mengandung hormone

estrogen; 5) dapat mencegah kanker endometrium, kehamilan

ektopik, serta beberapa penyebab penyakit akibat radang panggul;

dan 6) mengurangi kasus anemia bulan sakit (sickle cell).


217

Kekurangan penggunaan metode suntikan tribulan menurut

Mulyani dan Rinawati (2013: 95), yaitu: 1) terdapat gangguan haid

seperti amenore; 2) timbulnya jerawat di badan atauwajah dapat

disertai infeksi atau tidak bila digunakan dalam jangka panjang; 3)

berat badan bertambah 2,3 kg pada tahun pertama dan meningkat

7,5 kg selama 6 tahun; 4) pusing dan sakit kepala; serta 5) bisa

menyebabkan warna biru dan rasa nyeri pada daerah suntikan

akibat pendarahan bawah kulit.

e. Indikasi dan kontraindikasi

Pasien yang dapat menggunakan suntik tribulan menurut

Mulyani dan Rinawati (2013: 96), yaitu: 1) ibu berusia reproduksi

(25-35 tahun); 2) ibu pasca persalinan atau pasca abortus; 3) ibu

yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung

estrogen; 4) nulipara dan yang telah mempunyai anak banyak serta

belum bersedia untuk KB tubektomi; 5) ibu yang sering lupa

menggunakan KB pil; 6) anemia defisiensi besi; 7) ibu yang tidak

memiliki riwayat darah tinggi; serta 8) ibu yang sedang menyusui.

Sedangkan pasien yang tidak dapat menggunakan suntik

tribulan menurut Mulyani dan Rinawati (2013: 96-97), yaitu: 1) ibu

hamil atau dicurigai hamil; 2) ibu yang menderita kanker payudara

atau riwayat kanker payudara; 3) diabetes mellitus yang disertai

komplikasi; dan 4) perdarahan ervaginam yang belum jelas

penyebabnya
218

f. Waktu penggunaan

Menurut Kepmenkes RI Nomor 97 (2014: 65-66), kontrasepsi

suntikan progestin/ Depo Medroxy Progesteron Acetat (DMPA)

pada minggu pertama (7 hari) atau minggu keenam (42 hari) pasca

persalinan terbukti tidak menimbulkan efek negatif terhadap

menyusui maupun perkembangan bayi.

g. Kunjungan ulang

Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan (90 hari),

sehingga pasien dianjurkan untuk melakukan kunjungan ulang

setiap 3 bulan (12 minggu atau 90 hari) untuk mendapatkan

suntikan selanjutya (Affandi, 2016: MK-47).

V. Implant

Efektifitas dari kontrasepsi implant sangat efektif yaitu 0,2-1

kehamilan per 100 perempuan. Ciri-ciri implant yaitu yaman untuk

digunakan, kesuburan segera kembali setelah implant dicabut, dan

aman dipakai pada masa laktasi. Implant yang saat ini digunakan yaitu

Jedena dan indoplant, terdiri atas dua batang yang berisi 75 mg

levonorgestrel. Lama kerja 3 tahun. (Sulistyawati, 2014: 81).

a. Cara kerja

Menghambat ovulasi sehingga ovum tidak diproduksi,

membentuk sekret serviks yang tebal untuk mencegah penetrasi

sperma, menekan pertumbuhan endometrium sehingga tidak siap


219

untuk nidasi, mengurangi sekresi progesteron selama fase luteal

dalam siklus terjadinya ovulasi (Prijatni dan Rahayu, 2016: 178).

b. Keuntungan dan kekurangan

Keuntungan penggunaan kontrasepsi implant menurut

Sulistyawati (2014: 81), meliputi: 1) daya guna tinggi; 2)

perlindungan jangka panjang; 3) pengembalian tingkat kesuburan

yang cepat setelah pencabutan; 4) tidak memerlukan pemeriksaan

dalam; 5) bebas dari pengaruh estrogen; 6) tidak mengganggu

aktivitas seksual; 7) tidak mengganggu produksi ASI; dan 7) klien

hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan

Kekurangan penggunaan kontrasepsi implant menurut

Sulistyawati (2014: 82) dapat menimbulkan beberapa keluhan,

meliputi: 1) nyeri kepala; 2) peningkatan/penurunan berat badan;

3) nyeri payudara; 4) perasaan mual; 5) perubahan perasaan

(mood) atau kegelisahan (nervousness); 6) membutuhkan tindakan

pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan; 7) tidak

memberikan efek protektif terhadap infeksi menular seksual

termasuk AIDS; 8) klien tidak dapat menghentikan sendiri

pemakaian kontrasepsi ini sesuai dengan keinginan, akan tetapi

harus pergi ke klinik untuk pencabutan

c. Indikasi dan kontraindikasi

Klien yang boleh menggunakan implant menurut Sulistyawati

(2014: 82), meliputi: 1) perempuan pada usia reproduksi; 2) telah


220

memiliki anak ataupun belum; 3) menginginkan kontrasepsi

dengan efektivitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan

jangka panjang; 4) menyusui dan membutuhkan kontrasepsi; 5)

pasca persalinan dan tidak menyusui; 6) pasca abortus; 7) tidak

menginginkan anak lagi, tidak menginginkan sterilisasi; serta 8)

tekanan darah di bawah 180/110 mmHg, dengan masalah

pembekuan darah atau anemia bulan sabit (sickle cell)

Klien yang tidak boleh menggunakan implant menurut

Sulistyawati (2014: 82), meliputi: 1) hamil atau diduga hamil; 2)

perempuan dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas

penyebabnya; 3) memiliki benjolan/kanker payudara atau riwayat

kanker payudara; 4) perempuan yang tidak dapat menerima

perubahan pola haid yang terjadi; 5) memiliki miom uterus dan

kanker payudara; serta 6) mengalami glukosa toleransi glukosa.

d. Waktu penggunaan

Menurut Kepmenkes RI Nomor 97 (2014: 66), Kontrasepsi

implan merupakan pilihan bagi wanita menyusui dan aman

digunakan selama masa laktasi, minimal 4 minggu pasca

persalinan.

VI. AKDR/IUD

IUD sangat efektif, reversible dan berjangka panjang (Cu T 380 A

sampai 10 tahun), haid menjadi lebih lama dan banyak, pemasangan

dan pencabutan memerlukan pelatihan, dapat dipakai oleh semua


221

perempuan usia reproduksi, tidak boleh dipakai oleh perempuan yang

terpapar IMS (Prijatni dan Rahayu, 2016: 187).

a. Cara kerja

Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii,

mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri,

AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,

memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus

(Prijatni dan Rahayu, 2016: 187).

b. Keuntungan dan kerugian

Keuntungan dari kontrasepsi AKDR yaitu 1) efektif segera

setelah pemasangan; 2) jangka panjang; 3) tidak mempengaruhi

hubungan seksual; 4) meningkatkan kenyamanan hubungan

seksual karena tidak takut untuk hamil; 5) tidak ada efek samping

hormonal; 6) tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI; 7)

Dapat dipasang segera setelah melahirkan/post abortus; dan 8)

membantu mencegah kehamilan ektopik (Prijatni dan Rahayu,

2016: 187).

Sedangkan kerugian kontrasepsi AKDR yaitu: 1) perubahan

siklus haid (lebih lama dan banyak); 2) terjadi spotting

(perdarahan) antar menstruasi; 3) saat haid lebih sakit, merasakan

sakit atau kram selama 3-5 hari pasca pemasangan; 4) perforasi

dinding uterus; 5) tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS; 6)

terjadi penyakit radang panggul yang dapat memicu infertilitas bila


222

sebelumnya memang sudah terpapar IMS; 7) sedikit nyeri dan

perdarahan setelah pemasangan; 8) klien tidak bias melepas AKDR

sendiri; 9) bisa terjadi ekspulsi AKDR; dan 10) harus rutin

memeriksa posisi benang (Prijatni dan Rahayu, 2016: 187).

c. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi penggunaan kontrasepsi AKDR yaitu usia reproduktif,

keadaan nullipara, menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka

panjang, menyusui dan ingin menggunakan kontrasepsi, setelah

melahirkan dan tidak menyusui, setelah mengalami abortus dan

tidak ada infeksi, risiko rendah dari IMS, tidak menghendaki

metode hormonal, dan menyukai kontrasepsi jangka panjang

(Prijatni dan Rahayu, 2016: 188).

Sedangkan kontraindikasi kontrasepsi AKDR yaitu kehamilan,

gangguan perdarahan, radang alat kelamin, curiga tumor ganas di

alat kelamin, tumor jinak rahim, kelainan bawaan rahim, erosi,

alergi logam, berkali – kali terkena infeksi panggul, ukuran rongga

rahim <5 cm, dan diketahui menderita TBC pelvik (Prijatni dan

Rahayu, 2016: 188).

d. Waktu pemasangan

Menurut Kepmenkes RI Nomor 97 (2014: 66), waktu

pemasangan IUD yaitu:

1. AKDR pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat

ekspulsinya lebih tinggi dibandingkan ekspulsi ≥4 minggu


223

pasca persalinan. Ekspulsi dapat diturunkan dengan cara

melakukan insersi AKDR dalam 10 menit setelah ekspulsi

plasenta, memastikan insersi mencapai fundus uterus, dan

dikerjakan oleh tenaga medis dan paramedis yang terlatih dan

berpengalaman.

2. Jika 48 jam pasca persalinan telah lewat, insersi AKDR ditunda

sampai 4 minggu atau lebih pasca persalinan.

3. AKDR 4 minggu pasca persalinan aman dengan menggunakan

AKDR copper T, sedangkan jenis non copper memerlukan

penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.

e. Kunjungan ulang

Klien kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu

pemasangan AKDR atau apabila terjadi hal-hal seperti 1) tidak

dapat meraba benang; 2) merasakan bagian yang keras dari AKDR;

3) AKDR lepas; 4) siklus terganggu/meleser; 5) terjadi

pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan; dan 6) adanya

infeksi (Affandi, 2016: MK-88).

E. Penanggulangan Akseptor Bermasalah

Tabel 2.10
Efek Samping Kontrasepsi dan Penanggulangannya

Bentuk Gejala Efek Berhubungan Tindakan Penanggulangan


Samping dengan Metode
1. Perdarahan/gangguan
haid
a. Amenorea Suntik a. KIE
b. Ingin haid : Preparat
224

estrogen atau preparat


progestin atau pil KB
c. Menoragia Suntik a. KIE
metroragia b. Preparat estrogen atau
preparat progestin atau
pil KB
AKDR a. KIE
b. Koagulasi, vitamin, zat
besi
c. Pengangkatan AKDR
d. Ganti cara
d. Spotting Suntik a. KIE
b. Preparat estrogen atau
preparat progestin atau
pil KB
AKDR a. KIE
b. Koagulasi, vitamin, zat
besi
c. Pengangkatan AKDR
d. Ganti cara
Pil a. KIE
b. Preparat estrogen atau
pil KB
e. Break through Pil a. KIE
bleeding b. Preparat estrogen atau
pil KB
2. Keputihan Vagina AKDR a. KIE
b. Obat vaginal
c. Erosi-Alboth
d. Banyak-ganti cara
Pil a. KIE
b. Antimikotik oral dan
vaginal
Suntik a. KIE
b. Antimikotik oral dan
vagina
3. Infeksi AKDR a. KIE
b. Antibiotik
4. Ekspulsi AKDR a. KIE
b. Ganti AKDR yang
sesuai
5. Perforasi/translokasi AKDR a. KIE
b. Rujuk RS
6. Tekanan darah tinggi Pil a. KIE
b. Anti hipertensi
c. Progresif-ganti cara
225

7. Berat badan Pil a. KIE


b. Diet
c. Ganti pil-ganti cara
Suntik a. KIE
b. Diet
c. Progresif-ganti cara
8. Kloasma Pil a. KIE
b. Ganti cara
9. Jerawat Pil a. KIE
b. Ganti pil
c. Progresif-ganti cara
Suntik a. KIE
b. Progestin-estrogenik
c. Progesif-ganti cara
10. ASI berkurang Pil a. KIE
b. Progestin estrogenic
c. Progresif-ganti cara
11. Gangguan fungsi Pil a. KIE
hati-kuning pada b. Ganti cara
kulit, kuku, dan mata
12. Varises Pil a. KIE
b. Berat-operasi
c. Ganti cara
13. Tromboembolisme Pil a. KIE
b. Operasi
14. Depresi Pil a. KIE
b. Vitamin B6
c. Progesif-ganti cara
15. Galaktorea/ASI Suntik a. KIE
bertambah b. Vitamin B6 dan diet
rendah garam
c. Progesif-ganti cara
16. Rambut rontok Suntik a. KIE
b. Dianjurkan bagi ibu
yang menyusui
17. Nyeri waktu haid Suntik a. KIE
b. Ganti cara
18. Nyeri waktu AKDR a. KIE
melakukan hubungan b. Obat simtomatis
seksual
19. Mual, muntah AKDR a. KIE
b. Infeksi (beri antibiotik)
20. Pusing, sakit kepala Pil a. KIE
b. Vitamin B6
c. Ganti pil estrogen
dosis rendah
226

d. Progesif-ganti cara
Suntik a. KIE
b. Obat simtomatis,
misalnya B6
21. Perubahan libido
a. Libido menurun Pil a. KIE
atau naik b. Ganti pil estrogen
dosis rendah
c. Obat simtomatis
Suntik a. KIE
b. Obat simtomatis
b. Libido menurun Pil a. KIE
b. Libido menurun-ganti
cara
Suntik a. KIE
b. Ganti cara
Sumber: Sulistyawati, 2014, Pelayanan Keluarga Berencana, Salemba Medika. Jakarta,
halaman 156-157.

F. Penapisan Klien

Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu metode

kontrasepsi (misalnya pil KB, suntikan atau AKDR) adalah untuk

menentukan apakah ada:

I. Kehamilan

II. Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus

III. Masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang

membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut.


227
228

(Sumber: Affandi, 2016: U-9-U-12)


229

2.6 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan menurut Kepmenkes 938 (2007: 5) adalah

acuan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh

bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan

ilmu dan kiat kebidanan.

I. Standar I (Pengajian)

a. Pernyataan standar

Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

b. Kriteria pengkajian

1. Dapat tepat, akurat, dan lengkap

2. Terdiri dari data subyektif (hasil anamnesa, biodata, keluhan

utama, riwayat obstetric, riwayat kesehatan dan latar belakang

keluarga)

3. Data obyektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologi, dan pemeriksaan

penunjang)

II. Sandar II (Perumusan Diagnosa dan Masalah Kebidanan)

a. Pernytaan standar

Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian

mengintrepretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan

diagnose dan masalah kebidanan ysng tepat.

b. Kriteria perumusan diagnose

1. Diagnosis sesuai dengan nomenklatur kebidanan


230

2. Masalah dirumusakan sesuai dengan kondisi klien

3. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan.

III. Standar III (Perencanaan)

a. Pernyataan standar

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkkan diagnose

dan masalah yang ditegakkan.

b. Kriteria perencanaan

1. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan

kondisi klien, tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan

secara komperhensif.

2. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.

3. Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien,

keluarga.

4. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien

berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang

diberikan bermanfaat untuk klien.

5. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku,

sumberdaya serta fasilitas yang ada.

IV. Standar IV (Implementasi)

a. Pernyataan standar

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara

komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence based


231

kepada klien/pasien, dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi, dan

rujukan.

b. Kriteria

1. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-spiko-sosial-

spiritual-kultural.

2. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien

dan atau keluarganya (informed consent).

3. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.

4. Melibatkan klien/pasien dalam tindakan.

5. Menjaga privasi klien/pasien.

6. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.

7. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.

8. Menggunakan sumber daya, sarana, dan fasilitas yang ada dan

sesuai.

9. Melakukan tindakan sesuai standar.

10. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.

V. Standar V (Evaluasi)

a. Pernyataan standar

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien.


232

b. Kriteria evaluasi

1. Penilaian dilakukan segera sete;ah selesai melaksanakan asuhan

sesuai kondisi klien.

2. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien

dan/keluarga.

3. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.

4. Hasil evaluasi tindakan ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi

klien/pasien.

VI. Standar VI (Pencatatan Asuhan Kebidanan)

a. Pernyataan standar

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat,

dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan

dalam memberikan asuhan kebidanan.

b. Kriteria pencatatan asuhan kebidanan

1. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada

formulir yang sudah tersedia (rekam medis/KMS/Status

pasien/buku KIA).

2. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

3. S yaitu data subyektiif, mencatat hasil anamnesa.

4. O yaitu data byektif, mencatat hasil pemeriksaan.

5. A yaitu hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan.

6. P yaitu penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

pelaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,


233

tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan,

dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan


BAB 3

METODOLOGI

3.1 Pendekatan/Desain

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan kebidanan yang

meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Kemudian dilakukan pendokumentasian dan dibahas sesuai dengan masalah-

masalah yang terjadi selama penelitian dilakukan.

3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Asuhan Kebidanan

A. Tempat

Tempat pelaksanaan penelitian yang dipilih untuk memberikan asuhan

kebidanan pada ibu adalah berada di PMB Erna Eny, Amd.Keb di Desa

Sukoanyar dan Puskesmas Mojo Kecamatan Mojo, Keabupaten Kediri.

B. Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari penyusunan proposal

hingga penyusunan laporan yaitu sejak Oktober 2018 sampai April 2019.

Sedangkan waktu yang dibutuhkan selama memberikan asuhan kebidanan

dilakukan mulai tanggal 25 November 2019 sampai 21 Januari 2019.

234
235

3.3 Teknik Pengumpulan Data

A. Metode

Metode yang digunakan adalah studi kasus. Menurut Nursalam (2015:

162), studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup

pengkajian satu unit penelitian secara intensif misalnya satu klien,

keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi. Rancangan dari suatu studi

kasus bergantung pada keadaan kasus namun tetap mempertimbangkan

faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya biasanya

dikaji secara rinci.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

I. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data penelitian

melalui pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada responden untuk

menjawabnya dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam.

Wawancara bisa dilakukan secara tatap muka antara peneliti dengan

responden atau cara lain, misalnya melalui telepon. Sehingga data

tersebut diperoleh langsung dari responden melalui pertemuan atau

percakapan (Surahman, Rachmat, dan Supardi, 2016: 149).

II. Pengukuran

Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan

mengukur objek menggunakan alat ukur tertentu, misalnya berat badan


236

dengan timbangan badan, tensi darah dengan tensimeter, dan

sebagainya (Surahman, Rachmat, dan Supardi, 2016: 153).

III. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk

memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian atau perilaku

orang dengan hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa,

objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang

(Surahman, Rachmat, dan Supardi, 2016: 153).


BAB 4

PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN

4.1 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan,

Pelaksanaan Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan

Kebidanan pada Ibu Hamil

A. Kunjungan Antenatal I

Tanggal / jam pengkajian : 25 November 2018 / 16.00 WIB

Tempat : PMB Ny. Erna Eny

I. Subyektif

a. Identitas

Nama klien : Ny S Nama suami : Tn M

Umur : 25 tahun Umur : 33 tahun

Bangsa/suku : Indonesia/Jawa Bangsa/suku : Indonesia/Jawa

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMU Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Guru TK Pekerjaan : Penjahit

Penghasilan : Rp 500.000,- Penghasilan : ±Rp 1.000.000,-

Alamat : Dsn Tegalrejo RT 17 RW 04, Ds Sukoanyar, Kec. Mojo,

Kab. Kediri

237
238

b. Anamnesa

1. Alasan kunjungan saat ini : Ibu ingin memeriksakan

kehamilannya yang memasuki usia 9 bulan.

2. Keluhan utama : Ibu mengeluh mudah merasa lelah.

3. Riwayat obstetri

a) Riwayat perkawinan

Kawin : Sah

Berapa kali : 1 kali

Kawin pertama kali usia : 20 tahun lamanya : ± 5 tahun

b) Riwayat Haid

HPHT : 01-03-2018 HPL : 08-12-2018

Lama haid : 6-7 hari

Jumlah : 2-3x ganti pembalut pada hari pertama-

kedua dan 2x ganti pembalut pada hari ketiga-selesai.

Sifat perdarahan : Encer, merah segar, tidak menggumpal

Menarche : Saat berumur 12 tahun

Dismenorhoe : Saat hari pertama haid

Fluor albus : Sehari sebelum haid

c) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

No Tgl/Th Tempat Jenis Penyu Seks BB/PB Kead. Lama


pers pers+Peno Pers lit Ana Anak Anak meneteki/KB
long Pers k
1. 2014 PMB + Spontan Tidak P 2.700 gr Hidup ASI 2 tahun /
Bidan ada / 49 cm Suntik 3 bulan
2. Hamil ini
239

d) Riwayat kehamilan sekarang

Ibu hamil ke 2, usia kehamilan 9 bulan (38 minggu 1 hari),

test kehamilan dilakukan pada tanggal 1 Mei 2018 hasil tes

positif (+), imunisasi TT ke-5 dilakukan pada tanggal 28

September 2018. Pergerakan fetus yang dirasakan pertama

kali pada usia kehamilan 5 bulan dan pergerakan fetus pada

24 jam terakhir ± 5 menit yang lalu, ibu tidak menghitung

pergerakan janin dalam 1 hari.

e) ANC

1) TM I ibu tidak melakukan pemeriksaan kehamilan.

2) TM II periksa 2 kali

(a) 8 Juli 2018 di PMB Ny. Erna Eny, UK 18 2/7 minggu

tidak ada keluhan, obat yang diberikan Kalk 1x1 dan

Fe 1x1, KIE yang diberikan yaitu ANC rutin, kurangi

aktivitas, konsultasi dokter spesialis kandungan dan

melakukan USG.

(b) 21 Agustus 2018 di Puskesmas Mojo, UK 24 4/7

minggu dengan keluhan mudah merasa lelah, obat

yang diberikan Kalk 1x1 dan Fe 1x1, KIE yang

diberikan yaitu konsultasi dokter.

3) TM III periksa 2 kali

(a) 28 September 2018 di Puskesmas Mojo, UK 29 6/7

minggu tidak ada keluhan, obat yang diberikan Fe


240

3x1, Vitamin B kompleks 3x1, dan Cefodaxi 3x1,

KIE tentang nutrisi ibu hamil.

(b) 25 November 2018 di PMB Ny. Erna Eny, UK 38 1/7

minggu dengan keluhan mudah merasa lelah.

4. Riwayat kesehatan yang lalu

Penyakit menular / keturunan : Ibu tidak memiliki penyakit

menular seperti hepatitis, TBC, HIV, IMS dan penyakit

keturunan seperti DM, asthma, jantung, dan hipertensi.

Ibu tidak pernah operasi SC

Riwayat penyakit dalam kehamilan : Ibu memiliki riwayat

anemia pada kehamilan yang lalu tetapi ibu tidak memilik

riwayat pernyakit TBC, payah jantung, DM, hipertensi,

pembengkakan pada wajah ataupun ekstremitas, ibu tidak

memiliki bayi yang mati dalam kandungan, dan preeklampsi

(kejang-kejang).

5. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah faktor penyakit menular / keturunan : Keluarga tidak

memiliki penyakit menular seperti hepatitis, TBC, HIV, IMS

dan penyakit keturunan seperti DM, asthma, jantung, dan

hipertensi.

Ibu tidak memiliki riwayat keturunan kembar


241

6. Perilaku kesehatan

Ibu tidak pernah merokok, tidak minum minuman berakohol,

minum obat hanya dari bidan atau dokter, tidak mengonsumsi

jamu selama dinyatakan hamil, dan memelihara ayam di

belakang rumah.

7. Riwayat KB

Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan yaitu KB suntik 3

bulanan selama ± 3 tahun (seumuran dengan anak pertama).

8. Pola kehidupan sehari-hari

a) Pola nutrisi

1) Sebelum : Ibu makan sehari 3 kali dengan menu 1 piring

nasi, sayur, tahu/tempe, telur, dan 7-8 gelas air putih

sehari.

2) Saat : Ibu makan sehari 4-5 kali dengan menu 1 piring

nasi, sayur, tahu/tempe, telur, ayam (kadang), minum 1

gelas susu setiap pagi, dan 7-8 gelas air putih sehari.

b) Pola eliminasi

1) Sebelum : Ibu BAK 5-6 kali sehari, warna kuning bening

dan encer. Ibu BAB 1-2 kali sehari, warna kuning dan

tidak lembek.

2) Saat : Ibu BAK 5-6 kali sehari, warna kuning bening dan

encer. Ibu BAB 1 kali sehari, warna kuning dan sedikit

lembek.
242

c) Kebersihan perorangan

1) Sebelum : Ibu mandi 2 kali sehari, keramas 2-3 kali

seminggu, ganti celana dalam 2 kali sehari, ganti baju 3

kali sehari, menggosok gigi 3 kali sehari, dan memotong

kuku seminggu sekali.

2) Saat : Ibu mandi 2 kali sehari, keramas 3 kali seminggu,

ganti celana dalam 2 kali sehari, ganti baju 3 kali sehari,

menggosok gigi 3 kali sehari, dan memotong kuku

seminggu sekali.

d) Pola istirahat tidur

1) Sebelum : Ibu biasa tidur pada malam hari ±7 jam dan

tidak pernah tidur siang. Ibu tidak mengalami gangguan

tidur.

2) Saat : Ibu biasa tidur pada malam hari ±7 jam dan pada

siang hari ±1 jam. Ibu tidak mengalami gangguan tidur.

e) Pola aktivitas

1) Sebelum : Ibu biasanya mengajar di TK pada pagi hari,

merawat anak pertama, mengerjakan pekerjaan rumah

tangga seperti memasak, mencuci baju, menyetrika baju,

menyapu, dan mengepel.

2) Saat : Ibu biasanya mengajar di TK pada pagi hari,

merawat anak pertama, mengerjakan pekerjaan rumah


243

tangga seperti memasak, mencuci baju, menyetrika baju,

menyapu, dan mengepel.

9. Keadaan psikososial

Kehamilan ini diinginkan : Ibu menginginkan kehamilanan ini

karena anak pertama ibu sudah berumur 4 tahun.

Perasaan ibu dalam menghadapi kehamilan saat ini : Ibu

bahagia meskipun sedikit cemas karena semakin mendekati

persalinan

Jenis kelamin yang diharapkan : Ibu dan suami beranggapan

jenis kelamin laki-laki atau perempuan sama saja asalkan sehat

10. Latar belakang sosial budaya dan dukungan keluarga

Pengantar klien : Ibu biasanya diantar oleh suami dan anak

pertama klien

Dukungan keluarga : Keluarga mendukung kehamilan kedua

ibu yaitu berupa pendampingan suami saat ibu memeriksakan

kehamilanannya, orangtua ibu ikut membantu ibu mengerjakan

pekerjaan rumah dan merawat anak pertama ibu. Selain itu

dukungan keluarga juga berupa penyelenggaraan tasyakuran

saat kehamilan ibu memasuki usia 7 bulan.

Adat kebiasaan : Adanya penggunaan centing setelah

melahirkan, adanya tasyakuran puput puser, dan turun tanah

pada bayi
244

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/60 mmHg BB sebelum hamil : 40 kg

Nadi : 88 x/menit BB sekarang : 47,4 kg

Suhu : 36,4 oC TB : 148 cm

Resp : 22 x/menit Lingkar Lengan Atas : 22,5 cm

b. Inspeksi

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva sedikit pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid.

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri


245

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri

c. Palpasi

Leopold I : TFU 3 jari dibawah proxesus xypoideus dan bagian

fundus teraba bokong.

Leopold II : Bagian kanan ibu teraba ekstremitas janin dan bagian

kiri ibu teraba punggung janin.

Leopold III : Bagian terendah janin teraba kepala dan sudah tidak

dapat digoyangkan.

Leopold IV : Teraba divergen (sebagain besar sudah masuk

panggul)

Mc. Donald : 26 cm

d. Auskultasi : DJJ 140 kali/menit (Teratur)

e. Perkusi : Refleks patella positif kanan-kiri

f. Pemeriksaan laboratorium

Tanggal 28 September 2018 di Puskesmas Mojo mendapatkan hasil

Hb 9,8 gram/dl, golongan darah A, HIV non reaktif, HbsAg non

reaktif, protein urine negatif, reduksi urin negatif


246

III. Analisa
1
GIIP1001 usia kehamilan 38 /7 minggu dengan anemia ringan

kehamilan risiko tinggi

Janin tunggal, hidup, intrauterine, letak membujur, presentasi kepala

Masalah : Mudah lelah dan kurang energi kronik

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu tentang hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan

janin baik.

Evaluasi : ibu mengetahui tentang hasil pemeriksaan

b. KIE tentang nutrisi pada ibu hamil, menganjurkan ibu untuk lebih

sering mengonsumsi sayuran hijau, hati ayam, dan daging.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.

c. Memberikan PMT dan menganjurkan untuk mengonsumsi PMT

setiap hari sebanyak 3 keping biskuit.

Evaluasi : PMT sudah diberikan kepada ibu dan ibu bersedia

mengonsumsi PMT setiap hari sebanyak 3 keping biskuit.

d. KIE tentang kesejahteraan janin dan mengajari ibu cara

menghitung pergerakan janin.

Evaluasi : Ibu memahami dan dapat mempraktekkan

e. Menganjurkan ibu untuk mengurangi aktivitas apabila ibu merasa

lelah, tidak menggunakan sepatu hak tinggi, dan tidur miring ke

kiri.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.


247

f. Mengingatkan tentang tanda-tanda persalinan.

Evaluasi : Ibu mengerti dan dapat mengulangi tanda-tanda

persalinan

g. Memberikan tablet Fe dan Kalk.

Evaluasi : Obat sudah diberikan dengan dosisi tablet Fe 250 mg

1x1 dan Kalk 500 mg 1x1

h. Menjelaskan cara mengonsumsi tablet Fe dan efek samping tablet

Fe yaitu :

1) Diminum 1 tablet perhari setelah makan (maksimal 1 jam

setelah makan)

2) Diminum dengan air putih atau air jeruk atau dengan vitamin C

untuk mempercepat penyerapan Fe dalam tubuh

3) Tidak diminum dengan teh atau kopi karena akan menghambat

penyerapan Fe dalam tubuh

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia minum tablet Fe setiap hari

sebelum tidur.

i. Menjadwalkan kunjungan ulang pada tanggal 28 November 2018

di Puskesmas Mojo untuk melakukan pemeriksaan laboratorium

atau jika ada keluhan.

Evaluasi : Ibu bersedia datang untuk kunjungan ulang tanggal 28

November 2018 di Puskesmas Mojo atau jika ada keluhan.


248

B. SOAP Perkembangan Kunjungan Antenatal II

Tanggal / jam pengkajian : 28 November 2018 / 10.00 WIB

Tempat : Puskesmas Mojo

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan saat ini : Ibu ingin memeriksakan kehamilannya

yang memasuki usia 9 bulan.

b. Keluhan utama : Ibu mengeluh mudah merasa lelah dan kaki linu.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg BB sekarang : 47,6 kg

Nadi : 80 x/menit TB : 148 cm

Suhu : 36,2 oC

Resp : 20 x/menit

b. Inspeksi

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva sedikit pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.


249

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid.

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri

c. Palpasi

Leopold I : TFU 3 jari dibawah proxesus xypoideus dan bagian

fundus teraba bokong.

Leopold II : Bagian kanan ibu teraba ekstremitas janin dan bagian

kiri ibu teraba punggung janin.

Leopold III : Bagian terendah janin teraba kepala dan sudah tidak

dapat digoyangkan.

Leopold IV : Teraba divergen (sebagain besar sudah masuk

panggul)

Mc. Donald : 26 cm

d. Auskultasi : DJJ 138 kali/menit

e. Perkusi : Refleks patella positif kanan-kiri


250

f. Pemeriksaan laboratorium

Tanggal 28 November 2018 di Puskesmas Mojo mendapatkan hasil

Hb 9,1 gram/dL, protein urine negatif, reduksi urin negatif.

III. Analisa
4
GIIP1001 usia kehamilan 38 /7 minggu dengan anemia ringan

kehamilan risiko tinggi

Janin tunggal, hidup, intrauterine, letak membujur, presentasi kepala

Masalah : Mudah lelah dan kurang energi kronik

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu tentang hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu dan

janin baik.

Evaluasi : ibu mengetahui tentang hasil pemeriksaan

b. Mengingatkan ibu untuk lebih sering mengonsumsi sayuran hijau,

hati ayam, dan daging serta mengonsumsi PMT.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.

c. Mengingatkan ibu untuk mengurangi aktivitas, tidak menggunakan

sepatu hak tinggi, dan tidur miring ke kiri sehingga ibu tidak

mudah merasa lelah.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.

d. Mengingatkan tentang tanda-tanda persalinan.

Evaluasi : Ibu mengerti dan dapat mengulangi tanda-tanda

persalinan
251

e. Memberikan tablet Fe dan Vitamin C

Evaluasi : Obat sudah diberikan dengan dosisi tablet Fe 250 mg

3x1 dan Vitamin C 20 mg 3x1.

f. Mengingatkan cara mengonsumsi tablet Fe dan efek samping tablet

Fe.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia minum tablet Fe setiap hari

sebelum tidur.

g. Menganjurkan ibu untuk berkonsultasi atau USG dengan dokter

spesialis obstetri dan ginekologi (Rujuk ke RS) karena TFU hanya

26 cm sehingga dikhawatirkan ibu melahirkan bayi BBLR.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran bidan.

h. Menjadwalkan kunjungan ulang 1 minggu berikutnya atau jika ada

keluhan.

Evaluasi : Ibu bersedia datang untuk kunjungan ulang 1 minggu

berikutnya atau jika ada keluhan.


252

4.2 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan,

Pelaksanaan Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan

Kebidanan pada Ibu Bersalin

A. SOAP Perkembangan Kala I Fase Aktif

Tanggal / jam pengkajian : 14 Desember 2018 / 01.00 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan saat ini

Ibu ingin memeriksakan kehamilannya yang memasuki usia 9

bulan.

b. Keluhan utama

Ibu mengeluh kenceng-kenceng sejak tanggal 13 Desember 2018

pukul 22.00 WIB, keluar lendir bercampur darah pada tanggal 14

Desember 2018 pukul 24.00 WIB, dan ibu belum mengeluarkan

cairan ketuban.

c. Riwayat kehamilan sekarang

Ibu hamil ke II usia kehamilan 9 bulan (40 6/7 minggu) pergerakan

janin dalam 24 jam terakhir aktif yaitu ±10 kali.

d. Riwayat ANC :

Periksa ANC 6 kali, yaitu trimester I tidak pernah periksa, trimester

II di bidan 1 kali di PMB Ny. Erna Eny dan 2 kali di Puskesmas

Mojo, trimester III periksa 1 kali di PMB dan 1 kali di Puskesmas

Mojo.
253

e. Riwayat persalinan sekarang :

Perut ibu mules sejak tanggal 13 Desember 2018 pukul 22.00 WIB,

keluar lendir bercampur darah pada tanggal 14 Desember 2018

pukul 24.00 WIB, ibu belum mengeluarkan cairan ketuban, dan

tida ada keluhan lain, masuk kamar bersalin tanggal 14 Desember

2019 pukul 01.00 WIB.

f. Pola kehidupan sehari-hari (terakhir dilakukan)

1. Pola nutrisi

Ibu terakhir makan pukul 17.00 WIB (13 Desember 2018)

dengan menu 1 piring nasi, sayur, tempe dan telur. Pukul

21.00 WIB ibu minum tablet Fe dan Vitamin C serta 2 gelas

air putih.

2. Pola eliminasi

Ibu terakhir BAK sebelum berangkat ke puskesmas pukul

24.00 WIB dan BAB pukul 22.00 WIB (13 Desember 2018).

3. Kebersihan perorangan

Ibu mandi, menggosok gigi, mengganti baju dan celana dalam

serta keramas pukul 15.30 WIB (13 Desember 2018).

4. Pola istirahat tidur

Ibu sempat tidur siang ± 2 jam dan malam ± 1 jam (13

Desember 2018).
254

5. Pola aktifitas

Tadi siang ibu masih menyetrika baju dan mengepel lantai

rumah (13 Desember 2018).

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg BB sebelum hamil : 40 kg

Nadi : 84 x/menit BB sekarang : 47,6 kg

Suhu : 36 oC TB : 148 cm

Resp : 20 x/menit Lingkar Lengan Atas : 22,5 cm

b. Inspeksi

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva sedikit pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.


255

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid.

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri

c. Palpasi

Leopold I : TFU 2 jari dibawah proxesus xypoideus dan bagian

fundus teraba bokong.

Leopold II : Bagian kanan ibu teraba ekstremitas janin dan bagian

kiri ibu teraba punggung janin.

Leopold III : Bagian terendah janin teraba kepala dan sudah tidak

dapat digoyangkan.

Leopold IV : Teraba divergen (sebagain besar sudah masuk

panggul)

Mc. Donald : 27 cm

Sistem perlimaan : 2/5

d. Auskultasi : DJJ 138 kali/menit (Teratur)

e. Pemeriksaan dalam :

Tanggal 14 Desember 2918 ukul 01.00 WIB : 8 cm, eff 75%,

ketuban positif, presentasi kepala, denominator UUK kiri depan,

molase 0, penurunan Hodge III (2/5), tidak ada bagian kecil janin

yang turun.
256

III. Analisa

GIIP1001 usia kehamilan 40 6/7 minggu inpartu kala I fase aktif dilatasi

maksimal

Janin tunggal, hidup, intrauterin, letak membujur, presentasi kepala.

IV. Penatalaksanaan

a. Melakukan informed consent tentang tindakan yang akan diberikan

selama proses persalinan.

Evaluasi : Ibu dan keluarga sudah menandatangi dan menyetujui

tentang tindakan yang akan dilakukan selama proses persalinan.

b. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu akan

menghadapi proses persalinan serta keadaan ibu dan janin baik.

Evaluasi : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan bahwa sudah

pembukaan 8 cm.

c. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum.

Evaluasi : Ibu hanya ingin minum.

d. Menganjurkan ibu untuk tidur miring kiri

Evaluasi : Ibu mampu mempraktekkan anjuran bidan dengan benar.

e. Mengajarkan ibu teknik relaksasi dan pengaturan nafas saat terjadi

kontraksi yaitu dengan menghirup oksigen melalui hidung dan

menghembuskan melalui mulut.

Evaluasi : Ibu mampu mempraktekkan penjelasan bidan.


257

f. Menganjurkan keluarga untuk melakukan pengurangan rasa sakit

dengan melakukan masase pada punggung ibu.

Evaluasi : Suami mampu memasase dengan benar dan ibu tampak

nyaman.

g. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih secara

rutin.

Evaluasi : Ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya.

h. Mengajarkan ibu cara meneran yang benar yaitu mengambil nafas

melalui hidung kemudian meneran seperti saat susah BAB dan

tanpa mengeluarkan suara yang lain agar proses kelahiran bayi

dapat berjalan dengan baik.

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mengulangi penjelasan bidan.

i. Menyiapkan alat untuk menolong persalinan serta perlengkapan ibu

dan bayi.

Evaluasi : Bidan sudah menyiapkan partus set, APD, heating set,

resusitasi set, asepto, larutan Klorin dan DTT, serta perlengkapan

ibu dan bayi.

j. Mendokumentasikan dan memantau kemajuan persalinan dalam

partograf.

Evaluasi : Sudah dilakukan pendokumentasian dan pemantauan

kemajuan persalinan dalam partograf.


258

B. SOAP Perkembangan Kala II

Tanggal / jam pengkajian : 14 Desember 2018 / 01.20 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

Ibu mengatakan sakit semakin sering, adanya dorongan untuk

meneran, serta adanya tekanan pada anus seperti ingin BAB.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg Resp : 20 x/menit

Nadi : 88 x/menit Suhu : 36,3 oC

b. Inspeksi

Perineum : Tampak menonjol

Vulva : Membuka

Keluar lender bercampur darah dari vagina

c. Auskultasi : DJJ 138 x/menit (Teratur)

d. HIS : 4 x 10’ dalam 45 detik

e. Sistem perlimaan : 1/5

f. Pemeriksaan dalam

Tanggal 14 Desember 2018 pukul 01.20 WIB : 10 cm, eff

100%, ketuban positif, presentasi kepala, denominator UUK kiri

depan, molase 0, penurunan Hodge IV (1/5), tidak ada bagian

kecil janin yang turun.


259

III. Analisa

GIIP1001 usia kehamilan 40 6/7 minggu inpartu kala II

Janin tunggal, hidup, intrauterine, letak membujur, presentasi kepala.

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa pembukaan

sudah lengkap dan ketuban belum pecah.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengetahui bahwa pembukaan sudah

lengkap.

b. Memberitahu ibu akan dilakukan amniotomi (memecah cairan

ketuban)

Evaluasi : Amniotomi sudah dilakukan pukul 01.20 WIB,

ketuban jernih.

c. Menyiapkan posisi meneran yang nyaman bagi ibu

Evaluasi : Ibu memilih posisi litotomi

d. Mengingatkan ibu cara meneran yang benar dan melakukan

pimpinan meneran saat ibu ada dorongan yang kuat untuk

meneran serta memberikan dukungan dan semangat atas usaha

ibu.

Evaluasi : Ibu dapat mempratekkan penjelasan bidan.

e. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi dan

memberikan minum kepada ibu.

Evaluasi : Ibu bersedia melakukan anjuran bidan.


260

f. Menghitung denyut jantung janin (DJJ) apabila tidak terjadi

kontraksi.

Evaluasi : DJJ 140 x/menit dan teratur

g. Menolong persalinan dengan cara :

1. Mendekatkan alat

2. Memakai APD

3. Menghisap oksitosin 10 unit ke dalam spuit (dengan

menggunakan handscoon steril) dan meletakkan kembali di

partus set

4. Mencuci tangan

5. Apabila kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter

5-6 cm, handuk bersih diletakkan diatas perut ibu dan

underpad dibawah bokong ibu serta kain bersih dilipat 1/3

bagian di bawah bokong ibu (kain stanen)

6. Membuka partus set

7. Memakai handscoon steril

8. Apabila kepala sudah tampak dengan diameter 5-6 cm di

vulva, memimpin ibu meneran saat ada kontraksi, maka lahir

berturut-turut UUK – UUB – dahi – hidung – mulut – dagu

9. Memeriksa lilitan tali pusat

10. Setelah kepala melakukan putar paksi luar posisikan tangan

secara biparietal dan melahirkan bahu depan lalu bahu


261

belakang dengan mengayunkan tangan searah dengan lantai

dan ke atas

11. Melakukan sanggah susur yaitu menelusurkan tangan yang

ada di atas (anterior) dari punggung kea rah kaki bayi untuk

menyangganya saat punggung sampai kaki lahir. Memegang

kedua mata kaki bayi dengan hati-hati dan membantu

melahirkan kaki serta dilakukan penilaian bayi baru lahir.

Evaluasi : Pertolongan persalinan sudah dilakukan, bayi laki-laki

lahir pukul 01.30 WIB, warna kulit kemerahan, dan gerak aktif.

C. SOAP Perkembangan Bayi Baru Lahir

Tanggal / jam pengkajian : 14 Desember 2018 / 01.30 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

Ibu mengatakan merasa senang atas kelahiran bayinya dan merasa

lemas

II. Obyektif

Bayi laki-laki lahir pukul 01.30 WIB, menangis spontan, warna kulit

kemerahan, dan gerak aktif.

III. Analisa

Bayi baru lahir normal


262

IV. Penatalaksanaan

a. Meletakkan bayi di atas perut ibu dan segera mengeringkan bayi,

bungkus kepala bayi dan badan bayi kecuali tali pusat.

Evaluasi : Bayi sudah diletakkan di atas perut ibu dengan posisi

kepala lebih rendah dan sudah dikeringkan.

b. Menjepit tali pusat menggunakan klem 3 cm dari pusat bayi dan

memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama. Memegang tali

pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan

memotong tali pusat di antara dua klem.

Evaluasi : Tali pusat sudah dipotong

c. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan

kain atau selimut dan memberikan bayi kepada ibunya untuk

melakukan IMD.

Evaluasi : Handuk sudah diganti dan sedang dilakukan IMD

d. Memberikan suntikan Vitamin K, Salep mata, dan Imunisasi

HB0

Evaluasi : Vitamin K dan salep mata diberikan 1 jam setelah

lahir yaitu pukul 02.30 WIB dan imunisasi HB0 diberikan 2 jam

setelah lahir yaitu pukul 03.30 WIB.


263

D. SOAP Perkembangan Kala III

Tanggal / jam pengkajian : 14 Desember 2018 / 01.40 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

Ibu mengatakan mulas pada perut bagian bawah

II. Obyektif

a. Inspeksi

Plasenta : Belum lahir

Tali pusat bertambah panjang

Terdapat semburan darah tiba-tiba

b. Palpasi

Kontraksi uterus : Baik (keras dan globuler)

TFU : Setinggi pusat

Kandung kemih : Kosong

III. Analisa

P2002 persalinan kala III

IV. Penatalaksanaan

a. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan

adanya bayi kedua.

Evaluasi : Ibu hamil tunggal

b. Memberitahu ibu bahwa akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi dengan baik

Evaluasi : Ibu bersedia disuntik oksitosin


264

c. Menyuntikan oksitosin dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir

Evaluasi : Oksitosin sudah disuntikkan dengan dosis 10 unit

secara IM pada 1/3 paha distal lateral.

d. Memindahkan klem 10 cm di depan vulva dan melakukan

peregangan tali pusat terkendali.

Evaluasi : Peregangan tali pusat terkendali sudah dilakukan

dengan cara satu tangan di atas simpisis ibu untuk melakukan

palpasi secara dorso kranial serta tangan yang lain memegang tali

pusat dan klem untuk melakukan peregangan searah dengan

lantai.

e. Melahirkan plasenta

Evaluasi : Plasenta dilahirkan dengan cara memegang plasenta

dengan kedua tangan dan memutar plasenta dengan hati-hati

hingga selaput terpilin dan lepas seluruhnya.

f. Melakukan masase uterus dan memeriksa kelengkapan plasenta

Evaluasi : Masase dilakukan dengan cara meletakkan telapak

tangan kiri di fundus dan melakukan gerakan melingkar dengan

lembut hingga uterus berkontraksi dengan baik (uterus keras dan

globuler), sedangkan tangan kanan memeriksa kelengkapan

plasenta. Plasenta lahir lengkap yaitu terdapat 2 selaput dan 20

kotiledon.
265

g. Memeriksa adanya ruptur pada vagina dan perineum

Evaluasi : Terjadi ruptur derajat 1 yaitu pada mukosa vagina,

komisura posterior, dan kulit perineum.

E. SOAP Perkembangan Kala IV

Tanggal / jam pengkajian : 14 Desember 2018 / 01.50 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

Ibu mengatakan badannya terasa lelah, sedikit pusing dan nyeri pada

jalan lahir.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg Resp : 22 x/menit

Nadi : 82 x/menit Suhu : 36,4 oC

b. Pemeriksaan fisik

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva sedikit pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan

kiri, tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.


266

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola

hiperpigmentasi kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara

sudah mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada

peradangan, tidak ada lesi, tidak ada hemoroid, terdapat ruptur

derajat 1 (mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit

perineum), jumlah perdarahan ±300 cc.

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri

c. Palpasi

TFU : 2 jari dibawah pusat

Kontraksi : Baik (keras dan globuler)

Kandung kemih : Kosong

III. Analisa

P2002 persalinan Kala IV dengan ruptur perineum derajat I

Masalah : Nyeri luka perineum


267

IV. Penatalaksaan

a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik dan

terdapat ruptur pada mukosa vagina, komisura posterior, dan

kulit perineum.

Evalusasi : Ibu mengetahui tentang hasil pemeriksaan.

b. Menjelaskan kepada ibu bahwa akan dilakukan penjahitan pada

luka jalan lahir.

Evaluasi : Ibu bersedia dilakukan penjahitan pada luka jalan

lahir.

c. Mendekatkan alat

Evaluasi : Alat berada di sebelah kanan pemeriksa

d. Melakukan penjahitan luka jalan lahir

1. Melakukan anestesi dengan Lidocain tanpa epinefrin 2%

disisi sebelah kanan 2 kali suntikan (pada bagian yang sejajar

vagina dan bagian yang di perineum) dan sebelah kiri 2 kali

suntikan (pada bagian yang sejajar vagina dan bagian yang di

perineum), serta setiap suntikan dengan dosis 0,5 cc.

2. Melakukan penjahitan luka jalan lahir dengan teknik jelujur.

Evaluasi : Peredarahan berhenti setelah dilakukan penjahitan.

e. Membersihkan tubuh ibu dan memakaikan baju pada ibu

Evaluasi : Ibu sudah bersih dan terlihat lebih segar serta ibu

sudah memakai baju.


268

f. KIE tentang perdarahan serta mengajari ibu dan keluarga

melakukan penilaian kontraksi uterus dan cara masase uterus.

Evaluasi : Ibu dapat mempraktekkan cara masase fundus uteri

dan fundus menjadi keras (berkontraksi).

g. Membereskan alat-alat bekas pakai

Evaluasi : Alat telah direndam dalam larutan klorin 0,5% selama

10 menit dan dilakukan pembilasan dengan air sabun kemudian

dikeringkan serta dilakukan sterilisasi.

h. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat

sampah yang sesuai

Evaluasi : Underpad dan bahan-bahan terkontaminasi sudah

dibuang di tempat sampah yang sesuai.

i. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat

tinggi serta membersihkan cairan ketuban, lender darah serta

membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

Evaluasi : Ibu sudah bersih dan merasa nyaman.

j. Mencuci tangan

Evaluasi : Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir

dengan teknik 6 langkah cuci tangan.

k. Melakukan pemantauan 2 jam post partum

Evaluasi : Observasi TD, nadi, TFU, kontraksi uterus, kandung

kemih serta jumlah perdarahan setiap 15 menit sekali dan suhu

setiap 1 jam pada 1 jam pertama dan observasi TD, nadi, TFU,
269

kontraksi uterus, kandung kemih serta jumlah perdarahan setiap

30 menit sekali dan suhu setiap 1 jam pada 1 jam berikutnya.

l. Memberikan ibu intake makanan dan minuman

Evaluasi : Ibu bersedia makan 1 piring nasi dan segelas teh

hangat.

m. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini.

Evaluasi : Ibu melakukan mobilisasi dini yaitu miring kiri dan

miring kanan.

n. Memberikan terapi obat

Evaluasi : Obat yang diberikan yaitu tablet Fe 250 mg 1x1, Asam

mefenamat 500 mg 3x1, Amoxicillin 500 mg 3x1, dan Vitamin

A 200.000 IU 2 kapsul 1x1.

o. Melakukan rawat gabung

Evaluasi : Sudah dilakukan rawat gabung pada pukul 03.00 WIB.

p. Melakukan pendokumentasian dan melengkapi partograf

Evaluasi : Sudah dilakukan pendokumentasian dan melengkapi

partograf.
270

4.3 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan,

Pelaksanaan Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan

Kebidanan pada Ibu Nifas

A. Asuhan Kebidanan 6 jam Postpartum

Tanggal / jam pengkajian : 14 November 2019 / 08.00 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan saat ini

Pemeriksaan 6 jam setelah persalinan

b. Keluhan

Ibu mengeluh badannya masih lelah dan nyeri pada jalan lahir

c. Riwayat ANC

Periksa ANC 6 kali, yaitu trimester I tidak pernah periksa, trimester

II di bidan 1 kali di PMB Ny. Erna Eny dan 2 kali di Puskesmas

Mojo, trimester III periksa 1 kali di PMB dan 1 kali di Puskesmas

Mojo.

d. Riwayat persalinan yang ini

Perut ibu mules sejak tanggal 13 Desember 2018 pukul 22.00 WIB,

keluar lendir bercampur darah pada tanggal 14 Desember 2018

pukul 24.00 WIB. Pukul 01.20 WIB, terjadi pembukaan lengkap

dan dilakukan amniotomi karena ketuban belum pecah. Ketuban

berwarna jernih dan berbau khas bau ketuban. Pukul 01.30 WIB,

bayi lahir secara normal dan menangis spontan. Pukul 01.40 WIB,
271

plasenta lahir spontan dan lengkap yaitu terdapat 2 selaput dan 20

kotiledon. Terdapat rupture derajat 1 yaitu pada mukosa vagina,

komisura posterior, dan kulit perineum.

e. Keadaan bayi

Bayi laki-laki lahir pukul 01.30 WIB pada tanggal 14 Desember

2018, menangis spontan, warna kulit kemerahan dan tonus otot

aktif. Apgar skor 9-10.

f. Pola kehidupan sehari-hari

1. Pola nutrisi

Ibu sudah makan dengan porsi 1 piring nasi, sayur, tempe, dan

telur serta minum air putih.

2. Pola eliminasi

Ibu sudah BAK 1 kali tetapi belum BAB

3. Istirahat

Ibu tidur ± 1 jam karena harus menyusui bayinya.

4. Aktifitas/mobilisasi

Ibu sudah dapat duduk, berdiri, dan berjalan menuju kamar

mandi.

5. Personal hygiene

Ibu sudah mandi, menggosok gigi, mengganti baju, mengganti

celana dalam dan pembalut.


272

g. Riwayat psikososial

Ibu merasa bahagia atas kelahiran bayi laki-laki, begitu juga

dengan suami dan keluarga ibu. Ibu bekerja sebagai guru TK

sehingga ibu akan dibantu keluarga (orangtua) untuk mengasuh

bayi saat ibu bekerja, namun ibu tetap ingin memberikan ASI

eksklusif selama 6 bulan dan berlanjut sampai usia 2 tahun.

h. Latar belakang budaya dan dukungan keluarga

Keluarga sangat mengharapkan hadirnya bayi sehingga ibu dibantu

keluarga dalam mengasuh bayinya dan adanya tasyakuran atas

kelahiran bayi. Keluarga ibu sudah tidak menerapkan adanya

pantangan makan (tarak) namun masih menerapkan pemakaian

centing meskipun pemakaiannya sudah tidak ketat lagi (longgar).

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg Resp : 21 x/menit

Nadi : 90 x/menit Suhu : 36,6 oC

b. Pemeriksaan fisik

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva tidak pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri
273

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakkan limfe kanan kiri.

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid, terdapat luka jahitan derajat 1

(mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum), lokhea rubra,

perdarahan pervaginam agak banyak (1 pembalut belum penuh)

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri.

c. Palpasi

Fundus uteri : 2 jari dibawah pusat

Kontraksi uterus : Baik yaitu keras dan globular

Tanda Homan : Tidak ada tanda Homan

Kandung kemih : Kosong

d. Auskultasi : Bising usus 7 x/menit


274

III. Analisa

P2002 6 jam postpartum fisiologis

Masalah : Nyeri jahitan perineum

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam

kondisi baik.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersyukur dalam kondisi baik.

b. Menganjurkan ibu untuk makan-makanan bergizi (sayur, buah,

tempe, tahu, telur, ikan, dll) untuk mempercepat penyembuhan luka

jahitan perineum dan memperlancar produksi ASI.

Evaluasi : Ibu bersedia makan makanan bergizi untuk mempercepat

penyembuhan luka jahitan perineum dan memperlancar ASI.

c. Mengajari ibu untuk membersihkan genetalia dan cara jongkok

agar tidak merasa nyeri saat BAK maupun BAB maupun

mempermudah membersihkan genetalia, yaitu :

1. Membersihkan genetalia dari arah depan ke belakang

2. Jongkok dengan cara paha dalam posisi lurus dan membentuk

sudut 90o dengan lutut.

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mempraktekkan cara jongkok.


275

d. Mengajari cara merawat payudara agar tidak lecet atau terjadi

bendungan ASI yaitu dengan cara :

1. Tempelkan kapas yang sudah diberi baby oil atau minyak

selama 5 menit pada puting, kemudian bersihkan puting

dengan cara memutar kapas hingga puting bersih.

2. Kedua tangan diletakkan diantara payudara, kemudian lakukan

gerakan memijat memutari payudara sebanyak 20 kali dimulai

dari atas, ke bawah, ke samping, dan kembali ke atas.

3. Lakukan gerakan kebalikan yaitu dimulai dari bawah, ke

samping, ke atas dan kembali ke bawah.

4. Lakukan geratan pengurutan payudara dengan cara satu tangan

menyokong payudara dan tangan yang lain mengurut payudara

dari pangkal ke puting (jari telunjuk tangan yang menyokong

akan bertemyu dengan jari kelingking tangan yang mengurut

dan kemudian sedikit dijepit) sebanyak 20 kali.

5. Lakukan pengurutan payudara dengan cara satu tangan

menyokong dan tangan yang lain mengurut dari panggal ke

puting (tanngan yang mengurut dengan posisi mengepal).

Evaluasi : Ibu mampu mengulangi dan juga mampu

mempraktekkan.

e. Menganjurkan ibu untuk senam nifas hari pertama sampai ketiga

agar badan ibu merasa lebih segar.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.


276

f. Menganjurkan ibu untuk meminum obat.

Evaluasi : Ibu bersedia tetap meminum tablet Fe (1x1) meskipun

sudah dalam keadaan nifas, serta meminum Amoxillin (3x1),

Vitamin A 200.000 IU (1x1), dan Asam Mefenamat (3x1)

g. Menjadwalkan kunjungan rumah 3 hari berikutnya yaitu tanggal 17

Desember 2019 atau jika ada keluhan.

Evaluasi : Ibu bersedia mendapat kunjungan rumah pada tanggal 17

Februari 2019 atau apabila terjadi keluhan.

B. SOAP Perkembangan Kunjungan Nifas I

Tanggal / jam pengkajian : 17 Desember 2018 / 15.00 WIB

Tempat : Di rumah pasien

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan saat ini

Ibu mendapat kunjungan rumah untuk memeriksa keadaan ibu hari

ketiga setelah persalinan.

b. Keluhan utama

Ibu mengeluh nyeri pada luka jahitan

c. Pola kehidupan sehari-hari

1. Pola nutrisi

Saat hamil : Ibu makan sehari 4-5 kali dengan menu 1 piring

nasi, sayur, tahu/tempe, telur, ayam (kadang), minum 1 gelas

susu setiap pagi, dan 7-8 gelas air putih sehari.


277

Saat nifas : Ibu makan 3 kali sehari dengan menu 1 piring nasi,

sayur, tempe, tahu, telur, ayam (kadang) serta minum 7-8 gelas

sehari.

2. Pola eliminasi

Tidak ada perubahan pola eliminasi saat hamil dan saat nifa

yaitu : Ibu BAK 5-6 kali sehari, warna kuning bening dan

encer. Ibu BAB 1 kali sehari, warna kuning dan sedikit

lembek.

3. Istirahat

Saat hamil : Ibu biasa tidur pada malam hari ±7 jam dan pada

siang hari ±1 jam. Ibu tidak mengalami gangguan tidur.

Saat nifas : Ibu biasa tidur pada malam hari 3-4 jam dan pada

siang hari ±1 jam. Ibu tidak dapat tidur karena bayi menyusu

setiap 2 jam.

4. Aktifitas/mobilisasi

Saat hamil : Ibu biasanya mengajar di TK pada pagi hari,

merawat anak pertama, mengerjakan pekerjaan rumah tangga

seperti memasak, mencuci baju, menyetrika baju, menyapu,

dan mengepel

Saat nifas : Ibu biasanya merawat anak-anaknya, mengerjakan

pekerjaan rumah tangga seperti menyapu rumah.


278

5. Personal hygiene

Tidak ada perubahan personal hygiene saat hamil dengan saat

nifas yaitu : Ibu mandi 2 kali sehari, keramas 3 kali seminggu,

ganti celana dalam 2 kali sehari, ganti baju 3 kali sehari,

menggosok gigi 3 kali sehari, dan memotong kuku seminggu

sekali.

d. Tanda-tanda bahaya nifas

Tidak terdapat tanda-tanda bahaya nifas pada ibu seperti demam,

sakit kepala terus menerus, bengkak, nyeri abdomen yang hebat,

keluar cairan berbau busuk dari vagina, mengalami kesedihan,

merasa kurang mampu merawat bayinya maupun rabun senja.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg Resp : 22 x/menit

N : 88 x/menit S : 36,9 oC

b. Pemeriksaan fisik

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva tidak pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakkan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.


279

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid, luka jahitan masih basah, lokhea

rubra, perdarahan pervaginam agak banyak (1 pembalut belum

penuh/20 cc)

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri.

c. Palpasi

Fundus uteri : 3 jari dibawah pusat

Kontraksi uterus : Baik yaitu keras dan globular

Tanda Homan : Tidak ada tanda Homan

Kandung kemih : Kosong

d. Auskultasi : Bising usus 8 x/menit

III. Analisa

P2002 postpartum hari ke-3 fisiologis

Masalah : Nyeri jahitan perineum


280

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam

kondisi baik.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersyukur dalam kondisi baik.

b. Mengingatkan ibu untuk makan-makanan bergizi (sayur, buah,

tempe, tahu, telur, ikan, dll) untuk mempercepat penyembuhan luka

jahitan perineum dan memperlancar produksi ASI.

Evaluasi : Ibu bersedia makan makanan bergizi untuk mempercepat

penyembuhan luka jahitan perineum dan memperlancar ASI.

c. Mengingatkan ibu untuk membersihkan genetalia yaitu dari arah

depan ke belakang.

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mempraktekkan cara

membersihkan genetalia.

d. Mengingatkan cara merawat payudara agar tidak lecet atau terjadi

bendungan ASI.

Evaluasi : Ibu mampu mengulangi dan juga mampu

mempraktekkan.

e. Mengingatkan ibu untuk senam nifas hari ketiga sampai hari

ketujuh agar badan ibu merasa lebih segar.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.

f. Mengingatkan ibu untuk meminum obat sesuai anjuran

Evaluasi : Ibu bersedia tetap meminum tablet Fe (1x1) meskipun

sudah dalam keadaan nifas, serta meminum Amoxillin (3x1),


281

Viatmin A (10 unit dan sudah diminum), Asam Mefenamat (3x1),

dan Vitamin A (1x1)

g. Menjadwalkan kunjungan rumah ulang tanggal 21 Desember 2019

atau jika ada keluhan.

Evaluasi : Ibu bersedia mendapat kunjungan rumah ulang pada

tanggal 21 Februari 2019.

C. SOAP Perkembangan Kunjungan Nifas II

Tanggal / jam pengkajian : 21 Desember 2018 / 14.00 WIB

Tempat : Di rumah pasien

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan saat ini

Ibu mendapat kunjungan rumah untuk memeriksa keadaan ibu hari

1 minggu setelah persalinan.

b. Keluhan utama

Ibu mengatakan luka jahitan perineum sudah tidak nyeri.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg RR : 22 x/menit

N : 82 x/menit S : 37 oC

b. Pemeriksaan fisik

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat


282

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva tidak pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid, luka jahitan agak kering, lokhea

sanguinolenta, perdarahan pervaginam sedikit serupa flek-flek.

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri.

c. Palpasi

Fundus uteri : Pertengahan pusat dan symphisis.

Kontraksi uterus : Baik yaitu keras dan globular

Tanda Homan : Tidak ada tanda Homan

Kandung kemih : Kosong

d. Auskultasi : Bising usus 10 x/menit


283

III. Analisa

P2002 postpartum hari ke-7 fisiologis

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam

kondisi baik.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersyukur dalam kondisi baik.

b. Mengingatkan ibu untuk makan-makanan bergizi (sayur, buah,

tempe, tahu, telur, ikan, dll) untuk mempercepat penyembuhan luka

jahitan perineum dan memperlancar produksi ASI.

Evaluasi : Ibu bersedia makan makanan bergizi untuk mempercepat

penyembuhan luka jahitan perineum dan memperlancar ASI.

c. Mengingatkan ibu untuk membersihkan genetalia dan cara jongkok

agar tidak merasa nyeri saat BAK maupun BAB maupun

mempermudah membersihkan genetalia

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mempraktekkan cara jongkok.

d. Mengingatkan cara merawat payudara agar payudara ibu tidak lecet

atau terjadi bendungan ASI.

Evaluasi : Ibu mampu mengulangi dan juga mampu

mempraktekkan.

e. Mengingatkan ibu untuk senam nifas hari ketujuh sampai hari

kesepuluh agar badan ibu merasa lebih segar.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia melakukan anjuran bidan.


284

f. Menjadwalkan kunjungan ulang 1 bulan berikutnya atau jika ada

keluhan.

Evaluasi : Ibu bersedia datang untuk kunjungan ulang.

D. SOAP Perkembangan Kunjungan Nifas III

Tanggal / jam pengkajian : 12 Januari 2019 / 10.00 WIB

Tempat : Di rumah pasien

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan saat ini

Ibu mendapat kunjungan rumah untuk memeriksa keadaan ibu hari

ke-29 setelah persalinan.

b. Keluhan utama

Ibu mengatakan luka jahitan perineum sudah kering dan ibu ingin

mendapatkan konseling tentang keluarga berencana.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 mmHg RR : 22 x/menit

N : 80 x/menit S : 36,3 oC

b. Pemeriksaan fisik

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva tidak pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri
285

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara sudah

mengeluarkan ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat banyak

striae, terdapat linea nigra.

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan,

tidak ada lesi, tidak ada hemoroid, luka jahitan sudah kering,

lokhea alba, perdarahan pervaginam sedikit seperti flour albus

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak

ada varises kanan kiri.

c. Palpasi

Fundus uteri : Tidak teraba

Kontraksi uterus : Tidak teraba

Tanda Homan : Tidak ada tanda Homan

Kandung kemih : Kosong

d. Auskultasi : Bising usus 8 x/menit

III. Analisa

P2002 postpartum hari ke-29 fisiologis


286

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam

kondisi baik.

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersyukur dalam kondisi baik.

b. Mengingatkan ibu untuk makan-makanan bergizi (sayur, buah,

tempe, tahu, telur, ikan, dll) untuk mempercepat penyembuhan luka

jahitan perineum dan memperlancar produksi ASI.

Evaluasi : Ibu bersedia makan makanan bergizi untuk mempercepat

penyembuhan luka jahitan perineum dan memperlancar ASI.

c. KIE tentang penggunaan KB, macam-macam kontrasepsi, dan efek

samping KB.

Evaluasi : Ibu ingin menggunakan KB suntik 3 bulan.

d. Menjadwalkan kunjungan ke PMB Ny. Erna Eny untuk melakukan

KB.

Evaluasi : Ibu bersedia melakukan KB 1 bulan berikutnya.


287

4.4 Hasil Pengkajian, Penyusunan Diagnosis, Perencanaan Asuhan,

Pelaksanaan Asuhan, Evaluasi Asuhan, dan Pendokumentasian Asuhan

Kebidanan pada Neonatus

A. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir

Tanggal / jam pengkajian : 14 Desember 2018 / 07.30 WIB

Tempat : PONED Puskesmas Mojo

I. Subyektif

a. Identitas bayi

Nama bayi : By Ny S

Umur : 7 jam

Tanggal / jam lahir : 14 November 2018 pukul 01.30 WIB

Jenis kelamin : Laki-laki

Anak ke : II (dua)

b. Keluhan

Ibu mengatakan bayinya sudah dapat menyusu, dan bergerak aktif.

c. Kondisi bayi saat lahir

Bayi lahir menangis spontan, warna kulit kemerahan, dan tonus

otot aktif

d. Apgar skor

Menit pertama 9

Menit kelima 10
288

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Suhu : 37,3 oC

Resp : 52 x/menit

Nadi : 122 x/menit

Keaktifan : Tonus otot aktif

b. Pemeriksaan fisik bayi

Kepala : Simetris, tidak ada moulage, tidak ada caput

suksadaneum, tidak ada cephal hematoma, tidak ada perdarahan

intracranial.

Mata : Simetris kanan kiri, tidak ada perdarahan pada mata kanan

kiri, tidak strabismus kanan kiri, sklera tidak icterus kanan kiri,

konjungtiva tidak anemis kanan kiri, pupil bereaksi terhadap

cahaya kanan kiri.

Hidung : Simetris, tidak ada atresia koana, tidak ada sekresi.

Mulut : Simetris, tidak ada labia palatummolle, tidak ada

labia palatum durum, tidak hipersaliva, bibir berwarna merah

muda, lidah berwarna merah muda.

Muka : Simetris, tidak terjadi paralisis syaraf facial, tidak

terjadi down syndrome.

Telinga : Simetris kanan kiri, tidak ada sekresi kanan kiri, keras dan

segera recoil.

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakkan.


289

Dada : Simetris, tidak ada bunyi ronchi, tidak ada retraksi,

denyut jantung teratur, tidak ada bunyi murmur, areola berbintil-

bintil, penonjolan areola 3-4 mm.

Perut : Simetris, bising usus 7 x/menit

Tali pusat : Terdapat 1 arteri dan 2 vena, tidak ada perdarahan

Kulit : Warna kulit kemerahan, terdapat lanugo pada

daerah tanpa rambut, turgor kulit kembali dalam waktu < 2 detik,

terdapat verniks kaseosa pada leher dan punggung, tidak oedema,

pecah-pecah, daerah pucat, jarang vena..

Punggung : Tidak ada spina bifida

Ekstremitas atas dan bawah

Bentuk kaki : 4

Gerakan : Pergelangan tangan 30o, gerakan tangan membalik <

90o, sudut popliteal 90o, tanda selendang (4), tumit ke kaki (4)

Kelainan : Tidak ada kelainan

Jumlah jari : Jari berjumlah 5 pada kaki kanan kiri dan

berjumlah 5 pada tangan kanan kiri

Garis telapak kaki : terdapat garis lipatan sampai 2/3 anterior

Genetalia : Rugae skrotum terlihat jelas, testis berjumlah 2

sudah turun, panjang penis ± 2 cm.

Lubang anus : Terdapat lubang anus

c. Antropometri

BB : 3.000 gram Lingkar kepala : 33 cm


290

PB : 47 cm Lingkar dada : 31,2 cm

Lingkar lengan atas : 12,6 cm

d. Reflek

Moro reflect : Baik, tangan seperti memeluk saat dikejutkan.

Tonic neck reflect : Baik, bayi menoleh saat ditidurkan.

Palmar graph reflect : Baik, tangan menggemgam saat diberikan

rangsangan.

Walking reflect : Baik, kaki bayi seperti mengayuh saat diberi

rangsangan.

Rooting reflect : Baik, mulut bayi mencari puting saat diberikan

ransangan.

Sucking reflect : Baik, bayi menghisap puting susu dengan kuat.

Babinsky : Baik, jari-jari kaki bayi meregang saat telapak kaki

bayi diusap atau digores.

e. Eliminasi

Bayi sudah BAK 2 kali dan BAB 1 kali

III. Analisa

Neoatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 6 jam fisiologis

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa

bayi ibu dalam kondisi sehat dan normal.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti dan bersyukur bayinya dalam

kondisi sehat dan normal.


291

b. Memandikan bayi dan melakukan perawatan tali pusat yaitu

membungkus tali pusat dengan kassa steril serta membedong bayi

setelah dimandikan untuk mencegah hipotermi.

Evaluasi : Bayi sudah dimandikan dan tali pusat sudah dibungkus

dengan kassa steril serta bayi dibedong untuk mencegah hipotermi.

c. Mengajarkan ibu cara merawat tali pusat yaitu dengan

membungkus tali pusat dengan kassa steril setelah dimandikan

tanpa dibubuhkan alkohol, revanol, obat maupun ramuan apapun.

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mengulami penjelasan bidan.

d. Mengajarkan ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif dan cara

menyusui yang benar, yaitu:

1. Susui bayi sesering mungkin, semau bayi, paling sedikit 8 kali

sehari

2. Bila bayi tidur lebih dari 3 jam, bangunkan, lalu susui

3. Susui sampai payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara

sisi yang lain

4. Bila bayi sudah tenang, tapi payudara masih terasa

penuh/kencang, perlu dikosongkan dengan diperah untuk

disimpan. Hal ini agar payudara tetap memproduksi ASI.

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mengulangi penjelasan bidan.

e. Mengajarkan ibu posisi menyusui atau pelekatan saat menyusui

yang benar, yaitu :

1. Pastikan posisi ibu ada dalam posisi yang nyaman


292

2. Kepala dan badan bayi berada dalam garis luru

3. Wajah bayi menghadap payudara, hidung berhadapan dengan

puting

4. Ibu memeluk badan bayi dekat dengan badannya

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mempraktekkan penjelasan

bidan.

f. Mengajarkan ibu dan keluarga untuk menjaga kehangatan bayi

yaitu dengan membedong bayi dan menjauhkan bayi dari jendela.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti serta mampu mengulangi

penjelasan bidan.

g. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tanda-tanda bahaya seperti

demam, tidak mau menyusu, kejang-kejang, lemas, badan kebiruan,

merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan atau

bernanah, mata bayi bernanah, diare lebih dari 3 kali sehari, kulit

dan mata bayi kuning, dan tinja bayi berwarna pucat.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti dan mampu mengulangi

penjelasan bidan.

h. Mengajarkan ibu dan keluarga cara menjemur bayi, yaitu dengan

melepas semua pakaian bayi kemudian menjemur bayi dengan

posisi punggung menghadap sinar matahari selama 5 menit dan

membalikkan badan bayi dengan posisi punggung bayi tetap

menghadap sinar matahari selama 5 menit serta dilakukan diantara

pukul 07.00-08.00 WIB.


293

Evaluasi : Ibu mengerti dan mampu mempraktekkan penjelasan

bidan.

i. Menganjurkan ibu dan keluarga membawa bayi ke fasilitas

kesehatan apabila terdapat tanda-tanda bahaya bayi baru lahir.

Evaluasi : Ibu dan keluarga bersedia membawa bayinya ke fasilitas

kesehatan jika terdapat tanda-tanda bahaya bayi baru lahir.

B. SOAP Perkembangan Kunjungan Neonatal I

Tanggal / jam pengkajian : 16 Desember 2018 / 16.00 WIB

Tempat : Di rumah pasien

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan

Dilakukan kunjungan rumah pada bayi umur 2 hari

b. Keluhan

Ibu mengatakan tidak ada keluhan apapun tentang bayinya, bayinya

mengisap dengan kuat saat menyusu, dan tidak ada tanda-tanda

bahaya bayi baru lahir seperti demam, tidak mau menyusu, kejang-

kejang, lemas, badan kebiruan, merintih atau menangis terus

menerus, tali pusat kemerahan atau bernanah, mata bayi bernanah,

diare lebih dari 3 kali sehari, kulit dan mata bayi kuning, dan tinja

bayi berwarna pucat.


294

c. Pola kehidupan sehari-hari

Pola nutrisi

Bayi hanya minum ASI dan menyusu setiap 2 jam sekali, sehingga

bayi menyusu sebanyak ± 12 kali per hari.

Pola eliminasi

BAK : Ibu mengatakan bayinya BAK > 8 kali sehari, berwarna

kuning dan berbau khas urin.

BAB : Ibu mengatakan bayinya BAB 2 kali sehari pada pagi dan

sore hari, berwarna kehijauan, lembek, dan berbau khas feses.

Pola istirahat

Bayi tidur sekitar 20 jam per hari. Bayi terbangun saat ingin

menyusu, BAK, atau BAB.

Personal hygiene

Bayi mandi 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, keramas setiap

sore hari, mengganti baju apabila baju bayi basah, serta mengganti

popok apabila selesai BAK atau BAB.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Suhu : 36,9 oC Respirasi : 60 x/menit

Nadi : 124 x/menit Berat badan : 3.200 gram


295

b. Pemeriksaan fisik

Kepala : Simetris, tidak ada moulage, tidak ada caput

suksadaneum, tidak ada cephal hematoma, tidak ada perdarahan

intracranial.

Mata : Simetris kanan kiri, tidak ada perdarahan pada mata kanan

kiri, tidak strabismus kanan kiri, sklera tidak icterus kanan kiri,

konjungtiva tidak anemis kanan kiri, pupil bereaksi terhadap

cahaya kanan kiri.

Hidung : Simetris, tidak ada atresia koana, tidak ada sekresi.

Mulut : Simetris, tidak ada labia palatummolle, tidak ada

labia palatum durum, tidak hipersaliva, bibir berwarna merah

muda, lidah berwarna merah muda.

Muka : Simetris, tidak terjadi paralisis syaraf facial, tidak

terjadi down syndrome.

Telinga : Simetris kanan kiri, tidak ada sekresi kanan kiri, keras dan

segera recoil.

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakkan.

Dada : Simetris, tidak ada bunyi ronchi, tidak ada retraksi,

denyut jantung teratur, tidak ada bunyi murmur, areola berbintil-

bintil, penonjolan areola 3-4 mm.

Perut : Simetris, bising usus 7 x/menit

Tali pusat : Terdapat 1 arteri dan 2 vena, tidak ada perdarahan


296

Kulit : Warna kulit kemerahan, terdapat lanugo pada

daerah tanpa rambut, turgor kulit kembali dalam waktu < 2 detik,

terdapat verniks kaseosa pada leher dan punggung, tidak oedema,

pecah-pecah, daerah pucat, jarang vena..

Punggung : Tidak ada spina bifida

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan-kiri, tidak oedem kanan-kiri.

Bawah : Simetris kanan-kiri, tidak oedem kanan-kiri.

Genetalia : Rugae skrotum terlihat jelas, testis berjumlah 2

sudah turun, panjang penis ± 2 cm.

Lubang anus : Terdapat lubang anus

III. Analisa

Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 2 hari fisiologis

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa

bayi dalam keadaan baik.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti dan bersyukur bayinya dalam

keadaan baik.
297

b. Memotivasi ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif selama 6

bulan tanpa tambahan makanan apapun dan meneruskan sampai

bayi berumur 2 tahun serta menyusui secara on demand (minimal

setiap 2 jam).

Evaluasi : Ibu mengerti dan bersedia memberikan ASI secara

eksklusif 6 bulan dan akan meneruskan sampai bayi berumur 2

tahun serta menyusui secara on demand (menimal setiap 2 jam).

c. Mengingatkan ibu cara merawat tali pusat bayi.

Evaluasi : Ibu mampu merawat tali pusat bayinya dengan baik.

d. Mengingatkan ibu untuk tetap menjaga kehangatan bayi.

Evaluasi : Ibu mampu menjaga kehangatan bayinya dengan baik

e. Mengingatkan ibu cara menjemur bayinya.

Evaluasi : Ibu mampu mempraktekkan cara menjemur bayinya

dengan benar.

f. Menjadwalkan kunjungan rumah kedua yaitu pada saat bayi

berumur 7 hari pada tanggal 21 Desember 2018.

Evaluasi : Ibu bersedia mendapatkan kunjungan rumah pada

tanggal 21 Desember 2019.


298

C. SOAP Perkembangan Kunjungan Neonatal II

Tanggal / jam pengkajian : 21 Desember 2018 / 15.00 WIB

Tempat : Di rumah pasien

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan

Dilakukan kunjungan rumah pada bayi umur 7 hari

b. Keluhan

Ibu mengatakan tidak ada keluhan, bayinya baru saja menyusu

sekitar 5 menit yang lalu, tali pusat belum terlepas.

c. Pola kehidupan sehari-hari

Pola nutrisi

Bayi hanya minum ASI dan menyusu setiap 2 jam sekali, sehingga

bayi menyusu sebanyak ± 12 kali per hari.

Pola eliminasi

BAK : Ibu mengatakan bayinya BAK > 8 kali sehari, berwarna

kuning dan berbau khas urin.

BAB : Ibu mengatakan bayinya BAB 2 kali sehari pada pagi dan

sore hari, berwarna kehijauan, lembek, dan berbau khas feses.

Pola istirahat

Bayi tidur sekitar 20 jam per hari. Bayi terbangun saat ingin

menyusu, BAK, atau BAB.


299

Personal hygiene

Bayi mandi 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, keramas setiap

sore hari, mengganti baju apabila baju bayi basah, serta mengganti

popok apabila selesai BAK atau BAB.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Suhu : 36,7 oC Respirasi : 40 x/menit

Nadi : 100 x/menit Berat badan : 3.300 gram

b. Pemeriksaan fisik

Kepala : Simetris, tidak ada moulage, tidak ada caput

suksadaneum, tidak ada cephal hematoma, tidak ada perdarahan

intracranial.

Mata : Simetris kanan kiri, tidak ada perdarahan pada mata kanan

kiri, tidak strabismus kanan kiri, sklera tidak icterus kanan kiri,

konjungtiva tidak anemis kanan kiri, pupil bereaksi terhadap

cahaya kanan kiri.

Hidung : Simetris, tidak ada atresia koana, tidak ada sekresi.

Mulut : Simetris, tidak ada labia palatummolle, tidak ada

labia palatum durum, tidak hipersaliva, bibir berwarna merah

muda, lidah berwarna merah muda.

Muka : Simetris, tidak terjadi paralisis syaraf facial, tidak

terjadi down syndrome.


300

Telinga : Simetris kanan kiri, tidak ada sekresi kanan kiri,

keras dan segera recoil.

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakkan.

Dada : Simetris, tidak ada bunyi ronchi, tidak ada retraksi,

denyut jantung teratur, tidak ada bunyi murmur, areola berbintil-

bintil, penonjolan areola 3-4 mm.

Perut : Simetris, bising usus 7 x/menit

Tali pusat : Terdapat 1 arteri dan 2 vena, tidak ada perdarahan

Kulit : Warna kulit kemerahan, terdapat lanugo pada

daerah tanpa rambut, turgor kulit kembali dalam waktu < 2 detik,

terdapat verniks kaseosa pada leher dan punggung, tidak oedema,

pecah-pecah, daerah pucat, jarang vena..

Punggung : Tidak ada spina bifida

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan-kiri, tidak oedem kanan-kiri.

Bawah : Simetris kanan-kiri, tidak oedem kanan-kiri.

Genetalia : Rugae skrotum terlihat jelas, testis berjumlah 2

sudah turun, panjang penis ± 2 cm.

Lubang anus : Terdapat lubang anus

III. Analisa

Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 7 hari fisiologis


301

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa

bayi dalam keadaan baik.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti dan bersyukur bayinya dalam

keadaan baik.

b. Mengingatkan ibu tentang ASI eksklusif dan menyusui secara on

demand (minimal setiap 2 jam).

Evaluasi : Ibu menyusui bayinya secara eksklusif dan sesering

mungkin.

c. Mengingatkan ibu cara merawat tali pusat bayi.

Evaluasi : Ibu mampu merawat tali pusat bayinya dengan baik.

d. Mengingatkan ibu untuk tetap menjaga kehangatan bayi.

Evaluasi : Ibu mampu menjaga kehangatan bayinya dengan baik

e. Mengingatkan ibu cara menjemur bayinya.

Evaluasi : Ibu mampu mempraktekkan cara menjemur bayinya

dengan benar.

f. Menjadwalkan kunjungan rumah kedua yaitu pada saat bayi

berumur kurang dari 1 bulan

Evaluasi : Ibu bersedia mendapatkan kunjungan rumah.


302

D. SOAP Perkembangan Kunjungan Neonatal III

Tanggal / jam pengkajian : 5 Januari 2019 / 10.00 WIB

Tempat : Di rumah pasien

I. Subyektif

a. Alasan kunjungan

Dilakukan kunjungan rumah pada bayi umur 22 hari.

b. Keluhan

Ibu mengatakan bayinya tidak ada keluhan, tidak ada tanda-tanda

bahaya, dan tali pusat sudah lepas 10 hari yang lalu.

c. Pola kehidupan sehari-hari

Pola nutrisi

Bayi hanya minum ASI dan menyusu setiap 2 jam sekali, sehingga

bayi menyusu sebanyak ± 12 kali per hari.

Pola eliminasi

BAK : Ibu mengatakan bayinya BAK > 8 kali sehari, berwarna

kuning dan berbau khas urin.

BAB : Ibu mengatakan bayinya BAB 2 kali sehari pada pagi dan

sore hari, berwarna kehijauan, lembek, dan berbau khas feses.

Pola istirahat

Bayi tidur sekitar 20 jam per hari. Bayi terbangun saat ingin

menyusu, BAK, atau BAB.


303

Personal hygiene

Bayi mandi 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, keramas setiap

sore hari, mengganti baju apabila baju bayi basah, serta mengganti

popok apabila selesai BAK atau BAB.

II. Obyektif

a. Pemeriksaan umum

Suhu : 36,7 oC Respirasi : 44 x/menit

Nadi : 100 x/menit Berat badan : 3.800 gram

b. Pemeriksaan fisik

Kepala : Simetris, tidak ada moulage, tidak ada caput

suksadaneum, tidak ada cephal hematoma, tidak ada perdarahan

intracranial.

Mata : Simetris kanan kiri, tidak ada perdarahan pada mata kanan

kiri, tidak strabismus kanan kiri, sklera tidak icterus kanan kiri,

konjungtiva tidak anemis kanan kiri, pupil bereaksi terhadap

cahaya kanan kiri.

Hidung : Simetris, tidak ada atresia koana, tidak ada sekresi.

Mulut : Simetris, tidak ada labia palatummolle, tidak ada

labia palatum durum, tidak hipersaliva, bibir berwarna merah

muda, lidah berwarna merah muda.

Muka : Simetris, tidak terjadi paralisis syaraf facial, tidak

terjadi down syndrome.


304

Telinga : Simetris kanan kiri, tidak ada sekresi kanan kiri, keras dan

segera recoil.

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakkan.

Dada : Simetris, tidak ada bunyi ronchi, tidak ada retraksi,

denyut jantung teratur, tidak ada bunyi murmur, areola berbintil-

bintil, penonjolan areola 3-4 mm.

Perut : Simetris, bising usus 7 x/menit

Tali pusat : Terdapat 1 arteri dan 2 vena, tidak ada perdarahan

Kulit : Warna kulit kemerahan, terdapat lanugo pada

daerah tanpa rambut, turgor kulit kembali dalam waktu < 2 detik,

terdapat verniks kaseosa pada leher dan punggung, tidak oedema,

pecah-pecah, daerah pucat, jarang vena..

Punggung : Tidak ada spina bifida

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan-kiri, tidak oedem kanan-kiri.

Bawah : Simetris kanan-kiri, tidak oedem kanan-kiri.

Genetalia : Rugae skrotum terlihat jelas, testis berjumlah 2

sudah turun, panjang penis ± 2 cm.

Lubang anus : Terdapat lubang anus

III. Analisa

Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 22 hari fisiologis


305

IV. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan bahwa

bayi dalam keadaan baik.

Evaluasi : Ibu dan keluarga mengerti dan bersyukur bayinya dalam

keadaan baik.

b. Mengingatkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

Evaluasi : Ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

c. Menganjurkan ibu untuk melakukan imunisasi BCG dan Polio 1

pada bayinya pada tanggal 15 Januari 2019.

Evaluasi : Ibu bersedia bayinya mendapat imunisasi BCG dan Polio

1 pada tanggal 15 Januari 2019.

4.5 Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan Mendokumentasikan

Asuhan Kebidanan pada Keluarga Berencana

Tanggal / jam pengkajian : 21 Januari 2019 / 16.00 WIB

Tempat : PMB Ny. Erna Eny

A. Subyektif

I. Alasan kunjungan

Ibu ingin melakukan KB suntik 3 bulan

II. Keluhan utama

Ibu mengatakan tidak ada keluhan setelah melahirkan dan selama

nifas
306

III. Riwayat kesehata/riwayat penyakit

Ibu tidak memiliki riwayat penyakit, seperti epatitis; perdarahan

pervagina yang tidak diketahui sebabnya; keputihan lama; tumor

(payudara, Rahim, ovarium); hipertensi; nyeri kepala hebat/gangguan

visual; nyeri hebat pada dada, betis, dan paha; penyakit lain

(IMS/PRP/kehamilan ektopik); penyakit jantung (jantung

vascular/kongegenital), Diabetes Milletus; serta pembesaran thyroid.

IV. Riwayat KB

Ibu pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama ± 3 tahun yaitu

pertama kali dilakukan pada tahun 2014. Ibu pernah mengalami

perdarahan bercak (spotting) dan ibu berencana ingin kembali

memakai KB suntik 3 bulan.

B. Obyektif

I. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik Kesadaran : Composmentis

TD : 100/60 mmHg BB : 42 kg

Nadi : 88 x/menit Suhu : 36,4 oC

Resp : 22 x/menit

II. Inspeksi

Muka : Simetris, tidak oedema, tidak pucat.

Mata : Simetris kanan kiri, konjungtiva tidak pucat kanan kiri,

sklera tidak ikterus kanan kiri, palpebra tidak oedema kanan kiri.
307

Leher : Simetris, tidak ada pembengkakkan thyroid kanan kiri,

tidak ada pembengkakan vena jugularis kanan kiri, tidak ada

pembengkakakn limfe kanan kiri.

Dada : Payudara simetris kanan kiri, areola hiperpigmentasi

kanan kiri, puting menonjol kanan kiri, payudara masih mengeluarkan

ASI kanan-kiri, dan tidak ada retraksi dada.

Abdomen : Simetris, tidak ada luka bekas SC, terdapat striae

Anogenital : Bersih, tidak ada fluor albus, tidak ada peradangan, tidak

ada lesi, tidak ada hemoroid.

Ekstremitas

Atas : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri

Bawah : Simetris kanan kiri, tidak oedema kanan kiri, tidak ada

varises kanan kiri

III. Palpasi

Tidak ada benjolan pada perut bagian bawah

Tidak ada benjolan pada payudara kanan-kiri

IV. Auskultasi

Jantung : Berbunyi lup dup, tidak ada bunyi murmur

Paru-paru : Tidak ada bunyi ronchi, tidak ada bunyi wheezing

C. Analisa

P2002 calon akseptor KB suntik 3 bulanan


308

D. Penatalaksanaan

a. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam keadaan

normal

Evaluasi : Ibu mengerti penjelasan bidan.

b. KIE tentang efek samping KB suntik 3 bulanan, yaitu :

1. Perubahan pola haid seperti amenorrhea (tidak haid), spotting

(perdarahan bercak), dan perdarahan sela sampai 10 hari

2. Mual, pusing, muntah

3. Perubahan berat badan (bertambah atau berkurang)

Evaluasi : Ibu mengerti penjelasan bidan.

c. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi (sayur, buah,

tempe, ikan, telur, tahu, dll) dan menghindari makanan yang banyak

mengandung lemak.

Evaluasi : Ibu bersedia makan makanan bergizi dan menghindari

makanan berlemak.

d. Memberikan pilihan pada ibu untuk tetap menggunakan KB suntik 3

bulanan atau memilih ganti metode lain.

Evaluasi : Ibu memilih untuk tetap menggunakan KB suntik 3 bulanan.

e. Memberikan informed consent pada ibu dan suami sebelum dilakukan

pemberian injeksi KB suntik 3 bulan.

Evaluasi : Ibu dan suami mengerti dan bersedia menandatangi

informed consent sebelum dilakukan pemberian injeksi KB suntik 3

bulanan.
309

f. Memberikan injeksi KB suntik 3 bulanan.

Evaluasi : Bidan sudah memberikan injeksi KB suntik 3 bulanan yaitu

Medroxyprogesteron Acetate secara IM dengan dosis 150 mg/1 ml.

g. Memberikan KIE tentang hubungan seksual yaitu ibu dan suami tidak

diperbolehkan melakukan hubungan seksual (bersenggama) selama 7

hari atau memakai kontrasepsi lain (kondom atau minum mini pil)

selama 7 hari.

Evaluasi : Ibu dan suami mengerti penjelasan bidan dan bersedia tidak

melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau memakai alat

kontrasepsi lain selama 7 hari.

h. Menjadwalkan ibu kembali lagi untuk suntikan selanjutnya pada

tanggal 14 April 2019 atau jika ada keluhan.

Evaluasi : Ibu bersedia kembali untuk mendapatkan suntikan

selanjutnya pada tanggal 14 April 2019 atau jika ada keluhan.


BAB 5

PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan bagian yang berisi tentang kesenjangan antara

tinjuan pustaka dengan tinjuan kasus, sehingga dari kesenjangan itu dapat dicari

pemecahan masalah untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan yang

komprehensif. Berdasarkan hasil asuhan yang dilakukan penulis kepada Ny S

GIIP1001 sejak tanggal 25 November 2018 sampai tanggal 21 Januari 2019 yaitu

sejak masa kehamilan usia 38 1/7 minggu sampai postpartum dan asuhan neonates

serta asuhan keluarga berencana di PMB Erna Eny, Amd, Keb. di Desa Sukoanyar

dan di Puskesmas Mojo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri didapatkan hasil

sebagai berikut :

5.1 Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan Mendokumentasikan

Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil

Ny S umur 25 tahun datang ke PMB Erna Eny ingin memeriksakan

kehamilannya. Hari pertama haid terakhir ibu tanggal 1 Maret 2018. Tanggal

taksiran persalinan 8 Desember 2018. Pada tanggal 25 November 2018, ibu

melakukan pemeriksaan kehamilan di PMB Erna Eny, Amd, Keb. Ibu

mengeluh mudah merasa lelah. Hasil pemeriksaan umum didapatkan keadaan

umum ibu baik, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi

88 x/menit, suhu 36,4 oC, respirasi 22 x/menit, berat badan 47,4 kg, tinggi

310
311

badan 148 cm, dan lingkar lengan atas 22,5 cm. Hasil pemeriksaan fisik

didapatkan konjungtiva pada mata kanan kiri terlihat sedikit pucat, dan hasil

Leopold I didapatkan TFU 26 cm (3 jari dibawah proxesus xypoideus) dan

bagian fundus teraba bokong; Leopold II didapatkan bagian kanan ibu teraba

ekstremitas janin dan bagian kiri ibu teraba punggung janin; Leopold III

didapatkan bagian terendah janin teraba kepala yang sudah tidak dapat

digoyangkan; Leopold IV didapatkan teraba divergen (sebagian besar sudah

masuk panggul). Pemeriksaan auskultasi didapatkan DJJ 140 x/menit dan

teratur, dan pemeriksaan perkusi didapatkan refleks patella positif kanan kiri.

Pemeriksaan laboratorim dilakukan pada tanggal 26 September 2018 di

Puskesmas Mojo mendapatkan hasil Hb 9,8 gram/dL, golongan darah A, HIV

non reaktif, HbsAg non teraktif, protein urine negative, dan reduksi urin

negatif. Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu GIIP1001 usia kehamilan 38 1/7

minggu dengan anemia ringan kehamilan risiko tinggi, janin tunggal hidup

intrauterine letak membujur presentasi kepala. Penatalaksanaan yang

dilakukan yaitu KIE nutrisi, pemberian PMT, KIE kesejahteraan janin, anjuran

mengurangii aktivitas, KIE tanda persalinan, pemberian tablet Fe dan Kalk,

KIE cara mengonsumsi tablet Fe dan efek samping, dan penjadwalan

kunjungan ulang pada tanggal 28 November 2019 untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium.

Pada tanggal 28 November 2018, ibu melakukan kunjungan ulang di

Puskesmas Mojo. Ibu mengeluh mudah merasa lelah dan kaki linu. Hasil

pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran


312

composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,2 oC,

respirasi 20 x/menit, berat badan 47,6 kg, tinggi badan 148 cm, dan lingkar

lengan atas 22,5 cm. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pada

mata kanan kiri terlihat sedikit pucat, dan hasil Leopold I didapatkan TFU 26

cm (3 jari dibawah proxesus xypoideus) dan bagian fundus teraba bokong;

Leopold II didapatkan bagian kanan ibu teraba ekstremitas janin dan bagian

kiri ibu teraba punggung janin; Leopold III didapatkan bagian terendah janin

teraba kepala yang sudah tidak dapat digoyangkan; Leopold IV didapatkan

teraba divergen (sebagian besar sudah masuk panggul). Pemeriksaan

auskultasi didapatkan DJJ 138 x/menit dan teratur, dan pemeriksaan perkusi

didapatkan refleks patella positif kanan kiri. Hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan Hb 9,1 gram/dL protein urine negatif, dan reduksi urin negatif.

Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu GIIP1001 usia kehamilan 38 4/7 minggu

dengan anemia ringan kehamilan risiko tinggi, janin tunggal hidup intrauterine

letak membujur presentasi kepala. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu KIE

nutrisi, pemberian tablet Fe dan Vitamin C, anjuran untuk melakukan

kosultasi dengan dokter spesialis obstetric ginekologi, dan penjadwalan

kunjungan ulang 1 minggu berikutnya.

Dihitung mulai tanggal 8 Juni 2018 s/d 28 November 2018, ibu sudah 3

kali melakukan kunjungan ke PMB Erna Eny dan 2 kali kunjungan di

Puskesmas Mojo. Dengan demikiran, ibu sudah melakukan kunjungan

kehamilan ke fasilitas kesehatan sebanyak 5 kali yaitu 2 kali pada trimester II

dan 3 kali pada trimester III.


313

Menurut Sulistyawati (2013: 4), kunjungan kehamilan minimal yaitu 1

kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III.

Menurut World Health Organization (WHO), kunjungan kehamilan

dijadwalkan dengan interval 4 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu,

kemudian setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu, dan setelah itu

setiap minggu sampai bayi lahir. Hal ini dilakukan untuk penilaian risiko

kehamilan secara dini (Cunningham, 2012: 208).

Dalam hal ini, terdapat kesenjangan antara kunjungan yang ibu lakukan

dengan teori yang ada, dimana pada trimester I ibu melakukan tes kehamilan

secara mandiri pada tanggal 1 Mei 2018. Ibu tidak melakukan kunjungan

karena ibu merasa tidak ada keluhan. Anggapan ibu tersebut menyebabkan ibu

memiliki meyakinan bahwa tidak ada keluhan artinya tidak perlu dilakukan

pemeriksaan atau kunjungan antenatal. Padahal ada atau tidak adanya keluhan,

sebaiknya ibu tetap melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan yang terdekat.

Hal ini dilakukan agar dapat mencegah terjadinya masalah yang mungkin

timbul dan dapat diketahui sejak dini apabila terdapat masalah sehingga ibu

akan mendapatkan penanganan lebih cepat.

Pada kunjungan tanggal 25 November 2018, ibu mengeluh mudah

merasa lelah. Keluhan ini masih dirasakan ibu pada kunjungan tanggal 28

November 2018, bahkan ibu merasa kakinya mengalami linu. Padahal ibu

sudah melakukan anjuran bidan untuk mengurangi aktivitas, tidak

menggunakan sepatu hak tinggi, dan tidur miring ke kiri. Konjungtiva pada
314

mata ibu terlihat sedikit pucat dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

Hb 9,1 gram/dL. Hal ini menunjukkan bahwa ibu mengalami anemia.

Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah

merah atau hemoglobin (Hb). Menurut World Health Organization (WHO),

kadar Hb minimal pada trimester I dan III yaitu 11 g/dL dan pada trimester II

yaitu 10,5 g/dL (Kemenkes, 2013: 160). Derajat anemia berdasarkan kadar

hemoglobin menurut WHO, anemia ringan apabila Hb 8-9,9 gram/dl, anemia

sedang apabila Hb 6-7,9 gram/dl, dan anemia berat apabila Hb < 6 gram/dl

(Tarwoto dan Wartonah, 2010). Penyebab anemia pada umumnya dikarenakan

terjadi malnutrisi, kurangnya zat besi dalam diet, malabsorpsi, atau penyakit

kronik (Sofian, 2011: 109).

Anemia yang dialami ibu termasuk dalam anemia ringan. Anemia ringan

dapat diketahui melalui tanda dan gejalanya yaitu mudah lelah, terlihat letih,

dan konjungtiva mata sedikit pucat. Anemia pada ibu terjadi karena ibu

mengalami KEK. Anemia dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya dapat

terjadi kematian janin dalam uterus, lahirnya bayi prematur, perdarahan saat

persalinan, kala I memanjang, atau bahkan dapat menyebabkan lahirnya bayi

dengan cacat bawaan. Untuk mencegah terjadinya masalah akibat anemia, ibu

diberikan tablet Fe dengan dosis 3x1 dan Vitamin C dengan dosis 3x1. Selain

dengan tablet Fe, ibu diharapkan bersedia memakan sayuran hijau dan hati

ayam, serta beristirahat yang cukup agar Hb ibu bisa sesuai dengan batas

minimal Hb ibu hamil trimester III.


315

Hasil pemeriksaan selama kehamilan didapatkan tinggi fundus uteri

(TFU) ibu hanya 26 cm, kenaikan berat badan ibu selama hamil hanya 7,6 kg,

dan lingkar lengan atas ibu tidak mengalami peningkatan yaitu 22,5 cm.

Padahal usia kehamilan ibu pada tanggal 28 November 2018 adalah 38 4/7

minggu.

Menurut Sofian (2011: 41), tinggi fundus uteri menurut pengukuran Mc.

Donald pada usia kehamilan 28 minggu TFU 26,7 cm, usia kehamilan 30

minggu TFU 29,5-30 cm, usia kehamilan 32 minggu TFU 29,5-30 cm, usia

kehamilan 34 minggu TFU 31 cm, usia kehamilan 36 minggu TFU 32 cm,

usia kehamilan 38 minggu TFU 33 cm, dan 40 minggu TFU 37,7 cm. Menurut

Aritonang dalam penelitian Marindratama (2014: 1), rata-rata total

pertambahan berat badan ibu hamil berkisar 10-15 kg yaitu 1 kg/bulan pada

trimester I dan mulai trimester II sampai II rata-rata pertambahan berat badan

adalah 0,3-0,7 kg/minggu. Menurut Kemenkes RI (2013: 210), ukuran lingkar

lengan atas (LILA) ≤ 23,5 cm dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

kurang energi kronis (KEK) yang diukur dengan menggunakan pita pengukur

LILA dan dilakukan pada bagian lengan yang tidak dominan digunakan.

Terdapat ketidaksesuaian antara usia kehamilan dengan tinggi fundus

uteri, kenaikan BB ibu selama hamil, dan ukuran lingkar lengan atas.

Kenaikan BB ibu tidak sesuai dengan teori karena ibu menderita KEK,

sehingga mempengaruhi pertambahan ukuran TFU. Peningkatan berat badan

ibu dapat mempengaruhi berat badan janin yang ditandai dengan

bertambahnya ukuran TFU ibu. Apabila TFU ibu tidak sesuai dengan tetapan
316

ukuran TFU menurut Mc. Donald, dapat berakibat lahirnya bayi dengan berat

badan rendah (BBLR). Begitu juga KEK ibu hamil dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir

mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra

partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah

(BBLR).

5.2 Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan Mendokumentasikan

Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin

A. Kala I

Pada tanggal 14 Desember 2018 pukul 01.00 WIB, Ny S datang ke

Puskesmas Mojo mengeluh kenceng-kenceng sejak tanggal 13 Desember

2018 pukul 22,00 WIB, keluar lendir bercampur darah pada tanggal 14

Desember 2018 pukul 24.00 WIB, tetapi belum mengeluarkan cairan

ketuban dari jalan lahir. Hasil pemeriksaan umum didapatkan keadaan

umum ibu baik, kesadaran composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 84 x/menit, suhu 36 oC, respirasi 20 x/menit, berat badan 47,6 kg,

tinggi badan 148 cm, dan lingkar lengan atas 22,5 cm. Hasil pemeriksaan

fisik didapatkan konjungtiva pada mata kanan kiri terlihat sedikit pucat,

dan hasil Leopold I didapatkan TFU 27 cm (2 jari dibawah proxesus

xypoideus) dan bagian fundus teraba bokong; Leopold II didapatkan

bagian kanan ibu teraba ekstremitas janin dan bagian kiri ibu teraba
317

punggung janin; Leopold III didapatkan bagian terendah janin teraba

kepala yang sudah tidak dapat digoyangkan; Leopold IV didapatkan teraba

divergen (sebagian besar sudah masuk panggul). Pemeriksaan auskultasi

didapatkan DJJ 138 x/menit dan teratur. Hasil pemeriksaan dalam

didapatkan : 8 cm, eff 75%, ketuban positif, presentasi kepala,

denominator UUK kiri depan, molase 0, penurunan Hodge III (2/5), tidak

ada bagian kecil janin yang turun. Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu

GIIP1001 usia kehamilan 40 6/7 minggu inpartu kala I fase aktif dilatasi

maksimal, janin tunggal hidup intrauterine telak membujur presentasi

kepala. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu anjuran makan dan minum,

anjuran miring kiri, KIE teknik relaksasi saat kontraksi, anjuran masase

punggung, anjuran pengosongan kandung kemih, mengajarkan cara

meneran, persiapan pertolongan persalinan, dan pemantauan kemajuan

persalinan.

Kala I berlangsung selama 20 menit mulai dari pembukaan 8 cm

pukul 01.00 WIB sampai dengan pembukaan lengkap pukul 01.20 WIB.

Hasil pemeriksaan yang dicatat pada partograf pukul 01.20 WIB yaitu nadi

84 x/menit, his (kontraksi) 4 x 10 menit selama 45 detik, dan DJJ 138

x/menit (teratur).

Menurut Rohani dkk (2013: 5-6) periode fase aktif berlangsung 6 jam

dan dibagi menjadi tiga subfase. Periode akselerasi berlangsung 2 jam dari

pembukaan 3 cm menjadi pembukaan 4 cm. Periode dilatasi maksimal

berlangsung 2 jam dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm. Periode deselerasi


318

berlangsung 2 jam dari pembukaan 9 cm menjadi pembukaan 10 cm atau

lengkap. Menurut Jannah (2013: 2014: 5) berdasarkan kurva Friedman,

diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan

multigravida 2 cm/jam.

Terdapat kesenjangan antara hasil pemeriksaan dengan teori yang ada,

dimana kala I berlangsung selama 20 menit dari pembukaan 8 cm menjadi

pembukaan 10 cm. Namun, secara teori kala I berlangsung selama 1 jam

dari pembukaan 8 cm menjadi 10 cm pada multigravida. Hal ini mungkin

saja terjadi apabila his terjadi secara adekuat dan ibu hamil anak kedua

(multigavida).

B. Kala II

Pukul 01.20 WIB, Ny S mengatakan sakit semakin sering, adanya

dorongan untuk meneran, serta ada tekanan pada anus seperti ingin BAB.

Hasil pemeriksaan umum didapatkan bahwa ibu dalam keadaan baik,

kesadaran composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit,

respirasi 20 x/menit, Suhu 36,3 oC, DJJ 138 x/menit, His 4 x 10 menit

selama 45 detik, perineum tampak menonjol, vulva mulai membuka dan

keluar lender bercampur darah (bloody show). Hasil pemeriksaan dalam

didapat bahwa : 10 cm, eff 100%, ketuban positif, presentasi kepala,

denominator UUK kiri depan, molase 0, penurunan Hodge IV, tidak ada

bagian kecil janin yang turun. Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu

GIP1001 usia kehamilan 40 6/7 minggu inpartu kala II, janin tunggal hidup

intrauterine letak membujur presentasi kepala. Penatalaksanaan yang


319

dilakukan yaitu melakukan amniotomi, menyiapkan posisi meneran,

mengingatkan cara meneran yang baik, anjuran beristirahat di antara

kontraksi, menghitung DJJ jika tidak ada kontraksi, dan menolong

persalinan,

Kala II berlangsung selama 10 menit mulai dari pembukaan lengkap

pukul 01.20 WIB sampai dengan lahirnya bayi pukul 01.30 WIB. Bayi

laki-laki lahir menangis spontan, warna kulit kemerahan, dan tonus otot

aktif.

Menurut Prawirohardjo (2009: 100) kala II dimulai dari pembukaan

lengkap atau 10 cm sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2

jam pada primigravida dan 1 jam multigravida. Menurut Sofian (2011: 73)

kala II pada primigravida berlangsung selama 1 1/2 sampai 2 jam, pada

multigravida selama 1/2 sampai 1 jam.

Terdapat ketidaksesuaian apabila dibandingkan antara teori dengan

fakta yang terjadi di lapangan. Hal ini dapat terjadi karena ibu mengaku

tidak mengalami kesulitan pada persalinan yang lalu dan persalinan

berlangsung cepat, sehingga dapat terjadi juga pada persalinan saat ini. Ibu

juga memiliki tenaga yang cukup serta mampu meneran sesuai dengan

anjuran bidan.

C. Kala III

Ibu mengeluh mulas pada perut bagian bawah. Hasil pemeriksaan

didapatkan terdapat tanda-tanda lepasnya plasenta yaitu tali pusat

bertambah panjang dan terdapat semburan darah tiba-tiba. Pada


320

pemeriksaan palpasi didapatkan kontraksi uterus baik (keras dan globular),

TFU setinggi pusat, dan kandung kemih kosong. Diagnosis yang

ditegakkan yaitu P2002 persalinan kala III. Penatalaksaan yang dilakukan

yaitu memeriksa ada/tidaknya bayi kedua, menyuntikkan oksitosin,

melakukan peregangan tali pusat terkendali, melahirkan tali pusat,

melakukan masase dan memeriksa kelengkapan tali pusat serta memeriksa

ada/tidaknya rupture.

Bayi lahir pukul 01.30 WIB dan plasenta lahir pukul 01.40 WIB. Hal

ini berarti kala III berlangsung selama 10 menit dihitung sejak lahirnya

bayi hingga lahirnya plasenta. Plasenta lahir lengkap yaitu terdapat 2

selaput dan 20 kotiledon.

Kala III disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta.

Kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta

dan selaput ketuban (JNPK-KR, 2017: 90). Kala III biasanya berlangsung

5-30 menit setelah bayi lahir (Sofian, 2011: 73).

Hal ini berarti keadaan pada saat praktik di lapangan sudah sesuai

dengan teori yang ada. Fakta di lapangan menunjukkan kala III

berlangsung 10 menit dan di dalam teori dikatakan bahwa kala III

berlangsung 5-30 menit.

D. Kala IV

Setelah lahirnya plasenta, ibu mengeluh badannya terasa lelah, sedikit

pusing, dam nyeri pada jalan lahir. Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa

ibu dalam keadaan baik, kesadaran composmentasi, tekanan darah 110/70


321

mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 22 x/menit, Suhu 36,4 oC. Hasil

pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pada mata kanan kiri terlihat

sedikit pucat, terjadi ruptur (pada bagian mukosa vagina, komisura

posterior, dan kulit perineum), TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik

(keras dan globuler), dan kandung kemih kosong. Diagnosis yang dapat

ditegakkan yaitu P2002 persalinan kala IV dengan ruptur derajat I.

Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu dilakukan heating, membersihkan

tubuh ibu, KIE perdarahan, membereskan alat, pemantauan 2 jam post

partum, pemberian intake makanan dan minuman, anjuran mobilisasi dini,

pemberian terapi obat, rawat gabung, dan melengkapi partograf.

Pengawasan kala IV berlangsung selama 2 jam (pukul 01.50 WIB -

03.25 WIB) dengan memantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus,

kandung kemih, dan perdarahan dilakukan setiap 15 menit pada 1 jam

pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam berikutnya; serta memantau suhu

setiap 1 jam sekali.

Menurut Prawirohardjo (2009: 101) dimulai saat lahirnya plasenta

sampai 2 jam pertama postpartum. Menurut Rohani dkk (2013: 10)

observasi yang dilakukan pada kala IV yaitu observasi tekanan darah,

nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan perdarahan dilakukan setiap 15

menit pada 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada 1 jam berikutnya; serta

memantau suhu 1 kali pada 1 jam pertama dan 1 kali pada 1 jam

berikutnya.
322

Dengan demikian pemantauan yang telah dilakukan sesuai dengan

teori yang ada. Hal-hal yang perlu dipantau pada kala IV yaitu tekanan

darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, perdarahan, dan suhu.

Pada kala IV dilakukan heating (penjahitan) luka perineum akibat

ruptur. Ruptur yang dialami ibu terjadi pada derajat I yaitu pada bagian

mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum. Perdarahan yang

terjadi pada ibu selama persalinan dan akibat ruptur derajat I yaitu ± 300

cc.

Tujuan penjahitan luka perineum akibat ruptur/laserasi adalah untuk

menyatukan kembali jaringan tubuh (aproksimasi) dan mencegah

kehilangan darah yang tidak perlu (JNPK-KR, 2017: 194). Ingat, tidak

perlu menjahit ruptur/laserasi derajat I yang tidak mengalami perdarahan

dan posisi luka baik (JNPK-KR, 2017: 197).

Apabila ditinjau dari teori diatas, tidak terdapat kesenjangan antara

teori dengan fakta yang terjadi di lapangan. Penjahitan (heating) pada

perineum dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan pada ibu

meskipun ibu hanya mengalami ruptur derajat I. Hal ini dilakukan

mengingat ibu memiliki riwayat anemia dan dibuktikan dengan hasil

pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 November 2018 didapatkan

hasil Hb 9,1 gram/dL. Ibu yang mengalami anemia memiliki risiko

perdarahan, sehingga untuk mencegah terjadinya perdarahan dilakukan

penjahitan luka perineum.


323

5.3 Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan Mendokumentasikan

Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas

Asuhan kebidanan 6 jam postpartum dilakukan untuk mengkaji keadaan

ibu sesaat setelah persalinan saat ibu masih berada di puskesmas. Kunjungan

pertama dilakukan untuk mengkaji keadaan ibu setelah diizinkan pulang

kerumah. Kunjungan kedua dilakukan untuk mengkaji masalah apa saja yang

dialami oleh ibu, sedangkan kunjungan ketiga dilakukan apakah ibu benar-

benar dalam kondisi yang sehat dan normal.

Asuhan kebidanan masa nifas pada Ny S dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu

saat 6 jam postpartum pada tanggal 14 Desember 2018 di PONED Puskesmas

Mojo, kunjungan rumah 3 hari postpartum pada tanggal 17 Desember 2018,

kunjungan rumah 7 hari postpartum pada tanggal 21 Desember 2019, dan

kunjungan rumah 29 hari postpartum pada tanggal 12 Januari 2019. Menurut

Dewi (2011), kunjungan masa nifas dilakukan selama 3 kali, yaitu kunjungan

pertama pada 6 jam sampai 3 hari postpartum, kunjungan kedua pada

postpartum hari ke-4 sampai ke-28, dan kunjungan ketiga pada postpartum

hari ke-29 sampai ke-42. Kunjungan nifas pada Ny S sudah sesuai dengan

teori, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil pemeriksaan.

A. 6 Jam Postpartum

Pada 6 jam postpartum, ibu mengeluh badannya masih lelah dan nyeri

pada perineum. Hasil pemeriksaan umum ibu baik, kesadaran

composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 21


324

x/menit, suhu 36,6 oC. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva

pada mata ibu sudah tidak pucat, tinggi fundus 2 jari dibawah pusat,

kontraksi uterus baik (keras dan globular), tidak ada tanda Homan dan

kandung kemih kosong. Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu P2002 6 jam

postpartum fisiologis. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu anjuran

nutrisi, personal hygiene, perawatan payudara, senam nifas, pemberian

terapi obat, dan menjadwalkan kunjungan rumah.

Pada 6 jam postpartum, ibu mengeluh badannya lelah dan nyeri pada

perineum. Menurut Barus dkk (2017: 445), pada umumnya ibu nifas akan

mengalami kelelahan setelah proses persalinan. Menurut Dewi dan

Sunarsih (2011: 89), gangguan rasa nyeri pada masa nifas banyak dialami

meskipun pada persalinan normal tanpa komplikasi. Gangguan rasa nyeri

yang dialami ibu antara lain after pain dan nyeri perineum. Menurut

Marliandiani dan Ningrum (2015: 10), tinggi fundus normal pada wanita

setelah plasenta lahir yaitu 2-3 jari dibawah pusat.

Apabila dilihat antara teori diatas dengan keluhan yang dialami ibu

dan hasil pemeriksaan, maka dalam ini tidak terjadi kesenjangan. ibu

merasa lelah setelah disebabkan karena proses persalinan membutuhkan

banyak tenaga ibu untuk meneran. Ibu dianjurkan untuk beristirahat yang

cukup atau tidur saat bayi sedang tidur. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa ibu dalam kondisi fisiologis (normal).

Dalam 6 jam postpartum, ibu sudah mengonsumsi 1 kapsul Vitamin A

200.000 IU dan dianjurkan melanjutkan mengonsumsi 1 kapsul Vitamin A


325

200.000 IU pada keesokan harinya. Menurut Barus dkk (2017: 444),

segera setelah melahirkan ibu mengonsumsi suplemen Vitamin A 1 kapsul

200.000 IU dan melanjutkan mengonsumsi Vitamin A pada 24 jam

kemudian sebanyak 1 kapsul 200.000 IU. Hal ini sesuai dengan

rekomendasi The International Vitamin A Consulative Group bahwa

seluruh ibu nifas seharusnya menerima Vitamin A 400.000 IU. Dengan

demikian, tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan fakta yang terjadi.

B. Kunjungan Nifas I (3 Hari Postpartum)

Pada kunjungan rumah yang pertama, ibu mengeluh nyeri pada luka

jahitan. Ibu mengaku tidak terdapat tanda-tanda bahaya nifas. Hasil

pemeriksaan didapatkan bahwa keadaan umum ibu baik, kesadaran

composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 22

x/menitt, dan suhu 36,9 oC, tinggi fundus ibu 3 jari dibawah pusat,

kontraksi uterus baik (keras dan globular), tidak ada tanda Homan,

kandung kemih kosong, dan pengeluaran lokhea rubra. Diagnosis yang

dapat ditegakkan yaitu P2002 postpartum hari ke-3 fisiologis.

Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu mengingatkan anjuran nutrisi,

personal hygiene, perawatan payudara, senam nifas, pemberian terapi

obat, dan menjadwalkan kunjungan rumah.

Pada kunjungan 3 hari postpartum, ibu mengeluh nyeri pada luka

jahitan. Menurut Barus dkk (2017: 445), setiap wanita memiliki ambang

nyeri perineum akibat luka jahitan berbeda-beda. Pada 3 hari postpartum,

biasanya ibu masih merasakan nyeri pada luka jahitan.


326

Berdasarkan teori dan hasil anamnesa, dapat disimpulkan tidak ada

kesenjangan. Nyeri luka jahitan pada 3 hari postpartum dapat terjadi

karena luka jahitan masih basah. Cara mengatasi yaitu dengan

memberikan motivasi pada ibu agar mengalihkan rasa nyerinya dengan

melihat dan menyusui bayinya, sehingga diharapkan dapat mengurangi

rasa nyeri pada luka jahitan ibu.

Menurut Barus dkk (2017: 443), lokhea rubra adalah lokhea yang

terjadi pada hari pertama sampai ketiga postpartum. Menurut Marliandiani

dan Ningrum (2015: 12), lokhea ini berisi darah segar bercampur sel

desidua, verniks kaseosa, lanugo, sisa mekonium, sisa selaput ketuban, dan

sisa darah.

Apabila dilihat dari teori yang ada dengan hasil pemeriksaan, tidak

terdapat kesenjangan. Tidak terdapat tanda bahaya atau komplikasi masa

nifas yang terjadi pada ibu. Hal ini terjadi karena ibu sudah pulih dan

dapat beraktivitas seperti sebelum hamil.

C. Kunjungan Nifas II (7 Hari Postpartum)

Pada kunjungan rumah yang kedua, ibu mengatakan luka jahitan

perineum sudah tidak nyeri dan didapatkan hasil pemeriksaan umum ibu

baik, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82x/menit, respirasi 22 x/menitt,

dan suhu 37 oC, tinggi fundus ibu pertengahan pusat dan symphisis,

kontraksi uterus baik (keras dan globular), tidak ada tanda Homan,

kandung kemih kosong, dan pengeluaran lokhea sanguinolenta. Diagnosis

yang dapat ditegakkan yatu P2002 postpartum hari ke-7 fisiologis.


327

Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu mengingatkan anjuran nutrisi,

personal hygiene, perawatan payudara, senam nifas, pemberian terapi

obat, dan menjadwalkan kunjungan rumah.

Menurut Marliandiani dan Ningrum (2015: 10), tinggi fundus normal

pada wanita yang berada dalam 7 hari postpartum yaitu pertengahan pusat

dan symphisis. Lokhea yang keluar pada hari ke-3 sampai hari ke-7

postpartum yaitu lokhea sanguinolenta. Lokhea ini berupa sisa darah

bercampur lendir (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 12).

Berdasarkan teori diatas dan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan

bahwa tidak ada kesenjangan. Hal ini dapat terjadi karena kondisi ibu

sudah baik dan ibu tidak mengalami tanda bahaya atau komplikasi masa

nifas.

D. Kunjungan Nifas III (29 Hari Postpartum)

Pada kunjungan ketiga, ibu mengatakan luka jahitan perineum sudah

kering dan ibu ingin mendapatkan konseling tentang keluarga berencana.

Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa keadaan umum ibu baik, kesadaran

composmentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 22

x/menit, dan suuhu 36,5oC, tinggi fundus sudah tidak terasa, tidak ada

tanda Homan, kandung kemih kosong, dan pengeluaran lokhea alba.

Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu P2002 postpartum hari ke-29

fisiologis. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu mengingatkan anjuran

nutrisi, KIE penggunaan KB, dan kunjungan untuk melakukan KB.


328

Tinggi fundus pada wanita yang berada pada 29 hari postpartum yaitu

tidak teraba (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 11). Lokhea yang keluar

setelah 2 minggu postpartum adalah lokhea alba. Lokhea alba merupakan

cairan putih (Marliandiani dan Ningrum, 2015: 12).

Tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil pemeriksaan. Ibu

mengalami masa nifas yang normal dan tidak terjadi komplikasi atau tanda

bahaya masa nifas. Hal ini terbukti dengan hasil pemeriksaan tinggi

fundus ibu sudah tidak teraba dan pengeluaran lokhea alba.

Pada kunjungan nifas kali ini, ibu meminta untuk mendapatkan

informasi keluarga berencana yaitu tentang alat kontrasepsi yang dapat

digunakan untuk ibu menyusui. Menurut Marliandiani dan Ningrum

(2015: 5), pada kunjungan lebih dari 2 minggu postpartum bertujuan untuk

memberikan konseling keluarga berencana secara dini.

Kesesuaian terjadi antara teori dengan kunjungan 29 hari postpartum.

Hal ini dilakukan agar ibu mendapatkan informasi tentang alat kontrasepsi

yang dapat digunakan oleh ibu meskipun ibu masih menyusui bayinya.

Keluarga berencana yang dilakukan secara dini diharapkan dapat mengatur

jarak anak terakhir dengan kehamilan berikutnya. Apabila jarak anak

terakhir dengan kehamilan berikutnya < 2 tahun, maka dapat memberikan

risiko tinggi untuk ibu.


329

5.4 Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan Mendokumentasikan

Asuhan Kebidanan pada Neonatus

Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu

saat 6 jam postnatal pada tanggal 14 Desember 2018 di PONED Puskesmas

Mojo, kunjungan rumah 2 hari postnatal pada tanggal 16 Desember 2018,

kunjungan rumah 7 hari postnatal pada tanggal 21 Desember 2019, dan

kunjungan rumah 22 hari postpartum pada tanggal 12 Januari 2019.

A. 6 jam postnatal

Asuhan kebidanan bayi baru lahir dilakukan pada tanggal 14

Desember 2018 pukul 07.30 WIB. Bayi laki-laki lahir normal menangis

spontan, warna kuliit kemerahan, dan tonus otot aktif bergerak dengan

berat 3.000 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar

lengan atas 12,6 cm, serta lingkar dada 31,2 cm. Pada pemeriksaan suhu

didapatkan 37,3 oC, respirasi 52 x/menit, dan nadi 122 x/menit. IMD

dilakukan sekitar 1 menit setelah bayi lahir hingga 1 jam. Diagnosis

yangdapat ditegakkan yaitu Neonatus cukup culan sesuai masa kehamilan

umur 6 jam fisiologis. Penatalaksanaan yang diberikan adalah

memandikan bayi, cara perawatan tali pusat, cara memberikan ASI, posisi

menyusui, menjaga kehangatan, KIE tanda bahaya bayi baru lahir, dan

penjadwalan kunjungan rumah.

Menurut Rochmah et al (2011: 1), ciri-ciri bayi baru lahir yaitu

memiliki berat 2.500-4.000 gram, panjang badan 48-52 cm, lingkar dada
330

30-38 cm, dan lingkar kepala 33-35 cm. frekuensi jantung bayi 180

x/menit, kemuidan menurun sampai 120-140 x/menit. pernapasan pada

beberapa menit pertama cepat, akan menurun setelah tenang kira-kira 40-

60 x/menit. Menurut Buda dan Sajekti (2011: 28), panjang badan bayi

baru lahir normal antara 45-53 cm.

Apabila dibandingan antara teori Rochmah et al dengan hasil

pemeriksaan, terdapat ketidaksesuaian yaitu panjang badan bayi,

sedangkan panjang badan bayi sesuai hasil pemeriksaan yaitu 47 cm.

Namun pada berat badan, lingkar kepala, dan lingkar dada tidak ada

kesenjangan. Begitu juga dengan pemeriksaan respirasi dan nadi. Namun

menurut Buda dan Sajekti (2011: 28), panjang badan bayi 47 cm termasuk

dalam panjang badan bayi normal. Hal ini mungkin terjadi karena TFU ibu

sesaat sebelum persalinan hanya 27 cm. Selain itu, juga dapat terjadi

karena asupan gizi ibu yang kurang karena riwayat anemia yang diderita

ibu selama hamil.

B. Kunjungan Neonatal I (2 Hari Postnatal)

Kunjungan rumah yang pertama dilakukan pada tanggal 16 Desember

2018 pukul 16.00 WIB saat bayi berumur 2 hari. Hasil pemeriksaan yang

didapat yaitu keadaan umum baik, suhu 36,9 oC, nadi 124 x/menit,

respirasi 60 x/menit, dan berat badan bayi naik menjadi 3.200 gram. Bayi

juga tidak mengalami tanda bahaya seperti demam, tidak mau menyusu,

kejang-kejang, lemas, sesak nafas, merintih atau menangis terus menerus,

tali pusat kemerahan atau bernanah, mata bayi bernanah, diare lebih dari 3
331

kali sehari, kulit dan mata bayi kuning, dan tinja bayi berwarna pucat.

Diagnosis yang dapat ditegakkan adalah Neonatus cukup bulan sesuai

masa kehamilan umur 2 hari fisiologis. Penatalaksanaan yang diberikan

adalah pemberian motivasi untuk memberikan ASI eksklusif dan

penjadwalan kunjungan rumah ulang.

Menurut Tando (2016: 50), beberapa hari setelah kelahiran berat

badan bayi turun sekitar 10% dari berat badan lahir. Akan tetapi, pada hari

ke-3 atau ke-4 seharusnya berat badan bayi mulai naik. Pada akhir minggu

pertama, berat badan bayi paling sedikit sama dengan berat badan

lahirnya. Hal tersebut bersifat normal.

Terdapat ketidaksesuaian antara teori dan hasil pemeriksaan. Bayi

tidak mengalami penurunan berat badan, melainkan naik 200 gram

menjadi 3.200 gram. Hal ini terjadi karena menurut ibu, bayi menyusu

dengan adekuat dan minimal 2 jam sekali.

C. Kunjungan Neonatal II (7 Hari Postnatal)

Kunjungan rumah kedua dilakukan pada tanggal 21 Desember 2018

pukul 15.00 WIB saat bayi berumur 7 hari. Hasil pemeriksaan didapatkan

yaitu keadaan bayi baik, tali pusat belum terlepas, suhu 36,7 oC, nadi 100

x/menit, respirasi 40 x/menit, dan berat badan bayi naik 3.300 gram.

Diagnosis yang dapat ditegakkan adalah neoatus cukup bulan sesuai masa

kehamilan umur 7 hari fisiologis. Penatalaksanaan yang diberikan adalah

mengingatkan tentang ASI eksklusif, cara menghangatkan bayi, dan

penjadwalan kunjungan ulang.


332

Menurut Tando (2016: 49-50, pernapasan bayi normal adalah30-60

kali per menit, tanpa retraksi dada, dan tanpa suara merintih pada fase

ekspirasi. Denyut jantung bayi normal adalah 120-160 kali per menit.

Apabila lebih dari 160 kali per menit, masih dianggap normal. Pada

kunjungan neonatal kedua asuhan yang diberikan menurut Tando (2016:

56) yaitu memastikan bayi mendapatkan ASI minimal setiap 2 jam secara

ekslusif selama 6 bulan, memastikan feses bayi normal yaitu berwarna

hijau kehitamaman yang lengket, memastikan bayi berkemih 4-8 kali

sehari, memastikan bayi tidak mengalami gangguan tidur yaitu sekitar 20

jam, memastikan tidak terjadi infeksi pada kulit bayi, memastikan

keamanan bayi misalnya menggunakan alas tidur atau tidak memberikan

apapun pada mulut bayi agar bayi tidak tersedak, dan memastikan

perawatan tali pusat bayi benar.

Hasil pemeriksaan pernapasan pada bayi sesuai dengan teori yang ada

yaitu 40 kali per menit atau berada diantara 30-60 kali per menit. Akan

tetapi, terdapat kesenjangan antara hasil pemeriksaan denyut jantung bayi

dengan teori yaitu 100 kali per menit. Hal ini dapat terjadi karena pada

saat pemeriksaan, bayi dalam kondisi tidur sehingga bayi dalam kondisi

rileks. Berdasarkan anamnesa dengan teori yang ada terdapat kesesuaian

yaitu bayi menyusu setiap 2 jam, feses bayi berwarna hijau kehitaman dan

lembek, bayi berkemih > 8 kali dalam sehari, bayi tidur selama 20 jam, tali

pusat agak kering dan tidak ada perdarahan. Ibu mampu melakukan

perawatan kulit, menjaga keamanan bayi, dan perawatan tali pusat.


333

D. Kunjungan Nenatal III (22 Hari Postnatal)

Kunjungan rumah ketiga dilakukan pada tanggal 5 Januari 2019 pukul

10.00 WIB saat bayi berumur 22 hari. Keadaan umum bayi baik, suhu bayi

36,7 oC, nadi 100 x/menit, respirasi 44 x/menit, dan berat badan 3.800

gram. Tali pusat bayi sudah terlepas 10 hari yang lalu. Diagnosis yang

ditegakkan adalah neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan umur 22

hari fisiologis. Pada kunjungan ketiga ini, penatalaksanaan yang dilakukan

adalah anjuran untuk mengikuti posyandu untuk mendapatkan imunisasi

BCG dan Polio 1.

Pada kunjungan pertama dan kedua, tali pusat bayi belum terlepas. Tali

pusat terlepas pada hari ke-10 postnatal.

Menurut Tando (2016: 50), tali pusat normal berwarna putih kebiruan

pada hari pertama. Tali pusat mulai kering, mengerut, dan akhirnya

terlepas setelah 7-10 hari.

Tidak terdapat kesenjangan antara teori yang ada dengan hasil

anamnesa yang dilakukan pada ibu. Tali pusat terlepas pada hari ke-10 dan

tidak ada tanda infeksi merupakan hal yang normal. Ibu berhasil

melakukan perawatan tali pusat sesuai anjuran yang diberikan.

Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) menurut Tando (2016: 157)

merupakan vaksin yang diberikan dengan tujuan untuk mengurangi risiko

terjadinya penyakit TBC berat, seperti TBC meningitis dan TBC milier.

Imunisasi ini diberikan pada bayi yang berusia dua bulan atau kurang.

Vaksin ini diberikan melalui suntikan intrakutan (IC) di daerah insersi


334

muskulus deltoideus kanan (lengan kanan atas). Dosis pemberian vaksin

BCG yaitu 0,05 cc. Sedangkan vaksin Polio yaitu vaksin yang berikan

secara oral (diteteskan ke mulut bayi). Vaksin ini berisi virus polio tipe 1,

2, 3 yang masih hidup, tetapi sudah dilemahkan. Vaksin ini diberikan

untuk memberikan kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.

Bayi ibu mendapatkan imunisasi BCG pada umur 32 hari yaitu pada

tanggal 15 Januari 2019. Selain itu, bayi ibu juga mendapat imunisasi

Polio 1. Sehingga bayi ibu sudah mendapatkan 3 kali imunisasi yaitu

imunisasi HB-0, BCG, dan Polio 1.

Pada kunjungan neonatal ketiga ini, bayi dalam kondisi sehat. Berat

badan bayi juga naik 500 gram menandakan bahwa bayi menyusu dengan

baik dan ibu tidak ada keluhan selama menyusui bayinya. Menurut hasil

pemeriksaan selama melakukan kunjungan neonatal dapat disimpulkan

bahwa ibu mampu merawat bayinya dengan baik dan keluarga berhasil

memberikan motivasi kepada ibu untuk tetap menyusui bayinya secara

eksklusif.

5.5 Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan Mendokumentasikan

Asuhan Kebidanan pada Keluarga Berencana

Pada tanggal 21 Januari 2019 yaitu pada hari ke-38 postpartum, ibu dan

suami telah memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan adalah KB

suntik 3 bulan. Ibu mengatakan tidak ada keluhan setelah melahirkan dan
335

selama nifas. Ibu mengaku pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama ±

3 tahun dan pernah mengalami spotting selama menggunakan alat kontrasepsi

tersebut. Hasil pemeriksaan didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran

composmentis, tekanan darah 100/600 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 22

x/menit, suhu 36,4 oC, berat badan ibu 42 kg, dan tidak terdapat benjolan pada

perut bagian bawah dan payudara kanan-kiri. Diagnosis yang dapat ditegakkan

yaitu P2002 calon akseptor KB suntik 3 bulan. Penatalaksanaan yang dilakukan

yaitu KIE tentang efek samping KB suntik 3 bulan, anjuran makan makanan

bergizi, pemberian informed consent, pemberian injeksi KB suntik 3 bulan,

dan penjadwalan kunjungan ulang.

Pemerintah mulai menganjurkan ibu pasca persalinan menggunakan alat

kontrasepsi jangka panjang. Hal ini dilakukan mengingat ibu pasca bersalin

memiliki kemungkinan dapat mengalami kehamilan. Selain itu dengan

penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang juga diharapkan dapat

meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.

Menurut Prijatni dan Rahayu (2016: 114), tujuan keluarga berencana

yaitu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga

kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan

pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Menurut Mulyati dan

Rinawati (2013: 15), pada wanita pasca persalinan kemungkinan hamil

kembali akan menjadi lebih kecil jika mereka terus menyusui setelah

melahirkan. Meskipun laktasi dapat membantu mencegah kehamilan, akan

tetapi suatu saat ovulasi tetap akan terjadi. Pemilihan metode kontrasepsi
336

untuk ibu pasca persalinan perlu dipertimbangkan dengan baik, sehingga tidak

mengganggu proses laktasi dan kesehatan bayinya.

Terdapat kesesuaian antara teori dengan fakta yang terjadi di lapangan.

Ibu dan suami memilih melakukan keluarga berencana secara dini pada 38

hari postpartum untuk mengatur jarak anak dengan kehamilan berikutnya.

Namun, ibu tidak memilih alat kontrasepsi jangka panjang seperti AKDR atau

implant karena ibu merasa takut dan suami tidak mengizinkan ibu

menggunakan alat kontrsepsi tersebut. Meskipun sudah dilakukan 2 kali

konseling penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang yaitu pada kehamilan

trimester ketiga dan kunjungan nifas ketiga.

Pada penggunaan alat kontrasepsi yang lalu yaitu KB suntik 3 bulan, ibu

mengeluh terjadi spotting. Namun, ibu tetap menggunakan alat kontrasepsi

jenis ini selama ± 3 tahun yaitu pertama digunakan pada tahun 2014 sampai

tahun 2017.

Menurut Affandi dkk (2016: MK-44), keterbatasan alat kontrasepsi jenis

suntikan progestin adalah siklus haid yang memendek atau memanjang,

perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau perdarahan

bercak (spotting), dan tidak haid sama sekali. Namun, hal tersebut tidak

berbahaya pada ibu karena bersifat fisiologis atau merupakan efek samping.

Apabila dibandingkan antara terori di atas dengan fakta yang terjadi,

dapat disimpulkan bahwa perdarahan bercak atau spotting yang dialami oleh

ibu adalah keadaan yang normal. Dengan demikian, ibu masih diperbolehkan

menggunakan alat kontrasepsi jenis ini.


337

Pemilihan KB suntik 3 bulan yang dilakukan ibu karena ibu masih

menyusui bayinya. Pemilihan alat kontrasepsi ini juga telah mendapat

persetujuan dari suami ibu.

Menurut Mulyani dan Rinawati (2013: 93), suntik tribulan merupakan

metode kontrasepsi yang diberikan secara intramuskular setiap tiga bulan.

Menurut Kepmenkes RI Nomor 97 (2014: 65-66), kontrasepsi suntikan

progestin/Depo Progesteron Acetat (DMPA) dapat diberikan pada minggu

pertama (7 hari) atau minggu keenam (42 hari) pasca persalinan terbukti tidak

menimbulkan efek negatif terhadap menyusui maupun perkembangan bayi.

Terdapat kesesuaian antara teori dengan fakta bahwa ibu menggunakan

kontrasepsi yang tidak berdampak bagi ibu yang sedang menyusui.

Pertimbangan untuk memilih alat kontrasepsi jenis ini karena ibu pernah

pernah menggunakan alat kontrasepsi tersebut setelah melahirkan anak

pertamanya.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Asuhan secara continuity of care (COC) yang dilakukan mulai dari

kehamilan, persalinan nifas, bayi baru lahr, dan keluarga berencana pada Ny S

mulai tanggal 25 November 2018 sampai 21 Januari 2019 di PMB Erna Eny,

Amd. Keb di Desa Sukoanyar dan di Puskesmas Mojo, Kecamatan Mojo,

Kabupaten Kediri dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan

dan didokuemntasikan menggunakan SOAP ditemukan hasil sebagai berikut :

A. Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan

Mendokumentasikan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil

Asuhan kebidanan kehamilan pada Ny S dilakukan 2 kali. Kunjungan

pertama, ibu mengeluh mudah merasa lelah dengan diagnosis GIIP1001 usia

kehamilan 38 1/7 minggu, tunggal, hidup, intrauterine, letak membujur,

presentasi kepala dengan anemia ringan kehamilan risiko tinggi (KSPR 6).

Kunjungan kedua, ibu mengeluh mudah merasa lelah dan kaki linu. Pada

kunjungan ini dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang dan hasilnya ibu


4
mengalami anemia dengan diagnosis GIIP1001 usia kehamilan 38 /7

minggu, tunggal, hidup, intrauterine, letak membujur, presentasi kepala

dengan anemia ringan kehamilan risiko tinggi. Pada kunjungan ulang, ibu

338
339

mengeluh mudah merasa lelah dan kaki linu. Hal ini terjadi karena ibu

memiliki riwayat anemia, sehingga dilakukan pemeriksaan laboratorium

dan didapatkan hasil Hb ibu sebesar 9,1 gram/gL. Asuhan yang diberikan

yaitu KIE nutrisi, melanjutkan terapi tablet Fe dan Vitamin C dari dokter

untuk diminum secara rutin. Masalah ibu teratasi.

B. Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan

Mendokumentasikan Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin

Asuhan kebidanan pada ibu bersalin pada Ny S dengan diagnosis

GIIP1001 usia kehamilan 40 6/7 minggu inpartu kala I fase aktif dilatasi

maksimal, janin tunggal hidup intrauterine telak membujur presentasi

kepala. Asuhan yang diberikan dari kala I sampai kala IV dilakukan sesuai

dengan 60 langkah asuhan persalinan normal. Tidak ada penyulit dan

komplikasi persalinan yang terjadi pada ibu dan bayi. Bayi laki-laki lahir

tanggal 14 Desember 2018, pukul 01.30 WIB.

C. Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan

Mendokumentasikan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas

Asuhan kebidanan pada ibu nifas dilakukan sebanyak 4 yaitu saat 6

jam postpartum di PONED Puskesmas Mojo, kunjungan rumah 3 hari

postpartum, kunjungan rumah 7 hari postpartum, dan kunjungan rumah 29

hari postpartum. Diagnosisnya yaitu P2002 postpartum fisiologis. Selama

memberikan asuhan kebidanan tidak ditemukan tanda bahaya atau


340

komplikasi masa nifas yang dapat membahayakan ibu seperti demam,

sakit kepala terus menerus, bengkak, nyeri abdomen yang hebat, keluar

cairan berbau busuk dari vagina, mengalami kesedihan, merasa kurang

mampu merawat bayinya maupun rabun senja. Asuhan yang diberikan

yaitu anjuran nutrisi ibu nifas, personal hygiene, perawataan payudara,

senam nifas, KIE penggunaan KB, dan kunjungan melakukan KB.

D. Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan

Mendokumentasikan Asuhan Kebidanan pada Neonatus

Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dilakukan 3 kali yaitu pada 6

jam setelah bayi lahir di PONED Puskesmas Mojo, kunjungan rumah 2

hari setelah bayi lahir, kunjungan rumah 7 hari setelah bayi lahir, dan

kunjungan 28 hari setelah bayi lahir. Selama melakukan asuhan kebidanan

tidak ditemukan masalah kesehatan atau komplikasi bayi baru lahir seperti

demam, tidak mau menyusu, kejang-kejang, lemas, badan kebiruan,

merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan atau

bernanah, mata bayi bernanah, diare lebih dari 3 kali sehari, kulit dan mata

bayi kuning, dan tinja bayi berwarna pucat. Hasil pemeriksaan didapatkan

bahwa bayi dalam kondisi sehat. Diagnosisnya adalah neonatus cukup

bulan sesuai masa kehamilan.


341

E. Hasil Pengkajian, Menyusun Diagnosis, Merencanakan Asuhan,

Melaksanakan Asuhan, Mengevaluasi Asuhan, dan

Mendokumentasikan Asuhan Kebidanan pada Keluarga Berencana

Asuhan kebidanan pada keluarga berencana dilakukan pada tanggal 21

Januari 2019, yaitu pada hari ke-38 postpartum. Ibu memutuskan

menggunakan kontrasepsi KB suntik 3 bulan meskipun sudah diberikan 2

kali konseling tentang penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang seperti

yang dianjurkan oleh pemerintah. Diagnosisnya P2002 calon akseptor KB

suntik 3 bulan.

6.2 Saran

A. Untuk Pasien

Diharapkan agar ibu dan keluarga khususnya masyarakat pada

umumnya ebih meningkatkan kesadarannya untuk memeriksakan

kesehataannya secara rutin ke pelayanan kesehatan terdekat. Perlu

dilakukan pendampingan ibu hamil sehingga dapat saling memotivasi dan

kerjasama untuk memantau kesehatan ibu dan anak.

B. Untuk Tempat Studi Kasus PMB Erna Eny, A.md. Keb dan

Puskesmas Mojo

Asuhan yang diberikan sudah memenuhi standar pelayanan yang telah

ditentukan mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, hingga

keluarga berencana. Oleh karena itu, perlu dipertahankan pelayanan yang

sudah baik ini.


342

C. Untuk Institusi Pendidikan Akademi Kebidanan Pamenang

Diharapkan bagi institusi pendidikan kebidanan untuk lebih

membekali mahasiswa dalam mengembangkan teori ilmu kebidanan

selama hamil, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan keluarga berencana

serta perlu mengetahui kemampuan mahasiswa dalam melakukan asuhan

secara continuity of care.

D. Untuk Penulis

Penulis harus lebih giat belajar, lebih memahami tentang standar

asuhan kebidanan sehingga diharapkan dapat memberikan asuhan yang

lebih baik, teliti, dan tidak segan dalam menerapkan teori yang sudah

didapat selama kuliah di lahan praktek.

E. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri

Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri diharapkan dapat memunculkan

kebijakan-kebijakan baru yang dapat menumbuhkan minat masyarakat

untuk datang ke fasilitas kesehatan, terutama pada ibu hamil trimester

pertama. Hal ini terbukti bahwa masih ada ibu hamil yang tidak

memeriksakan kehamilannya pada trimester pertama.


DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Biran dkk. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar: Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Barus, dkk. 2017. Kebidanan Teori dan Asuhan Volume 2. Jakarta : EGC.
Cunningham, et al. 2012. Obstetri Williams. Ed 23. (Alih Bahasa) Pendit, dkk.
Jakarta: EGC
Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif
pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish.
Depkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. (Online), tersedia:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2016.pdf (Diakses pada tanggal 09
Oktober 2018, pukul 17.25 WIB).
Deslidel et al. 2011. Buku Ajar: Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Jakarta: EGC.
Dewi dan Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
________________. 2015. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2014. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita Jakarta:
Salemba Medika.
Dinkes Jatim. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2016.
Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (Online), tersedia:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINS
I_2016/15_Jatim_2016.pdf (Diakses pada tanggal 09 Oktober 2018, pukul
17.18 WIB).
Dinkes Kediri, 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Kediri Tahun 2016. Kediri:
Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. (Online), tersedia:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_2
016/3506_Jatim_Kab_Kediri_2016.pdf (Diakses pada tanggal 09 Oktober
2018, pukul 17.22WIB).
Dorland dan Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakara:
EGC.
Hani, Ummi, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemba Medika.

343
344

Hollingworth, Tony. 2011. Diagnosis Banding dalam Obstetri & Ginekologi.


Jakarta : EGC.
Huda, Nurul. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini di
RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah. Surakarta.
Hutahaean. 2013. Perawatan Antenatal. Jakarta: Salemba Medika.
Irianti, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Berbasis Bukti. Jakarta: Sagung Seto
Jannah, Nurul. 2014. Askeb II: Persalinan Berbasis Kompetensi. Jakarta: EGC.
JNPK-KR. 2015. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta:
JNPK-KR.
Kamariyah, dkk. 2014. Buku Ajar Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.
Kepmenkes RI Nomor 369 Tahun 2007 Tentang Standar Profesi Bidan.
http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk3692007.pdf (Diakses
pada tanggal 09 Oktober 2018, pukul 09.09 WIB).
Kepmenkes RI Nomor 938 Tahun 2007 Tentang Standar Asuhan Kebidanan.
https://galihendradita.files.wordpress.com/2015/03/kmk-no-938-2007-ttg-
standar-asuhan-kebidanan.pdf (Diakses pada tanggal 08 Oktober 2018, pukul
13.28 WIB).
Kurniarum, Ari. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kusmiyati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Cetakan ke VI. Yogyakarta:
Fitramaya.
Lailayana et al. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Ayu Candranita, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita. Ed 2. Jakarta: EGC.
Marindratama, Hasmeinda. 2014. Hubungan Pertambahan Berat Badan Ibu
Hamil Trimester III dengan Berat Bayi Lahir di Kabupaten Semarang.
Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Marliandiani dan Ningrum. 2015, Buku Ajar: Asuhan Kebidanan pada Masa
Nifas dan Menyusui. Jakarta: Salemba Medika.
Marmi, dan K. Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta : Putaka Pelajar.
Marmi. 2016. Buku Ajar Pelayanan KB. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mulyani dan Rinawati. 2013. KB: Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
345

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya.
Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Jakarta: Salemba Medika.
Oktarina, Mika. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta : Deepublish.
Permenkes RI Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa
Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PMK%20No.%2097%20ttg%20P
elayanan%20Kesehatan%20Kehamilan.pdf (Diakses pada tanggal 31 Oktober
2018, pukul 14.21 WIB)
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Pudiastuti. Dewi R. 2011. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Rochjati, Poedji. 2011. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Rochmah et a. 2011. Pandungan Belajar: Asuhan Neonatus, Bayi & Balita.
Jakarta: EGC.
Rohani, Saswita, dan Marisah. 2013. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan.
Jakarta: Salemba Medika.
Rusda, Muhammad. 2014. Anastesi Infiltasi Pada Episiotomi. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidnan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Salmah, dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC.
SDGs WHO. 2017. World Health Statistics 2017: Monitoring Health For The
SDGs (Sustainable Development Goals). France: World Health Organization
2017. (Online), tersedia:
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/255336/9789241565486-
eng.pdf (Diakses pada tanggal 09 Oktober 2018, pukul 19.00 WIB).
Sandjaja. 2009. Resiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di
Indonesia. Jurnal Gizi Indonesia 2009, Volume 32 (2). Halaman 128-138.
Sofian, Amru. 2011. Rustam Mochtar: Sinopsi Obstetri: Obstetri Fisiologi,
Obstetri Patologi Jilid 1. Ed 3. Jakarta: EGC.
346

Sudarti dan Khoirunnisam Endang. 2010. Asuhan Kebidanan: Neonatus, Bayi,


dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sulistyawati, Ari dan Nugrahany, Esti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin. Jakarta: Salemba Medika.
Sulistyawati, Ari. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan Edisi Revisi.
Jakarta: Salemba Medika.
Sulistyawati, Ari. 2014. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba
Medika.
Surahman, Rachmat, dan Supardi. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi:
Metodologi Penelitian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Tando, Naomy Marie. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tyastuti, Siti. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan: Asuhan Kebidanan
Kehamilan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Wahyuningsih, Heni dan Tyastuti, Siti. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak:
Praktikum Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Widardo, dkk. 2017. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Antropometri dan
Penilaian Status Gizi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Wijaya, Awi Muliadi. 2015. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau
Intergrated Management of Childhood Illnes (IMCI).
https://www.infodokterku.com/index.php/en/96-daftar-isi-content/info-
kesehatan/helath-programs/189-manajemen-terpadu-balita-sakit-mtbs.
(Diakses pada hari tanggal 31 Oktober 2018, pukul 14.09 WIB).
Yosefni E, Yulia S. 2017. Kebidanan Teori dan Asuhan. Jakarta : EGC.
Yuhedi dan Kurniawati, 2013. Buku Ajar: Kependudukan dan Pelayanan KB.
Jakarta: EGC.
Yuliana, Mega. 2015. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Ny D Umyr 22 Tahun
GIP0A0 Umur Kehamilan 26 Minggu dengan Kekurangan Energi Kronis di
BPS Yustina Tangen Sragen. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
347

Lampiran 1 Informed Consent


348

Lampiran 2 Surat Balasan Bidan


349

Lampiran 3 Kartu Ibu


350
351

Lampiran 4 KSPR
352

Lampiran 5 Skrining TT
353

Lampiran 6 Catatan Kesehatan Ibu


354

Lampiran 7 Penapisan Persalinan


355

Lampiran 8 Partograf
356
357

Lampiran 9 Catatan Kesehatan Ibu Bersalin, Ibu Nifas, dan Bayi Baru Lahir
358

Lampiran 10 Catatan Kesehatan Ibu Nifas


359

Lampiran 11 Senam Nifas


SENAM NIFAS HARI 1-5

1 Hari pertama post partum. Posisi tubuh terlentang.


Lakukan pernafasan perut diawali dengan mengambil
nafas melalui hidung, kembungkan perut dan tahan
hingga hitungan ke-5, lalu keluarkan nafas pelan-pelan
melalui mulut sambil mengkontraksikan otot perut.
Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.

2 Hari ke-2 post partum. Sikap tubuh terlentang, kedua


kaki lurus kedepan. Angkat kedua tangan lurus keatas
sampai kedua telapak tangan bertemu, kemudian
turunkan perlahan sampai kedua tangan terbuka lebar
hingga sejajar dengan bahu.Ulangi gerakan sebanyak 8
kali.

3 Hari ke-3 post partum. Berbaring relaks dengan posisi


tangan di samping badan dan lutut ditekuk. Angkat
pantat perlahan kemudian turunkan kembali. Ingat
jangan menghentak ketika menurunkan pantat. Ulangi
gerakan sebanyak 8 kali.

Hari ke-4 post partum. Posisi tubuh berbaring, tangan


4 kanan di atas perut, dan lutut ditekuk. Angkat kepala
sampai dagu menyentuh dada sambil mengerutkan otot
sekitar anus dan mengkontraksikan otot perut.Kepala
turun pelan-pelan keposisi semula sambil
mengendurkan otot sekitar anus dan merelaksasikan
otot perut. Jangan lupa untuk mengatur pernafasan.
Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.

5 Hari ke-5 post partum. Tubuh tidur terlentang, kaki


lurus, bersama-sama dengan mengangkat kepala
sampai dagu menyentuh dada, tangan kanan
menjangkau lutut kiri yang ditekuk, diulang sebaliknya.
Kerutkan otot sekitar anus dan kontraksikan perut
ketika
SENAMmengangkat kepala.6-10
NIFAS HARI Lakukan perlahan dan atur
pernafasan saat melakukan gerakan. Ulangi gerakan
sebanyak 8 kali.
360

6 Hari ke-6 post partum. Posisitidurterlentang, kaki


lurus, dankeduatangan di sampingbadan, kemudian
lutut ditekuk kearah perut 90˚ secara berganti anantara
kaki kiri dan kaki kanan.Jangan menghentak ketika
menurunkan kaki, lakukan perlahan namun
bertenaga. Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.

7 Hari ke-7 post partum. Tidur terlentang, kaki lurus,


dan kedua tangan di samping badan. Angkat kedua
kaki secara bersamaan dalam keadaan lurus sambil
mengkontraksikan perut, kemu dianturunkan
perlahan. Atur pernafasan. Lakukan sesuai
kemampuan, tidak usah memaksakan diri. Ulangi
gerakan sebanyak 8 kali.

8 Hari ke-8 post partum. Posisi menungging, nafas


melalui pernfasan perut. Kerutkan anus dan tahan 5-
10 detik. Saat anus dikerutkan, ambil nafas kemudian
keluarkan nafas pelan-pelan sambil mengendurkan
anus. Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.

9 Hari ke-9 post partum. Posisi berbaring, kaki lurus,


dan kedua tangan di samping badan. Angkat kedua
kaki dalam keadaan lurus sampai 90 derajat,
kemudian turunkan kembali pelan-pelan. Jangan
menghentak ketika menurunkan kaki. Atur nafas saat
mengangkat dan menurunkan kaki. Ulangi gerakkan
sebanyak 8 kali.

10 Hari ke-10 post partum. Tidur terlentang dengan kaki


lurus, kedua telapak tangan diletakkan di belakang
kepala, kemudian bangun sampai posisi duduk, lalu
perlahan-lahan posisi tidur kembali (sit up). Ulangi
Lampiran 12 gerakan sebanyak 8 kali. Ingat kekuatan bertumpu
pada perut, jangan menggunakan kedua tangan yang
ditekuk di belakang kepala untuk mendorong tubuh
untuk duduk karena akan berpotensi menimbulkan
nyeri leher. Lakukan perlahan, tidak menghentak dan
memaksakan.
361

Lampiran 12 Perawatan Payudara


PERAWATAN PAYUDARA

1 Sokong payudara kiri dengan tangan kiri.


Lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga jari
tangan kanan, mulai dari pangkal payudara dan
berakhir dengan gerakan spiral pada daerah
punting susu.

2 Buatlah gerakan memutar sambil menekan dari


pangkal payudara dan berakhir pada punting
susudiseluruh bagian payudara. Lakukan
gerakan seperti ini pada payudara kanan.

3 Letakkan kedua tangan diantara kedua


payudara. Urutlah dari tengah keatas sambil
mengankat kedua payudara dan lepaskan
keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini
kurang lebih 30 kali.

4 Coba posisi tangan pararel. Sangga payudara


dengan satu tangan , sedangkan tangan yang
lain mengurut dengan sisi kelingking dari arah
pangkal payudara ke arah punting susu.
Lakukan 30 kali.
362

Lampiran 13 Catatan Kelahiran


363

Lampiran 14 Ballard Score


364

Lampiran 15 Catatan Kesehatan Bayi Baru Lahir


365

Lampiran 16 Formulir MTBM


366
367
368

Lampiran 17 Catatan Imunisasi Anak


369

Lampiran 18 Penapisan KB
370

Lampiran 19 Informed Consent Pelayanan KB


371

Lampiran 20 Kartu Status Peserta KB


372

Lampiran 21 Kartu Peserta KB


373

Lampiran 22 Jadwal Kegiatan


374

Anda mungkin juga menyukai