LONG CASE LEPTO Edo
LONG CASE LEPTO Edo
LONG CASE
PUSKESMAS 1 CILONGOK
LEPTOSPIROSIS
Oleh:
M Edo Antariksa P
G4A016137
Pembimbing:
Dr. dr. Nendyah Roestijawati, MKK
dr. Nurul Eka Santi
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
M Edo Antariksa P
G4A016137
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang bapak
berusia58 tahun yang datang ke Puskesmas Cilongok 1. Pasien ini datang
dengan keluhannyeri kepala sejak 7 hari sebelum masuk puskesmas.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. T
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Penghasilan/bulan : Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000
Alamat : Desa PernasidiRT 02/ RW 02
Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas
Pengantar (Pasien) : Pasien datang diantar oleh istri
Tanggal Periksa : Rabu, 12 Desember 2018
a. BB : 65 kg
b. TB : 170 cm
c. IMT : 22. 49
d. Kesan status gizi : baik
4. Kulit
Turgor kulit kembali dalam satu detik.
5. Kepala
Kepala dalam batas normal.
6. Mata
Sklera , kornea, pupil, iris, lensa dalam batas normal.Injeksi konjungtiva (-)
Air mata normal, mata cekung (-)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
massa (-)
8. Mulut
Mukosa bukkal basah (+).
9. Telinga
Telinga luar, tengah, dalam dalam batas normal
10. Tenggorokan
Tonsil , dan pharing dalam batas normal. Hiperemis (-).
11. Leher
Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), distensi vena jugularis (-).
12. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
a. Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo :
1) Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)
2) Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan = kiri
Pal : fremitus raba kanan = kiri
Per : sonor/sonor
A : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBH (-/-), wheezing (-/-)
13. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada
A : bising usus (+) meningkat
Per : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
Pal :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
Fungsi Motorik :
K 5 5 T N N RF ++ RP - -
5 5 N N ++ - -
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa :
1. Hemoglobin : 13,1 gr/dL
2. Leukosit : 8.700 / jul
3. Trombosit : 293.000 / jul
4. IgM Leptospira: (+)
F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal (bilirubin, ureum, kreatinin)
dan fungsi hati (SGOT, SGPT) untuk mendeteksi adanya komplikasi
G. RESUME
Pasien datang ke IGD Puskesmas Cilongok 1hari Rabu tanggal 12
Desember 2018 dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum masuk IGD.
Demam muncul mendadak dan dirasakan sepanjang hari hingga disertai rasa
menggigil. 5 hari sebelum masuk IGD pasien telah minum obat penurun
demam (paracetamol) namun demam hanya turun beberapa hari kemudian
muncul kembali. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang dirasakan
berdenyut, badan lemas dan badan pegal terutama daerah kaki. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nadi 100x/menit, laju pernafasan 20x/menit,
suhu 39.80C, tekanan darah 110/80 mmHg,sedangkan pemeriksaan lain dalam
batas normal.
H. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Aspek Personal
Keluhan Utama: Demam sejak 7 hari
Keluhan tambahan :Pasien mengeluhdemam, nyeri kepala, badan lemas
dan badan pegal terutama daerah kaki.
Idea : Pasien ingin mengetahui penyakit dan berobat
Concern : Mengganggu aktivitas bekerja
Expectacy : Pasien dan keluarga pasien mempunyai harapan agar
penyakit pasien dapat segera sembuh dan dapat segera
beraktivitas lagi.
Anxiety :Pasien dan keluarga pasien khawatir penyakit pasien tidak
sembuh-sembuh karena demam tidak kunjung turun. serta
pasien dan keluarga pasien khawatir penyakit ini menular
dan akan menulari angggota keluarga yang lain.
2. Aspek Klinis
Diagnosis : Leptospirosis
Gejala klinis yang muncul : Demam hingga mengigil, nyeri kepala,
badan lemas dan badan pegal terutama daerah kaki.
Diagnosa banding : Demam Tifoid, DHF
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Laki-laki, usia 58 tahun
b. Kebiasaan pasien lupa untuk mencuci tangan sebelum dan setelah
makan. Maupun setelah beraktivitas di luar rumah.
c. Kebiasaan pasien tidak menggunakan alas kaki saat bekerja
d. Kebiasaan pasien memasak didapur yang menurut pasien adalah
tempat sarang tikus.
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Status sosial ekonomi keluarga pasien yang rendah, menyebabkan kondisi lingkungan
hunian tidak sehat, antara lain terdapat kandang kambing yang tidak terawat, dan
dapur yang berubin tanah, serta kebersihan dan keadaan lingkungan rumah secara
umum yang kurang sehat.
b. Banyaknya tikus yang terdapat disekitaran rumah pasien menjadi faktor risiko
penularan penyakit ini. Pasien mengaku dirumahnya terdapat banyak tikus yang
berkeliaran di dapur.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai terganggu dalam
melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti biasanya, antara lain bertani serta
berkumpul dengan keluarganya.
I. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Aspek kuratif
1) Medikamentosa
a) Injeksi Ranitidin 1A/12 jam
b) Injeksi Ondansetron 1A/8 jam
c) PO Doxiciklin 2x100 mg
d) PO Parasetamol 3x500 mg
e) PO Vit B komplek 3x1 tab
2) Non Medika mentosa
a) IVFD RL 500 cc 20 tpm makro
b) Diet lunak tinggi kalori tinggi protein
3) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
Pasien dan keluarganya perlu diedukasi mengenai:
a) Memberi informasi mengenai penyebab dan cara penularan leptospira serta
pencegahan dan tatalaksana dari penyakit leptospirosis
b) Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah makan maupun setelah
melakukan kegiatan diluar rumah
c) Memakai alas kaki jika bekerja
d) Mencegah munculnya genangan-genangan air disekitar rumah dan kandang
kambing serta menjaga kebersihan disekitar lingkungan rumah
e) Menjelaskan mengenai syarat-syarat rumah sehat secara lengkap, beberapa
contohnya antara lain mengenai adanya kandang kambingdi dekat rumah dan
toilet yang tidak higienis.
f) Selalu menutup makanan dan minuman maupun bahan makanan yang akan
dimasak
g) Menjelaskan cara membuang sampah yang baik dengan menutup tempat
pembuangan sampah
h) Menjelaskan pentingnya menjaga nutrisi melalui makanan yang sehat dan
bergizi, memenuhi kebutuhan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan
mineral.
b. Aspek Preventif
1) Menjelaskan mengenai kriteria rumah sehat serta memberi saran-saran yang dapat
diterapkan dan tepat guna
2) Memberikan anjuran pola hidup bersih dan sehat
3) Menjelaskan pentingnya penggunanan alat pelindung diri untuk mencegah
masuknya leptospira ke tubuh
4) Memasang perangkap tikus untuk mencegah penyebaran penyakit leptospirosis
c. Aspek Promotif
1) Memberi informasi mengenai penyebab dan cara penularan leptospira hingga
menyebabkan penyakit leptospirosis, serta pencegahan dan
tatalaksanaleptospirosis
2) Memberi informasi mengenai komplikasi penyakit leptospirosisserta pentingnya
penanganan tepat dan dini dalam kasus leptospirosis
d. Aspek Rehabilitatif
Monitoring terhadap keluhan pasien, keadaan umum, tanda vital, serta tanda
komplikasi leptospirosis
2. Family Care
a. Memotivasi keluarga untuk menjaga lingkungan yang sehat dan bersih.
b. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai perjalanan penyakit
leptospirosis, pencegahan penularan dan pemantauan penyakit
leptospirosisberkelanjutan, sehingga mendukung kontrol dan pengobatan pasien.
c. Dukungan moral dari keluarga dalam pengendalian dan penyembuhanpenyakit
pasien, pemantauan penyakit leptospirosissecara berkelanjutan.
d. Memberikan anjuran kepada anggorta keluargalainnya yang berisiko tinggi untuk
pola hidup sehat dan menjaga kebersihan.
3. Community Care
a. Memotivasi lingkungan untuk menjaga lingkungan yang sehat dan bersih, karena
lingkungan yang tidak sehat akan memicu faktor risiko penyebaran penyakit
leptospirosis
b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakatmengenai penyakit leptospirosis, baik
tanda gejala penyakit tersebut dan perjalanan alamiahnya melalui penyuluhan.
c. Memotivasi komunitas untuk memberikan dukungan psikologis terhadap pasien
mengenai penyakitnya.
J. Flow Sheet
Tabel 2. Flow Sheet Tn. W (33tahun)
No Tanggal Problem Tanda Vital Planning
1 Kamis Demam N:100x/menit IVFD RL 30
13/12/2018 disertai rasa RR:20 tpm Diet lunak
08.30 menggigil, x/menit tinggi kalori
badan lemas, S:39.80 C tinggi protein
nyeri kepala, TD:110/80 Terapi lanjut
badan pegal
terutama pada
kaki.
2 Jumat Demam, N:89x/menit IVFD RL 20
14/12/2018 badan terasa RR:20 (terapi
07.00 linu-linu dan x/menit rumatan) tpm
kaku, nyeri S:38.60 C Diet lunak
kepala, badan TD: 120/70 tinggi kalori
masih lemas Igm tinggi protein
Leptospira: Terapi lanjut
(+)
3 Sabtu Demam terasa N:89x/menit IVFD RL 20
15/12/2018 naik turun, RR:20 (terapi
07.00 turun setelah x/menit rumatan) tpm
minum obat S:38,40 C Diet lunak
saja, badan TD: 120/70 tinggi kalori
terasa linu- tinggi protein
linu dan Terapi lanjut
lemas, nyeri
kepala,
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Ny.S adalah Dyad family dengan Tn.T (58 tahun) sebagai kepala keluarga yang
bekerja sebagai kuli bangunan.Ny. W (54 tahun) adalah istri dari Tn. T. Dapat
disimpulkan pada keluarga ini terdapat suami dan istri.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan antara pasien dengan keluarganya harmonis..
3. Fungsi Sosial
Saat sakit ini, pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Hubungan pasien dengan
tetangga sekitarnya cukup baik.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah kebawah. Pasien bekerja
sebagai kuli bangunandengan penghasilanRp1.000.000,00 sampai Rp 1.500.000,00 per
bulan. Pasien dan keluarga pasien hidup sedehana dalam mencukupi keperluan hidup sehari-
hari. Biaya pengobatan di sarana pelayanan kesehatan menggunakan BPJS.
Dapat disimpulkan bahwa bentuk keluarga Tn. T adalah Dyadfamily. Keluarga Tn. T
adalah keluarga yang cukup harmonis, dan merupakan keluarga dengan perekonomian kelas
menengah kebawah.
B. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R Score)
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini pasienmendapatkan dukungan berupa nasihat
dari keluarganya.Jika pasien menghadapi suatu masalah pasien menceritakan kepada istri dan
keluarganya.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain. Setiap ada permasalahan didiskusikan bersama dengan
anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan anggota keluarga berjalan dengan baik.
GROWTH
Antar anggota keluarga selalu mendukung pasien. Anggota keluarga selalu
mendukung pola makan, dan pengobatan yang dianjurkan demi kesehatan Tn. T.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan istriberjalan dengan lancar.
Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.Dalam hal mengekspresikan
perasaan atau emosi, antar anggota keluarga berusaha untuk selalu jujur. Apabila ada hal
yang tidak berkenan di hati, maka anggota keluarga akan mencoba untuk segera
menyampaikan tanpa dipendam, sehingga permasalahan dapat segera selesai.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga maupun dari
saudara-saudara. Pasien merasa senang apabila semuanya berkumpul di rumah walaupun hanya
untuk menonton televisi atau makan bersama.
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R Score dengan nilai
hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. A.P.G.A.R Score dilakukan pada
masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi
fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-4 = jelek, 4-6 = sedang, 7-10 = baik.
Kesimpulan :
Dalam keluarga Tn. W fungsi patologis yang positif adalah fungsi budaya, fungsi
ekonomi dan fungsi edukasi.
D. Family Genogram
76 th 72 th
54 th
58 th
34 th
32 th 29 th 27 th
Keterangan:
: pasien : perempuan
Tn. T Ny. W
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Tn. T dinilai harmonis dan saling
mendukung.
IV. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
Fungsi Fisiologis :
Sikap: Skor APGAR
Menganggap keluarga pasien
penyakit demam baik
biasa dan akan semuh
dengan obat yang Keluarga Tn. T
dibeli sendiri
Pelayanan
Kesehatan:
Jika sakit berobat
ke puskesmas
Tindakan:
Tidak mencuci
tangan dengan sabun
ketika ingin makan,
jarang menutup Penularan:
makanan di rumah, Keluarga pasien tidak
jarang menggunakan mengetahui penyakit
alas kaki saat bekerja, tersebut berasal dan
dapur yang tidak ditularkan melalui apa.
terjaga
kebersihannya.
Gambar 3. Faktor Perilaku dan Nonperilaku Keluarga
Keterangan :
= Faktor Perilaku
= Faktor Non-Perilaku
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Pasien tinggal di Desa Pernasidi RT 02 RW 02, Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas. Rumah Tn. T luasnya berukuran 11x12 m2, memilikiventilasi
udara seperti lubang angin, cahaya matahari yang masuk ke rumah cukup, lantai rumah
terbuat dari keramik dan plesteran semen pada bagian dapur, dinding sudah bertembok.
Rumah Tn. W berplafon namun usianya sudah tua.Keluarga mengakui sering
mendengar suara-suara tikus pada plafon. Jendela terdapat satu di setiap ruangan dan
sering dibuka. Pencahayaan pada setiap ruangan kamar kurang baik, dimana sulit membaca
di dalam ruangan tanpa penerangan tambahan, kebersihan rumah kurang dijaga dengan
baik.Tingkat kelembapan rumah dikatakan tidak terlalu lembab. Rumah terdiri dari 1
ruang tamu,1 ruang keluarga, 2tempat tidur, 1 ruang makan yang menyatu dengan
dapur, serta 1 kamar mandi. Terdapat kandang kambing tepat di sebelah rumah. Pasien
memasak dengan menggunakan kompor gas namun tak jarang pasien juga memasak
dengan menggunakan kayu bakar. Sumber air bersih berasal dari air sumur. Kamar
mandi dan toilet menyatu. Antara rumah pasien dan rumah tetangga saling berdekatan.
Jarak antar rumah sekitar 4 meter. Lingkungan tempat tinggal Tn. T merupakan
lingkungan pemukiman. Tempat sampah keluarga diletakkan di belakangrumah dan
tidak tertutup. Kesan: kebersihan rumah dan lingkungannya belum adekuat.
2. Denah Rumah
Dapur
Ruang
Kamar mandi, makan
ruang cuc baju
Ruang
keluarga
Kamar
tidur 2
Ruang
tamu
Kamar
tidur 1
A. Masalah medis :
1. Leptospirosis
B. Masalah nonmedis :
1. Pendapatan perkapita yang relatif kurang (Rp 1.000.000,00 – Rp 1.500.000,00).
2. Pasien sering lupa mencuci tangan sebelum dan setelah makan, maupun setelah
berkativitas diluar rumah
3. Pasien jarang memakai alas kaki saat bekerja
4. Pasien sering mandi di sungai
5. Pasien belum mengetahui faktor resiko,pola penularan, dan pengobatan mengenai
penyakit leptospirosis, begitupun dengan keluarga pasien.
6. Keadaan dan kebersihan lingkungan rumah yang kurang sehat,berdebu dan kamar mandi
yang kotorserta adanya kandang ayam dekat rumah.
C. Diagram Permasalahan Pasien
Kurangnya
pengetahuan baik
pasien maupun
keluarga menge
leptospirosis
Pasien sering lupa untuk
mencuci tangan sebelum
Tn. T, 58tahun dan setelah makan,
Ekonomi Leptospirosis memiliki kebiasaan tidak
menengah ke menutup makan dan dan
bawah bahan masakan, jarang
menggunakan alas kaki
saat bekerja.
D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks:
Tabel 8. Matrikulasi Masalah
I T R Jumla
No P S SB M Mo Ma h
Daftar Masalah
. n IxTx
R
Pengetahuan tentang
1 5 5 5 4 5 4 5 93,33
penyakit rendah
Perilaku tidak mencuci
tangan, jarang
2 5 5 4 3 4 5 5 65,38
menggunakan alas kaki,
sering mandi di sungai
Kondisi rumah dan
3 lingkungan sekitar yang 5 5 4 3 2 1 1 18,67
tidak sehat
Kondisi ekonomi keluarga
4. 4 5 5 1 1 1 1 4,67
adalah kelas menengah
kebawah
Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (ketersediaan sarana)
Kriteria penilaian:
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn. T adalah
sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang penyakit rendah
2. Perilaku pasien tidakmencuci tangan, jarang memakai alas kaki, sering mandi di sungai
3. Kondisi rumah dan lingkungan sekitar yang tidak sehat
4. Kondisi ekonomi keluarga adalah kelas menengah kebawah
Prioritas masalah yang diambil adalah tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang
penyakit yang diderita masih rendah.
VI. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA
A. Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh patogen
spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi di Jepang oleh Inada
setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun 1886. Weil menemukan bahwa
penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa,
serta kerusakan ginjal. Penyakit ini disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever,
Hemorrhagic jaundice, Mud fever,atau Swineherd disease (Andani, 2014).
Menurut WHO (2003), leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari
hewan ke manusia, sehingga penyakit ini digolongkan dalam zoonosis. Berdasarkan cara
transmisinya, leptospirosis merupakan salah satu direct zoonoses (host to host transmission)
karena penularannya hanya memerlukan satu vertebrata saja. Penyakit ini bisa berkembang
di alam pada hewan baik liar maupun domestik dan manusia merupakan infeksi terminal.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang terjadi terutama di negara-negara
tropis atau subtropis. Kejadian leptospirosis dikaitkan dengan perubahan iklim, masyarakat
dengan timpat tinggal kumuh, dan berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Gejala klinis yang
mungkin timbul bervariasi antar individu mulai dari gejala ringan hingga berat.
Leptospirosis terkadang jarang dilaporkan karena sulit untuk mendiagnosis secara klinis dan
keterbatasan fasilitas laboratorium (WHO, 2003).
B. Epidemiologi
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan
insidensi leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga didunia untuk mortalitas. Di Indonesia
leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Pada kejadian banjir besar di
Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian (Zein,
2009).
Leptospirosis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia terutama di daerah
rawan banjir. Musim penghujan dan banjir dikhawatirkan berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB) Leptospirosis. Kejadian luar biasa (KLB) Leptospirosis terjadi di
Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan pada tahun 2014. Peningkatan kasus terjadi di
Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta setelah terjadi banjir besar yang cukup lama. Menurut
Profil Data Kesehatan Indonesia Indonesia tahun 2011, leptospirosis di Indonesia mengalami
peningkatan baik jumlah kasus maupun kematian pada 3 tahun terakhir (2009-2011).
Dilaporkan pada tahun 2011, jumlah kasus sebanyak 857 orang, kasus meninggal 82 orang,
dan crude fatality rate (CFR) 9,57%. Provinsi Jawa Tengah adalah penyumbang kedua untuk
jumlah kasus (184 orang) dan kematian (33 orang) setelah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (Kemenkes, 2015).
Leptospirosis di Kabupaten Banyumas pertama kali terjadi di Kecamatan Kebasen
pada bulan Mei 2010. Tahun 2010 hanya terdapat satu kasus, namun tahun 2011 meningkat
menjadi 6 kasus, meliputi 1 kasus pada bulan Maret di Kecamatan Purwojati, 1 kasus pada
bulan Mei di Kecamatan Gumelar, 1 kasus di Bulan Juni di Kecamatan Kembaran, 1 kasus
pada Bulan November di Kecamatan Ajibarang, dan 2 kasus di Bulan Desember yang terjadi
di Kecamatan Banyumas dan Rawalo. Tahun 2012 menurun menjadi 3 kasus, meliputi 1
kasus terjadi pada bulan Juli di Kecamatan Sumpiuh, 1 kasus pada bulan Agustus di
Kecamatan Pekuncen, dan 1 kasus terjadi di bulan Juni di Kecamatan Cilongok. Tahun 2013
dilaporkan terdapat 4 kasus di bulan Mei yang terjadi di Kecamatan Sumpiuh. Pada tahun
2014, terjadi 4 kasus leptospirosis yaitu di 1 kasus di Kecamatan Kedung Banteng dan 4
kasus di Kecamatan Kemranjen. Terdapat peningkatan kejadian Leptospirosis pada tahun
2015 yaitu sebanyak 14 kasus. Sebanyak 2 kasus terjadi di Kecamatan Kalibagor, 2 kasus
terjadi di Kecamatan Sokaraja, 5 kasus di Kecamatan Pekuncen, 1 kasus di Kecamatan
Rawalo, 2 kasus di Kecamatan Patikraja, 1 kasus di Kecamatan Purwokerto Barat, dan 1
kasus di Kecamatan Kebasen. Sampai bulan Juni 2016 sudah terjadi 7 kasus Leptospirosis di
Kabupaten Banyumas yaitu 1 kasus di Kecamatan Purwokerto Selatan, 4 kasus di Kecamatan
Somagede, 1 kasus di Kecamatan Banyumas, dan 1 kasus di Kecamatan Cilongok (Rejeki et
al, 2013; Dinkes Banyumas, 2016).
C. Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh kontak dengan air, tanah, dan lumpur yang tercemar
oleh bakteri Leptospira, atau konsumsi makanan yang terkontaminasi. Leptospira masuk
melalui kulit yang terluka atau membran mukosa. Menurut aspek cara transmisinya
Leptospirosis merupakan salah satu direct zoonosis (host to host transmision) karena
penularannya hanya memerlukan satu vertebrata. Penularan pada manusia merupakan
infeksi terminal. Dari aspek ini penyakit ini termasuk golongan anthropozoonoses karena
manusia merupakan “dead end” infeksi (Widarso et al., 2008).
Leptospira merupakan bakteri yang patogenik dan saprofitik. Bakteri patogenik
merupakan bakteri yang memiliki potensial untuk menyebabkan penyakit pada hewan dan
manusia. Bakteri saprofitik merupakan bakteri yang hiduo bebasa dan biasanya tidak
menyebabkan penyakit. Leptopira yang patogenik dapat hidup di tubulus renalis paha hewan
tertentu. Leptopira saprofitik dapat ditemukan di daerah yang lembab dan basah yaitu
berkisar antara permukaan air, lumpur, hingga air keran. Saprofitik halofilik (salt-loving)
dapat ditemukan di air laut (Widarso et al., 2008).
Leptospirosis berbentuk spiral, hal yang membedakan dengan spirochaeta lainnya
adalah adanya kait pada ujungnya. Leptospira masuk dalam ordo Spirochaetales, family
Leptospiraceae, dan genus Leptospira. Bakteri ini memiliki panjang 6-20 µm dan diameter
0,1 µm. Bakteri ini terlalu kecil untuk dilihat dibawah mikroskop biasa sehingga hanya
dapat dilihat dibawah mikroskop lapangan gelap. Semua leptospirosis terlihat sama saja
denga sedikit perbedaan minor sehingga melihat morfologinya saja tidak akan bisa
membedakan antara leptospira patogenik, saprofitik, atau antara sesama jenis leptospira
patogenik (Widarso et al., 2008).
Penularan dapat terjadi melalui kontak melalui mukosa atau kulit yang terluka
dengan air, tanah yang lembab, atau vegetasi yang terkontaminasi urin hewan yang
terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui ingesti atau inhalasi dari makanan yang terkena
urin reservoir. Maksa inkubasi biasanya terjadi sekitar 10 hari (2-30 hari) (Widarso et al.,
2008).
Bakteri leptospira dapat hidup dan berkembang biak dalam tubuh hewan tertentu
yang selanjutnya disebut sebagai reservoir. Beberapa hewan vertebrae merupakan host alami
bakteri leptospira yang hidup di ginjal mereka. Walaupun leptospirosis tidak membahayakan
bagi host alaminya namun tetap dapat menimbulkan infeksi bagi manusia. Setelah
menginfeksi hewan, leptospira akan beredar mengikuti aliran darah dan menginvasi jaringan
dan organ. Sistem imun hewan reservoir diharapkan dapat mengeliminasi bakteri leptospira,
namun bakteri ini dapat bertahan dalam tubulus ginjal dan terbuang melalui urin hewan
tersebut (Widarso et al., 2008).
E. Penegakan Diagnosis
Infeksi dapat asimptomatik, tetapi pada 5-15% kasus dapat berat atau fatal. Masa
inkubasi leptospirosis 7-12 hari. Perjalanan peyakit secara klasik bifasik, yaitu fase
bakteremik akut diikuti fase imun, pada kasus beratkedua fase ini bergabung, pada kasus
ringanfase imun mungkin tidak terjadi. Manifestasiklinis leptospirosis secara umum
terbagidua, yaitu penyakit anikterik yang self limiteddan penyakit ikterik (Penyakit Weil)
dengantampilan lebih berat.
Leptospirosis Anikterik
Fase akut dicirikan oleh demam awitan mendadak, menggigil, nyeri kepala
retroorbita, anoreksia, nyeri perut, mual dan muntah. Demam sering melebih 40 C dan
didahului kekakuan. Terdapat juga myalgia dengan karakteristik nyeri tekan betis,
paha,abdomen, dan regio paraspinal (lumbosakral),jika mengenai regio leher dan kuduk
akanmenyerupai meningitis. Nyeri tekan abdomendapat menyerupai akut abdomen. Pada
kasusringan demam akan menghilang setelah 3-9hari.Injeksi konjungtiva biasanya muncul
2-3hari setelah awitan demam dan melibatkankonjungtiva bulbi. Tidak ada pus
ataupunsekret serosa dan tidak ada perlengketanbulu mata dan kelopak mata. Dapat
puladitemukan injeksi faring, splenomegali,hepatomegali, limfadenopati, dan lesi
kulit,namun jarang dan tidak jelas.Sebagian besar pasien menjadi asimptomatikdalam 1
minggu. Setelah beberapa hari (2-3hari), pada beberapa pasien gejala kembalimuncul,
disebut fase kedua atau faseimun. Leptospira hilang dari darah, cairanserebrospinal, dan
jaringan, namun munculdi urin (leptospiruria). Muncul antibody IgM, karena itu disebut fase
imun. Gejalautama fase ini adalah meningitis pada 50%kasus, meskipun pleiositosis pada
cairanserebrospinal dapat ditemukan pada 80-90%pasien pada minggu kedua. Dapat
terjadipula neuritis optik dan neuropati perifer.Uveitis biasanya merupakan manifestasi
yangmuncul belakangan, 4-8 bulan setelah awitanpenyakit.
Leptospirosis Ikterik (Penyakit Weil)
Penyakit Weil merujuk pada leptospirosis beratdan mengancam nyawa, dicirikan
oleh ikterus,disfungsi ginjal, dan perdarahan. Meskipunikterus merupakan tanda utama,
kematianbukan disebabkan oleh gagal hati. Prognosistidak ditentukan oleh derajat ikterus,
namun oleh adanya ikteru karena semua kematianpada leptospirosis terjadi pada kasus
ikterik.Ikterus tampak pertama kali antara hari kelimahingga kesembilan, intensitas
maksimum4 atau 5 hari kemudian dan terus berlanjutselama rata-rata 1 bulan. Mayoritas
pasienmemiliki hepatomegali dan nyeri ketok pada perkusi hati menunjukkan penyakit
masihaktif.
Perdarahan kadang terjadi pada kasus anikteriktetapi paling sering pada penyakit
yang berat.Manifestasi perdarahan yang paling seringadalah purpura, petekie, epistaksis,
perdarahangusi, dan hemoptisis minor. Kematian dapatterjadi akibat perdarahan subaraknoid
danperdarahan masif saluran cerna. Adanyaperdarahan konjungtiva sangat bergunauntuk
diagnostik, dan jika disertai sklera ikterikdan injeksi konjungtiva, merupakan temuanyang
sangat sugestif untuk leptospirosis.
Semua bentuk leptospirosis dapatmenyebabkan disfungsi ginjal. Gambaranmulai dari
yang ringan berupa proteinuriaringan dan abnormalitas sedimen urin hinggaberat berupa
cedera ginjal akut. Yang seringditemukan adalah gagal ginjal non-oliguriadengan
hipokalemia ringan (41-45% kasus).Anuria total dengan hiperkalemia merupakan tanda
prognostik buruk (Leptospirosis Clinical Practice Guidelines, 2010). Gangguankesadaran
pada leptospirosis berat biasanyadisebabkan oleh ensefalopati uremikum, padakasus
anikterik biasanya disebabkan ensefalitisaseptik. Pada pasien penyakit Weil yangberhasil
bertahan, fungsi ginjal akan kembalinormal (Watt, 2013; Daher et al., 2010).
Pemeriksaan Laboratorium
Leptospira dapat diisolasi dari sampel darah dancairan serebrospinal pada hari
ketujuh hinggakesepuluh sakit, dan dari urin selama minggukedua dan ketiga. Kultur dan
isolasi masihmenjadi baku emas, dapat mengidentifikasiserovar, tetapi membutuhkan media
khususdengan waktu inkubasi beberapa minggu,dan membutuhkan mikroskop
lapangangelap, sehingga tidak sesuai untuk perawatanindividual. Sejumlah metode deteksi
DNAleptospira dengan reaksi rantai polymerase lebih sensitif daripada kultur, dan
dapatmemberikan konfirmasi diagnosis lebih awalpada fase akut, namun belum menjadi
standarrutin.
Respons antibodi IgM yang kuat, munculsekitar 5-7 hari setelah awitan gejala,
dapatdideteksi menggunakan beberapa ujikomersial berbasis ELISA, aglutinasi latex
danteknologi uji cepat imunokromatografik. Uji serologi ini mendeteksi antibodi IgM
yangspesifik terhadap genus Leptospira. Tetapiuji ini sensitivitasnya rendah (63-72%) pada
sampel fase akut (penyakit kurang dari 7 hari). Jika sampel serum diambil setelah
hariketujuh, sensitivitas meningkat menjadi >90%.Oleh karena itu, sampel kedua
hendaknyadiambil pada kasus tersangka leptospirosisdengan hasil awal negatif atau
meragukan.Antibiotik yang diberikan sejak awal penyakitmungkin menyebabkan respons
imun danantibodi tertunda. IgM positif menunjukkanleptospirosis saat ini atau baru terjadi,
namunantibodi IgM dapat tetap terdeteksi selamabeberapa tahun.
Pada uji aglutinasi mikroskopik, peningkatantiter empat kali lipat dari serum akut
kekonvalesens merupakan konfirmasi diagnosis.Akan tetapi metode ini kompleks,
deteksiantibodi terhadap suspensi antigen hidup dengan cara serum pasien diencerkan
laludiletakkan pada panel leptospira patogenik
hidup. Hasilnya dilihat pada mikroskoplapangan gelap dan diekspresikan
sebagaipersentase organisme yang dibersihkandari lapang pandang melalui aglutinasi.
Ujihanya dilakukan di laboratorium rujukan,dapat memberikan informasi mengenaiserovar
yang diduga menginfeksi, sehinggamemiliki nilai epidemiologis. Di daerahendemis, titer
yang meningkat hanya sekaliharus diinterpretasikan secara hati-hati karenaantibodi bertahan
selama bertahun-tahunsetelah infeksi akut. Reaksi silang juga dapatterjadi pada sifilis,
hepatitis virus, HIV, relapsingfever, penyakit Lyme, legionellosis, dan penyakitautoimun.
Pemeriksaan mikroskopiklangsung dari sampel klinis bernilai diagnostic kecil, pewarnaan
imunohistokimia dari spesimen otopsi sangat berguna (Day & Edwards, 2010).
Mengingat sulitnya konfirmasi diagnosisleptospirosis, dibuatlah sistem skor
yangmencakup parameter klinis, epidemiologis, dan laboratorium. Berdasarkankriteria Faine
yang dimodifikasi, diagnosispresumtif leptospirosis dapat ditegakkan jika:
(i) Skor bagian A atau bagian A + bagian B =26 atau lebih; atau
(ii) Skor bagian A + bagianB + bagian C = 25 atau lebih.
Skor antara 20dan 25 menunjukkan kemungkinan diagnosisleptospirosis tetapi belum
terkonfirmasi.
Tabel 10. Kriteria Faine yang dimodifikasi (Kumar, 2013)
Bagian A : Data Klinis Skor
Sakit kepala 2
Demam 2
Jika demam, suhu 39 C atau lebih 2
Injeksi konjungtiva (bilateral) 4
Meningismus 4
Myalgia (khususnya otot betis) 4
Injeksi konjungtiva + myalgia + meningismus 10
Ikterus 1
Albuminuria atau retensi nitrogen 2
Hemoptysis atau dyspnea 2
Bagian B : Faktor epidemiologis Skor
Curah hujan 5
Kontak dengan lingkungan terkontaminasi 4
Kontak dengan binatang 1
Bagian C : Temuan bakteriologis dan laboratorium Skor
Isolasi leptospira pada kultur Diagnosis pasti
PCR 25
Serologi positif
ELISA IgM positif, SAT* positif; rapid test lain***, 15
satu kali titer tinggi pada MAT** (masing-masing dari
ketiga pemeriksaan ini harus diberikan nilai)
Peningkatan titer MAT** atau serokonversi (serum yang 25
berpasangan)
* SAT: Slide agglutination tes; **MAT: Microscopic agglutination test; *** Latex
agglutination test/ Leptodipstick/ Lepto Tek lateral flow/ Lepto Tek Dri-Dot test.
F. Komplikasi
Komplikasi paru yang paling sering pada leptospirosis adalah sindrom perdarahan
paru berat terkait leptospirosis (severe pulmonary hemorrhagic syndrome/ SPHS) danacute
respiratory distress syndrome (ARDS).Komplikasi ini dapat terjadi dengan atautanpa ikterus
ataupun gagal ginjal. Hemoptisismerupakan tanda utama, namun biasanyatidak jelas hingga
pasien diintubasi. Faktorrisiko komplikasi paru adalah keterlambatan pemberian antibiotik
dan trombositopenia pada awitan penyakit (Watt, 2013; 3). Perdarahan paru
terjadi akibat vaskulitis, juga dapat dikaitkandengan trombositopenia dan koagulopati
konsumtif (7). Kematian akibat leptospirosisterjadi pada 10-15% kasus, biasanya
akibatperdarahan paru, gagal ginjal, atau gagaljantung dan aritmia akibat miokarditis (5).
G. Tatalaksana
Antibiotik hendaknya diberikan pada semua pasien leptospirosis pada fase penyakit
mana pun. Pada kasus ringan obat terpilih adalah doksisiklin. Obat alternative adalah
amoksisilin dan azitromisin dohidrat. Pasien sakit berat hendaknya dirawat inap. Antibiotic
terpilih pada leptospirosis sedang-berat adalah penicillin G. Obat alternatif di
antaranyasefalosporin generasi ketiga (seftriakson,sefotaksim) dan azitromisin
dihidratparenteral. Antibiotik harus diberikan selama 7hari, kecuali azitromisin dihidrat
selama 3 hari.
Tabel 2. Dosis antibiotik rekomendasi untuk leptospirosis
Leptospirosis Ringan Leptospirosis Sedang-Berat
Antibiotik Dosis Antibiotik Dosis
Agen Lini Pertama
Doksisiklin 100 mg 2 kali Penisilin G 1,5 jt unit setiap 6-
sehari per oral 8 jam
Agen Alternatif
Amoksisilin 500 mg 4 kali Ampisilin iv 0,5 – 1 g setiap 6
sehari atau 1 g jam
setiap 8 jam per
oral
Ampisilin 500-750 mg 4 kali Azitromisisn 500 mg sekali
sehari dihidrat sehari selama 5
hari
Azitromisisn Inisial 1 g, Seftriakson 1 g setiap 24 jam
dihidrat dilanjutkan 500 mg
per hari untuk 2
hari berikutnya Sefotaksim 1 g setiap 6 jam
K. Pencegahan
Pencehagan infesi menggunakan doksisiklin 200 mg 1 kali seminggu dapat bermanfaat
pada orang berisiko tinggi untuk periode singkat, misalnya anggota militer dan pekerja
agrikultur tertentu. Antibiotic dimulai 1 sampai 2 hari sebelum paparan dan dilanjutkan
selama periode paparan (3). Infeski leptospira hanya memberikan imunitas spesifik serovar,
sehingga dapat terjadi infeksi berikutnya oleh serovar berbeda. Leptospirosis di daerah tropik
suli dicegah karena banyaknya hewanreservoir yang tidak mungkin dieliminasi.Banyaknya
serovar menyebabkan vaksinspesifik serovar kurang bermanfaat. Padakondisi ini, cara paling
efektif adalahmenyediakan sanitasi yang layak di komunitas daerah kumuh perkotaan (1).
Pada orang yang sudah terpapar denganleptospira, masih dapat diberikan terapiprofilaksis
pasca-paparan; digunakandoksisiklin disesuaikan berdasarkan risikoindividu (3).
VII. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Tn. T adalah seorang pasien yang didiagnosis leptospirosis
1. Aspek Personal
Idea : Pasien mengeluhdemam hingga mengigil disertai nyeri kepala, mata
merah, badan terasa pegal pada bagian kaki
Concern : Pasien merasa badannya demam, tidak nyaman dan lemas, keluarga
pasien khawatir kondisi pasien semakin memburuk.
Expectacy : Pasien dan keluarga pasien mempunyai harapan agar penyakit pasien
dapat segera sembuh dan dapat segera beraktivitas kembali
Anxiety :Pasien dan keluarga pasien khawatir penyakit pasien tidak sembuh-
sembuh dan jatuh ke kondisi yang lebih berat
2. Aspek Klinis
Diagnosis : Leptospirosis
Gejala klinis yang muncul :demam hingga mengigil, nyeri kepala, mata merah,
badan lemas dan terasa pegal pada kaki
Diagnosa banding : Demam tifoid, DHF
3. Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
a. Kebiasaan pasien lupa untuk mencuci tangan sebelum dan setelah makan. Maupun
setelah beraktivitas di luar rumah.
b. Kebiasaan tidak menutup makanan di rumah
c. Kebiasaan jarang menggunakan alas kaki saat bekerja
d. Kebiasaan sering mandi di sungai
4. Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Status sosial ekonomi keluarga pasien yang rendah, menyebabkan kondisi hunian
tidak memenuhi kriteria rumah sehat dan buruknya lingkungan, antara lain
pencahayaan, ventilasi, dan plafon, kebersihan dan keadaan lingkungan rumah secara
umum yang kurang sehat.
b. Rumah yang bersebelahan dengan kandang ayam juga memudahkan tercemarnya
lingkungan rumah oleh kotoran ayam.
c. Banyaknya tikus yang terdapat disekitaran rumah pasien menjadi factor risiko
penularan penyakit ini. Pasien mengaku dirumahnya terdapat banyak tikus yang
berkeliaran di atap rumah. Sebelum terkena sakit pasien sempat mengambil bahan
makanan yang diambil oleh tikus. Pasien mengaku lupa mencuci tangan setelah itu.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 3, karena pasien mulai terganggu dalam
melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari seperti biasanya.
B. Saran
1. Pemberian penyuluhan dengan materi utama pada penyuluhan dan edukasi yang
diberikan kepada pasien dan keluarga beserta warga yang berada di lingkungan sekitar
adalah mengenai pengertian, penyebab, cara penularan, tanda dan gejala, serta
penanganan dan pencegahan leptospirosis.
2. Penyuluhan materi selanjutnya adalah mengenali pengendalian penularan leptospira yang
biasa berada pada genangan-genangan air, dan tikus-tikus yang ada di rumah
3. Menyarankan untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah, menghilangkan genangan-
genangan air yang ada disekitar rumah dan menggunakan alat pelindung diri saat
beraktivitas disekitar rumah.
DAFTAR PUSTAKA