Anda di halaman 1dari 5

Nilai-Nilai Pendidikan dalam Film

“LASKAR PELANGI”
Deskripsi Karakteristik Tokoh Novel Laskar Pelangi dari Sisi Pendidikan

Sebelum melakukan telaah nilai-nilai pendidikan pada suatu karya sastra dalam hal ini novel
diperlukan adanya langkah pendeskripsian karakteristik dari masing-masing tokoh. Hasil deskripsi
karakter itu dipakai sebagai bahan penganalisisan ada tidaknya nilai-nilai pendidikan yang dikandung
pada hasil karya novel itu.

Pada pembahasan artikel yang singkat ini tidak semua tokoh akan dianalisis karakternya, hanya dipilih
beberapa tokoh saja. Pemilihan tokoh yang ditampilkan dalam pembahasan dilakukan dengan
pertimbangan pada kunci pemeranan yang dibawakan oleh tokoh berkaitan dengan tema artikel.
Tokoh utama yng ditampilkan adalah Lintang dan Mahar sedangkan tokoh figuran yang erat kaitannya
dengan tokoh utama adalah Bu Muslimah, Pak Harfan, dan anggota Laskar Pelangi yang tidak cukup
kalau dibicarakan satu per satu.

Lintang
Lintang adalah seorang anak yang luar biasa. Bisa dibayangkan, ia rela untuk menempuh jarak berkilo-
kilo hanya untuk sekolah, seperti para orang tua-orang tua kita dulu. Dia menempuh jarak yang jauh
dengan bersepeda tetapi ia selalu yang pertama datang ke sekolah. Pada tahun ajaran pertama, ia
juga yang pertama kali mendaftar sebagai siswa SD Muhammadiyah. Tidak hanya itu saja, dia rela
menempuh rintangan apa pun demi untuk masuk sekolah. Hal ini dapat dilukiskan dalam cuplikan
berikut.

Lintang memang tidak mempunyai pengalaman emosional dengan Bodenga seperti yang aku alami,
tapi bukan bau sekali itu ia dihadang buaya dalam perjalanan ke sekolah. Dapat dikatakan tak jarang
Lintang mempertaruhkan nyawa demi menempuh pendidikan , namun tak sehari pun ia pernah bolos.
Delapan puluh kilometer pulang pergi ditempuhnya dengan sepeda setiap hari. Tak pernah mengeluh.
Jika kegiatan sekolah berlangsung sampai sore, ia akan tiba malam hari dirumahnya seperti aku
merasa ngeri membayangkan perjalanannya (Hirata, 2008:93-94).

Mahar
Mahar, Sang Seniman kecil yang kreatif. Karyanya telah mengantarkan sekolah bobrok itu menjadi
juara karnaval dan mengalahkan sekolah-sekolah yang bonafit. Mahar telah mengajarkan betapa
suatu karya yang bagus bisa dihasilkan dengan cara-cara yang sederhana tanpa menguras banyak uang.
Hal,ini dilukiskan dalam cuplikan berikut.
Dan tibalah hari karnaval. Hari yang sangat mendebarkan. Mahar merancang pakaian untuk cheetah
dengan bahan semacam terpal yang dicat kuning bertumpul-tumpul sehingga dua puluh orang adik
kelasku benar-benar mirip hewan itu. Wajah mereka dilukis seperti kucing dan rambut mereka dicat
kuning menyala-nyala dengan bahan wantek (Hirata, 2008:31).

Ayah Lintang

Dia menggambarkan seorang ayah yang baik, tulus, dan sederhana. Mencurahkan semua kasih
sayangnya kepada anaknya. Kasih sayang itu lebih-lebih dalam hal pendidikan dan mendidik anak,
agak kelak dapat merubah nasib keluarganya. Hal ini terlukias dalam cuplikan berikut.
Agaknya selama turun menurun keluarga laki-laki cemara angin itu tak mampu terangkat dari endemik
kemiskinan komunitas Melayu yang menjadi nelayan. Tahun ini beliau menginginkan perubahan dan
ia memutuskan anak lelaki tertuanya Lintang, tak akan menjadi seperti dirinya. (Hirata, 2008:11)

Ibu Muslimah

Bu Mus rela menolak tawaran mengajar di SD yang bonafit demi SD bobrok tempat mendidik orang-
orang miskin. Sungguh sikap ini punya Nilai keluhuran yang tinggi. Dalam perjalanannya begitu banyak
rintangan yang dihadapi Bu Mus, tetapi ia dengan tegar tetap bertahan mengajar di SD bobrok. Bu
Mus sejak awal cerita ia menunjukkan sikap ingin sekali supaya SD itu tetap dibuka, beliau bahkan
berniat mencari satu orang siswa lagi supaya cukup memenuhi syarat sepuluh. Hal ini dilukiskan dalam
cuplikan berikut.

Namun, senyum Bu Mus adalah senyum getir yang dipaksakan karena tampak jelas beliau sedang
cemas. Wajahnya tegang dan gerak geriknya gelisah. Ia berulang kali menghitung jumlah anak-anak

Nilai-Nilai Pendidikan yang Diperankan Tokoh Novel Laskar Pelangi

Bertolak pada deskripsi karakteristik tokoh novel Laskar Pelangi dan dihubungkan dengan nilai-nilai
pendidikan yang telah diuaikan di muka, pada bagian ini dilakukan peninjauan nilai-nilai pendidikan
masing-masing tokoh dengan berbagai penafsirannya. Menurut George F. Kneller (dalam Suwarno,
2006:20), pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai
tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik
individu. Dalam arti sempit, pendidikan adalah suatu proses mentransfirmasikan pengetahuan, nilai-
nilai, dan keterampilan-keterampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat
melaui lembaga pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga lain. Penafsiran
nilai-nilai pendidikan dari masing-masing tokoh, dapat penulis di bawah ini.

Lintang
Motivasi belajar dari diri Lintang sangat luar biasa, keinginan kuat untuk menuntut ilmu membuat dia
rela melakukan apapun agar bisa sekolah. Lintang begitu bersahaja di sekolah. Ia memperhatikan
dengan seksama semua yang ada di sekelilingnya. Segala sesuatu yang menghalanginya untuk sampai
ke sekolah ia singkirkan. Apapun itu, tak akan mampu menghalangi Lintang untuk bersekolah. Ia tetap
memiliki semangat untuk sampai ke sekolah meski ia dihadang oleh buaya yang besar. Lintang tak mau
kalah dengan buaya. Ia tidak akan membolos hanya gara-gara dihadang buaya. Meskipun ia sadar
bahwa dirinya akan terlambat sampai di sekolah, ia akan tetap berangkat ke sekolah. Bukan sekali saja
Lintang dihadang buaya. Tetapi ia tetap tak pernah membolos. Keinginannya menuntut ilmu
mengalahkan rasa lelahnya mengayuh sepeda sepanjang delapan puluh kilometer pulang pergi. Segala
bentuk halangan dan rintangan tak mampu menyurutkan langkah Lintang untuk bersekolah.
Mahar
Mahar seorang siswa yang sekaligus Sang Seniman kecil yang kreatif. Karyanya telah mengantarkan
sekolah bobrok itu menjadi juara karnaval dan mengalahkan sekolah-sekolah yang bonafit. Mahar
telah mengajarkan betapa suatu karya yang bagus bisa dihasilkan dengan cara-cara yang sederhana
tanpa menguras banyak uang. "Serahkan semuanya pada Alam" kata-kata yang lucu walau agak
menggetarkan dan mengingatkanku dengan Hukum terbesar Alkemis. Jika Kau benar-benar
menginginkan sesuatu maka Alam semesta akan bersatu untuk membantumu. Memunculkan sesuatu
yang luar biasa dari hal yang sederhana adalah Tipikal Jenius yang kreatif.

Ayah Lintang
Dia menggambarkan seorang ayah yang baik, tulus, dan sederhana. Gaya hidup sederhana bukan
berarti merasa rendah diri yang berlebihan, tetapi justru harus berjiwa besar. Senada yang
diungkapkan Fitria (2008:44) bahwa gaya hidup sederhana harus dilandasi sikap kesederhanaan
pribadi individu manusia sebagai pelakunya. Selain sikap tersebut ayah Lintang juga mencurahkan
semua kasih sayangnya kepada anaknya. Kasih sayang itu lebih-lebih dalam hal pendidikan dan
mendidik anak, agak kelak dapat merubah nasib keluarganya. Ayah Lintang selalu mendukung
pendidikan anaknya dengan cara-caranya sendiri. Dia tidak menginginkan nasib anaknya sama dengna
nasibnya. Menjadi seorang nelayan dan buruh pendulang timah. Lintang bisa mengubah nasib
keluarganya.

Ibu Muslimah

Bu Muslimah rela menolak tawaran mengajar di SD yang bonafit demi SD bobrok tempat mendidik
orang-orang miskin. Sungguh sikap ini punya Nilai keluhuran yang tinggi. Dalam perjalanannya begitu
banyak rintangan yang dihadapi Bu Mus, tetapi ia dengan tegar tetap bertahan mengajar di SD bobrok.
Bu Mus sejak awal cerita ia menunjukkan sikap ingin sekali supaya SD itu tetap dibuka, beliau bahkan
berniat mencari satu orang siswa lagi supaya cukup memenuhi syarat sepuluh. Bu Muslimah seorang
sosok guru yang ramah, sabar dan telaten. Beliau bisa menjalankan peran guru dengan sempurna
meskipun ditugaskan di sekolah pinggiran. Sikap perjuangannya sebagai pahlawan tanda jasa yang
real digaji dengan beras lima belas kilogram setiap bulannya.

Pak Harfan

Guru juga merupakan sosok penting yang memberikan motivasi dalam belajar. Dengan segala
keterbatasan yang ada, para siswa bisa merasa begitu bahagia. Pak Harfan menanamkan semangat
belajar yang tinggi kepada anak didiknya. Ia mengajarkan keberanian, semangat, dan kerja keras untuk
mencapai cita-cita. Ia mengajarkan juga bahwa hidup haruslah berusaha memberi sebanyak-
banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya. Beliau adalah gambaran yang mewakili para orang
bijak. Idealisme yang begitu menawan dengan keyakinan yang luar biasa benar-benar membuat SD itu
tetap berdiri walau hanya punya sepuluh murid.
Pemanfaatan Nilai-Nilai Pendidikan Novel Laskar Pelangi pada Pembelajaran Sastra
Sebelum membahas pemanfaatan nilai-nilai pendidikan novel Laskar Pelangi dari sisi pembelajaran,
ada sebaiknya penulis uraikan terlebih dahulu sekilas hakekat karya sastra serta pandangan
pembelajaran sastra secara umum sebagai dasar pijakan untuk membahas pemanfaatan nilai-nilai
pendidikan novel Laskar Pelangi dari sisi pembelajaran. Pada hakekatnya karya sastra pada setiap
jenisnya mengandung kepekaan-kepekaan baik dari sisi lambang bahasa yang digunakan maupun
representasinya. Karya sastra sarat akan muatan memetik dan gambaran lingkungan kehidupan
masyarakat. Karena itu untuk menikmati karya sastra harus dihayati dari relung hati yang mendalam,
dan tidak hanya sekedar dipahami dari unsur luarnya saja, seperti apa adanya yang dituliskan dalam
hasil karya sastra (Grace, 1965:29).

Seiring dengan konsep dasar hakekat sastra tersebut, kurikulum KTSP memberikan landasan
mengenai tujuan pembelajaran sastra sebagai berikut: Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk
meningkatkan kemajuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra
berkaitan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal dan kepekaan terhadap masyarakat,
budaya, dan lingkungan hidup (KTSP SMK Muhammadiyah 2 Malang, 2006). Seperti telah diuraikan di
muka, mengenai kakekat karya sastra novel Laskar Pelangi sebagai pada umumnya mengapstraksikan
gambaran masyarakat. Oleh karena itu dalam menghayati dan mengapresiasi novel tersebut tidak
hanya sekedar dinikmati dari sisi luarnya saja, tetapi harus dipahami secara mendalam nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Dari telaah pendidikan karekter masing-masing tokoh, novel Laskar Pelangi
akan dapat memberikan pelajaran pada siswa, guru, wali murid maupun institusi pendidikan sebagai
berikut.
Novel Laskar Pelangi memberikan pelajaran pada siswa untuk lebih tekun dalam menuntut ilmu. Pada
kahehatnya seberapa tingkat keberhasilan siswa dapat ditentukan dari sejauh mana dia mau berusaha.
Di contohkan melaui tokoh Lintang. Dia menempuh jarak yang jauh dengan bersepeda tetapi ia selalu
yang pertama datang ke sekolah. Semua itu dengan adanya motivasi internal yang muncul pada
dirinya. Kita kembalikan pada kenyataan remaja sekarang ini, sudahkah tokoh Lintang tersebut
tertanam pada setiap generasi muda kita?

Novel Laskar Pelangi jua mengunggkap betulusan para pendidik dalam mengemban tanggung-
jawabnya. Dilukiskan dalam tokoh tersebut Bu Mus dan Pak Harfan. Sudahkah nilai-nilai luhur dan
pancasila termin oleh guru-guru kita saat ini? Sungguh sikap Bu Muslimah dan Pak Harfan punya Nilai
keluhuran yang tinggi. Dalam perjalanannya begitu banyak rintangan yang dihadapi Bu Mus, tetapi ia
dengan tegar tetap bertahan mengajar di SD bobrok. Kalau kita kembalikan pada fakta-fakta saat ini
mungkin hanya ada seribu satu yang memiliki nilai-nilai lugur dari mereka.
Novel ini memberi suri tauladan bagi para orang tua murid untuk peduli terhadap keberhasilan
pendidikan. Ayah Lintang contohnya, ia tetap menyekolahkan anaknya meskipun keadaan ekonomi
keluarganya sulit dan jarak rumah dengan sekolah pun berpuluh-puluh kilometer yang hanya
ditempuh dengan sepeda. Kita bandingkan dengan kenyataan saai ini. Para orang tua murid tidak
peduli terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-
masing sehingga anak-anak merekan terlantarkan. Kiranya novel Laskar Pelangi ini dapat menjadi suri
tauladan bagi mereka para orang tua murid. Kondisi fisik gedung-gedung sekolah saat ini jauh lebih
megah dari pada sekolah SD Muhammadiyah yang dilukiskan dalam novel Laskar Pelangi di atas.

Namun demikian, sepertinya tidak sedikit dari mereka yang bisa mengoptimalkan fungsi dari fasilitas
yang ada. Kita bayangkan gambaran SD Muhammadiyah Bangunan yang seperti mau roboh dan kalau
malam jadi kandang kambing, Guru yang awalnya hanya tiga orang hingga akhirnya tinggal satu orang,
fasilitas yang serba kekurangan bahkan tidak ada sama sekali. Sudahkan hal tersebut ada dalam diri
kita masing-masing? Dengan demikian, marilah kita sebagai gererasi penerus bangsa baik sebagai
siswa, guru, wali murid, maupun lembaga-lembaga yang peduli terhadap pendidikan saling berbenah
diri. Saling menata dan intropeksi diri, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.

KESIMPULAN

Bagian ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dan saran berdasarkan uraian dan pembahasan
novel Laskar Pelangi dari sisi kajian pendidikan. Pertama, dari masing-masing karakter tokoh tersirat
banyak hal tentang kebersamaan, kepatuhan, keteguhan, dan segala hal tentang aspek kehidupan
orang-orang yang selama ini dapat dikatakan korban ketamakan dari "yang berkuasa di suatu daerah".
Kedua, nilai-nilai kehidupan khususnya pendidikan misalnya sikap optimisme atau keyakinan kuat bisa
membawa keberhasilan. Namun, kita juga harus menyadari bahwa semua cita-cita dapat tercapai,
sehingga kita tidak boleh putus asa, maka dari itu kita tetap optimis dalam menyongsong masa depan.
Ketiga, nilai-nilai pendidikan dalam novel Laskar Pelangi ini, sangat tepat jika dimanfaatkan dan
diimplementasikan dalam pembelajaran sastra.
Sehubungan dengan hasil analisis kajian ini dapat disarankan bahwa analisis ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pembelajaran sastra. Khususnya, pada pembelajaran bahasa Indonesia SMP kelas IX
terdapat salah satu kompetensi dasar yang berbunyi: Siswa mampu menemukan nilai-nilai kehidupan
pada novel. Oleh karena itu, analisis ini relevan dengan tujuan pembelajaran sehingga dapat
dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan materi pembelajaran
DAFTAR RUJUKAN

1). Zainure. 2008. Laskar Pelangi dan Fenomena Kehidupan


kita.(http://zain*urie.wordpress.com/2008/10/14/laskar-pelangi-dan-fenomena-
pendidikan kita/)Diakses)Selasa 24 Maret 2010.
2). Sumarno, Wasty. 1994. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka cipta.

3). Mukaromah. 2002. Belajar dan Pembelajaran 1. Malang: FKIP Unisma.

4). Machfudz, Imam. 2001. "Telaah Psikologis Novel Sama dan Pemanfataannya dalam
Pembelajaran". Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 14 (2). 20-36.

5). Hasan, Zaini. 1990. "Karakteristik Penilaian Kualitatif" dalam Penelitian Kualitatif dalam Bidang
Bahasa dan Sastra. Aminudin (Ed). Malang: YA3

6). Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress.

7). Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

8). Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

9). Grace, W.J. 1965. Respon to Literature. New York: MC Graw-Hill Book Company.

10). Pemerintah Kota Malang Dinas Pendidikan. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Malang: SMK Muhammadiya

Anda mungkin juga menyukai