STENOSIS

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

PYLORIC STENOSIS

Eka Novryanti, Ria Sulistiana, Muhammad Ilyas

I. PENDAHULUAN
Stenosis pylorus merupakan kelainan yang terjadi pada bayi, yang ditandai
dengan Obstruksi gastric outlet dan penebalan abnormal dari otot antrum piloricum
sehingga sfingter pilorus gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung
ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna
serta menyerapnya. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah
lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1). Menurut teori, stenosis pilorik
hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan atau proses degenerasi ganglion
dan serabut saraf. Stenosis pylorus merupakan diagnose secara klinis, masa pylorus
sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan diagnosis dapat dibuat
dengan melakukan ultrasonografi atau dengan meminum kontras larut air.[1,2,3]
Pada orang dewasa, stenosis pylorus merupakan penyakit yang
membingungkan dan jarang ditemukan.Apakah itu berasal dari stenosis pylorus
congenital atau dari ulkus peptikum masih belum jelas. Kebanyakan pasien dewasa
dengan stenosis pylorus mempunyai temuan radiologic yang sama dengan ulkus
peptikum.[4]

II. INSIDENS
Stenosis pylorus hipertrofi terjadi pada sekitar 3:1.000 kelahiran hidup di
Amerika serikat, frekuensinya mungkin makin meningkat. Lebih sering terjadi pada
orang kulit putih keturunan Eropa Utara, kurang sering pada orang kulit hitam, dan
jarang pada orang asia. Laki-laki terutama anak pertama 4 kali lebih sering daripada
perempuan. Keturunan ibu, dan pada tingkat yang lebih sedikit dari keturunan bapak
yang menderita stenosis pylorus berisiko lebih tinggi untuk mengalami stenosis

1
pylorus. Stenosis akan terjadi pada sekitar 20% laki-laki dan 10% perempuan
keturunan ibu yang menderita stenosis pylorus. Insidens stenosis pylorus terlihat
meningkat pada bayi dengan golongan darah B dan O. stenosis pylorus disertai
dengan kelainan bawaan lain seperti fistula trakeoesofagus.[5]

III. ANATOMI
Secara embriologi gaster terbentuk sebagai suatu pelebaran foregut yang
berbentuk fusiform. Dengan terdapatnya perbedaan kecepatan pertumbuhan pada
berbagai bagian dindingnya serta adanya perubahan-perubahan letak terhadap organ-
organ sekitarnya maka bentuk dan kedudukan gaster sangat berubah. Perputaran
gaster terjadi terhadap axis(sumbu), yaitu sumbu memanjang (sumbu longitudinalis)
dan sumbu anteroposterior. Terhadap sumbu memanjang, gaster berputar ke kanan
sesuai arah jarum jam sebesar 90 derajat, sehingga sisi sebelah kiri akan berpindah
menjadi ke depan, dan sisi kanan akan berpindah ke belakang. Oleh karena itu N.
Vagus sinistra yang semula menginnervasi gaster di sebelah kiri, setelah terjadi
perputaran akan terletak di sebelah ventral. Demikian pula N. vagus dextra terletak di
bagian dorsal gaster. Selama perputaran gaster berlangsung, bagian gaster yang
semula terletak di bagian belakang mengalami perkembangan lebih cepat dibanding
dengan bagian depan, sehingga terbentuk lengkungan yang besar di bagian dorsal
yang disebut curvatura major, dan di bagian ventral terbentuk curvatura minor.[6]
Pada tingkat perkembangan ini gaster terikat pada dinding tubuh melalui
mesogastrium ventrale (sebelah depan) dan mesogastrium dorsale (sebelah belakang).
Akibat perputaran pada sumbu memanjang ini gaster akan menarik mesogastrium
dorsale ke kiri sehingga membantu pembentukan bursa omentalis. Ujung cranial dan
caudal gaster pada mulanya terletak di garis tengah, tetapi pada perkembangan
selanjutnya terjadi pula perputaran pada sumbu anteroposterior sehingga bagian
caudal (yaitu bagian pylorus) bergerak ke kanan dan ke cranial, dan bagian craial
(yaitu cardia) akan bergerak ke kiri dan sedikit ke caudal. Dengan demikian gaster

2
akan mencapai kedudukan akhir dengan posisi sumbu memanjangnya berjalan dari
arah laterocranial ke arah medio caudal.[6]
Duodenum dibentuk oleh bagian caudal foregut dan bagian cranial midgut.
Titik pertemuan ke dua bagian ini terletak tepat di sebelah distal diverticulum hepatis.
Sementara gaster mengalami perputaran, duodenum mengambil bentuk huruf C
memutar ke kanan dan akhirnya terletak retroperitoneal.[6]
Pada umumnya berbentuk huruf “ L “ terbalik, huruf “ J “ atau berbentuk
silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus, dan pylorus. Antara
bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas yang tegas secara makroskopis.
Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis, yaitu keadaan mucosa dan kelenjar. Cardia
adalah bagian dari gaster di mana oesophagus bermuara. Fundus ventriculi
merupakan bagian sesudah cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia.
Bagian yang terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus
ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri menjadi
duodenus. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut antrum pyloricum.
Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis pyloricum. Muara pylorus
ke dalam duodenum disebut orificium pyloricum, dilengkapi oleh sphincter
pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum circulare pars muscularis. Antara
corpus dan pylorus terbentuk suatu lekukan di bagian kanan, disebut incisura
angularis.[6]

3
Gambar 1: Anatomi gaster tampak luar Gambar 2: Anatomi gaster tampak dalam

(dikutip dari kepustakaan 7) (dikutip dari kepustakaan 8)

Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan


makanan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah,mengalirkan
makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki
esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal
dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan
masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah
terjadinya aliran balik isi usus kedalam lambung.[9]

4
Gambar 3: Potongan melintang dari dinding usus
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal, lapisan otot
sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu terdapat berkas tipis
serabut-serabut otot polos yaitu otot mukosa, yang terletak di lapisan paling dalam
dari mukosa.[10]

LOKALISASI

Holotopi : gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio


epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti
bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap tubuh.
Skeletopi : tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra
thoracalis 9.Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa 5.
Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis 1.
Syntopi : facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral abdomen
dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari

5
hepar;sebagian dari gaster berada di bagian caudo-posterior hepar.
Facies dorsalis letak berbatasan dengan ;

 Corpus pancreaticus, a.lienalis ;


 Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ;
Di sebelah dorso-lateral terdapat lien.

Di sebelah caudal terdapat colon transversum.[6]

Gambar 4: Lokalisasi gaster (dikutip dari kepustakaan 11)

IV. ETIOPATOGENESIS
Penyebab stenosis pylorus belum diketahui tetapi berbagai macam factor telah
dicurigai terlihat. Stenosis pylorus biasanya tidak tampak pada saat lahir dan lebih
konkordans pada kembar monozigot dari pada dizigot. Innervasi otot yang tidak
normal, menyusui, dan stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat.
Lagipula, peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksida sintase di
pylorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan

6
merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung.
Pemberian prostaglandin E eksogen untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus
telah dihubungkan dengan stenosis pylorus; dan juga dengan gastroenteritis
eosinofilia dan trisomi 18, sindrom Turner, sindrom Smith-lemli Opitz dan sindrom
Cornelia de Lange .[5]
Stenosis pylorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot pylorus (otot
longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan antrum gaster. Kanalis
pylorus menjadi panjang, dan dinding otot pylorus mengalami penebalan, diikuti
dengan penebalan dan edema dari mukosa. Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi
dilatasi dan menyebabkan obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis
pylorus hipertrofi dapat bersifat multifaktorial. Factor lingkungan dan herediter
dipercaya sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pylorus hipertrofi.
Factor etiologic yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit Oksida Sintase
(NOS), innervasi abnormal dari plexus myenterikus, hipergastrinemia infantile, dan
paparan dari penggunaan antibiotic seperti obat golongan makrolid (eritromisin).[12]
Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pylorus hipertrofi
karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergic sepanjang usus
yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pylorus menjadi hipertrofi
sehingga menyebabkan disfungsi lambung.[13]
Stenosis pylorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke
duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan
kembali. Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena
makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai keduodenum. Hal ini
menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya
hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan
bikarbonat.[13]

7
V. DIAGNOSIS

VI.1 Gejala Klinis

Dari anamnesis didapatkan pada pasien yang mengalami stenosis pylorus


biasanya gejala awalnya adalah muntah proyekti nonbilious (tidak berwarna hijau)
yang bersifat progresif dan terjadi segera setelah makan. Muntah biasanya mulai
setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal paling awal pada umur 1
minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi akan merasa
lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus menerus terjadilah kehilangan
cairan, ion hydrogen, dan klorida, secara progresif sehingga menyebabkan alkalosis
metabolic, hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil
transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera membaik setelah
obstruksinya sembuh.[5]

Diikutip dari kepustakaan 14


8
Tiga gejala pokok yang penting:

1. Muntah proyektil,mulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur


darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan kecil
karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung.
2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan
karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karena banyak
muntah.
3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang
kurang.[3]

Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik:

1. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas


2. Teraba “tumor” di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.[3]

Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pylorus. Massa ini kenyal, bisa
digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling
baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan umbilicus di midepigastrium
di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah
makan, mungkin ada gelombang peristaltic lambung yang terlihat berjalan menyilang
perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti “buah zaitun”
lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan, tetapi
biasanya tidak diperlukan.[5]

9
Gambar 5: Manifestasi klinik
stenosis pylorus (dikutip dari
kepustakaan 5)

VI.2 Pemeriksaan Radiologi

VI.2.1 Foto polos abdomen

Roentgenogram abdomen, adalah salah satu cara untuk mendiagnosis stenosis


pylorus hipertrofi. Jika pasien baru saja mengalami muntah, visualisasi dari ukuran
lambung bisa saja normal, tapi pada banyak kasus terlihat adanya dilatasi lambung.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan:

- Distensi lambung dengan distribusi udara sampai pada aspek inferior dari
gaster setinggi corpus vertebra L2
- Diameter gaster maksimum yang tervisualisasi dapat mencapai 7 cm atau
lebih
- Sebagian besar tampak gaster yang terisi dengan udara

10
- Gambaran indentasi dari bayangan udara lambung dibentuk oleh gelombang
peristaltic
- Tampak frothy appearance (busa sabun) dalam lambung
- Penebalan dinding dari antrum pylorus
- Kurangnya distribusi udara pada usus halus dan colon.[15]

Gambar 6: Abdominal roentgenogram dari stenosis


pylorus hipertrofi (Dikutip dari kepustakaan 16)

VI.2.2 Foto MD (Maag Duodenum) atau Barium Meal

Walaupun pada foto polos dapat memberikan gambaran dari hypertrophic


stenosis pyloric (berupa distensi lambung) tetapi foto polos abdomen tidak dapat

11
membedakan distensi lambung yang mungkin disebabkan oleh kausa lain seperti
gastric hypotonia, pylorospasm, dan kelainan anatomi lainnya, sehingga dianjurkan
untuk foto MD dengan kontras barium sulfat.[15]

Pada temuan radiografi dari foto MD dengan kontras dapat dibagi kedalam
tiga kategori: (1) Perlambatan dari pengosongan lambung, (2) Gambaran elongasi
dari kanalis piloricum, dan (3) Gambaran efek masa dari tumor pylorus.[15]

(1) Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk
memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh karena hypertrofi stenosi
pylorus.
(2) Elongasi pylorus
- String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras barium
yang melapisi kanalis pylorus.[15]

Gambar 7: hypertrophic pyloric stenosis


dengan gambaran string sign. (Dikutip dari
kepustakaan 17).

12
- Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum berada di lipatan sentral.
Ketika kontras melewati pylorus maka kontras akan mengisi mukosa bagian
atas maupun bagian bawah yang mengalami hipertrofi, sehingga dapat terlihat
gambaran dua garis yang paralel di area pylorus.[15]

Gambar 8: Gambaran double track sign


pada hypertrophic stenosis pyloric
(dikutip dari kepustakaan 18)

(3) Efek massa dari tumor pylorus.


- Shoulder sign memberikan gambaran saluran pylorus yang memanjang,
penonjolan otot pylorus kedalam antrum.[15]

Gambar 9: Hypertrophic
stenosis pyloric dengan
gambaran shoulder sign.
(Dikutip dari kepustakaan 19)

13
- Beak sign
Pada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi hanya di pintu masuk
dari canalis pyloricum.[15]

Gambar 10: Hypertrophic stenosis pyloric


dengan gambaran “beak sign”. (dikutip
dari kepustakaan 17)

- Mushroom sign. Indentasi dari duodebal bulb. Dasar dari mukosa duodenum
cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.[15]

Gambar 11: Hypertrophic pyloric stenosis yang


memberikan gambaran “mushroom sign”. (Dikutip
dari kepustakaan 17)

14
VI.2.3 Pemeriksaan ultrasound

Stenosis pylorus terjadi karena hipertrofi dari otot pylorus dan menyebabkan
obtruksi dari gastric outlet. Presentasi kejadiannya lebih banyak pada laki-laki
disbanding perempuan dengan manifestasi klinis muntah proyektil nonbilious dan
kehilangan berat badan oleh karena asupan nutrisi yang tidak adekuat. Pada diagnosis
klinis mungkin dapat di palpasi massa berbentuk olive pada region dextra dari
umbilicus dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan sonografi yang
memperlihatkan gambaran cincin hipoechoic tebal dari lapisan otot pylorus yang
mengalami hipertrofi.[20]

Ketika seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis)


tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah hipokondrium kanan, maka
ultrasound digunakan untuk melihat penebalan dari otot pylorus, dan mempunyai
predictive value sampai 90%. Ketika massa berbentuk olive telah teridentifikasi dan
ditemukan panjang kanalis pyloricum lebih besar dari 17 mm dan tebal dinding otot
lebih besar dari 4 mm maka dapat dipastikan bahwa diagnostiknya adalah HPS
(Hypertrophic Pyloric Stenosis).[21]

15
Gambar 12: Gambaran Ultrasound dari Hypertrophic
Stenosis Pyloric.(Dikutip dari kepustakaan 5 dan 21)

VI.2.4 CT-SCAN abdomen

Gambar 13: CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal,


tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal (Dikutip
dari kepustakaan 22)

16
Gambar 14: CT-Scan abdomen dengan kontras
potongan axial pada pasien yang mengalami penebalan
pada pylorus dan antrum bagian distal (tanda panah).
(Dikutip dari kepustakaan 22)

VI.3 Pemeriksaan Laboratorium

VI.3.1 Darah rutin

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin yang rendah


dengan hiponatrinemia dan hipoalbunemia. Peningkatan prostaglandin serum,
penurunan kadar nitrit oksida sintase di pylorus dan hipergastrinemia pada bayi dapat
ditemukan pada penyakit HPS tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder
yang disebabkan statis dan distensi lambung.[3,5,13]

Pada stadium lanjut bayi dalam keadaan dehidrasi malnutrisi-hipokalemi dan


alkalosis metabolic hipokloremik. [3]

17
VI.3.2 Histopatologi

Gambar 15: Gambaran histopatologik pada IHPS (Infantile


Hypertrophic Pyloric Stenosis) menunjukkan penebalan yang
terjadi secara berlebihan pada antrum pylorus. (Dikutip dari
kepustakaan 1)

VI. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding dari hipertrofi stenosis pylorus adalah:

1. Spasme pylorus
2. Reflux gastro-esofagus
3. Trauma serebral-meningitis
4. Infeksi, seperti septikemi dan kelainan traktus urogenitalis.

Untuk memastikan diagnosis palpasi untuk meraba “tumor” yang merupakan


pylorus yang hipertrofi. Bila tumor sulit diraba pemeriksaan dengan barium meal
memastikan memberikan informasi yang konklusif. [3]

Bayi yang sangat reaktif terhadap rangsang dari luar, yang diberi makan oleh
perawat yang tidak berpengalaman, akan mengalami muntah pada minggu-minggu
pertama sehingga gejalanya mirip dengan stenosis pylorus. Akalasia esophagus atau
hernia hiatus biasanya menimbulkan muntah pada minggu pertama setelah lahir dan

18
dapat dibedakan dengan stenosis pylorus dengan palpasi dan gambaran foto roentgen.
Insufisiensi adrenal bisa menyerupai stenosis pylorus, tetapi tidak adanya tumor yang
bisa diraba, asidosis metabolic, serta peninggian kalium serum dan kadar natrium urin
pada insufisiensi adrenal membantu dalam diferensiasi. Kesalahan metabolism
congenital (inborn errors of metabolism) bisa menyebabkan muntah berulang dengan
alkalosis (siklus urea) atau asidosis (asidemia organic) dan letargi, koma, atau kejang.
Muntah dengan diare mmemberi kesan gastroenteritis, tetapi kadang-kadang
penderita dengan stenosis pylorus juga menderita diare. Meskipun jarang, refluks
gastro-esofagus, dengan atau tanpa hernia hiatus, dapat terancukan dengan stenosis
pylorus. Sangat jarang membrane pylorus atau duplikasi pylorus bisa menyebabkan
muntah proyektil yang bisa terlihat dan pada kasus duplikasi suatu massa yang bisa
diraba. Stenosis pada duodenum proksimal sampai ampula Vateri menyebabkan
gambaran klinis yang sama dengan stenosis pylorus tetapi mungkin tidak ada massa
yang bisa diraba. [5]

VII. PENATALAKSANAAN

VII.1 Perbaikan keadaan umum:

1. Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa barium bila
bayi dilakukan foto barium-meal
2. Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan alkalosisnya.
Transfuse darah dan atau plasma/albumin bila terdapat anemia tau defisiensi
protein serum.[3]

Pengobatan prabedah ditujukan langsung pada koreksi cairan, asam basa, dan
kehilangan elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl,
dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar 30-50
mEq/L. terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami rehidrasi dan kadar

19
bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/L, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah
terkoreksi. Koraksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea
pascabedah, yang mungkin merupakan akibat dari anastesi. Kebanyakan bayi bisa
berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam. Muntah biasanya berhenti bila lambung
kosong, dan kadang-kadang saja bayi membutuhkan pengisapan nasogastrik.[5]

VII.2 Pembedahan

Prosedur bedah pilhan adalah piloromiotomi Ramstedt. Prosedur ini dilakukan


melalui insisi pendek melintang atau dengan laparaskopi. Massa pylorus di bawah
mukosa dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.[5]

Gambar 16: Piloromiotomi Ramstedt (Dikutip dari


kepustakaan 1)

Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pylorus
tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24
jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral rumatan dalam 36-48

20
jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap menunjukkan suatu piloromiotomi
yang tidak sempurna, gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain.[5]
Pengobatan beda stenosis pylorus adalah kuratif, dengan mortalitas
pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medic konservatif (dengan memberikan
makanan sedikit-sedikit, atropine) pernah dilakukan pada masa lalu tetapi
perbaikannnya lambat dengan mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi
balon cukup berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima sebagai
terapi.[5]

Gambar 16: Diagram lambung normal, lambung


dengan pyloric stenosis pra bedah dan pasca bedah
(Dikuti dari kepustakaan 23)

VIII. PROGNOSIS
Setelah pembedahan bayi masih sekali-sekali muntah, sembuh sempurna setelah
2-3 hari pasca bedah.[3]

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hernanz Marta and Schulman. Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis. In:


Upper Gastrointestinal Examination. Department of Radiology and
Radiological Sciences, Vanderbilt University Medical Center; 2003.p.319-331
2. Patel, Pradip. Pyloric Stenosis. In: Lecturer Notes Radiology. 2nd Edition.
Penerbit Erlangga: Jakarta. 2009.Hal.240-241
3. Staf pengajar FKUI. Stenosis Pilorik Hipertrofi. Dalam: Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.2008.Hal.95-
96
4. Halpert, Robert. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Imaging 3rd Edition.
Elsevier: Philadelphia. 2006.
5. Stanton Kliegman. Pyloric Stenosis and Other Congenital Anomalies of the
Stomach. In: Nelson Textbook of Pediatri 19th Edition. Elsevier:
Philadelphia.2011.
6. Datuk, Razak. Diktat Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2004. Hal:8-9
7. Drake, Richard et al. Gray’s Anatomy for Student. Churchill Livingstone:
Philadelphia.1995
8. Frank, Henry. Netter Atlas of Human Anatomy. Saunders Elsevier:
Philadelphia.2011
9. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Gangguan lambung dan Duodenum.
Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th Edition. EGC:
Jakarta.2005. Hal: 417-418
10. Guyton, Arthur. General Principle of Gastrointestinal Function- Motility,
Nervous Control, and Blood Circulation. In: Texbook of Medical Physiology
11th Edition. Elsevier Saunders: Philadelphia. 2006.p.771-772

22
11. Brant, William. Abdomen and Pelvis. In: Fundamental of Diagnostic
Radiology, 3rd Edition. Lippincott: California.2007.
12. Singh, Jagvir. Pediatric Pyloric Stenosis. [ Cited on November 2012].
Available from: http://emedicine.medscape.com/
13. Kusumadewi, Anny dkk. Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis.
Department of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin University:
Makassar. 2008.
14. Irish, Michael. Pediatric Hypertrophic Pyloric Stenosis Surgery. [ Cited On
November 2012] .Available from: http://emedicine.medscape.com/
15. Franken, Edmund. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Radiology in
Pediatrics. Medical Department Harper & Row: New York.2000. p:83-86
16. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from:
www.cmaj.ca/content/182/5/E227/Fl.expansion.html
17. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from:
www.imagingconsult.com
18. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from:
www.learningradiology.com
19. Anonym. [Cited On November 2012]. Available from: td.rsmjournals.com
20. Hardy Maryann and Boynes Steven. Congenital Pyloric Stenosis. In: Pediatric
Radiography. School of Health Studies, University of Bradford: United
Kingdom.2007.p: 64-65
21. Frankel, Heidi.Hypertrophic Pyloric Stenosis (HPS). In: Ultrasound for
Surgeons. Landes Bioscience: USA.2004.p: 70-71
22. Horton, Karen. Current Role of CT In Imaging of The Stomach. [Cited On
November 2012]. Available from:
radiographics.rsna.org/content/23/1/75.figures-only
23. Anonym. Texas Pediatric Surgical Associates. [Cited On November 2012].
Available from: www.pedisurg.com/ptewc/pyloric-stenosis.htm

23
24

Anda mungkin juga menyukai