Anda di halaman 1dari 43

Referat

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA MEASLES DAN RUBELLA

PADA ANAK

Oleh

Muhammad Bintang Ilhami 1210313055


Sondang Malau 1740312298
Wafya Melosi Ramschie 1740312291
Aulia Rahmi 1740312106
Annisa Ramadhianita 1740312107
Fikriyyah Ulvayuni 1740312242
Kartika Julia Maghend 1740312044
M. Rivai Ramadhan 1110313091
Nuri Kurniawan 1740312110

Residen Pembimbing :
dr. Nova Linda

Preseptor
dr. Rinang Mariko, SpA (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2018
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar v
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Istilah xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 6
1.3 Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Measles
2.1.1 Definisi 8
2.1.2 Epidemilogi 8
2.1.3 Etiologi 9
2.1.4 Patogenesis 10
2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.6 Diagnosis
2.1.7 Diagnosis Banding
2.1.8 Tatalaksana
2.1.9 Komplikasi
2.1.10 Prognosis
2.2 Rubella
2.2.1 Definisi
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3 Etiologi 9
2.2.4 Patogenesis 10
2.2.5 Manifestasi Klinis
2.2.6 Diagnosis
2.2.7 Diagnosis Banding
2.2.8 Tatalaksana
2.2.9 Komplikasi
2.2.10 Prognosis
2.3 Vaksinasi
2.3.1 Sikap 11
2.3.2 Tindakan 11

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan 64
7.2 Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

1
DAFTAR TABEL

Halaman
TABEL 2.1 : Periode Klinis Measles dan Rubella 15
TABEL 2.2 : Manifestasi Klinis Periode Prodromal Measles 45
TABEL 2.3 : Manifestasi Klinis Periode Exanthem Measles 46
TABEL 2.4 : Manifestasi Klinis Rubella Didapat10 47

2
DAFTAR GAMBAR

Halaman
GAMBAR 2.1 Tahap Entry Virus Measles ke Tubuh Host 13
GAMBAR 2.2 Tahap Diseminasi Virus Measles 13
GAMBAR 2.3 Tahap Transmisi Virus Measles 18
GAMBAR 2.4 19
GAMBAR 2.5 Bercak Koplik hari ke 3 33
GAMBAR 2.6 Karakteristik Campak
GAMBAR 2.7 Patofisiologi Infeksi Virus Rubella postnatal
GAMBAR 2.8
GAMBAR 2.5 Alur pemeriksaan laboratorium pada infeksi Rubella

3
DAFTAR ISTILAH

CTM = Chlorpheniramin Maleat


OTC = Over The Counter
BPS = Badan Pusat Statistik
SUSENAS = Survei Sosial Ekonomi Nasional
BPOM = Badan Pengawasan Obat dan Makanan
RNA = Ribonucleic Acid
DNA = Deoxyribonucleic Acid
ICAM-1 = Intercelluler Adhesion Mulocule 1
THT = Telinga Hidung dan Tenggorok
AH1 = Antagonis Reseptor H1
AH2 = Antagonis Reseptor H2
SSP = Sistem Saraf Pusat
IV = Intravena
WHO = World Health Organization

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Measles (campak/morbili) dan rubella merupakan penyakit infeksi virus

yang sangat menular (infeksius).1 Penyebaran kedua virus ini melalui droplet dari

saluran respirasi atau kontak secara langsung dan tidak langsung dengan sekret

hidung dan tenggorok orang terinfeksi.2

Penyakit measles bersifat endemik di seluruh dunia, angka kejadiannya

mencapai 137.860 kasus pada tahun 2017. Indonesia menempati negara ketiga

dengan jumlah 6.583 kasus(who 2018). Tahun 2016 di Sumatera Barat kejadian

measles mencapai 472 kasus,(depkes) dan di Kota Padang pada tahun 2015

berjumlah 170 kasus (dinkes).

Berbeda dari penyakit measles, angka kejadian rubella di dunia berjumlah

11.675 kasus pada tahun 2017, dan di Indonesia berjumlah 240 kasus (who 2018).

Tahun 2016 di Sumatera Barat kejadian measles mencapai 472 kasus,(depkes) dan

di Kota Padang pada tahun 2015 berjumlah 170 kasus (dinkes).

Sebagian besar kasus measles dan rubella mengenai anak-anak usia

pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus tersebut lebih banyak

terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun dan pada kelompok umur 1-4 tahun.17

Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan

tanpa gejala sehingga sering tidak dilaporkan, namun rubella pada wanita hamil

terutama kehamilan trimester pertama dapat mengakibatkan abortus atau bayi

lahir dengan congenital rubella syndrome (CRS).1 Berdasarkan data WHO,

5
terdapat 236 ribu kasus CRS terjadi setiap tahun di negara berkembang dan

meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi.4

Measles dan rubella dikarakteristikkan sebagai penyakit yang bermanifestasi

sebagai maculopapular rash.2 Kedua penyakit ini dapat menyebabkan

komplikasi yang serius. Komplikasi measles berupa pneumonia, diare dan

ensefalitis, sedangkan rubella menyebabkan kematian fetus atau kelainan

kongenital berat karena ibu terinfeksi selama hamil.5

Measles dan rubella merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan

vaksinasi.5 Pemberian virus yang dilemahkan atau dimatikan dapat membentuk

imunitas pada anak.6 Anak-anak di negara dengan risiko tinggi infeksi telah

divaksinasi melalui program imunisasi measles mencapai lebih dari satu miliar

anak sejak tahun 2000, sehingga pada tahun 2012 kematian akibat measles telah

mengalami penurunan sebesar 78% secara global.1 Namun, angka cakupan

imunisasi measles di Indonesia belum mencapai target nasional yaitu ≥ 95%.7

Measles dan rubella tergolong kedalam penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I). Sebelum dilakukan imunisasi secara luas, angka kejadiaan

Measles diperkirakan lebih dari 20 juta kasus dengan 2,6 juta angka kematian

setiap tahun, akan tetapi pada tahun 2014 imunisasi menurunkan angka kematian

akibat measles sebesar 79% 1,19

Rekomendasi terbaru dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional tahun

2016 untuk mengintegrasikan vaksin rubella ke dalam program imunisasi nasional

yang bertujuan untuk menurunkan angka kejadian rubella dan CRS. Oleh karena

itu, pemberian vaksin measles dan rubella (MR) menjadi program imunisasi

6
nasional dan dilakukan kampanye vaksin MR selama tahun 2017-2018 pada anak

9 bulan-15 tahun.1

Pada kasus ini, measles dan rubella merupakan masalah yang penting di

bidang kesehatan. Pengendalian penyakit measles dan rubella bukan suatu hal

yang mudah, karena komplikasi yang diakibatkan. Selain itu, pencegahan sedini

mungkin terhadap measles dan rubella dapat dilakukan dengan imunisasi. Oleh

karena itu, penulis tertarik mengambil bahasan referat mengenai measles dan

rubella yang berisikan mengenai definisi sampai pencegahan dalam

mengendalikan measles dan rubella pada anak.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini yaitu diharapkan penulis dan pembaca dapat

mengetahui definisi, penyebab, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana

dan program imunisasi measles dan rubella.

1.3 Manfaat Penulisan

Penulisan referat ini adalah sebagai bahan rujukan tentang diagnosis dan

tatalaksana measles dan rubella.

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Measles

2.1.1 Definisi

Measles (campak/morbili) adalah penyakit akut yang sangat menular,

disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Gejala penyakit

measles ditandai dengan timbulnya kelainan kemerahan di kulit dan diawali

dengan demam tinggi 3-4 hari.6 Batuk dan bersin dapat menjadi jalur masuknya

virus measles, sehingga memudahkan penularan penyakit measles.2

2.1.2 Epidemiologi

2.1.3 Etiologi

Virus measles adalah anggota prototipe genus Morbillivirus (MV), subfamili

Paramyxovirinae dan famili Paramyxoviridae. Morbilivirus adalah virus yang

terselubung dengan untai tunggal, genom RNA negatif yang tidak tersegmentasi

dan secara eksklusif menyebabkan penyakit di era baru dan lama pada primata

non-manusia (NHPs) dan manusia2 .Morbilivirus sangat menular dan

ditransmisikan melalui jalur pernafasan. Setelah virus dihirup dan sel target utama

terinfeksi, penyebaran sistemik terjadi dan kemudian tanda klinis muncul setelah

9-19 hari. Tahap prodromal dimulai dengan demam dan malaise berhubungan

dengan batuk, coryza dan konjungtivitis. World Health Organization (WHO)

memperkirakan pada tahun 2014 sekitar 114.900 orang, kebanyakan anak balita,

meninggal karena measles dan sekuele yang dihasilkan.7

8
2.1.4 Patogenesis

1. Entry

Tahap pertama infeksi virus measles : virus measles memasuki tubuh pejamu

yang rentan. Virus memasuki saluran nafas (panah hijau di gambar C dan E)

berikatan dengan dengan DC-SIGN+ DCs atau menginfeksi CD150+ sel myeloid

atau limfoid di epitel mukosiliaris atau alveoli. Tempat lainnya yang berpotensi

dimasuki virus adala melalui konjungtiva yang kaya akan limfosit DCs dan

CD150+ (A). Partikel virus measles menumpuk di konjungtiva akan memasuki

rongga antara kornea dan kelopok mata (A), dimana virus tsb akan menginfeksi sel

limfoid dan myeloid (B). Partikel virus measles terhirup ke saluran nafas ( C dan E)

dapat menginfeksi sel dendrit DC-SIGN+ di saluran pernafasan atas, dengan

dendrit yang menonjol ke mukosa saluran nafas (D), atau sel dendrit atau sel

makrofag di lumina alveolar di saluran nafas bawah (F). Sel imun yang terinfeksi

pindah ke jaringan limfoid tersier berikutnya dan mengisi kelenjar limfe.20

Gambar 2.1 Tahap Entry Virus Measles ke Tubuh Host

9
2. Diseminasi

Tahap kedua infeksi measles: penyebaran sistemik. (A) Sel myeloid yang

terinfeksi measles bermigrasi ke kelenjar limfe (warna hitam), ketika virus pindaha

ke limfosit CD150+ (dominanya sel B dan sel T memori CD4+ dan CD8+) (B) saat

viremia, sel yang terinfeksi masuk ke sirkulasi dan berpindah secara sistemik ke

berbagai organ dan jaringan (warna hijau), ketika infeksinya meluas lebih lanjut.

Infeksi dari sel imun yang menetap di kulit menyebabkan transmisi virus ke sel

epitel nectin-4+ (bintik hijau); (C) beberapa hari kemudian, penurunan sel imun

pada organ dan jaringan limfoid menyebabkan supresi imun transien (warna

abu-abu). Sel T spesifik virus measles menginfiltrasi kulit, dimana sel yang

terinfeksi dimusnahkan, yang menyebabkan ruam merah khas measles (bintik

merah. Lekukan hijau berbentuk lonceng menggambarkan viral load sehubungan

dengan waktu.20

Gambar 2.2 Tahap Diseminasi Virus Measles

10
3. Transmisi

Tahap ketiga dari infeksi virus measles; transmisi partikel virus measles

melalui udara. Sel epitel Nectin-4+ di saluran nafas atas dan epitel saluran nafas

bawah menghasilkan partikel virus yang baru yang dilepaskan ke lapisan mukosa

lumen saluran nafas (panah hijau di gambar A dan C). kerusakan epitel pada

jaringan limfoid yang terinfeksi seperti tonsil (A), mengeluarkan partikel virus

yang dihasilkan dari limfosit ke saluran nafas atas (B). Kerusakan epitel di salauran

nafas bawah merangsang batuk (gmbar C dan D), mengeluarkan sekret yang berisi

partikel morbili virus.

Gambar 2.3 Tahap Transmisi Virus Measles

4. Supresi sistem imun

Infeksi MV menyebabkan penekanan kekebalan transien dan mendalam, yang

menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi oportunistik dan

meningkatnya angka kematian anak-anak. 21

11
Virus ini bereplikasi secara efisien dalam jaringan limfoid. Jaringan limfoid

tersier, seperti BALT dan usus yang terkait dengan jaringan limfoid (GALT), dapat

disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang menyebabkan akumulasi dan

proliferasi limfosit dan pembentukan pusat germinal. CD11c + DC dan DC

folikular ada di dalam untuk mempertahankan struktur jaringan ini . 22,23

Kehadiran dan interaksi CD150 + limfosit dan DC-SIGN + DCs di jaringan ini

akibatnya membuat mereka menjadi tempat yang sempurna untuk infeksi MV dan

amplifikasi 24,25

Karena BALT dan GALT diketahui meningkatkan kekebalan protektif

terhadap patogen mukosa, pemusnahan jaringan limfoid ini yang ada di portal

masuk utama untuk infeksi oportunistik (saluran udara dan usus) dapat

memfasilitasi infiltrasi mukosa oleh virus atau bakteri yang ditemukan sebelumnya.

Infeksi MV menyebabkan limfopenia selama fase akut, di mana jumlah sel T dan B,

baik sirkulasi maupun jaringan limfoid, menurun secara meluas (Gambar 2C)25,26.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Transmisi measles terjadi melalui droplet nukleus. Masa penularan

berlangsung kira-kira 8 hari. Tahap prodromal terjadi 10 sampai 12 hari setelah

terpapar dan ditandai dengan 2 sampai 3 hari demam, anoreksia, dan malaise yang

dapat diikuti dengan trias gejala batuk, konjungtivitis, dan infeksi saluran nafas

akut.9 Manifestasi klinis measles cukup seragam dan ada 4 periode evolusi yang

dikenali, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Table 2.1 Periode Klinis Measles dan Rubella4

1. Masa inkubasi
2. Periode prodromal (catarrhal, exanthema atau pre-exanthema)
3. Jangka waktu exanthema
4. Periode pemulihan (pemulihan atau deskuamasi)

12
Masa penularan mulai dari 1-2 hari sebelum awal periode prodromal (3-5

hari sebelum ruam onset) sampai 4 hari setelah munculnya ruam. Anak harusnya

tidak boleh dibawa ke pusat penitipan anak atau sekolah sampai 5 hari setelah

ruam onset. Pasien yang mengalami imunosupresi, ekskresi virus bisa

berlangsung lama dan tetap menularkan selama beberapa minggu setelah ruam

hilang.10

a. Masa inkubasi. Masa inkubasi measles adalah 5-21 hari, dengan rata-rata 10

hari. Periode ini dapat lebih singkat dalam kasus yang luar biasa karena

penularannya oleh kontak langsung dengan sekret yang terinfeksi lesi kulit

atau penularan lewat parenteral. Masa inkubasi berlangsung dari saat terpapar

dan penetrasi virus ke dalam tubuh sampai munculnya gejala prodromal.

Periode ini asimtomatik tetapi dapat ditemui beberapa perubahan yaitu pada

suhu, malaise atau gejala pernapasan ringan, yang hampir selalu sulit

dideteksi.

b. Periode prodromal. Periode prodromal berlangsung rata-rata 4 hari, tak jarang

hingga 10 hari. Periode ini dimanifestasikan dengan demam tinggi yang

terkadang menimbulkan kejang demam, disertai sakit kepala, somnolen,

keterlibatan konjungtiva, nasal, orofaringeal dan mukosa traktus respiratorius

(laring dan trakea), dapat dilihat pada tabel 2.2.9

13
Tabel 2.2 Manifestasi Klinis Periode Prodromal Measles

Demam
Konjungtivitis: sekresi mukopurulen, robek, fotofobia danedema palpebral
Rhinitis: bersin dan mukopurulen rhinore
Buccal enanthem:
- Faring, amandel dan palatine
- Oral mucositis: bibir dan lidah yang sesak
- Koplik’s spot
Laringitis: batuk kering yang mengiritasi, aphonia dan suara serak
Trakeobronkitis: batuk
Otalgia
Nyeri perut dan muntah
Malaise dan anoreksia

Gambar 2.4

14
Koplik's spots digambarkan pada tahun 1860 oleh Flindt dan di 1896 oleh

Koplik sebagai tandakpatognomonik untukmeasles. Koplik's spots adalah

mikropartikel punctiform putih (seperti percikan garam), dikelilingi oleh halo

kemerahan, yang muncul di mukosa bucal di dekat geraham pada 70-90% dari

kasus, muncul pada akhir periode prodromal, segera sebelum onset ruam (1-2 hari),

dan hilang 24-48 jam setelah ruam muncul. Koplik's spots sebagai manifestasi dari

measles, memungkinkan measles untuk didiagnosis sebelum ruam muncul.

Bintik-bintik serupa mungkin muncul di labial, palpebra, konjungtiva, mukosa

hidung dan vagina, dan di dinding posterior faring, meskipun situs ini berada

jarang.10

Gambar 2.5 Bercak Koplik hari ke 311

c. Periode eksantema, saat onset ruam suhu tubuh naik, gejala inflamasi selaput

lendir hidung dan gejala malaise semakin meningkat. Ruam biasanya

berlangsung dari 3 sampai 5 hari dan regresi secara progresif. Ruam pada

awalnya non-konfluen dan biasanya tidak gatal, merah violet, dan terdiri dari

banyak maculopapules, muncul pertama di daerah retroaurikular dan selama 3

hari menjalar ke seluruh wajah dan leher, dada, punggung, tungkai dan telapak

tangan, dapat dilihat pada tabel 2.3.10

15
Tabel 2.3 Manifestasi Klinis Periode Exanthem Measles

1. Demam: naik dan kemudian menurun


2. Catarrhal dan manifestasi umum: intensitas dan atenuasi maksimum
3. Hilangnya bintik Koplik
4. Ruam makulopapular
5. Manifestasi sekunder akibat komplikasi yang mungkin terjadi

d. Periode pemulihan, dimulai pada hari 3 atau 4 dari periode exanthem dengan

berkurangnya atau hilangnya demam dan inflamasi selaput lendir hidung,

kecuali batuk yang mungkin bertahan selama berhari-hari atau bahkan

berminggu-minggu. Ruam hilang sesuai urutan muncul dan keadaan umum

kemudian membaik. Ruam akan meninggalkan kulit ungu atau coklat, yang

merupakan karakteristik periode pemulihan. Batuk adalah gejala terakhir yang

hilang.10

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis measles biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala

klinis yaitu koriza dan mata meradang yang disertai batuk dan demam tinggi

dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang merniliki ciri khas, yaitu

diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan

dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami

hiperpigmentasi dan mengelupas.12

Kriteria Diagnosis Klinis Measles:13

1. Demam tinggi sebelum muncul ruam, sekitar 2-4 hari

2. Ruam eritema makulopapular non vesikuler

3. Satu atau lebih gejala berikut: batuk, konjungtivitis atau coryza

16
Gambar 2.6 Karakteristik Measles13

Stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang

merupakan tanda patognomonis measles (bercak Koplik).Meskipun demikian,

menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi karena tidak semua kasus

manifestasinya sama dan jelas. Pasien yang mengidap gizi kurang contohnya, ruam

dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal

sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang

berkelanjutan.4

Diagnosis measles dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan

penunjang sekedar membantu seperti pada pemeriksaan sitologik ditemukan sel

raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada pemeriksaan serologi

didapatkan IgM spesifik.4Diagnosis laboratorium berdasarkan serologi untuk

mendeteksi adanya virus. Metode yang umum digunakan adalah ditemukan IgM

spesifik dalam sampel serum tunggal. Virus dapat dideteksi dengan isolasi virus

atau RT-PCR.14

17
2.1.7 Diagnosis Banding

Measles tipikal dapat dibedakan dengan penyakit lain terutama jika tampak

adanya bercak Koplik. Measles pada tahap selanjutnya atau infeksi yang tidak jelas

atau subklinis mungkin akan membingungkan dengan sejumlah penyakit dan

infeksi yang dimediasi kekebalan tubuh lain, beberapa diagnosis bandingnya

yaitu:16

1. Rubella, eksantema pada rubella berwarna merah-muda, mulai timbul di leher,

muka dan menyebar ke seluruh tubuh lebih cepat dari measles, biasanya dalam

24 sampai 48 jam sudah menyeluruh .Kemerahan ini jarang bergabung

sehingga terlihat sebagai bintik-bintik merah kecil. Pada hari ke 3 biasanya

eksantema di bagian tubuh mulai memudar dan menyisakan di bagian

ekstremitas saja, kemudian menghilang tanpa deskuamasi.

2. Varicella, anak terinfeksi varicella sering tidak dijumpai gejala prodromal.

Gejala konstitusional dan eksantema tejadi secara bersamaan. Pada remaja dan

dewasa muda, kadang-kadang dijumpai masa prodromal 1 – 2 hari dengan

gejala demam, sakit kepala lemas dan anoreksia.

3. Infeksi adenovirus

4. Infeksi enterovirus, pada infeksi enterovirus biasanya gejala demam tidak tinggi

dan menghilang saat timbulnya kemerahan, sedangkan pada infeksi Coxsackie

kadang terjadi bersamaan dengan kemerahan.

5. Infeksi virus Epstein-Barr

6. Roseola infantum, tampilan penyakit sangat mirip dengan measles. Kelainan

kulit pada eksantema bersifat diskrit makulopapular berwarna merah tua dan

biasanya timbul di daerah dada pada awalnya yang kemudian menyebar ke

18
muka dan ekstremitas.Dalam 2 hari, gambaran ini akan menghilang, dengan

didahului memudamya warna dalarn beberapa jam sesudah timbul. Perbedaan

utama dengan measles adalah tidak ada bercak Koplik. Roseola infantum

biasanya menyerang bayi dan anak usia1 - 2 tahun.

7. Eritema infektif (pada anak yang lebih besar)

8. Measles Streptococcus Mycoplasma pneumonia

9. Sindroma Kawasaki, demam yang tidak spesifik disertai nyeri tenggorokan

sering mendahului kemerahan pada penyakit ini selama 2-5 hari dan sering juga

ditemui konjungtivitis bilateral.

Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan banyak temuan yang sama

seperti measles, namun dibedakan dengan lesi intraoral diskrit (bercak Koplik) dan

batuk prodromal, biasanya menyebabkan peningkatan neutrofil dan reaktan fase

akut. Selain itu, trombositosis karakteristik sindrom Kawasaki tidak ada dalam

measles. Erupsi obat juga kadang kala dikira sebagai measles.16

2.1.8 Tatalaksana

Measles merupakan infeksi yang disebabkan virus dan bersifat self limiting

disease. Penatalaksanaan measles bersifat suportif.Terapi antiviral tidak efektif

dalam pengobatan measles.Tujuan pada terapi measles adalah untuk hidrasi,

oksigenasi, dan kenyamanan.Antipiretik dapat diberikan untuk pengendalian

demam.Pada pasien dengan keterlibatan saluran pernafasan, humidifikasi jalan

napas dan oksigen tambahan mungkin bermanfaat.Rehidrasi oral efektif dalam

banyak kasus, namun pada dehidrasi berat mungkin memerlukan terapi

intravena.Infeksi measles pada pasien immunocompromised dapat menyebabkan

kematian. Ribavirin aktif secara in vitro dapat melawan virus measles.17

19
Pemberian Vitamin A

Defisiensi vitamin A pada anak-anak di negara berkembang sudah lama

dikaitkan dengan peningkatan mortalitas dari berbagai penyakit menular, termasuk

measles. Di Amerika Serikat, penelitian pada awal 1990-an mencatat bahwa 22-72%

anak-anak dengan measles memiliki kadar retinol rendah. Beberapa uji coba

terkontrol secara acak terhadap vitamin A di negara berkembang dan Amerika

Serikat telah menunjukkan berkurangnya angka morbiditas dan mortalitas akibat

measles.17

Indikasi pemberian vitamin A:17

1. Anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan

measles dan komplikasinya (misalnya, croup, pneumonia, dan diare).

2. Anak berusia > 6 bulan dengan measles yang belum mendapat suplementasi

vitamin A dan anak yang memiliki faktor risiko seperti imunodefisiensi, bukti

klinis defisiensi vitamin A, gangguan penyerapan usus, malnutrisi sedang sampai

berat dan imigrasi terakhir dari daerah-daerah yang memiliki tingkat kematian

tinggi yang disebabkan measles.

Regimen vitamin A parenteral dan oral yang tersedia dengan dosis yang

dianjurkan dalam sediaan kapsul, adalah dosis tunggal 200.000 IU per oral untuk

anak usia ≥ 1 tahun (100.000 IU untuk anak usia 6 bulan - 1 thn dan 50.000 IU

untuk bayi <6 bulan). Dosis harus diulang keesokan harinya dan 4 minggu

berikutnya untuk anak dengan bukti oftalmologi menderita defisiensi vitamin

A.17Vitamin A diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU

tiap hari.6

Tatalaksana measles jika terdapat penyulit:

20
a. Bronkopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4

dosis, intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 7 mg/kgBB/hari

intravena dibagi 4 dosis.

b. Enteritis, pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat

enteritis + dehidrasi.

c. Otitis media, pada infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik

kotrimoksazol-sulfametoksazol (TPM 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).

d. Ensefalopati, reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk

mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid.6

2.1.9 Komplikasi

2.1.10 Prognosis

2.1 Rubella

2.2.1 Definisi

Rubella (german measles) merupakan suatu penyakit virus yang umum pada

anak dan dewasa muda, ditandai oleh suatu masa prodromal yang pendek,

pembesaran kelenjar getah bening servikal, suboksipital dan postaurikular disertai

erupsi yang berlangsung 2-3 hari.6Rubella termasuk penyakit yang ringan pada

anak, tetapi dapat memberikan dampak buruk apabila terjadi pada ibu hamil

trimester pertama yaitu keguguran atau kecacatan pada bayi disebut congenital

rubella syndrome (CRS) seperti kelainan jantung, mata, ketulian dan keterlambatan

perkembangan.1

2.2.2 Epidemiologi

2.2.3 Etiologi

21
Virus rubella pertama kali diisolasi dari kultur sel pada tahun 1962

mengandung satu untai positif genom RNA. Virus rubella termasuk dalam

familyTogaviridae dan merupakan satu-satunyaanggota genus Rubivirus.2 Agen

penyebab penyakit rubella atau biasa disebut "measles jerman"menyebabkan

measles ringan. Ancaman sebenarnya muncul saat virus rubella menginfeksi janin

terutama selama trimester pertama saat infeksi dapat menyebabkan keguguran atau

sindrom rubella bawaan.Virus rubella ini menyebar dari orang ke orang melalui

jalur pernafasan.8

Infeksi atau vaksinasi alami dapat bertahan seumur hidup. Apabila tidak ada

vaksinasi, usia rata – rata infeksi rubella adalah 5-9 tahun dengan wabah musiman

tahunan yang biasanya terjadi di musim semi, dan epidemi besar terjadi setiap 3-8

tahun.2Ulasan tentang epidemiologi rubella di Afrika pada era pre-vaksin

(2002-2009) menemukan usia rata-rata kasus positif IgM rubella 7,3 tahun,

risikonya bervariasi di setiap negara berdasarkan perbedaan epidemiologi dan

sosioekonomi. Kejadian CRS sebelum era vaksinasi bervariasi dari 0,1-0,2 per

1.000 kelahiran hidup selama periode endemik dan 0,8-4,0 per 1.000 kelahiran

hidup selama epidemi rubella.8

2.2.4 Patogenesis

Mekanisme virus menyebabkan kerusakan sel dan kematian postnatal atau

rubella kongental belum dipahami sepenuhnya. Setelah infeksi, virus bereplikasi di

epitel saluran nafas dan menyebar ke kelenjar limfe regional. Viremia terjadi dan

paling parah dari 10-17 hari setelah infeksi. Pelepasan virus dari nasofaring dimulai

sekitar 10 hari setelah infeksi dan dapat dideteksi hingga 2 minggu setelah onset

22
munculnya ruam. Masa penularan tertinggi adalah dari 5 hari sebelum 6 hari setelah

munculnya ruam.

Faktor risiko yang paling penting untuk cacat kongenital berat adalah usia

gestasi saat terjadinya infeksi pada masa kehamilan. Infeksi maternal pada 8

minggu pertama usia kehamilan menyebabkan cacat yang paling parah dan

menyebabkan defek luas. Risiko cacat bawaan diperkirakan 90% apabila ibu

terinfeksi sebelum 11 minggu kehamilan, 33% pada 11-12 minggu, 11% pada

13-14 minggu, dan 24% pada 15-16 minggu. Cacat yang terjadi setelah 16 minggu

kehamilan jarang terjadi, meskipun janin ikut terinfeksi.

Penyebab kerusakan sel dan jaringan pada janin yang terinfeksi mungkin

termasuk nekrosis jaringan karena insufisiensi vaskular, berkurangnya waktu

pembelahan seluler, kerusakan kromosom, dan produksi protein inhibitor yang

menyebabkan berhentinya proses mitosis pada jenis sel tertentu. Gambaran yang

paling khas dari rubella bawaan adalah kronisitas. Begitu janin terinfeksi di awal

masa kehamilan, virus bertahan di jaringan janin sampai waktu persalinan.

Gambar 2.7 Patofisiologi Infeksi Virus Rubella postnatal26

23
2.2.5 Manifestasi Klinis

Infeksi rubella sering asimtomatik atau subklinis terutama pada anak-anak.

Orang yang secara klinis bermanifestasi sebagai penyakit rubella, gejala yang

muncul ringan dan self-limiting.Tahap prodromal 1 sampai 5 hari dimulai dengan

demam ringan, malaise, limfadenopati dan infeksi saluran pernapasan bagian

atas.Bintik-bintik forchheimer (petechiae di palatum mole) dapat mendahului atau

mengikuti ruam.Ruam ringan dan maculopapular, dimulai dari wajah dan

menjalar ke bawah, terjadisekitar 14 sampai 17 hari setelah terpapar dan biasanya

berlangsung selama 3hari. Rubella sering menyebabkan arthralgia / arthritis pada

wanita (sampai 70%), sedangkan gejala sendi, bersamaan dengan

konjungtivitisadalah komplikasi yang lebih umum pada pasien obstetrik serta

ensefalitis (1/6,000 kasus) dapat berkembang.Orang dewasa perempuan lebih

sering terkena infeksi rubella daripada pria atau anak-anak.7

Gambar 2.8

24
Manifestasi klinis rubella yang didapat tidak seperti measles. Empat periode

infeksi dapat dibedakan meskipun tidak begitu khas, seperti pada tabel 2.1. Masa

penularan virus selama 1 minggu, 4 sampai 7 hari setelah munculnya ruam.10

a. Masa inkubasi, biasanya 16 sampai 18 hari dan bisa hingga 23 hari. Periode

ini berlangsung dari saat terpapar dan penetrasi virus di nasofaring sampai

pada awal gejala prodromal.10

b. Periode prodromal, berlangsung antara 1 sampai 5 hari, rata-rata 2 hari. Hal

itu terjadi terutama pada remaja dan orang dewasa, dengan demam ringan,

malaise, limfadenopati (retroauricular, cervical posterior dan suboccipital) dan

gejala inflamasi hidung yang dapat dilihat pada tabel 2.4. Gejala lain

dtemukan ruam di palatum, dengan bintik merah kecil atau petechiae (bintik

forschheimer).10

c. Periode exanthem. Periode ini ditandai dengan trias yaitu demam, ruam dan

pembesaran kelenjar getah bening (tanda Theodor). Demamringan dan

berlansung singkat, ruam merah muda (lebih lemah dari measles)

maculopapularkecil, kurang menonjol, tidak berkonfluen, dimulai dari wajah

dan meluas dengan cepat, terutama pada tubuh. Ruam biasanya berlangsung 3

hari dan mengalami regresi secara progresif. Adenopati dapat terjadi pada

seluruh kelenjar dan berlangsung antara 5 dan 8 hari, beberapa kasusbisa

berlangsung hingga beberapa minggu. Pada orang dewasa arthralgia, arthritis

dan ruam disertai gatal.10

d. Periode pemulihan, dimulai pada hari ke 3 periode exanthem dan biasanya

tidak ada deskuamasi.10

25
Tabel 2.4 Manifestasi Klinis Rubella Didapat10

1. Periode Prodromal: 2. Periode exanthem:


Sering tak ketahuan Demam ringan dan singkat
Demam diskrit Ruam makulopapular
Catarrh ringan saluran udara Pembengkakan kelenjar
Enonema palatine tak kekal
Adenitis

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis rubella dapat dibuat dengan anamnesis yang cermat. Anamnesis

berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai timbul dari

belakang telinga sampai ke seluruh tubuh. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

demam, sifat demam pada rubella dapat membantu dalam menegakkan diagnosis,

oleh karena demam pada rubella jarang sekali di atas 38,5 C. Pada infeksi yang

tipikal, makula merah muda yang menyatu menjadi eritema difus pada muka dan

badan serta atralgia pada tangan penderita dewasa merupakan petunjuk diagnosis

rubella.6

Perubahan hematologik hanya sedikit membantu menegakkan diagnosis.

Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadang-kadang

terdapat leukopenia pada awal penyakit diikuti limfositosis reaktif dan sering

terjadi penurunan ringan jumlah trombosit.6

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi ELISA yaitu adanya

peningkatan titer antibodi 4 kali pada haemaglutination inhibition test (HAIR) atau

ditemukannya antibodi IgM yang spesifik untuk rubella. Titer antibodi mulai

meningkat 24-48 jam setelah permulaan erupsi dan mencapai puncaknya pada hari

6-12 hari.6 Pemeriksaan dilakukan dengan cara isolasi virus rubella dengan swab

26
tenggorok, sekret nasofaringeal dapat memberikan hasil yang akurat.8Sensitifitas

dan spesifisitas serologi ELISA yaitu 96-99% dan 86-97%. 9

Gambar 2. Pengambilan Swab Tenggorok

27
Gambar 2.4 Alur Diagnosis Rubella 15

Ketika infeksi rubella terjadi sebelum konsepsi atau selama 8-20 minggu

pertama gestasi itu dapat mengakibatkan defek fetal multipel yang biasa disebut

dengan sindrom rubella kongenital.

Diagnosis rubella pada neonatus (intrauterin) ditegakkan bila ditemukan:

1. 2 dari 3 tanda klinis utama (ketulian, katarak, dan atau retinopati rubella, lesi

jantung kongenital).6

2. Ada bukti virologik dan atau serologik segera setelah lahir. Adanya antibodi

IgM dan produksi antibodi terus menerus merupakan petunjuk infeksi

kongenital. Pada bayi yang terinfeksi kongenital, IgM serum spesifik rubella

dapat dideteksi sejak lahir selama beberapa bulan. Virus dapat diisolasi dari

sekret nasofaring, konjungtiva, urin, feses dan cairan serebrospinal. Ekskresi

28
virus paling aktif 1-3 bulan sejak lahir dan 2-20% bayi yang terinfeksi masih

mengeluarkan virus pada umur 1 tahun.1 namun pada beberapa sumber lain

IgM spesifik rubella akan terdeteksi pada hari saat ruam muncul dan akan tetap

positif setelah 7-10 hari setelah ruam muncul.9

3. Ada bukti infeksi rubella maternal selama kehamilan. Diagnosis prenatal dapat

dilakukan dengan RNA hybridization dari biopsi vilus korionik, kultur dari

cairan amnion, jaringan plasenta melalui amniosentesis, sampel villus korionik

menggunakan PCR,fluoresensi, hibridisasi insitu atau ELISA.10

4. Didapatkan adanya riwayat terkena infeksi rubella atau terpapar rubella pada

masa kehamilan trimester pertama dan adanya satu atau lebih manifestasi

rubella kongenital. 6

2.2.7 Diagnosis Banding

Penyakit yang memberikan gejala klinis dan eksantema yang menyerupai

rubella adalah:

a. Penyakit campak

Disebabkan oleh Morbillivirus, masa inkubasi 2 hari sebelum gejala

prodromalsampai 4 hari timbulnya erupsi.Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai

dengandemam 38,4 – 40,6ºC, koriza, batuk, konjungtivitis,bercak Koplik.Bercak

Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudaherupsi kulit, terletak pada mukosa bukal

posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papulwarna putih atau

abu-abu kebiruan di atas dasarbergranulasi atau eritematosa.Demam sangat tinggi

di saat ruam merata danmenurun dengan cepat setelah 2-3 hari timbulnya

eksantema.Dapat disertai adanya adenopati generali ata

29
dansplenomegali.Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masaprodromal, memudar

setelah 3 hari dan menghilangsetelah 6-7 hari.Erupsi dimulai dari belakang telinga

dan perbatasanrambut kepala kemudian menyebar secarasentrifugal sampai ke

seluruh badan pada hari ke-3 eksantema.Eksantema berupa papul eritematosa

berbatas jelasdan kemudian berkonfluensi menjadi bercak yanglebih besar, tidak

gatal dan kadang disertai purpura.Bercak menghilang disertai dengan

hiperpigmentasikecoklatan dan deskuamasi ringan yangmenghilang setelah 7-10

hari.

Gambar 2. Campak (Measles/robeola/morbili)

b. Penyakit Scarlet Fever

Disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup. Masa inkubasi1 – 7

hari, rata-rata 3 hari. Cara penularan Melalui droplets dari pasien yang terinfeksi

atau karier. Fokus infeksi Faring dan tonsil, jarang pada lukaoperasi atau lesi

kulit.Gejala prodromal berupa demam panas, nyeritenggorokan, muntah, nyeri

kepala, malaise danmenggigil. Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yangkhas.

30

Gambar 2. Scarlet Fever (Scarlatina)

Tonsil membesar dan eritem, pada palatum danuvula terdapat eksudat putih

keabu-abuan.Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehinggamemberikan

gambaran strawberry tongue (tandapatognomonik).Ruam berupa erupsi

punctiform, berwarna merahyang menjadi pucat bila ditekan. Timbul pertamakali

di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebarke seluruh badan dalam 24 jam.

Erupsi tampakjelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinaldan lipatan

poplitea.Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapididaerah sekitar mulut

sangat pucat (circumoralpallor).Beberapa hari kemudian kemerahan di

kulitmenghilang dan kulit tampak sandpaper yangkemudian menjadi deskwamasi

setelah hari ketiga.Deskuamasi berbeda dengan campak karenalokasinya di lengan

dan kaki. Deskuamasikemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.

c. Penyakit Roseola Infantum

Disebabkan Human herpes virus tipe 6 (HHV6)Perjalanan penyakit dimulai

dengan demam tinggimendadak mencapai 40-40,60C, anak tampakiritabel,

anoreksia, biasanya terdapat koriza,konjungtivitis dan batuk. Demam menetap

3-5hari dan menurun secara mendadak ke suhunormal disertai timbulnya

ruam.Ruam tampak pertama kali di punggung danmenyebar ke leher, ekstremitas

atas muka, danektremitas bawah.Ruam berwarna merah muda,

makulopapular,diskret, jarang koalesen sehingga mirip dengan

31
lesirubela.Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapathilang dalam beberapa

jam. Ruam hilang tidakmeninggalkan bekas berupa pigmentasi ataudeskuamasi.

Gambar 2. Roseola Infantum (Exanthem Subitum)

2.2.8 Tatalaksana

Perawatan khusus tidak tersedia untuk rubella yang didapat maupun CRS

(Congenital Rubella Syndrome).Perawatan suportif dapat diberikan pada pasien

rubella postnatal berupa pemberian antipiretik dan analgesik. Imunoglobulin

intravena atau kortikosteroid dapat dipertimbangkan untuk keadaan yang

berat.17Penatalaksanaan anak dengan CRS lebih kompleks dan membutuhkan ahli

pediatrik, jantung, THT, oftalmologi, dan neurologis untuk kepentingan evaluasi

dan tindak lanjut karena banyak manifestasi yang mungkin tidak segera muncul

pada awalnya atau mungkin memburuk seiring berjalannya waktu. Skrining

pendengaran sangat penting, karena intervensi dini dapat memperbaiki hasil pada

anak-anak dengan masalah pendengaran karena CRS.17

2.3 Vaksin Measles Rubella (MR)

Vaksin Measles Rubella (MR) adalah vaksin hidup yang dilemahkan (live

attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Vaksin ini tersedia dalam

32
kemasan 1 dosis per vial, 2 dosis per vial, 5 dosis per vial dan 10 dosis per vial. Di

Indonesia, untuk pelaksanaan introduksi imunisasi rutin akan menggunakan vaksin

MR kemasan 10 dosis per vial.1

Setiap dosis vaksin MR mengandung:

 1000 CCID50 virus campak

 1000 CCID50 virus rubella

*CCID50 :Cell Culture Infective Dose 50%

Gambar 2.x. Vaksinasi MMR

Hal-hal penting yang perlu diingat adalah:

1. Vaksin MR merupakan vaksin yang sensitive panas, harus disimpan pada suhu 2

- 8oC dan terlindung dari cahaya matahari.

2. Vaksin MR yang sudah dilarutkan dapat digunakan hingga 6 jam, setelah itu sisa

vaksin harus dibuang.

33
3. Vaksin MR dapat bertahan (masih tetap poten) selama 24 bulan apabila disimpan

dalam lemari es pada suhu 2 - 8 oCdan terlindung dari cahaya matahari.

4. Jumlah pelarut yang tersedia harus sama jumlahnya dengan vaksin MR

Dengan pemberian imunisasi measles dan rubella dapa tmelindungi anak dari

kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian,

kebutaan dan penyakit jantung bawaan. Vaksin MR diberikan secara subkutan

dengan dosis 0,5 ml. Vaksin hanya boleh dilarutkan dengan pelarut yang

disediakan dari produsen yang sama. Vaksin yang telah dilarutkan harus segera

digunakan paling lambat sampai 6 jam setelah dilarutkan.

Pada tutup vial vaksin terdapat indicator paparan suhu panas berupa Vaccine

Vial Monitor (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanya vaksin dengan kondisi

VVM A atau B.

Measles dan rubella adalah penyakit virus yang dapat menyebabkan akibat yang

serius. Sebelum adanya vaksin, penyakit ini sering terjadi di U.S., terutama pada

anak-anak.

Anak anak harus mendapatkan vaksin MMR, biasanya:

 Dosis pertama: diberikan pada usia 12 sampai 15 bulan

 Dosis kedua : diberikan pada usia 4 sampai 6 tahun

2.2. X JADWAL PEMBERIAN VAKSIN MR

• Pada program imunisasi rutin, vaksin MR diberikan pada anak usia 9

bulan untuk imunisasi dasar, 18 bulan pada imunisasi lanjutan, dan anak

kelas 1 SD/MI/sederajat pada BIAS.

• Vaksin MR dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin lainnya

seperti DPT-HB-Hib, TT, Td, DT, BCG, OPV dan IPV.

34
2.2. X CARA PEMBERIAN VAKSIN MR

Berikan imunisasi MR untuk anak usia 9 bulan sampai dengan<15 tahun tanpa

melihat status imunisasi dan riwayat penyakit campak atau rubella sebelumnya.

Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan penyuntikan vaksin MR:

1. Imunisasi dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai

(autodisable syringe/ADS) 0,5 ml. Penggunaan alat suntik tersebut

dimaksudkan untuk menghindari pemakaian berulang jarum sehingga

dapat mencegah penularan penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B dan C.

2. Pengambilan vaksin yang telah dilarutkan dilakukan dengan cara

memasukkan jarum kedalam vial vaksin dan pastikan ujung jarum selalu

berada di bawah permukaan larutan vaksin sehingga tidak ada udara yang

masuk kedalam spuit.

3. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk kedalam spuit dan

keluarkan udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan

mendorong torak sampai pada skala 0,5 cc, kemudian cabut jarum dari

vial.

4. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan kapas kering sekali

pakai atau kapas yang dibasahi dengan air matang, tunggu hingga kering.

Apabila lengan anak tampak kotor diminta untuk dibersihkan terlebih

dahulu.

5. Penyuntikan dilakukan pada otot deltoid di lengan kiri atas.

6. Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara subkutan (sudut

kemiringan penyuntikan 45o).

35
7. Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar, kemudian ambil kapas

kering baru lalu ditekan pada bekas suntikan, jika ada perdarahan kapas

tetap ditekan pada lokasi suntikan hingga darah berhenti.

2.2. X Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI) MMR

Vaksinanasi MMR pada umumnya ditoleransi baik dan jarang

menyebabkan kejadian ikutan yang serius. Vaksin MMR dapat menyebabkan

seseorang mengalami Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi:

Table 2.x Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi MMR

Kejadian Minor Kejadian Moderate Kejadian Severe

Pegal pada lengan setelah Kejang sering Tuli


injeksi berhubungan dengan
demam

Demam (biasanya terjadi Nyeri dan kekakuan Kejang lama,


7 sampai 12 hari setelah sementara pada sendi, penurunan
vaksinasi dan umumnya sering pada remaja atau kesadaran sampai
terjadi selama 1 sampai 2 perempuan dewasa koma
hari)

Kemerahan atau di area Jumlah trombosit Kerusakan otak


injeksi menurun sementara,
dimana dapat
menyebab kan
perdarahan abnormal

Bengkak pada kelenjar di Kemerahan di seluruh


pipi atau leher tubuh

*Jika kejadian ini terjadi,


biasanya dimulai dalam 2
minggu setelah vaksinasi.
Hal ini sedikit lebih sering
terjadi setelah dosis kedua
pemberian vaksin.

36
 Anafilaksis. Reaksi anafilaktik yang terjadi setelah vaksinasi MMR

jarang terjadi (1,814,4 per 1 juta dosis). Reaksi alergi ini disebabkan

komponen yang terkandung pada vaksin, seperti gelatine dan neomisin.

 Kejang Demam. Kejadian kejang demam setelah vaksinasi MMR

tercatat 1 kasus pada 3.000 4.000 dosis. Anak dengan riwayat kejang

demam, adanya riwayat epilesi pada keluarga mungkin dapat

meningkatkan risiko terjadinya kejang demam setelah vaksinasi MMR.

Kejadian ini terjadi pada 6 sampai 14 setelah vaksinasi.

 Thrombocytopenic purpura. Immune thrombocytopenic purpura (ITP),

risiko terjadi ITP meningkat selama 6 minggu setelah vaksinasi,

dengan perkiraan 1 kasus per 40.000 dosis. Risiko kejadian ITP yang

berkaitan dengan vaksinasi MMR mungkin meningkat pada orang

dengan riwayat ITP sebelumnya.

 Arthralgia and arthritis. Nyeri sendi dikaitkan dengan komponen

rubella pada vaksin MMR. Arthralgia atau arthritis umumnya dimulai

1-3 minggu setelah vaksinasi, biasanya ringan dan tidak melumpuhkan,

berlangsung sekitar 2 hari, dan jarang kambuh.

 Measles inclusion body encephalitis merupakan komplikasi infeksi

measles yang terjadi pada orang muda dengan gangguan kekebalan

selular dari penyebab bawaan atau yang didapatkan. Komplikasi

berkembang dalam waktu 1 tahun setelah infeksi measles awal dan

tingkat kematiannya sangat tinggi. Waktu dari vaksinasi terhadap

pengembangan badan inklusi ensefalitis measles adalah 4-9 bulan,

37
sesuai dengan perkembangan badan inklusi ensefalitis measles setelah

terinfeksi virus measles.

 Other possible adverse events. Autisme, penyakit radang usus, dan

diabetes mellitus tipe 1, ensefalomielitis diseminata akut, kejang

demam, neuritis brakialis, arthritis kronis, radang sendi kronis, sindrom

kelelahan kronis, polineuropati, ensefalopati , fibromyalgia, sindrom

Guillain-Barré, gangguan pendengaran, hepatitis, meningitis, multiple

sclerosis, neuromyelitis optica, neuritis optik, myelitis, sindrom

myoclonus opsoclonus, atau radiculoneuritis dan neuropati lainnya.

2.2. X KONTRAINDIKASI

1. Wanitahamil

2. Seseorang dengan imunodefisiensi (seperti seseorang yang menderita

kanker dan HIVAIDS atau sedang dalam terapi kortikosteroid,

imunosupresan dan radioterapi )

3. Leukemia, anemia berat dan kelainan darah lainnya

4. Kelainan fungsi ginjal berat

5. Decompensatio cordis

6. Setelah pemberian gamma globulin atau transfuse darah

7. Riwayat alergi terhadap komponen vaksin

Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai berikut:

1. Demam

2. Batuk pilek

3. Diare

38
Gambar 2.x. Cara pemberian ADS dan memasukkan vaksin ke dalam ADS

Gambar 2.x. Sudut Kemiringan Penyuntikan

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit. Petunjuk teknis


kampanye dan introduksi imunisasi measles dan rubela (MR). Jakarta:
Kemenkes RI; 2017.
2. WHO European Region. Guidelines for measles and rubella outbreak
investigation and response in WHO European region. WHO; 2013.
3. Halim RG. Campak pada anak. CDK. 2016; 43 (3): 186-89.
4. Kadek, Darmadi S. Gejala rubel bawaan (kongenital) berdasarkan
pemeriksaan serologis dan RNA virus. Indonesian journal of clinical
pathology and medical laboratory. 2007; 13 (2): 63-71.
5. Orenstein WA, Cairns L, Hinman A, Nkowane B, Olive JM, Reingold AL.
Measles and rubella global strategic plan 2012-2020 midterm review report:
background and summary. Vaccine. 2018: A35-42.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2008.
7. Laksono BM, Vries RD, McQuaid S, Duprex WE, Swart RL. Measles virus
host invation and pathogenesis. Viruses 2016; 8(8): 210.
8. Lambert N, Strebel P, Orenstein W, Icenogle J, Poland GA. Rubella. National
Institute of Health 2015; 385(9984): 2297–2307.
9. White Sj, Boldt KL, Holditch SJ, Poland GA, Jacobson RM. Measles,
Mumps, and Rubella. National Institute of Health 2012; 55(2): 550–559.
10. Moraha-Llop FA. Clinical manifestation of measles and rubella. The Open
Vaccine Journal 2010: 3; 60-64.
11. Mason WH. Rubella. Dalam: Kliegman RM, penyunting. Pediatrics. Edisi
kedua puluh. Canada: Elsevier. 2016; 1550.
12. CDC. 2017. httpx://www.CDC.gov/measles/about/photos.html (diakses
tanggal 2 Maret 2018).
13. Duru OC, Peterside O, Adeyemi OO. A 4 years review of childhood measles
at the Niger Delta University Teaching Hospital, Bayelsa state, Nigeria.
Journal of Medicine and Medical Science 2014; 5 (4): 78-86.
14. Swart RL. The pathogenesis of Measles Revisited. The pediatric infectious
disease journal. 2008; 27-86.

40
15. Tipples GA. Rubella diagnostic issues in Canada. National Microbiology
Laboratory, Public Health Agency of Canada. 2011: 204; S662.
16. Kliegman R, Stanton B, St. Geme J, Schor N, Behrman R. Nelson textbook
of pediatrics. Edisi kedua puluh. Canada: Elsevier. 2016; 2330.
17. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2014. Jakarta;
2015. p. 25-7
18. Rubella hhs public acces
19. IDAI
www.IDAI.or.id/artikel/klinik/imunisasi/lembar-fakta-poliomielitis-rubella-c
ampak
20. Brigitta ML, Rory DV, Stephen MQ, Paul D dan Rik LS. Measles Virus Host
Invasion and Pathogenesis. Viruses 2016, 8, 210; ; doi:10.3390/v8080210
www.mdpi.com/journal/viruses
21. Mina, M.J.; Metcalf, C.J.; de Swart, R.L.; Osterhaus, A.D.; Grenfell, B.T.
Long-term measles-induced immunomodulation increases overall childhood
infectious disease mortality. Science 2015, 348, 694–699.
22. Foo, S.Y.; Phipps, S. Regulation of inducible BALT formation and
contribution to immunity and pathology. Mucosal Immunol. 2010, 3,
537–544.
23. GeurtsvanKessel, C.H.; Willart, M.A.; Bergen, I.M.; van Rijt, L.S.; Muskens,
F.; Elewaut, D.; Osterhaus, A.D.; Hendriks, R.; Rimmelzwaan, G.F.;
Lambrecht, B.N. Dendritic cells are crucial for maintenance of
tertiarylymphoid structures in the lung of influenza virus-infected mice. J.
Exp. Med. 2009, 206, 2339–2349.
24. De Swart, R.L.; Ludlow, M.; de Witte, L.; Yanagi, Y.; van Amerongen, G.;
McQuaid, S.; Yuksel, S.;Geijtenbeek, T.B.; Duprex,W.P.; Osterhaus, A.D.
Predominant infection of CD150+ lymphocytes and dendritic cells during
measles virus infection of macaques. PLoS Pathog. 2007, 3, e178.
25. De Vries, R.D.; McQuaid, S.; van Amerongen, G.; Yuksel, S.; Verburgh,
R.J.; Osterhaus, A.D.; Duprex,W.P.; de Swart, R.L.Measles immune

41
suppression: Lessons fromthemacaquemodel. PLoS Pathog. 2012, 8,
e1002885.
26. Lamprecht CL: Rubellavirus. In Beshe RB, editor: Textbook of human
virology, ed 2, Littleton, MA, 1990, PSG Publishing, p. 685.)

42

Anda mungkin juga menyukai