Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHUIUAN

A. Latar Belakang

Pembagunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat ,yaitu hak untuk memperolehpelayanan kesehatan sesuai undang –undangdasar
1945 pasal 28 H ayat 1 dan undang- undang no 23 th 1992 tentang kesehatan .
pembagunan kesehatan harus di pandang sebagai suatu investasi ,yang antara lain di ukur
dengan indeks pembagunan (IPM).

Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain
pendidikan dan pendapatan .kesehatan jugak merupakan investasi untuk mendukung
pembagunan ekomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan.dalam pelaksanaan pembagunan kesehatan di butuh kan perubahan cara
pandang (mindsent) dari paradigma sakit ke paradigm sehat , sejalan dengan visi
Indonesia sehat 2010.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana caranya memberikan pelayanan kesehatan yang profesional ?
2. Bagaimana pandangan islam tentang korupsi dan cara pencegahanny di Indonesia
C. Tujuan
1. Tujuan nya adalah agar kita semua , khususnya para pembaca memahami dan bisa
melihat gambaran yg sesungguhnya mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia
khususnya di bidang kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Bagaimana caranya memberikan pelayanan kesehatan yang profesional ?

Rumah Sakit merupakan unit pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang


berfungsi untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia. Kualitas pelayanan kesehatan
yang bermutu pada dasarnya tidak terlepas dengan bagaimana seorang pasien puas
dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, termasuk perawat.

Perawat yang profesional akan menentukan seberapa besar keberhasilan rumah


sakit itu sendiri, karena seorang perawat hampir 24 jam melakukan kontak komunikasi
dengan pasien. Oleh karena itu, pentingnya kehadiran seorang perawat yang profesional
dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan citra dari sebuah rumah sakit.

Perawat yang profesional memiliki komitmen untuk berpegang teguh dengan


standar pelayanan Rumah Sakit termasuk standar asuhan keperawatan. Dalam UU No.38
tahun 2014 tentang Keperawatan Pasal 1 ayat (3), Pelayanan keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, atau masyarakat baik sehat maupun sakit. Dalam hal ini perawat
merupakan sebuah profesi yang memberikan asuhan keperawatan yang didasarkan pada
ilmu serta kemampuan yang dimilikinya.

Selanjutnya, kepuasaan pasien dapat dijadikan indikator kualitas pelayanan


kesehatan dan keperawatan dengan dilakukan proses pelayanan dan hubungan
komunikasi antara perawat dengan pasien. Oleh karenanya, nilai-nilai profesionalisme
dalam keperawatan penting untuk membangun persepsi pasien yang baik terhadap
perawat. Dalam American Association of College of Nursing (2008) disebutkan bahwa
ada lima nilai profesionalisme yang dapat membuat perawat dipandang sebagai perawat
yang caring dan professional, yaitu
1. Altruisme atau sifat yang lebih memperhatikan dan mengutamakan
kesejahteraan orang lain. Contohnya, perawat yang mengimplementasikan
caring, compassion (kasih sayang), generosity (murah hati), dan tabah
kepada pasiennya.
2. Otonomi atau hak untuk menentukan nasib sendiri. Dalam praktik
professional perawat dapat menunjukan nilai ini dengan cara menghormati
hak pasien dalam membuat suatu keputusan mengenai kesehatan mereka.
3. Menghargai martabat manusia seperti menghormati nilai yang sudah
melekat dan keunikan setiap pasien. Contoh yang dapat diterapkan adalah
dengan berempati, seperti saat ada klien dengan masalah yang besar maka
perawat mampu melindungi privasi dari klien tersebut
4. Nilai kejujuran atau nilai integritas dimana perawat mampu
mengsinkronisasi antara fakta dan realita dari seorang klien. Contohnya
adalah seorang perawat dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan
keperawatan yang dilakukannya dengan benar, akurat, dan juga jujur
5. Bertindak adil kepada semua klien atau pasien karena perawat diharapkan
mampu menjaga semua aspek etik dan kelegalan dalam keperawatan.
Contohnya seperti, perawat harus dapat berlaku adil terlepas dari status
ekonomi, usia, suku, ras, kewanegaraan, cacat, atau orientasi seksual yang
dimiliki oleh pasien. Jika saja perawat memandang status ekonomi dari
suatu pasien, perawat sudah menyalahi kode etik, UU dan lain sebagainya.

Dari kelima nilai profesionalisme tersebut terdapat tambahan dari American


Nurses Association (2005) bahwa nilai profesionalisme perawat juga melibatkan
akuntabilitas yaitu keadaan dimana seseorang diminta pertanggungjawaban lebih atas
tindakan yang dilakukannya.

Profesionalisme perawat pula tidak terlepas dari prinsip etik dan prinsip moral
yang ada. Menurut Potter & Perry (2013), prinsip etik keperawatan ada autonomy,
beneficence, non-maleficience, justice dan fidelity, serta terdapat tambahan dari Kozier
(2011), yaitu veracity. Ketujuh prinsip etik ini menekankan tentang baik atau buruknya
tindakan yang dilakukan oleh perawat. Contohnya seperti, veracity atau mengatakan hal
yang sebenarnya atau berterus terang kepada pasien mengenai pelayanan keperawatan
yang akan diberikan ataupun kondisi pasien tersebut. Hal ini terlihat mudah akan tetapi
dalam praktiknya pilihan yang ada tidak selalu jelas, sehingga terkadang perawat
diposisikan dalam dilema etik.

Prinsip moral keperawatan yang disebutkan dalam The American Nurse


Accociation (ANA) (2015), yaitu advocacy, responsibility, accountability,
confidentiality. Dimana prinsip advokasi disini menerangkan bahwa seorang perawat
dapat menghargai hak-hak otonomi pasien. Perawat dapat mengadvokasi pasien terhadap
kesehatannya, keselamatannya, dan hak-hak pasien. Kemudian, prinsip responsibility
yaitu bertanggung jawab atas kesediaan untuk menghormati kewajiban profesional
seseorang dan menindaklanjuti janji yang telah dibuat. Sedangkan, accountability
merupakan prinsip dimana seorang perawat bertanggung jawab dengan tindakan yang
dilakukannya. Perbedaan antara kedua prinsip tersebut terlihat jelas pada praktiknya
prinsip accountability, yaitu ketika perawat ditanya oleh pasien atau keluarga pasien
dapat memberikan alasan yang rasional dan valid mengenai tindakan yang dilakukan.

Perawat yang menerapkan nilai-nilai profesionalisme dalam keperawatan dan


berpegang teguh pada prinsip moral serta prinsip etik keperawatan akan membangun
pandangan yang baik kepada pasien. Pasien akan menilai perawat sebagai sebuah profesi
yang profesional. Profesi yang tidak hanya sekedar melakukan pekerjaannya saja tetapi
profesi yang memberikan pelayanan yang terbaik serta setara dengan profesi lainnya. Hal
ini juga akan meningkatkan pandangan pasien mengenai kualitas serta citra rumah sakit
menjadi semakin lebih baik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningsih (2009) bahwa pasien akan
merasa puas terhadap sikap caring perawat dalam berkomunikasi, memberikan pelayanan
yang memudahkan pasien serta sikap perawat yang cepat merespon terhadap kebutuhan
klien. Sehingga, ditekankan kembali bahwa kehadiran perawat yang profesional sangat
penting untuk meningkatkan persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan.
Akan tetapi, realitanya jarang ditemukan perawat yang profesional di rumah sakit
di Indonesia. Perawat profesional itu sendiri merupakan perawat yang telah
menyelesaikan program pendidikan profesi dari sebuah institusi pendidikan. Mereka akan
memiliki gelar ners dan sarjana keperawatan sehingga terlihat jelas perbedaannya dengan
perawat vokasional yang hanya lulusan D3.

Rumah sakit di Indonesia masih mengandalkan perawat vokasional karena


beberapa kendala, seperti masih kurangnya perawat lulusan program profesi dan
tingginya gaji yang harus diberikan kepada perawat dengan gelar ners. Padahal dengan
adanya perawat yang profesional di sebuah rumah sakit, pelayanan keperawatan yang
diberikan akan semakin maksimal dan berkualitas. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kualitas rumah sakit dapat dilakukan dengan cara menambah sumber daya tenaga
kesehatan yang profesional serta pelayanan keperawatan yang diberikan harus lebih
ditingkatkan kembali.

B. Bagaimana pandangan islam tentang korupsi dan cara pencegahannya di Indonesia

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga
sangatlah rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan
pokok hukum (pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni
dimensi halal dan dimensi haram. Perilaku korupsi adalah masuk pada dimensi haram
Karena korupsi menghalalkan sesuatu yang haram, dan korupsi merupakan wujud
manusia yang tidak memanfaatkan keluasan dalam memperoleh rezeki Allah SWT. Dan
islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi. Yaitu risywah (suap), saraqah
(pencurian) al gasysy (penipuan) dan khianat (penghianatan). Yang pertama, korupsi
dalam dimensi suap (risywah) dalam pandangan hukum islam merupakan perbuatan
tercela dan juga merupakan dosa besar serta Allah sangat melaknatnya. Islam tidak
menentukan apa hukuman bagi pelaku suap, akan tetapi menurut fuquha bagi pelaku
suap-menyuap ancaman hukumannya berupa hukuman ta’zir yang disesuikan dengan
peran masing-masing dalam kejahatan.yang kedua, korupsi dalam dimensi pencurian
(saraqah), yang berarti mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi,
artinya mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya, jadi saraqah adalah mengambil
barang orang lain dengan cara melawan hukum atau melawan hak dan tanpa
sepengetahuan pemiliknya.

Upaya-upaya pemberantasan atau pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia


dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut :

1. Pengawasan oleh lembaga masyarakat


2. Lembaga pengawas seperti DPR, DPRD, BPK, BPKP, dan Bawasda
3. Lembaga pengawas Independen seperti KPK
4. Lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

Selain itu diperlukan adanya Instrumen sebagai dasar hukum untuk memberantas
dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

BAB III

A. Kesimpulan
Tioyhuiopsdnbkujkl;’,kb.vnhj
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai