Anda di halaman 1dari 17

Makalah Farmasi Klinik

“PENGGUNAAN OBAT PADA GANGGUAN GINJAL”

Disusun Oleh:
Kelompok IV (Farmasi A)

Makbul Renaldi Sahi 15101105059


Meyla Chintia Maria Pratasik 15101105060
Riskawati Ajid Buamona 15101105061
Tiansi Veren Maalangan 15101105062
Vionita Grace Halean 15101105063
Meivita Alfriani Sahensolar 15101105064
Mochamad Ilham Eda 15101105065
Danni Umbu Wira Redwik 15101105066
Defritsevani Yuliana Umboh 15101105067
Dina Imorina Legoh 15101105068
Esterlina Aldora Puluh 15101105069
Gabrielle Sengkey 15101105072
Rilly Sendow 15101105074
Ricky C. Rumayar 15101105076
Firmansyah Paputungan 15101105077
Juliandro Fangohoy 15101105078
Priskha Widiastuti 15101105079
Muhammad Setiawan 14101105065
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunianyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Mungkin dari hasil makalah ini masih terdapat banyak kekurangan yang
perlu dikembangkan lagi, untuk itu saran dan masukan dari pembaca sangat
diharapkan untuk dapat dikembangkan. Atas kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, kami harap dapat memperbaiki pada kesempatan yang berikutnya.

Manado, 19 April 2018

Kelompok IV
DAFTAR ISI

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Daftar isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ….. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……..
2. Rumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……..
3. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……..

BAB II PEMBAHASAN
1. Fungsi Ginjal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ……………………………….
2. Penyebab Gangguan Ginjal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …………………
3. Obat yang menyebabkan Gangguan Ginjal. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …….
4. Cara Pemilihan Obat bagi Pasien yang Menderita Gangguan Ginjal. . . . . . . . . . . . .
5. Penyesuaian Dosis terhadap Pasien Gagal Ginjal………………………………….

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………………


DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ………………….
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Penyakit ginjal adalah gangguan yang terjadi pada organ ginjal, yaitu dua buah organ
berbentuk seperti kacang merah yang berada di kedua sisi tubuh bagian punggung bawah,
tepatnya di bawah tulang rusuk. Gangguan pada ginjal akan memengaruhi kinerja tubuh dalam
mencuci darah yaitu menyaring limbah tubuh dan cairan berlebih yang akan menjadi urine.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang
lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah
perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran
cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik
serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan
bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau
dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan
adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini
dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
Pasien dengan gangguan ginjal (seringnya terjadi pada usia lanjut) dapat mengalami
beberapa permasalahan penggunaan obat dan pendosisan. Selain masalah penurunan ekskresi
dan peningkatan toksisitas, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut.
 Farmakokinetika obat dapat terpengaruh, termasuk perubahan distribusi dan ikatan
protein
 Sensivitas beberapa obat dapat meningkat, meskipun ekskresi tidak mengalami gangguan
 Efek samping kurang dapat ditoleransi oleh pasien dengan gangguan ginjal
 Beberapa obat (yang efeknya bergantung pada ekskresi urine) dapat menjadi tida efektif
jika fungus ginjal mengalami gangguan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah fungsi dari ginjal?
2. Apa saja penyebab dari gangguan ginjal?
3. Apa saja contoh obat yang menyebabkan gangguan pada ginjal?
4. Bagaimana cara pemilihan obat bagi pasien yang menderita gangguan ginjal?
5. Bagaimana penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui fungsi dari ginjal.
2. Untuk mengetahui penyebab dari gangguan ginjal.
3. Untuk mengetahui contoh obat yang menyebabkan gangguan pada ginjal.
4. Untuk mengetahui cara pemilihan obat bagi pasien yang menderita gangguan ginjal.
5. Untuk mengetahui cara penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Ginjal


Ginjal memiliki sejumlah fungsi penting, meliputi:
 Ekskresi bahan yang tidak diperlukan
Ekskresi produk buangan meliputi produk sampingan dari metabolism karbohidrat
(misalnya air, asam) dan metabolisme protein (urea, asam urat dan kreatinin), bersama
dengan bahan yang jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh (misalnya air)
 Pengaturan homeostasis
Misalnya, keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam-basa. Ginjal berperan
penting dan secara aktif memepertahankan keseimbangan ionik, osmotik, pH dan
keseimbangan cairan yang paling tepat diseluruh bagian tubuh.
 Biosintesa dan metabolisme hormon
Hal ini meliputi biosintesa (misalnya, renin, aldosteron, erythropoeitin dan 1,25-
dihidroksi vitamin D) serta metabolisme hormon (misalnya, insulin, steroid, dan hormon-
hormon tiroid). Oleh karena itu ginjal terlibat dalam pengaturan tekanan darah,
metabolisme kalsium dan tulang serta eritropoiesis.

2.2 Penyebab Penyakit Ginjal


a. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal dapat berupa gagal ginjal akut (GGA) maupum kornik (GGK). Gagal ginjal akut
ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan penurunan secara cepat volume urin.
Laju filtrasi glomelurus (LFG) dapat secara tiba-tiba menurun sampai dibawah 15 ml/menit. gGa
akan mengakibatkan peningkatan kadar serum urea, kreatinin dan bahan-bahan yang lain.
Walaupun sering bersifat reversibel, tetai secara umum mortalitasnya tinggi. Penyebab gagal
ginjal akut dapat dibagi menjadi pre-renal, renal dan post-renal:
 Penyebab pre-renal, misalnya septicaemia, hypovolaemia, cardiogenic shock, hipotensi
akibat obat
 Penyebab renal, misalnya. Glomerulodepritis, myoglobinuria, interstitial, nephritis akut,
gejala urenia himolitik, obstruksi internal, obat yang bersifat deprotoksik, hipertensi yang
makin meningkat (accelerated hypertension)
 Penyebab post-renal, misalnya, obstruksi saluran kemih akibat hipertrofi prostat, batu
ginjal dan batu pada saluran kemih, tumor pada saluran ginjal, penggumpalan darah
(Bradley 1997)
Tanda-tanda dan gejala kinis GGA sering tersamar dan tak spesifik, walaupun hasil pemeriksaan
biokimiawi serum selalu menunjukkan ketidaknormalan, Gamabran klinis dapat meliputi
perubahan volume urine (oligurya, poliurya), kelainan neurologis (lemah, letih, gangguan
mental), gangguan pada kulit (misalnya. Sesak, pericarditis) dan gejala pada saluran cerna (mual,
nafsu makan menurun, muntah).(Ballinger & Patchett 2000)

b. Gagal ginjal kronis


Gagal ginjal kronis ditandai dengan berkurangnya fungsi ginjal secara perlahan, berkelanjutan,
tersembunyi, serta bersifat irreversible. Baik pada gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis,
terjadi penurunan/kehilangan fungsi pada seluruh nefron. Penyebab umum GGK meliputi:
 Glomerulonephritis kronis
 Diabetic nephropathy
 Hipertensi
 Penyakit renovaskuler
 Interstitial nephritis kronis
 Penyakit ginjal keturunan
 Penyempitan saluran kemih berkepanjangan (Bradley 1997)
Tanda-tanda dan gejala gagal ginjal kronis (GGK) meliputi nokturia, edema, anemia (iron-
resistant, normochromic, normocytic), gangguna elektrolit, hipertensi, penyakit tulang (renal
osteodystrophy), perubahan neurologis (misalnya, lethargia, gangguan mental), gangguna fungsi
otot (misalnya, kram otot, kaki pegal) dan uraemia (misalnya, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, prutirus).(Harper 1999)
Istilah ‘uraemia’ (urea dalam darah), yang menggambarkan kadar urea darah yang tinggi,
sering digunakan sebagai kata lain untuk gagal ginjal (akut maupun kronis).
2.3 Obat yang Menyebabkan Gangguan pada Ginjal
Obat telah diketahui dapat merusak ginjal melalui berbagai mekanisme. Bentuk
kerusakan yang paling sering dijumpai adalah interstitila nephritis dan glomerulonephritis.
Walaupun daftar obat yang bersifat neftrotoksik sangat panjang, namun kebanyakan kerusakan
yang timbul hanya akibat reaksi hipersensivitas (misalnya, penisilin, sulfonamida) dan cukup
aman bagi sebagian besar pasien.
Obat dpat mengakibatkan gangguan fungsi gangguan ginjal melalui dua cara: kerusakan
atau perubahan fungsi ginjal secara langsung dan kerusakan secara tak langsung melalui efeknya
pada pasokan darah. Obat yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal secara langsung meliputi
aminoglikosida, amfoterisin B, cisplatin, bentuk garam dari emas, logam berat, penisilamin,
metotreksat, dan radiocontrast media.
Sedangkan obat yang berpengaruh pada fungsi ginjal meliputi litium dan demekloksiklin,
yang dapata menyebabkan diabetes insipidus melalui penghambatan kerja hormon antidiuretika
(anti-diuretic hirmone, ADH) pada saluran pengumpul (collecting duct). Obat yang dapat
menyebabkan vasculitis bisa mempengaruhi ginjal (misalnya, mfoterisin B, allopurinol,
golongan penisilin, fenitoin, sulfonamida, tiazid). Obstruksi pada ginjal, walaupun sangat jarang
terjadi tetapi dapat disebabkan oleh kristaluria (nitrofurantion, 6-merkapotopurin, metotreksat)
serta pembentukan batu urat (misalnya, siotoksika)
Pada pasien dengan keruusakan ginjal ringan, diperlukan pengawasan ketat terhadap efek
samping dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal lebih parah lagi. Namun, pada kerusakan
ginjal sedang atau parah, obat alternative sebaiknya dipakai jika memungkinkan. Obat yang ideal
untuk gagal ginjal harus mengikuti criteria berikut ini :
 < 25% diekskresikan dalam bentuk utuh melalui urin
 Tidak ada metabolit aktif atau toksik
 Kadar/aktivitas tidak atau sedikit dipengaruhi oleh keseimbangan cairan tubuh atau
perubahan ikatan protein
 Indeks terapi luas
 Tidak bersifat nefrotoksis
Sayangnya, sering kali tidak mungkin untuk menemukan obat yang sesuai dengan criteria di
atas, pada kasus tersebut biasanya diperlukan penyesuaian dosis. Dua metode penurunan dosis
yang biasa digunakan, baik salah satu maupun keduanya:
 Berikan dosis yang lebih kecil dengan interval yang sama
 Berikan dosis yang sama dengan interval lebih panjang

Kerusakan ginjal memperpanjang waktu parah obat yang diekskresikan melalui ginjal.
Waktu untuk konsentrasi seimbang (steady state) adalah ~5 kali waktu paruh. Dengan demikian,
seperti pada pasien dengan fungsi ginjal normal, dosis awal (loading dose) mungkin diperlukan
jika diinginkan efek yang lebih cepat, terutama jika interval pemberian dosis diperpanjang. Dosis
awal pada pasien dengan kerusakan ginjal sama dengan dosis awal pada pasien dengan fungsi
ginjal normal.
Obat tertentu harus sering diperiksa jika terdapat kecurigaan adanya gagal ginjal. Pada
banyak kasus, obat-obat tersebut tidak hanya diekskresikan terutama di ginjal, tetapi kerusakan
ginjal lebih lanjut. Selain itu, efek samping yang disebabkan oleh akumulasi tersebut dapat
disalahartikan sebagai deteriosasi penyakit. Jika memungkinkan, hindari obat yang berpotensi
nefrotoksik pada pasien dengan kerusakan ginjal.

Obat yang menyebabkan nertotoksisitas meliputi:


 AINS
 Radiocontrast media
 Kaptopril
 Siklosporin
 Aminoglikosida
 Sisplatin
 Analgesik non-narkotika (misalnya asetaminofen, aspirin, ibuprofen)
 Rifampisin
 Litium
 Simetidin
Penggunaan obat jenis apa pun yang diketahui berpotensi menyebabkan efek nefrotoksik sedapat
mungkin harus dihindari pada semua penderita gangguan ginjal.
2.4 Pedoman Pemilihan Obat bagi Pasien yang Menderita Gangguan Ginjal
Gagal ginjal berkaitan dengan sejumlah kondisi klinis (misalnya, ketidakseimbangan pH
dan kelainan elektrolit) yang perlu diperbaiki atau diobati. Penderita tersebut umumnya
mengeluhkan gatal, kram, peripheral tingling, mual yang mungkin harus diobati secara
simptomatis. Lagi pula, penderita juga dapat merasakan berbagai jenis penyakit sistemik lainnya
yang mungkin oerlu di obati juga. Jadi pasien dengan gangguan ginjal sering kali di obati dengan
sejumlah obat.
Tetapi penggunaan obat pada penderita yang mengalami penurunan fungsi ginjal dapat
menimbulkan permasalahan karena beberapa alasan berikut:
 Kegagalan untuk mengekskresikan obat atau metabolitnya dapat menimbulkan toksisitas
 Kepekaan terhadap beberapa obat akan meningkat meskipun eliminasinya tidak terganggu
 Banyak efek samping sulit ditoleransi oleh penderita gagal ginjal
 Beberapa obat menjadi tidak efektif jika fungsi ginjal menurun (misalnya, asam nalidiksat)

Beberapa pedoman berikut ini menjadi penting:


 Gunakan obat hanya jika secara jelas diindikasikan bagi penderita tersebut
 Pilih obat dnegan efek nefrotoksik minimal dan hindari obat yang berpotensi nefrotoksik
 Waspada terhadap peningkatan kepekaan terhadap efek obat tertentu
 Pantau dan lakukan hal yang diperlukan sesuai dengan kadar obat dalam plasma
 Cek kesesuaian pengaturan dosis
 Hindari pemakaian jangka panjang obat yang memiliki potensi toksik
 Pantau kemanfaatan klinis dan keberadaan toksisitas
 Banyak masalah dapat dihindari dengan cara menurunkan dosis atau menggunakan obat lain
sebagai gantinya.

2.5. Penyesuaian Dosis pada Pasien Gagal Ginjal


Peresepan untuk penderita dengan gagal ginjal memerlukan pengetahuan mengenai fungsi hati
dan ginjal penderita, riwayat pengobatan, metabolisme dan aktivitas obat, lama kerja obat serta
cara ekskresinya. Tingkatan fungsi ginjal yang memerlukan penurunan dosis tergantung berapa
bagian obat yang secara normal dikeluarkan melalui ginjal dan berapa bagian yang melalui rute
metabolism lain serta seberapa toksik obat tersebut.
(Pedoman Pelayanan Farmasi)

DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2006

Rute eliminasi
Eliminasi obat merupakan parameter yang paling penting untuk dipertimbangkan pada saat
penentuan dosis karena eliminasi obat atau metabolitnya mungkin menurun sehingga
menyebabkan peningkatan efek farmakologis atau tokksisitas.
Sebelum menyesuaikan dosis obat apapun, harus ditentuka secara jelas rute eliminasi bahan
tersebut. Eliminasi sebagian besar obat yang terutama melalui ginjal akan menurun pada
gangguan ginjal. Sampai tingkatan mana gangguan ginjal dapat mempengaruhi eliminasi
tergantung pada prosentase obat dalam bentuk tidak berubah yang dikeluarkan ginjal (misalnya,
metabolism melalui hati) tidak terlalu berubah pada penderita dengan penyakit ginjal. Kecuali
jika produk metabolit suatu senyawa secara farmakologis aktif atau toksik dan terutama
bergantung pada ginjal untuk eliminasinya, maka penyesuaian dosis diperlukan.
Indeks Terapi
Indeks terapi suatu obat merupakan pengukuran secara garis besar mengenai keamanan obat jika
digunakan, dengan cara memperhatikan hubungan antara dosis eekti dan toksiknya.
Aminoglikosida dan vankomisin, misalnya, merupakan obat dengn indeks terapi sempit (yang
juga terutama dieliminasi melalui ginjal). Untuk obat-obat jenis ini kadar toksik dalam plasma
sangat mendekati rentang terapinya dan sangat mungkin terjadi kesalahan dosis. Oleh karena
sempitnya batas keamanan obat, maka pemantauan obat yang didasarkan pada filtrasi glomeruler
harus digunakan, disertai penyesuaian selanjutnya yang tergantung respon klinis dan kadar obat
dalam plasma.

Penyesuaian dosis
Pengobatan yang benar-benar bermanfaat diperlukan oleh pasien dengan gangguan ginjal dan
penyesuaian dosis berupa penurunan terhadap total dosis penjagaan harian sering kali diperlukan.
Perubahan dosis obat yang sering dijumpai adalah penurunan dosis atau perpanjangan interval
pemberian obat atau gabungan keduanya. Untuk berbagai obat yang hanya memiliki efek
samping ringan atau tidak bergantung dosis, perubuhan pemberian obat yang sangat rinci tidak
penting dan cukup menggunakan skema penurunan dosis secara sederhana. Berbagai pustaka
rujukan, seperti British National Formulari,Bennett’DrugPrescribing in Renal Farlure-Dosing
Guidelines For Adults, dan Bunn’s The Renal Drug Handbook, memberikan anjuran dosis yang
didasarkan pada tingkat keparahan gangguan ginjal, yang dinyatakan dalam istilah laju filtrasi
glomeruler (LFG).
Bagi beberapa jenis obat, apabila dosis penjagaan diturunkan, merupakan hal penting
untuk menambahkan suatu dosis muatan, jika diinginkan efek yang segera. Hal ini disebabkan
oleh keadaan dimana penderitaa yang diberi suatu dosis lazim obat apapun akan memerlukan
lebih dari lima kali waktu paruh untuk mencapai kadar plasma tunak (steady state). Oleh karena
waktu paruh obat dalam plasma yang diekskresikan melalui ginjal diperpanjang pada gagal
ginjal, maka diperlukan beberapa hari sebelum dosis obat (yang sudah diturunkan/lebih rendah)
tersebut dapat mencapai kadar terapeutik dalam plasma. Dosis muatan biasanya sama besarnya
seperti dosis awal bagi penderita dengan fungsi ginjal normal.
Obat yang bersifat nefrotoksik
Obat yang bersifat nefrotoksik sedapat mungkin harus dihindari pada pasien dengan
penyakit ginjal karena efek yang diakibatkan oleh nefrotoksisitasnya akan lebih berbahaya, jika
cadangan ginjal telah menurun.
Karakteristik obat yang ideaal
Idealnya, obat yang digunakan untuk mengobati penderita penyakit ginjal memiliki karakteristik
berikut :
 Tidak menghasilkan metabolit aktif.
 Disposisi obat tidak dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan cairan.
 Disposisi obat tidak dipengaruhi oleh perubahan ikatan protein.
 Respon obat tidak dipengaruhi oleh perubahan kepekaan jaringan.
 Mempunyai rentang terapi yang lebar.
 Tiddsk bersifat nefrotoksik.
Oleh karena itu obat yang diusulkan untuk digunakan adalah yang paling mendekati karakteristik
diatas. Dalam praktek, perubahan dosis obat tidak dapat dihindarikan bagi sebagian besar obat.

Perhitungan dosis
Anjuran dosis didasarkan pada tingkat keprahan gangguan ginjal, yang biasanya dinyatakan
dengan istilah laju filtrasi glomeruler (LFG)., umumnya diperkirakan dengan mengukur klirens
kreatinin. Jika dianggap klirens kreatinin normal adalah 120ml/menit, maka untuk tujuan
peresepan gangguan ginjal dapat dibagi menjadi :

Tingkat LFG kreatinin serumm (perkiraan)


Ringan 20-50 ml/menit 150-300 mikromol / liter
Sedang 10-20 ml/menit 300-700 mikromol / liter
Berat <10ml/menit >700 mikromol / liter
Istilah gangguan ginjal sering digunakan jika LFG turun sampai dibawah 60 ml / menit tetapi
tetap diatas 30 ml / menit, padda tahap ini penderita mungkin masih belum menunjukkan gejala
apapun. Gagl ginjal dapat dijabarkan sebagai nilai LFG dibawah 30 ml / menit, dimana gejala
muncul secara jelas. Apabila LFG turun sampai dibawah 10 ml / menit, maka keadaan ini disebut
sebagai gagal ginjal terminal atau ‘end-stage’.

(Pedoman Pelayanan Farmasi)

DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2006
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hal yang harus diperlukan dalam praktek farmasi klinis.
 Rincian tentang pasien dan pengobatannya. Pemahamn terhadap fungsi hati dan ginjal
penderita, riwayat pengobatannya srta mekanisme eliminasi obat-obat yang digunakan
merupakan hal-hal yang mendasar dalam pemilihan pengobatan. Agar dapat memberikan
masukan berarti pada segala pengambilan keputusan dalam peresepan, farmasi klinis
harus mengetahui cara kerja dan karakteristik farmakokinetika obat.
 Identifiasi paasien dengan penyakit aaau gangguan ginjal
Farmasi klinis harus dapat mengenali penderitaa yang mungkin mengalami gangguan
ginjal. Kelompok pasiean ini dapat ditentukan melalui jenis ruangan dimana pasiean
dirawat, dokter spesialis yang merawat serta obat yang diberikan (misalnya, sediaan
alumunium hidroksida, kalsium, resonium, kalsidol, cairan dialisis). Oleh karena fungsi
gunjal mengalami penurunan sesuai bertambahnya usia, maka sangat bijaksana jika
menganggap setidaknya terjadi gangguan ugsi ginjal ringan pada pasien yang berusia
lanjut. Untuk penderita lanjut usia diperlukan pemantauan obat secara khusus.
 Pemantauan fungsi ginjal
Fungsi ginjal harus dipantau secara cermat karena perubahan apapun yang terjadi
mungkin menunjukkan gangguan ginjal yang makin meningkat akibat perubahan pada
kondisi klinis pasien maupun sebaagai hasil dari toksisitas obat. Uji laboratorium yang
harus dicermati meliputi Kreatin, Klirens kreatin, Urea, dan Elektrolit.
 Pengujian pengobatan saat ini dan usulan pengobatan
Berdasarkan kadar obat terapeutik dalam plasma dan uji fungsi ginjal, pemakaian obat-
obat tertentu mungkin perlu ditinjau ulang atau dibuat penyesuaian dosis (misalnya,
penurunan dosisi dan / atau perpanjangan interval dosis).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aslam,Mohamed dkk,2003.Farmasi Klinik (Clinikal Pharmacy)
MenujuPengobatanRasionaldanPengharapanPilihanPasien.PtElex Media Kompetindo:Jakarta

PedomanPelayananFarmasi(TatalaksanaTerapiObatUntukPasienGeriatri).KeputusanDirekturJe
ndralPelayananKefarmasiandanAlatKesehatanRI,No : HK 00.DJ.II.051.

Wiffen,Philip,dkk.2014.FarmasiKlinisOxford.EGC:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai