Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEBANKSENTRALAN

TENTANG

PERKEMBANGAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN

KELOMPOK 11 :

Diki Rifando : 1713060244

Hamdan : 171306

Ryan Hidayat : 1713060246

Yusra Hayati : 1713060243

Resa Audina : 1713060304

DOSEN : Irsadunas, SE,.M.Si

JURUSAN EKONOMI SYARIAH ( B )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI IMAM BONJOL PADANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
segala limpahan rahmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Kebanksentralan tentang Perkembangan dan Arah Kebjikan Perbankan

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini tidak
mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak. Akhirnya,
ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, kami harapkan makalah ini dapat bermanfaat dan mampu menambah
wawasan bagi kita semua.

Padang, 30 September 2019

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perbankan di Indonesia ..............................................................2
B. Basel Framework ................................................................................................5
C. Bank Pembangunan Daerah sebagai Regional Champion ..................................9
D. Perkembangan Perbankan Syariah ....................................................................10
E. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat ..........................................................13
F. Pengawasan Terintergrasi ..................................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke
waktu. Perubahan ini selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak
terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam
perekonomian, politik, hukum dan sosial. Perkembangan faktor- faktor internal dan eksternal
perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat
dikelompokkan dalam empat periode. Masing – masing periode memiliki ciri – ciri khusus yang
tidak dapat di samakan dengan periode lainnya. Serangkaian paket – paket deregulasi di sector
riil dan moneter yang di mulai sejak tahun 1980- an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia
sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya
empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan tahun 2000.

Begitu juga kebijakan- kebijakan perbankan yang telah ditetapkan oleh OJK pada saat ini
yang nanti di jabarkan pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah
a. Mengetahui Perkembangan Perbankan di Indonesia
b. Mengetahui Basel Frame Work
c. Mengetahui Bank Pembangunan Daerah sebagai Regional Champion
d. Mengetahui Perkembangan Perbankan Syariah
e. Mengetahui Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
f. Mengetahui Pengawsan Integritas

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Perbankan di Indonesia

Kondisi perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan ini selain di sebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak lepas
dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sector riil dalam perekonomian,
politik, hukum, dan social. Perkembangan factor internal dan eksternal perbankan tersebut
menyebabkam kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat di kelompokan dalam empat
periode.

Keempat periode tersebut adalah :1

a. Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket-paket deregulasi di sector riil


dan moneter yang dimulai sejak 1990-an
b. Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa
sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir 1990-an
c. Kondisi perbankan di Indonesia pada masa krisis ekonomi sejak akhir 1990-an
d. Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini,
a. Kondisi Sebelum Deregulasi

Bank-bank yang ada tidak secara tegas di arahkan untuk memobilisasikan dana seluas-
luasnya dari seluruh anggota masyarakat, dan juga tidak diarahkan untuk mengembangkan
perekonomian rakyat seluas-luasnya. Kebijakan yang terkait dengan sector perbankan hanya di
tekankan pada kegiatan usaha-usaha besar dan program-program pemerintah. Selain karna pola
kebijakan otoritas moneter pada waktu itu yang belum mementingkan mobilisasi dana dari
masyarakat luas, keadaan di atas juga disebabkan oleh belum adanya perangkat peraturan dan
perundang-undangan yangs secara khusus mengatur dunia perbankan. Secara terperinci keadaan
perbankan saat ini sebagai berikut :

1
L. Riziiq Ma’rufaa,”Perkembangan Perbankan di Indonesia”,
https://www.academia.edu/10081357/Bank_dan_Lembaga_Keuangan_-_Perkembangan_Perbankan_di_Indonesia
Hlm. 1

2
a. Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan
di Indonesia.
b. Kredit Likuiditas Bank Indonesia ( KLBI ) pada bank-bank tertentu.
c. Bank banyak menanggung program-program pemerintah
d. Instrument pasar uang yang terbatas.
e. Jumlah bank swasta yang relative sedikit.
f. Sulitnya pendirian bank baru.
g. Persaingan antar bank yang tidak ketat.
h. Posisi tawar-menawar bank relative lebih kuat dari pada nasabah.
i. Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit.
j. Bank bukan merupakan alternative utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan
meminjam dana.
k. Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah.

b. Kondisi Sesudah Deregulasi

Serangkaian kebijakan yang telah mengakibatkan banyak perubahan dalam perbankan di


Indonesia. Ciri-ciri kondisi perbankan pada masa sebelum deregulai sudah tidak dapat ditemui
lagi pada masa sesudah deregulasi sehingga pada masa setelah deregulasi ini perbankan di
Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Peraturan yang memberikan kepastian hukum.


b. Jumlah bank swasta bertambah banyak.
c. Tingkat persaingam bank yang semakin kuat.
d. Sudah adanya Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang
e. Kepercayaan masyarakat terhadap bank yang meningkat.
f. Mobilitas dana melalui sector perbankan yang semakin besar.
c. Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir 1990-an

Deregulasi dan penerapan kebijakan-kebijakan lain yang terkait dengan sector moneter dan
riil telah menyebabkan sector perbankan lebih mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kinerja makroekonomi di Indonesia. Mobilisasi dana melalui perbankan menjadi lebih besar dan
perbankan menjadi lebih besar peran sertanya dalam menunjang kegiatan disektor riil melalui

3
peningkatan produksi barang dan jasa. Deregulasi di atas ternyata kurang diimbangi dengan
manajemen resiko perbankan yang baik. Krisis ekonomi yang awalnya hanya dipandang sebagai
krisis moneter ini banyak menyebabkan perusahaan dalam kondisi perbankan di Indonesia
sehingga kondisinya saat ini adalah:

a. Tingkat kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di


Indonesia menurun drastic.
b. Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat.
c. Adanya spread negative.
d. Jumlah bank menurun.

d. Kondisi Terakhir

Adanya beberapa hal penting menandai kondisi terakhir sector perbankan di Indonesia,
antara lain :

a. Selesainya penyusunan Arsitektur Perbankan Indonesia ( API ).


b. Serangkaian rencana dan komitmen pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia untuk
membentuk atau menyusun lembaga pengawas perbankan yang independen.
c. Kinerja perbankan yang telah menunjukan kondisi masa peralihan atau awal masa
pemulihan dari krisis ekonomi kearah kondisi perbankan yang lebih sesuai dengan
praktik-praktik perbankan yang lebih baik.
d. Peluncuran konsep permodalan baru berupa Basel II yang merupakan hasil
penyempurnaan atas The 1998 Based Capital Accord ( Basel II ).
e. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS ).
f. Operasionalisasi Forum Stabilitasi Sistem Keuangan ( FSSK ).
g. Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ).
h. Penandatanganan Memorandum of Understanding ( MoU )
i. Peningkatan jumlah bank dan kantor bank karena tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap industry perbankan mulai menunjukan perbaikan.

4
B. Basel Frame Work

Basel adalah standar pengaturan perbankan yang dikeluarkan oleh Basel Committee on
Banking Supervision ( BCBS ). BCBS adalah salah satu komite dalam Bank for International
Settlements ( BIS ) yang berperan menetapkan standar pengaturan perbankan dan sebagai forum
kerjasama terkait dengan pengawasan perbankan. BCBS terdiri atas 45 Bank Sentral dan Otoritas
Pengawasan Bank dari 29 Negara. 2

a. Basel I

Basel I adalah suatu istilah yang merujuk pada serangkaian kebijakan bank sentral
dari seluruh dunia yang di terbitkan oleh Komite Basel pada tahun 1988 di Basel, Swiss
sebagai suatu himpunan persyaratan minimum modal untuk bank. Rekomendasi ini di
kukuhkan dalam bentuk aturan oleh negara-negara Group of Ten ( G10 ) pada tahun
1992.3

Latar belakang terbentuk nya basel di karenakan kekhawatiran atas krisis utang
Amerika Latin ( Brazil, Argentina, Meksiko ) pada awal 1980-an yang dapat
meningkatkan risiko perbankan internasional.

Kebijakan dari Basel I pada tahun 1988 yaitu standar “ Konvergensi International
Pengukuran Modal dan Standar Modal” atau “International Convergence of Capital
Measurenment and Capital Standards”. Kebijakannya antara lain :

1. Perlunya lembaga perbankan ( khusunya internationally active banks ) memiliki


permodalan minimum sebesar 8%
2. Penghitungan permodalan menggunakan konsep “ forward looking”, yaitu
memperhitungkan risiko kredit yang terkandung dalam portofolio asset perbankan
yang berpotensi merugikan bank.

Pada tahun 1996 yaitu Standar “Amandemen Kesepakatan Modal Untuk Memasukan
Risiko Pasar” ( Amandemen Basel I )

2
“Implementasi Basel”,https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/implementasi-basel/Pages/Road-Map.aspx
3
“Basel I”, https://id.wikipedia.org/wiki/Basel_I

5
1. Mengamandemen Basek I dengan menambah perhitungan Risiko Pasar yang
dapat timbul dari eksposur bank pada forex, surat utang yang diperdagangkan
ekuitas, komoditas dan options.
2. Perhitungan risiko pasar dilakukan dengan menggunakan Metode Standard dan
Internal Model
3. Menambahkan Komponen Modal ( Tier 3 ) dalam definisi modal.

Pada tahun 1997 : dokumen “ prinsip inti pengawasan perbankan yang efektif” (
Basel Core Principles )

1. Merupakan referensi dasar pengawasan perbankan yang efektif.


2. Diendorse untuk diterapkan oleh seluruh negara dalam mewujudkan pengawasan
bank yang efektif.
3. Berisi 25 prinsip dasar pengawasan bank. ( bertambah menjadi 29 prinsip pada
tahun 2012 )4
b. Basel II

Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua, sebagai


penyempurnan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan
untuk menciptkan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan
untuk membuat ketentuan berapa banyak yang mungkin dihadapi bank.

Dalam praktek nya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan
persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan
bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya
karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-
aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar
pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta
stabilitas ekonomi pada umumnya.5

4
“Implementasi Basel”https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/implementasi-basel/Pages/Road-Map.aspx
5
“Basel II “https://id.wikipedia.org/wiki/Basel_II

6
Latar belakang terbentuknya Basel II yaitu perubahan yang terjadi pada industry
perbankan dan pasar keuangan termasuk krisi keuangan yang terjadi di Asia Tenggara
dan Asia Selatan tahun 1997-1998

Kebijakan Basel II yaitu pada tahun 2004 : Standar “Amandemen Kesepakatan Modal
Untuk Memasukan Risiko Pasar” ( International Convergence of Capital Measurenment
and Capital Standards ) : A Revised Framework

1. Penambahan lingkup pengaturan, tidak hanya Minimum Capital Requirement


(Pilar 1), tetapi juga terdapat supervisor review process ( Pilar 2 ) dan Market
Discipline ( Pilar 3 ).
2. Bank dituntut untuk melakukan self assessment terhadap risiko dan kecukupan
modal ( Internal Capital Adequacy Assessment Process/ ICAAP ).
3. Menambahkan perhitungan Risiko Operasional yang merupakan risiko kerugian
langsung maupun tidak langsung yang disebabkan factor kelemahan atau
kegagalan proses internal, SDM, system dan kejadian eksternal.
c. Basel III

Basel III adalah kerangka kerja regulasi global dan sukarela tentang kecukupan modal
bank, stress testing dan risiko likuiditas pasar. Angsuran ketiga dari Basel Accord ini
dikembangkan sebagai tanggapan atas kekurangan dalam regulasi keuangan yang
diungkapkan oleh krisis keuangan 2007-2008. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat
persyaratan modal bank dengan meningkatkan likuiditas bank dan mengurangi leverage
bank.

Basel III disetujui oleh anggota Komite Basel tentang Pengawasan Perbankan (
BCBS ) pada bulan November 2010, dan dijadwalkan akan diperkenalkan dari 2013
hingga 2015, namun implementasi diperpanjang berulang kali hingga 31 Maret 2019 dan
sekali lagi hingga 1 januari 2022.6

6
“Basel III” https://en.wikipedia.org/wiki/Basel_III

7
Tahun 2010 : standar “Basel III : A global regulatory framework for more resilient
banks and banking system” ( kerangka peraturan global untuk bank dan system
perbankan yang lebih tanggu )

Meningkatkan kualitas dan kuantitas modal dengan :

1. Memperketat definisi instrument keuangan yang dapat digolongkan sebagai


Modal.
2. Minimum rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio ( CAR ) tetap 8%
dengan penambahan kewajiban buffer : (i) Conservation Buffer, (ii)
Countercyclical Capital Buffer, (iii) capital charge G-SIB dan D-SIB.
3. Penambahan fitur Capital Loss Absorption at the Point of Non-Viability ( PONV )

Tahun 2010-2017 : BCBS menerbitkan standar lainnya

1. Standar persyaratan rasio likuiditas minimum : Liqudity Coverage Ratio ( LCR )


dan Net Stable Funding Ratio ( NSFR).
2. Pengaturan mengenai Leverage Ratio sebagai additional non-risk based measure.
3. Pengaturan penyediaan dana besar ( Large Exposures Frameworks ).
4. Kerangka mengenai Sistemically Important Bank : Globally-SIB ( G-SIB ) dan
Domestically-SIB ( D-SIB ).
5. Pengaturan mengenai perlakuan modal atas kepemilikan insturmen TLAC ( Total
Loss Absorbing Capacity ).
6. Pengaturan terkait dengan Central Clearing Counterparty ( CCP ).
7. Pengungkapkan kepada Publik Revised Pillar 3 Disclosure Requirements.

Tahun 2017 : Standar “Basel III: Finalising post crisis reforms”

1. Revised Credit Risk ( resiko kredit yang direvisi )


2. Revised Credit Valuation Adjusment ( CVA ) Risk ( resiko penilaian kredit yang
di revisi )
3. Revised Operational Risk ( resiko operasional yang direvisi )
4. Revised Market Risk ( resiko pasar yang direvisi ) versi final diterbitkan awal
tahun 2019

8
C. Bank Pembangunan Daerah sebagai Regional Champion

Pada tanggal 21 Desember 2010 di Jakarta Bank Indonesia meluncurkan inisiatif BPD
Regional Champion ( BRC ). BRC terdiri atas 3 Pilar Utama yaitu (1) menjaga dan
meningkatkan ketahanan perbankan (2) peran sebagai agent of regional development dan (3)
peningkatan kemampuan melayani masyarakat khusunya di daerah.

Bank Indonesia akan lebih mengefektifkan peran Kantor Bank Indonesia di setiap daerah
untuk bersama dengan pemangku kepentingan memperkuat dan meningkatkan peran BPD. “
penguatan BPD bersama dengan program pemantauan inflasi daerah serta pengembangan kluster
ekonomi potensial daerah yang bersinergi satu sama lainnya ditujukan untuk kepentingan
kemajuan perekonomian daerah”. Insiatif BPD ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Revisi
Arsitektur Perbankan Indonesia ( API ) yang ditujukan untuk memperkuat struktur perbankan
nasional sebagai bagian menjaga kestabilan system keuangan Indonesia.

Uraian mengenai Pilar Inisiatif BPD Regional Champion sebagai berikut :7

1. Untuk mewujudkan Pilar 1, ketahanan kelembagaan yang kuat, BPD berkomitmen untuk
meningkatkan efiseinsi guna mencapai tingkat profitabilitas yang memadai didukung
sehingga dapat memberikan kredit dengan suku bunga yang kompetitif kepada
masyarakat.
2. Dalam perannya sebagai Agent of Regional Development yang merupakan Pilar ke-2
BPD menargetkan porsi yang lebih besar untuk kredit pada sector-sektor produktif dan
meningkatkan fungsi intermediasi khususnya UMKM melalui kerjasama dengan BPR
baik melalui linkage program maupun menjadi APEX bank.
3. Sebagai bentuk peningkatan kemampuan melayani kebutuhan masyarakat sebagai Pilar
ke-3, BPD akan memiliki program standarisasi dan peningkatan kualitas SDM yang
ditunjang perluasan jaringan kantor untuk mendukung terwujudnya system keuangan
yang inklusif ( financial inclusion ) dengan meningkatkan akses seluas-luasnya
kemasyarakat setempat melalui uji penciptaan produk dan jasa semakin variatif dan
unggul.

7
Biro Hubungan Masyarakat,” Kembangkan Perekonomian Daerah, BI Inisiasi Program BPD sebagai Regional
Champion” https://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp_125710.aspx ( di akses tanggal 21-12-
2010)

9
D. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH

Kata bank itu sendiri berasal dari bahasa latin yaitu banco yang artinya bangku atau meja.
Pada abad ke 12 kata banco merujuk pada meja counter atau tempat penukaran uang (money
changer). Dengan demikian fungsi dasar bank adalah menyediakan tempat menitipkan uang
dengan aman dan menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang atau jasa.

Bank konvensional yang pertama beroperasi di Vanesia bernama Banco della Pizza di Rialto
pada tahun 1587 dan dianggap sebagai awal perbankan modern dengan perankat utama bunga
(interst). Perbankan yang mulanya hanya ada didaratan eropa kemudian menyebar ke Asia Barat.
Sejalan dengan perkembanagan daerah jajahan, maka perbankan pun ikut di bawa ke negara
jajahan mereka. Di Indonesia juga tidak terlepas dari penjajahan Belanda yang mendirikan
beberapa bank, seperti De Javasche Bank , DE Post Paar Bank dan lainya, serta bankmilik
pribumi,China, Jepang, Eropa seperti Bank Nasional Indonesia , Batavia Bank, dan lainnya. Di
zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia sudah semakin maju mulai dari bank pemerintah
maupun swasta.

Sedangkan bank syariah pertama meskipun praktik telah dilaksanakan semenjak masa awal
Islam diawali dengan berdirinya sebuah bank tabungan lokal yang beroperasi tanpa bunga di
Desa Mit Ghamir yang berlokasi di tepi Sungai Nil pada tahun 1963 oleh Dr. Abdul Hamid an-
Naggar. Meskipun beberapa tahun kemudian ditutup, namun telah mengilhami diadakannya
konferensi islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Sebagai taindak lanjut rekomendasi dari
konferensi tersebut , dua tahun kemudian lahir Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian
di ikuti dengan pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai negara yang secara
umum berbentuk bank Islam komersial dan lembaga investasi. Aset keuangan syariah global
diperkirakan mencapi triliunan dolar Amerika dengan rata-rata pertumbuhan 5-10%.

Di Indonesia perkembangan bank syariah dapat diuraikan sebagai berikut:

1980: Muncul ide dan gagasan konsep lembaga keuangan syariah, uji coba BMT Salman di
bandung koperasi Ridho Gusti.

1990: Lokal karya MUI di mana para peserta sepakat mendirikan bank syariah di Indonesia.

10
1992: Pada tanggal 1 Mei 1992 tentang bank syariah pertama benama bank Muamalah
Indonesia mulai beroperasi.

1992: Kemunculan BMI ini kemudian diikuti dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang Mengakomodasi Perbankan dengan prinsip bagi hasil baik umum
maupun BPRS.

1998: Keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 yang mengakui
keberdaan bank syariah dan bank konvensional membuka kantor cabang syariah.

1999: Keluar UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengakomodasi kebijakan
moneter berdasarkan prinsip syariah, di mana BI bertangung jawab terhadap peraturan
dan pengawasan bank konvensional maupun syariah. BI dapat melakukan kebijakan
moneter berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun ini dibuka kantor cabang Bank syariah
untuk pertama kali.

2000: BI mengeluarkan regulasi oprasional dan kelembagan bank syariah, dimana BI


menetapkan peraturan kelembagan perbankan syariah. Pengembanagan Pasar Uang
Anatarbank Syariah (PUAS) danSertifikat Wadiah Bank Indonesia(SWBI) sebagai
instrumen pasar uang syariah.

2001: Pendirian unit kerja biro Perbankan Syariah di Bank Indinesia untuk menangani
perbankan syariah.

2002: Peratuaran BI No. 4/1/2004 mengenai pengenalan pembuktian bersih cabang syariah
yang merupakan penyempurnaan jariang kantor cabang syariah.

2004: Keluar UU No. 3 tahun 2004 tenteng perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI yang
makin mempertegas penetapan kebijakan moneter dengan yang dilakukan oleh BI dapat
dilakukan dengan prinsip Syariah. Belakangan UU No. 23 Tahun1999 diubah dengan
pertauran penganti undang-undang nomor 2 tahun 2008. Di smaping itu BI juga
menyiapkan peraturan standarisasi akad, tiangakat kesehatan, dan lembaga penjamin
simpanan ditahun ini juga terjadi perubahan biro perbankan syariah menjadi Direktorat
perbankan syariah di idonesia.

11
2005: Di era UU No. 10/1998 secara teknis mengenai produk mengacu padaPBI No.
7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang
melaksanakan kegiatan usaha brdasarkan prinsip syariah yang kemudian sudah diganti
dangan PBI No 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsipsyriah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serata jasa pelayanan jasa bank syariah.

2006: Pemberian layanan syariah juga semakin dipermudah dengan dikenalakannya konsep
office chaneling, yakni semacam counter pembantu bank konvensional yang suadah
memiliki UUS. Hal ini ditemukan dalam PBI No 8/3/PBI/2006 tentang perubahan
kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi prinsip syariah dan pembukaan kantor
bank yang melaksanakan prinsipsyariah oleh bank umum konvensinal. Produk bank
syariah terdiri dari produk penghimpunan dana (funding) produk penyaluran dan
(lending), jasa (sevices) dan produk bidang sosial.

2008: Pada tanggal 16 Juli 2008 UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah disahkan
yang memberikan landsan hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan
mendorong perkembanagan bank syariah selama lima tahun terakhir yang asetanya
tumbuh lebih dari 65% per tahun, namun pasrnya secara nasional masih dibawah 5%
undang-undang ini mengataur secara khusus mengenai perbankan syariah baik secara
kelambagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru dikenalkan dalam
UU No. 21/2008, antara lain menyangkut pemisahan(spin off) UUS baik secara sukarela
maupun wajib dan komite perbankan syariah.terdapat beberapa Peraturan Bank Indonesia
(PBI) yang diamanatkan oleh UU No. 21/2008

2011: Pembentukan otoritas jasa keuangan secara bertahap beralih menjadi prngataur dan
pengawas lemabaga keuangan di Indonesia. Untuk industri pasar modal dan industri
keuanagan nonbank pengaliah dilakuakn pada tanggal 31 desember 2012, sedangkan
untuk industri perbankan pada tanggal 31 desember 2013, untuk lembaga keuangan
mikro pada tahun 2015.

2015: Menurut statisik perbankan syariah OJK per juni 2015,ada 12 bank umumsyariah dan 22
UUS di Indonesia dangan total jaringan kantor sebanyak 2.460 unit, terdiri dari 593

12
kantor cabang, 1.622 kantor cabang pembantu dan 245 kantor kas. Sementara UUS
didukung oleh 1.900 layanan syariah. Total aset mencapai Rp.272,3 triliun.8

E. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Yang dimaksud dengan Bank Perkerditan Rakyat adalah: “Bank (Badan usaha yang
mengahimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kerdit dan bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningakatkan taraf
hidup rakyat) yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan
prinsip syariah yang di dalam kegiatan usahanya tidak melakuakan jasa dalam lalu lintas
pembayaran”.

Dalam hal ini Bank Perkreditan Rakyat melakukan kegiatan usaha berupa penghimpunan
dari masyarakat dan hanya disimpan dalam bentuk tabungan dan Deposito. Berdasarkan
keputusan Mentri Keuangan RI No. 221/KMK.107/1993 tentang BPR dinyatakan bahwa BPR
hanya dapat didirikan dan dijalankan dengan izin Mentri Keuangan setelah mendengarakan
pertimbangan dari Bank Indonesia dan untuk izin BPR dilakukan dalam dua tahap yaitu pada
tahap pertama adalah persetujuan prinsip,yaitu persetujuan untuk persiapan untuk pendirian
BPR. Yang kedua adalah izin usaha yang diberikan untuk melakuan usaha setelah persiapan
pendirian BPR.9

Bank Perkreditan Rakyat atau BPR memiliki sejarah yang panjang didalam timeline industri
perbankan di Indonesia. Awalnya BPR dibentuk dengan tujuan untuk membantu para petani,
pegawai, dan buruh agar dapat terlepas dari jerat hutang yang diberikan oleh rentenir. Dengan
suku bunga yang sangat tinggi, para petani dan buruh merasa hasil jerih payah mereka habis
hanya untuk membayar hutang kepada pihak rentenir. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan
untuk mendirikan suatu lembaga keuangan mikro bertujuan untuk menghapus ketergantungan
masyarakat terhadap sistem pinjaman uang yang menjerat tersebut. Runtutan sejarah panjang
BPR dapat diuraikan sebagai berikut:

Abad ke-19 : Dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa.

8
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Kharisma Putra Jaya, 2009), hlm. 59-63.
9
Achmad Abror, dkk., Lembaga Keuangan,(Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2005), hlm. 31

13
Pasca kemerdekaan Indonesia : Didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD).

Awal 1970an : Didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.

Tahun 1988 : Dikeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan
Presiden RI No. 38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru.
Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan
usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR yang bertujuan untuk melayani
masyarakat golongan mikro, kecil, dan menengah.

Tahun 1992 :Dikeluarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, sebagai
landasan hukum yang jelas terhadap BPR untuk diakui sebagai salah satu jenis
bank selain Bank Umum. Sejak saat itu di Indonesia mulai dikenal ada 2
lembaga keuangan setara bank yang diakui, yaitu Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat.

Tahun 2004 : Dikeluarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan
nasabah di bank yang beroperasional di wilayah hukum Indonesia, termasuk
BPR. Sejak saat itu, tingkat keamanan masyarakat untuk menabungkan atau
mendepositokan uangnya di BPR menjadi sama amannya dengan di bank umum
selama besaran nilai simpanan dan suku bunga yang diberikan oleh bank sesuai
dengan aturan yang berlaku.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Memberikan kredit
dalam bentuk kredit modal kerja, kredit investasi, maupun kredit konsumsi. Melalui peraturan
Bank Indonesia, BPR diberi kesempatan untuk mempercepat pengembangan jaringan kantor
dengan membuka Kantor Cabang dan Kantor Kas, sehingga ini akan semakin memperluas
jangkauan BPR dalam menyediakan layanan keuangan kepada para pengusaha mikro, kecil, dan
menengah. Menyimpan uang di BPR aman, karena dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku, sehingga tidak ada salahnya jika
kita menabung dan atau mendepositokan uang di BPR.

14
F. PENGAWASAN TERINTEGRASI

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengintegrasikan pengawasan dengan mengandalkan


kemajuan teknologi informasi. Selain itu, integrasi pengawasan dengan perbankan juga bakal
dilakukan. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi Idris bilang, di 2018 OJK akan
mengintegrasikan proses pengawasan dengan yang mencakup penggunaan sistem aplikasi
pengawasan terintegrasi dengan data center pelaporan XBRL (Xtended Bussiness Reporting
Language) dari IKNB.

Pelaporan ini berisi sejumlah aspek semisal perizinan, pelaporan keuangan dan operasional.
Selain itu, pelaporan juga terkait data kualitatif dan kuantitatif mencakup analisis risiko dan
perhitungan rasio kesehatan keuangan IKNB secara realtime dan akurat melalui sistem aplikasi
pengawasan.

Selanjutnya pengawasan terkait sistem pelaporan online dan terintegrasi dengan sistem
aplikasi pengawasan yang dapat memberikan peringatan dini kepada pengawas dan
menghasilkan pelaporan berkala kepada pengawas termasuk data perbandingan kesehatan
keuangan individual dan tren rasio kesehatan keuangan secara realtime.

Sementara, pengawasan bersama antara pengawas IKNB dengan pengawas Bank adalah
terkait aspek bancassurance sehingga tercipta tata kelola perusahaan yang memadai antara bank
sebagai jalur distribusi serta perusahaan asuransi sebagai yang memiliki produk. "Pengawasan
bersama juga diharapkan mampu memitigasi risiko market conduct yang biasanya terjadi dari

hubungan pemasar dan nasabah”

BAB III
15
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan perbankan di Indonesia terjadi melalui empat kondisi yang pertama pada
kondisi sebelum deregulasi yang mana pada kondisi ini bank-bank yang ada tidak secara tegas di
arahkan untuk memobilisasikan dana seluas-luasnya dari seluruh anggota masyarakat, dan juga
tidak diarahkan untuk mengembangkan perekonomian rakyat seluas-luasnya. Maka dilakukan
lah kebijakan-kebijakan pada masa ini. Yang kedua kondisi sesudah deregulasi dimana
serangkaian kebijakan yang telah mengakibatkan banyak perubahan dalam perbankan di
Indonesia. Yang ketiga Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai Akhir 1990-an dimana mobilisasi
dana melalui perbankan menjadi lebih besar dan perbankan menjadi lebih besar peran sertanya
dalam menunjang kegiatan disektor riil melalui peningkatan produksi barang dan jasa.
Deregulasi di atas ternyata kurang diimbangi dengan manajemen resiko perbankan yang baik.
Krisis ekonomi yang awalnya hanya dipandang sebagai krisis moneter ini banyak menyebabkan
perusahaan dalam kondisi perbankan di Indonesia

Basel adalah standar pengaturan perbankan yang dikeluarkan oleh Basel Committee on
Banking Supervision ( BCBS ). BCBS adalah salah satu komite dalam Bank for International
Settlements ( BIS ) yang berperan menetapkan standar pengaturan perbankan dan sebagai forum
kerjasama terkait dengan pengawasan perbankan. Basel mengalami tiga kali perombakan yaitu
terdiri dari Basel I, Basel II, Basel III.

BRC terdiri atas 3 Pilar Utama yaitu (1) menjaga dan meningkatkan ketahanan perbankan (2)
peran sebagai agent of regional development dan (3) peningkatan kemampuan melayani
masyarakat khusunya di daerah.

bank syariah pertama meskipun praktik telah dilaksanakan semenjak masa awal Islam
diawali dengan berdirinya sebuah bank tabungan lokal yang beroperasi tanpa bunga di Desa Mit
Ghamir yang berlokasi di tepi Sungai Nil pada tahun 1963 oleh Dr. Abdul Hamid an-Naggar.
Meskipun beberapa tahun kemudian ditutup, namun telah mengilhami diadakannya konferensi
islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Sebagai taindak lanjut rekomendasi dari konferensi
tersebut , dua tahun kemudian lahir Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian di ikuti

16
dengan pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai negara yang secara umum
berbentuk bank Islam komersial dan lembaga investasi

Bank Perkreditan Rakyat atau BPR memiliki sejarah yang panjang didalam timeline industri
perbankan di Indonesia. Awalnya BPR dibentuk dengan tujuan untuk membantu para petani,
pegawai, dan buruh agar dapat terlepas dari jerat hutang yang diberikan oleh rentenir. Dengan
suku bunga yang sangat tinggi, para petani dan buruh merasa hasil jerih payah mereka habis
hanya untuk membayar hutang kepada pihak rentenir. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan
untuk mendirikan suatu lembaga keuangan mikro bertujuan untuk menghapus ketergantungan
masyarakat terhadap sistem pinjaman uang yang menjerat tersebut.

Dalam skala yang lebih luas aktivitas pengawasan perlu dilakukan terhadap suatu organisasi
atau perusahaan. Artinya jangan sampai organisasi atau perushaan tersebut melakukan kegiatan
menyimpang terhadap kegiatan usahanya, sehingga merugikan masyarakat dan pemerintah.
Penyimpangan yang dilakukan peruahaan akan berdampak sangat besar terhadap masyarakat,
misalnya perusahaan melakukan tindak kejahatan dengan melakukan penipuan atas aktivitas
usahanya.

DAFTAR PUSTAKA

17
Soemitra,Andri. 2009. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : PT Kharisma Putra
Jaya
Abror,Achmad. 2005. Lembaga Keuangan. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
Kasmir. 2014. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA. Jakarta: PT Radja Grafindo
Persada
Ma’rufaa, L. Riziiq ”Perkembangan Perbankan di Indonesia”,
https://www.academia.edu/10081357/Bank_dan_Lembaga_Keuangan_-
_Perkembangan_Perbankan_di_Indonesia
“Implementasi Basel”,https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/implementasi-
basel/Pages/Road-Map.aspx
“Basel I”, https://id.wikipedia.org/wiki/Basel_I
“Basel II “https://id.wikipedia.org/wiki/Basel_II
“Basel III” https://en.wikipedia.org/wiki/Basel_III
Biro Hubungan Masyarakat,” Kembangkan Perekonomian Daerah, BI Inisiasi Program BPD
sebagai Regional Champion” https://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-
pers/Pages/sp_125710.aspx ( di akses tanggal 21-12-2010)

18

Anda mungkin juga menyukai