Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONDISI PERBANKAN DAN ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

▪ KOMANG CINDY DIAH PRAMESTI B1C121041


▪ MUHAMMAD FARHAD AL RIFKY B1C121051
▪ NOKI B1C121056
▪ NURJANA B1C121059
▪ NURMALASARI B1C121060
▪ NURQOLBI FITRI HIDAYAH B1C121061
▪ NURWANIS B1C121063
▪ RIA AMELIA B1C121065
▪ SAMSINAR B1C121069
▪ VEBRIYANTI PRAYANA B1C121080
▪ WA ODE WIRNAYANTI NUR B1C121082
▪ WAHYUNI NUR HIDAYAH B1C121084

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PRODI AKUNTANSI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan puji kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, dengan
judul: “KONDISI PERBANKAN DAN ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak.

Kendari, November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 2
C. TUJUAN MASALAH...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA ................................................... 3
B. KONDISI PERBANKAN DI INDONESIA .................................................................... 4
C. ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA ................................................................. 9
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan perbankan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi.


Sebelum sampai pada praktik-praktik yang terjadi saat ini, ada banyak permasalahan
yang terkait dengan masalah- masalah perbankan ini. Masalah utama yang muncul dalam
praktik perbankan ini adalah pengaturan sistem keuangan yang berkaitan dengan
mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Sistem
keuangan, yang terdiri dari otoritas keuangan (financial authorities), sistem perbankan
dan sistem lembaga keuangan bukan bank, pada dasarnya merupakan tatanan dalam
perekonomian suatu Negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas jasa
jasa keuangan. Fasilitas jasa tersebut diberikan oleh lembaga- lembaga keuangan,
termasuk pasar uang dan pasar modal.
Secara umum lembaga keuangan dapat dikelompokan dalam dua bentuk yaitu
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Sistem perbankan di
Indonesia dibedakan berdasarkan fungsinya yang terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum,
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum, dapat menghimpun dana dari
masyarakat secara langsung dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito
berjangka, lalu menyalurkan kepada masyarakat terutama dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya. Bank umum dalam kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sementara itu. Bank Perkreditan Rakyat, berdasarkan peraturan
perundang-undangan, dalam pelaksanaan kegiatannya menghimpun dana, dapat
menerima tabungan dan deposito berjangka, namun tidak diperkenankan menerima
simpanan giro dan tidak diperkenankan member jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan jenis lembaga keuangan bukan bank dapat berupa lembaga pembiayaan,
perusahaan model ventura, perusahaan anjak piutang, perusahaan pembiayaan konsumen,
perusahaan kartu kredit, dana pensiun, pegadaian, pasar modal dan lain-lain.
Perkembangan perbankan yang semakin dinamis dan kompleks membuat otoritas
moneter berusaha membuat Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Dengan adanya API,

1
diharapkan bank nasional mampu bersaing tidak hanya pada segmen pasar domestik
tetapi juga pada pasar internasional.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Perkembangan Perbankan di Indonesia?


2. Bagaimana Kondisi Perbankan di Indonesia?
3. Bagaimana Arsitektur Perbankan Indonesia?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui Perkembangan Perbankan di Indonesia.


2. Untuk mengetahui Kondisi Perbankan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Arsitektur Perbankan Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA


1. Periode 1988 – 1996

Dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), antara lain berupa relaksasi
ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan munculnya sejumlah bank
umum berskala kecil dan menengah. Pada puncaknya, jumlah bank umum di Indonesia
membengkak dari 111 bank pada Oktober 1988 menjadi 240 bank pada tahun 1994‐1995,
sementara jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat drastis dari 8.041 pada tahun 1988
menjadi 9.310 BPR pada tahun 1996

2. Periode 1997 – 1998

Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia,
Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga internasional berupaya keras menanggulangi krisis
tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari
Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank
lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan
dan perbankan tersebut adalah:

a) Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI)
b) Mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi untuk
melanjutkan kegiatan usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang signifikan
terhadap kebijakannya
c) Menutup bank‐bank yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan
melakukan marger
d) Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri perbankan
seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
e) Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui
penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin
independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.

3. Periode 1999 – 2002

Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998 memaksa pemerintah
dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan
stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah penting yang dilakukan
sehubungan dengan itu adalah:
3
a) Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas
untuk memenuhi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang
menjadi standar internasional bagi pengawasan bank
b) Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time
Gross Settlements (RTGS)
c) Menerapkan bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank
d) Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta
maupun Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA)
e) Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bank‐ bank BUMN dan bank‐bank
yang direkap
f) Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.

4. Periode 2002 – Sekarang

Berbagai perkembangan positif pada sektor perbankan sejak dilaksanakannya program


stabilisasi antara lain tampak pada pemberian kredit yang mulai meningkat pada inovasi produk
yang mulai berjalan, seperti pengembangan produk derivatif (antara lain credit linked notes),
serta kerjasama produk dengan lembaga lain (reksadana dan bancassurance)

B. KONDISI PERBANKAN DI INDONESIA


Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke
waktu. Perubahan ini selain di sebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak
lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor ril dalam
perekonomian, politik, hokum, dan social. Perkembangan faktor internal dan eksternal perbankan
tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat di kelompokkan
dalam empat periode. Keempat periode itu adalah :

a) Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket- paket deregulasi di sektor riil
dan moneter yang dimulai sejak 1990-an,
b) Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum
terjadinya krisis ekonomi pada akhir 1990-an,
c) Kondisi perbankan di Indonesia pada masa krisis ekonomi sejak akhir 1990-an,
d) Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini.

1. Deregulasi Perbankan Indonesia


Deregulasi adalah aturan/sistem (sistem yang mengatur) ,tindakan atau proses
menghilangkan mengurangi segala aturan. deregulasi menunjuk kebijakan pemerintah
mengurangi/meniadakan aturan administratif yang mengekang kebebasan gerak modal,barang
dan jasa.

4
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam
perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan
perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di
Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan
Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih lama
mengatur soal bank.
Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia
lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan
Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank
untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober 2
1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka
bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari
1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan
dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan
sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7
menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga
Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan
industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996,
PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor
banknya.
2. Kondisi Sebelum Deregulasi
Perbankan masa ini sangat di pengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik
dari penguasa, yang di dalam hal ini adalah pemerintah. Fungsi utama perbankan pada masa
setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi tidak banyak mengalami
perubahan, dengan demikian fungsi utamanya adalah sebagai berikut :
a) Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan
modal kerja perusahaan – perusahaan besar.
b) Memberikan jasa – jasa keuangan kepada perusahaan – perusahaan besar.
c) Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah.
d) Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor sektor
yang ingin di kembangkan oleh pemerintah.

5
Bank-bank yang ada tidak secara tegas di arahkan untuk memobilisasikan dana
seluasluasnya dari seluruh anggota masyarakat, dan juga tidak diarahkan untuk
mengembangkan perekonomian rakyat seluas-luasnya. Kebijakan yang terkait dengan sektor
perbankan hanya di tekankan pada kegiatan usaha-usaha besar dan program-program
pemerintah. Selain karna pola kebijakan otoritas moneter pada waktu itu yang belum
mementingkan mobilisasi dana dari masyarakat luas, keadaan di atas juga disebabkan oleh
belum adanya perangkat peraturan dan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
dunia perbankan. Secara terperinci keadaan perbankan saat ini ialah sebagai berikut :
a) Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di
Indonesia.
b) Kredit likuiditas Bank Indonesia ( KLBI ) pada bank-bank tertentu.
c) Bank banyak menanggung program-program pemerintah.
e) Instrumen pasar uang yang terbatas.
f) Jumlah bank swasta yang relative sedikit.
g) Sulitnya pendirian bank baru.
h) Persaingan antar bank yang tidak ketat.
i) Posisi tawar-menawar bank relative lebih kuat daripada nasabah.
j) Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit.
k) Bank bukan merupakan alternative utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan
meminjam dana.
l) Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah.
3. Kondisi Sesudah Deregulasi
Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi makroekonomi secara umum yang tidak bagus
terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana dengan
baik. Untuk mengatasi situasi yang serba tidak menguntungkan ini cara yang di tempuh
pemerintah pada waktu itu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi
di sektor riil dan di sektor moneter.
Pada masa setelah deregulasi perbankan di Indonesia mempunyai ciri – ciri sebagai
berikut :
a) Peraturan yang memberikan kepastian hukum
b) Jumlah bank swasta banyak bertambah

6
c) Tingkat persaingan bank yang semakin kuat
d) Kepercayaan masyarakat terhadap bank yang meningkat
e) Mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar
4. Kondisi Saat Krisis Ekonomi (1997-1998)
Deregulasi dan penerapan kebijakan – kebijakan lain yang terkait dengan sektor moneter
dan rill telah menyebabkan sektor perbankan leboh mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kinerja makro ekonomi di Indonesia. Mobilisasi dana melalui perbankan
menjadi lebih besar dan perbankan menjadi lebih besar peran sertanya dalam menunjang
kegiatan disektor rill melalui peningkatan produksi barang dan jasa.
Deregulasi diatas ternyata kurang diimbangi dengan manajemen risiko perbankan yang
baik. Krisis ekonomi yang awalnya hanya dipandang sebagai krisis moneter ini banyak
menyebabkan perusahaan dalam kondisi perbankan di Indonesia sehingga kondisi saat ini
adalah :
a) Tingkat kepercayaan masayrakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di
Indonesia menurun drastis
b) Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat 6
c) Adanya spread negative
d) Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru
e) Jumlah bank menurun.
Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998 memaksa
pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam
rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah
penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
1) Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang
jelas
2) Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard
internasional bagi pengawasan bank.
3) Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time
Gross Settlements (RTGS).
4) Menerapkan Bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank

7
5) Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta
maupun Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA).
6) Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN dan bank‐
bank yang direkap.
7) Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia,
Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga internasional berupaya keras menanggulangi krisis
tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih
dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7
bank lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis
keuangan dan perbankan tersebut adalah :
a) Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI)
b) Mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi untuk
melanjutkan kegiata usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang signifikan
terhadap kebijakannya
c) Menutup bank‐bank yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan
melakukan marger
d) Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri perbankan
seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
e) Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui
penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin
independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.
Meskipun istilah yang digunakan “deregulasi”, namun tidak berarti bahwa perubahan
yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan di dunia
perbankan. Deregulasi lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori oleh
otoritas moneter untuk meningkatkan dunia perbankan dan pada akhirnya juga diharapkan
akan meningkatkan kinerja sektor riil.
5. Pasca Krisis

8
Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala
yang harus dihadapi, sehingga memaksa para pelaku usaha dan pengusaha dari berbagai
sektor merevisi target pendapatan, pertumbuhan dan rencana bisnis investasinya. Pasalnya
siapa yang menduga, krisis keuangan global terjadi di tahun ini dan akibatnya dampak
tersebut mulai dirasakan negara berkembang, khususnya Indonesia.
Ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak
ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi
dunia akan terasa pada tahun depan, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras
memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang.
6. Kondisi Perbankan Terkini
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, sampai saat ini kondisi kesehatan bank
secara umum masih bagus. Dari 118 bank, sebagian besar memiliki rating II atau bagus dan
hanya sekitar 10 persen yang rating III atau standar. Industri perbankan pada masih tumbuh.
Kredit tumbuh 4,18 persen. Dana tumbuh sekitar 4,5 persen. Masih terdapat pertumbuhan
walaupun tidak secepat semester I 2015 (melambat karena pengaruh kondisi ekonomi).
Sementara akibat depresiasi rupiah, yang terkait adalah risiko pasar melalui neraca
(liabilities dan aset valas) dan jenis banknya. Secara regulasi, threshold (ambang batas) valas
maksimal 20 persen dari modal. Saat ini, secara industri posisi devisa netto (PDN) masih
sekitar lima persen.
Secara individual PDN 54 bank devisa ada di posisi PDN 2-10 persen jauh dari threshold.
Dari 54 bank devisa itu, 51 bank posisinya long (beli). Artinya meski rupiah melemah,
balance sheet (neraca) bank memberikan efek positif bagi laba-rugi. Sementara tiga bank
posisi short (jual), akan memberi efek negatif bagi laba-rugi. Akan tetapi posisi PDN masih
jauh di bawah threshold sehingga tidak terlalu berpengaruh.
Adapun dari sisi rasio kecukupan modal (CAR) 118 bank, menurut profil risiko
kisarannya 10-14 persen. Artinya, CAR bank semua memenuhi CAR profil risiko. Paling
rendah, secara individu CAR 11 persen, sementara yang paling tinggi bisa 35 persen. Ratarata
CAR industri 20,19 persen.

C. ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA


Pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia atau disingkat API adalah Kerangka dasar sistem
perbankan Indonesia yang diluncurkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API

9
diluncurkan sebagai salah satu upaya Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka membangun
kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres
No. 5 Tahun 2003, di mana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.
Sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberi arah bentuk, dan tatanan
industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.

Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam
API dilandasi oleh visi yaitu mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna
menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.

Sistem perbankan yang sehat dibangun dengan permodalan yzang kuat sehingga akan
mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang pada akhirnya akan mampu memperkuat
permodalan melalui pemupukan laba ditahan. Selanjutnya perbankan nasional yang beroperasi
secara efisien akan mampu meningkatkan daya saingnya sehingga tidak hanya mampu bersaing
di pasar domestik tetapi justru diharapkan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan bank
nasional mampu bersaing di pasar Internasional. Oleh karenanya, dalam 10-15 tahun ke depan,
API menginginkan adanya 2 sampai 3 bank dengan skala bank internasional, 3 sampai 5 bank
nasional, 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu, dan
BPR serta bank dengan kegiatan usaha terbatas.

1. Enam Pilar API


Guna mempermudah pencapaian Visi API ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai,
yaitu:
a) Menciptakan struktur perbankan yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
b) Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada
standar internasional.
c) Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta
memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
d) Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal
perbankan nasional.
e) Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri
perbankan yang sehat.
f) Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.

2. Tantangan ke Depan
a) Pertumbuhan Kredit Perbankan yang Masih Rendah
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memerlukan pertumbuhan kredit perbankan yang
cukup besar. Sementara, kondisi permodalan perbankan Indonesia perlu diperbaiki.
Selain hambatan pada permodalan bank, penyaluran kredit dalam banyak hal juga
terhambat oleh keengganan sebagian bank untuk menyalurkan kredit karena kemampuan

10
manajemen risiko dan keahlian pokok yang relatif masih lemah, dan biaya operasional
yang relatif tinggi.
b) Struktur Perbankan yang Belum Optimal
Belum optimalnya struktur permodalan di Indonesia ditandai dengan terkonsentrasinya
struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% asset perbankan
Indonesia)
c) Pemenuhan Kebutuhan Layanan Perbankan yang Masih Kurang
Kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan ditandai dengan seringnya
terdengar keluhan dari masyarakat mengenai kurangnya akses terhadap kredit dan
tingginya suku bunga kredit serta masih banyak praktik penyediaan jasa keuangan yang
informal. Kualitas pelayanan tidak hanya menyangkut manfaat ekonomi dari pelayanan
jasa keuangan tetapi juga antisipasi terhadap efek samping dari peningkatan peran jasa
perbankan seperti kejahatan dan penipuan.
d) Pengawasan Bank yang Masih perlu Ditingkatkan
Pengawasan bank merupakan bidang yang sangat dinamis dan luas cakupannya,
peningkatan kualitas pengawasan merupakan upaya yang patut dilaksanakan secara terus-
menerus oleh Bank Indonesia. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan
lembaga lain yang suatu saat diharapakan dapt lebih mengefektifkan pengawasan tidak
hanya pada perbankan tetapi juga pada lembaga keuangan lain.
e) Kapabilitas Perbankan yang Masih Lemah
Dari sisi internal, corporate governance dan core banking skills merupakan ukuran yang
dapat dijadikan pedoman untuk menyatakan masih lemahnya kapabilitas perbankan.
Kapabilitas perbankan secara umum masih di bawah praktik internasional terbaik,
terutama dalam hal mengantisipasi dan mengelola risiko operasional.
f) Perlindungan Nasabah yang Perlu Ditingkatkan
Perlindungan terhadap nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh
terhadap sebagian masyarakat kita.
g) Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan makin pesatnya perkembangan jenis
dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga resiko-resiko yang muncul menjadi
lebih besar dan bervariasi. Persaingan industri perbankan cenderung bersifat global
menyebabkan persaingan antarbank semakin ketat.
3. Program Kegiatan Api

Pelaksanaan keenam pilar API dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam program kegiatan dari
tahun 2004 hingga 2013, secara keseluruhan yang mengarah kepada struktur perbankan yang
lebih optimal. Program tersebut meliputi:

a) Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional


Hal ini dilakukan dengan cara memperkuat permodalan bank, memperkuat daya saing
BPR, meningkatkan akses kredit.

11
b) Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas peraturan serta memenuhi standar
pengaturan yang mengacu pada international best practices. Dalam jangka 5 tahun ke
depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain yang
menerapkan international best practices.
c) Program Peningkatan Fungsi Pengawasan
Dalam tahap ini meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas, melakukan
konsilidasi di sektor perbankan Bank Indonesia, meningkatkan kompetensi pemeriksa
bank. Dalam jangka 2 tahun diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan Bank
Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas
pengawas di negara lain.
d) Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan
Dalam tahap ini meningkatkan good corporate governance (GCG), meningkatkan kualitas
manajemen resiko perbankan, meningkatkan kemampuan operasional bank. Dalam
jangka dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional
menjadi semakin kuat dengan kemampuan menghadapi risiko yang semakin baik.
e) Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan
Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional perbankan
yang efektif secara credit bureau dan pengembangan skim penjaminan kredit. Dalam
jangka 3 tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastuktur pendukung perbankan
yang mencukupi terwujudnya perbankan yang sehat dan kuat.
f) Program Peningkatan Perlindungan Nasabah
Program ini untuk penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, mempromosikan edukasi
untuk konsumen. Dalam jangka dua sampai lima tahun ke depan diharapakn program-
program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada system perbankan,
karena landasan dari beroperasinya lembaga keuangan adalah kepercayaan

Kesimpulannya adalah system perbankan yang sehat dilihat dari kuatnya permodalan suatu
bank.

12
BAB III
PENUTUP

Perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan mulai dari praderegulasi sampai


pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan, kegiatan
usaha pembentukkan uang giral serta sistem organisasi nya Lembaga keuangan dibagi menjadi
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing- masing memiliki tugas
dan fungsi nya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien
maka diperlukan Arsitektur Perbankan Indonesia.

Arsitektur perbankan indonesia atau disingkat API adalah kerangka dasar sistem
perbankan indonesia yang diluncurkan oleh bank indonesia padatahun 2004. Api diluncurkan
sebagai salah satu upaya pemerintah dan bank indonesia dalam rangka membangun kembali
perekonomian indonesia. sistem perbankan indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberi
arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke
depan yang memiliki visi yaitu mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien
guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional. sistem perbankan yang schat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan
system keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam
menjalankan visi api ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu enam pilar.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://esutomo.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11323/III+SEJARAH+DAN+PERKEMB
ANGAN+PERBANKAN.pdf

https://www.academia.edu/10081357/Bank_dan_Lembaga_Keuangan_Perkembangan_Perbanka
n_di_Indonesia

http://eprints.perbanas.ac.id/3394/4/BAB%20I.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai