Beberapa bulan kemudian, si Pitung telah menguasai segala ilmu yang diajarkan oleh Haji
Naipin. Haji Naipin berpesan, "Pitung, aku yakin kau bukan orang yang sombong. Gunakan
ilmumu untuk membela orang-orang yang tertindas. Jangan sekali-kali kau menggunakannya
untuk menindas orang lain." Si Pitung mencium tangan Haji Naipin lalu pamit. Ia akan berjuang
melawan Babah Liem dan centeng-centengnya.
"Lepaskan mereka!" teriak si Pitung ketika melihat centeng Babah Liem sedang memukuli
seorang pria yang melawan mereka.
"Hai Anak Muda, siapa kau berani menghentikan kami?" tanya salah satu centeng itu.
"Kalian tak perlu tahu siapa aku, tapi aku tahu siapa kalian. Kalian adalah para pengecut yang
bisanya hanya menindas orang yang lemah!" jawab si Pitung.
Pemimpin centeng itu tersinggung mendengar perkataan si Pitung. Dia lalu memerintahkan anak
buahnya untuk menyerang si Pitung. Namun semua centeng itu roboh terkena jurus-jurus si
Pitung. Mereka bukanlah lawan yang seimbang baginya. Mereka Ian terbirit-birit, termasuk
pemimpinnya.
Sejak saat itu, si Pitung menjadi terkenal. Meskipun
demikian ia tetaplah si Pitung yang rendah hati dan tidak
sombong.
"Pitung, kau telah meresahkan banyak orang dengan kelakuanmu itu. Untuk itu, kau harus
dihukum mati," kata Schout Heyne.
"Kau tidak keliru? Bukannya kau dan para tuan tanah itu yang meresahkan orang banyak? Aku
tidak takut dengan ancamanmu," jawab si Pitung.
"Huh, sudah mau mati masih sombong juga. Pasukan, tembak dia!" perintah Schout Heyne pada
pasukannya.
Pak Piun dan Haji Naipin berteriak memprotes keputusan Schout Heyne. "Bukankah anakku
sudah menyerahkan diri? Mengapa harus dihukum mati?" ratap Pak Piun. Namun Schout Heyne
tak perduli, baginya si Pitung telah mengancam jabatannya.
Suara rentetan peluru pun memecahkan kesunyian, tubuh si Pitung roboh bersimbah darah
terkena peluru para prajurit Belanda. Pak Piun dan Haji Naipin sangat berduka. Mereka
membawa pulang jenazah si Pitung kemudian menguburkannya. Berkat jasa-jasanga, bangak
sekali orang yang mengiringi pemakamannga dan mendoakannga. Meskipun ia telah tiada, si
Pitung tetap dikenang sebagai pahlawan bagi rakyat jelata.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Si Pitung Dari Betawi untukmu adalah Jadilah orang yang rendah
hati dan berani membela kebenaran
Sejarah Si Pitung Jagoan Betawi : Cerita Rakyat Jakarta
Pada jaman dahulu. Di daerah Jakarta Barat, tepatnya di Rawabelong, tinggalah sepasang suami
istri dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut bernama si Pitung.
Sejak Pitung kecil, mereka sangat berharap agar anak semata wayangnya itu tumbuh menjadi
anak yang baik dan soleh. Oleh karena itu, Pitung di sekolahkan di pesantren milik seorang guru
ngaji bernama Haji Naipin.
Selama di rumah, Pitung sangat rajin membantu orang tua. Ia mengembala kambing milik
babehnya. Setiap pagi ia selalu menggiring kambing-kambing ke daerah perbukitan yang banyak
rumput. Kambing-kambing di biarkan makan sampai perutnya kenyang. Setelah matahari
terbenam, barulah ia pulang ke rumah.
Kehidupan Pitung sangat sederhana. Babenya tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Biasanya ia
datang ke ladang orang dan membeli buah-buahan yang masih setengah matang. Harga belinya
lebih murah. Lalu, buah itu diperam. Setelah matang, baru dijual ke pasar dengan harga lebih
tinggi.
Pada suatu hari, babehnya menyuruh Pitung menjual dua ekor Kambing ke pasar Tanah Abang.
‘’ Pitung, Badan Babeh serasa tidak enak. Lo bantu babeh jualin kambing-kambing ini ke
pasar?’’ ujar ayahnya.
‘’ Di mana rumah lo?’’ tanyanya lagi sambil merogoh kantong celana Pitung.
Pitung segera pulang. Pitung tidak sadar kalau uang di dalam kantongnya hasil menjual
Kambing, ternyata sudah di ambil para preman tadi. Ketika Pitung sudah hampir sampai rumah,
Pitung merogoh kantongnya bermaksud mengeluarkan uang hasil menjual kambingnya untuk di
serahkan kepada babehnya. Namun, uang tersebut tidak ada.
Pitung teringat ketika ia bertemu dengan preman, dan di ajak mengobrol. Salah satu dari preman
mengambil uangnya dari dalam celana.
‘’ Ah, bodoh banget sih gue. Sampe gak sadar preman-preman tadi ngajak ngobrol. Ujar Pitung
menyesal.
Pitung lalu kembali ke tempat pertemuannya dengan para preman. Para preman tak mau
mengaku telah mengambil uangnya. Mereka terus menerus membantah. Akhirnya, Pitung
mengeluarkan jurus bela dirinya. Ilmu yang di dapatnya dari Haji Naipin sangat berguna pada
saat seperti ini. Para preman akhirnya menyerah dan mengembalikan uang Pitung. Mereka lalu
lari ketakutan.
Pemimpin gerombolan preman yang bernama Rais, sangat kagum dengan kehebatan ilmu bela
diri yang di miliki Pitung. Lalu, pemimpin preman mencari tahu tempat tinggal Pitung dan
mendatanginya. Rais berniat mengajak Pitung untuk bergabungnya untuk mencopet di pasar.
Pitung sangat terkejut dan langsung saja menolak. Ilmu yang ia dapat dari pesantren melakukan
perbuatan yang tidak terpuji itu.
Pitung malah memberikan nasihat kepada mereka agar tidak lagi berbuat jahat kepada orang lain.
Ia menasehatinya mereka agar membantu orang yang kesusahan. Mereka bingung. Bagaimana
cara membantu orang-orang susah. Sedangkan mereka sendiri hidup serta kekurangan.
Suatu hari ketika beraksi, Pitung berhasil di tangkap. Ia di jebloskan ke dalam penjara. Namun,
Pitung berhasil melarikn diri dengan memanjat atap penjara. Ketika kabur dari penjara, di
ketahui oleh polisi dan sempat mengejarnya serta menembaknya. Tetapi karena jimat si pitung
menjadikan tubuhnya kebal, tubuhnya tidak bisa di tembus oleh peluru.
Pitung lalu melarikan diri dan menjadi buronan polisi. Polisinya mencari kemana-mana.
Keluarganya pun menjadi sasaran pencarian Pitung. Begitu juga dengan gurunya, Haji Naipin. Ia
bahkan di paksa meberitahukan kelemahan Pitung. Haji Naipin akhirnya memberitahukan
kelemahan Pitung yaitu di lempar dengan Telur Busuk. Para Polisi mencari Pitung ke berbagai
Wilayah Jakarta. Berdasarkan penyeledikan mereka, Pitung bersembunyi di rumah kekasihnya di
Kota Bambu.
Ketika di serang Pitung masih berusaha melawan. Namun, para Polisi sudah tahu kelemahannya.
Mereka langsung melempar Pitung dengan Telur Busuk ke tubuh Pitung. Ketika ia mulai tidak
berdaya, Polisi langsung menembaknya. Pitung akhirnya tewas.
Sebagian orang terutama orang miskin, Pitung di kenal sebagai Pahlawan. Mereka yang sempat
di bantu oleh Pitung mengenang jasa-jasanya. Namun, Pitung tetap di anggap penjahat karena
menolong orang dengan perbuatan yang tidak terpuji.
Pesan moral dari Sejarah Si pitung Jagoan Betawi adalah gunakan kemampuanmu untuk
membantu orang lain yang membutuhkan.