Anda di halaman 1dari 5

Anggur merupakan tanaman buah yang termasuk kedalam keluarga vitaceae berupa tanaman

perdu. Tanaman ini memiliki batang berkayu, berbentuk silinder, berwarna coklat dengan
permukaan yang kasar, berbentuk semak, dengan arah tumbuh batang memanjat, dan arah tumbuh
cabang yan membelit. Anggur merupakan tanaman yang sudah dibudidayakan sejak 400 SM di
Timur tengah. Beberapa jenis anggur diantaranya ialah anggur merah, anggur hijau, dan anggur
ungu yang sangat kaya zat besi, yaitu mineral penyusun sel-sel darah merah yang merupakan
pengangkut sumber energi (Tajuddin, 2012). Buah anggur merupakan buah yang banyak digemari
orang dari dewasa hingga anak-anak, karena rasanya yang manis dan segar. Selain rasanya yang
enak buah anggur juga memiliki banyak manfaat, buah anggur merupakan salah satu buah yang
mengandung vitamin C, vitamin C merupakan suatu zat gizi yang dikenal sebagai suatu senyawa
utama didalam tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan
kolagen, karnitin pengangkut lemak, pelindung radiasi, pengatur tingkat kolesterol,
pendetoksifikasi radikal bebas, senyawa antibakteri dan antivirus, serta pemacu imunita. Manfaat
pada buah anggur tersebut yang membuat buah anggur banyak dicari, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan anggur yang banyak pemerintah akhirnya melakukan impor. Salah satu negara yang
mengimpor buah anggur ke Indonesia ialah negara Namibia (Astria, 2018). Namun untuk
melakuan pengimporan anggur di Indonesia tidaklah muda. Karena buah anggur yang diimpor ke
Indonesia terlebih dahulu harus melengkapi surat atau sertifikat yang telah ditetapkan oleh Balai
Besar Karantina Pertanian Indonesia diantaranya ialah Sertifikat Kesehatan
Tumbuhan/Phytosanitary Certificate (PC) dari Namibia dan/atau negara transit. Badan Karantina
Pertanian adalah salah satu Eselon I di Kementerian Pertanian dengan tugas pokok dan fungsinya
dalam rangka pencegahan masuk, tersebar dan keluarnya Hama Penyakit Hewan Karantina
(HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Yang juga merupakan
Enquiry Point SPS-WTO (Harpinb, 2019),
Kesepakatan Sanitary and Phytosanitary (SPS) atau SPS Agreement adalah bagian dari
kesepakatan World Trade Organization (WTO) yang berkaitan dengan hubungan antara kesehatan
dan perdagangan internasional. Hal ini berakibat meningkatnya perpindahan produk pertanian
yang selanjutnya dapat meningkatkan resiko kesehatan. Kesepakatan SPS memperkenalkan
perlunya bagi negara anggota WTO untuk tidak hanya melindungi dari resiko yang disebabkan
oleh masuknya hama, penyakit, dan gulma, tetapi juga untuk meminimalkan efek negatif dari
ketentuan SPS terhadap perdagangan. Beberapa prinsip dalam SPS ialah (Barantan, 2017) :
1. Harmonisasi, Tindakan-tindakan sanitari dan fitosanitari yang sesuai dengan standar,
pedoman atau rekomendasi internasional, dianggap perlu untuk melindungi kehidupan
atau kesehatan manusia, hewan, atau tumbuhan, dan dianggap konsisten dengan
ketentuan yang relevan dalam Perjanjian ini dan dalam GATT
2. Penyetaraan, Anggota harus menerima tindakan-tindakan sanitari dan fitosanitari dari
Anggota lain sebagai tindakan yang setara meskipun tindakan tersebut berbeda dengan
yang diterapkannya atau dengan tindakan yang digunakan Anggota lain yang
memperdagangkan produk yang sama
3. Penilaian Risik, Anggota harus memastikan bahwa tindakan-tindakan sanitari dan
fitosanitari mereka didasarkan pada penilaian risiko, yang sesuai dengan kondisi
terhadap risiko bagi kehidupan dan kesehatan manusia hewan dan tumbuhan, dengan
mempertimbangkan teknik penilaian risiko yang dikembangkan oleh organisasi
4. Penentuan Tingkat Kelayakan Perlindungan Sanitari atau Fitosanitari, Anggota harus,
ketika menentukan tingkat perlindungan sanitari dan fitosanitari yang layak,
mempertimbangkan tujuan memperkecil dampak negatif terhadap perdagangan
5. Kondisi regional, Anggota harus memastikan bahwa tindakan sanitari atau fitosanitari
mereka disesuaikan dengan karakteristik sanitari atau fitosanitari di wilayah di seluruh
atau sebagian wilayah dari sebuah negara atau sebagian wilayah dari beberapa negara
yang merupakan asal dan tujuan produk itu.
6. Transparansi, Anggota harus menyampaikan pemberitahuan tentang perubahan-
perubahan dalam tindakan sanitari atau fitosanitari mereka dan memberikan informasi
tentang tindakan sanitari atau fitosanitari sesuai dengan ketentuan

Astria, Linda Yuniar Bohari, Alimudd. 2018. Analisa Kadar Vitamin C Pada Buah Anggur Hijau
(Vitis Vinifera L.) Dengan Variasi Lama Penyimpanan Pasca Panen. Jurnal Atomik. Vol 03
(2) : Hal 68-72
Barantan, 2017.Badan Karantina Pertanian kementerian Pertanian RI.
http://karantina.pertanian.go.id/page-1-tentang-kami.html, diakses pada kamis, 28 juli 2019

Harpinb Anun, 2019. Pedoman umum pelaksanaan kegiatan badan karantina. Badan
Karantina Pertanian Kementerian Pertanian 2019

Tajuddin, Riska, I Nengah Suwastika1, Muslimin. 2012. Organogenesis Tanaman Anggur Hijau
(Vitis Vinifera L.) Pada Medium Msdengan Penambahan Iaa (Indole Acetid Acid) Dan
berbagai Konsentrasi Bap (Benzil Amino Purin). Jurnal Natural Science. Vol. 1.(1) 63-73

.
Lampiran :
PERSYARATAN KARANTINA TUMBUHAN DAN KEWAJIBAN TAMBAHAN
TERHADAP PEMASUKAN BUAH ANGGUR ASAL NAMIBIA UNTUK KONSUMSI

A. Persyaratan Karantina Tumbuhan


1. Dilengkapi Sertifikat Kesehatan Tumbuhan/Phytosanitary Certificate (PC) dari Namibia
dan/atau negara transit.
2. Dimasukkan melalui tempat-tempat pemasukan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/6/2012.
3. Dilaporkan dan diserahkan kepada Petugas Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan untuk
keperluan pelaksanaan tindakan karantina.

B. Kewajiban Tambahan
1. Bebas dari Pseudococcus calceolariae, Ceratitis capitata.
2. Berasal dari area produksi yang telah diregistrasi oleh otoritas kompeten di Namibia.
3. Diproduksi oleh produsen yang telah diregistrasi oleh otoritas kompeten di Namibia.
4. Bebas dari tanah, sisa tanaman, dan kotoran lainnya (inert matters).
5. Sebelum dikirim, komoditas diberi perlakuan fumigasi dengan Methyl Bromide (CH3Br)
dengan dosis 80 g/m3 selama 24 jam pada suhu >20 0C, atau fumigasi Phosphine (PH3) dengan
dosis 3 g/m3 selama 96 jam pada suhu >20 0C sesuai dengan prosedur fumigasi yang benar.
Informasi mengenai perlakuan harus dicantumkan dalam kolom treatment pada Phytosanitary
Certificate.
6. Disertai Prior Notice dan Certificate of Analysis (CoA) yang dikeluarkan oleh laboratorium
yang telah di registrasi dan menyatakan bahwa komoditas tidak mengandung residu pestisida dan
logam berat di atas Batas Maksimun Residu (BMR) sebagaimana diatur dalam Permentan
tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar
Asal Tumbuhan.
7. Buah anggur dikemas menggunakan kemasan yang sesuai untuk menjamin tidak terjadinya
kontaminasi dan re-infestasi OPT/OPTK. 8. Diberi perlakuan dengan pendinginan (cold
treatment) pada suhu 20C selama 16 hari atau 30C selama 20 hari atau perlakuan iradiasi dengan
dosis 150 Gy atau Vapour Heat Treatment (VHT) pada suhu 440C selama 360 menit untuk
menjamin buah anggur yang dikirim bebas dari lalat buah. Jenis perlakuan dinyatakan dalam
kolom pada Phytosanitary Certificate.

Anda mungkin juga menyukai