Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN DAN PERAN PERAWAT DALAM

PENANGANAN BENCANA KEBAKARAN

Dosen Pembimbing
SITI ROMADHONI S.KEP., NS, M. KEP

Oleh :
NAMA : NURWAHYUDIN
NIM : 0513096

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2016
Manajemen Dan Peran Perawat Dalam Penanganan Bencana Kebakaran

A. Manajemen Penanganan Bencana Kebakaran

Manajemen penanganan bencana di bagi ke dalam tiga fase yaitu Pra


bencana, Intra bencana dan pasca bencana. Dalam manajemen pengelolaan
kebencanaan, fase Pra bencana merupakan fase manajemen resiko bencana.
Manajemen resiko bencana terdiri dari 3 cara, yaitu pencegahan, mitigasi, dan
kesiapsiagaan.
Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran akan
bencana, merupakan fase pencegahan dimana masyarakat diberikan tambahan
wawasan umum tentang bencana kebakaran dengan target antara lain :
1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana
khususnya kebakaran, yaitu paham mekanisme quick respon seperti
menghubungi dinas pemadam kebakaran setempat, langkah-langkah resque
yang perlu, cepat dan tepat untuk meminimalisasi korban serta menekan
kerugian harta/benda dan meminimalisasi pengrusakan lingkungan akibat
kebakaran,
2. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatan-muatan artikel
tematis yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap potensi,
jenis dan sifat bencana kebakaran,
3. Perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang yang baik
untuk pencegahan bencana kebakaran di lingkungan masyarakat;
4. Pelestarian lingkungan.

Dari sosialisasi tanggap bencana kebakaran tersebut, masyarakat awam dapat


mengetahui dan menyikapi dengan baik bencana kebakaran. Kegiatan-kegiatan
pencegahan yang dapat dilakukan sebelum bencana kebakaran dapat berupa:
1. Pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness)
2. Latihan penanggulangan bencana (disaster drill)
3. Penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof)
4. Membangun sistem sosial yang tanggap bencana
5. Perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster
management policies).
Prosedur & Tahapan Penanggulangan Pra Bencana kebakaran yang dapat
dilakukan oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada
dapat melalui perangkat komunikasi dan informasi, antara lain :
1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan Ronda disekitar lingkungan
pemukiman warga dan khususnya di tempat-tempat rawan kebakaran
(pemantauan, informasi dan komunikasi).
2. Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan penyampaian tanda
bahaya yang disepakati bersama : Kentongan, sirine, peluit atau apa yang
telah disepakati.
3. Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan jalur evakuasi :
Disepakati jalur mana yang akan dilewati untuk penyelamatan.
4. Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan Tempat Pengungsian
yang akan digunakan : Disepakati tempat pengungsian aman.
5. Mensosialisasikan Persiapan Masing-Masing Keluarga :Yang diutamakan
untuk diselamatkan, seperti surat-surat berharga, ternak, pakaian secukupnya.

Fase pra bencana yang kedua adalah mitigasi. Mitigasi merupakan


serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana. Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu
penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi
populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini
memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas
kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini
menghasilkan Peta Potensi Bencana Kebakaran yang sangat penting untuk
merancang kedua unsur mitigasi lainnya.
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada
masyarakat tentang bencana yang akan mengancam. Sistem peringatan
didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada
pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana
yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan
dipercaya.

3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur


mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan
pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan
pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus
melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

Tahapan yang ketiga adalah Kesiapsiagaan, dalam bencana kebakaran ada 9


kegiatan dalam tahap kesiapsiagaan yang mana tiga diantaranya telah diulas di
bahasan sebelumnya. Inti dari tahap kesiapsiagaan tersebut adalah :
1. Penilaian Risiko(risk assessment)
- Identifikasi ancaman (hazard), kerentananan (vulnerability)
- Analisis Risiko Bencana
- Tentukan tingkat Risiko
- Buat Peta Risiko Bencana
2. Perencanaan Siaga(contingency planning)
- Tentukan satu jenis ancaman
- Buat Skenario Kejadian
- Susun Kebijakan Penanganan
- Kaji Kebutuhan
- Inventarisasi Sumberdaya
- Buat Perencanaan setiap Sektor
- Uji kaji dan mutakhirkan
3. Mobilisasi Sumberdaya(resource mobilization)
- Inventarisasi semua Sumberdaya yang dimiliki oleh Daerah / Sektor
- Identifikasi Sumberdaya yang Tersedia dan Siap Digunakan
- Identifikasi Sumberdaya dari Luar yang dapat dimobilisasi untuk
keperluan darurat
4. Pendidikan dan Pelatihan(training & education)
Melakukan pendidikan di sekolah-sekolah dan
Melakukan pelatihan secara kontinyu:
- Manajerial
- Teknis operasional
5. Koordinasi(coordination)
- Membentuk forum koordinasi
- Menyelenggarakan pertemuan berkala secara rutin
- Saling bertukar informasi
- Menyusun Rencana Terpadu
6. Mekanisme Respon(response mechanism)
- Menyiapkan Posko
- Menyiapkan Tim Reaksi Cepat
- Mempunyai Prosedur Tetap
- Menentukan Incident Commander
- Melakukan upaya penanganan di luar prosedur rutin
7. Peringatan Dini(early warning)
Penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif, melalui
kelembagaan yang jelas, sehingga memungkinkan setiap individu yang
terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau
mengurangi risiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya
tanggap darurat yang efektif.
8. Manajemen Informasi(information systems)
Ciptakan sistem informasi yang mudah diakses, dimengerti dan
disebarluaskan ke masyarakat umum.
Informasi yang disampaikan harus:
- Akurat (accurate)
- Tepat waktu (timely)
- Dapat dipercaya (reliable)
- Mudah dikomunikasikan (communicable)
9. Gladi / Simulasi(drilling/simulation)
Untuk menguji tingkat kesiapsiagaan, perlu dilakukan uji lapangan berupa
gladi atau simulasi kebakaran.

Dalam Fase Intra bencana tahapannya adalah tanggap darurat bencana.


Tanggap darurat atau emergency respon saat terjadi bencana mencakup kegiatan
tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search
and rescue, bantuan darurat dan pengungsian.
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan
pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna
menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kebakaran, kerusakan yang
telah terjadi, taksiran kerugian, dan sumber daya;
2. Penentuan status keadaan darurat bencana;
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana kebakaran;
4. Pemenuhan kebutuhan dasar;
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Fase Pasca bencana Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
- Dalam situasi tidak terjadi bencana
- Dalam situasi terdapat potensi bencana
1. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
a. perencanaan penanggulangan bencana;
b. pengurangan risiko bencana;
c. pencegahan;
d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e. persyaratan analisis risiko bencana;
f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. pendidikan dan pelatihan; dan
h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

2. Situasi Terdapat Potensi Bencana


Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan, peringatan dini
dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan Dini
c. Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi
stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.

B. Peran perawat dalam penanganan bencana kebakaran


Peran Perawat dalam asuhan keperawatan memiliki tanggung jawab peran
dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap preimpact,
impact/emergency, dan postimpact
Peran perawat disini bisa dikatakan multiple;
- sebagai bagian dari penyusun rencana,
- pendidik,
- pemberi asuhan keperawatan
- bagian dari tim pengkajian kejadian bencana.

1. Tujuan utama
Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah
untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang
terkena bencana tersebut
2. Peran Perawat
a. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan timperawat dalam masa pra
bencana ini, antara lain:
1. Mengenali instruksi ancaman bahaya kebakaran;
2. Menyiapkan peralatan kesehatan di daerah rawan kebakaran;
3. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency
(makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda);
4. Melatih penanganan pertama korban bencana kebakaran baik
mengembangkan kemampuan sendiri maupun melatih masyarakat
umum agar dapat melaksanakan penanganan pertama;
5. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan
dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi
ancaman bencana kepada masyarakat.
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut),
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan,
dan pertolongan pertama luka bakar,
3. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, RS dan ambulans.
4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa
(misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai),
5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana.
b. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk
penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )
TRIASE :
 Merah paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam
kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma
dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
luka bakar derajat I-II
 Kuning --- penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury
dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam
keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60
menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur
terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II
 Hijau --- prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi
 Hitam --- meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
c. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
 Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
 Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
 Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
 Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
 Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
 Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa
 Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)
 Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi
bermain.
 Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater
 Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

d. Peran perawat dalam fase postimpact


 Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan
psikologis korban.
 Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali
pada kehidupan normal.
 Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka
waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan
dimana kecacatan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Perka BNPB 4-2008 Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan


Bencana.
Perka BNPB 10-2008 Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana.
Disaster Risk Management. 2003. Hospital Preparedness for
Emergencies & Disasters. Indonesian Hospital Association. Participan
Manual. Jakarta 2003.

Anda mungkin juga menyukai