Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Psoriasis adalah penyakit kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh

percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi pergantian kulit epidermis atau

proses keratinisasi yang lebih cepat dari biasanya. Penyakit ini tampak sebagai plak

tebal, eritematosa, berbatas tegas dan papul-papul yang tertutup sisik seperti perak,

biasanya terdapat di daerah tubuh yang mudah terkena trauma seperti lutut, siku dan

kulit kepala. Erupsi kulit ini dapat menyerang bagian tubuh manapun, kecuali selaput

lendir.Kejadian psoriasis secara umum terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi yang

bervariasi pada populasi yang berbeda mulai dari 0,1% sampai11,8%.1,2

Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik.

Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik, termal, ketegangan emosi, obat-obatan,

obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik akan memicu

psoriasis.Patogenesis psoriasis dianggap sebagai kelainan kulit akibat gangguan

hiperproliferasi keratinosit disertai diferensiasi abnormal epidermis. Kerusakan sel

target pada psoriasis terdiri dari beberapa sel, termasuk keratinosit, namun secara

histopatologik menunjukan 3 faktor patogenik utama, yaitu diferensiasi abnormalitas

keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan infiltrasi komponen sel radang.3 Secara

singkat terlihat adanya siklus sel yang memendek sekitar 1,5 hari pada proliferasi

keratinosit psoriasis, fase maturasi dan pelepasan keratinosit memerlukan waktu sekitar

1
4 hari sehingga keratinosit sel basal memperbanyak diri 10 kali lebih cepat

dibandingkan orang normal.4

Psoriasis diklasifikasikan menjadi tujuh berdasarkan bentuk klinis, yaitu:

psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa/psoriasis fleksural, psoriasis

eksudativa, psoriasis seboroik/seboriasis, psoriasis pustulosa,dan eritroderma

psoriatik.1,4Pengobatan psoriasis dapat berupa pengobatan sistemik maupun topikal.

Pengobatan sistemik dapat diberikan kortikosteroid, obat sitostatik atau siklosporin.

Kortikosteroid, preparat ter, antralin, analog vitamin D, retinoid, dan fototerapi (UVA

dan UVB) merupakan pilihan obat topikal. Agen biologik juga dapat menjadi pilihan

terapi psoriasis.1,3

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Bangsa / Suku : Indonesia/Aceh

Kawin / Tidak kawin : Belum menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Kegemaran : Menonton

Alamat : Mibo

Tgl Pemeriksaan : 6 April 2017

2.2 Anamnesis

Keluhan utama :

Bercak kemerahan yang bersisik tebal, berwarna putih, berlapis-lapis disertai

rasa gatalhampir pada seluruh tubuh yang dialami semenjak ± 10 tahun yang

lalu.

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSU Meuraxa dengan keluhan

muncul bercak kemerahan hampir pada seluruh tubuh yang dialami semenjak ±

10 tahun yang lalu. Bercak kemerahan tersebut bersisik tebal berwarna putih

dan berlapis-lapis yang disertai rasa gatal. Bercak ini awalnya muncul pada

3
bagian paha kanan pasien dan berukuran sebesar biji jagung dan berjumlah 1

buah, namun karena pasien menggaruk-garuk bercak tersebut, bercak berubah

menjadi sebesar uang logam. Bercak tersebut selanjutnya muncul pada daerah

lain hingga hampir seluruh badan pasien akibat pasien sering menggaruk-garuk

bagian tersebut. Apabila pasien mengangkat sisik yang terdapat pada bercak

tersebut, maka bercak tersebut akan mengeluarkan darah. Keluhan tersebut

dialami pasien hilang timbul selama ± 10 tahun. Untuk mengurangi keluhannya

tersebut, sebelumnya pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat oles

(salap) namun tidak mengurangi keluhan pasien.

Riwayat penyakit terdahulu :

Riwayat penyakit terdahulu disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit keluarga disangkal oleh

pasien.

Riwayat penggunaan obat :

Pasien ada mengkonsumsi obat yang diberikan oleh puskesmas, namun pasien

lupa apa nama obatnya tersebut.

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Status Generalisata

a. Keadaan umum

Kesadaran : Kompos mentis

Gizi : Baik

Suhu badan : 37º C

Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg

Frekuensi Nadi : 72 x/i

4
Frekuensi pernapasan : 18 x/i

b. Keadaan spesifik

Kepala : Normocepali

Leher : dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : dalam batas normal

2.3.2 Status Dermatologis

Gambar 1. Regio tibialis dextra et sinistra

5
Ruam primer:

Plak eritematosa berukuran plakat dengan susunan polisiklik berbatas tegas

(sirkumskrip), dengan penyebaran universal.

Ruam sekunder:

Skuama tebal berlapis-lapis (psoriasiformis) berukuran plakat dengan susunan

polisiklik berbatas tidak tegas (difus), dengan penyebaran universal.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Tes-tes yang Dilakukan : Tidak dilakukan

2.4.2 Pemeriksan Laboratorium :

Rutin : Tidak dilakukan

Khusus : Tidak dilakukan

2.5 Ringkasan

Nn. A 50 tahun datang ke poliklinik RSU Meraxa dengan keluhan bercak

kemerahan pada kulit, bersisik tebal berwarna putih, berlapis-lapis dan disertai rasa

gatal hampir pada seluruh tubuh yang dialami semenjak ± 10 tahun yang lalu. Bercak-

bercak ini muncul pada daerah yang sering digaruk-garuk oleh pasien. Apabila pasien

mengangkat sisik yang terdapat pada bercak tersebut, maka bercak tersebut akan

mengeluarkan darah. Keluhan ini telah dialami pasien selama ± 10 tahun dan hilang

timbul.

Untuk mengurangi keluhannya tersebut, sebelumnya pasien telah berobat ke

puskesmas dan diberi obat oles (salap) namun tidak mengurangi keluhan pasien.

Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi primer berupa plak dan makula

eritematosa yang berukuran dari lentikular hingga plakat dengan susunan polisiklik dan

6
sirkumskripta. Sedangkan untuk lesi sekundernya didapatkan skuama halus dengan

penyebaran universal.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Diagnosis Banding

1. Psoriasis Vulgaris

2. Dermatitis numular

3. Tinea Korporis

4. Dermatitis Seboroik

5. Liken Planus

6. Ptiriasis Rosea

2.6.2 Diagnosis Kerja : Psoriasis Vulgaris

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Umum

Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada pasien

seperti:

- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaannya.

- Mencegah garukan dan gosokan.

- Cukup istirahat.

- Menghindari faktor pencetus.

- Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur.

2.7.2 Khusus

Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:

- Topikal

7
LCD 1 mL + Kloderma oint 5 gr + Acid Salicyl salep yang dioles tipis-tipis

pada lesi yang diberikan 2 kali sehari terutama pada pagi dan malam hari.

- Sistemik

Cetirizin 1 x 10 mg tablet per hari selama 7 hari jika gatal.

2.8 Prognosis

Quo Ad Vitam : Bonam

Quo Ad Functionam : Bonam

Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI

Psoriasis adalah peradangan kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa

bercak bercak eritema berbatas tegas; ditutupi oleh skuama tebal berlapis-lapis

berwarna putih.5 Penyebab yang kuat adalah genetik dengan perubahan pertumbuhan

dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya

pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasis digambarkan dengan gangguan

biokimiawi, dan imunologik yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme

fisiologis kulit dan mempengaruhi gambaran klinis.6

3.2 EPIDEMIOLOGI

Kejadian psoriasis secara umum terjadi di seluruh dunia,dengan prevalensi yang

bervariasi pada populasi yang berbeda mulai dari 0,1% sampai11,8%.1 Psoriasis dapat

terjadi pada laki-laki maupun perempuan, menyerang semua usia tetapi umumnya lebih

sering terjadi pada orang dewasa antara usia 15-30 tahun dan jarang pada usia dibawah

10 tahun.1,7Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa usia rata-rata onset psoriasis

adalah pada usia 33 tahun dan 75%kasus terjadi setelah usia 46 tahun.8 Psoriasis

dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan onset penyakit yaitu; psoriasis tipe I yang

dimulai sebelum usia 40 tahun serta berhubungan dengan Human Leucocyte Antigen

(HLA) dan tipe II yang terjadi setelah usia 40 tahun dan umumnya tidak terkait HLA.7

9
3.3 FAKTOR PENCETUS

Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik.

Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu psoriasis melalui

mekanisme koebner, misalnya garukan, aberasi superfisial, reaksi fototoksik,atau

pembedahan. Ketegangan emosional dapat menjadi pencetus yang mungkin

diperantarai mekanisme neuroimunologis. Beberapa macam obat misalnya beta-bloker,

angiotensin-converting enzym inhibitors, antimalaria, litium, nonsteroid antiinflamasi,

gembfibrosil dan beberapa antibiotik. Bakteri, virus, dan jamur juga merupakan faktor

pembangkit psoriasis. Endotoksin bakteri, berperan sebagai superantigen dapat

mengakibatkan efek patologik dengan aktifasi sel limfosit T, makrofag, sel langerhans

dan keratinosit. Penelitian sekarang menunjukan bahwa superantigen streptokokus

dapat memicu ekspresi antigen limfosit kulit yang berperan dalam migrasi sel limfosit

T bermigrasi ke kulit. Walaupun pada psoriasis vulgaris tidak dapat dideteksi antigen

streptokokus, beberapa antigen asing dan auto-antigen dapat memicu interaksi APC dan

limfosit T. Peristiwa hipersensitifitas terhadap obat, imunisasi juga akan

membangkitkan aktivasi sel T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom

metabolik dapat memerparah kondisi psoriasis.5

3.4 ETIOPATOGENESIS

Kejadian psoriasis berhubungan dengan adanya predisposisi genetik. Keadaan

tersebut ditandai dengan gangguan diferensiasi dan pertumbuhan epidermis, atau

kelainan imunologi, biokimia atau vaskular yang multipel.1 Hal lain yang mendukung

adanya faktor genetik yaitu Human Leukocyte Antigen (HLA).2,7 Psoriasis tipe I dengan

awitan dini bersifat familial dan berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6

sedangkan psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial berhubungan

10
dengan HLA-B27 dan Cw2.7 Awalnya psoriasis merupakan penyakit yang dianggap

sebagai kelainan keratinosit primer,tetapi setelah ditemukan bahwa terjadi aktivasi sel

T spesifik imunosupresan siklosporin A(CsA), penelitian selanjutnya lebih difokuskan

pada sel T dan sistem imun.1 Defek genetikpada psoriasis dapat diekspresikan pada

salah satu dari tiga jenis sel yakni limfosit T, antigenpresenting cell, atau keratinosit.

Beberapa faktor pencetus lain yang dapat mencetuskan ataumemperberat psoriasis

disebutkan dalam kepustakaan antara lain stres psikis, infeksi lokal,trauma, endokrin,

gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok.1,6,7,9

Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis psoriasis,

tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam

prinsip terapi. Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks, yang melibatkan

berbagai sitokin, kemokin maupun faktor pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan

regulasi keratinosit, sel-sel radang dan pembuluh darah; sehingga lesi tampak menebal

dan berskuama tebal berlapis.7

Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag penangkap

antigen (Antigen Persenting Cell / APC) melalui Major Histocompatibility Complex

(MHC) mempresentasikan antigen tersangka dan diikat oleh ke sel T naif. Pengikatan

sel T terhadap antigen tersebut selain melalui reseptor sel T harus dilakukan pula oleh

ligan dan reseptor tambahan yang dikenal dengan ko-stimulasi. Setelah sel T teraktivasi

sel ini berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam

sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit.7

Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T

sitotoksik 1/Tc1CD8+, IFN-γ, TNF-α dan IL-12 adalah produk yang ditemukan pada

kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003 dikenal IL-17

11
yang dihasilkan oleh Th-17. IL-23 adalah sitokin dihasilkan sel dendrit bersifat

heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian dari IL-12. Sitokin

IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21 dan TNF-α adalah mediator turunan Th-17. Telah

dibuktikan IL-17A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang merupakan

karakteristik psoriasis. Injeksi intradermal IL-23 dan IL-21 pada mencit memicu

proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hiperplasia epidermis yang

merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A seperti juga kemokin CCR6 dapat

menstimulasi timbulnya reaksi peradangan psoriasis.7

Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator menentukan

gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage colony stimulating

factor), EGF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, IL-17, IL-23 dan TNF-α. Akibat peristiwa

banjirnya efek mediator terjadi perubahan fisiologis kulit normal menjadi keratinosit

akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam 311 jam, menjadi 36 jam dan

produksi harian keratinosit 28 kali lebih banyak dari pada epidermis normal. Pembuluh

darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis dan hipermeabilitas vakular

diperankan oleh Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Vascular

Permeability Factor (VFP) yang dikeluarkan oleh keratinosit.7

12
Gambar 2. Perkembangan lesi psoriasis dari kulit normal

hingga lesi kulit terbentuk sempurna.1

3.5 KLINIS

3.5.1 Anamnesis

Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset penyakit dan

riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga berkaitan dengan tingginya

eksistensi dan rekurensi penyakit. Selain itu, tentukan apakah lesi merupakan bentuk

akut atau kronis, serta keluhan pada persendian, karena kemunkinan artritis psoriatika

pada pasien dengan riwayat pembengkakan sendi sebelum usia 40 tahun.1,11

Lesi kronis cenderung stabil berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, sedangkan

dalam bentuk akut, lesi dapat muncul mendadak dalam beberapa hari.1,11

13
Kemungkinan relaps juga bervariasi antar individu. Pasien yang sering relaps

biasanya memliki lesi yang lebih berat, cepat meluas, melibatkan area tubuh yang lebih

luas sehingga terapi harus lebih agresif.1,11

3.5.2 Gambaran Klinis

Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-

titik perdarahan bila skuama dilepas (tanda Auspitz)., berukuran dari seujung jarum

sampai dengan plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris. Penyakit

ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa, dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut.6

Penampilan berupa infiltrat eritematosa, eritema yang muncul bervariasi dari

yang cerah (“hot” psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai merah pucat (“cold”

psoriasis). Fenomena koebner adalah peristiwa munculnya lesi psoriasis setelah terjadi

trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien.7 , lebih sering terjadi saat penyakit

sedang kambuh. Reaksi tersebut timbul 7-14 hari setelah trauma.1 Pada lidah dapat

dijumpai plak putih berkonfigurasi mirip peta yang disebut lidah geografik.6

Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yaitu sebanyak kira-kira 50%,

khas disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak

khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan

tanduk dibawahnya (hiperkeratosis subungual) dan onikolisis.7,12

14
Gambar 3. Tanda Auspitz, yaitu adanya titik perdarahan

pada kulit bila skuama dilepaskan1

Gambar 4. Psoriasis plakat kronik1

15
3.5.3 Klasifikasi Psoriasis

1. Psoriasis Vulgaris/Plakat

Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris. Lesi ini biasanya dimulai

dengan makula eritematosa, papul yang melebar kearah pinggir dan bergabung

beberapa lesi menjadi satu. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat

yang dikenal dengan woronoff’s ring. Dengan proses pelebaran lesi yang berjalan

bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti bentuk utama kurva linier (psoriasis

girata), lesi mirip cincin (psoriasis anular), dan papul berskuama pada mulut folikel

pilosebaseus (psoriasis folikularis). Umumnya dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung,

lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar atau

nyeri.7

2. Psoriasis Inversa

Ditandai dengan letak lesi didaerah intertriginosa, tampak lembab, dan

eritematosa. Bentuknya nyaris tidak berskuama dan merah merona, mengkilap, berbatas

tegas, seringkali mirip dengan ruam intertrigo, misalnya infeksi jamur. Lesi dijumpai di

axila, fosa antekubital, poplitea, lipat inguinal, inframammae, dan perineum.7

Gambar 5. Psoriasis fleksura, dengan pinggir jelas, dengan plak yang nyata dan

kemerahan.1

16
3. Psoriasis Gutata

Khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat swasirna. Bentuk

spesifik yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1-10 mm berwarna merah

salmon. Menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan, dapat mengenai

ekstremitas dan kepala.7

Gambar 6. Psoriasis gutata 1

4. Psoriasis Pustulosa

Bentuk ini merupakan komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid

sistemik, infeksi, ataupun pengobatan topikal bersifat iritasi. Psoriasis pustulosa jenis

von zumbusch terjadi bila pustul yang muncul sangat parah dan menyerang seluruh

tubuh, sering diikuti dengan gejala konstitusi. Keadaan ini bersifat sistemik dan

mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah, nyeri, meradang dengan pustul milier

tersebar diatasnya. Pustul terletak nonfolikuler, putih kekuningan, terasa nyeri, dengan

dasar eritematosa. Pustul dapat bergabung membentuk lake of pustules, bila mengering

17
dan krusta leapas meninggalkan lapisan merah terang. Pustul tersebut bersifat steril

sehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik.7

Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmo-plantar menyerang daaerah hipotenar

dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam telapak kaki atau dengan

sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif dimulai dengan vesikel bening, vesikulopustul,

pustulparah dan makulopapular kering coklat. Bentuk kronik disebut akrodermatitis

kontinua supurativa dari hallopeau, ditandai dengan pustul yang muncul pada ujung jari

tangan dan kaki, bila mengering menjadi skuama yang meninggalkan lapisan merah

kalau skuama dilepas. Destruksi lempeng kuku dan osteolisis falangs distal sering

terjadi. Bentuk psoriasis pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis berbeda

dengan psoriasis dan dianggap lebih merupakan komorbiditas dibandingkan bentuk

psoriasis.7

Gambar 7. Psoriasis pustulosa. Panel A dan B merupakan psoriasis pustulosa

generalisata (Von Zumbusch) dengan pustul kecil berdiameter 1-2 mm dan kulit yang

eritem. Panel C dan D merupakan psoriasis pultulosa lokalisata pada tungkai dan kaki.

Panel E menunjukkan psoriasis pustulosa yang telah pecah sehingga menghasilkan area

deskuamasi yang luas.1

18
5. Eritroderma

Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis

plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi ini harus

dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi psoriasis vulgaris yang

luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan gejal demam atau menggigil, dapat

disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris. Bentuk yang kedua adalah bentuk yang

lebih akut sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi generalisata. Keadaan ini dapat

dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar, obat atau putus obat kortikosteroid sistemik.

Kegawatdaruratan dapat terjadi disebabkan terganggunya sistem panas tubuh, payah

jantung, kegagalan fungsi hati dan ginjal. Kulit tampak eritema difus biasanya disertai

dengan demam, menggigil dan malese. Bentuk psoriasis pustulosa generalisata dapat

kembali ke bentuk psoriasis eritroderma. Keduanya membutuhkan pengobatan segera

menenangkan keadaan akut serta menurunkan peradangan sistemik, sehingga tidak

mengancam jiwa.7

Gambar 8. Psoriasis Eritroderma. Panel A menunjukkan psoriasis yang hampir penuh,

pasien mengeluhkan kelemahan dan malaise. Panel B dan C menunjukkan

hiperkeratosis dan deskuamasi.1

19
6. Psoriasis Kuku

Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur sumur dangkal

(pits). Bentuk lainnya adalah kuku berwarna kekuning-kuningan disebut yellowish dis-

coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis), hiperkeratosis

subungual merupakan penebelan kuku dengan hiperkeratosis, abnormalitas lempeng

kuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam dapat membentuk jembatan-jembatan

mengakibatkan kuku hancur(crumbling) dan splinter haemorrhage.7

Gambar 9. Nail Psoriasis. Panel A menunjukan onycholysis distal dan

memperlihatkan tetas minyak. Panel B menunjukkan nail pitting. Panel C menunjukkan

subungual hyperkeratosis. Panel D menunjukkan onychodystrophy dan hilangnya kuku

pada pasien psoriatik arthritis.1

20
7. Psoriasis Arthritis

Bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Keluhan pasien yang sering

dijumpai adalah artritis perifer, etesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang, dan

atralgia non spesifik, dengan gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi persisten,

atau nyeri sendi fluktuatif bila psoriasis kambuh.7

3.6 DIAGNOSIS

Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan

pemeriksaan histopatologis. Apabila ditemukan fenomena tetesan lilin, tanda Auzpitz

dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat.7

a. Fenomena tetesan lilin & Auspitz sign:

Didapatkan skuama putih tebal yang akan meninggalkan bintik-bintik

perdarahan ketika digores dengan pinggiran kaca objek.

b. Fenomena koebner

Merupakan peristiwa munculnya lesi psoriasis pada daerah yang sering terjadi

trauma.

c. Histopatologis

Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan beberapa perubahan patologis pada

psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai

berikut:

 Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete

ridge epidermis.

 Hiperkeratosis adalah penebalan lapiran korneum.

21
 Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya

stratum granulosum

 Peningkatan mitosis pada stratum basalis.

 Granulosit neutrofilik yang bermigrasi dari ujung subset kepiler dermal

mencapai bagian atas epidermis yaitu lapisan parakeratosisstratum korneum

yang disebut mikroabses Munro.

 Pada papila dermis terlihat pembuluh darah yang lebih banyak dari kulit

normal, yang membengkak,memanjang dan berkelok-kelok. Infiltrat sel

radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast terdapat disekitar

pembuluh darah.

Gambar 10. Gambaran klinis dan histopatologis psoriasis13

22
3.7 DIAGNOSIS BANDING

Psoriasis vulgaris dapat dibedakan dengan beberapa penyakit dibawah ini:7

1. Dermatitis Numularis

Biasanya menunjukkan lesi berupa plak eritematosa berbentuk koin yang

terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens, kemudian pecah dan

membentuk krusta kekuningan yang disebut pinpoint.

2. Dermatitis Seboroik

Sering mengenai daerah yang berambut, sangat jarang menjadi luas, dengan lesi

berupa skuama kuning berminyak, eksematosa ringan dan menyengat.

3. Tinea Korporis

Merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas yang terdiri atas eritema,

skuama halus, kadang-kadang terdapat papul atau vesikel di tepi, dengan tengah

yang lebih tenang.

4. Liken Planus

Berupa makula eritematosa yang kemudian berubah menjadi papul keunguan.

Lesi biasanya bilateral simetris pada ekstremitas.

5. Ptiriasis Rosea

Dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter,

berbentuk oval dan anular. Ruam berupa eritema, skuama halus di pinggir.

Setelah 4-10 hari muncul lesi yang sejajar dengan costae, sehingga menyerupai

pohon cemara terbalik.

Sedangkan pada psoriasis vulgaris berupa makula eritematosa dengan

papul berskuama yang melebar ke arah pinggir dan beberapa lesi bergabung

23
menjadi satu, dengan lingkaran putih pucat yang mengelilingi lesi disebut

woronoff’s ring.

3.8 DERAJAT KEPARAHAN PSORIASIS

Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis,

namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U (1987) yang

telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis Area dan Severity Index (PASI)

adalah metode yang digunakan untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita

berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, cara ini digunakan untuk

mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan. PASI merupakan baku emas

pengukuran tingkat keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI

adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti

kepala, badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian

antara lain: Kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan

tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing area

tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah ini:14

Karakteristik klinis yang dinilai adalah: eritema (E), skuama (S) dan ketebalan

lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut : tidak ada lesi

= 0, ringan = 1, sedang = 2, berat = 3 dan sangat berat = 4. Nilai derajat keparahan

diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh : kepala

= 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai PASI diperoleh

dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari keempat bagian tubuh.

Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai psoriasis ringan, nilai PASI antara

10-30 dikatakan sebagai psoriasi sedang, dan nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai

psoriasis berat.14

24
Tabel 1. Lembar Psoriasis and Severity Index (PASI)

3.9 PENATALAKSANAAN

Tatalaksana psoriasis adalah terapi supresif, tidak menyembuhkan secara

sempurna, bertujuan mengurangi tingkat keparahan dan ekstensi lesi sehingga tidak

terlalu mempengaruhi kualitas hidup pasien.11

Terapi Promotif15

Menenangkan pasien dan memberikan dukungan emosional adalah hal yang

sangat penting, menekankan bahwa psoriasis tidak menular dan tersedianya pengobatan

pengobatan yang bervariasi untuk setiap bentuk dari psoriasis.

Terapi Preventif15

Menghindari atau mengurangi faktor pencetus, yaitu stres psikis, infeksi fokal dan

memperbaiki pola hidup.

25
Terapi Topikal1

Sebagian besar kasus psoriasis dapat ditatalaksana dengan pengobatan topikal

meskipun memakan waktu lama dan juga secara kosmetik tidak baik, sehingga

kepatuhan sangat rendah.

1. Kortikosteroid

Glukokortikoid dapat menstabilkan dan menyebabkan translokasi reseptor

glukokortikoid. Sediaan topikalnya dipergunakan sebagai lini pertama

pengobatan psoriasis ringan hingga sedang di area fleksural dan genitalia,

karena obat topikal lain dapat mencetuskan iritasi.

2. Vitamin D3 dan Analog

Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan meregulasi

pertumbuhan dan deferensiasi epidermis, serta menghambat proliferasi

keratinosit, memodulasi diferensiasi epidermis, serta menghambat produksi

beberapa sitokin pro-inflamasi seperti interleukin 2 dan interferon gamma.

Analog vitamin D3 yang telah digunakan dalam tatalaksana penyakit kulit

adalah calcipotriol, calcipotriene, maxacalcitrol dan tacalcitol.

3. Anthralin (Dithranol)

Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis plakat kronis, dengan

konsentrasi terendah 0,05% sekali sehari kemudian ditingkatkan manjadi 1%

yang memiliki efek antiproliferasi terhadap keratinosit dan antiinflamasi yang

poten, terutama yang resisten terhadap terapi lain. Dapat dikombinasikan

dengan phototherapy UVB dengan hasil memuaskan (regimen ingram).

26
4. Tar Batubara

Penggunaan tar batubara dan sinar UV untuk pengobatan psoriasis telah

diperkenalkan oleh Goeckerman sejak tahun 1925. Efeknya antara lain

mensupresi sintesis DNA dan mengurangi aktivitas mitosis lapisan basal

epidermis, serta beberapa komponen memiliki efek antiinflamasi.

Penggunaan tar batu bara dengan konsentrasi 2-5% dimulai dengan konsentrasi

rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan, agar lebih efektif maka

daya penetrasinya juga harus ditingkatkan dengan menambahkan asam salisilat

3% atau lebih. Untuk mengurangi daya iritasi dapat ditambahkan seng oksida

10% sebagai vehikulum dalam bentuk salap.

5. Tazarotene

Merupakan generasi ketiga retinoid yang dapat digunakan secara topikal untuk

mereduksi skuama dan plak, walaupun efektivitasnya terhadap eritema sangat

minim. Efikasinya dapat ditingkatkan bila dikombinasikan dengan

glukokortikoid potensi tinggi atau fototherapi.

6. Inhibitor Calcineurin Topikal

Takrolimus (FK 506) merupakan antibiotik golongan maksolid yang bila

berikatan dengan immunophilin (proteinpengikat FK506), membentuk

kompleks yang menghambat transduksi sinyal limfosit T dan transkripsi

interleukin 2. Meskipun takrolimus tidak efektif dalam pengobatan plak kronis

psoriasis, namun terbukti efektif untuk psoriasis fasialis dan inversa.

27
7. Emolien

Emolien seperti urea (hingga 10%) sebaiknya digunakan selama terapi, segera

setelah mandi, untuk mencegah kekeringan pada kulit, mengurangi nyeri akibat

fisura, dan mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal.

Fototherapi1

Fototherapi dapat mendeplesi sel limfosit T secara selektif, terutama di epidermis,

melalui apopotosis dan perubahan respons imun Th1 menjadi Th2.

1. Sinar Ultraviolet B (290-320 mn)

Terapi UVB inisial berkisar antara 50-75% minimal erythema dose (MED).

Tujuan terapi ini adalah mempertahankan lesi eritema minimal sebagai

indikator tercapainya dosis optimal. Terapi diberikan hingga remisi total

tercapai atau bila perbaikan klinis lebih lanjut tidak tercapai dengan peningkatan

dosis.

2. Psoralen dan Terapi Sinar Ultraviolet A (PUVA)

PUVA merupakan kombinasi psoralen dan long wave ultravioletA yang dapat

memberikan efek terapetik, yang tidak tercapai dengan penggunaan tunggal

keduanya.

3. Excimer Laser

Diindikasikan untuk tatalaksana pasien psoriasis dengan plak rekalsitran,

terutama di bahu dan lutut.

4. Terapi Fotodinamik

Terapi fotodinamik telah dilakukan pada beberapa dermatosis inflamatorik

termasuk psoriasis. Meski demikian, tetapi ini tidak terbukti memuaskan.

28
Terapi Obat Sistemik Per Oral1

1. Metotreksat

Metotreksat (MTX) merupakan pilihan terapi yang sangat efektif bagi psoriasis

tipe plak kronis, juga untuk tatalaksana psoriasis berat jangka panjang termasuk

psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular, dengan dosis 7,5-15 mg setiap

minggu. MTX bekerja secara langsung menghambat hiperproliferasi epidermis

melalui inhibisi dihidrofolat reduktase. Efek antiinflamasi disebabkan oleh

inhibisi enzim yang berperan dalam metabolisme purin.

2. Acitretin

Acitretin merupakan generasi kedua retinoid sistemik yang telah digunakan

untuk pengobatan psoriasis sejak tahun 1997. Monoterapi acitretin paling efektif

bila diberikan pada psoriasis tipe eritrodermik dan generalized pustular

psoriasis.dosis yang diberikan berkisar 0,5-1 mg per kilogram berat badan

perhari.

3. Siklosporin A (CsA)

CsA per oral merupakan sangat efektif untuk psoriasis kulit ataupun kuku,

terutama pasien psoriasis eritrodermik. Dosis rendah 2,5 mg/kg/BB/hari sebagai

terapi awal, dengan dosis maksimum 4 mg/kg/BB/hari.

4. Ester Asam Fumarat

Preparat ini diabsorbsi lengkap di usus halus, dihidrolisis menjadi metabolit

aktifnya, monometilfumarat, yang akan menghambat proliferasi keratinosit serta

mengubahan respons sel Th1 menjadi Th2. Terapi ini dapat diberikan jangka

lama (>2 tahun) untuk mencegah relaps ataupun singkat (hingga tercapai

perbaikan).

29
5. Sulfasalazine

Merupakan agen terapi sistemik yang jarang digunakan untuk tatalaksana

psoriasis.

6. Steroid Sistemik

Steroid sistemik tidak rutin dalam tatalaksana psoriasis, karena resiko kambuh

tinggi jika dihentikan. Preparat ini diindikasikan pada psoriasis persisten yang

tidak terkontrol dengan modalitas terapi lain, bentuk eritroderma dan psoriasis

pustular (Von Zumbuch)

7. Mikofenolat Mofetil

Merupakan bentuk pro-drug asam mikofenolat, yaitu inhibitor inosin 5’

monophosphate dehydrogenase. Asam mikofenolat mendeplesi guanosin

limfosit T dan B serta menghambat proliferasinya, sehingga menekan respons

imun dan pembentukan antibodi.

8. 6-Thioguanin

Merupakan analog purin yang sangat efektif untuk tatalaksana psoriasis. Efek

samping yang sering adalah mal, diare, serta gangguan fungsi hepar dan supresi

sumsum tulang.

9. Hidroksiurea

Hidroksiurea merupakan anti-metabolit yang dapat digunakan secara tunggal

dalam tatalaksana psoriasis, tetapi 50% pasien yang berespons baik terhadap

terapi ini mengalami efek samping supresi sumsum tulang (berupa leukopenia

atau trombositopenia) serta ulkus kaki.

30
Terapi Kombinasi1

Terapi kombinasi dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping terapi,

serta dapat memberikan perbaikan klinis yang lebih baik dengan dosis yang lebih

rendah. Kombinasi yang biasa diberikan untuk artritis inflamatorik adalah MTX dan

agen anti-TNF, yang juga dapat diberikan pada psoriasis rekalsitrans.

Terapi Biologis1

Terapi biologis merupakan modalitas terapi yang bertujuan memblokade molekul

spesifik yang berperan dalam patogenesis psoriasis.

Agen-agen biologis memiliki efektivitas yang setara dengan MTX dengan risiko

hepatotoksisitas yang lebih rendah. Meski demikian, harganya cukup mahal, serta

memiliki berbagai efek samping seperti imunosupresi, reaksi infus, pembentukan

antibodi, serta membutuhkan evaluasi keamanan penggunaan jangka panjang. Oleh

karena itu, terapi ini hanya diindikasikan bila penyakit tidak berespons atau memiliki

kontraindikasi terhadap MTX.

1. Alefacept

Merupakan gabungan human lymphocyte function associated antigen (LFA)-3

dengan IgG 1 yang dapat mencegah interaksi antara LFA-3 dan CD2, sehingga

menghambat aktivasi sel limfosit T. Oleh karena itu, alefacept dapat

mengurangi proses inflamasi. Walaupun tidak memberikan respons baik pada

1/3 pasien, pemberian berulang terbukti dapat memperbaiki kondisi klinis

pasien psoriasis.

2. Efalizumab

Efalizumab (anti-CD11a) merupakan humanized monoclonal antibody yang

digunakan untuk tatalaksana psoriasis vulgaris (tipe plakat), yang langsung

31
memblokade CD11a (sub unit LFA 1), sehingga mencegah interaksi LFA

1dengan intercellular adhesion molecule 1. Blokade ini mengurangi aktivasi sel

limfosit T dan adhesi sel T ke keratosit. Meski demikian, eksaserbasi gejala

kerap terjadi di akhir pengobatan, diperlukan penelitian terkait keamanan dan

tolerabilitas jangka panjangnya.

3. Antagonis Tumor Necrosis α (TNF α)

TNF α merupakan protein homosimetrik yang memediasi aktivitas pro-

inflamatorik. Saat ini terdapat 3 jenis obat yangs udah dipakai di Amerika

Serikat, yaitu etanercept, infliximab dan adalimumab.

Etanercept diindikasikan untuk psoriasis plakat kronis moderat sampai berat,

sebelum fototherapi dan terapi sistemik.

Infliximab dan adalimumab adalah dua regimen yang telah disetujui oleh US

Food dan Drugs Administration untuk terapi artritis psoriatika, dan terbukti

lebih baik dibandingkan etanercept pada psoriasis tipe plakat kronis. Meskipun

demikan, efek imunosupresi dan keamanannya harus dipertimbangkan untuk

penggunaan jangka panjang.

4. Anti-interleukin 12/ Interleukin 23 P40

Blokade interleukin 12 yang penting dalam diferensiasi sel Th1 dan interleukin

23 merupakan dua mekanisme penting untuk tatalaksana psoriasis tipe plakat

kronis.

32
3.10 Prognosis1

Psoriasis vulgaris tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan

residif. Psoriasis guttata biasanya akan hilang sendiri (self limited) dalam 12-16 minggu

tanpa pengobatan, meskipun pada beberapa pasien menjadi lesi plakat kronis. Psoriasis

tipe plakat kronis berlangsung seumur hidup dan interval antara gejala tidak dapat

diprediksi. Remisi spontan dapat terjadi pada 50% pasien dalam waktu yang bervariasi.

Eritroderma dan generalized pustular psoriasis memiliki prognosis yang lebih buruk

dengan kecenderungan menjadi persisten.

33
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leff el DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.

8th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2012.p.197-231.

2. Griffi th CEM, Camp RDR HI, Baker J. Psoriasis. In: Burn T, Breathnach S, Cox

N, Griffi th C, editors. Rook’s textbook of dermatology. 7th ed. Massachussets:

Blackwell Publishing; 2004.p.351-69.

3. Kerkhof PCM. Pathogenesis. In: Peter Van de Kerkhof, editor. Textbook of

psoriasis. Oxford: Blackwell Publishing; 1999.p.79.

4. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. In: Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit

dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2007.p.189-95.

5. Siregar,R.S. 2015.Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta : EGC

6. Menaldi,Sri L,dkk. 2015.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI

7. Djuanda.A. “Dermatosis Eritroskuamosa”. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi 7. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. pp

213-221

8. Djuanda.A. “Dermatosis Eritroskuamosa”. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. pp

189-203

9. WHO. 2016. Global Report on Psoriasis.

34
10. Langley RGB, Krueger GG and griffiths CEM. “Psoriasis: Epidemiology, Clinical

Features and Quality of Life”. In : British Medical Journal. Vol 64. 2005. pp ii18-

ii23. Available from: http://ard.bmj.com/content/64/suppl_2/ii18.full. [Accessed on

1sr June 2016]

11. Yuliastuti, D. 2015. Psoriasis. CDK- 235/Vol 42. No 12 tahun 2015.

12. James, W.D., Berger, T.G dan Elston, D.M. 2011. Psoriasis dalam Andrews

Disease of the Skin Clinical Dermatology, 11th Edition. China: Saunders Elsevier.

13. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of disease psoriasis. N Eng J Med

[Internet]. 2009. [cited 2015 Jan 24]; 361: 496-509. Available from:

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra0804595

14. Astindari, Suwitri dan Sardhika, W. 2014. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan

Psoriasis Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Jurnal

Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol 26. No. 1 April 2014.

15. Sinaga,d. Pengaruh Stress Psikologis terhadap Pasien Psoriasis. 2013. Jurnal ilmiah

widya. volume 1 nomor 2 juli-agustus 2013

35

Anda mungkin juga menyukai