Anda di halaman 1dari 20

Bagian Keperawatan Gerontik

Program Profesi Ners


Stikes Mega Rezky Makassar
Laporan Pendahuluan
30 Agustus 2012

LAPORAN PENDAHULUAN
ARTHRITIS REUMATOID (REMATIK)

Disusun Oleh:
Darmansyah, S.Kep
12 3145901 011

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Keperawatan Komunitas Gerontik
Program Studi Pendidikan Profesi Ners
STIKes Mega Rezky
Makassar
2012
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
yang walaupun manifestasi utamannya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi
penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain gejala artikular,
AR dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah
atau gangguan organ non artikular lainnya.
Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang
diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyababnya. Artritis reumatoid kira-kira 2
½ kali lebih sering menyerang perempuan daripada laki-laki. Insiden meningkat dengan
bertambahnya usia, terutama pada perempuan. Insedens puncak adalah antara usia 40
sampai 60 tahun.

B. ETIOLOGI
Penyebab AR sampai sekarang belum diketahui. Beberapa faktor di bawah ini
diduga berperan dalam timbulnya penyakit artritis rheumatoid.
1. Faktor genetik dan lingkungan
Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita
mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.
2. Hormon seks
Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena perempuan lebih
banyak menderita penyakit ini dan biasanya sembuh sewaktu hamil.
3. Infeksi
Dugaan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara mendadak
dan disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi diduga bakteri,
mikoplasma, atau virus.
4. Heat Shock Protein (HSP)
HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk oleh tubuh
sebgai respons terhadap stres.
5. Radikal bebas
Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang keluarnya
prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan pembengkakan.
6. Umur
Penyakit ini terjdai pada usia 20-60 tahun, tetapi terbanyak antara umur 35-45
tahun.
Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius, disebabkan oleh
peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai
dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan,
pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis reumatoid masih belum
diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit
ini tidak dapat ditunjukkan memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan
dengan penanda genetik seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-
DR5 pada orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika, Afrika, Jepang, dan Indian
Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan HLA-DW4. Destruksi jaringan sendi
terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh produksi, protease,
kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen,
tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama – sama dengan radikal O2
dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial.
Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang
diproduksi secara lokal Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid.
Panus merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium yang
meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi
destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus
tersebut.

C. PATOFISIOLOGI
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun (yang sudah dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim
dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kogen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
D. GAMBARAN KLINIS
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat bersamaan oleh
karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan
demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi di tangan,
namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi
diartrodial dapat diserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
berkurang dari satu jam.
4. Artritis erosif; merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tei tulang.
5. Deformitas; Kerusakan jaringan penungjang sendi meningkatdengan pejalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metekarpofalangeal,
deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yangsering
dijumpai. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metersal yang timbul sekunder
dari subluksasi metetersal. Sendi-sendi yang besar juga dapa teserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6. Nodul-nodul reumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar
sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari
deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan
ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada
tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi dekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat menyerangorgan-organ
lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh
darah dapat rusak.

E. KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang kompleks. Pada
tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang
positif; perubahan apda sendi dapat minor; dan gejala gejalanya dapat hanya bersifat
sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi
berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik
yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam)
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi
3. Artritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid dalam serum
7. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabikla sekurang-kurangnya
empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus
sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila
terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Cairan synovial
1) Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan peningkatan jumlah
sel darah putih; fibrin clot menggambarkan kronisitas.
2) Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas menggambarkan
penurunan kadar asam hyaluronat.
3) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi,
didominasi oleh sel neutrophil (65%).
4) Glukosa: normal atau rendah.
5) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum, berbanding
terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.
6) Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya pada reaksi
imunologis.
7) Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.
8) Phagocites – neutrophils yang “difagosit” oleh kompleks immun.
b. Darah tepi
1) Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit menurun bila
terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai Felty’s syndrome.
2) Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan Sero-imunologi
1) Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita dengan
nodul subkutan.
2) Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.
3) Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer yang lebih
rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus Sistemik.
4) Anti-DNA antibodies negatif.
5) Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah, menggambarkan aktivitas
penyakit.
6) Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute phase reactans.
7) Meningkatnya kadar γ-gobulin menggambarkan kenaikan/akselerasi dari
katabolisme protein pada penyakit kronis.
8) Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen dapat terjadi
pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular yang berat seperti
vaskulitis.
9) Adanya circulating immune comlexes – serta ditemukan pada penyakit dengan
manifestasi sistemik.
2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang
berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi
erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya
tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi
(sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AR. Penyakit biasanya berlangsung seumur
hidup, sehingga memerlukan penanganan seumur hidup pula. Walaupun hingga kini
belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna,
saat ini pengobatan pasa pasien AR ditujukan untuk:
a. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
b. Mencegah terjadinya destruksi jaringan
c. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap
dalam keadaan baik
d. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat
mungkin menjadi normal kembali.
Dalam pengobatan AR umumnya selau dibutuhkan pendekatan multidisipliner.
Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi
okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli psikologi, semuanya
memiliki peranan masing-masing dalam pengelolaan pasien AR baik dalam bidang
edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan penyakit ini.
Beberapa jenis obat yang digunakan pada AR antara lain sebagai berikut:
1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Obat ini diberikan sejak mulai sakit untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses
peradangan. Golongan obat ini tidak dapat melindungi rawan sendi maupun tulang
dari proses kerusakan akibat penyakit AR. Contoh obat golongan ini yaitu
Asetosal, Ibuprofen, Natrium Diclofenak, Indometasin, Asam flufenamat,
Piroksikam, Fenilbutason, dan Naftilakanon.
2. Kortikosteroid
Obat ini berkhasiat sebagai antiradang dan penekan reaksi imun (imunosupresif),
tetapi tidak bisa mengubah perkembangan penyakit AR. Kortikosteroid bisa
digunakan secara sistemik (tablet, suntikan IM) maupun suntikan lokal di
persendian yang sakit sehingga rasa nyeri dan pembengkakan hilang secara cepat.
Pengobatan kortikosteroid sistemik jangka panjang hanya diberikan kepada
penderita dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti radang pembuluh
darah (vaskulitis).
3. Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs)/ Obat pengubah
perjalanan penyakit
Bila diagnosis AR telah ditegakkan, oabt golongan ini harus segera diberikan.
Beberapa ahli bahkan menganjurkan pemberian DMARDs, baik sebagai obat
tunggal maupun kombinasi dengan DMARDs lain pada tahap dini, baru kemudian
dikurangi secara bertahap bila aktivitas AR telah terkontrol. Bila penggunaan satu
jenis DMARDs dengan dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak menampakkan hasil,
segera hentikan atau dikombinasi dengan DMARDs yang lain. Contoh obat
golongan ini yaitu Klorokuin, Hidroksiklorokuin, Sulfazalazine, D-penisilamin,
Garam Emas (Auro Sodium Thiomalate, AST), Methothexate, Cyclosporin-A dan
Lefonomide.
4. Obat imunosupresif
Obat ini jarang digunakan karena efek samping jangka panjang yang berat seperti
timbulnya penyakit kanker, toksik pada ginjal dan hati.
5. Suplemen antiokdsidan
Vitamin dan mineral yang berkhasiat antioksidan dapat diberikan sebagai
suplemen pengobatan seperti beta karoten, vitamin C, vitamin E, dan selenium.

2. Pengobatan Tradisional
Perawatan dan pengobatan terhadap penyakit rheumatik adalah sebagai berikut.
a. Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat.
b. Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas ½ sendok makan, dan air
rebusan sirih untuk merendam/mengompres bagian badan yang terserang
rheumatik.
c. Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap.
d. Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang, temulawak 10
potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1 jari. Semua bahan ini di rebus
dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian disaring untuk diminum airnya.
e. Dengan obat gosok alami:
1) Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan digunakan
untuk menggosok bagian tubuh yang sakit.
2) Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan digosokkan pada
bagian tubuh yang sakit.
3) Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur dengan
minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.

H. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat obat anti inflamasi non-
steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying
antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas
utama pada arthritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
myelopati akibat ketidakstabilan vertebra vertical dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

I. ANJURAN BAGI PENDERITA ARTRITIS RHEUMATOID


1. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, daun singkong, daun ubi jalar, seledri)
2. Mengkonsumsi buah-buahan segar (tomat, kesemek, pepaya, mangga)
3. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah matang.
4. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang dingin.
5. Mandi berendam dengan air hangat.
6. Istirahat yang cukup.
7. Jangan sampai kedingingan
Beberapa jenis makanan yang harus dihindari bagi semua penderita rematik adalah
sebagai berikut.
1. Minuman berarkohol, teh, kopi, coklat.
2. Mentega, telur ayam negeri, rempah-rempah yang pedas.
3. Kue-kue dari tepung dan gula putih.
4. Sayur kangkung, melinjo (daun dan buah), rebung dan daging.

J. PROGNOSIS
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit
yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan
selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah
terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya
diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya
akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan
kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik.
Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan
ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di
seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada
jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit,
nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-
otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita
akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang
mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk
palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi
dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA
jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita
RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh
penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi
terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di
daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying
antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas
utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran
jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati
iskemik akibat vaskulitis.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN


1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala:Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi :
kekakuan pada pagi hari. Keletihan.
Tanda: malaise, keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau
kelainan pada sendi dan otot
2. KARDIOVASKULER
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun.
3. INTEGRITAS EGO
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan, keputusasaan dan ketidak berdayakan,
ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada
orang lain
4. MAKANAN ATAU CAIRAN
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat : mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah.
Tanda: Penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
5. HIGIENE
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan
pada orang lain.
6. NEUROSENSORI
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
7. NYERI / KENYAMANAN
Gejala: fase akut dari nyeri, terasa nyeri kronis dan kekakuan
8. KEAMANAN
Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, kekeringan
pada mata dan membran mukosa
9. INTERAKSI SOSIAL
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga/orang lain : perubahan peran: isolasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. DIAGNOSA 1: Nyeri b/d proses inflamasi.
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri

- kaji keluhan nyeri, catat lokasi - membantu dalam menentukan


dan intensitas (skala 0 – 10). Catat kebutuhan managemen nyeri dan
faktor-faktor yang mempercepat keefektifan program
dan tanda-tanda rasa sakit non
verbal

- berikan matras atau kasur keras, - matras yang keras, bantal yang
bantal kecil. Tinggikan linen kecil akan melihara kesejajaran
tempat tidur sesuai kebutuhan tubuh yang tepat, menempatkan
setres pada sendi yang sakit.
Peninggian linen tempat tidur
menurunkan tekanan pada sendi
yang terinflamasi / nyeri

- biarkan pasien mengambil posisi - pada penyakit berat, tirah baring


yang nyaman pada waktu tidur mungkin diperlukan untuk
atau duduk di kursi. Tingkatkan membatasi nyeri atau cedera
istirahat di tempat tidur sesuai sendi.
indikasi

- dorong untuk sering mengubah - Mencegah terjadinya kelelahan


posisi. Bantu pasien untuk umum dan kekakuan sendi.
bergerak di tempat tidur, sokong Menstabilkan sendi, mengurangi
sendi yang sakit di atas dan di gerakan/rasa sakit pada sendi
bawah, hindari gerakan yang
menyentak

- anjurkan pasien untuk mandi air - Panas meningkatkan relaksasi otot


hangat atau mandi pancuran pada dan mobilitas, menurunkan rasa
waktu bangun. Sediakan waslap sakit dan melepaskan kekakuan di
hangat untuk mengompres sendi- pagi hari. Sensitifitas pada panas
sendi yang sakit beberapa kali dapat dihilangkan dan luka dermal
sehari. Pantau suhu air kompres, dapat disembuhkan
air mandi

- berikan masase yang lembut - Meningkatkan


relaksasi/mengurangi tegangan
otot

Kolaborasi
beri obat sebelum aktivitas atau Meningkatkan relaksasi, mengurangi
latihan yang direncanakan sesuai ketegangan otot, memudahkan ikut
petunjuk seperti asetil salisilat serta dalam terapi.
(aspirin)
2. DIAGNOSA 2 : Intoleran aktivitas b/d perubahan otot.
Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
INTERVENSI RASIONAL
- Pertahankan istirahat tirah - Untuk mencegah kelelahan dan
baring/duduk jika diperlukan. mempertahankan kekuatan.

- Bantu bergerak dengan bantuan - Meningkatkan fungsi sendi,


seminimal mungkin. kekuatan otot dan stamina umum.

- Dorong klien mempertahankan - Memaksimalkan fungsi sendi dan


postur tegak, duduk tinggi, berdiri mempertahankan mobilitas.
dan berjalan.

- Berikan lingkungan yang aman dan - Menghindari cedera akibat


menganjurkan untuk menggunakan kecelakaan seperti jatuh.
alat bantu.

- Berikan obat-obatan - Untuk menekan inflamasi sistemik


akut

3. DIAGNOSA 3 : Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang.


Kriteria Hasil : klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
INTERVENSI RASIONAL
- Kendalikan lingkungan dengan : - Lingkungan yang bebas bahaya akan
Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi resiko cedera dan membebaskan
mengurangi potensial cedera akibat jatuh keluaraga.
ketika tidur misalnya menggunakan
penyanggah tempat tidur, usahakan posisi
tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan
malam siapkan lampu panggil.

- Memantau regimen medikasi Izinkan


kemandirian dan kebebasan maksimum - Hal ini akan memberikan pasien merasa
dengan memberikan kebebasan dalam otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi,
lingkungan yang aman, hindari penggunaan mengegetkan pasien
restrain, ketika pasien melamun alihkan
perhatiannya

4. DIAGNOSA 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri.


Kriteria Hasil : klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat atau tidur.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
- Tentukan kebiasaan tidur biasanya yang - Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi
terjadi. intervensi yang tepat.

- Berikan tempat tidur yang nyaman. - Meningkatkan kenyamanan tidur serta


dukungan fisiologis/psikologis

- Buat rutinitas tidur yang baru yang - Bila rutinitas baru mengandung aspek
dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas
baru. yang berhubungan dapat berkurang.
Membantu menginduksi tidur.

- Meningkatkan efek relaksasi


- Instruksikan tindakan relaksasi
- Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur,
misalnya mandi hangat dan massage.

- Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: - Dapat merasakan takut jatuh karena
rendahkan tempat tidur bila mungkin. perubahan ukuran tinggi tempat tidur, pagar
tempat tidur memberikan keamanan untuk
membantu mengubah posisi.

- Berikan sedative, hipnotik sesuai indikasi - Mungkin diberikan untuk membantu pasien
tidur atau istirahat.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, McCarty, Wilson Lorraine. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Dalimartha, Setiawan. 2007. 96 Resep Tumbuhan Obat untuk Reumatik. Jakarta: PENEBAR
SWADAYA.

Gunadi, W. Rachmat, Et all. 2006. Diagnosis & Terapi Penyakit Reumatik. Bandung:
SAGUNG SETO.

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo, Aru, Et all. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. JILID III, EDISI IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Utomo, Prayogo. 2005. APRESIASI PENYAKIT PENGOBATAN SECARA TRADISIONAL


DAN MODERN. Jakarta: Penerbit RINEKA CIPTA.

Winoto, Pandi. 2003. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS.


PROSES PENUAAN

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan, Menua ( Menjadi Tua )
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita ( Constantindes : 1994,
cited by Kadir, Subhan : 2007 )
Menjadi tua merupakan suatu proses yang alamiah, setelah melalui tahap
perkembangan kehidupan yang dimulai dari fetus, toddler, masa anak-anak, remaja, dan
mencapai puncak pada masa dewasa sekitar umur 30 tahun, manusia akan mulai mengalami
kemunduran secara bertahap yang disebut proses penuaan. Dalam proses penuaan ini tubuh
manusia mengalami kemunduran fungsi secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia,
misalnya fungsi penglihatan, pendengaran, pengecap dan lain-lain. Dengan adanya
kemunduran fungsi tersebut maka aktifitas fisik dan metabolisme tubuh juga akan mengalami
penurunan, penyerapan makanan menurun dan kemampuan tubuh dalam mengadapi berbagai
ancaman dari luar pun akan mengalami penurunan.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian,
memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lansia (
Nugroho, Wahjudi : 2000 ). Sehingga kekhawatiran para lansia tentang berbagai isu penyakit
pada masa tua harus diluruskan, sebab sebenarnya lansia pun dapat hidup sehat sesuai dengan
kemampuannya sebagai lansia.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua dari seorang individu,
faktor biologi, faktor psikologi dan faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang paling
berpengaruh terhadap proses penuaan individu.

1. TEORI BIOLOGI
Dalam teori seluler, menyatakan bahwa kemampuan sel hanya dapat
membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk
membelah 50 kali. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem muskuloskeletal
dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel
tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama
sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel
pada sistem ditubuh kita cenderung mangalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati,
dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.
Dalam teori Genetic clock menyatakan bahwa Menurut teori ini menua telah
diprogram secara genetik untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai
didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel
bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal
dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal.
Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis dan hasil akhir
penuaan, dalam pengertian biologis yang murni adalah benar. Terdapat perubahan
yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara adaptif
(homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis. Macam-macam stres dapat
mencakup dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan akut).
2. TEORI PSIKOLOGIS
Menurut activity theory, ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah
kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan social.
Menurut Continuity theory menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.
Sedangkan menurut teori pembebasan atau disengagement theory menyatakan
bahwa semakin bertambahnya usia seseorang akan mulai mengurangi atau berusaha
melepaskan diri dari kehidupasn social atau berusaha keluar dari pergaulan di
lingkungan sekitar.
Stres dalam kehidupan seseorang secara tidak langsung akan mempengaruhi
proses penuaan, seperti yang sudah dijabarkan oleh penulis di awal bahwa penuaan
pada masing-masing orang berbeda-beda kecepatanya, dan stress psikologis
menunjukan angka prevalensi yang tinggi terhadap proses penuaan..
3. FAKTOR LINGKUNGAN
Faktor lingkungan dalam proses penuaan merupakan faktor prediposisi dari
kedua faktor sebelumnya, yaitu faktor Biologis dan faktor Psokologis. Beberapa
faktor lingkungan akan mempengaruhi kejiwaan seseorang dan juga akan
mempengaruhi fisik seseorang yang berkaitan dengan faktor Biologis.
Radikal bebas di lingkungan seperti polusi, udara panas, akan mengakibatkan
penuaan. TIdak stabilnya radikal bebas ( kelompok atom ) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan-bahan organic missal KH dan Protein. Radikal ini menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
Lingkungan yang kurang kondusif akan meningkatkan stress individu
sehingga akan mempercepat penuaan pada seseorang.
Faktor – faktor diatas akan saling berkait satu sama lain dan saling
mempengaruhi dalam proses penuaan pada seseorang individu, Faktor Biologi akan
saling berpengaruh terhadap faktor Lingkungan, Faktor Biologi akan saling
berpengaruh dengan Faktor Psikologi, dan Faktor Psikologi akan berpengaruh dengan
dan Faktor Lingkungan.
1. Faktor Biologi – Faktor Psikologi
Berbagai stress psikologis yang dialami seseorang akan berpengaruh dengan
kondisi fisik seseorang. Dalam menghadapi stress tubuh berusaha melakukan
adaptasi dengan mengeluarkan berbagai macam hormone, substansi kimia dan reaksi
kimia untuk menghadapi stressor. Berbagai kompensasi dan adaptasi tubuh secara
berkelanjutan akan mengakibatkan tubuh “ Kelelahan” sehingga akan mempercepat
penurunan fungsi tubuh individu.
2. Faktor Biologi – Faktor Lingkungan.
Berbagai macam kondisi lingkungan yang menjadi tempat hidup seseorang
akan mempengaruhi proses penuaan seseorang. Kondisi lingkungan akan
menyebabkan tubuh berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, semakin buruk
kondisi lingkungan akan semakin keras pula tubuh berusaha beradaptasi dengan
lingkungan sekitar. Semakin besar tubuh beradaptasi akan mengakibatkan tubuh
cepat mengalami kerusakan dan kemunduran fungsi.
3. Faktor Psikologis – Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan sebagai lingkungan tempat tinggal seseorang akan
mempengaruhi tingkat stress individu. Misalnya seseorang yang hidup di kota besar
yang sibuk, daya saing tinggi dan konsumtif biasanya akan memiliki tingkat stress
yang tinggi. Tingkat stress psikologis yang tinggi ini akan berpengaruh terhadap
kemampuan tubuh dalam beradaptasi dengan stressor sehingga proses kemunduran
fungsi tubuh seseorang akan semakin cepat.
Sangat terbalik dengan kondisi lingkungan yang tenang, kondusif, aman dan
nyaman pada lingkungan tempat tinggat seseorang. Lingkungan yang kondusif akan
menyebabkan tingkat stress rendah sehingga tubuh cenderung akan mengguunakan
energinya untuk mempertahankan fungsi optimalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Suyono, Aris. 2011. Memahami Proses Penuaan. Available at
http://naturalterapi.com/index/memahami-proses-penuaan/ diakses pada 13
Februari 2011.
Biansyah, Athearo. 2008. Konsep Menua. Available at
http://athearobiansyah.blogspot.com/2008/01/konsep-menua.html. diakses
pada 13 Februari 2011.
Kadir, Subhan. 2007. Proses Menua. Available at http://subhankadir.wordpress.com
2007/08/20/9 diakses pada 13 Februari 2011

Anda mungkin juga menyukai