Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Tanjungpura Pontianak
Oleh :
Farhan Prassetyo Bimantoro F1231181008
Muhammad Isa Fisabilillah F1231181007 Ariep Nur Alam F1231171027 Rizky Ananda Putri F1231181005 Elisya F1231181025 Wijiyanti F1231181011 Rahmawati F1231181022 Novia Adidatil F1231181004
Abstrak
Sistem apanage muncul dari suatu konsep bahwa penguasa adalah
pemilik tanah seluruh kerajaan dan petani yang mengerjakan tanah narawita. Tanah apanage mendapatkan sebagian hasil dari tanah itu yang kemudian diberi kewajiban untuk membayar upeti dan pajak yang berupa hasil tanah dan tenaga kerjanya. Timbulnya istilah bekel tidak dapat dipisahkan dari sistem apanagenya, karena patuh yang tinggal di kuthagara tidak mengerjakan tanah apanagenya sendiri tapi mengangkat seorang bekel. Tujuan pengangkatan bekel adalah untuk mewakili patuh serta berperan sebagai penebas pajak, selain itu bekel juga mendapatkan sebagian dari hasil tanah atau sebagian dari pajak. Pada periode transisi banyak terjadi masalah, seperti konflik kepentingan raja dan patuh dengan petani, perusahaan perkebunan dengan petani dan majikan dengan buruh. Pada peroide transisi ini banyak terjadi protes yang dilakukan petani, sedangkan pada periode modern banyak protes sosial yang dilakukan organsasi modern sebagai reaksi terhadap dampak perubahan sosial. Sebagai dampak diberlakukannya reorganisai agraria yang menyebabkan dihapusnya tanah apanage menjadi tanah individu milik petani dan menghapus sistem desa yang diganti dengan kelurahan dan dikepalai oleh lurah desa atau kepala desa. Tujuan dari reorganisasi agraria adalah pembebasan tanah serta tenaga kerja petani dari ikatan tradisional. Penghapusan apanage merupakan salah satu cara yang digunakan kolonial dalam menjalankan indutrialisasi dan komersialisasi. Perubahan kedudukan tanah apanage belum sepenuhnya memberikan harapan kolonial untuk mengekstrasi tanah dan tenaga petani dengan maksimal. Kondisi yang mendorong pemerintah kolonial mengubah masyarakat menjadi agro-industri yang berdampak pada status dan peranan bekel. Reorganisasi agraria ditujukan agar perusahaan perkebunan dapat menguasai tanah dengan harga yang murah. Kata kunci : Apanage, Bekel, Surakarta, Sosial, Reorganisasi
Pada bab I berisi pengantar yang di eksploitasi agraris di daerah
dalamnya memaparkan permasalahan, Vorsternlanden yang berhubungan tinjauan penelitian, kerangka teori dan langsung dengan pendekatan, metode penelitian, sumber tanah apanage dan bekel. penelitian dan ringkasan masalah. Buku Masuknya pengaruh Barat ke pedesaan ini terdiri dari VI bab. Pemaparan dari yang makin intensif dengan bab I yakni terkait permasalahan yang kepentingan Kolonial Belanda maka dijadikan sebagai latar belakang Pemerintah Kolonial Belanda penulisan buku ini ialah proses memerlukan berbagai lembaga sosial dan politik guna memperlancar politik pemegang tanah apanage yang tinggal agrarian Belanda. Mengungkap tentang di Ibu kota kerajaan pola dan corak perubahan sosial yang atau kuthagara tidak menggarap terjadi pada pemilikan tanah apanage di tanah apanagenya sendiri. Kemudian karesidenan Surakarta. seorang patuh mengankat seorang bekel yang mewakili patuh dan Di dalam masyarakat tradisional berfungsi sebagai penebas mereka menguasai tenanga kerja di pajak, bekel juga mendapat sebagian tanah apanagenya. Akan tetapi setelah dari hasil tanah atau sebagian dari tanah itu di sewakan kepada pengusaha pajak. perkebunan hak-hak yang ada pada patuh beralih kepada perusahaan Latar belakang sosial ekonomi di penyewa daerah Vorsternlanden yang berupa atau landhuurder. Sistem apanage ini letak dan ekologi di daerah itu. Dengan muncul dari suatu konsep bahwa tanah, iklim dan hidrografi yang penguasa adalah pemilik tanah seluruh mempengaruhi tanah apanage di kerajaan. Raja atau penguasa dalam daerah Vorsternlanden itu sendiri. menjalankan pemerintahannya di bantu Sementara dalam bab II di bahas oleh seperangkat pejabat dan keluarga keadaan alam ternyata berpengaruh raja dan sebagai imbalannya maka kepada tanha apanage itu sendiri. mereka akan di beri Perjanjian Gianti pada tahun 1755 tanah lungguh atau apanage. Tanah ini berdiri dua kerajaan yaitu kerajaan merupakan tanah jabatan, dan mereka Surakarta dan Yogyakarta dan pada para patuh atau orang yang membantu tahun 1757 berdirilah Kadipaten pekerjaan raja berhak mendapatkan Mangkunegara sebagai hasil perjanjian layanan kerja dan sebagian hasil dari Solotigo. Di dalam perkembangannya tanah-tanah apanage ini. pihak Kerajaan Surakarta atau Munculnya istilah bekel tidak lepas Kasunanan makin terikat oleh kontrak- dari sistem apanage karena seorang kontrak dengan gubernamen. Namun di sisi lain dipihak lain Mangkunegara pada saat itu mempunyai peran penting makin banyak mendapatkan kebebasan, untuk menciptakan sebuah sistem khususnya dibidang perekonomian. interaksi sosial masyarakat di sana. Letak karesidenan Surakarta sangat Saat itu, raja merupakan pemilik tanah. strategis, dan mudah dijangkau dari Sistem apanage yang ada timbul dari berbagai penjuru. Sepanjang jalan besar suatu konsep bahwa penguasa adalah besar dari Semarang dan Yogyakarta pemilik tanah seluruh kerajaan. banyak didirikan pos dan benteng untuk Didalam menjalankan memudahkan pengawasan dan pemerintahannya penguasa di bantu komunikasi. oleh seperangkat pejabat dan Demikian pula jalan kereta api keluarganya dan sebagai imbalannya, semarang-Vorstenlanden yang mereka diberi tanah apanage. Tanah ini dipasang sejak tahun 1864 dan Jalan merupakan tanah jabatan dan mereka Trem yang menghubungkan pusat- para patuh, berhak mendapat layanan pusat perkebunan di perkebunan di kerja dan sebagaian hasil dari tanah- pedalaman sudah membentuk jaringan tanah apanage. Timbulnya transportasi yang tentunnya sanagat istilah bekel tidak dapat dipisahkan dari efektif di masa itu. sistem apanage, karena patuh yang tinggal di kuthagara tidak mengerjakan Di daerah Surakarta yang terkenal apanage yang sendiri ia kemudian adalah daerah Sukowati (bagian timur mengangkat seorang bekel. Selain itu, Surakarta) dan Pajang (bagian barat untuk menjalankan roda Surakarta). Daerah Sukowati pemerintahannya, raja dibantu oleh merupakan daerah yang tidak terlalu birokrat yang selanjutnya terdiri subur tanahnya dan penduduknya juga dari sentana dan narapraja. sedikit. Sebaliknya, Pajang merupakan daerah subur yang banyak ditanami Status sosial Masyarakat Surakarta persawahan dan padat penduduk. yang terbagi dalam dua golongan sosial Tanah sebagai sesuatu yang berharga yang besar, yaitu golongan atas yang terdiri dari para bangsawan dan priyayi, dapat diseragamkan menurut dan golongan bawah yang terdiri dari pangkatnya. Namun ada kesulitan petani, buruh tani, pedagang, tukang, dalam memetakan tanah- perajin dll. Golongan priyayi yang tanah apanage karena tidak ditemukan terdiri dari catatan yang lengkap. Selain itu, para sentana dan narapraja merupakan kedudukan tanah apanage sangat labil, sebagian kecil penduduk terdiri dari dan setiap kali tanah itu berganti golongn penguasa yang berada di pemegannya. Untuk menjaga atas golongan sosial besar. Golongan kestabilan politiknya, raja dapayt besar ini terdiri dari para sikep dan kuli- menambah atau kuli lainnya yang disebut wong cilik. mengurangi apanage, tetapi tindakan Priyayi mengawasi para sikep karena ia raja ini akan menimbulkan rasa ketidak memberi tanah garapan kepada mereka. puasan bagi para patuh. Di Kasunanan Golongan sikep menyediakan tenaga tanah-tanah apanage disewakan pada kerja untuk menggarap tanah- perusahaan perkebunan dan di tanah apanage. Bekel sendiri muncul Mangkunegaran sudah lebih dulu dari system sosial ini, untuk dirintis pembebasan apanage dan memperkuat kedudukan, mereka diusahakan agar tanah-tanah itu menjalin perkawinan setara gelar yang dimanfaatkan untuk tanaman di dapat agar bias mengontrol perdagangan. Namun situasi di perkembangan politik desa. Satu pedesaan pad umumnya masih belum konsekuensi sistem apanage adalah berubah karena masih terjadi distribusi tanah yang tidak merata dan pemerasan, pemaksaan dan sejenisnya sama luasnya. Hal ini berkaitan dengan oleh para patuh. Tanah- jauh dekatnya hubungan tanah apanage masih menimbulkan kekerabatan patuh dengan raja dan kesulitan dan kesengsaraan. tinggi rendahnya jabatan elite birokrat. Di masa itu upeti dan pajeg sangat Membagi tanah apanage untuk para riskan di pungut pembayaran pajak elite birokrat jauh lebih mudah karena berbentuk uang atau barang. aka nada pergantian penyewa. Apabila Pembayaran di bumi pangrembe pembayaran bekti di anggap layak dilakukan dengan maro hasil dan di maka akan di buat suatu perjanjian bumi pamajegan di bayar dengan uang yang di sebut piagem. Pembayaran dengan perhitungan satu real setiap bekti dari penyewa jung (1 reaal = f2,80). Jenis pajak yang kepada patuh berlangsung sampai terpenting ialah pancumpleng semacam adanya Peraturan Persewaan Tanah sewa tanah. Meskipun besarnya pajak pada tahun 1918. Tetapi dalam hanya seperenam atau sepertujuh, tetapi prakteknya pemilik dan penyewa sama- karena setiap cacah harus membayar, sama untung dan tetap di lanjutkan. jumlah keseluruhan menjadi besar. Di Salah satu dampak yang muncul adanya beberapa tempat berlaku pajak untuk sistem apanage ini adalah perang desa. pohon buah-buahan sebagai ganti Hal tersebut bisa terjadi karena letak pancumpleng. tanah apanage yang tidak jelas atau Punduthan atau pajak yang merupakan simpang siur. Selain itu, pengangkatan permintaan patuh pada upacara dan pemberhentian bekel juga menjadi kelahiran, khitanan, perkawinan, dan salah satu faktor penyebab terjadinya kematian. Patuh membuat suatu pajak perang desa. Adanya berbagai macam bekti gunanya untuk menambah tumbuhan seperti alang-alang, rumput, loyalitas para penyewa tanahnya. Bekti bambu, dan lain sebagainya yang timbul sebagai konsekuensi dari menguntungkan secara ekonomis selalu penrsewaan tanah sehingga penyewa diperebutkan oleh desa-desa sekitar. harus membayar pajak tambahan yang Selain itu, dampak lain yang muncul di tentukan oleh para patuh. Membayar adalah terjadinya perampokan oleh bekti di gunakan agar sewa tanh tetap desa yang kuat terhadap desa yang lanjut tetapi apabila ada yang lemah. Perang desa tersebut pernah membayar bekti lebih banyk dari terjadi di desa Wedi, Jiwonalan, seharusnya maka akan di pastikan tidak Cepoko, dan lain sebagainya. Terlebih lagi apabila terjadi kenaikan ke patuh. Seperti halnya patuh dan harga kebutuhan pokok, maka akan raja, bekel juga mempunyai kekuasaan berdampak pada struktur sosial. yang didasarkan atas kepemilikan Artinya kehidupan yang baik hanya (penguasaan) tanah. Selain dihadapi oleh priyayi, sedangkan wong itu, sikep mengakui bekel sebagai patr cilik hanya makan nasi dan gereh. onnya dan begitu juga sebaliknya. Hal Meskipun demikian, masyarakat ini bisa terjadi karena semakin berkembang dengan bukti loyalitas sikep kepada bekel. adanya pembuatan kerajinan berupa Pada musim paceklik misalnya, batik yang bisa dijual ke luar daerah. sikep akan meminta pinjaman Menariknya, sistem barang-barang kepada bekel karena bekel dianggap yang dijual berdasarkan pada pasaran. sebagai orang yang kaya. Terlebih Artinya barang-barang tertentu akan lagi bekel mempunyai kebebasan yang dijual pada hari-hari tertentu dan di sangat luas dan mereka hanya akan pasar tertentu pula. Hal ini dilakukan tunduk kepada atasannya ketika supaya ada distribusi ekonomi yang pembayaran pajak dan upeti kepada merata di setiap daerah. raja. Untuk memperkuat status Membahas kembali mengenai bekel, sosialnya, bekel biasanya melakukan banyak terjadi hal-hal yang boleh jadi hal tersebut melalui ikatan perkawinan menyimpang dari piagem. Bekel yang dengan kepala-kepala diatasnya. seharusnya memberikan pajak Dalam perkembangan politik di kepada patuh terkadang tidak sesuai Surakrta khususnya dan di dengan target yang diinginkan. Hal Vorsternlanden umunya terjadi dalam tersebut bisa terjadi karena sikep tidak bab III di jelaskan bahwa bisa memenuhi pasokan sehingga perkembangan politik muncul pada saat pajaknya juga berkurang atau juga bisa perang diponegoro. Dalam bab ini di karena pasokan tersebut sebagian jelaskan bahwa perluasan ekonomi diambil oleh bekel sebelum sampai colonial manimbulkan usaha untuk melakukan transformasi politik. Masyarakat pedesaan dalam keadaanya Dilakukanya transformasi politik di melakukan partisipasi dan adaptasi pedesaan ini karena perubahan terhadap tujuan politik kolonial, maka kedudukan tanah apanage, yang secara tidak langsung kelompok semula di kuasai oleh patuh kini beralih masyarakat di tuntut untuk masuk ke penyewa asing. secara cepat pada pemerintahan kolonial. Di Vorsternlanden, Untuk daerah Kasunanan sistem berlakunya system apanage berarti apanage dimulai sejak palihan nagari masih dipertahankannya lembaga- pada tahun 1755, dan untuk daerah lembaga yang secara tradisional di akui Mangkunegaran sejak diadakannya dan didukung keberadaannnya di dalam perjanjian Solotigo pada tahun 1757. masyarakat agraris. pembagian tanah apanage tidak berdasarkan atas wilayah kerajaan yang Perubahan sosial di masyarakat membawahinya, tetapi letaknya sangatlah jelas terjadi tentunya dengan tumpang paruk atau simpang siur. beberapa kejadian di pedesaan, lalu Banyak tanah apanage yang diberikan mulai munculnya reorganisasi tanah kepada para bangsawan dan birokrat agraria, dll. Ini menunjukan bahwa kasunanan yang terletak di pada bab IV ini maka akan di bahas Mangkunegaran atau didaerah kondisi yang ada di pedesaan di daerah Kasultanan. Keadaan yang seperti ini Surakarta tentunnya karena pada menyulitkan penyewa tanah-tanah dasaernya pedesaan yang awalnya apanage, baik dari segi manajemenya aman menjadi kurang aman karena maupun keamanannya. Oleh karena itu munculnya gangguan dari pencuri, pemerintah kolonial sedikit demi begal, dan kecu. Reeorganisasi sedikit melakakan penyederhanaan merupakan kebutuhan mendesak untuk sistem apanage dengan pembaharuan memperkuat kedudukan perusahaan persewaan tanah maupun penghapusan perkebunan sebagai majikan baru. tanah apanage itu sendiri. Dengan demikian kedudukan patuh dihapus sehingga penekanan pada apanage agar ada kepastian usaha bagi petani tetap dilakukkan kepala desa modal swasta, termasuk yang diangkat sebagai fungsionaris penyederhanaan manajemennya. polisi, sehingga tercipta suasana aman Perubahan kekuasaan bekel secara di pedesaan. Disisi lain reorganisasi resmi baru dilakukan bersamaan tersebut akan mempermudah penarikan dengan reorganisasi tanah dan pajak yang berarti proses monetisasi pembentukan pemerintahan desa pada semakin lancar. tahun 1912 untuk desa kejawen, tahun Dengan demikian ekstraksi lama tetap 1917 untuk desa perkebunan. Desa- berjalan disatu pihak, dan intensifikasi desa kejawen yang terdiri dari beberapa ekstraksi berlangsung sesuai dengan kabekelan dihapus, dan dibentuk kemajuan penetrasi kolonial dan kelurahan yang dikepalai oleh seorang komersialisasi di pihak lain. lurah desa atau kepala desa. Perubahan-perubahan itu mempercepat Pada dasarnya terdapat persamaan runtuhnya kelembagaan desa. wewenang bekel denagn lurah, tetapi Dukungan dari beberapa teori perlu wewenang lurah dipersempit pada dicocokan kebenarannya terutama urusan administrasi dan pemerintahan. korelasi antara perubahan kedudukan Hal ini dimaksudkan agar pemerintah tanah dan pemerintahan desa dengan colonial mempunyai pegangan kuat proses komersialisasi dan monetisasi. terhadap desa-desa dalam rangka Proses reorganisasi adalah salah satu mengubah system apanage ke cara untuk memperbaiki keadaan di industrialisasi agraris. Dengan kata pedesaan. Reorganisasi peradilan yang lain, kelurahan mempunyai wewenang dilakukan sebelumnya guna menunjang nyata untuk mengatur desa-desa guna keamanan bagi usaha-usaha swasta mendapatkan tanah dan tenaga kerja ternyata belum cukup menjamin. Oleh melalui persewaan dan kontrak karena itu, diperlukan reorganisasi individual. agraria, yaitu dengan menghapus tanah Transportasi dan mobilisasi merupakan pemerintahan Kolonial dan juga dampak dari peningkatan agro-industri. kerajaan atau keraton. Mobilisasi mencakup perpindahan Hambatan agro-industrialisasi yang secara geografis dari satu tempat ke lain adalah tuntutan bekti dari para tempat lain yang ditunjang oleh patuh yang terlalu tinggi sehingga transportasi modern yaitu kereta api, perusahaan perkebunan merasa sedangkan perpindahan secara sosial keberatan. Selain itu ekstrasi kolonial berupa perubahan status sosial ke atas. juga dihambat oleh banyaknya Kedua bentuk mobilitas itu tidak dapat kerusuhan di desa. Gangguan ini terasa dilakukan sepenuhnya oleh petani sekali pada waktu krisis pertanian yang karena ada beberapa hambatan. mengakibatkan : pertama, banyak Mobilitas geografis petani terbatas perusahaan perkebunan menutup pada territorialnya dan kemampuan usahanya yang berarti terjadi finansialnya, sedangkan mobilitas ke pemutusan hubungan sewa-menyewa atas sengaja ditekan agar tetap tersedia tanah, kedua proses pemiskinan para tenaga kerja guna memperoleh patuh semakin cepat. Keadaan tersebut ekstraksi secara maksimal. menyulitkan kedudukan perusahaan Pedesaan daerah Surakarta hadiningrat perkebunan, namun jika perusahaan dan Vorsternlanden mengalami perkebunan berhasil mengatasinya para keresahan yang cukup membuat patuh akan tergantung hidupnya pada Pemerintahan Kolonial kelimpungan perusahaan tersebut. Hal ini yang dalam bab V ini akan di keresahan- dipakai alasan oleh pemerintah kolonial keresahan yang terjadi mengarah untuk segara melaksanakan kepada gerakan sosial. Kondisi ini tak reorganisasi. lepas dari suatu kondisi ekonomi yang Reeorganisasi merupakan kebutuhan terjadi, melalui tekanan pajak yang mendesak untuk memperkuat mencekik, beban ikatan feodal dengan kedudukan perusahaan perkebunan sebagai majikan baru. Dengan demikian kedudukan patuh dihapus kerusuhan-kerusuhan seperti sehingga penekanan pada petani tetap perkecuan, pencurian, pembegalan, dilakukkan kepala desa yang diangkat pembakaran, dan pembunuhan, serta sebagai fungsionaris polisi, sehingga gerakan sosial keagamaan mengambil tercipta suasana aman di pedesaan. tempat di pedesaan karena petani Disisi lain reorganisasi tersebut akan meupakan sebagian besar korban mempermudah penarikan pajak yang modernisasi sehingga gerakan yang berarti proses monetisasi semakin timbul selalu didukung oleh petani. lancar. Kasus-kasus gerakan sosial yakni Gerakan ratu adil merupakan kontra- Gerakan Mangkuwijoyo yang ideologi terhadap raja sebagai pengasa berlangsung pada tahun 1865 gerakan yang sudah tentu mengancam ini di pimpin oleh R. Mangkuwijoyo kedudukan penguasa. Tak lepas dari yang mendapat ilham untuk mendirikan penangkapan seorang guru ilmu sejati kerajaan baru di daerah klaten dengan dan ilmu kebal yang mengaku sebagai gelar sunan adil atau ratu adil titisan imam mahdi atau ratu adil yang karenanya dia di tangkap beserta 15 mengharuskan semua pengikutnya pengikutnya karena di anggap memakai jimat karean jika tidak maka melakukan pemberontakan. Gerakan akan terjadi huru hara. Srikaton yang terjadi di tahun 1888 pergerakan ini di pimpin oleh seorang Menurut lokasi kejadiannya, keresahan anak dari bekel yaitu Imam Rejo alias sosial dapat dibedakan menjadi 2, yaitu Sariman dia bertapa di alas ketongo di pusat kerajaan dan di pedesaan. lereng gunung lawu di ngawi dia Sungguhpun demikian, kedua lokasi itu mendapat ilham untuk membuat tidak dapat dipisahkan karena kerajaan baru guna mengantikan keresahan yang mula-mula timbul di kerajaan yang lama yang sudah tidak istana, setelah meletus sebagai gerakan, aktif lagi. Dia mewajibkan pengikutnya beralih kepada dukungan priyayi di untuk mengikuti kemauannya dan jika pusat kerajaan. Oleh karena itu, tidak mau maka pengikutnya akan di perubahan sosial ekonom kolonial yang buang ke laut imam sendiri bergelar intensif di sector agrarian. Wajar jika Imam Sampurno Jenal Ngabidin. dalam kondisi ini secara objektif Rupanya para bekel sangat mendukung muncul perubahan baru dalam buktinnya bekel yang paternalistic masyarakat sebagai akibat pada sebagai pelindung petani masih kuat perubahan sebelumnya. Timbulnya sehingga tidak heran jika mereka gerakan sosial keagamaan tidak lepas berpihak pada gerakan itu. dari faktor kepemimpinan yang mesianistik. Akhir dari suatu Pergerakan ini memicu banyak system apanage dan bekel di paprkan kejahatan di pedesaan yang tentunya pada bab VI yang berisi kesimpulan meresahkan yaitu Kecu atau perampok penghapusan apanage dan juga bersenjata di malam hari yang tak segan paranan bekel. Perluasan perusahaan untuk membunuh Koran, perkebunan menghadapi hambatan begal kelompok kecil kurang dari 5 yang berupa sistem apanage. Sistem ini orang yang merampas para korban pada adalah kendala bagi proses siang dan malam hari biasanya industrialisasi dan komersialisasi yang korbannya ialah pedagan di pasar yang sedang dijalankan oleh pemerintah inggin berangkat berdagang di pasar, kolonial. Sebab tanah dan tenaga kerja walau nilai atau barang yang di ambil ada dalam ikatan tradisional yang tidak cukup minim tetapi sangat meresahkan cocok bagi pengembangan ekonomi para pedangang. Kebakaran yang di kolonial. Oleh karena itu diperlukan lakukan sebagai protes petani kepada pembebasan tanah dan tenaga kerja perusahaan yang merugikan petani. yang menuntut diadakanya reorganisasi Pencurian hewan, pembunuhan terjadi agraria. Jadi tujuan reorganisasi adalah semakin sering dan mengakibatkan pembebasan tanah dan tenaga kerja warga pedesaan resah. petani dari ikatan tradisional. Keresahan dan ketidak puasan Peranan bekel di dalam ini khusunya merupakan akibat system apanage , bekel memiliki fngsi ekonomi yaitu sebagai penebas pajak Kemudian seorang patuh mengankat tetapi di rubah menjadi kepala desa. seorang bekel yang mewakili patuh dan Sebagai pempinan komonitas berfungsi sebagai penebas sebenarnya bekel sudah mempunyai pajak, bekel juga mendapat sebagian kekuatan meskipun terbatas dalam dari hasil tanah atau sebagian dari komonitasnya saja. Kemudian pajak. Lalu struktur sosial ekonomi komonitas di perluas ke desa-desa di yang sangat menonjol di kala itu kabekelan dan akhirnya meliputi satu dari bekel yang berupa penebas pajak kelurahan. di angkat menjadi kepala desa, keresahan di masa itu juga di jelaskan SIMPULAN secara rinci dan menarik. Dalam buku ini penulis mencoba megulas tentang sistem apnage dan bekel, khususnya di daerah Surakarta. Baik dari pelestarian sistem feodal tanah Jawa yang sudah trun temurun demi kepentingan pemerintah kolonial, maupun penghapusan sistem ini. Tanah sudah menjadi satu rangkaian atau hal yang sangat penting bagi Raja, Priyayi maupun kawulo (rakyat jelata), karena ini adalah sumber kekuasaan, prestis dan mata pencaharian. Dalam buku ini memaparkan bahwa munculnya istilah bekel tidak lepas dari sistem apanage karena seorang pemegan tanah apanage yang tinggal di Ibu kota kerajaan atau kuthagara tidak mengarap tanah apanagenya sendiri.