Anda di halaman 1dari 13

Apanage dan Bekel

Perubahan sosial di Surakarta 1830-1920

Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,


Universitas Tanjungpura Pontianak

Oleh :

Farhan Prassetyo Bimantoro F1231181008


Muhammad Isa Fisabilillah F1231181007
Ariep Nur Alam F1231171027
Rizky Ananda Putri F1231181005
Elisya F1231181025
Wijiyanti F1231181011
Rahmawati F1231181022
Novia Adidatil F1231181004

Abstrak

Sistem apanage muncul dari suatu konsep bahwa penguasa adalah


pemilik tanah seluruh kerajaan dan petani yang mengerjakan
tanah narawita. Tanah apanage mendapatkan sebagian hasil dari tanah
itu yang kemudian diberi kewajiban untuk
membayar upeti dan pajak yang berupa hasil tanah dan tenaga kerjanya.
Timbulnya istilah bekel tidak dapat dipisahkan dari sistem apanagenya,
karena patuh yang tinggal di kuthagara tidak mengerjakan
tanah apanagenya sendiri tapi mengangkat seorang bekel. Tujuan
pengangkatan bekel adalah untuk mewakili patuh serta berperan sebagai
penebas pajak, selain itu bekel juga mendapatkan sebagian dari hasil
tanah atau sebagian dari pajak. Pada periode transisi banyak terjadi
masalah, seperti konflik kepentingan raja dan patuh dengan petani,
perusahaan perkebunan dengan petani dan majikan dengan buruh. Pada
peroide transisi ini banyak terjadi protes yang dilakukan petani,
sedangkan pada periode modern banyak protes sosial yang dilakukan
organsasi modern sebagai reaksi terhadap dampak perubahan sosial.
Sebagai dampak diberlakukannya reorganisai agraria yang menyebabkan
dihapusnya tanah apanage menjadi tanah individu milik petani dan
menghapus sistem desa yang diganti dengan kelurahan dan dikepalai oleh
lurah desa atau kepala desa. Tujuan dari reorganisasi agraria adalah
pembebasan tanah serta tenaga kerja petani dari ikatan tradisional.
Penghapusan apanage merupakan salah satu cara yang digunakan
kolonial dalam menjalankan indutrialisasi dan komersialisasi. Perubahan
kedudukan tanah apanage belum sepenuhnya memberikan harapan
kolonial untuk mengekstrasi tanah dan tenaga petani dengan maksimal.
Kondisi yang mendorong pemerintah kolonial mengubah masyarakat
menjadi agro-industri yang berdampak pada status dan peranan bekel.
Reorganisasi agraria ditujukan agar perusahaan perkebunan dapat
menguasai tanah dengan harga yang murah.
Kata kunci : Apanage, Bekel, Surakarta, Sosial, Reorganisasi

Pada bab I berisi pengantar yang di eksploitasi agraris di daerah


dalamnya memaparkan permasalahan, Vorsternlanden yang berhubungan
tinjauan penelitian, kerangka teori dan langsung dengan
pendekatan, metode penelitian, sumber tanah apanage dan bekel.
penelitian dan ringkasan masalah. Buku
Masuknya pengaruh Barat ke pedesaan
ini terdiri dari VI bab. Pemaparan dari
yang makin intensif dengan
bab I yakni terkait permasalahan yang
kepentingan Kolonial Belanda maka
dijadikan sebagai latar belakang
Pemerintah Kolonial Belanda
penulisan buku ini ialah proses
memerlukan berbagai lembaga sosial
dan politik guna memperlancar politik pemegang tanah apanage yang tinggal
agrarian Belanda. Mengungkap tentang di Ibu kota kerajaan
pola dan corak perubahan sosial yang atau kuthagara tidak menggarap
terjadi pada pemilikan tanah apanage di tanah apanagenya sendiri. Kemudian
karesidenan Surakarta. seorang patuh mengankat
seorang bekel yang mewakili patuh dan
Di dalam masyarakat tradisional
berfungsi sebagai penebas
mereka menguasai tenanga kerja di
pajak, bekel juga mendapat sebagian
tanah apanagenya. Akan tetapi setelah
dari hasil tanah atau sebagian dari
tanah itu di sewakan kepada pengusaha
pajak.
perkebunan hak-hak yang ada pada
patuh beralih kepada perusahaan Latar belakang sosial ekonomi di
penyewa daerah Vorsternlanden yang berupa
atau landhuurder. Sistem apanage ini letak dan ekologi di daerah itu. Dengan
muncul dari suatu konsep bahwa tanah, iklim dan hidrografi yang
penguasa adalah pemilik tanah seluruh mempengaruhi tanah apanage di
kerajaan. Raja atau penguasa dalam daerah Vorsternlanden itu sendiri.
menjalankan pemerintahannya di bantu
Sementara dalam bab II di bahas
oleh seperangkat pejabat dan keluarga
keadaan alam ternyata berpengaruh
raja dan sebagai imbalannya maka
kepada tanha apanage itu sendiri.
mereka akan di beri
Perjanjian Gianti pada tahun 1755
tanah lungguh atau apanage. Tanah ini
berdiri dua kerajaan yaitu kerajaan
merupakan tanah jabatan, dan mereka
Surakarta dan Yogyakarta dan pada
para patuh atau orang yang membantu
tahun 1757 berdirilah Kadipaten
pekerjaan raja berhak mendapatkan
Mangkunegara sebagai hasil perjanjian
layanan kerja dan sebagian hasil dari
Solotigo. Di dalam perkembangannya
tanah-tanah apanage ini.
pihak Kerajaan Surakarta atau
Munculnya istilah bekel tidak lepas Kasunanan makin terikat oleh kontrak-
dari sistem apanage karena seorang kontrak dengan gubernamen. Namun di
sisi lain dipihak lain Mangkunegara pada saat itu mempunyai peran penting
makin banyak mendapatkan kebebasan, untuk menciptakan sebuah sistem
khususnya dibidang perekonomian. interaksi sosial masyarakat di sana.
Letak karesidenan Surakarta sangat Saat itu, raja merupakan pemilik tanah.
strategis, dan mudah dijangkau dari
Sistem apanage yang ada timbul dari
berbagai penjuru. Sepanjang jalan besar
suatu konsep bahwa penguasa adalah
besar dari Semarang dan Yogyakarta
pemilik tanah seluruh kerajaan.
banyak didirikan pos dan benteng untuk
Didalam menjalankan
memudahkan pengawasan dan
pemerintahannya penguasa di bantu
komunikasi.
oleh seperangkat pejabat dan
Demikian pula jalan kereta api keluarganya dan sebagai imbalannya,
semarang-Vorstenlanden yang mereka diberi tanah apanage. Tanah ini
dipasang sejak tahun 1864 dan Jalan merupakan tanah jabatan dan mereka
Trem yang menghubungkan pusat- para patuh, berhak mendapat layanan
pusat perkebunan di perkebunan di kerja dan sebagaian hasil dari tanah-
pedalaman sudah membentuk jaringan tanah apanage. Timbulnya
transportasi yang tentunnya sanagat istilah bekel tidak dapat dipisahkan dari
efektif di masa itu. sistem apanage, karena patuh yang
tinggal di kuthagara tidak mengerjakan
Di daerah Surakarta yang terkenal
apanage yang sendiri ia kemudian
adalah daerah Sukowati (bagian timur
mengangkat seorang bekel. Selain itu,
Surakarta) dan Pajang (bagian barat
untuk menjalankan roda
Surakarta). Daerah Sukowati
pemerintahannya, raja dibantu oleh
merupakan daerah yang tidak terlalu
birokrat yang selanjutnya terdiri
subur tanahnya dan penduduknya juga
dari sentana dan narapraja.
sedikit. Sebaliknya, Pajang merupakan
daerah subur yang banyak ditanami Status sosial Masyarakat Surakarta
persawahan dan padat penduduk. yang terbagi dalam dua golongan sosial
Tanah sebagai sesuatu yang berharga yang besar, yaitu golongan atas yang
terdiri dari para bangsawan dan priyayi, dapat diseragamkan menurut
dan golongan bawah yang terdiri dari pangkatnya. Namun ada kesulitan
petani, buruh tani, pedagang, tukang, dalam memetakan tanah-
perajin dll. Golongan priyayi yang tanah apanage karena tidak ditemukan
terdiri dari catatan yang lengkap. Selain itu,
para sentana dan narapraja merupakan kedudukan tanah apanage sangat labil,
sebagian kecil penduduk terdiri dari dan setiap kali tanah itu berganti
golongn penguasa yang berada di pemegannya. Untuk menjaga
atas golongan sosial besar. Golongan kestabilan politiknya, raja dapayt
besar ini terdiri dari para sikep dan kuli- menambah atau
kuli lainnya yang disebut wong cilik. mengurangi apanage, tetapi tindakan
Priyayi mengawasi para sikep karena ia raja ini akan menimbulkan rasa ketidak
memberi tanah garapan kepada mereka. puasan bagi para patuh. Di Kasunanan
Golongan sikep menyediakan tenaga tanah-tanah apanage disewakan pada
kerja untuk menggarap tanah- perusahaan perkebunan dan di
tanah apanage. Bekel sendiri muncul Mangkunegaran sudah lebih dulu
dari system sosial ini, untuk dirintis pembebasan apanage dan
memperkuat kedudukan, mereka diusahakan agar tanah-tanah itu
menjalin perkawinan setara gelar yang dimanfaatkan untuk tanaman
di dapat agar bias mengontrol perdagangan. Namun situasi di
perkembangan politik desa. Satu pedesaan pad umumnya masih belum
konsekuensi sistem apanage adalah berubah karena masih terjadi
distribusi tanah yang tidak merata dan pemerasan, pemaksaan dan sejenisnya
sama luasnya. Hal ini berkaitan dengan oleh para patuh. Tanah-
jauh dekatnya hubungan tanah apanage masih menimbulkan
kekerabatan patuh dengan raja dan kesulitan dan kesengsaraan.
tinggi rendahnya jabatan elite birokrat.
Di masa itu upeti dan pajeg sangat
Membagi tanah apanage untuk para
riskan di pungut pembayaran pajak
elite birokrat jauh lebih mudah karena
berbentuk uang atau barang. aka nada pergantian penyewa. Apabila
Pembayaran di bumi pangrembe pembayaran bekti di anggap layak
dilakukan dengan maro hasil dan di maka akan di buat suatu perjanjian
bumi pamajegan di bayar dengan uang yang di sebut piagem. Pembayaran
dengan perhitungan satu real setiap bekti dari penyewa
jung (1 reaal = f2,80). Jenis pajak yang kepada patuh berlangsung sampai
terpenting ialah pancumpleng semacam adanya Peraturan Persewaan Tanah
sewa tanah. Meskipun besarnya pajak pada tahun 1918. Tetapi dalam
hanya seperenam atau sepertujuh, tetapi prakteknya pemilik dan penyewa sama-
karena setiap cacah harus membayar, sama untung dan tetap di lanjutkan.
jumlah keseluruhan menjadi besar. Di
Salah satu dampak yang muncul adanya
beberapa tempat berlaku pajak untuk
sistem apanage ini adalah perang desa.
pohon buah-buahan sebagai ganti
Hal tersebut bisa terjadi karena letak
pancumpleng.
tanah apanage yang tidak jelas atau
Punduthan atau pajak yang merupakan simpang siur. Selain itu, pengangkatan
permintaan patuh pada upacara dan pemberhentian bekel juga menjadi
kelahiran, khitanan, perkawinan, dan salah satu faktor penyebab terjadinya
kematian. Patuh membuat suatu pajak perang desa. Adanya berbagai macam
bekti gunanya untuk menambah tumbuhan seperti alang-alang, rumput,
loyalitas para penyewa tanahnya. Bekti bambu, dan lain sebagainya yang
timbul sebagai konsekuensi dari menguntungkan secara ekonomis selalu
penrsewaan tanah sehingga penyewa diperebutkan oleh desa-desa sekitar.
harus membayar pajak tambahan yang Selain itu, dampak lain yang muncul
di tentukan oleh para patuh. Membayar adalah terjadinya perampokan oleh
bekti di gunakan agar sewa tanh tetap desa yang kuat terhadap desa yang
lanjut tetapi apabila ada yang lemah. Perang desa tersebut pernah
membayar bekti lebih banyk dari terjadi di desa Wedi, Jiwonalan,
seharusnya maka akan di pastikan tidak Cepoko, dan lain sebagainya.
Terlebih lagi apabila terjadi kenaikan ke patuh. Seperti halnya patuh dan
harga kebutuhan pokok, maka akan raja, bekel juga mempunyai kekuasaan
berdampak pada struktur sosial. yang didasarkan atas kepemilikan
Artinya kehidupan yang baik hanya (penguasaan) tanah. Selain
dihadapi oleh priyayi, sedangkan wong itu, sikep mengakui bekel sebagai patr
cilik hanya makan nasi dan gereh. onnya dan begitu juga sebaliknya. Hal
Meskipun demikian, masyarakat ini bisa terjadi karena
semakin berkembang dengan bukti loyalitas sikep kepada bekel.
adanya pembuatan kerajinan berupa
Pada musim paceklik misalnya,
batik yang bisa dijual ke luar daerah.
sikep akan meminta pinjaman
Menariknya, sistem barang-barang
kepada bekel karena bekel dianggap
yang dijual berdasarkan pada pasaran.
sebagai orang yang kaya. Terlebih
Artinya barang-barang tertentu akan
lagi bekel mempunyai kebebasan yang
dijual pada hari-hari tertentu dan di
sangat luas dan mereka hanya akan
pasar tertentu pula. Hal ini dilakukan
tunduk kepada atasannya ketika
supaya ada distribusi ekonomi yang
pembayaran pajak dan upeti kepada
merata di setiap daerah.
raja. Untuk memperkuat status
Membahas kembali mengenai bekel, sosialnya, bekel biasanya melakukan
banyak terjadi hal-hal yang boleh jadi hal tersebut melalui ikatan perkawinan
menyimpang dari piagem. Bekel yang dengan kepala-kepala diatasnya.
seharusnya memberikan pajak
Dalam perkembangan politik di
kepada patuh terkadang tidak sesuai
Surakrta khususnya dan di
dengan target yang diinginkan. Hal
Vorsternlanden umunya terjadi dalam
tersebut bisa terjadi karena sikep tidak
bab III di jelaskan bahwa
bisa memenuhi pasokan sehingga
perkembangan politik muncul pada saat
pajaknya juga berkurang atau juga bisa
perang diponegoro. Dalam bab ini di
karena pasokan tersebut sebagian
jelaskan bahwa perluasan ekonomi
diambil oleh bekel sebelum sampai
colonial manimbulkan usaha untuk
melakukan transformasi politik. Masyarakat pedesaan dalam keadaanya
Dilakukanya transformasi politik di melakukan partisipasi dan adaptasi
pedesaan ini karena perubahan terhadap tujuan politik kolonial, maka
kedudukan tanah apanage, yang secara tidak langsung kelompok
semula di kuasai oleh patuh kini beralih masyarakat di tuntut untuk masuk
ke penyewa asing. secara cepat pada pemerintahan
kolonial. Di Vorsternlanden,
Untuk daerah Kasunanan sistem
berlakunya system apanage berarti
apanage dimulai sejak palihan nagari
masih dipertahankannya lembaga-
pada tahun 1755, dan untuk daerah
lembaga yang secara tradisional di akui
Mangkunegaran sejak diadakannya
dan didukung keberadaannnya di dalam
perjanjian Solotigo pada tahun 1757.
masyarakat agraris.
pembagian tanah apanage tidak
berdasarkan atas wilayah kerajaan yang Perubahan sosial di masyarakat
membawahinya, tetapi letaknya sangatlah jelas terjadi tentunya dengan
tumpang paruk atau simpang siur. beberapa kejadian di pedesaan, lalu
Banyak tanah apanage yang diberikan mulai munculnya reorganisasi tanah
kepada para bangsawan dan birokrat agraria, dll. Ini menunjukan bahwa
kasunanan yang terletak di pada bab IV ini maka akan di bahas
Mangkunegaran atau didaerah kondisi yang ada di pedesaan di daerah
Kasultanan. Keadaan yang seperti ini Surakarta tentunnya karena pada
menyulitkan penyewa tanah-tanah dasaernya pedesaan yang awalnya
apanage, baik dari segi manajemenya aman menjadi kurang aman karena
maupun keamanannya. Oleh karena itu munculnya gangguan dari pencuri,
pemerintah kolonial sedikit demi begal, dan kecu. Reeorganisasi
sedikit melakakan penyederhanaan merupakan kebutuhan mendesak untuk
sistem apanage dengan pembaharuan memperkuat kedudukan perusahaan
persewaan tanah maupun penghapusan perkebunan sebagai majikan baru.
tanah apanage itu sendiri. Dengan demikian kedudukan patuh
dihapus sehingga penekanan pada apanage agar ada kepastian usaha bagi
petani tetap dilakukkan kepala desa modal swasta, termasuk
yang diangkat sebagai fungsionaris penyederhanaan manajemennya.
polisi, sehingga tercipta suasana aman
Perubahan kekuasaan bekel secara
di pedesaan. Disisi lain reorganisasi
resmi baru dilakukan bersamaan
tersebut akan mempermudah penarikan
dengan reorganisasi tanah dan
pajak yang berarti proses monetisasi
pembentukan pemerintahan desa pada
semakin lancar.
tahun 1912 untuk desa kejawen, tahun
Dengan demikian ekstraksi lama tetap 1917 untuk desa perkebunan. Desa-
berjalan disatu pihak, dan intensifikasi desa kejawen yang terdiri dari beberapa
ekstraksi berlangsung sesuai dengan kabekelan dihapus, dan dibentuk
kemajuan penetrasi kolonial dan kelurahan yang dikepalai oleh seorang
komersialisasi di pihak lain. lurah desa atau kepala desa.
Perubahan-perubahan itu mempercepat
Pada dasarnya terdapat persamaan
runtuhnya kelembagaan desa.
wewenang bekel denagn lurah, tetapi
Dukungan dari beberapa teori perlu
wewenang lurah dipersempit pada
dicocokan kebenarannya terutama
urusan administrasi dan pemerintahan.
korelasi antara perubahan kedudukan
Hal ini dimaksudkan agar pemerintah
tanah dan pemerintahan desa dengan
colonial mempunyai pegangan kuat
proses komersialisasi dan monetisasi.
terhadap desa-desa dalam rangka
Proses reorganisasi adalah salah satu mengubah system apanage ke
cara untuk memperbaiki keadaan di industrialisasi agraris. Dengan kata
pedesaan. Reorganisasi peradilan yang lain, kelurahan mempunyai wewenang
dilakukan sebelumnya guna menunjang nyata untuk mengatur desa-desa guna
keamanan bagi usaha-usaha swasta mendapatkan tanah dan tenaga kerja
ternyata belum cukup menjamin. Oleh melalui persewaan dan kontrak
karena itu, diperlukan reorganisasi individual.
agraria, yaitu dengan menghapus tanah
Transportasi dan mobilisasi merupakan pemerintahan Kolonial dan juga
dampak dari peningkatan agro-industri. kerajaan atau keraton.
Mobilisasi mencakup perpindahan
Hambatan agro-industrialisasi yang
secara geografis dari satu tempat ke
lain adalah tuntutan bekti dari para
tempat lain yang ditunjang oleh
patuh yang terlalu tinggi sehingga
transportasi modern yaitu kereta api,
perusahaan perkebunan merasa
sedangkan perpindahan secara sosial
keberatan. Selain itu ekstrasi kolonial
berupa perubahan status sosial ke atas.
juga dihambat oleh banyaknya
Kedua bentuk mobilitas itu tidak dapat
kerusuhan di desa. Gangguan ini terasa
dilakukan sepenuhnya oleh petani
sekali pada waktu krisis pertanian yang
karena ada beberapa hambatan.
mengakibatkan : pertama, banyak
Mobilitas geografis petani terbatas
perusahaan perkebunan menutup
pada territorialnya dan kemampuan
usahanya yang berarti terjadi
finansialnya, sedangkan mobilitas ke
pemutusan hubungan sewa-menyewa
atas sengaja ditekan agar tetap tersedia
tanah, kedua proses pemiskinan para
tenaga kerja guna memperoleh
patuh semakin cepat. Keadaan tersebut
ekstraksi secara maksimal.
menyulitkan kedudukan perusahaan
Pedesaan daerah Surakarta hadiningrat perkebunan, namun jika perusahaan
dan Vorsternlanden mengalami perkebunan berhasil mengatasinya para
keresahan yang cukup membuat patuh akan tergantung hidupnya pada
Pemerintahan Kolonial kelimpungan perusahaan tersebut. Hal ini yang
dalam bab V ini akan di keresahan- dipakai alasan oleh pemerintah kolonial
keresahan yang terjadi mengarah untuk segara melaksanakan
kepada gerakan sosial. Kondisi ini tak reorganisasi.
lepas dari suatu kondisi ekonomi yang
Reeorganisasi merupakan kebutuhan
terjadi, melalui tekanan pajak yang
mendesak untuk memperkuat
mencekik, beban ikatan feodal dengan
kedudukan perusahaan perkebunan
sebagai majikan baru. Dengan
demikian kedudukan patuh dihapus kerusuhan-kerusuhan seperti
sehingga penekanan pada petani tetap perkecuan, pencurian, pembegalan,
dilakukkan kepala desa yang diangkat pembakaran, dan pembunuhan, serta
sebagai fungsionaris polisi, sehingga gerakan sosial keagamaan mengambil
tercipta suasana aman di pedesaan. tempat di pedesaan karena petani
Disisi lain reorganisasi tersebut akan meupakan sebagian besar korban
mempermudah penarikan pajak yang modernisasi sehingga gerakan yang
berarti proses monetisasi semakin timbul selalu didukung oleh petani.
lancar.
Kasus-kasus gerakan sosial yakni
Gerakan ratu adil merupakan kontra- Gerakan Mangkuwijoyo yang
ideologi terhadap raja sebagai pengasa berlangsung pada tahun 1865 gerakan
yang sudah tentu mengancam ini di pimpin oleh R. Mangkuwijoyo
kedudukan penguasa. Tak lepas dari yang mendapat ilham untuk mendirikan
penangkapan seorang guru ilmu sejati kerajaan baru di daerah klaten dengan
dan ilmu kebal yang mengaku sebagai gelar sunan adil atau ratu adil
titisan imam mahdi atau ratu adil yang karenanya dia di tangkap beserta 15
mengharuskan semua pengikutnya pengikutnya karena di anggap
memakai jimat karean jika tidak maka melakukan pemberontakan. Gerakan
akan terjadi huru hara. Srikaton yang terjadi di tahun 1888
pergerakan ini di pimpin oleh seorang
Menurut lokasi kejadiannya, keresahan
anak dari bekel yaitu Imam Rejo alias
sosial dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
Sariman dia bertapa di alas ketongo
di pusat kerajaan dan di pedesaan.
lereng gunung lawu di ngawi dia
Sungguhpun demikian, kedua lokasi itu
mendapat ilham untuk membuat
tidak dapat dipisahkan karena
kerajaan baru guna mengantikan
keresahan yang mula-mula timbul di
kerajaan yang lama yang sudah tidak
istana, setelah meletus sebagai gerakan,
aktif lagi. Dia mewajibkan pengikutnya
beralih kepada dukungan priyayi di
untuk mengikuti kemauannya dan jika
pusat kerajaan. Oleh karena itu,
tidak mau maka pengikutnya akan di perubahan sosial ekonom kolonial yang
buang ke laut imam sendiri bergelar intensif di sector agrarian. Wajar jika
Imam Sampurno Jenal Ngabidin. dalam kondisi ini secara objektif
Rupanya para bekel sangat mendukung muncul perubahan baru dalam
buktinnya bekel yang paternalistic masyarakat sebagai akibat pada
sebagai pelindung petani masih kuat perubahan sebelumnya. Timbulnya
sehingga tidak heran jika mereka gerakan sosial keagamaan tidak lepas
berpihak pada gerakan itu. dari faktor kepemimpinan yang
mesianistik. Akhir dari suatu
Pergerakan ini memicu banyak
system apanage dan bekel di paprkan
kejahatan di pedesaan yang tentunya
pada bab VI yang berisi kesimpulan
meresahkan yaitu Kecu atau perampok
penghapusan apanage dan juga
bersenjata di malam hari yang tak segan
paranan bekel. Perluasan perusahaan
untuk membunuh Koran,
perkebunan menghadapi hambatan
begal kelompok kecil kurang dari 5
yang berupa sistem apanage. Sistem ini
orang yang merampas para korban pada
adalah kendala bagi proses
siang dan malam hari biasanya
industrialisasi dan komersialisasi yang
korbannya ialah pedagan di pasar yang
sedang dijalankan oleh pemerintah
inggin berangkat berdagang di pasar,
kolonial. Sebab tanah dan tenaga kerja
walau nilai atau barang yang di ambil
ada dalam ikatan tradisional yang tidak
cukup minim tetapi sangat meresahkan
cocok bagi pengembangan ekonomi
para pedangang. Kebakaran yang di
kolonial. Oleh karena itu diperlukan
lakukan sebagai protes petani kepada
pembebasan tanah dan tenaga kerja
perusahaan yang merugikan petani.
yang menuntut diadakanya reorganisasi
Pencurian hewan, pembunuhan terjadi
agraria. Jadi tujuan reorganisasi adalah
semakin sering dan mengakibatkan
pembebasan tanah dan tenaga kerja
warga pedesaan resah.
petani dari ikatan tradisional.
Keresahan dan ketidak puasan Peranan bekel di dalam
ini khusunya merupakan akibat system apanage , bekel memiliki fngsi
ekonomi yaitu sebagai penebas pajak Kemudian seorang patuh mengankat
tetapi di rubah menjadi kepala desa. seorang bekel yang mewakili patuh dan
Sebagai pempinan komonitas berfungsi sebagai penebas
sebenarnya bekel sudah mempunyai pajak, bekel juga mendapat sebagian
kekuatan meskipun terbatas dalam dari hasil tanah atau sebagian dari
komonitasnya saja. Kemudian pajak. Lalu struktur sosial ekonomi
komonitas di perluas ke desa-desa di yang sangat menonjol di kala itu
kabekelan dan akhirnya meliputi satu dari bekel yang berupa penebas pajak
kelurahan. di angkat menjadi kepala desa,
keresahan di masa itu juga di jelaskan
SIMPULAN
secara rinci dan menarik.
Dalam buku ini penulis mencoba
megulas tentang sistem apnage dan
bekel, khususnya di daerah Surakarta.
Baik dari pelestarian sistem feodal
tanah Jawa yang sudah trun temurun
demi kepentingan pemerintah kolonial,
maupun penghapusan sistem ini. Tanah
sudah menjadi satu rangkaian atau hal
yang sangat penting bagi Raja, Priyayi
maupun kawulo (rakyat jelata), karena
ini adalah sumber kekuasaan, prestis
dan mata pencaharian. Dalam buku ini
memaparkan bahwa munculnya
istilah bekel tidak lepas dari
sistem apanage karena seorang
pemegan tanah apanage yang tinggal di
Ibu kota kerajaan atau kuthagara tidak
mengarap tanah apanagenya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai