Anda di halaman 1dari 48

RESPONSI

Laki-laki Usia 30 Tahun dengan Mitral Regurgitasi Severe (MR Severe),


Mitral Stenosis Moderate (MS Moderate), Trikuspid Regurgitasi Mild (TR
Mild), ADHF, Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Response (AFRVR) dengan
etiologi Penyakit Jantung Rematik

Disusun oleh :

Debby Nirmasari S G9918018

Kho Chah G99182011

Fransiska Natasha Wibowo G991903019

Frisca Erika G991903020

Habiba Nur Laili G991903021

Deonesya Maria Ruthi S G991905020

Erlyn Merinka Kusumaputri G991905021

Pembimbing:
dr. Heru Sulastomo, Sp.JP(K) FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG


DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi. Referensi artikel dengan judul:

Laki-laki Usia 30 Tahun dengan Mitral Regurgitasi Severe (MR Severe),


Mitral Stenosis Moderate (MS Moderate), Trikuspid Regurgitasi Mild (TR
Mild), ADHF, Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Response (AFRVR) dengan
etiologi Penyakit Jantung Rematik

Hari, tanggal : Januari 2020

Oleh:

Debby Nirmasari S G9918018


Kho Chah G99182011
Fransiska Natasha Wibowo G991903019
Frisca Erika G991903020
Habiba Nur Laili G991903021
Deonesya Maria Ruthi S G991905020
Erlyn Merinka Kusumaputri G991905021

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Responsi

dr. Heru Sulastomo, Sp.JP(K) FIHA

BAB I
STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. MY
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jagalan RT01/RW05, Bumi, Laweyan, Surakarta
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal Periksa : 17 Januari 2020
No. RM : 0149xxxx

2. Keluhan Utama
Berdebar-debar

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan berdebar-debar sudah sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan berdebar dirasakan pasien secara
tiba-tiba. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak nafas pada pasien memberat ketika pasien
sedang beraktifitas, dan berkurang saat pasien sedang beristirahat.
Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Pasien nyaman ketika tidur dengan 2-3 bantal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat stroke : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Sakit Jantung : (+) diketahui sejak 2 bulan yang lalu,
tidak rutin kontrol dan berobat.
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal

6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat Minum Alkohol : disangkal
Riwayat Merokok : (+) 1 bungkus/hari

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan karyawan swasta dan berobat menggunakanfasilitas
pelayanan kesehatan BPJS.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Compos mentis (E4V5M6), tampak sakit sedang
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Laju Napas : 24x/menit
Detak Jantung : 126x/menit
Denyut Nadi : 126x/menit
Suhu : 36,5°C
Saturasi O2 Pulse : 98% dengan 3lpm NK
GDS : 112 mg/dl
3. Keadaan Sistemik
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : JVP 5+4 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Toraks : Bentuk normochest, simetris (+/+), retraksi (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan melebar ke caudolateral
Auskultasi : S1-S2 intensitas bervariasi, iregularly iregular,
bising cor 3/6 pada apex
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/
+) ,ronki basah kasar (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Pekak alih (-), timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
Sianosis : - - Edema : - -
- - - -
Akral Dingin : - -
- -

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium
a. 17 Januari 2020

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN


HEMATOLOGI
Hemoglobin 16.2 g/dl 12.0-15.6
Hematokrit 48 % 33-45
Leukosit 10.8 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 239 ribu/ul 150-450
Eritrosit 5.53 juta/ul 4.50-5.90
INDEX ERITROSIT
MCV 86.8 /um 80.0-96.0
MCH 29.3 pg 28.0-33.0
MCHC 33.8 g/dl 33.0-36.0
RDW 14.7 % 11.6-14.6
MPV 9.9 fl 7.2-11.1
PDW 11 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.10 % 0.00-4.00
Basofil 0.40 % 0.00-2.00
Netrofil 61.40 % 55.00-80.00
Limfosit 28.50 % 22.00-44.00
Monosit 9.60 % 0.00-7.00
HEMOSTASIS
PT 19.9 Detik 10.0-15.0
APTT 32.3 Detik 20.0-40.0
INR 1.720
KIMIA KLINIK
Gula Darah
109 mg/dl 60-140
Sewaktu
Creatinin 1.4 mg/dl 0.9-1.3
Ureum 115 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Natrium Darah 127 Mmol/L 136-145
Kalium Darah 5.2 Mmol/L 3.3-5.1
Kalsium Darah 1.01 Mmol/L 1.17-1.29
SEROLOGI
HBsAg Nonreactive Nonreactive

b. 17 Januari 2020

ANALISA GAS DARAH (AGD)


pH 7.480 7.350-7.450
BE -4.9 mmol/L -2 - +3
PCO2 22.0 mmHg 27.0 – 41.0
PO2 149.0 mmHg 83.0 – 108.0
Hematokrit 46 % 37-50
HCO3 16.4 mmol/L 21.0 – 28.0
Total CO2 17.1 mmol/L 19.0 – 24.0
O2 Saturasi 99.0 % 94.0 – 98.0
Laktat Arteri 3.90 mmol/L 0.36 - 0.75

2. Hasil EKG 17/1/2020


Interpretasi: Denyut jantung 140x/menit, normoaksis, gelombang P
fibril, PR interval undetermined, QRS kompleks 0,12 detik, Q
patologis (-), T inverted (+) V1, ST elevasi (+) V2-V6, ST depresi (-).
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Response (AFRVR),
denyut jantung 140x/menit, normoaksis.

3. Echocardiography
Kesimpulan: PJR -> MR severe, MS moderate, TR moderate, PR
mild. Kontraktilias LV baik EF 50-57%.SEC(+), Thrombus (-)

a. Rontgen thorax
Kesimpulan:
1. Pneumonia
2. Efusi Pleura

D. DIAGNOSIS
Anatomis : IHD dd DCM, post Myocarditis, MR
Fungsional : ADHF, AF Rapid VR
Etiologi : PJK dd Myopathy
Penyerta :
1. Azotemia (Ur 115, Cr 1,4)
2. Hiperkalemia (5,2)

E. TERAPI
 Terapi IGD
1. Injeksi Digoxin 0,5 mg bolus IV
2. Injeksi Furosemid 0,40 mg bolus IV
 Terapi HCU
1. Bed rest total Aster 5
2. O2 3 lpm NK
3. Diet Jantung II 1000kkal
4. IVFD NaCl 0.9% 20 ml/jam
5. Ramipril 1x2,5 mg
6. InjeksiFurosemidSP 5mg/jam kecepatan 20mg/8jam
7. Bisoprolol 1x1,25mg
8. Warfarin 0-0-4 mg
 Plan
1. Rontgen Thorax
2. Echocardiografi
3. Cek lab melengkapi (GDP, GD2PP, HbA1c)
4. Check INR
5. EKG ulang (18/1/2020)
F. FOLLOW UP

TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI

17/01/2020 S : berdebar (-), nyeri dada (-), sesak (-)

Cardio O:

DPH 0 KU : Tampak sakit sedang, compos mentis

TD: 100/60 mmHg

HR: 103 x/menit

N : 96 x/menit

RR: 20x/menit

SpO2: 100% (O2ruangan)

Kepala : Mata conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher : JVP 5+4 cmH2O

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantungkesanmelebarkecaudolateral

Auskultasi : S1-S2 regular, bising (+) 3/6 PSM apex

Pulmo : SDV +/+, RBH +/+, RBK -/-

Abdomen : Supel (+), NT (-), peristatik (+)

Ekstremitas :

_ _
Oedema
_ _
Akraldingin _ _

_ _

Assessment :

Anatomi : IHD dd DCM post myocarditis, MR

Fungsional : ADHF, AFRVR

Etiologi : PJK dd myopathy

Penyerta: Azotema (Cr 1,4, Ur 115)

Hiperkalemia (5,2)

Terapi :

1. Bedrest total
2. O2 3 lpm NK bilasaturasi< 90%
3. DJ II 1700 kkal
4. IVFD NaCl 0.9% 20 cc/jam

5. Ramipril 2,5 mg 0-0-1


6. Bisoprolol 1,25 mg 1-0-0
7. Warfarin 4mg 0-0-1
8. Inj Furosemide sp 5 mg (20 cc/ 8jam)
9. D40% 2 fl + insulin 10 unit
Plan :

1. Echocardiography
2. Cek lab melengkapi
3. INR/3 hari
4. EKG ulangbesokpagi 18/1/2020
5. GDS 1 jam post koreksi -> 108
18/01/2020 S: Nyeri dada (-), sesak (-), berdebar (-)

Cardio O:

DPH I VS : TD : 91/55 mmHg

HR : 93 x/menit

N : 81 x/menit

RR : 18 x/menit

SpO2 : 98%

Kepala : Mata conjungtivaanemis -/-, scleraikterik -/-

Leher : JVP 5+2 cmH2O

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantungkesanmelebarcaudolateral

Auskultasi : S1-S2 regular, Bising (-)

Pulmo : SDV +/+, RBH -/-, RBK -/-

Abdomen : Supel (+), timpani, bisingusus (+) normal

Ekstremitas :

_ _
Oedema
_ _

Akraldingin _ _

_ _
Assessment :

Anatomi : IHD dd DCM post myocarditis, MR -> MS


moderat , MR severe

Fungsional : ADHF, AFRVR

Etiologi : PJK dd myopathy

Penyerta: Azotema (Cr 1,4, Ur 115)

Hiperkalemia (5,2)

Hipokalsemia (0,99)

Hiponatremia (130)

Terapi :

1. Bedrest total
2. O2 3 lpm NK bilasaturasi< 90%
3. DJ II 1700 kkal
4. IVFD NaCl 0.9% 20 cc/jam
5. Ramipril 2,5 mg 0-0-1
6. Bisoprolol 1,25 mg 1-0-0
7. Warfarin 4 mg 0-0-1
8. Inj Furosemide sp 5 mg (20 cc/8 jam)
9. PMP 3x500mg

Plan :

1. Echocardiography
2. Cek lab melengkapi
3. INR / 3 hari (20/01/2020)
4. Cekelektrolik post koreksi
19/01/2020 S: Nyeri dada (-), sesak (-), berdebar (-)

Cardio

DPH II O:

05.00 VS : TD : 87/81 mmHg

HR : 104 x/menit

N : 104 x/menit

RR : 24 x/menit

SpO2 : 98%

GDP : 83

GD2PP : 97

BC : -510

Uo : 1,08

Kepala : Mata conjungtivaanemis -/-, scleraikterik -/-

Leher : JVP 5+2 cmH2O

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantungkesanmelebarcaudolateral

Auskultasi : S1-S2 regular, Bising (-)

Pulmo : SDV +/+, RBH -/-, RBK -/-

Abdomen : Supel (+), timpani, bisingusus (+) normal

Ekstremitas :

_ _
Oedema
_ _

Akraldingin _ _

_ _

Assessment :

Anatomi : IHD dd DCM post myocarditis, MR -> MS


moderat , MR severe

Fungsional : ADHF, AFRVR

Etiologi : PJK dd myopathy

Penyerta: Azotema (Cr 1,4, Ur 115)

Hiperkalemia (5,2)

Hipokalsemia (0,99)

Hiponatremia (130)

Terapi :

1. Bedrest total
2. O2 3 lpm NK bilasaturasi< 90%
3. DJ II 1700 kkal
4. IVFD NaCl 0.9% 20 cc/jam
5. Ramipril 2,5 mg 0-0-1
6. Bisoprolol 1,2mg 1-0-0
7. Warfarin 4mg 0-0-1
8. Inj Furosemide sp 5 mg (20 cc/8 jam)
9. PMP 3x500mg
Plan :

1. Echocardiography
2. Cek lab melengkapi
3. INR / 3 hari (20/01/2020)
TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN TERINTEGRASI

20/01/2020 S : sesak (+) berkurang, berdebar (-), nyeri dada (-)

Cardio O:

DPH III KU : Tampak sakit sedang, compos mentis

TD: 180/70 mmHg

HR: 103 x/menit

N : 95 x/menit

RR: 26 x/menit

SpO2: 97%

Kepala : Mata conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher : JVP 5+4 cmH2O

Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung kesan melebar ke caudolateral

Auskultasi : S1-S2 intensitas normal,bervariasi, irregular,


bising (+) 3/6 PSM apex

Pulmo : SDV +/+, RBH -/-, RBK -/-

Abdomen : Supel (+), NT (-), peristatik (+)

Ekstremitas :

_ _
Oedema
_ _
Akraldingin _ _

_ _

Assessment :

Anatomi : MR severe, MS moderate, TR mild

Fungsional : ADHF, AFRVR -> AFHVR, EF: 50 – 55 %

Etiologi : PJK

Penyerta: Azotema (Cr 1,4)

Hiperkalemia (5,2 – 4,2) ->perbaikan

Hipokalsemia ( Ca 0,99)

Hiponatremia (130)

Terapi :

1. Bedrest total
2. O2 3 lpm NK bila saturasi< 90%
3. DJ II 1700 kkal
4. IVFD NaCl 0.9% 20 cc/jam
5. Ramipril 2,5 mg 0-0- 1 ->usul 0-0-5mg
6. Bisoprolol 1,25mg 1-0-0 ->usul 2,5 mg
7. Warfarin 4mg 0-0-1
8. Inj Furosemide sp 5 mg (20 cc/ 8jam)
9. PMP 3 x 500 mg
Plan :

1. Echocardiography
2. Cek lab melengkapi
3. INR/3 hari

BAB II
ANALISA KASUS

a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan keluhan berdebar. Keluhan berdebar
dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdebar dirasakan
tiba-tiba.Gangguan irama jantung dibagi menjadi dua yaitu takikardia dan
bradikardia. Gangguan irama jantung dapat disebabkan oleh gangguan
katup jantung yang menyebabkan jantung bekerja lebih keras dari
biasanya. Gangguan irama jantung dapat lebih cepat (takikardia)
yangdiakibatkan oleh rasa cemas (anxietas) dan gangguan jantung yang
lebih lambat (bradikardia) yang diakibatkan oleh depresi. Kondisi cemas
pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba dan dapat meningkat
hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung.
Pasien juga mengeluhkan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas dirasakan memberat dengan aktivitas dan
membaik dengan istirahat.Sesak napas dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah pada tingkatan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Tidak didapatkan adanya
nyeri dada. Pasien memiliki riwayat sakit jantung sejak 2 bulan yang lalu.
b. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis
saat datang ke IGD RSUDDr. Moewardi, tampak sakit sedang dan gizi
kesan cukup. Tekanan darah didapatkan 100/80mmHg, laju napas
24x/menit, denyut jantung 138x/menit, denyut nadi 126x/menit, saturasi
oksigen 98% dengan oksigen 3 lpm. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
denyut jantung 138x/menit dan denyut nadi 126x/menit sehingga
disimpulkan pasien mengalami takikardi.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrokardiogafi
Pemeriksaan EKG di IGD RSUD Dr. Moewardi didapatkan irama
atrial fibrilasi dengan denyut jantung 140x/menit, normoaksis,
gelombang P fibril, PR interval undetermined, QRS kompleks 0,12
V1
detik, Q patologis (-), T inverted (+) , ST elevasi (+) V2-V6, ST
depresi (-). Kesimpulan : Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular
Response(AFRVR), denyut jantung 140x/menit, normoaksis.
2) Laboratorium
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hematokrit (48%
meningkat), RDW (14,7% meningkat), monosit (9,6% meningkat), PT
(19,9s meningkat), kreatinin (1,4mg/dl meningkat), ureum (115 mg/dl
meningkat), natrium darah (127 mmol/L menurun), kalium darah (5,2
mmol/L meningkat), kalsium ion (1,01mmol/L menurun), pH (7,480
meningkat), PCO2 (22,0 menurun), PO2 (149,0 meningkat), HCO3
(16,4 menurun)-> kesimpulan analisa gas darah alkalosis respiratorik
terkompensasi sebagian.
d. Diagnosis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis dengan MR severe, MR moderate, TR mild,
ADHF, AFRVR, PJR.
Diagnosis didapatkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Dari hasil echocardiography, pasien didiagnosis dengan MR
severe, MS moderate, TR moderate, PR mild. Perubahan struktur jantung
akibat mitral stenosis dapat memicu proses remodeling baik pada ventrikel
atau atrium. Proliferasi dan diferensiasi dari fibroblas menjadi
miofibroblas, peningkatan deposisi jaringan ikat merupakan penyebab
utama perubahan struktur jantung. Perubahan struktur tersebut berakibat
kelainan elektrikal antara otot dan serabut konduksi memungkinkan
inisiasi atrial fibrilasi pada pasien.
e. Tatalaksana
Saat di IGD, pasien diterapi dengan oksigen 3 lpm, infus NaCl
0,9% 20 ml/jam, ramipril 1x2,5 mg, Inj. Furosemide SP 5mg/jam ~
20mg/8jam, bisoprolol 1x1,25mg, warfarin 0-0-4 mg. Ramipril merupakan
obat hipertensi golongan ACE inhibitor yang mencegah tubuh membuat
hormon angiotensin II, karena angiotensin II ini dapat menyebabkan
pembuluh darah menyempit yang dapat menaikkan tekanan darah.
Furosemide dapat menyebabkan penurunan tekanan pengisian ventrikel
sehingga dapat mengurangi kongesti, edema dan dyspnea.
Bisoprolol merupakan selektif beta-1 blocker. Beta blocker
memperlambat aktivitas jantung dengan menghentikan neurotransmitter
yang dikirim saraf simpatis ke jantung. Beta blocker bekerja untuk
menurunkan kebutuhan oksigen oleh miokard dan memblokade RAAS.
Kombinasi bisoprolol dan warfarin dapat menurunkan frekuensi
takiaritmia atrial maupun ventrikuler.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Jantung

a. Anatomi
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar
kepalan tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke
pembuluh darah dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal
terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2
ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi
sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel
menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Gambar 1. Jantung normal dan sirkulasinya.

Batas-batas jantung:

- Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava


inferior (VCI)

- Kiri : ujung ventrikel kiri

- Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil


ventrikel kiri

- Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis


- Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal
sepanjang diafragma sampai apeks jantung

- Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan


keempat katup yang mencegah agar darah tidak kembali kebelakang
dan menjaga agar darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju.
Keempat katup ini adalah katup trikuspid yang terletak di antara atrium
kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium
kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri
dan aorta.

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf


simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus
melalui pleksus jantung. Serabut post ganglion pendek melewati nodus
SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis
berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua atrium
dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik,
stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi
sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner


kanan berasal dari sinus aorta anterior,melewati diantara trunkus
pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan
sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% pasien
arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens
artery (PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari
sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri anterior desenden
kiri/ left anterior descenden (LAD) interventrikuler dan sirkumfleks.
LAD turun di anterior dan inferior ke apeksjantung.

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke


atrium kanan. Sinus koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik
pada atrium kanan, secara morfologi berhubungan dengna atrium kiri,
berjalan dalam celah atrioventrikuler.

b. Fisiologi
Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah
terkait fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari
satu atrium-ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua
bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi
paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam
sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang
dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang
berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen
manusia demi kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke
jantung. Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan
darah dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah
biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan,
dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke
paru-paru melalui katup pulmonal.
Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami
oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna
merah. Darah merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat
vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri
melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta.
Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri,
dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi
maksimal, ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari
atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan
segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya
dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara
bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel
2. Kelainan Katup Jantung
a. Definisi
Penyakit katup jantung merupakan kelainan aliran darah yang
melintasi katup jantung. Pada kondisi normal, katup jantung merupakan
aliran searah yang tidak memiliki hambatan. Penyakit katup jantung
dapat berakhir menjadi kondisi gagal jantung. Kelainan pada katup
jantung merupakan komplikasi dari infeksi, kelainan bawaan, ataupun
kerusakan. Kerusakan katup dapat menyebabkan kerusakan katup
lainnya sehingga memungkinkan regurgitasi atau stenosis dapat terjadi
pada satu katup.

b. Anatomi Katup Jantung

- Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah
kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.

- Katup Mitral
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid
menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua
daun katup.

- Katup Pulmonal
Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus
pulmonalis sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal
trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun
katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.

- Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal
aorta. Katup ini akanmembuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi
sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan
menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah
masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

c. Etiologi
Dalam keadaan normal, jantung memiliki empat buah katup yang
akan terbuka saat mengalirkan darah melewati ruang jantung dan
menutup kembali agar tidak terjadi aliran balik yang tidak diinginkan.
Kondisi penyakit katup jantung meningkat seiring bertambahnya usia.
Namun penyebab dan kecurigaan klinis lebih baik ditegakkan dengan
skrining ekokardiografi. Didapatkan penyebab terbesar dari kelainan
katup jantung merupakan penyakit degeneratif jantung itu sendiri.
Penyakit katup jantung juga merupakan komplikasi dari penyakit
jantung rematik. Sehingga penyebab kelainan katup jantung dapat
dibagi menjadi1;

Penyakit katup primer:

-
Kelainan kongenital: katup bicuspid aorta, tetralogy of fallot

-
Infeksi : endokarditis, abses
-
Genetik : sindrom marfan, fabry’s disease
-
Autoimun : penyakit jantung rematik, lupus, rheumatoid arthritis
-
Faktor usia : lesi yang terklasifikasi
-
Sindrom karsinoid
-
Pengaruh obat : penggunaan methysergide, fenfluramine,
phentermine
-
Paparan radioterapi
-
Sebab lain : trauma tindakan kateter jantung, endokarditis non
infeksi

Penyakit katup sekunder:


-
Penyakit akar aorta : sindrom marfan, aortitis sifilis, arteritis
autoimun
-
Dilatasi annulus sekunder menjadi dilatasi ventrikular : end stage
gagal jantung
-
Disfungsi otot papiler primer
-
Sebab lain : mixoma atrial akibat disfungsi katup

Namun dari semua penyebab yang ada, etiologi terbesar yang paling
sering ditemukan adalah penyakit jantung rematik (PJR). Di mana
kejadian PJR ini merupakan sebab yang dapat dicegah dan dikontrol
kerusakannya melalui intervensi sosial dan medis secara menyeluruh.
d. Patofisiologi
Kelainan pada katup jantung akan menyebabkan kelainan pada
aliran darah yang melintasi katup jantung tersebut. Kelainan pada katup
terdiri regurgitasi dan stenosis. Regurgitasi (insufisiensi atau
inkompetensi) merupakan kondisi katup tidak dapat menutup dengan
rapat sehingga darah dapat mengalir kembali. Sedangkan stenosis
merupakan katup yang mengalami penyempitan, sehingga aliran darah
tidak dapat mengalir akibat adanya hambatan. Regurgitasi dan stenosis
dapat terjadi bersamaan pada satu katup disebut sebagai lesi campuran.
Beberapa tipe-tipe kelainan pada katup jantung, berupa:
Stenosis Aorta

Penyebab dari stenosis aorta adalah kalsifikasi senilis, variasi


congenital, dan penyakit jantung rematik. Stenosis aorta merupakan
penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan aorta. Penyempitan ini
terjadi secara progresif selama beberapa tahun hingga beberapa puluh
tahun2. Pada kondisi stenosis aorta, terjadi hambatan aliran darah di
katup aorta yang akan merangsang mekanisme renin-angiotensin-
aldostreon (RAA) dan mekenisme lainnya sehingga miokard akan
hipertrofi. Penambahan massa otot ventrikel kiri menyebabkan
peningkatan tekanan intraventrikel yang akan melampaui tahanan
stenosis aorta. Jika hambatan aorta ini bertambah, maka hipertrofi akan
berkembang sehingga menjadi kondisi patologik disertai gejala sinkop,
iskemia sub-endokard akan menyebabkan angina yang berakhir dengan
gagal miokard3.

Regurgitasi Aorta

Regurgitasi aorta dapat disebabkan penyakit primer dari katup aorta


atau kelainan pada akar aorta. Regurgitasi aorta disebabkan akibat
adanya lesi peradangan yang merusak bentuk dari katup aorta, sehingga
masing-masing katup tidak dapat menutup lumen aorta dengan rapat
selama diastole. Regurgitasi aorta menyebabkan aliran darah balik dan
dilatasi ventrikel sebagai kompensasi utamanya. Kondisi ini bertujuan
untuk mempertahankan curah jantung yang disertai peninggian tekanan
artifisial ventrikel kiri. Pada saat beraktivitas, denyut jantung dan
resistensi vaskular perifer akan menurun sehingga curah jantung tetap
bisa terpenuhi. Ada 2 jenis gambaran klinis pada regurgitasi, yaitu2,3:

-
Regurgitasi aorta akut
Regurgitasi ini biasanya terjadi mendadak dan banyak, sehingga
mekanisme kompensasi belum sempurna. Gejala sesak napas yang
berat akibat tekanan pada vena pulmonal yang meningkat secara
tiba-tiba. Jika gagal jantung semakin berat, peninggian tekanan
artifisial ventrikel kiri akan menyamai tekanan artifisial aorta,
sehingga bising artifisial akan semakin melemah. Pada
elektrokardiografi dan foto rontgen biasanya normal karena belum
cukup waktu untuk dilatasi dan hipertrofi, namun dapat ditemukan
kelebihan volume pada ventrikel kiri.

-
Regurgitasi aorta kronik
Ini merupakan kondisi akibat proses kronis seperti PJR,
menyebabkan artifisial kardiovaskular melakukan mekanisme
kompensasi. Jika terjadi kegagalan ventrikel akan muncur keluhan
sesak nafas saat melakukan aktifitas atau akan timbul artificial
nocturnal dyspnea. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan nadi
yang besar dan tekanan artifisial rendah, gallop, dan bising artifisial
yang muncul akibat besarnya curah sekuncup dan regurgitasi darah
pada aorta menuju ventrikel kiri. Bising artifisial akan terdengar
lebih keras pada garis sterna kiri bawah atau apeks dari kelainan
katup. Jika terjadi ruptur katup, akan terdengar bising yang keras dan
musikal. Kadang ditemukan bising sistolik dan thrill akibat curah
sekuncup yang meningkat

Stenosis Mitral
Merupakan gangguan aliran darah dari atrium kiri akibat adanya
obstruksi pada katup mitral. Sehingga menyebabkan gangguan
pembukaan dan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol. Penyebab
paling sering adalah endokarditis reumatik, sehingga hampir sebagian
besar kasus ditemukan dengan riwayat demam rematik. Jika stenosis
mitral disebabkan demam rematik, ini merupakan proses peradangan
(vulvitis) dan pembentukan nodul tipis dari sepanjang garis penutupan
katup. Sehingga menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup,
kalsifikasi, fusi komisura, fusi serta pemendekan korda ataupun
kombinasi dari proses tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan distorsi
dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral
sehingga membentuk mulut ikan atau lubang kancing 3. Stenosis mitral
diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan mitral valve area, yaitu:

-
Ringan : > 1,5 cm2
-
Sedang : 1,0 – 1,5 cm2
-
Berat : < 1,0 cm2
Gejala stenosis mitral yang sering ditemukan adalah dispnea,
berubungan dengan hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan.
Gangguan irama berupa fibrilasi atrial dan riwayat emboli perifer juga
kerap dikeluhkan. Dari hasil pemeriksaan biasa dijumpai adanya
penebalan daun katup, doming dan menyempitnya bukaan katup.
Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi
pendek serta munculnya gejala lainnya. Kadang-kadang pasien juga
akan mengeluhkan hemoptisis yang terjadi akibat rupturnya vena
bronkial yang melebar dan sputum dengan bercak darah pada saat
serangan paroksima nocturnal dispnea.
Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral merupakan aliran darah balik dari ventrikel kiri
ke dalam atrium kiri pada saat sistol yang disebabkan ketidak mampuan
katup mitral menutup secara sempurna. Sehingga saat denyut sistolik,
aliran darah ke aorta hingga ke aliran darah sistemik, namun juga akan
masuk kembali ke atrium kiri. Aliran darah yang kembali dan aliran
darah yang masuk dari paru akan menyebabkan atrium kiri mengalami
pelebaran dan hipertrofi. Sehingga aliran darah balik dari ventrikel yang
kembali ke atrium kiri, akan menyebabkan darah yang mengalir dari
paru ke atrium akan berkurang. Kondisi ini menyebabkan paru
mengalami kongesti dan menambah bebannya pada ventrikel kanan.
Keadaan ini yang menyebabkan kebocoran kecil pada mitral akan
mempengaruhi paru dan ventrikel kanan.

Stenosis Trikuspid

Stenosis trikuspid kebanyakan terjadi akibat penyakit jantung


reamtik. Stenosis triskuspid merupakan kelainan katup yang jarang
ditemukan, namun berkaitan dengan kelainan pada katup mitral atau
aorta. Stenosis katup triskupid akan menghambat aliran darah dari
atrium kanan ke ventrikel kanan selama diastolik. Sehingga
meningkatkan beban kerja dari atrium kanan untuk membentuk tekanan
yang lebih besar akan aliran darah normal melalui katup yang tersumbat
dapat dipertahankan normal3.

Regurgitasi Trikuspid

Regurgitasi trikuspid biasanya merupakan akibat sekunder dari


kerusakan katup lain, optimalisasi kontraksi jantung kiri merupakan
target tatalaksana pada kelainan ini. Regurgitasi trikuspid menyebabkan
sebagian darah kembali ke atrium kanan saat sistolik. Kondisi ini dapat
terjadi primer akibat kelainan dari katupnya, ataupun sekunder karena
hipertensi pulmonal. Pada regurgitasi trikuspid, akan terjadi
peningkatan tekanan akhir diastolik pada atrium dan ventrikel kanan.

Kelainan katup pulmonal

Merupakan kelainan katup yang jarang ditemukan dan dapat berupa


kelainan congenital ataupun didapat. Kelainan katup pulmonal biasanya
tidak disertai keluhan yang nyata, sehingga perlu pengawasan dan
penegakkan diagnosis awal3. Biasanya pada kelainan katup pulmonal
tidak berdiri sendiri, kelainan ini disertai dengan kelainan katup-katup
jantung lainnya.

e. Tatalaksana
Stenosis Aorta

a. Pengelolaan Medika mentosa

1) Penyekat kalsium: (hati-hati tensi terlalu turun) sebaiknya gunakan


non dihidropiridin: verapamil 3x 40-80 mg, diltiazem 3x 30-60mg

2) Vasodilator (bila gagal jantung):

 ACE-I: captopril 3 x6.25–50mg

 ARB : valsartan1-2 x 20– 160 mg

3) Diuretik (pada kasus dengan gagal jantung)

 Furosemid : drip IV sampai 20mg/jam atau sampai 3 x 2 tab


(oral)

 Kalium sparing diuretik; spironolakton sampai 1 x 100mg

4) Anti aritmia

 Amiodaron; dari 3x 400mg sampai 1x 100 mg

 Digoksin oral: 1 x 0,125-0.25mg tab

5) Beta blocker: metoprolol sampai 2x100mg atau bisoprolol sampai 1


x 1,25-10mg

6) Suplemen elektrolit :

 Kalium Chloridaoral sampai 3 x 2 tabl,

 KCl drip intravena (sesuai rumus koreksi tidak boleh >20


mEq/jam)

7) Antikoagulan / antitrombositoral:
 Warfarin: 1- 6 mg /hari (target kadar INR 2-

 Aspirin: 1x 80-160mg (AF usia <65 tahun tanpa riwayat


hipertensi atau gagal jantung)
8) Oksigen terapi

b. Tindakan Intervensi Bedah / Non Bedah

1) Intervensi Non Bedah.

 Valvuloplasti Aorta dengan Balon (VAB)


Sebagai jembatan untuk operasi atau TAVI pada pasien dengan
hemodinamik tidak stabil atau pasien AS berat dengan symptom
yang butuh tindakan urgensi non-bedah

 Transcatheter Aortic Valve Implantation


Dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi untuk operasi, dengan
mempetimbangkan kontra indikasi absolute dan relatif; keputusan
tindakan ini harus dibuat oleh tim/ poja valvular

2) Tindakan pembedahan :
Penggantian katup bioprostetik / prostetik mekanik

Regurgitasi Aorta

a. Pengelolaan Medika mentosa

1) Vasodilator :

 Penghambat ACE; captopril 3 x 12.5–100 mg atau

 Penyekat reseptor Angiotensin: valsartan 1-2x20– 160mg

 Arteri odilator langsung; hidralazin 4x12.5–100mg

2) Diuretik :

 Furosemid drip IV sampai 20 mg/jam atau sampai 3 x 80mg


(oral)

 Kalium sparing diuretik; spironolakton sampai 1 x 100mg

3) Anti aritmia :

 Amiodaron; dari 3 x 400mg sampai 1x 100 mg

 Digoksin oral ;1 x 0.125 -0.25mg tab

4) Suplemen elektrolit :

 Kalium Chlorida oral sampai 3x 2 tablet

 KCl drip intravena (sesuai rumus koreksi tidak boleh


>20mEq/jam)

5) Antikoagulan / anti trombositoral:

 Warfarin ; 1 - 6mg / hari (target kadar INR 2–3)

 Aspirin; 1x80-160mg (AF usia <65 tahun tanpa riwayat


hipertensi atau gagal jantung).

6) Oksigen terapi

b. Pengelolaan Bedah

 Perbaikan/reparasi katup

 Penggantian katup bioprostetik / prostetik mekanik

Stenosis Mitral

a. Pengelolaan Medik
Mengatasi keluhan atau akibat adanya obstruksi katup mitral

1) Kontrol rate

2) Digitalis

 Digoksin 1 x 0.12,5-0,25 mg

 Bisoprolol1 x 1.25-10mg
3) Diuretik

 Hidroclorthiazide 12,5-50 mg

 Furosemide 40-120 mg

 Spironolactone 12,5-50 mg

4) Suplemen elektrolit : Target K serum 4.0-5.0 meq

 KCl / infus( tidak boleh >20 meq / jam)

 Kalium oral : KSR, AsparK

5) Antikoagulan:

 Warfarin diberi sesuai target INR 2-3 pada pasien dengan


fibrilasi atrial persisten / paroksismal

6) Antiaritmi:

 Amiodaron

7) Terapi oksigen

b. Tindakan Intervensi

 Intervensi non bedah /komisurotomi mitral perkutan (KMP)

 Intervensi bedah : reparasi katup atau penggantian katup

Dilakukan pada MS yang secara teknis memungkinkan


dilakukan reparasi katup mitral (komisurotomi, valvulotomi,
anuloplasti, rekonstruksi korda/ muskulus papilaris).

 Konversi elektrik pada AF

Regurgitasi Mitral

a. Pengelolaan Medika mentosa

1) Vasodilator

 ACE inhibitor : captopril 3x 12.5– 100 mg


 ARB : valsartan 1-2x 20 –160 mg

 Arterio dilator langsung: hidralazin 4x 12.5–100mg

2) Diuretik

 Furosemid : drip IV sampai 20mg/jam, atau sampai 3x 80mg


(oral)

 Kalium sparing diuretik: spironolakton sampai 1x 100 mg

3) Antiaritmia

 Amiodaron : dari 3 x 400 mg dilanjutkan dengan 1 x100mg

 Digoksin oral :1 x 0.125 -0.25mg tab

 Beta blocker: metoprolol sampai 2x100mg atau bisoprolol


1x1,25-10 mg

4) Suplemen elektrolit :

 Kalium Chloridaoral sampai 3 x 2 tablet,

 KCl dripintravena (sesuai rumus koreksi tidak boleh


>20mEq/jam)

5) Antikoagulan / antri trombositoral:

 Warfarin :1 - 6 mg / hari (target kadar INR2–

 Aspirin: 1 x 80-160 mg cxxx (AF usia <65 tahun tanpa riwayat


hipertensi atau gagal jantung)

6) Pengobatan infark miokard akut pada rupture chorda/muskulus


papilaris sebagai komplikasi

b. Pengelolaan Bedah

 Perbaikan / reparasi katup


Penggantian katup bioprostetik atau prostetik mekanik.

Stenosis Trikuspid dan Regurgitasi Trikuspid


a. Pengelolaan Medika mentosa

1) Penyekat kalsium: (hati-hati tensi terlalu turun) sebaiknya gunakan


non dihidropiridin : verapamil 3 x 40-80mg, diltiazem 3x 30-60mg

2) Vasodilator (bila gagal jantung)

 ACE-I: captopril 3 x6.25–50mg

 ARB : valsartan 1-2 x 20– 160 mg

3) Diuretik (pada kasus dengan gagal jantung)

 Furosemid : drip IV sampai 20 mg/jam atau sampai 3 x 2tab (oral)

 Kalium sparing diuretik; spironolakton sampai 1 x 100mg

4) Anti aritmia

 Amiodaron; dari 3 x400mg sampai 1 x 100mg

 Digoksin oral : 1 x 0,125 -0.25mg tab

5) Beta blocker

 Metoprolol sampai 2x100mg atau

 Bisoprolol sampai 1 x 1,25-10mg

6) Suplemen elektrolit

 Kalium Chloridaoral sampai 3 x 2 tablet

 KCl drip intravena (sesuai rumus koreksi tidak boleh >20mEq/jam)

7) Antikoagulan/antitrombositoral

 Warfarin: 1 - 6 mg / hari (target kadar INR 2– 3)

 Aspirin: 1x80-160mg (AF sia <65 tahun tanpa riwayat hipertensi


atau gagal jantung)

8) Oksigen terapi
b. Pengelolaan intervensi bedah / non bedah
Intervensi non bedah tidak lazim dikerjakan pada katup tricuspid.
Intervensi bedah meliputi reparasi katup atau penggantian katup
bioprostetik/ prostetik mekanik.
3. PenyakitJantungRematik
Definisi
Penyakit jantung rematik adalah peradangan jantung dan munculnya
jaringan fibrosis yang dipicu oleh reaksi auto imun terhadap infeksi
streptokokus grup A. Pada tahap akut, manifestasi klinis yang bisa
didapatkan antara lain pancarditis, yang melibatkan peradangan pada
miokardium, endokardium, dan epikardium. Sedangkan untuk fase
kronis ditandai dengan fibrosis valvular mengakibatkan stenosis
maupun insufisiensi.

Epidemiologi
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25
tahun, paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Prevalensi
paling sering pada anak-anak berusia 5-15 tahun dan di negara-negara
berkembang di mana antibiotik tidak rutin diberikan untuk faringitis
serta kepatuhan untuk mengonsumsi obat masih rendah.
Insiden rata-rata tiap tahun demam rematik akut pada anak-anak berusia
5-15 tahun adalah 15,2 kasus per 100.000 populasi di Fiji, dibandingkan
dengan 3,4 kasus per 100.000 populasi di Selandia Baru, dan kurang
dari 1 kasus per 100.000 populasi di Fiji. Amerika Serikat. Meskipun
demam rematik menjadi penyebab paling sering untuk dilakukan
penggantian atau perbaikan katup jantung, saat ini penyakit ini relatif
jarang ditemukan.

Patofisiologi
Demam rematik merupakan komplikasi faringitis kronis yang tidak
dapat diatasi, disebabkan oleh streptokokus grup A-hemolitik. Demam
rematik terjadi akibat respons imun yang diperantarai humoral dan
seluler yang terjadi 1-3 minggu setelah timbulnya faringitis. Protein
yang dimiliki streptokokus menyerupai molekuler yang dikenali oleh
sistem imun, terutama protein-M bakteri dan antigen jantung manusia
seperti miosin serta endotelium valvular. Antibodi anti myosin
mengenali laminin, sebuah matriks protein alfa heliks melingkar
ekstraseluler, yang merupakan bagian dari struktur membran katup.
Katup yang paling dipengaruhi oleh demam rematik, secara berurutan,
adalah katup mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Pada fase akut,
terdapat sumbatan di sepanjang garis penutupan katup. Pada fase
kronis, ada penebalan serta fibrosis katup yang menyebabkan stenosis,
atau bisa juga regurgitasi meskipun jarang. Sel-T yang responsif
terhadap streptokokus protein M akan menginfiltrasi katup melalui
endotelium katup. Sel T diaktifkan oleh pengikatan karbohidrat anti
streptokokus dengan pelepasan faktor nekrosis tumor (TNF) dan
interleukin.

Sebuah penelitian melaporkan bahwa peningkatan ekspresi dari Sitokin


yang berhubungan dengan sel Th17 diduga dapat memainkan peran
penting dalam patogenesis dan perkembangan penyakit jantung rematik.
Keterlibatan penyakit jantung akut dengan demam rematik
menimbulkan manifestasi klinis berupa pancarditis, dengan peradangan
miokardium, perikardium, dan endokardium. Carditis terjadi
padasekitar 40-50% pasien pada serangan pertama. Perikarditis terjadi
pada 5-10% pasien dengan demam rematik, sedangkan miokarditis
jarang terjadi.

Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama terjadi stenosis


mitral. Pasien dengan riwayat demam rematik 60% mengalami stenosis
mitral. Insiden 2:1 untuk perempuan dibanding laki-laki. Di negara
maju, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun, dengan periode
hampir satu dekade sebelum gejala memerlukan intervensi bedah.
Setelah gejala menimbulkan keterbatasan yang signifikan tingkat
kelangsungan hidup 0-15% selama 10 tahun tanpa pengobatan.
Hipertensi pulmonal berat adalah tanda prognostik yang buruk. Usia
rata-rata penderita di Amerika Utara adalah pada dekade ke lima hingga
keenam, dan lebih dari sepertiga pasien yang menjalani perbaikan atau
penggantian katup berusia lebih dari 65 tahun. Sekitar seperlima pasien
dengan penyakit jantung post rheumatic memiliki insufisiensi murni:
46% pasien memiliki stenosis dengan insufisiensi; 34%, stenosis murni;
dan 20%, insufisiensi murni. Insufisiensi mitral diduga disebabkan oleh
floppy mitral valve, dengan iskemia serta endokarditis.

Stenosis aorta dan insufisiensi aorta. Penyakit jantung rematik juga


merupakan penyebab stenosis aorta namun jarang terjadi. Sebagian
besar pasien juga memiliki penyakit katup mitral. Stenosis aorta murni
disebabkan oleh penyakit post inflamasi pada 9% pasien dengan
perawatan bedah, dibandingkan dengan 14% pasien dengan insufisiensi
aorta murni dan 17% insufisiensi dan stenosis aorta campuran.

Gambaran Klinis
Manifestasi klinis demam rematik akut melibatkan multi sistem organ
yang ditandai oleh keterlibatan jantung, persendian, sistem saraf pusat
(SSP), jaringan subkutan, dan kulit.

Anamnesis
- Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu sebelumnya
- Demam disertai tanda klinis yang tidak spesifik seperti rash, nyeri
kepala, berat badan turun, epistaksis, rasa lelah, malaise, keringat
berlebih, pucat, nyeri dada dengan ortopneu, nyeri abdomen, muntah
- Keluhan yang lebih spesifik
• nyeri sendi yang berpindah pindah
• nodul subkutan
• iritabel, konsentrasi menurun,perubahan kepribadian seperti gangguan
auto immune neuropsychiatic (pada anak dengan infeksi streptococcus)
• Disfungsi motorik
• Riwayat demam rematik sebelumnya (ada kecenderungan berulang)
-Faktor molekuler maupun genetik juga berpengaruh pada peningkatan
risiko menderita penyakit jantung rematik.

Pemeriksaan fisik
- Pericarditis: friction rub, efusi perikard (ditandai bunyi jantung
menjauh)
- Miokarditis: tanda tanda gagal jantung yang tidak jelas penyebabnya
- Endokarditis/Valvulitis
• Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantungs istemik terdapat bising
regurgitasi mitral di apeks ( dengan atau tanpa bising mid diastolik,
Carey Coombs Murmur)
•Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung rematik ada perubahan
karakteristik bising atau terdengar bising baru

Diagnosis klinis tergantung pada kriteria yang melibatkan sistem serta


temuan laboratorium yang mengindikasikan infeksi streptokokus yang
dimasukkan pada kriteria Jones.
Kriteria Jones

Tabel Revisi Kriteria Jones AHA 2015


Bukti adanya infeksi bakteri Streptococcus beta hemoliticusgrup A
dalam 45 hari sebelumnya
-Peningkatan titer ASTO
-Kultur tenggorok (+)
- Rapid antigen tesuntuk Streptococcus grup A
-Demam scarlet yang baru terjadi

Kriteria diagnosis
Episode pertama demam rematik memenuhi 2 kriteria mayor atau 1
mayor+2 minor+bukti infeksi GAS

Pada pemeriksaan imunohistokimia pada penyakit jantung rematik sel T


CD4 dan CD8 akan ditemukan pada katup dengan demam rematik akut.
MHC-2 akan diekspresikan pada endotelium dan fibroblas katup.

Tatalaksana
1. Tirah baring
Pasien harus tirah baring dilanjutkan mobilisasi bertahap yang lamanya
sesuai kondisi jantung
2. Eradikasi mikroba Streptococcus Grup A dengan antibiotik spesifik
3. Antiinflamasi untuk karditis dan poliarthritis migrans
4. Bila terdapat gagal jantung tangani gagal jantung (retriksi cairan,
pemberian diuretik, ACE inhibitor, digoksin)
5. Penanganan chorea: bila perlu berikan terapi simptomatik dengan
chlorpromazin, diazepam, dan haloperidol
6. Pemberian antibiotik untuk prevensi sekunder.

Prognosis
Pengaruh penyakit jantung rematik pada katup mitral tidak dapat
sembuh secara menetap dan hasil jangka panjang setelah perbaikan
bedah tidak lebih baik dari perbaikan katup untuk prolaps katup mitral
karena adanya fibrosis korda. Selain itu, jaringan fibrosis dapat menjadi
progresif setelah perbaikan. Namun, stenosis katup mitral oleh penyakit
jantungr ematik tidak berhubungan dengan perubahan fusi chordal.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diagnosis pasien ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien saat di IGD RSDM,
pasien mengeluhkan berdebar sejak 1 hari SMRS yang dirasakan
mendadak. Selain berdebar, pasien juga merasakan sesak nafas sejak 3
hari. Keluhan memberat saat beraktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Pasien mempunyai riwayat merokok sebanyak kurang lebih 1 bungkus per
hari namun saat ini sudah berhenti. Pasien juga terdapat riwayat sakit
jantung sejak 2 bulan dan rutin berobat, tidak terdapat riwayat hipertensi.

Dari hasil pemeriksaan fisik saat datang ke IGD didapatkan hasil


pemeriksaan fisik tekanan darah 100/60, heart rate 138x/menit, nadi
126x/menit, RR 20x/menit, saturasi oksigen 98% dengan O2 NK 3 lpm
dan GDS 115. Dari pemeriksaan penunjang berupa EKG disimpulkan AF
RVR HR 140x/menit normoaksis. Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan
Natrium darah 130 mmol/L, Calsium ion 0.99 mmol/L, hematokrit 48%,
RDW 14.7%, PDW 11%, Monosit 9.60%, PT 19.9 detik, kreatinin 1.4
mg/dl, ureum 115 mg/dl.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, dapat disimpulkan


diagnosis pasien Mitral Regurgitasi Severe (MR Severe), Mitral Stenosis
Moderate (MS Moderate), Trikuspid Regurgitasi Mild (TR Mild), ADHF,
Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Response (AFRVR) dengan etiologi
Penyakit Jantung Rematik dan penyerta azotemia (cr 1,4) hiperkalemia
(5,2), hiponatremia (17,0).

DAFTAR PUSTAKA
Baumgartner H, Falk V, Bax JJ, Bonis M, Hamm C, Holm PJ, Lung B et al. 2017.
Guidelines for the management of valvular heart disease. European Heart
Journal, 38:2739-2769

Baumgartner H, Falk V, Bax JJ, Bonis M, Hamm C, Holm PJ, Lung B et al. 2017.
Guidelines for the management of valvular heart disease. European Heart
Journal, 38:2739-2769

Burke,Allen Patrick. 2016. Pathology of Rheumatic Heart Disease. Medscape.


[DiaksesJanuari 2020]

Firdaus IS, et al. 2016. Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular

Firdaus IS, et al. 2016. PanduanPraktikKlinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP)
PenyakitJantungdanPembuluhDarah. Jakarta:
PerhimpunanDokterSpesialisKardiovaskular

Gewitz MH. 2015. AHA Revision of Jones Criteria. www.ahajournals.org.


https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000205 [DiaksesJanuari 2020]

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2009.


AsuhanKeperawatanKliendenganGangguanSistemKardiovaskular. Jakarta
: SalembaMedika.

Osorio RC, Souza FSF, Andrade MN, Duraes BCD, Passos LCS. 2016. Valvular
Heart Diseases – epidemiology and new treatment modalities.
Interventional Cardiology Journal, 2(1):1-5
Osorio RC, Souza FSF, Andrade MN, Duraes BCD, Passos LCS. 2016. Valvular
Heart Diseases – epidemiology and new treatment modalities.
Interventional Cardiology Journal, 2(1):1-5

Rilantono, LI. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia; 2013;331-335.

Rilantono, LI. PenyakitKardiovaskular (PKV). Jakarta:


FakultasKedokteranUniversitas Indonesia; 2013;331-335.

Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:


BalaiPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia.

Seckeler MD et al. 2011. The Worldwide Epidemiology of Acute Rheumatic


Fever and Rheumatic Heart Disease Clinical Epidemiology. 3:67-84

Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.

Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Jakarta :


FakultasKedokteran UI.

Yuniadi Y, Doni YH, Anna et al. 2017. Buku Ajar Kardiovaskuler FKUI. Jakarta:
Sagungseto

Anda mungkin juga menyukai