Patofisiologi Kaki Diabetes
Patofisiologi Kaki Diabetes
Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya dan hiperglikemia yang
kronis akan menimbulkan kerusakan, disfungsi berbagai organ dalam jangka panjang. DM sering
disertai berbagai komplikasi jangka pendek maupun panjang. Komplikasi tersebut menyebabkan
meningkatnya angka morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas hidup. Jumlah penderita DM di
dunia tahun 1995 sebanyak 135 juta jiwa dan tahun 2005 diestimasikan menjadi 300 juta jiwa.
Kebanyakan kasus baru tersebut adalah DM tipe 2, dengan peningkatan jumlah kasus 42%, di Negara
maju dan 170% di Negara sedang berkembang. Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM,
maka komplikasi yang terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang mengenai
tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang
selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD).
Manifestasi KD dapat berupa dermopati, selulitis, ulkus, gangrene, dan osteomyelitis. KD
merupakan masalah yang kompleks dan menjadi alas an utama mengapa penderita DM menjalani
perawatan di rumah sakit yang selama rawatan membutuhkan biaya sangat mahal dan sering tidak
terjangkau oleh kebanyakan masyarakat umum. Ulkus memberikan kontribusi 85% terhadap tindakan
amputasi non traumatik pada ekstremitas bawah dan memiliki resiko amputasi 15-40 kali lebih sering
daripada tanpa diabetes. Diperkirakan 15% penderita diabetes akan mengalami KD selama masa
hidupnya dan 6 -20% diantaranya akan mengalami rawat inap rumah sakit setiap tahunnya. Ulkus yang
telah sembuh ternyata 70% akan berulang kembali dalam tempo 5 tahun, dari 50% ulkus yang
mengalami amputasi sebelumnya ternyata mempunyai resiko amputasi kembali dalam tempo 5 tahun.
Di Amerika Serikat saat ini tercatat sekitar 16 juta jiwa atau 5,2% dari total populasi adalah
penderita diabetes dan 15-20% diantaranya berhubungan dengan komplikasi KD. Setiap tahunnya lebih
dari 50.000 amputasi dilakukan pada tungkai bawah yang membutuhkan biaya perawatan lebih dari US
1 milliar termasuk biaya opname, rehabilitasi, alat prostetik, perawatan rumah, dan kehilangan
produktifitas keja. Di Medan, Erman Fauzi, dkk, 1997 mendapatkan 30,3% pasien diabetes yang
dirawat inap adalah karena Ulkus KD.
Etiologi dan patofisiologi KD bersifat multifaktorial yang saling terkait satu dengan yang
lainnya, berhubungan dengan penyakit pembuluh darah perifer, neuropati dan infeksi. Penderita
diabetes biasanya dating ke dokter atau rumah sakit dalam kondisi komplikasi lanjut dan berat,
sehingga prognosanya menjadi jelek.
Kendala yang sering terjadi adalah kurangnya pengetahuan/kemampuan penderita akan
pentingnya mengenal /mengetahui gejala awal atau perawatan KD, sehingga komplikasi berlanjut
menjadi lebih berat yang akhirnya harus kehilangan anggota gerak akibat amputasi. Pada makalah ini
akan dibahas tentang patofisiologi dan penatalaksanaan ulkus KD.
Insiden dan Prevalensi
Insiden ulkus KD 2-3% dan prevalensi 4-10%, pria lebih sering dari wanita. Distribusi usia jarang
dijumpai pada usia 40-49 tahun dan terbanyak pada usia di atas 60 tahun. Suatu studi di Eropa,
mendapatkan prevalensi ulkus KD 3% pada usia <50 tahun dan 7% pada usia ≥ 60 tahun serta 14%
pada usia ≥ 80 tahun.
Patogenesis
Terdapat tiga factor sebagai latar belakang /yang berperan untuk terjadinya KD yaitu :
angiopati, neuropati, dan infeksi. Untuk mempermudah pengertian, di bawah ini dapat dilihat bagan
dan factor-faktor tersebut.
Terdapat 3 tanda yang signifikan yang menunjukkan telah terjadi insufisiensi vaskuler yaitu
pertama, bila posisi tungkai menggantung terjadi warna merah (dependent rubor), kedua,
terjadi perubahan warna kaki menjadi pucat bila posisi kaki ditinggikan (pallor on
elevation). Ketiga, adanya pemanjangan masa pengisian vena dan kapiler.
Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi penderita terlentang, kaki dinaikkan 45 o dan
dipertahankan sampai dengan salah satu kaki berubah warna menjadi pucat, kemudian
penderita didudukan lurus dengan posisi kedua kaki dalam keadaan tergantung, lalu
dilakukan pengukuran pengisian vena dan kapiler. Normal 15-25 detik, iskemik berat 25-40
detik sangat berat lebih dari 40 detik.
2. Pemeriksaan Khusus
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan diantaranya, Angiografi, Doppler Ultrasonik,
Platismografi (pulse volume recording), Oksimetri ranskutan, Doppler Laser, dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI).
Angiografi
Merupajan pemeriksaan standar baku emas yang bersifat invasive untuk mengetahui
adanya oklusi, posisi dan luasnya oklusi serta mempermudah tindakan bedah vaskuler
yang dilakukan. Tindakan invasive ini mudah terjadi thrombus sehingga tidak dilakukan
sebagai pemeriksaan diagnostik rutin.
Doppler Ultrasonik
Pemeriksaan dengan mengirimkan gelombang ultrasonic ke pembuluh darah yang
diperiksa. Apabila gelombang melanggar objek yang bergerak seperti eritrosit,
gelombang akan dipantulkan kembali ke Doppler dengan frekwensi yang berbeda sesuai
dengan efek Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk pemeriksaan Ankle Brachial
Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah sistolik di pergelangan kaki dengan
tekanan sistolik di pergelangan tangan. Nilai ABPI normal 0,9-1,1. Diagnpsa PVP tegak
bila nilainya 0,5-0,9, dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila tekanan pergelangan kaki
< 50 mmHg, ABPI < 0,26 merupakan resiko besar untuk kehilangan kaki.
Pletismografi / Pulse volume recording
Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas nilai normal atau terdapat kesulitan
mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis pedis dengan Doppler. Dengan alat ini akan
direkam perubahan-perubahan volume darah yang diukur segmen persegmen. Oklusi
dalam pembuluh darah akan memberikan gambaran gelombang yang khas pada segmen
yang diukur.
Oksimetri Transkutan
Dasar pemeriksaannya adalah dengan dijumpainya perbedaan pada tekanan partial
oksigen transkutan di daerah tungkai dan di daerah badan, alat ini dapat mengetahui
perfusi ke tungkai secara kuantitatif.
Doppler Laser
Mengukur secara kuantitatif kecepatan aliran di pembuluh-[embuluh darah kulit pada
tungkai.
Penyebab ND sampai sekarang ini belum diketahui sepenuhnya tetapi diduga bersifat
multifaktorial, beberapa teori yang dianut diantaranya : teori metabolic, vaskuler, dan
Neurotrophic factor yang berkurang.
Teori metabolic
Hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula darah intraseluler. Kelebihan glukosa diubah
menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi keduanya akan menyebabkan penurunan mionositol,
penurunan aktifitas Na+/K+ - ATPase yang selanjutnya mengganggu transport aksonal sehingga
menyebabkan kecepatan hantar saraf tepi menurun.
Teori vaskuler (Hypoksik-Iskemik)
Teori ini menyebutkan pada penderita ND terjadi penurunan aliran darah ke endoneurium yang
disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat hiperglikemi dan juga berbagai factor
metabolic dapat menyebabkan penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel
endothelial yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia, dan keadaan ini juga menyebabkan
terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ - ATPase yang akhirnya menimbulkan
degenerasi akson.
Teori Neurotrophic factor
Neurotrophic factor (NF) sangat penting untuk system saraf dalam mempertahankan
perkembangan dan respon regenerasi system saraf. Nerve growth factor (NGF) misalnya
merupakan protein yang member dukungan besar terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron
simpatis. Pada penderita DM, neurotrophic factor jumlahnya berkurang sehingga transport
aksonal yang retrograd terganggu.
Disamping iti terdapat juga teori laminin dan autoimun yang ikut berperan dalam terjadinya
ND.
Mekanisme nyeri pada ND
Pada penderita DM lesi terjadi mulai dari neuron sampai berakhir di organ target. Lesi tersebut
menyebabkan remodeling dan hipereksibilitas membran. Di bagian proksimal dari lesi timbul tunas-
tunas baru dan berakhir sebagai tonjolan disebut dengan neuroma. Neuroma merupakan tempat
akumulasi ion-channel (terutama Na-channel), molekul-molekul reseptor dan transduser baru yang
menjadi penyebab munculnya impuls ektopik baik yang spontan ataupun yang dibangunkan. Impuls
ektopik melalui serabut saraf C akan merangsang neuron sensorik di kornu dorsalis terutama wide
dynamic range menjadi lebih sensitive dan direspon secara berlebihan sehingga menimbulkan
hiperalgesia dan yang melalui serabut saraf A- beta menyebabkan alodinia.
Nyeri terjadi larena adanya gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi yang terdapat
pada kerusakan jaringan (inflamasi) atau system saraf (neuropati). Pada neuropati terjadi disinhibisi
yang dapat disebabkan oleh penurunan gaba/glisin akibat kematian neuron-neuron penghasil kedua zat
tersebut. Nyeri inflamasi dapat dipicu oleh lesi yang terjadi pada serabut saraf afferent yang akan
menyebabkan munculnya mediator inflamasi seperti prostaglandin E2, bradikinin, histamine, serotonin,
dan sebagainya. Mediator tersebut langsung atau tidak langsung mengaktifasi/mensensitisasi
nosireseptor sehingga timbul nyeri spontan atau hiperalgesia primer. Hal inilah yang diperkirakan
bertanggung jawab terhadap timbulnya nyeri musculoskeletal dan nyeri artropati.
Pengobatan
Nyeri oleh karena neuropati termasuk ND dapat sangat menyakitkan dan lebih menyebabkan disabilitas
dari penyakit primernya. Pengobatan untuk ND hanya bersifat sebagai terapi simtomatis, farmakoterapi
yang dianjurkan adalah :
1. NSAID : khususnya untuk nyeri musculoskeletal dan neuropati
2. Antidepresn : amitriptilin, imipramin, sertralin
3. Antikonvulsan : gamapentin, karbamazepin
4. Antiaritmia : mexiletine
5. Topikal Capsaicin
3. Infeksi
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai komplikasi yang serius
pada KD, perlu penanganan segera yang dimulai dari lesi yang minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada
penderita KD diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya terbentuk
abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis.
Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda. Tanda-tanda infeksi
yang umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan, atau berbau dan leukositosis. Penderita
DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan
jumlah leukosit. Di samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis.
Menurut Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi seperti temperature tubuh < 37,8 dan jumlah leukosit < 10,103/mm3.
Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan anaerob, gram negative
dan gram positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteriologi dijumpai
mikroorganisme yang tersering adalah gram positif 72% (Staphylococcus dan Streptococcus grup B)
dan gram negative 49% (E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species,
Bacteriodes species, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain mendapatkan kuman yang tersering adalah
kokus gram positif aerobic 89% basil gram negative aerob 36% dan anaerob 17%. Penyebab tersering
yang lain adalah jamur candida albicans dan trichopiton walaupun tidak bersifat sistemik.
Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada kuman penyebab yang bersifat polimikrobial
dengan antibiotic yang bersifat polifarmasi. Antibiotik yang direkomendasi sebagai terapi empiris pada
ulkus KD sebelum diperoleh hasil kultur dan uji resistensi dapat dilihat pada tabel-1.
Tabel-1 Regimen antibiotic empiric pada Ulkus KD
Skenario Drug of Choice Alternatives
Mild to moderate, Dicloxacillin (Pathocil) Cephalexin (keflex);
Localized cellulitis amoxicillin/clavulanate potassium
(outpatient) (augmentin); oral clindamycin (cleocin)
Moderate to severe Nafcillin (Unipen) or Cefazolin (ancef); ampicilin/sulbactam
cellulitis oxacillin (unasyn), clindamycin IV, vancomycin
(inpatient) (vancocin)
Moderate to severe Ampicilin/sulbactam Ticarcilin/clavulanat (timentin);
celulitis with ischemia or piperacilin/tazobactam (zosyn);
significant local necrosis clindamycin plus ciprofloxacin (cipro);
cefreazidime (fortaz) or cefepime
(maxipime) orcefotaxime (claforan) or
ceftriaxon (rocephin) plus metronidazole
(flagyl); cefazolin (for Staphylococcus
aureus); nafcilin (unipen); oxacilin
Life or limb threatening Ticarcilin/clavulanate Clindamycin plus ciprofloxacin or
infection orpoperacilin/tazobactam, tobramycin (nebcin); clindamycin plus
with or without an ceftazidime or cefepime or cefotaxime or
aminoglycoside ceftriaxone; imipenem/cilastin (primaxin)
or meropenem (merrem); vancomycin
plus aztreonam (azactam) plus
metronidazole; vancomycin plus
cefepime, ceftazidime plus
metronidazole.
Persons with serious
betalactam allergy may be
given alternative agents
D Infeksi dan Infeksi dan iskemik Infeksi dan iskemik Infeksi dan
iskemik iskemik
Ulkus KD merupakan komplikasi jangka panjang pada penderita DM dapat dicegah keberadaannya
dengan melakukan skrining dini untuk mengidentifikasi resiko tinggi menderita ulkus kaki diabetik,
terdapat beberapa metode identifikasi, yaitu :
Neuropathy symptom score (NSS)
Prinsipnya dengan menanyakan pada pasien tentang ada tidaknya, eksaserbasi nokturnal kram
otot, kebas, sensasi panas/dingin, rasa terbakar, sakit tulang iritasi pakaian pada tungkai bawah.
Penilaian : skor 0 tidak ada gejala, skor 1 telah terdapat gejala, skor 2 gejala eksaserbasi
noktunal, bila skor ≥ 3 abnormal.
Neuropathy disability score (NDS)
Digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan neuropati diabetik berdasarkan pemeriksaan
fisik refleks tendon APR/KPR dan respon sensori. Skor 0 : reflex normal, skor 1 : refleks timbul
dengan bantuan, skor 2 : tidak ada refleks.
Tes sensori : pinprick test dengan menggunakan jarum atau kayu runcing, light touch dengan
menggunakan kapas, vibrasi dengan menggunakan garpu tala, persepsi temperature dengan air
dingin. Skor 0 : semua stimulus memberikan respon (+), skor 1 : stimulus (+) pada ibu jari, skor
2 : stimulus (+) pada tapak kaki bagian tengah, skor 3 : stimulus (+) oada tumit kaki, skor 4 :
stimulus (+) pada kaki bagian tengah, skor 5 : stimulus (+) pada lutut. Bila dijumpai skor ≥ 5
menunjukan neuropati sedang atau berat.
Vibration perception threshold (VPT)
Menggunakan biothesiometer dengan getaran 100 Hz, voltase 0-50 V dihubungkan dengan otot
ibu jari. Kemudian voltage dinaikkan sampai pasien merasakan getaran. Nilai 25 V dianggap
sebagai resiko terjadinya ulkus.
Semmes Weinstein monofilament (SWM)
Menggunakan 8 SWF dengan tekanan 1-100 gram yang berguna untuk menilai kadar ambang
persepsi kutaneus. Aspek plantar dari hallux digunakan untuk percobaan ini. Dengan mata
tertutup pasien merasakan filament. Dengan tekanan 5.07 SWF (10 gr tekanan) penderita tidak
merasakan filament berarti mempunyai resiko timbulnya ulkus.
Joint mobility
Gerakan metatarso phalangeal joint (MTPJ) dan subtalar joint (STJ) diukur dengan
menggunakan ganiometer.
Maximal plantar foot pressure
F-Scan mat digunakan untuk mengukur tekanan dinamik plantar, dengan mengukur berat badan
tanpa alas kaki, pasien berjalan tanpa alas kaki di atas mat kemudian mengukur tekanan
maksimal kaki, bila tekanan ≥ 6 kg/cm2 mempunyai resiko ulkus kaki.
Dalam praktek sehari-hari, KD dapat dibagi dua : pertama kaki neuropati yaitu terdapat
neuropati yang lebihmenonjol sedangkan sirkulasi masih baik. Kedua, kaki neuroiskemik yaitu
dijumpai neuropati dan gangguan sirkulasi. Untuk membedakan gambaran klinis Neuropati dan
Neuroiskemik dapat terlihat pada tabel-3.
Pemeriksaan Ulkus KD
Osteomielitis adalah komplikasi dari ulkus KD yang paling sering dijumpai, akan tetapi
sangatlah sulit untuk mendeteksinya secara klinis. Namun demikian pemeriksaan dengan radiografi
biasa sudah dapat membantu walaupun nilai akurasinya rendah sekitar 50-60%, sehingga diagnose
osteomielitis pada tahap dini sulit ditegakkan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan walaupun
relative mahal adalah MRI yang memiliki sensitifitas 77-100% dan spesifisitas 79-100%.
Penatalaksanaan Ulkus KD
Tujuan utama daloam penatalaksanaan ulkus KD adalah agar terjadi penutupan dan
penyembuhan luka dengan sempurna maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa tindakan yang
dilakukan adalah dengan melakukan perawatan konservatif, tindakan pencegahan dan intervensi bedah.
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ditentukan oleh tingkat keparahan (grade), vaskularitas dan adanya
infeksi.
1.1 Grade 1 dan 2
Sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
Kultur ous dengan swab, kuretage, debridement dan irigasi. Disebutkan dengan kultur
pus dapat mengkonfirmasi infeksi mencapai 95%
Debridement ulkus merupakan hal yang sangat penting yang bertujuan untuk
menghilangkan benda asingm jaringan nekrosis, menurunkan bacterial load,
membersihkan luka dan meningkatkan thrombosis atau growth factor dipinggir luka
yang berguna sebagai langkah awal dari penyembuhan luka. Penderita dianjurkan untuk
membersihkan untuk membersihkan luka di rumah minimal 2 kali perhari, pertahankan
kaki lebih tinggi dan cegah berjalan yang tidak perlu.
Luka yang terbuka ditutupi dengan pembalut steril, tidak lengket dan kering
Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7 hari, untuk evaluasi luka. Pada umumnya ulkus
75% akan menutup selama 2 minggu dan hanya sekitar 15% yang memerlukan
tambahan pengobatan.
1.2 Grade 3
Pasien harus dirawat dirumah sakit, dilakukan debridement, kultur pus, penting evaluasi
keterlibatan pembuluh darah perifer dan biopsy tulang membantu pemilihan pengobatan.
Terapi standar dengan pemberian antibiotic iv selama 10-12 minggu.
Intervensi bedah dilakukan bila infeksi telah mengenai tulang dan tidak terjadi
penyembuhan luka.
1.3 Grade 4 dan 5
Pada grade ini pasien harus dirawat di rumah sakit, dilakukan tindakan bedah ataupun
amputasi.
2. Pencegahan
Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan kadar gula darah
ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk keterampilan mengatur diet
penggunaan obat-obatan.
4. Prognosis
Mortalitas pada orang dengan diabetes dan ulkus kaki sering berkaitan dengan arteriosklerotik
pembuluh darah besar yaitu yang melibatkan arteri koroner atau arteri renal. Risiko signifikan pada
pasien dengan ulkus kaki diabetik adlaah hilangnya limb, terutama jika terapi di tunda. Setengah dari
seluruh amputasi nontraumatik disebabkan oleh komplikasi kaki diabetes dan risiko 5 tahun adanya
amputasi kontralateral adalah 50%. Pasien dengan penyembuhan ulkus kaki memiliki angka rekurensi
66% dan angka amputasi meningkat sampai 12%.
5. Edukasi Pasien
risiko ulkus kaki dan amputasi limb pada orang dengan diabetes dikurangi dengan mengedukasi pasien
mengenai perawatan kaki, enggunaan sepatu yang sesuai, menghentikan kebiasaan merokok, kontrol
hiperlipidemia, dan kontrol gula darah secara adekuat.
6. Diagnosis
a) Riwayat
Adanya gejala neuropati periferal, meliputi :
hipestesia
hiperestesia
parestesia
disestesia
radicular pain
anhidrosis
Gejala insufisiensi arteri periferal
kebanyakan pasien dengan aterosklerosis ektrimitas bawah asimtomatik. Beberapa pasien memiliki
gejala seperti : intermittent claudication, ischemic pain at rest, nonhealing ulceration of the foot, atau
frank ischemia of the foot. Adanya sekelompok otot yang lelah dan keram pada satu atau dua
ektremitas karena bejalan jauh menunjukan adanya intermittent claudication. Gejalan berkurang
beristirahat selama beberapa menit. Gejala juga bisa terjadi saat naik tangga atau berjalan menanjak.
Klaudikasi dari penyakit oklusif infrainguinal melibatkan otot betis. Pada populasi diabetes cenderung
memiliki tibioperoneal atherosclerotic occlusions yang menyebabkan rasa tidak nyaman, kram,
kelemahan pada betis atau kaki, atau bahkan atrofi dari otot betis.
Fissure, ulkus atau adanya gangguan pada integritas kulit merupakan tanda awal adanya perfusi yang
terganggu. Pasien dibetes dengan gangrene menunjukan adanya infeksi.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 katgori besar yaitu :
pemeriksaan ulkus dan kondisi umum ekstrimitas
penilaian kemungkinan insufisiensi vaskular
penilaian kemungkinan neuropati periferal
1) Pemeriksaan ektrimitas
Ulkus diabetik cenderung terjadi pada area :
area yang menahan beban misalnya tumit, plantar metatarsal head area, ujung
jari-jari yang menonjol misalnya jari 1 atau 2, tips of hammer toes, area malleoli (karena sering
terjadi trauma)
area yang sering mengalami stress misalnya bagian dorsal hammer toes.
Perhatikan juga jika ada tanda :
calluses hipertrofi
brittle nail
hammer toes
fissures
Staging
Diagnosis Banding
Classic diabetic trophic ulcer harus dibedakan dari berbagai masalah yang cenderung
terjadi pada orang dengan diabetes misalnya dermopati diabetik, bullosis diabeticorum,
eruptive xanthoma, necrobiosis lipoidica, dan granuloma annulare.
Nyeri kaki pada penyakit arterial periferal harus dibedakan penyebab nyeri kaki lain
misalnya artritis, nyeri otot, nyeri radikular, kompresi spinal cord, tromboflebitis,
anemia, dan myxedema.
Diabetic neuropathy harus dibedakan dari bentuk lain neuropathy, misalnya vasculitic
neuropathies, metabolic neuropathies, autonomic neuropathy, radiculopathy, dan
lainnya.
Selain itu ulkus diabetik juga perlu dibedakan dari chronic venous insufficiency dan
diabetic foot infection.
Penatalaksanaan
a) Mengatur Faktor Sistemik dan Lokal
Mengkoreksi faktor sistemik yang ikut berkontribusi seperti hipertensi,
hiperlipidemia, penyakit jantung aterosklerotik, obesitas, atau insufisiensi renal.
b) Wound dan Foot Care
Wound Coverage
Steelah debridement, gunakan kasa dengan NaCl basah atau gel isotonik NaCl atau hydroactive paste.
Hal ini membantu autolytic debridement, menyerap eksudat, dan melindungi kulit sehat disekitarnya.
Bisa juga menggunakan polyvinyl film dressing (OpSite, Tegaderm) yang semipermeable terhadap
oksigen dan lembab dam impermeable terhadap bakteri.
Berikut ini rekomendasi untuk penutupan luka untuk beberapa kondisi luka :
Luka kering : hydrocolloid dressing misalnya DuoDERM atau IntraSite Hydrocolloid
yang impermeable terhadap oksigen, kelembaban, dan bakteri, dan mempu
mempertahankan keadaan lembab.
Luka eksudatif : Absorptive dressing, misalnya calcium alginates (contoh : Kaltostat,
Curasorb).
Luka sangat eksudatif : im pregnated gauze dressings atau hydrofiber dressings.
Diberikan dua kali sehari.
Luka terinfeksi untuk luka infeksi superfisial, gunakan Silvadene (silver sulfadiazine)
jika pasien tidak alergi terhadap obat sulfa. Jika terdapat alergi sulfa, salep Neosporin
dan bacitracin-zinc bisa sebagai alternatif.
Area yang sulit untuk dibalut : pembalutan pada misalnya oembalutan pada tumit, bisa
menggunakan hydrocolloid yang sangat tipis.
Obat-obatan topikal yang biasanya digunakan dalam tatalksanan kaki diabetes diantaranya :
Platelet-derived growth factor (PDGF). Becaplermin gel 0,01% (Regranex) merupakan
rekombinan PDGF untuk pengobatan ulkus kaki diabetes. Dikontraindikasikan paka kanker
kulit pada tempat pengolesan.
Enzymatic debridement : enzim kolagenase yang diperoleh fermentasi Clostridium histolyticum
membantu menghilangkan jaringan yang mati dari pemukaan luka. Namun hal ini bukan
substitusi untuk eksisi luka nekrosis yang besar.
Agen topikal lainnya misalnya kopi, gula, antasid, vitamin A, dan D.
Agen sitotoksik mislanya hidrogen proksida, povidon iodine, asam asetat, dan larutan Dakin (sodium
hipoklorit) harus dihindari
Operasi
Debridement
Operasi diindikasikan untuk debridement jaringan yang terinfeksi dan yang mati dari ulkus, membuang
calllus, kuretase osteomielitis, skin grafting, dan revaskularisasi. Tulang yang terlihat atau terpalpasi
memiliki 85% kesempatan menjadi osteomielitis.
Revisional surgery
revisional surgery untuk arsitektur tulang dilakuakn untuk menghilangkan ititk tekanan, misalnya
reseksi metatarsal head atau ostektomi.