Anda di halaman 1dari 4

Revisi Artikel Pendek

Pemahaman BEERS Kriteria untuk Mencegah Efek Obat Berbahaya pada Lansia
Oleh : dr. Ida Bagus Aditya Nugraha, Sp.PD

Pendahuluan
American Geriatric Society (AGS) Beers Kriteria merupakan sebuah kriteria baru yang
dibuat untuk pemahaman dan pengenalan terhadap efek obat yang berbahaya pada lansia telah
digunakan secara luas oleh para dokter, peneliti, praktisi kesehatan, dan paramedis. Pertama kali
diperkenalkan sejak tahun 2011, kemudian mengalami perubahan dan pembaharuan setiap tiga
tahun sekali. Pada tahun 2019 AGS kembali mengeluarkan kriteria terbaru yang merupakan
pembaharuan dari kriteria sebelumnya yaitu tahun 2015 yang disusun setelah hasil pertemuan
dengan beberapa ahli dari berbagai multidisiplin.1

Pentingnya Memahami Efek Samping Pengobatan Pada Lansia


Dalam pelaksanaan praktek kedokteran ataupun dalam pemberian obat obatan tentunya
harus mengutamakan aspek kepentingan dan keselamatan baik kepada pasien. Penggunaan
modalitas pengobatan yang berlebih sering kali tidak tepat dan menimbulkan beberapa efek
samping bagi mereka. Salah satu dari beberapa efek samping yang ditimbulkan adalah delirium
(perubahan kesadaran), jatuh (falls), gangguan lambung (rasa tidak nyaman, luka atau ulkus
lambung, bahkan gangguan saluran pencernaan, diare), penurunan kadar gula darah yang menddak,
sehingga dari pemaparan efek samping tersebut hendaknya menjadi salah satu dasar dan panduan
dalam kita mengobati pasien lansia kita.1,2

Tujuan Penyusunan BEERS Kriteria


Menjadikan dasar pedoman dari beberapa ahli berbagai multidisiplin dalam pemilihan obat
obatan dan menghindari efek samping obat yang ditimbulkan.1 Beers kriteria yang disusun pada
tahun 2015 merupakan pemabaharuan dari kriteria tahun 2015 dan merupakan pembaharuan ke-3
berturut turut dari BEERS kriteria sejak awal ditetapkan.

Perubahan BEERS Kriteria dari 2015 ke 2019 1


Target utama dalam penyusunan serta pembaharuan kriteria ini adalah para klinisi. Kriteria
ini berlaku pada seluruh unit perawatan kecuali pada unit paliatif serta unit hospice. Proses
penyusunan ini meliputi proses review dan telaah jurnal dan literature dari para ahli, dengan lebih
kurang 17.627 referensi, 5403 abstract kemudian dari keseluruhan artikel tersebut akhirnya diolah
dalam bentuk tabel tabel berisi beberapa evidenced based, 67 systematic review, 29 studi uji klinis,
serta 281 studi observasional.
Perbedaan pada kedua kriteria ini tercermin pada beberapa pengobatan yang dihilangkan,
serta ada yang ditambahkan dan perubahan beberapa bukti klinis dari obat tesebut yang akan
dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Perubahan pertama pada penggunaaan obat antagonist reseptor H-2 pada krteria
sebelumnya telah dirubah untuk kriteria 2019, di mana obat ini tidak dimasukkan lagi pada
kriteria yang harus dihindari pada pasien dengan dementia atau gangguan kognitif, karena
setelah dilakukan pengkajian pada bukti empiris, kajian literature, tidak didapatkan sumber yang
kuat. Namun penggunaan obat antagonist reseptor H-2 pada kondisi delirium masih tetap dalam
kriteria harus dihindari.
Perubahan kedua pada pyrilamine dan methscopolamine sebagai dua katagori obat
baru yang ditambahkan pada kriteria obat antikolinergik yang harus dihindari.
Perubahan ketiga adalah pada penggunaaan beberapa obat terkait dengan kriteria
obat pada sistem cardiovascular, bahwa terdapat rekomendasi untuk menghindari pemilihan
digoxin dalam terapi lini pertama untuk fibrilasi atrium dan gagal jantung.
Perubahan keempat pada penggunaan obat atau insulin untuk penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 (DMT2) juga terdapat perubahan dengan penggunaan drip insulin secara
sliding scale dan penggunaan sulfonylurea golongan glimepiride dengan risiko terjadi
hipoglikemia yang berkepanjangan.
Perubahan kelima pada Beberapa obat obatan seperti Serotonin Norepinephrine
Reuptake Inhibitors (SNRI) juga ditambahkan pada kriteria obat obatan yang harus dihindari dan
dipertimbagkan karena efek samping yang menyebabkan risiko jatuh serta fraktur.
Perubahan keenam pada pengobatan anti Parkinson seperti Quetiapine, clozapine, dan
pimavanserin mendapat perhatian untuk berhati berhati digunakan.
Perubahan ketujuh dengan pasien lansia dengan komorbid gagal jantung penggunaan
beberapa obat obatan seperti penyekat kanal kalsium tip nondihidroperidin juga harus dihindari
khususnya pada gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi, penggunaan golongan obat anti
iflamasi non steroid seperti golongan penghambat siklooksigenase 2 (COX-2), tiazolidindione
(TZD), serta dronedarone juga harus digunakan dengan pengawasan khusus pada lansia.
Perubahan ke delapan dengan Cilostasol juga harus dihindari pada penggunaannya untuk
lansia dengan gangguan fungsi jantung.
Penggunaan BEERS Kriteria dalam di Indonesia
Walaupun BEERS Kriteria dirumuskan dan dibuat di luar negeri, tidaklah berarti bahwa
kriteria ini tidak dapat digunakan di Indonesia. Beberapa pakar farmakologi dan paramedis telah
melakukan penelitian dan telaah langsung pada 25 fasilitas kesehatan tahap pertama (FKTP) dimana
data dikumpulkan dari Januari sampai Desember 2014. Dari total 3819 subyek yang diikutkan
dalam studi tersebut, terjadinya potentially inappropriate medication (PIM) dengan prevalensi yang
cukup tinggi (52.2%) diantara populasi lansia yang berkunjung ke Puskesmas dalam setahun
terakhir tersebut. Didapatkan beberapa jenis obat yang menjadi empat besar obat obatan yang sering
tidak tepat diresepkan seperti: chlorpeniramine, asam mefenamat, ibuprofen, dan nifedipine.
Adapun beberapa hal yang menyebabkan menyebabkan hal ini adalah usia, jenis penyakit dasar,
atau ada tidaknya komorbid sehingga menyebabkan pasien harus mendapatkan banyak pengobatan.
Penelitian ini menjadi dasar bahwa di Indonesia khususnya masih memiliki pemahaman
yang kurang baik khususnya tentang penggunaan AGS BEERS kriteria ini, sehingga diharapkan ke
depan baik dari dokter, paramedic, tim farmasi, dan yang lain termasuk keluarga pasien serta pasien
itu sendiri dapat memahami pentingnya memahami penggunaan AGS BEERS Kriteria ini sehingga
dalam pengobatan lansia ke depan menjadi lebih baik dan meminimalisasi kejadian PIM.3
Ilustrasi Kasus dan Diskusi Pentingnya Penggunaan BEERS Kriteria4
Seorang pasien perempuan berusia 87 tahun datang berobat dengan keluhan nyeri di bagian
pingggang dan nervus sciaticanya, datang ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) dan mendapat
beberapa pengobatan seperti prednisone, baclofen, dan diijinkan rawat jalan. Dalam pemantauan
ternyata pasien mengalami perubahan status mental (delirium) dan akhirnya dibawa ke Unit Gawat
Darurat. Dalam pemantauan ternyata terdapat keluhan lain yaitu nyeri perut, dan pasien ini
mendapatkan tambahan pengobatan yaitu antibiotika dan obat pencegah pompa proton. Akhirnya
pasien mengalami diare dehidrasi berat dan harus dibawa kembali ke UGD.
Pada ilustrasi kasus ini dapat kita pikirkan suatu pemberian obat yang tidak tepat dan
kekurangan rekan sejawat dalam memperhatikan penggunaan kriteria BEERS sehingga
menyebabkan akibat yang buruk pada pasien yang kita rawat. Pemberian prednisone dan baclofen
(obat pelemas otot) dalam ilustrasi kasus ini terbukti menyebabkan atau menginduksi terjadinya
delirium, serta juga menyebabkan rasa tidak nyaman pada lambung, dan nyeri. Pemberian obat
antibiotika dan pencegahan pompa proton juga justru menyebabkan diare yang berat yang justru
menyebabkan diare yang berhubungan dengan antibiotika. Untungnya pada ilustrasi kasus ini yang
kami ikuti pasien mengalami kondisi pemulihan kembali dari status mentalnya.
Pelajaran yang kita dapat pada kasus ini bahwa kesalahan atau kekeliruan dalam
mendiagnosis masih terjadi sekitar 15-20%, dan ketidaktahuan atau kekurangan para teman sejawat
dalam pemahaman BEERS kriteria ini masih sangat rendah. Oleh sebab itu melalui artikel ini
diharapkan meningkatkan kewaspadaan para sejawat dalam memberikan peresepan obat kepada
psien khususnya pasien dalam kondisi lansia, agar tepat dosis, tepat indikasi, dan meminimalisir
efek samping5.
Kesimpulan
Dari beberapa ilustrasi yang telah dipaparkan diharapkan dapat membuka wawasan para
sejawat untuk semakin rajin mengupdate pengetahuan, dan juga dalam melakukan praktek
kedokteran agar dapat melakukan peresepan yang rasional. BEERS Kriteria sebagai salah satu
kriteria yang direkomendasikan dalam membantu sejawat untuk peresepan khususnya pada lansia
agar dapat menghindari beberapa kejadian efek samping obat dan terjadinya misdiagnosis.

Referensi
1. American Geriatric Society 2019. Updated AGS BEERS Criteria for Potentially Inappropriate
Medication Use in Older Adults. Available at :
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/jgs.15767 . Accesed : 03rd October 2019.
2. Rochon,PA. Drug Prescribing for Older AdultsUP to Date. Inc Webiste. Available at:
https://www.uptodate.com/contents/drug-prescribing-for-older-adults. Accesed : 10th October
2019
3. The Dangers of Ignoring the Beers Criteria-The Prescribing Cascade. Derhodes K. Available at:
https://jamanetwork.com/journals/jamainternalmedicine/article-abstract/2732693. Accesed : 03rd
October 2019.
4. Abdulah, R., Insani, W. N., Destiani, D. P., Rohmaniasari, N., Mohenathas, N. D., & Barliana,
M. I. (2018). Polypharmacy leads to increased prevalence of potentially inappropriate
medication in the Indonesian geriatric population visiting primary care facilities. Therapeutics
and clinical risk management, 14, 1591–1597. doi:10.2147/TCRM.S170475
5. The Dangers of Ignoring the Beers Criteria-The Prescribing Cascade. Derhodes K. Available
at: https://jamanetwork.com/journals/jamainternalmedicine/article-abstract/2732693. Accesed :
03rd October 2019.

Anda mungkin juga menyukai