Anda di halaman 1dari 4

‫المدعو‬

AL MAD’U (OBJEK DAKWAH)


Muhammad Imam Asy Syakir
A. Pengertian dan Cakupan Objek Dakwah
Dalam beberapa tulisan, disebutkan bahwa pengertian mad’u antara lain:
Secara bahasa mad’u (‫ )مدعو‬adalah isim maf’ul dari da’aa (‫ )دعا‬yang
berarti ‘yang diseru’.
Sementara menurut istilah mad’u ialah:
‫ و الغني و‬،‫ و الصغير و الكبير‬،‫ فهو يشمل الرجل و المرأة‬،‫ي إنسان كان‬
ّ ‫اإلنسان أ‬
1
.‫الخ‬...‫ و العالم و الجاهل‬،‫ و األسود و األبيض‬،‫ و الحاكم و المحكوم‬،‫الفقير‬
“Manusia, yaitu siapa pun, mencakup laki-laki dan perempuan, besar maupun
kecil, kaya maupun miskin, hakim dan mahkum, hitam maupun putih, yang
berilmu atau pun yang bodoh, dan lain-lain.”
‫ ألن اإلسالم رسالة هللا الخالدة‬،‫ هو المدعو إلى هللا تعالى‬،‫ي إنسان كان‬
ّ ‫أو اإلنسان أ‬
2
.‫بعث هللا به محمدا صلى هللا عليه و سلم إلى الناس أجمعين‬
“Manusia, yaitu siapa pun yang diseru kepada Allah Ta’ala, karena Islam adalah
risalah Allah yang kekal, di mana Allah telah mengutus dengan risalah-Nya
tersebut Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam kepada seluruh umat manusia.”
Ada juga yang membagi mad’u atau objek dakwah kepada tiga arah, yaitu:
1. Da’wah kepada kalangan non-muslim (kafir).
2. Dakwah bagi kesejahteraan dan kemakmuran dunia.
3. Dakwah kepada kalangan umat Islam sendiri.
Al Ustadz E. Saefuddin Anshari, MA, dalam bukunya Wawasan Islam
memaparkan bahwa objek da’wah islam itu ialah segenap manusia, yaitu: Muslim
dan non-Muslim.
Objek dakwah dapat dibedakan dalam dua segi sebagai berikut:
1. Objek dakwah umum

1
Bassam al ‘Amusy, Fiqhud Da’wah, Amman: Darun Nafa’is, 2005, hal. 57.
2
Abdul Karim Zaidan, Ushulud Da’wah, Beirut. Mu’asasah Risalah. Cet. Ke-3, 1993. Hal.
373.

1
Yang dimaksud dengan objek dakwah umum adalah masyarakat luas
yang meliputi umat dakwah, yaitu masyarakat luas non-Muslim dan umat
ijabah, yaitu: kaum Muslim itu sendiri.
Terhadap umat dakwah, dakwah berarti proses Islamisasi eksternal.
Sedangkan terhadap umat ijabah, dakwah berarti Islamisasi internal.
2. Objek dakwah khusus
Objek dakwah khusus ialah objek dakwah yang mempunyai sifat yang
khas yang memerlukan pendekatan yang berbeda dengan objek dakwah
umum, seperti: sekelompok generasi muda, kelompok intelektual,
birokrat/pejabat, etnik tertentu dan sebagainya.
Ditinjau dari sudut sosial pendidikannya, objek dakwah bisa
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Populis awami (grass root level)
2. Elitis intelektual (menengah ke atas)3
B. Hak-Hak Mad’u
1. Mendapat kunjungan atau ia yang didatangi oleh da’i untuk diberi dakwah.
Tidak seharusnya bagi seorang da’i menunggu-nunggu kehadiran mad’u
kepadanya, karena tugas seorang da’i seperti tugas Rasul yaitu menyampaikan.
Sedangkan tugas ini sungguh tidak selayaknya dilaksanakan hanya dengan duduk-
duduk sambil menunggu. Selain itu, seorang da’i juga dituntut memiliki sifat
simpati dan berbelas kasih yang mampu ia representasikan kepada mad’u sembari
pula ia yang mendatanginya (bukan sebaliknya).4
2. Tidak boleh direndahkan, yaitu: mad’u atau objek dakwah tidak boleh
menerima cemo’ohan atau ledekan dan semacamnya.
Tidak boleh bagi seseorang da’i untuk mencemo’oh mad’u, meski seringkali
seseorang dalam pandangan orang lain tidak ada apa-apanya, namun bisa jadi di
sisi Allah ia memiliki sesuatu yang besar, dan memiliki timbangan (ukuran) yang
besar pula. Sebagaimana diperingatkan melalui apa yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, bahwa orang-orang menertawakan betis Ibnu Mas’ud yang di mata

3
U.A. Saepudin, Fiqhud Da’wah KHE. Abdurrahman. Bandung, TB. Al HUDA, ttp. Hal.17-
18.
4
Bassam al ‘Amusy, Op.Cit., hal. 57-58.

2
mereka kecil (remeh), maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallama memperingatkan
mereka bahwasannya betis Ibnu Mas’ud itu kelak di Mizan lebih berat dari
gunung Uhud.
C. Kewajiban Mad’u
Selain ada hak bagi mad’u, ada juga kewajiban yang harus mereka penuhi,
lantaran dimana ada hak maka di sana ada kewajiban. Dan diantara kewajiban
tersebut, yaitu:
1. Tunduk dan patuh kepada haq (kebenaran) dan khair (kebaikan)
2. Bertanya dan minta penjelasan. Adapun pertanyaan yang dianjurkan
adalah sebagai berikut:
- Mengenai segala urusan yang tidak diketahuinya.
- Mengenai segala yang tidak diketahuinya dalam bidang ibadah dan
mu’amalah.
- Mengenai segala yang tidak diketahuinya dalam jalan-jalan yang
terbaik (khair), pintu-pintu kebaikan (birr).
- Mengenai syubhat yang membingungkannya dalam pokok-pokok
agama.
3. Bergabung atau ikut serta dalam pelaksanaan/penerapan manhaj Allah.
4. Berubah secara positif melalui praktik dakwah yang hanya karena Allah
kepada manusia.
D. Ashnaf Mad’u
Penggolongan objek dakwah ini dibuat berdasar aturan yang bertolak dari
beberapa segi. Bila bertolak dari posisi atau status dan peran atau tanggung jawab,
maka objek dakwah terbagi kepada dua golongan, yaitu: tokoh pemuka atau
pembesar dan rakyat (masyarakat). Sedang bila ditinjau dari gender atau jenis
kelamin, maka terbagi kepada laki-laki dan perempuan. Kemudian ditinjau dari
segi usia, maka terbagi kepada golongan: tua, paruh baya, muda-mudi, dan anak-
anak. Dan bila bertolak dari aspek keagamaan, maka mad’u tergolong kepada

3
muslim, kafir, dan munafik. Selain pembagian itu, juga ada dari aspek materi
(harta benda), yang tergolong kepada agniya (orang kaya) dan miskin.5
E. Persoalan-Persoalan Mad’u
Persoalan persoalan bagi mad’u atau objek dakwah, antara lain ialah:
1. Persoalan pribadi atau personal
Terkadang permasalahan yang sebagian dari mereka alami ialah keadaan
mereka sebagai yatim, masalah pribadi, dan lain-lain.
2. Persoalan ekonomi
Seperti keadaan faqir atau miskin lantaran pengangguran.
3. Persoalan sosial
Seperti terjadinya disintegrasi dalam keluarga, perceraian, ibu fasidah, ayah
pejudi dan seorang pecandu.
4. Persoalan politik
Terkadang seorang mad’u dituntut untuk disiplin terhadap peraturan
tertentu, yang tidak jarang melarangnya dari bepergian atau bekerja.6

DAFTAR PUSTAKA

Al ‘Amusy, Bassam. Fiqhud Da’wah. Amman. Darun Nafa’is. 2005.


Saepudin,U.A. Fiqhud Da’wah KHE. Abdurrahman. Bandung, TB. Al
HUDA, ttp.
Zaidan, Abdul Karim. Ushulud Da’wah, Beirut. Mu’asasah Risalah. Cet.
Ke-3, 1993.

5
Bassam al ‘Amusy, Fiqhud Da’wah, Amman: Darun Nafa’is, 2005, hal. 59-60.
6
Ibid., hal. 76.

Anda mungkin juga menyukai