PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang harus dipenuhi. Pemenuhan hak
(MDGs) yang salah satu isinya menyerukan kepada pemerintah untuk menyediakan akses air
bersih dan sanitasi yang memadai bagi masyarakat (Setiawan, 2018). Indonesia sebagai salah
satu negara anggota PBB dan negara yang memiliki tujuan untuk mesejahterakan rakyat,
sudah sepatutnya memenuhi kebutuhan air bersih rakyatnya. Seperti yang tertuang pada
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia dalam segala bidang. UU Nomor 7 Tahun 2004 Pasal 3 bahwa sumber daya
air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan
kemakmuran rakyat.
Untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat seperti yang diamanatkan di dalam UU,
pemerintah memberikan wewenang atas pengelolaan air bersih kepada salah satu Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM). PDAM
bertugas untuk mengelola air bersih dan disalurkan kepada masyarakat luas, tentunya dengan
tujuan utama kesejahteraan masyarakat, bukan untuk mencari laba. Mengenai penyediaan air
1
sendiri, pemerintah mengaturnya dalam UU Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem
a. Tersedianya pelayanan air minum untuk memenuhi hak rakyat atas Air Minum
b. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan Air Minum yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau
c. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara pelanggan dan BUMN, BUMD, UPT,
d. Tercapainya penyelenggaraan Air Minum yang efektif dan efisien untuk memperluas
Penyelenggaraan SPAM oleh PDAM ini berlaku ketentuan bahwa tarif yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan kemampuan daya beli
masyarakat/pelanggan. Penentuan tarif atau harga atas barang dan jasa publik tentunya
berbeda dengan penentuan harga pada sektor bisnis yang berfokus pada pemerolehan laba.
Walaupun tidak berfokus pada laba, namun penentuan tarif sektor publik tetap
memberikan pelayananan yang baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, penentuan tarif
PENGERTIAN BUMD
BUMD adalah :
“Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah”.
2
Berdasarkan PP No 54 Tahun 2017 Pasal 6, karakteristik BUMD meliputi:
b. Badan usaha dimiliki oleh: 1 (satu) Pemerintah Daerah; lebih dari 1 (satu) Pemerintah
Daerah; 1 (satu) Pemerintah Daerah dengan bukan Daerah; atau lebih dari 1 (satu)
c. Seluruh atau sebagian besar modalnya merupakan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
didirikanya BUMD adalah memberikan manfaat atau keuntungan bagi daerah yang
manfaat secara ekonomi. Manfaat ekonomi bagi daerah dapat dimaknai secara luas, yaitu
daerah (PAD) dan peningkatan perekonomian secara luas bagi masyarakat dimana
bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan
potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola pemisahaan yang baik
Ketentuan Pasal 331 ayat (4) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sejalan
dengan apa yang diutarakan oleh Rustian Kamaludin dalam Budhisulistyawati, dkk
(2015) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya BUMD oleh pemerintah
3
daerah adalah sebagai pusat laba, artinya BUMD merupakan unit organisasi dalam tubuh
daerah yang mendirikan, dan prestasi BUMD tersebut diukur berdasarkan perbandingan
antara laba yang dihasilkan dengan nilai investasi yang sudah dilakukan oleh pemerintah
a. Kebutuhan Daerah (yang mencakup aspek pelayanan umum dan kebutuhan masyarakat)
Otonomi daerah memberikan peranan yang besar bagi BUMD dalam menopang
pendapatan asli daerah (PAD). Otonomi daerah mengharuskan adanya otonomi di sektor
ekonomi, tidak hanya sektor politik. Maka diperlukan landasan hukum yang tangguh yang
dapat menjadi pijakan atau pedoman agar BUMD berperan sebagai lembaga bisnis yang
profesional, mandiri dan dapat berkiprah serta memenuhi tuntutan bisnis domestik dan global
Anggriani, dkk (2017) menunjukkan bahwa hasil laba BUMD dari setiap daerah juga
menjadi salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Walaupun hasil laba Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) masih terhitung kecil pengaruhnya terhadap PAD dan tidak
sebanyak penerimaan dari pajak, namun hasil laba BUMD dapat memperlihatkan bagaimana
suatu daerah mengukur kemampuan daerahnya dalam membangun potensi Penerimaan Asli
Daerah (PAD) di luar penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Menurut UU Nomer 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah semua hak daerah
yang diakui sebagai nilai sebagai penambah kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan. Sumber Pendapat Asli Daerah (PAD) dibagi berdasarkan jenis
4
pendapatan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dibagi ke dalam 4
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan
b. Retribusi Daerah
Retribusi Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Jenis pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
BUMD dalam peningkatan pendapatan asli daerah sangat dibutuhkan sekali dalam
menggerakan ekonomi. Kinerja dari BUMD dari sisi internal, harus mampu menjadi
eksternal BUMD dituntut untuk menarik investasi asing maupun domestik agar
Jenis pendapatan yang dianggarkan untuk menampung penerimaan daerah yang tidak
termasuk jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan.
5
SEJARAH PENDIRIAN PDAM
Pada tahun 1818 salah satu syarat penting untuk pemilihan pusat kota serta Istana Raja
ditentukan oleh faktor tersedianya air minum. Pada masa pra-kemerdekaan, Dinas Pengairan
Hindia Belanda (1800 - 1890) membangun saluran air sepanjang 12 kilometer dan bendungan
yang mengalirkan air dari Sungai Elo ke pusat kota Magelang untuk memenuhi kebutuhan
air bersih dan mengairi sawah di wilayah Magelang. Pemerintah Penjajahan Hindia Belanda
di Surabaya, tahun 1890, memberikan hak konsesi kepada pengusaha Belanda warga Kota
Surabaya, Mouner dan Bernie, yang dinilai berjasa merintis penyediaan air bersih di
Surabaya. Konsesi ini berupa pengelolaan mata air Umbulan, Pasuruan, untuk dialirkan ke
Kota Surabaya dengan memasang pipa sepanjang 20 kilometer selama dua tahun. Tahun
1900, pemerintah mendirikan perusahaan air minum dan instalasinya diresmikan tiga tahun
penghuni rumah mewah untuk menjadi pelanggan. Tiga tahun setelah berdirinya perusahaan
air minum itu, sambungan instalasi air minum di Surabaya mencapai 1.588 pelanggan. Status
perusahaan air minum pada bulan Juli 1906 dialihkan dari pemerintah pusat menjadi dinas
Pada tahun 1905 terbentuklah Pemerintah Kota Batavia dan pada tahun 1918 berdiri
PAM Batavia dengan sumber air bakunya berasal dari Mata Air Ciomas. Pemerintah Pusat
belum menangani air minum dikarenakan keterbatasan keuangan serta tenaga ahli dibidang
air minum. Tahun 1953 dimulailah pembangunan Kota Baru Kebayoran di Jakarta, pada saat
itu dilakukan pelimpahan urusan air minum ke pemerintah Provinsi Pulau Jawa dan Sumatra.
Pada tahun 1959 terbentuklah Djawatan Teknik Penjehatan yang mulai mengurusi air
minum, dimulai pembangunan air minum di kota Jakarta, Bandung, Manado, Banjarmasin,
6
Padang dan Pontianak dengan sistem “turn key project” loan dari Pemerintah Prancis.
Terbitlah UU no. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan mulailah dibentuk PDAM
Penyehatan, Ditjen Cipta Karya. Pembangunan sistem air minum secara lebih terencana
mulai dilaksanakan pada periode pembangunan lima tahunan (Pelita). Dalam Pelita I (1969
perluasan sarana-sarana yang telah ada, serta peningkatan kapasitas produksi melalui
Pada Pelita II (1974 - 1978) pemerintah mulai menyusun rencana induk air bersih,
perencanaan rinci dan pembangunan fisik di sejumlah kota Pada saat itu Pemerintah mulai
menyusun Rencana Induk (master plan) Air Minum bagi 120 kota, DED untuk 110 kota dan
RAB untuk 60 kota, dan pengembangan institusi. Periode berikutnya (Pelita III, 1979 - 1983),
pembangunan sarana air minum diperluas sampai kota-kota kecil dan ibu kota kecamatan
(IKK), melalui pendekatan kebutuhan dasar. Pada awal tahun 1981 pula diperkenalkan
“dekade air minum” (Water Decade) yang dideklerasikan oleh PBB. Terjadi penyerahan
Pada Pelita IV (1984 - 1988) pembangunan sarana air minum mulai dilaksanakan
sampai ke perdesaan Target perdesaan 14 juta jiwa di 3.000 desa. Diawal era 90-an terjadi
perubahan organisasi yang tadinya berbasis sektoral, menjadi berbasis “wilayah”. Dimulai
didengungkannya program KPS (kerjasama pemerintah dan swasta) di sektor air minum.
Pada periode Pelita VI (1994 - 1998), merupakan pinjakan landasan baru bagi pemerintah
untuk memulai periode PJP II, akan tetapi krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis
7
ekonomi yang berkepanjangan, yang disertai dengan pergantian pemerintahan beberapa kali,
telah mempengaruhi perkembangan air minum di Indonesia, banyak PDAM yang mengalami
kesulitan, baik karena beban utang dari program investasi pada tahun-tahun sebelumnya,
Pada tahun terbit Permen OTDA No. 8/2000 tentang Pedoman Sistem Akuntasi PDAM
yang berlaku sampai sekarang. Program WSSLIC I dilanjutkan pada tahun ini dengan nama
WSLIC II (Water and Sanitation for Low Income Community). Pada tahun 2002 Terbit
Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum, yang akan menjadikan pedoman dalam monitoring kualitas air minum
yang diproduksi oleh PDAM. Dalam rangka meningkatkan kinerja PDAM dan pembangunan
sistem penyediaan air minum, dilakukan upaya perumusan kebijakan melalui Komite
dan strategi percepatan penyehatan PDAM melalui peningkatan kerjasama kemitraan dengan
pihak swasta/investor.
Dimulai tahun 2004 inilah merupakan tonggak terbitnya peraturan dan perundangan
yang memayungi air minum yaitu dimulai dengan terbitnya UU no 7 Tahun 2004 tentang
SDA (sumber daya air). Setelah 60 tahun Indonesia merdeka pada tahun ini Indonesia baru
memiliki peraturan tertinggi disektor air minum dengan terbitnya PP (peraturan pemerintah)
No 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM (sistem penyediaan air minum). Dengan
dimulainya kembali pembinaan Air Minum dari yang semula berbasis “wilayah” menjadi
berbasis “sektor” lahir kembali Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Direktorat
Pengembangan Air Minum keluarlah kebijakan “Penyehatan PDAM” yang dimulai dengan
8
SIKLUS AKUNTANSI PDAM
b. Perkiraan apa yang dipengaruhi oleh transaksi tersebut, bertambah atau berkurang,
c. Berapa nilai yang harus dicatat. Kegiatan/ transaksi yang terjadi dicatat kedalam
2. Berdasarkan dokumen yang timbul, transaksi keuangan dicatat dalam Buku Jurnal. Bila
diperlukan, dokumen pendukung transaksi keuangan yang timbul, dicatat pula kedalam
Buku Pembantu. Untuk transaksi sejenis yang terjadi berulang-ulang dicatat kedalam
Buku Jurnal yang terdiri dari: Daftar Voucher Utang yang Harus Dibayar (DVUD);
Jurnal Rekening Air dan Non Air (JR); Jurnal Penerimaan Kas/Bank (JPKB); Jurnal
9
Pembayaran Kas/Bank (JBKB); Jurnal Pemakaian Bahan Instalasi dan Kimia (JPBIK),
3. Jumlah kumulatif transaksi yang dicatat pada Buku Jurnal diposting ke dalam Buku
Besar. Transaksi-transaksi yang telah dicatat kedalam Buku-Buku Jurnal pada akhir
bulan dijumlahkan, kemudian dimasukkan (diposting) kedalam Buku Besar, kecuali jika
dari perkiraan-perkiraan Buku Besar tertentu. Tiap jenis Buku Pembantu dibuatkan saldo
per akhir bulan untuk dicocokkan/ direkonsiliasi dengan saldo buku besar yang
bersangkutan.
4. Dari Buku Besar dibuat Neraca Lajur sebagai media perantara untuk memudahkan
penyusunan Neraca dan Laba Rugi. Neraca lajur bulanan disusun berdasarkan angka-
angka penjumlahan sisi debet dan kredit dalam Buku Besar pada bulan yang
bersangkutan. Dari Neraca Lajur, dibuat Laporan Keuangan Bulanan yang terdiri dari:
Neraca dan Laporan Laba Rugi. Selanjutnya rincian yang diperlukan untuk pos-pos yang
Laporan keuangan bulanan terdiri dari: Neraca, Laporan Rugi/Laba dan Laporan Arus
Kas. Neraca bulanan menunjukkan kondisi keuangan PDAM pada akhir bulan yang
10
Laporan Rugi/Laba ini disusun untuk periode satu bulan dan secara kumulatif sampai dengan
Laporan Rugi/Laba suatu periode dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan
untuk periode yang sama. Disamping itu, setiap bulan perusahaan juga menyusun Laporan
Arus Kas. Laporan Arus Kas ini menunjukkan penerimaan dan pengeluaran kas dan setara
kas dalam suatu bulan dan kumulatif sampai dengan bulan terakhir. Laporan tersebut disusun
berdasarkan Laporan Harian Kas, Laporan Penerimaan Kas/Bank dan Laporan Pengeluaran
Kas/Bank.
Laporan keuangan tahunan terdiri dari: Neraca, Perhitungan Laba rugi, Laporan
Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan. Penyusunan
Laporan Keuangan tahunan merupakan akhir dari suatu siklus akuntansi. Salah satu langkah
penting untuk menghasilkan laporan keuangan yang valid adalah dengan melakukan
inventarisasi terhadap Rekening Air, Persediaan, Aset Tetap, dan Properti Investasi. Dari
diperlukan dalam menyusun laporan keuangan. Penyesuaian tersebut diperlukan untuk: (a)
mengoreksi kesalahan pencatatan; (b) pemindahbukuan; (c) mencatat pos-pos akrual, yaitu
yang masih harus diterima/dibayar; (d) mencatat pos-pos deferal, yaitu yang diterima/dibayar
lebih dulu; (e) mencatat beban penyusutan, penyisihan dan penurunan nilai (jika ada); (f)
mencatat penyesuaian atas nilai persediaan hasil opname fisik dan aset tetap; (g) mencatat
susulan pembukuan. Dengan dilakukannya jurnal penyesuaian maka dapat disusun Neraca
11
c. Penyusunan Laporan Keuangan
Setelah neraca lajur selesai disusun, selanjutnya lembar kerja tersebut dapat digunakan
untuk menyusun laporan keuangan dan jurnal penutup. Laporan Keuangan PDAM terdiri
dari: Neraca, Perhitungan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas.
SAK ETAP menghendaki PDAM untuk menyajikan laporan laba rugi berdasarkan sifat
beban, bukan berdasarkan fungsi beban. Untuk menghasilkan laporan laba rugi berdasarkan
sifat beban, PDAM harus melakukan mapping fungsi beban ke sifat beban.
SAK ETAP menghendaki PDAM untuk menyusun laporan arus kas dari aktivitas
operasi dengan metode tidak langsung. Dengan metode tidak langsung, laba atau rugi bersih
disesuaikan dengan melakukan koreksi dampak dari transaksi non-kas, penangguhan atau
akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan
unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan.
Dasar kebijakan penetapan tarif menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71
Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, adalah:
1. Keterjangkauan:
a. Penetapan tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum disesuaikan dengan
masyarakat pelanggan.
12
b. Penetapan tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum bagi Masyarakat
Kepala Daerah.
4. Efisiensi pemakaian air dan perlindungan air baku, dilakukan melalui pengenaan tarif
progresif.
operasional diperoleh dari hasil perhitungan tarif rata-rata minimal sama dengan
biaya dasar. Pemulihan biaya untuk pengembangan pelayanan air minum diperoleh
dari hasil perhitungan tarif rata-rata harus menutup biaya penuh. Biaya penuh
termasuk didalamnya keuntungan yang wajar berdasarkan rasio laba terhadap aktiva
Metode penentuan tarif yang digunakan adalah metode full cost recovery, yaitu:
13
Biaya Pemulihan = Kebutuhan Operasional + Pengembangan Pelayanan Air Minum
kepada pelanggan.
1. BUMD Air Minum mengenakan beban tetap bulanan kepada setiap sambungan
pelanggan apabila pemakaian air kurang dari volume pemakaian air minimum.
2. Volume pemakaian air minimum ditetapkan oleh Direksi BUMD Air Minum.
3. Besaran beban tetap dihitung dari volume pemakaian air minimum dikali tarif yang
14
a. Menghitung biaya dasar untuk menentukan tarif dasar
5. Perhitungan tarif dilakukan dengan mengacu pada formula perhitungan tarif air minum
Blok Konsumsi
Pelanggan
Blok I Blok II Blok …
Kelompok I Tarif rendah
Kelompok II Tarif dasar
Kelompok III Tarif penuh
Kelompok khusus:
- Non komersial Tarif kesepakatan
- Komersial
Kelompok Pelanggan
Kelompok I Rumah tangga MBR, tempat ibadah, dll
Kelompok II Rumah tangga
Kelompok III Pabrik, industri, mall
Kelompok khusus:
- Non Komersial Rumah susun yang dikelola pemerintah, antar PDAM dan
atau daerah
- Komersial Apartemen & mall, pelabuhan, bandara, yang bersifat
kesepakatan yang dijual kembali
Penetapan tarif sebesar 4% itu dinilai terjangkau dan tidak terlalu memberatkan
15
dari upah minimum di daerah itu. Jadi tarif paling besar adalah 4 persen dari pendapatan
sebaiknya dialokasikan kembali untuk investasi dan pengembangan usahanya. Tarif air
masyarakat di daerah tersebut dan kelompok pelanggan saat mendaftarkan diri ke PDAM
setempat. Kelas pelanggan itu ditentukan dari jumlah penghasilan setiap konsumen sesuai
Dengan diterapkannya tarif full cost recovery (FCR), dapat meningkatkan efisiensi
biaya, yang terdiri dari biaya energi (listrik dan BBM), serta biaya bahan kimia yang
digunakan untuk memproduksi air bersih. Selain itu, FCR juga dapat meningkatkan
pendapatan dengan meningkatnya volume penjualan air dan perubahan struktur tarif.
KESIMPULAN
perkembangan ekonomi daerah, menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat,
dan memperoleh laba (bukan tujuan utama) untuk keberlangsungan dan perkembangan
BUMD itu sendiri demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan
masyarakat yang utama adalah air bersih, yang mana di dalam Undang-Undang juga
disebutkan bahwa pemerintah menyediakan air bersih untuk masyarakat. Untuk mengelola
Sebagai salah satu BUMD, tentunya PDAM tidak serta merta menentukan tarif air
bersih untuk masyarakat. Sebaliknya, hal tersebut bahkan diatur dalam Pemendagri yang
16
mengatur tentang penentuan tarif air PDAM. Alasan yang mendasari tentunya adalah agar
tarif tersebut tetap terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dan PDAM juga tetap mendapat
laba untuk pengembangan usaha. Penentuan tarif PDAM ini menggunakan metode full cost
recovery (FCR) yang ditekankan pada pemulihan biaya. Tarif PDAM adalah sebesar 4% dari
sesuai dengan pendapatannya, sehingga tarif yang mereka terima sesuai dengan
kemampuannya. Dengan diterapkannya tarif dengan metode FCR ini diharapkan jangkauan
PDAM semakin luas, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati air bersih
dan mendapatkan kehidupan yang layak dan pemerintah dapat mewujudkan masyarakat yang
makmur.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anggriani, Vivi, dkk. 2017. Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan
Hasil Laba Bumd Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Jurnal
Ekonomi Akuntansi. Vol. 3, No. 3, hal. 854-866.
Anwar, M. Arsyad, et.al. 1992. Prospek Ekonomi Indonesia dan Sumber Pembiayaan
Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Budhisulistyawati, Ambar, dkk. 2015. Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Persero untuk Mewujudkan Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik.
Privat Law. Vol. III, No 2, hal. 56-66.
Kamaludin, Rustian. 2000. Peran dan pemberdayaan BUMD dalam rangka peningkatan
perekonomian daerah. Makalah disajikan pada saat rapat koordinasi BUMD di
Depdagri.
Mardisamo. 2001. Perpajakan. Edisi revisi. Andi, Yogyakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan Dan
Penetapan Tarif Air Minum.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
SAK ETAP PDAM. 2015. Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia
(PERPAMSI).
18