Anda di halaman 1dari 18

AKUNTANSI DAN PENENTUAN TARIF PADA BADAN USAHA MILIK

DAERAH (BUMD) - PERUSAHAAN AIR MINUM DAERAH (PDAM)

Muara Rizqulloh Noble / 437101

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang harus dipenuhi. Pemenuhan hak

atas air juga menjadi perhatian internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menyelenggarakan Deklarasi Millenium yang menghasilkan Millenium Development Goals

(MDGs) yang salah satu isinya menyerukan kepada pemerintah untuk menyediakan akses air

bersih dan sanitasi yang memadai bagi masyarakat (Setiawan, 2018). Indonesia sebagai salah

satu negara anggota PBB dan negara yang memiliki tujuan untuk mesejahterakan rakyat,

sudah sepatutnya memenuhi kebutuhan air bersih rakyatnya. Seperti yang tertuang pada

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh

rakyat Indonesia dalam segala bidang. UU Nomor 7 Tahun 2004 Pasal 3 bahwa sumber daya

air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan

mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat seperti yang diamanatkan di dalam UU,

pemerintah memberikan wewenang atas pengelolaan air bersih kepada salah satu Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM). PDAM

bertugas untuk mengelola air bersih dan disalurkan kepada masyarakat luas, tentunya dengan

tujuan utama kesejahteraan masyarakat, bukan untuk mencari laba. Mengenai penyediaan air

1
sendiri, pemerintah mengaturnya dalam UU Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem

Penyediaan Air Minum (SPAM). SPAM diselenggarakan dengan tujuan untuk:

a. Tersedianya pelayanan air minum untuk memenuhi hak rakyat atas Air Minum

b. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan Air Minum yang berkualitas dengan harga

yang terjangkau

c. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara pelanggan dan BUMN, BUMD, UPT,

UPTD, Kelompok Masyarakat, dan Badan Usaha

d. Tercapainya penyelenggaraan Air Minum yang efektif dan efisien untuk memperluas

cakupan pelayanan Air Minum.

Penyelenggaraan SPAM oleh PDAM ini berlaku ketentuan bahwa tarif yang ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan kemampuan daya beli

masyarakat/pelanggan. Penentuan tarif atau harga atas barang dan jasa publik tentunya

berbeda dengan penentuan harga pada sektor bisnis yang berfokus pada pemerolehan laba.

Walaupun tidak berfokus pada laba, namun penentuan tarif sektor publik tetap

mempertimbangkan keberlangsungan hidup dari instansi pemerintah itu sendiri dengan

memberikan pelayananan yang baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, penentuan tarif

menjadi aspek penting bagi PDAM dalam melayani masyarakat.

PENGERTIAN BUMD

Pengertian BUMD berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No 23 Tahun 2014

BUMD adalah :

“Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah”.

2
Berdasarkan PP No 54 Tahun 2017 Pasal 6, karakteristik BUMD meliputi:

a. Badan usaha didirikan oleh Pemerintah Daerah

b. Badan usaha dimiliki oleh: 1 (satu) Pemerintah Daerah; lebih dari 1 (satu) Pemerintah

Daerah; 1 (satu) Pemerintah Daerah dengan bukan Daerah; atau lebih dari 1 (satu)

Pemerintah Daerah dengan bukan Daerah.

c. Seluruh atau sebagian besar modalnya merupakan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

d. Bukan merupakan organisasi perangkat Daerah; dan

e. Dikelola dengan menggunakan kelaziman dalam dunia usaha.

Tujuan pendirian BUMD menurut PP No 54 Tahun 2017 Pasal 7 adalah:

a. Memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian Daerah. Pada dasarnya tujuan

didirikanya BUMD adalah memberikan manfaat atau keuntungan bagi daerah yang

bersangkutan. Manfaat utama dengan didirikanya BUMD menurut peneliti adalah

manfaat secara ekonomi. Manfaat ekonomi bagi daerah dapat dimaknai secara luas, yaitu

memberikan keuntungan secara finansial bagi peningkatan peningkatan pendapatan asli

daerah (PAD) dan peningkatan perekonomian secara luas bagi masyarakat dimana

BUMD tersebut berada.

a. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang

bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan

potensi Daerah yang bersangkutan berdasarkan tata kelola pemisahaan yang baik

b. Memperoleh laba dan/atau keuntungan. Tujuan didirikanya BUMD sesuai dengan

Ketentuan Pasal 331 ayat (4) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sejalan

dengan apa yang diutarakan oleh Rustian Kamaludin dalam Budhisulistyawati, dkk

(2015) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya BUMD oleh pemerintah

3
daerah adalah sebagai pusat laba, artinya BUMD merupakan unit organisasi dalam tubuh

pemerintah daerah yang didirikan untuk menghasilkan pendapatan bagi pemerintah

daerah yang mendirikan, dan prestasi BUMD tersebut diukur berdasarkan perbandingan

antara laba yang dihasilkan dengan nilai investasi yang sudah dilakukan oleh pemerintah

daerah sebagai investor (Rustian Kamaludin, 2000: 67)

Dasar Pendirian BUMD berdasarkan PP No 54 Tahun 2017 Pasal 9 didasarkan pada:

a. Kebutuhan Daerah (yang mencakup aspek pelayanan umum dan kebutuhan masyarakat)

b. Kelayakan bidang usaha BUMD yang akan dibentuk.

Otonomi daerah memberikan peranan yang besar bagi BUMD dalam menopang

pendapatan asli daerah (PAD). Otonomi daerah mengharuskan adanya otonomi di sektor

ekonomi, tidak hanya sektor politik. Maka diperlukan landasan hukum yang tangguh yang

dapat menjadi pijakan atau pedoman agar BUMD berperan sebagai lembaga bisnis yang

profesional, mandiri dan dapat berkiprah serta memenuhi tuntutan bisnis domestik dan global

(Anwar, M. Arsyad, 1992: 50).

Anggriani, dkk (2017) menunjukkan bahwa hasil laba BUMD dari setiap daerah juga

menjadi salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Walaupun hasil laba Badan

Usaha Milik Daerah (BUMD) masih terhitung kecil pengaruhnya terhadap PAD dan tidak

sebanyak penerimaan dari pajak, namun hasil laba BUMD dapat memperlihatkan bagaimana

suatu daerah mengukur kemampuan daerahnya dalam membangun potensi Penerimaan Asli

Daerah (PAD) di luar penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Menurut UU Nomer 23

Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah semua hak daerah

yang diakui sebagai nilai sebagai penambah kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran

yang bersangkutan. Sumber Pendapat Asli Daerah (PAD) dibagi berdasarkan jenis

4
pendapatan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dibagi ke dalam 4

(empat) jenis, yaitu :

a. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada

daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai

penyelenggara pemerintah daerah (Mardiasmo, 2011).

b. Retribusi Daerah

Retribusi Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah

Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Jenis pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan

milik daerah/BUMD, milik pemerintah/BUMN dan perusahaan milik swasta. Peran

BUMD dalam peningkatan pendapatan asli daerah sangat dibutuhkan sekali dalam

menggerakan ekonomi. Kinerja dari BUMD dari sisi internal, harus mampu menjadi

pemacu utama pertumbuhan dan pengembangan ekonomi, sedangkan dari sisi

eksternal BUMD dituntut untuk menarik investasi asing maupun domestik agar

perumbuhan ekonomi di daerah memberikan multiplier effect yang besar.

d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.

Jenis pendapatan yang dianggarkan untuk menampung penerimaan daerah yang tidak

termasuk jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan.

5
SEJARAH PENDIRIAN PDAM

Pada tahun 1818 salah satu syarat penting untuk pemilihan pusat kota serta Istana Raja

ditentukan oleh faktor tersedianya air minum. Pada masa pra-kemerdekaan, Dinas Pengairan

Hindia Belanda (1800 - 1890) membangun saluran air sepanjang 12 kilometer dan bendungan

yang mengalirkan air dari Sungai Elo ke pusat kota Magelang untuk memenuhi kebutuhan

air bersih dan mengairi sawah di wilayah Magelang. Pemerintah Penjajahan Hindia Belanda

di Surabaya, tahun 1890, memberikan hak konsesi kepada pengusaha Belanda warga Kota

Surabaya, Mouner dan Bernie, yang dinilai berjasa merintis penyediaan air bersih di

Surabaya. Konsesi ini berupa pengelolaan mata air Umbulan, Pasuruan, untuk dialirkan ke

Kota Surabaya dengan memasang pipa sepanjang 20 kilometer selama dua tahun. Tahun

1900, pemerintah mendirikan perusahaan air minum dan instalasinya diresmikan tiga tahun

kemudian. Untuk memberikan proteksi pada perusahaan tersebut, pemerintah mewajibkan

penghuni rumah mewah untuk menjadi pelanggan. Tiga tahun setelah berdirinya perusahaan

air minum itu, sambungan instalasi air minum di Surabaya mencapai 1.588 pelanggan. Status

perusahaan air minum pada bulan Juli 1906 dialihkan dari pemerintah pusat menjadi dinas

air minum kotapraja (kini PDAM Kota Surabaya).

Pada tahun 1905 terbentuklah Pemerintah Kota Batavia dan pada tahun 1918 berdiri

PAM Batavia dengan sumber air bakunya berasal dari Mata Air Ciomas. Pemerintah Pusat

belum menangani air minum dikarenakan keterbatasan keuangan serta tenaga ahli dibidang

air minum. Tahun 1953 dimulailah pembangunan Kota Baru Kebayoran di Jakarta, pada saat

itu dilakukan pelimpahan urusan air minum ke pemerintah Provinsi Pulau Jawa dan Sumatra.

Pada tahun 1959 terbentuklah Djawatan Teknik Penjehatan yang mulai mengurusi air

minum, dimulai pembangunan air minum di kota Jakarta, Bandung, Manado, Banjarmasin,

6
Padang dan Pontianak dengan sistem “turn key project” loan dari Pemerintah Prancis.

Terbitlah UU no. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan mulailah dibentuk PDAM

sampai sekarang. Melalui SK Menteri PUTL no 3/PRT/1968 lahir Direktorat Teknik

Penyehatan, Ditjen Cipta Karya. Pembangunan sistem air minum secara lebih terencana

mulai dilaksanakan pada periode pembangunan lima tahunan (Pelita). Dalam Pelita I (1969

- 1973), kebijaksanaan pembangunan air minum dititikberatkan pada rehabilitasi maupun

perluasan sarana-sarana yang telah ada, serta peningkatan kapasitas produksi melalui

pembangunan baru dan seluruhnya didanai oleh APBN.

Pada Pelita II (1974 - 1978) pemerintah mulai menyusun rencana induk air bersih,

perencanaan rinci dan pembangunan fisik di sejumlah kota Pada saat itu Pemerintah mulai

menyusun Rencana Induk (master plan) Air Minum bagi 120 kota, DED untuk 110 kota dan

RAB untuk 60 kota, dan pengembangan institusi. Periode berikutnya (Pelita III, 1979 - 1983),

pembangunan sarana air minum diperluas sampai kota-kota kecil dan ibu kota kecamatan

(IKK), melalui pendekatan kebutuhan dasar. Pada awal tahun 1981 pula diperkenalkan

“dekade air minum” (Water Decade) yang dideklerasikan oleh PBB. Terjadi penyerahan

kewenangan pembangunan air minum perdesaan dari Departemen Kesehatan kepada

Departemen Pekerjaan Umum.

Pada Pelita IV (1984 - 1988) pembangunan sarana air minum mulai dilaksanakan

sampai ke perdesaan Target perdesaan 14 juta jiwa di 3.000 desa. Diawal era 90-an terjadi

perubahan organisasi yang tadinya berbasis sektoral, menjadi berbasis “wilayah”. Dimulai

didengungkannya program KPS (kerjasama pemerintah dan swasta) di sektor air minum.

Pada periode Pelita VI (1994 - 1998), merupakan pinjakan landasan baru bagi pemerintah

untuk memulai periode PJP II, akan tetapi krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis

7
ekonomi yang berkepanjangan, yang disertai dengan pergantian pemerintahan beberapa kali,

telah mempengaruhi perkembangan air minum di Indonesia, banyak PDAM yang mengalami

kesulitan, baik karena beban utang dari program investasi pada tahun-tahun sebelumnya,

maupun akibat dari dampak krisis ekonomi yang terjadi.

Pada tahun terbit Permen OTDA No. 8/2000 tentang Pedoman Sistem Akuntasi PDAM

yang berlaku sampai sekarang. Program WSSLIC I dilanjutkan pada tahun ini dengan nama

WSLIC II (Water and Sanitation for Low Income Community). Pada tahun 2002 Terbit

Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan

Kualitas Air Minum, yang akan menjadikan pedoman dalam monitoring kualitas air minum

yang diproduksi oleh PDAM. Dalam rangka meningkatkan kinerja PDAM dan pembangunan

sistem penyediaan air minum, dilakukan upaya perumusan kebijakan melalui Komite

Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI), untuk merumuskan kebijakan

dan strategi percepatan penyehatan PDAM melalui peningkatan kerjasama kemitraan dengan

pihak swasta/investor.

Dimulai tahun 2004 inilah merupakan tonggak terbitnya peraturan dan perundangan

yang memayungi air minum yaitu dimulai dengan terbitnya UU no 7 Tahun 2004 tentang

SDA (sumber daya air). Setelah 60 tahun Indonesia merdeka pada tahun ini Indonesia baru

memiliki peraturan tertinggi disektor air minum dengan terbitnya PP (peraturan pemerintah)

No 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM (sistem penyediaan air minum). Dengan

dimulainya kembali pembinaan Air Minum dari yang semula berbasis “wilayah” menjadi

berbasis “sektor” lahir kembali Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Direktorat

Pengembangan Air Minum keluarlah kebijakan “Penyehatan PDAM” yang dimulai dengan

dilakukannya Bantek Penyehatan PDAM.

8
SIKLUS AKUNTANSI PDAM

Sumber: SAK-ETAP PDAM (2015)

Penjabaran skema siklus akuntansi PDAM sebagai berikut:

1. Transaksi/kegiatan yang terjadi harus diidentifikasi terlebih dahulu sebelum melakukan

pencatatan (transactions recognition). Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam

identifikasi transaksi yaitu:

a. Apakah transaksi merupakan transaksi keuangan.

b. Perkiraan apa yang dipengaruhi oleh transaksi tersebut, bertambah atau berkurang,

didebet atau dikredit.

c. Berapa nilai yang harus dicatat. Kegiatan/ transaksi yang terjadi dicatat kedalam

dokumen yang merupakan bukti dasar pembukuan.

2. Berdasarkan dokumen yang timbul, transaksi keuangan dicatat dalam Buku Jurnal. Bila

diperlukan, dokumen pendukung transaksi keuangan yang timbul, dicatat pula kedalam

Buku Pembantu. Untuk transaksi sejenis yang terjadi berulang-ulang dicatat kedalam

Buku Jurnal yang terdiri dari: Daftar Voucher Utang yang Harus Dibayar (DVUD);

Jurnal Rekening Air dan Non Air (JR); Jurnal Penerimaan Kas/Bank (JPKB); Jurnal

9
Pembayaran Kas/Bank (JBKB); Jurnal Pemakaian Bahan Instalasi dan Kimia (JPBIK),

dan; Jurnal Umum (JU).

3. Jumlah kumulatif transaksi yang dicatat pada Buku Jurnal diposting ke dalam Buku

Besar. Transaksi-transaksi yang telah dicatat kedalam Buku-Buku Jurnal pada akhir

bulan dijumlahkan, kemudian dimasukkan (diposting) kedalam Buku Besar, kecuali jika

diposting setiap terjadi transaksi. Buku-buku pembantu diselenggarakan sebagai rincian

dari perkiraan-perkiraan Buku Besar tertentu. Tiap jenis Buku Pembantu dibuatkan saldo

per akhir bulan untuk dicocokkan/ direkonsiliasi dengan saldo buku besar yang

bersangkutan.

4. Dari Buku Besar dibuat Neraca Lajur sebagai media perantara untuk memudahkan

penyusunan Neraca dan Laba Rugi. Neraca lajur bulanan disusun berdasarkan angka-

angka penjumlahan sisi debet dan kredit dalam Buku Besar pada bulan yang

bersangkutan. Dari Neraca Lajur, dibuat Laporan Keuangan Bulanan yang terdiri dari:

Neraca dan Laporan Laba Rugi. Selanjutnya rincian yang diperlukan untuk pos-pos yang

terdapat didalam kedua laporan tadi dapat dibuat Buku Pembantu.

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PDAM

a. Laporan Keuangan Bulanan

Laporan keuangan bulanan terdiri dari: Neraca, Laporan Rugi/Laba dan Laporan Arus

Kas. Neraca bulanan menunjukkan kondisi keuangan PDAM pada akhir bulan yang

bersangkutan. Untuk mengetahui perkembangan kondisi keuangan, Neraca suatu bulan

dibandingkan dengan Neraca bulan sebelumnya. Perusahaan juga menyusun Laporan

Rugi/Laba yang menunjukkan kemampuan memperoleh laba selama periode pelaporan.

10
Laporan Rugi/Laba ini disusun untuk periode satu bulan dan secara kumulatif sampai dengan

bulan tersebut. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan,

Laporan Rugi/Laba suatu periode dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan

untuk periode yang sama. Disamping itu, setiap bulan perusahaan juga menyusun Laporan

Arus Kas. Laporan Arus Kas ini menunjukkan penerimaan dan pengeluaran kas dan setara

kas dalam suatu bulan dan kumulatif sampai dengan bulan terakhir. Laporan tersebut disusun

berdasarkan Laporan Harian Kas, Laporan Penerimaan Kas/Bank dan Laporan Pengeluaran

Kas/Bank.

b. Laporan Keuangan Tahunan

Laporan keuangan tahunan terdiri dari: Neraca, Perhitungan Laba rugi, Laporan

Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan. Penyusunan

Laporan Keuangan tahunan merupakan akhir dari suatu siklus akuntansi. Salah satu langkah

penting untuk menghasilkan laporan keuangan yang valid adalah dengan melakukan

inventarisasi terhadap Rekening Air, Persediaan, Aset Tetap, dan Properti Investasi. Dari

hasil inventarisasi ini kemudian perusahaan dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian yang

diperlukan dalam menyusun laporan keuangan. Penyesuaian tersebut diperlukan untuk: (a)

mengoreksi kesalahan pencatatan; (b) pemindahbukuan; (c) mencatat pos-pos akrual, yaitu

yang masih harus diterima/dibayar; (d) mencatat pos-pos deferal, yaitu yang diterima/dibayar

lebih dulu; (e) mencatat beban penyusutan, penyisihan dan penurunan nilai (jika ada); (f)

mencatat penyesuaian atas nilai persediaan hasil opname fisik dan aset tetap; (g) mencatat

susulan pembukuan. Dengan dilakukannya jurnal penyesuaian maka dapat disusun Neraca

Saldo Setelah Penyesuaian lalu semuanya disatukan dalam neraca lajur.

11
c. Penyusunan Laporan Keuangan

Setelah neraca lajur selesai disusun, selanjutnya lembar kerja tersebut dapat digunakan

untuk menyusun laporan keuangan dan jurnal penutup. Laporan Keuangan PDAM terdiri

dari: Neraca, Perhitungan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas.

d. Penyusunan Laporan Laba Rugi

SAK ETAP menghendaki PDAM untuk menyajikan laporan laba rugi berdasarkan sifat

beban, bukan berdasarkan fungsi beban. Untuk menghasilkan laporan laba rugi berdasarkan

sifat beban, PDAM harus melakukan mapping fungsi beban ke sifat beban.

e. Penyusunan Laporan Arus Kas

SAK ETAP menghendaki PDAM untuk menyusun laporan arus kas dari aktivitas

operasi dengan metode tidak langsung. Dengan metode tidak langsung, laba atau rugi bersih

disesuaikan dengan melakukan koreksi dampak dari transaksi non-kas, penangguhan atau

akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan

unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan.

PENENTUAN TARIF PADA PDAM

Dasar kebijakan penetapan tarif menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71

Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, adalah:

1. Keterjangkauan:

a. Penetapan tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum disesuaikan dengan

kemampuan membayar pelanggan yang berpenghasilan sama dengan Upah

Minimum Provinsi, serta tidak melampaui 4% (empat perseratus) dari pendapatan

masyarakat pelanggan.

12
b. Penetapan tarif untuk standar kebutuhan pokok air minum bagi Masyarakat

Berpenghasilan Rendah diberlakukan tarif setinggi-tingginya sama dengan tarif

rendah. Masyarakat Berpenghasilan Rendah lebih lanjut diatur dalam Peraturan

Kepala Daerah.

2. Keadilan dicapai melalui:

a. Penerapan tarif diferensiasi dengan subsidi silang antar kelompok pelanggan

b. Penerapan tarif progresif dalam rangka mengupayakan penghematan

penggunaan air minum.

3. Mutu Pelayanan dilakukan melalui penetapan tarif yang mempertimbangkan

keseimbangan dengan tingkat mutu pelayanan yang diterima oleh pelanggan.

4. Efisiensi pemakaian air dan perlindungan air baku, dilakukan melalui pengenaan tarif

progresif.

a. Tarif progresif diperhitungkan melalui penetapan blok konsumsi.

b. Tarif progresif dikenakan kepada pelanggan yang konsumsinya melebihi Standar

Kebutuhan Pokok Air Minum.

5. Pemulihan biaya, ditujukan untuk menutup kebutuhan operasional dan

pengembangan pelayanan air minum. Pemulihan biaya untuk menutup kebutuhan

operasional diperoleh dari hasil perhitungan tarif rata-rata minimal sama dengan

biaya dasar. Pemulihan biaya untuk pengembangan pelayanan air minum diperoleh

dari hasil perhitungan tarif rata-rata harus menutup biaya penuh. Biaya penuh

termasuk didalamnya keuntungan yang wajar berdasarkan rasio laba terhadap aktiva

sekurang-kurangnya sebesar 10% (sepuluh perseratus).

Metode penentuan tarif yang digunakan adalah metode full cost recovery, yaitu:

13
Biaya Pemulihan = Kebutuhan Operasional + Pengembangan Pelayanan Air Minum

(tarif rata-rata minimal = biaya dasar)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎 perhitungan tarif rata-


𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 − rata harus menutup
𝑉𝑜𝑙. 𝑘𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 biaya penuh termasuk
didalamnya keuntungan
yang wajar berdasarkan
Biaya usaha terdiri dari biaya operasi dan rasio laba terhadap
pemeliharaan, biaya depresiasi/amortisasi, aktiva sekurang-
biaya bunga pinjaman, dan biaya lain. kurangnya sebesar
10%)

6. Transparansi dan akuntabilitas, diterapkan dalam proses perhitungan dan penetapan

tarif. Transparansi dilakukan antara lain dengan:

a. Menjaring aspirasi pelanggan yang berkaitan dengan rencana perhitungan serta

penetapan tarif; dan

b. Menyampaikan informasi yang berkaitan dengan rencana perhitungan tarif

kepada pelanggan.

Akuntabilitas dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan tarif PDAM:

1. BUMD Air Minum mengenakan beban tetap bulanan kepada setiap sambungan

pelanggan apabila pemakaian air kurang dari volume pemakaian air minimum.

2. Volume pemakaian air minimum ditetapkan oleh Direksi BUMD Air Minum.

3. Besaran beban tetap dihitung dari volume pemakaian air minimum dikali tarif yang

berlaku untuk pelanggan bersangkutan.

4. Perhitungan tarif dilakukan sebagai berikut:

14
a. Menghitung biaya dasar untuk menentukan tarif dasar

b. Menghitung subsidi untuk menentukan tarif rendah

c. Menghitung tarif penuh

d. Menetapkan tarif kesepakatan.

5. Perhitungan tarif dilakukan dengan mengacu pada formula perhitungan tarif air minum

6. Besarnya subsidi dapat bervariasi antar kelompok pelanggan.

Blok Konsumsi
Pelanggan
Blok I Blok II Blok …
Kelompok I Tarif rendah
Kelompok II Tarif dasar
Kelompok III Tarif penuh
Kelompok khusus:
- Non komersial Tarif kesepakatan
- Komersial

Kelompok Pelanggan
Kelompok I Rumah tangga MBR, tempat ibadah, dll
Kelompok II Rumah tangga
Kelompok III Pabrik, industri, mall
Kelompok khusus:
- Non Komersial Rumah susun yang dikelola pemerintah, antar PDAM dan
atau daerah
- Komersial Apartemen & mall, pelabuhan, bandara, yang bersifat
kesepakatan yang dijual kembali

Penetapan tarif sebesar 4% itu dinilai terjangkau dan tidak terlalu memberatkan

kemampuan finansial masing-masing konsumen. Tarif paling bawah maksimum 4 persen

15
dari upah minimum di daerah itu. Jadi tarif paling besar adalah 4 persen dari pendapatan

konsumen. Artinya, masyarakat mampu membayarnya dan PDAM diharapkan tidak

mendapatkan keuntungan terlalu banyak. Kalaupun PDAM itu memperoleh keuntungan,

sebaiknya dialokasikan kembali untuk investasi dan pengembangan usahanya. Tarif air

bersih masing-masing daerah juga berbeda, tergantung dengan jumlah pendapatan

masyarakat di daerah tersebut dan kelompok pelanggan saat mendaftarkan diri ke PDAM

setempat. Kelas pelanggan itu ditentukan dari jumlah penghasilan setiap konsumen sesuai

dengan bukti tertulis pendapatannya per bulan.

Dengan diterapkannya tarif full cost recovery (FCR), dapat meningkatkan efisiensi

biaya, yang terdiri dari biaya energi (listrik dan BBM), serta biaya bahan kimia yang

digunakan untuk memproduksi air bersih. Selain itu, FCR juga dapat meningkatkan

pendapatan dengan meningkatnya volume penjualan air dan perubahan struktur tarif.

KESIMPULAN

Tujuan dari dibentuknya BUMD adalah untuk memberikan manfaat bagi

perkembangan ekonomi daerah, menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat,

dan memperoleh laba (bukan tujuan utama) untuk keberlangsungan dan perkembangan

BUMD itu sendiri demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan

masyarakat yang utama adalah air bersih, yang mana di dalam Undang-Undang juga

disebutkan bahwa pemerintah menyediakan air bersih untuk masyarakat. Untuk mengelola

air bersih di setiap daerah, pemerintah membentuk PDAM.

Sebagai salah satu BUMD, tentunya PDAM tidak serta merta menentukan tarif air

bersih untuk masyarakat. Sebaliknya, hal tersebut bahkan diatur dalam Pemendagri yang

16
mengatur tentang penentuan tarif air PDAM. Alasan yang mendasari tentunya adalah agar

tarif tersebut tetap terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dan PDAM juga tetap mendapat

laba untuk pengembangan usaha. Penentuan tarif PDAM ini menggunakan metode full cost

recovery (FCR) yang ditekankan pada pemulihan biaya. Tarif PDAM adalah sebesar 4% dari

upah minimum provinsi, sehingga masyarakat dapat menjangkaunya karena disesuaikan

dengan pendapatan mereka. Masing-masing konsumen juga dimasukkan dalam kelompok

sesuai dengan pendapatannya, sehingga tarif yang mereka terima sesuai dengan

kemampuannya. Dengan diterapkannya tarif dengan metode FCR ini diharapkan jangkauan

PDAM semakin luas, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat menikmati air bersih

dan mendapatkan kehidupan yang layak dan pemerintah dapat mewujudkan masyarakat yang

makmur.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anggriani, Vivi, dkk. 2017. Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan
Hasil Laba Bumd Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Jurnal
Ekonomi Akuntansi. Vol. 3, No. 3, hal. 854-866.

Anwar, M. Arsyad, et.al. 1992. Prospek Ekonomi Indonesia dan Sumber Pembiayaan
Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Budhisulistyawati, Ambar, dkk. 2015. Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) Persero untuk Mewujudkan Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik.
Privat Law. Vol. III, No 2, hal. 56-66.

Kamaludin, Rustian. 2000. Peran dan pemberdayaan BUMD dalam rangka peningkatan
perekonomian daerah. Makalah disajikan pada saat rapat koordinasi BUMD di
Depdagri.
Mardisamo. 2001. Perpajakan. Edisi revisi. Andi, Yogyakarta.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan Dan
Penetapan Tarif Air Minum.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

SAK ETAP PDAM. 2015. Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia
(PERPAMSI).

Setiawan, Arib. 2018. Legalitas Tindakan Pemerintah Daerah dalam Menjamin


Pembangunan Infrastruktur yang Dilakukan Perusahaan Daerah Air Minum.
Simposium Nasional Keuangan Negara 2018.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

Wikipedia. Sejarah PDAM. https://id.wikipedia.org/wiki/PDAM. Diakses pada tanggal 9


Juni 2019.

18

Anda mungkin juga menyukai