Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Imbibisi
Imbibisi adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang
hidrofilik, seperti protein, pati, selulosa, agar-agar, gelatin, dan lain-lain, yang
menyebabkan zat tersebut dapat mengembang setelah menyerap air. Kata imbibisi
berasal dari kata Latin imbibere yang berarti “menyelundup”. Air yang menyelundup
disebut air imbibisi, sedangkan zat yang kemasukan air disebut imbiban. Air yang
berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan memecahkan kulit pembungkusnya
dan jugamemicu perubahan metabolik pada embrio yang menyebabkan biji tersebut
melanjutkan pertumbuhan (Advinda, 2018).

Banyaknya air yang dihisap selama proses imbibisi umumnya kecil, cepat dan
tidak boleh lebih dari 2-3 kali berat kering dari biji. Kemudian biji tampak membesar
karena banyak menampung sumber air yang diterima. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya imbibisi adalah tekanan, kulit biji, benih dan substratnya.
Semakin kecil tekanan benih daripada tekanan larutan, maka semakin besar proses
imbibisi. Kulit biji tipis, mengandung substrat yang mudah larut dalam air dan benih
tidak kering, maka air yang diserap akan lebih banyak dan sebaliknya (Widyawati,
2009).

Selain itu enzim juga turut berpengaruh dalam proses imbibisi. Pada saat
perkecambahan, enzim mulai berfungsi dalam sitoplasma yang mana telah terhidrasi.
Imbibisi terjadi jika beberapa enzim yang mengubah protein menjadi asam amino,
lemak dan minyak menjadi larutan sederhana atau campuran dan enzim-enzim lain
yang merombak pati menjadi gula (Widyawati, 2009).

Konsep dasar proses imbibisi yang terjadi di dalam biji tumbuhan meliputi dua
proses yang berjalan bersama-sama, yaitu proses difusi dan osmosis. Dikatakan proses
difusi karena air bergerak dari larutan yang lebih rendah konsentrasinya di luar biji,
masuk ke dalam zat di dalam biji yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Sedang
proses osmosis tidak lain terjadi karena kulit biji bersifat permeabel terhadap
molekul-molekul, sehingga air dapat masuk ke dalam biji melalui pori-pori yang ada
di dalam kulit biji. Seperti halnya proses difusi dan osmosis, proses imbibisi antara
lain dipengaruhi pula kadar atau konsentrasi larutan (Nugraheni et al, 2009).

2. Biji Kacang Hijau

Sumber : https://www.greeners.co/

Biji umumnya berwarna hijau kusam atau hijau mengkilap, namun adapula
yang berwarna kuning dan coklat berbentuk bulat. Biji kacang hijau lebih kecil
dibandingkan dengan biji kacang tanah atau kacang kedelai, yaitu bobotnya hanya
sekitar 0,5-0,8mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g. Kulitnya hijau berbiji
putih. Bijinya sering dibuat kecambah atau taoge. Tipe perkecambahan biji kacang
hijau adalah epigeal dan termasuk biji dikotil yaitu biji berkeping dua (Purwono,
2008).
Biji kacang hijau dapat berkecambah apabila berada dalam lingkungan yang
memenuhi syarat untuk perkecambahan, yaitu kandungan air kacang hijau dan
kelembaban udara sekeliling harus tinggi. Kadar air biji kacang hijau berkisar 5-15%,
pada kadar air ini kelembaban terlalu rendah untuk berlangsungnya metabolisme
sehingga tahap perkecambahan adalah kadar air biji kacang hijau harus dinaikkan
dengan cara dilakukan perendaman atau ditempatkan pada lingkungan yang jenuh uap
air (Winarsi, 2010).

Kecambah kacang hijau merupakan hasil pertumbuhan dari biji kacang hijau
yang disemai. Proses ini disertai dengan mobilisasi cadangan makanan dari jaringan
penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumber pertumbuhan embrio atau
lembaga). Germinasi selama 2 hari dapat menghasilkan kecambah dengan panjang
mencapai 4 cm, dan dalam 3-5 hari dapat mencapai 5-7 cm (Winarsi, 2010).

3. Imbibisi pada Biji

Penyerapan air oleh benih yang terjadi pada tahap pertama biasanya
berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40% - 60% dan akan
meningkat lagi pada awal munculnya radikal sampai jaringan penyimpanan dan
kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70% - 90%. Kira-kira 80%
dari protein yang biasanya terbentuk Kristal disimpan dalam jaringan yang disebut
badan protein sedangkan sisanya 20% terbagi dalam nucleus, mitokondria,
protoplastid, mikrosom, dan dalam sitosol. Selain itu semakin kecil tekanan benih dari
pada tekanan larutan, maka semakin besar proses imbibisi (Wusono, 2015).

Suatu percobaan merendam biji kacang kering didalam air murni, terlihat
setelah beberapa jam kemudian biji kacang menggembung seolah-olah akan pecah.
Poses penyerapan air atau imbibisi yang terjadi pada biji kacang kering tersebut
berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan
pengembangan embrio dan endosperma. Hal ini menyebabkan pecah atau robeknya
kulit biji. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen kedalam biji.
Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel
mengalami imbibisi, maka gas akan masuk kedalam sel secara difusi. Apabila dinding
sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat kepada sel-sel
hidup sehingga memugkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sehingga di dalam proses
imbibisi ditimbulkan panas. Sebaliknya CO2 yang dihasilkan ole pernafasan tersebut
lebih mudah keluar secara difusi (Advinda, 2018).

Peristiwa imbibisi pada hakekatnya tak lain tak bukan adalah suatu proses
difusi. Sel-sel biji kacang kering mempunyai nilai osmosis tinggi, sehingga molekul-
molekul air berdifusi kedalam sel biji kacang kering. Peristiwa imbibisi juga
hakekatnya adalah peristiwa osmosis. Dinding sel-sel kulit kacang kering adalah
permeabel untuk molekul-molekul air. Sehingga molekul air dengan mudahnya
melewati pori yang ada pada dinding sel tersebut (Advinda, 2018).

4. Faktor yang Mempengaruhi Imbibisi


Banyak benda-benda kering atau benda setengah padat dapat menyerap air
(absorpsi) karena benda-benda tersebut mengandung materi koloid yang hidrofil.
Hidrofil artinya menarik air. Contoh pada tumbuhan misalnya biji yang kering.
Penyerapan air dipengaruhi oleh faktor dalam (disebut pula faktor tumbuhan) dan
faktor luar atau faktor lingkungan (Marthen, 2013).

1. Faktor dalam terdiri dari :


a. Kecepatan transpirasi
Semakin cepat transpirasi makin cepat penyerapan.

b. Sistem perakaran
Tumbuhan yang mempunyai system perakaran berkembang baik, akan
mampu mengadakan penyerapan lebih kuat karena jumlah bulu akar
semakin banyak.

c. Kecepatan metabolisme
Karena penyerapan memerlukan energi, maka semakin cepat
metabolismem (terutama respirasi) akan mempercepat penyerapan
(Marthen, 2013).

2. Faktor lingkungan terdiri dari :


a. Ketersediaan air tanah
Tumbuhan dapat menyerap air bila air tersedia antara kapasitas lapang dan
konsentrasi layu tetap. Bila air melebihi kapasitas lapang penyerapan
terhambat karena akan berada dalam lingkungan anaerob.

b. Konsentrasi air tanah


Air tanah bukan air murni, tetapi larutan yang berisi berbagai ion dan
molekul. Semakin pekat larutan tanah semakin sulit penyerapan.

c. Temperatur tanah
Temperatur mempengaruhi kecepatan metabolism. Ada temperatur
optimum untuk metabolisme dan tentu saja ada temperatur optimum untuk
penyerapan.
d. Aerasi tanah
Yang dimaksud dengan aerasi adalah pertukaran udara, yaitu maksudnya
oksigen dan lepasnya CO2 dari lingkungan. Aerasi mempengaruhi proses
respirasi aerob, kalau tidak baik akan menyebabkan terjadinya kenaikan
kadar CO2 yang selanjutnya menurunkan pH. Penurunan pH ini berakibat
terhadap permeabilitas membran sel (Marthen, 2013).

B. Hipotesis
1. Terdapat proses-proses fisiologis yang berkaitan dengan imbibisi pada biji kacang
hijau ( Vigna radiata.).

2. Terdapat pengaruh lama perendaman terhadap laju imbibisi biji kacang hijau (
Vigna radiata.).

Advinda, Linda.2018.Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.Yogyakarta : Deepublish.

Marthen, E. Kaya dan H. Rehatta. 2013.Pengaruh Perlakuan Pencelupan Dan


Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Sengon (Paraserianthes
falcatariaL.) dalam Jurnal Agrologia ,Vol. 2, No.1, April 2013, Hal. 10-16.

Nugraheni, Widyawati,. et.al.2009.Permeabilitas dan Perkecambahan Benih Aren


(Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) dalam Jurnal Agron. Indonesia 37 (2) : 152
– 158. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Widyawati, N. T. (2009). Permeabilitas danPerkecambahan Benih Aren (Arenga


pinnata(Wurmb.) Merr.). Jurnal Agronomi Indonesia, 37 (2), 152-158.

Winarsi, H.2010. Protein Kedelai dan Kecambah.Yogyakarta : Kanisius.


Wusono, S. J. (2015). Pengaruh Ekstrak Berbagai Bagian Dari Tanaman Swietenia
Mahagoni Terhadap Perkecambahan Benih Kacang Hijau Dan Jagung. Jurnal
Agrologia, 4(2), 105-113.

Anda mungkin juga menyukai